DISUSUN OLEH:
11171010000095
1443/2022
EPIDEMIOLOGI SPASIAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015-2019
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
DISUSUN OLEH:
11171010000095
1443/2022
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
Skripsi
Tahun 2015-2019
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia bahkan dunia. DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
berat dan ditularkan melalui nyamuk endemik dengan ditandai meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah, hypovolemia dan gangguan mekanisme
penggumpalan darah. Salah satu cara untuk menggambarkan masalah penyakit
berbasis lingkungan yaitu dengan melakukan pendekatan epidemiologi spasial.
Epidemiologi spasial merupakan deskripsi dan analisis geografis dalam penyakit
yang berkaitan dengan faktor risiko demografis, lingkungan, perilaku, sosial
ekonomi, dan juga genetik dengan berfokus pada pemetaan penyakit di suatu
wilayah, studi korelasi geografis, dan kluster penyakit. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian epidemiologi deskriptif dengan desain ecological study
menggunakan permodelan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasis pada
data sekunder dan melalui pendekatan spasial dengan unit analisis tingkat
kabupaten/kota. Penelitian ini menunjukan bahwa pada tahun 2015 yang
memasuki kategori tingkat kerawanan sedang tahun 2015 adalah Kota Tangerang,
Kota Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan
Kabupaten Lebak. Tahun 2016 pada kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
memiliki tingkat kerawanan tinggi. Tahun 2017-2018 terdapat konsistensi tingkat
kerawanan pada kabupaten/kota di Provinsi Banten. Sementara, tahun 2019
terdapat satu kabupaten/kota yang mengalami perubahan tingkat kerawanan dari
sedang ke rendah yaitu Kabupaten Lebak. Hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan untuk mempersiapkan program pengendalian dan pencegahan penyakit
DBD di Provinsi Banten.
Kata Kunci: Spasial, DBD, Kerawanan
Daftar Bacaan: 61 (1976-2021)
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
MAJOR OF EPIDEMIOLOGY
2015-2019
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is still a public health problem in Indonesia
and even the world. DHF is a disease caused by a heavy virus and transmitted
through endemic mosquitoes characterized by increased vascular permeability,
hypovolemia and impaired blood clotting mechanisms. One way to describe
environmental-based disease problems is to use a spatial epidemiological
approach. Spatial epidemiology is a geographic description and analysis of
disease related to demographic, environmental, behavioral, socio-economic, and
genetic risk factors with a focus on disease mapping in an area, geographic
correlation studies, and disease clusters. This research is a descriptive
epidemiological research with an ecological study design using a Geographic
Information System (GIS) modeling based on secondary data and through a
spatial approach with a unit of analysis at the district/city level. This study shows
that in 2015 the category of moderate vulnerability level in 2015 was Tangerang
City, Cilegon City, Serang City, Tangerang Regency, South Tangerang City, and
Lebak Regency. In 2016 the city of Tangerang and the city of South Tangerang
had a high level of vulnerability. In 2017-2018 there is a consistent level of
vulnerability in districts/cities in Banten Province. Meanwhile, in 2019 there was
one district/city that experienced a change in the level of vulnerability from
medium to low, namely Lebak Regency. The results of this study can be used as
input to prepare a program to control and prevent dengue in Banten Province.
Keywords: Spatial, DHF, Vulnerability
Reading List: 61 (1976-2021)
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperolah gelar strata satu (S1) di Fakultas Ilmu
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
NIM : 11171010000095
saya.
Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
disusun oleh
THORIQ FAJAR BATUAH
NIM: 11171010000095
Menyetujui, Mengetahui,
Pembimbing Skripsi Ketua Program Studi
Disusun Oleh:
THORIQ FAJAR BATUAH
NIM: 11171010000095
Telah diujikan
Pada Tanggal 13 Januari 2022
Penguji 1 Penguji 2
Identitas Pribadi
Riwayat Pendidikan
Riwayat Organisasi
ii
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala
puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan nikmat dan
lupa Peneliti hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita
dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang dengan ilmu
pengetahuan seperti saat ini. Penyusunan tugas akhir skripsi ini tentunya tidak
terlepas dari berbagai hambatan dan kendala. Meskipun begitu, hal tersebut tidak
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Peneliti ingin
memberi bantuan, arahan, dan dukungan sejak awal proses penyusunan proposal
2. Keluarga tercinta, yaitu kedua orang tua dan adik-adik yang selalu
3. Ibu Dr. Zilhadia, M.Si., Apt., Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
iii
4. Ibu Catur Rosidati, M.KM, selaku Ketua Program Studi Kesehatan
6. Ibu Meliana Sari, M.K.M. dan Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes
selaku penguji proposal hingga skripsi yang telah memberi saran dan
7. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D selaku dosen peminatan Epidemiologi yang telah
penyusunan skripsi.
juga telah membersamai penulis dari awal berproses hingga saat ini.
12. Teman-teman satu tempat tinggal, Arif Saiful Pramudita, Eki Nizar, dan
iv
13. Pihak lainnya yang telah membantu, mendukung, dan menemani Peneliti,
dalam tugas akhir skripsi ini. Penulis berharap hasil penelitian dalam tugas akhir
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Demikian pengantar tugas akhir ini, terima kasih
v
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN....................................................................... v
1 BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
vi
2.1.5 Epidemiologi DBD ......................................................................... 11
2.1.6 Diagnosis DBD ............................................................................... 12
2.2 Epidemiologi Deskriptif ............................................................................ 13
vii
4.5.1 Pemeriksaan Data ............................................................................ 33
4.5.2 Pemberian Kode .............................................................................. 33
4.5.3 Pemasukan Data .............................................................................. 33
4.5.4 Pembersihan Data............................................................................ 33
4.6 Analisis Data ............................................................................................. 33
7.1 Simpulan.................................................................................................... 78
viii
7.2.1 Saran untuk Dinas Kesehatan Provinsi Banten ............................... 78
7.2.2 Saran untuk Masyarakat .................................................................. 79
7.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya .................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 5.2 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun
2015 .................................................................................................... 55
Tabel 5.3 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun
2016 .................................................................................................... 55
Tabel 5.4 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun
2017 .................................................................................................... 56
Tabel 5.5 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun
2018 .................................................................................................... 56
Tabel 5.6 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun
2019 .................................................................................................... 57
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.2 Peta Distribusi Penyakit Demam Berdarah Dengue di Banten 2015-
2019 .................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 5.5 Peta Kecepatan Angin Berdasarkan Stasiun BMKG di Banten 2015-
2019 ................................................................................................. 48
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.2 Perbandingan Curah Hujan dan Kasus DBD di Banten 2015-2019... 43
Grafik 5.3 Perbandingan Rata-Rata Kecepatan Angin dan Kasus DBD di Banten
Tahun 2015-2019 ............................................................................... 46
Grafik 5.5 Perbandingan Rata-Rata Suhu dan Kasus DBD di Banten 2015-2019
............................................................................................................ 51
xii
1 BAB I
PENDAHULUAN
DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus berat yang tertular dari
negara seperti wilayah Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik, maupun Amerika
salah satu jenis penyakit arbovirus, yakni virus yang tertular dari gigitan
Jenis virus yang mengakibatkan DBD, seperti tipe Den-1, Den-2, Den-
DBD, yaitu nyamuk aedes aegypti pada wilayah kota dan nyamuk aedes
Vector Borne Disease atau Penyakit yang disebabkan oleh vektor. Diagosis
DBD kerap kali mengalami kesalahan, dan kerap dikaitkan dengan penyakit
lainnya, seperti flu dan tifus. Perihal ini diakibatkan oleh virus Dengue yang
dan diare. Virus Dengue dapat terjadi bersamaan dengan infeksi penyakit
tifus dan flu, sehingga perlu memahami alur penyakit infeksi dan pengamatan
1
hari. Orang yang mengalami DBD akan menunjukkan gejala seperti, demam
tinggi selama 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala, mual hingga muntah, perut
endemik. Wabah DBD telah terjadi di seratus negara wilayah cakupan WHO
Timur, Afrika, Amerika, maupun Pasifik Barat. Amerika, Pasifik Barat, dan
Asia Tenggara merupakan bagian terparah yang terpapar oleh penyakit ini
dengan Asia mewakili kurang lebih 70% dari jumlah kasus DBD yang ada di
peningkatan lebih dari delapan tingkat selama dua puluh tahun terakhir dari
505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi lebih dari 2,4 juta pada tahun 2010,
dan kembali meningkat pada tahun 2019 sebanyak 4,2 juta kasus, sedangkan
kasus kematian yang disebabkan oleh DBD rentang tahun 2000 hingga 2015
mengalami peningkatan dari 960 menjadi 4.032 kasus (WHO, 2020). Jumlah
kasus DBD di Asia pada medio 2019 tertinggi berada di negara Bangladesh
(WHO, 2020).
2
DBD di Indonesia memiliki incidence rate (IR) sejumlah 24,75 per
wilayah yang mencapai angka kasus tertinggi di antara kabupaten atau kota
lainnya, yaitu 610 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2019). Perubahan
kelembapan, kecepatan angin, dan curah hujan pada suatu wilayah (Ridha,
Mukono, 2017). Penelitian lain yang dilakukan oleh Yulia Iriani pada tahun
variabel curah hujan dan meningkatnya jumlah kejadian DBD sebab curah
hujan bisa memicu tempat kembang biak vektor meningkat (Iriani, 2012).
tingkat gigitan (Fitriana & Yudhastuti, 2018). Suhu yang cocok untuk
perpindahan DBD berkisar 21,6 hingga 32,9 °C (Ridha dkk., 2019a). Hasil
satu dari beberapa faktor berisiko yang mengakibatkan kejadian DBD. Perihal
3
ini diperjelas bila kecematan angin cenderung menghalangi terbang dan
Selain suhu, curah hujan, dan kecepatan angin, kelembapan udara pun
usia nyamuk. Udara yang lembap menyebabkan air menguap dari dalam
DBD (Safitri, 2016). Salah satu cara untuk menggambarkan masalah penyakit
perilaku, sosial ekonomi, dan juga genetik dengan berfokus pada pemetaan
4
menggunakan pemetaan masalah kesehatan dan guna menunjang penentuan
permasalahan.
tahun 2015-2019?
5
1.3 Tujuan Penelitian
tahun 2015-2019.
tahun 2015-2019.
6
1.4.2 Manfaat untuk Program Studi Kesehatan Masyarakat
7
Pengumpulan data terlaksana dengan menganalisis data variabilitas iklim
8
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
melalui gigitan Athropoda, yaitu nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Penyakit ini menjadi satu dari sekian banyak permasalahan kesehatan di Indonesia.
ruang gerak maupun tingkat kepadatan penduduk (B.Halstead, 2008; Safitri, 2016).
Virus yang menyebabkan DBD, yaitu virus dengue. Virus dengue tergolong
virus dengue sangat kecil yaitu 50 nm dan mengandung single-strand RNA sebagai
Genom dari virus dengue memiliki panjang 11.644 nukleotida, dan meliputi
tiga gen protein struktural yang mengkode nukleokapsid atau protein inti (C),
protein terkait membran (M), protein amplop (E), dan tujuh protein nonstruktural.
protein (NS). Sementara itu, protein non-struktural, yaitu amplop glikoprotein, dan
tersebut sebesar 45 kDa dan berkaitan dengan hemaglutinasi virus dan kegiatan
Virus dengue terbagi menjadi empat serotipe virus, seperti DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Apabila seseorang terkontaminasi oleh salah satu serotipe,
maka ia akan mempunyai kekebalan sepanjang hidup terhadap serotipe virus itu.
9
Infeksi sekunder berserotipe lain atau infeksi multipel berserotipe berbeda
Beberapa sub tipe dari keempat serotipe virus dengue di dunia saat ini telah
ditemukan. Sejumlah tiga sub tipe telah teridentifikasi untuk DEN-1, enam bagi
DEN-2 (salah satunya terdapat di primata nonmanusia), empat bagi DEN-3 dan
empat bagi DEN-4, serta DEN-4 lainnya yang eksklusif pada primata nonmanusia
(WHO, 2011).
Ada tiga faktor yang turut menularkan virus dengue, yakni manusia, virus,
dan vektor. Virus dengue yang menyebabkan penyakit DBD ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk berjenis Aedes Albopictus yang terdapat di pedesaan dan
Aedes Aegypti yang ada pada lingkungan perkotaan. (Kementerian Kesehatan RI,
2016). Nyamuk yang terkandung virus dengue kemudian menggigit manusia yang
mempunyai kandungan virus yang sama atau biasa disebut Viremia. Virus tersebut
berada pada kelenjar liur dan berkembang biak selama 8-19 hari sebelum bisa
masa tunas empat hingga enam hari sebelum munculnya penyakit (Asep, 2014).
Penderita DBD ditandai dengan adanya gejala, yaitu: (CDC, 2020; Sardjana
2. Ruam
4. Sakit kepala
5. Pembesaran hati
10
6. Terdapat bitnik-bintik merah oleh manifestasi pendarahan
7. Sakit dan nyeri (Sakit mata, biasanya terdapat di belakang mata, otot, sendi,
8. Trombositopenia
dan bisa mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Penemuan pertama kali
DBD pada tahun 1953 di Manila, Filipina yang kemudian tersebar ke bermacam
negara. Pertama kali dilaporkan adanya DBD di Indonesia pada tahun 1968,
2014).
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang terjangkit virus
setelah menggigit manusia yang mengalami Viremia. Host alami yaitu manusia dan
agennya ialah virus Dengue yang tergolong sebagai keluarga Flaviridae dan genus
Flavivirus yang meliputi 4 serotipe, yakni Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4
(Candra, 2010).
namun saling berkaitan dengan empat serotipe virus. Perihal ini bisa tersebar
secara bersamaan di suatu wilayah/negara, serta memang ada banyak negara yang
terhadap kesehatan manusia dan ekonomi global maupun nasional. Virus dengue
11
saat vektor berpotensi ada di daerah baru, terdapat potensi untuk transmisi lokal
Kasus DBD yang dilaporkan oleh WHO meningkat selama dua puluh tahun
terakhir, dari angka 505.430 pada tahun 2000, menjadi 2,4 juta kasus pada tahun
2010, serta meningkat 4,2 juta pada 2019. Adanya laporan dari WHO terkait
jumlah DBD di dunia, menjadikan Asia berada di urutan pertama terkait jumlah
penderita DBD pada tiap tahunnya. Pada tahun 2019 tertinggi berada di negara
Indonesia menjadi negara dengan angka kasus DBD yang tinggi dan masih
menghadapi masalah DBD karena kasus yang masih tinggi. Pada tahun 2019
menurut Profil Kesehatan Indonesia bahwa kasus DBD sebesar 138.127 kasus.
Jumlah kasus DBD di Provinsi Banten pada tahun 2019 menyentuh angka 2.915
dengan Kota Tangerang Selatan sebagai wilayah dengan kasus paling tinggi di
antara kabupaten atau kota lainnya, yaitu 484 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi
Banten, 2019).
terdapat dua gambaran atau gejala klinis ditambah satu dari kriteria atau hasil
gejala klinis dan juga hasil laboratorium, yakni isolasi virus, deteksi antibody,
12
2.2 Epidemiologi Deskriptif
suatu wilayah berdasarkan waktu, tempat, dan orang. Perihal itu terlaksana bila
informasi yang didapat cukup sedikit terkait kejadian, riwayat, dan faktor yang terkait
2.2.1 Orang
Variabel orang bisa berperan sebagai upaya mencari tahu kriteria populasi
yang berisiko di suatu wilayah. Variabel bagian orang, yaitu pendidikan, mata
pencarian, jenis kelamin, dan lain-lain (Umaya, Faisya, & Sunarsih, 2013).
Epidemiologi deskriptif bagian orang dengan variabel usia pada penyakit DBD
bahwa usia berpengaruh pada kejadian DBD karena usia yang lebih muda
mempunyai imunitas yang belum sempurna dibanding usia dewasa, maka usia
muda lebih tinggi berisiko terpapar penyakit akibat virus (Pertiwi & Anwar, 2018).
2.2.2 Tempat
bagian tempat, yaitu kelurahan, kecamatan, kota, provinsi, maupun negara (Pertiwi
Hal ini tempat pada penyakit DBD bisa tersebar ke semua tempat,
terkecuali tempat yang berketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut sebab
adanya perbedaan suhu di daerah yang rendah dan tinggi (Pertiwi & Anwar, 2018).
2.2.3 Waktu
waktu terjadinya suatu kejadian dan perubahan secara siklus terjadinya perubahan
13
angka kesakitan seperti hari, musiman atau bulanan, tahunan. Indonesia
mempunyai dua musim: kemarau dan penghujan. Penyebaran penyakit DBD tidak
mengenal waktu setiap bulannya, akan tetapi penyebaran tertinggi DBD ada pada
Perihal ini dapat terjadi sebab rendahnya suhu udara mengakibatkan peningkatan
kelembapan, dan akibat tidak menentunya curah hujan pada musim hujan sehingga
cepat (Giarno, Dupe, & Mustofa, 2012; Pertiwi & Anwar, 2018).
Segitiga epidemiologi yang disampaikan Gordon dan La Richt pada tahun 1950
mengatakan bila muncul atau tidaknya sebuah penyakit pada manusia terpengaruh oleh
tiga faktor, yaitu host (pejamu), agent, dan environment (lingkungan). Terdapat tiga
2. Keseimbangan ditentukan oleh sifat alami dan kriteria agent dan pejamu.
3. Kriteria agent dan pejamu hendak berinteraksi dan berhubungan langsung dengan
1. Usia
usia. Akan tetapi, usia yang lebih muda memiliki risiko DBD yang lebih tinggi
karena faktor daya tahan tubuh yang belum sempurna dibanding usia dewasa
14
(Pertiwi & Anwar, 2018). Penelitian oleh Ernyasih (2020) membuktikan jika
variabel usia menjadi faktor yang memengaruhi kejadian DBD. Hal tersebut
dijelaskan bahwa usia <15 tahun lebih berisiko tertular DBD karena memiliki
daya tahan tubuh yang rentan (Ernyasih, Zulfa, Andriyani, & Fauziah, 2020a).
2. Jenis Kelamin
kelamin dengan kejadian DBD. Jenis kelamin perempuan berpeluang 3,3 kali
lebih besar mengalami DBD dibanding jenis kelamin laki-laki. Hal tersebut
2.3.2 Agent
Penyakit menular pun bisa berasal dari binatang (reservoir), yaitu binatang
seperti nyamuk yang terinfeksi virus dengue yang menggigit manusia (Amalia,
2016). DBD diakibatkan jenis virus, yaitu tipe Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4
dari kelompok Arthropod-Borne viruses. Vektor utama pada penyakit DBD yaitu
nyamuk Aedes Aegypti pada daerah kota sedangkan namuk Aedes Albopictus di
Angka Bebas Jentik (ABJ) menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan
dalam hal kepadatan jentik di suatu wilayah. Penelitian yang dilakukan Kurniawati
(2016) bahwa ABJ menjadi faktor terjadinya DBD dengan hubungan yang lemah
dan arah hubungan yang positif (r=0,078). Menurut Kemenkes RI bahwa ABJ
≥95% maka harus dikurangi sehingga penularan DBD di wilayah itu bisa
15
2.3.3 Environment
pada perilaku penduduk yaitu pendidikan, kepadatan penduduk, budaya dan lain-
lain, oleh karena itu kejadian penyakit dapat timbul sebab adanya pengaruh
2009).
1. Kepadatan Penduduk
kepadatan penduduk berhubungan bagi kejadian DBD. Penelitian ini pun sama
2. Curah Hujan
sehingga menjadi faktor kejadian DBD. Hal ini diperjelas oleh Wirayoga
16
(2013) yang membuktikan bila curah hujan berhubungan bagi kejadian DBD.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian milik Ridha (2019) bila
curah hujan tidak terbukti memengaruhi kejadian DBD. Curah hujan menjadi
faktor kejadian DBD dikarenakan curah hujan yang cukup tinggi selama
3. Kelembapan Udara
kelembapan dengan kejadian DBD. Penelitian ini sama seperti penelitian milik
4. Suhu
kejadian DBD. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridha (2019)
DBD. Suhu udara menjadi faktor kejadian DBD karena ketika pergantian
17
31°C, yaitu kisaran suhu optimum untuk nyamuk berkembang biak
5. Ketinggian
hidup. Virus dengue bisa berkembang dengan baik berdasar wilayah kecuali
wilayah yang berketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut sebab adanya
nyamuk tidak sempurna. Hal ini dibuktikan penelitian yang dilakukan oleh
6. Kecepatan Angin
Semakin tinggi kecepatan angin maka semakin berkurang kejadian DBD. Hal
perangkat keras maupun lunak, data geogratif, serta sumber daya manusia yang
18
pembaruan, pengelolaan, memanipulasi, mengaitkan, menganalisis, serta
2014).
1. Data
Berupa data grafis atau spasial dan data atribut. Data grafis merepresentasikan
permukaan bumi yang bereferensi koordinat, seperti peta, foto udara, citra
satelit. Data Atribut yaitu data hasil pengukuran lapangan seperti data sensus
2. Perangkat Lunak
penyajian hasil. Perangkat lunak yang dipergunakan, secara umum seperti Arc-
Gis, Map Info, ILWIS, Quantum GIS, Envi, IDRISI, maupun GRASS.
3. Perangkat Keras
5. Prosedur
19
Gambar 2.1 Prosedur SIG
deskriptif. Beberapa sumber data tersebut antara lain, yaitu: (Irwansyah, 2013)
1. Peta Analog
bereferensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin, dan lainnya.
SIG dapat menerima berbagai jenis citra satelit untuk pemakaian yang
beragam
4. Data GPS
data bagi SIG. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor.
20
2.5 Analisis Spasial
Sistem Informasi Geografi terdapat istilah yang biasa disebut analisis spasial.
Analisis spasial dapat menjelaskan kumpulan teknik maupun model analisis yang akan
digunakan untuk melakukan analisis nilai maupun objek yang telah ditentukan. Analisis
spasial sendiri memiliki beberapa komponen utama yaitu permodelan kartografi dan
direpresentasikan sebagai peta atau operasi berbasis peta untuk menghasilkan peta baru,
Data spasial yang terdapat pada SIG merupakan data yang berorientasi
geografis yang memiliki koordinat tertentu sebagai dasar referensi dan memiliki
dua hal yang membuat data spasial berbeda dengan data yang lain yaitu
a. Informasi Lokasi
b. Informasi Deskriptif
Informasi ini non spasial yaitu suatu lokasi yang memiliki fungsi
dalam kumpulan garis, area, titik, dan nodes. Data vektor sendiri merupakan
data yang sangat ringan dalam konteks file dan presisi dalam lokasi, tetapi
21
sangat sulit untuk digunakan dalam komputasi matematik. (Irwansyah, 2013;
Marjuki, 2014).
Data raster atau sel grid merupakan data yang dihasilkan dari jarak jauh.
Data raster direpresentasikan sebagai struktus sel grid yang biasa disebut
dengan pixel. Data raster merupakan data yang sangat baik untuk
vegetasi, dan suhu tanah. Keterbatasan dari data raster terdapat pada ukuran file
yang dihasilkan, semakin tinggi resolusi grid maka semakin besar ukuran file.
konsep timbulnya penyakit dengan adanya interaksi tiga komponen penyebab penyakit,
yaitu Host, Agent, dan Environment (Irwan, 2017). Pada penelitian ini Demam Berdarah
Dengue (DBD) dapat terjadi antara interaksi faktor host (Usia dan Jenis Kelamin), faktor
Agent (Angka Bebas Jentik), dan faktor Environment (Suhu, Kelembapan, Curah Hujan,
22
Gambar 2.2 Teori Segitiga Epidemiologi
23
3 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
provinsi banten berdasarkan titik sampel atau stasiun dari BMKG yang
hasil akhir pada penelitian ini yaitu peta kerawanan kejadian DBD di Provinsi
dan kelengkapan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Berikut uraian
1. Kepadatan Penduduk
24
2. Suhu
3. Kelembapan Udara
4. Kecepatan Angin
5. Curah Hujan
kejadian DBD. Hal ini karena curah hujan dapat menjadikan sarana
perkembangbiakan nyamuk.
25
Oleh karena itu, kerangka konsep yang akan dipakai dalam penelitian ini
26
3.2 Definisi Operasional
2. Suhu Rata-rata suhu di provinsi Telaah dokumen Rata-rata per tahun dalam derajat Ordinal
Banten yang tercatat dalam Celcius (°C)
laporan BMKG selama 1. Dingin (<11˚C)
2015-2019. 2. Sedang (11-22 ˚C)
3. Panas (>22 ˚C)
(Winarsih, 2019)
3. Kecepatan Angin Rata-rata kecepatan angin di Telaah dokumen Rata-rata per tahun dalam knot. Ordinal
provinsi banten yang 1. Calm (<1 knot)
tercatat dalam laporan 2. Light Air (1-6 knot)
BMKG selama 2015-2019. 3. Gentle Breeze (7-10 knot)
Sumber : (Sari & Maulidany, 2020)
4. Kelembapan Rata-rata kelembapan di Telaah dokumen Rata-rata pertahun dalam persentase Ordinal
27
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
provinsi Banten yang (%)
tercatat dalam laporan 1. Rendah (<40%)
BMKG selama 2015-2019. 2. Sedang (40-70%)
3. Tinggi (>70%)
Sumber : (BMKG, 2021)
5. Curah Hujan Tingkat hujan di provinsi Telaah dokumen Rata-rata per tahun dalam mm. Ordinal
Banten yang tercatat dalam 1. Rendah (<2000 mm)
laporan BMKG selama 2. Menengah (2000-3000 mm)
tahun 2015-2019. 3. Tinggi (>3000 mm)
Sumber : (Prasetiyo, Irwandi, &
Pusparini, 2018)
6. Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk total Telaah dokumen Rata-rata dalam jiwa/km2 Ordinal
dengan luas wilayah di 1. <2000 Jiwa/km2
provinsi banten. 2. 2000-4000 Jiwa/km2
3. >4000 Jiwa/km2
Sumber : (Kusuma & Sukendra,
2016b)
7. Kerawanan DBD kemungkinan potensi Telaah Dokumen Berdasarkan hasil analisis dan Ordinal
kerugian yang ditimbulkan menggunakan kategori
oleh kejadian DBD di suatu 1. Rendah
wilayah dalam kurun waktu 2. Sedang
tertentu. 3. Tinggi
Sumber : (Achmad, 2010)
28
4 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
(SIG) yang berbasis pada data sekunder dan melalui pendekatan spasial.
tersebut.
Kabupaten Serang, dan Kabupaten Lebak. Kajian ini terlaksana sejak bulan
29
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian
Populasi dan sampel yang ada di kajian ini ialah semua wilayah
30
4.4 Metode Pengumpulan Data
31
Tabel 4.2 Sumber Data Penelitian (Lanjutan)
Data Sumber Data Tahun Metode
Variabilitas Badan 2015-2019 Pengamantan unsur-
Iklim (Curah Meterologi, unsur cuaca yang
hujan, suhu,
Klimatologi, dilaksanakan oleh
kelembapan, dan Geofisika BMKG
dan kecepatan(BMKG)
angin) Serang
Kepadatan Badan Pusat 2015-2019 Laporan BPS Provinsi
Penduduk per Statistik (BPS) Banten dalam Angka
kabupaten/kota
Provinsi
Banten
Peta wilayah Situs Ina- 2021 Hasil interpretasi foto
administrasi Geoportal yang dilakukan oleh
Provinsi Badan Informasi
Banten Geospasial Republik
Indonesia
Quantum GIS versi 3.12.0. untuk mengetahui peta tingkat kerawanan DBD di
Quantum GIS versi 3.12.0 digunakan untuk menyatukan layer vektor peta
32
4.5.1 Pemeriksaan Data
dari tiap variabel dan disesuaikan dengan variabel, seperti data kasus
DBD diberi kode DBD, Kepadatan Penduduk diberi kode kppdkn, dan
ulang untuk memastikan bila data itu tidak ada missing atau kesalahan.
Analisis data dalam kajian ini terdiri dari analisis univariat dan
analisis spasial.
33
4.6.1 Analisis Univariat
warna merah muda untuk klasifikasi risiko sedang, warna putih untuk
klasifikasi Rendah.
34
Pada data kasus DBD dan akan mendapat warna dan batas
untuk klasifikasi sedang, dan >4000 jiwa/km2 diberi warna merah untuk
warna yaitu warna putih untuk tingkat kerawanan rendah, warna merah
muda untuk tingkat kerawanan sedang, dan warna merah untuk tingkat
kerawanan tinggi.
35
BAB V
HASIL
Jawa Barat. Letak geografis provinsi Banten pada batas astronomi yaitu
36
Gambar 5.1 di atas menunjukkan terdapat delapan
yaitu:
1. Kabupaten Pandeglang
2. Kabupaten Lebak
3. Kabupaten Tangerang
4. Kabupaten Serang
5. Kota Tangerang
6. Kota Cilegon
7. Kota Serang
km2), Kota Serang (266,71 km2), dan Kota Tangerang Selatan (147,19
4.7.2 Kependudukan
jiwa yang terdiri dari 6.583.895 jiwa laki-laki dan 6.343.421 jiwa
37
perempuan. Provinsi Banten memiliki kepadatan penduduk sebesar
Hal ini dapat dilihat pada kasus DBD yang selalu mengalami fluktuasi.
38
Grafik 0.1 Distribusi Frekuensi Kejadian DBD (Insidence Rate)
Berdasarkan Kabupaten/Kota Penduduk di Provinsi Banten Tahun
2015-2019
160
140
120
100
80
60
40
20
0
tinggi kejadian DBD yaitu Kota Cilegon (IR 144,14 per 100.000
rendah yaitu Kabupaten Lebak (IR 1,16 per 100.000 penduduk) pada
tahun 2017.
39
Gambar 5.2 Peta Distribusi Kejadian DBD (Insidence Rate) Berdasarkan
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2015-2019
40
Gambar 5.2 menjelaskan peta distribusi penyakit DBD
Lebak.
di provinsi Banten pada tahun 2018 hanya Kota Cilegon yang memiliki
2019 dapat dilihat pada hasil analisis berupa peta distribusi spasial
sebagai berikut.
41
Gambar 0.2 Peta Distibusi Kepadatan Penduduk di Provinsi
Banten 2015-2019
42
klasifikasi kepadatan penduduk tidak padat yaitu Kabupaten Lebak,
1. Curah Hujan
12000
9089,2 9457,5
10000 8246,8
8000
6000
4000
2000
29,05 49,15 10,92 8,06 22,57
0
2015 2016 2017 2018 2019
43
Gambar 0.3 Peta Distibusi Curah Hujan di Banten 2015-2019
44
mengumpulkan angka curah hujan di seluruh wilayah Provinsi
satu stasiun yang berada dalam klasifikasi tinggi (>3000 mm) yaitu
Tangerang Selatan.
2. Kecepatan Angin
45
Nilai kecepatan angin tertinggi terdapat pada tahun 2017 sebesar
4,58 knot dan nilai terendah terdapat pada tahun 2016 sebesar 3,66
knot.
50
40
29,05
30 22,57
20 10,92
8,06
0
2015 2016 2017 2018 2019
46
kecepatan angin Gentle Breeze (7-10 knot) pada 2019 yaitu
47
Gambar 0.4 Peta Kecepatan Angin Berdasarkan Stasiun BMKG di Banten
2015-2019
48
3. Kelembapan Udara
120 29,05
22,57
100 10,92 8,06
82 80 79
77 77
80
60
40
20
0
2015 2016 2017 2018 2019
Provinsi Banten tertinggi pada tahun 2016 sebesar 82% dan rendah
pada tahun 2015 dan 2019 sebesar 77%. Adanya pola naik-turun dari
kelembapan udara juga diikuti oleh kasus DBD dari tahun 2015-
49
Gambar 0.6 Peta Distribusi Kelembapan Udara di Banten 2015-2019
50
persentase kelembapan udara memiliki klasifikasi hampir seluruh
70%).
4. Suhu
40
29,05
27,58 28,01 27,57 27,71 27,92
30
22,57
20
10,92
8,06
10
0
2015 2016 2017 2018 2019
tertinggi pada tahun 2016 sebesar 28,01˚C dan rendah pada tahun
2015 dan 2017 sebesar 27,57˚C. Adanya pola naik-turun dari suhu
juga diikuti oleh kasus DBD dari tahun 2015-2017. Peta distribusi
51
Gambar 0.6 Peta Distibusi Suhu di Banten 2015-2019
52
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa seluruh stasiun BMKG yang
berada dalam suhu tinggi (>22˚C). Namun, jika melihat rata-rata suhu
2016 dan rata-rata suhu terendah terdapat pada stasiun BMKG yaitu
variabel yang tersedia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
53
tersebut untuk menghasilkan peta kerawanan penyakit DBD di Provinsi
2015-2019. Hasil penjumlahan skor disajikan pada Tabel 5.2, 5.3, 5.4,
5.5, dan 5.6, serta peta kerawanan disajikan pada Gambar 5.8 di
halaman berikut.
54
Tabel 0.2 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun 2015
Variabel
Kabupaten/Kota Kepadatan Kecepatan Kelembapan Skor
Curah Hujan Suhu
Penduduk Angin Udara
Kota Tangerang Selatan 3 1 2 2 3 11
Kota Tangerang 3 1 2 3 3 12
Kota Cilegon 2 1 2 3 3 12
Kota Serang 2 1 2 3 3 11
Kabupaten Pandeglang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Serang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Tangerang 2 1 2 3 3 11
Kabupaten Lebak 1 1 2 3 3 10
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder
Tabel 0.3 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun 2016
Variabel
Kabupaten/Kota Kepadatan Kecepatan Kelembapan Skor
Curah Hujan Suhu
Penduduk Angin Udara
Kota Tangerang Selatan 3 3 2 3 3 14
Kota Tangerang 3 2 2 3 3 13
Kota Cilegon 2 2 2 3 3 12
Kota Serang 2 2 2 3 3 12
Kabupaten Pandeglang 1 2 2 3 3 11
Kabupaten Serang 1 2 2 3 3 11
Kabupaten Tangerang 2 2 2 3 3 12
Kabupaten Lebak 1 2 2 3 3 11
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder
55
Tabel 0.4 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun 2017
Variabel
Kabupaten/Kota Kepadatan Kecepatan Kelembapan Skoring
Curah Hujan Suhu
Penduduk Angin Udara
Kota Tangerang Selatan 3 2 1 3 3 12
Kota Tangerang 3 1 1 3 3 11
Kota Cilegon 2 1 2 3 3 11
Kota Serang 2 1 2 3 3 11
Kabupaten Pandeglang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Serang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Tangerang 2 2 2 3 3 12
Kabupaten Lebak 1 2 2 3 3 11
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder
Tabel 0.5 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun 2018
Variabel
Kabupaten/Kota Kepadatan Kecepatan Kelembapan Skoring
Curah Hujan Suhu
Penduduk Angin Udara
Kota Tangerang Selatan 3 1 1 3 3 11
Kota Tangerang 3 1 1 3 3 11
Kota Cilegon 2 1 2 3 3 11
Kota Serang 2 1 2 3 3 11
Kabupaten Pandeglang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Serang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Tangerang 2 2 2 3 3 12
Kabupaten Lebak 1 2 2 3 3 11
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder
56
Tabel 0.6 Hasil Skoring Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Banten Tahun 2019
Variabel
Kabupaten/Kota Kepadatan Kecepatan Kelembapan Skoring
Curah Hujan Suhu
Penduduk Angin Udara
Kota Tangerang Selatan 3 1 1 3 3 11
Kota Tangerang 3 1 2 3 3 12
Kota Cilegon 2 1 2 3 3 11
Kota Serang 2 1 2 3 3 11
Kabupaten Pandeglang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Serang 1 1 2 3 3 10
Kabupaten Tangerang 2 1 2 3 3 11
Kabupaten Lebak 1 1 2 3 3 10
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder
Tabel 5.7 Tingkat Kerawanan Penyakit DBD di Provinsi Banten Tahun 2015-2019
No. Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019
1. Kota Tangerang Selatan Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang
2. Kota Tangerang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang
3. Kota Cilegon Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
4. Kota Serang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
5. Kabupaten Pandeglang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah
6. Kabupaten Serang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah
7. Kabupaten Tangerang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
8. Kabupaten Lebak Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah
57
Gambar 0.7 Peta Kerawanan Penyakit DBD di Banten 2015-2019
58
Kota Tangerang Selatan. Akan tetapi, pada tahun 2016 terdapat
59
5 BAB VI
PEMBAHASAN
2. Angka Insidence Rate (IR) DBD yang digunakan tidak bersumber sama
yang terbagi menjadi 3 klasifikasi yaitu rendah (IR <20), sedang (IR
60
2019. Meskipun mengalami penurunan pada 2016, Kota Cilegon masih
DBD pada tahun 2017 dan 2018, dan termasuk ke dalam klasifikasi
secara geografis terletak di ujung pulau Jawa dan menjadi pintu utama
61
masyarakat tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sehingga
dan rendah.
ini yaitu Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sementara itu,
Kabupaten Lebak.
62
Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan berada dalam
2021).
2019; Ernyasih, Zulfa, Andriyani, & Fauziah, 2020b; Masrizal & Sari,
63
jika perilaku pencegahan dari masyarakat sangat kurang sehingga
memiliki waktu hidup 8-15 hari dengan rata-rata nyamuk terbang 30-50
transportasi antar Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Oleh karena itu,
menurunkan Total Fertility Rate (FTR) hingga 2,09 di tahun 2024. Hal
64
tersebut akan berdampak pada pertumbuhan penduduk di Provinsi
Banten. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama lintas sektor antara
enam stasiun yaitu Balai Besar MKG Wilayah II, Geofisika Tangerang,
satu faktor risiko yang bersifat lokal dan potensial dalam peningkatan
kejadian DBD.
1. Curah Hujan
65
terdapat hubungan yang bermakna antara Curah hujan dengan
Marlinae, 2016).
Sementara itu, angka curah hujan pada tahun yang sama yang
Maguin, 2019).
66
Peningkatan curah hujan menyebabkan munculnya
2. Kecepatan Angin
67
2018, terdapat perubahan dari klasifikasi Light Air (1-6 knot)
2019.
yaitu berkisar 1-4 m/s atau 2-8 knot (Lu dkk., 2009b). Hasil
68
3. Kelembapan Udara
2019b).
69
Kelembapan udara yang tinggi dapat memicu nyamuk
4. Suhu
70
yang menunjukan bahwa suhu memiliki hubungan yang
Nyamuk (PSN).
kesehatan diri sendiri, yaitu dengan menerapkan program PSN dan juga
PHBS.
71
5.2.4 Daerah Rawan DBD di Banten 2015-2019
Lebak.
yang memiliki tingkat kerawanan tinggi pada tahun 2016 yaitu Kota
72
Selatan.Variabel yang digunakan pada penelitian ini merupakan faktor
curah hujan, suhu, kelembapan udara, dan kecepatan angin. Tahun 2015
ditambah dengan posisi Kota Cilegon yang berada pada ujung pulau
kabupaten/kota lainnya.
kabupaten/kota lainnya.
73
Tangerang, Kota Tengerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang lebih
pengendalian DBD.
sama. Oleh karena itu selain upaya pencegahan dan pengendalian DBD
muka bumi dan diberi berbagai kenikmatan. Kenikmatan yang paling besar
setelah iman dan islam yaitu kesehatan. Hal tersebut harus disyukuri oleh
74
segenap manusia dalam hidupnya. Upaya islam dalam mencakup kesehatan
itu sendiri terdiri dari 3 jenis kegiatan yaitu memelihara kesehatan, menjaga
penyakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada penyakit yang timbul
َ َ
َول َصف َر
kepada kami [Yazid] yaitu At Tustari; Telah menceritakan kepada kami [Abu
“Tidak ada penyakit yang menular secara sendirian tanpa izin Allah, tidak
ada hantu bergentayangan dan tidak ada shafar (penyakit perut) yang terjadi
tanpa adanya perantara, salah satu penyakit yang dimaksud ialah Demam
Berdarah Dengue. Penyakit DBD tidak akan menular apabila tidak terdapat
75
perantara. Perantara yang membuat timbulnya penyakit DBD ialah vektor
nyamuk.
satunya dengan cara menjaga kebersihan. Hal tersebut dijelaskan dalam H.R
Tirmidzi:
ظافَةَ ك َِريم ي ِهحب الك ََر َم َج َوادي ِهحب ال َج َوادَفَن َِظفهوااَفنَيتَ هكم
َ َّن َِظيف ي ِهحب الن
Hal tersebut juga dijelaskan dalam QS. Ar-Rum ayat 41 bahwa manusia
۟ ع ِمله
وا لَعَلَّ ههم َ ض ٱلَّذِى ِ َّسبَت أَيدِى ٱلن
َ اس ِليهذِيقَ ههم بَع َ ساده فِى ٱلبَ ِر َوٱلبَح ِر بِ َما َك َ
َ َظ َه َر ٱلف
َيَر ِجعهون
76
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
dilakukan. Hal tersebut timbul agar Allah SWT memberikan balasan dari
perbuatan mereka di dunia dengan tujuan agar mereka kembali ke pada jalan-
penyakit yang timbul seperti penyakit DBD, salah satu caranya seperti
Sarang Nyamuk (PSN) dan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
77
6 BAB VII
6.1 Simpulan
pada periode 2015-2019 yaitu Kota Cilegon (IR 144,41 per 100.000
penduduk) dan IR DBD terendah yaitu Kabupaten Lebak (IR 1,16 per
100.000 penduduk).
6.2 Saran
78
Provinsi Banten dengan memantau kejadian DBD di setiap Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.
berupa sosialisasi.
rumah masing-masing.
79
2. Menggunakan analisis regresi spasial untuk mengetahui keterkaitan
80
DAFTAR PUSTAKA
https://library.ui.ac.id/detail.jsp?id=20253016
Perumahan di Perkotaan.
BPS. (2019). Provinsi Banten Dalam Angka 2019. Banten: Badan Pusat Statistik
Provinsi Banten.
81
Candra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidmiologi, Patogenesis, dan
https://www.cdc.gov/dengue/symptoms/index.html
Daswito, R., Lazuardi, L., & Nirwati, H. (2019a). Analisis Hubungan Variabel
Dinas Kesehatan. (2019). Profil Dinas Kesehatan Kota Cilegon Tahun 2019.
https://www.mediafire.com/file/wffrkov1anvr2c2/PROFIL_2019.pdf/file
https://dinkes.bantenprov.go.id/upload/article_doc/Profil_Kesehatan_Provi
nsi_Banten_2019.rar
1006.
Ernyasih, Zulfa, R., Andriyani, & Fauziah, M. (2020a). Analisis Spasial Kejadian
82
An-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat,
01(01), 74–98.
Fitriana, B. R., & Yudhastuti, R. (2018). Hubungan Faktor Suhu dengan Kasus
Giarno, Dupe, Z. L., & Mustofa, M. A. (2012). Kajian Awal Musim Hujan dan
13(1), 1–8.
Haining, R. (2004). Spatial Data Analysis Theory and Practice (1 ed.). United
Iriani, Y. (2012). Hubungan antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam
Media.
Jacob, A., Pijoh, V. D., & Wahongan, G. J. P. (2014). Ketahanan Hidup dan
83
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Demam Berdarah Dengue (DBD). Diambil
https://promkes.kemkes.go.id/?p=7443
Medicine, 1(1).
Lahdji, A., & Putra, B. B. (2017). Hubungan Curah Hujan, Suhu, Kelembaban
Medika, 8(1).
Lu, L., Lin, H., Tian, L., Yang, W., Sun, J., & Liu, Q. (2009a). Time Series
Health, 9(395).
Durfour. Indonesia.
84
Masrizal, & Sari, N. P. (2016). Analisis Kasis DBD Berdasarkan Unsur Iklim dan
Nabilah, F., Prasetya, Y., & Sukmono, A. (2017). Analisis Pengaruh Fenomena El
website: https://www.paei.or.id/epidemiologi-deskriptif/
Paramita, R. M., & Mukono, J. (2017). Hubungan Kelembaban Udara dan Curah
212.
Pascawati, N. A., Satoto, T. B. T., Wibawa, T., Frutos, R., & Maguin, S. (2019).
lebak/
Gizi, Umur, dan Jenis Kelamin, dengan Derajat Infeksi Dengue pada
85
Prasetiyo, B., Irwandi, H., & Pusparini, N. (2018). Karakteristik Curah Hujan
Ridha, M. R., Indriyati, L., Tomia, A., & Juhairiyah. (2019a). Pengaruh Iklim
21–29.
Tricahyono, & Dahlia, S. (2017). Buku Ajar Sistem Informasi Geografis Dasar.
86
Tumey, A., Kaunang, W. P. J., & Asfiruddin, A. (2020). Hubungan Variabilitas
Umaya, R., Faisya, A. F., & Sunarsih, E. (2013). Hubungan Karakteristik Pejamu,
dengue and dengue haemorrhagic fever (Rev. and expanded. ed). New
Asia.
WHO. (2020). Dengue and Severe Dengue. Diambil dari Dengue and severe
sheets/detail/dengue-and-severe-dengue
Health, 2(4).
Wurisastuti, T., Sitorus, H., & Surakhmi Oktavia. (2017). Hubungan Perilaku
Zubaidah, T., Ratodi, M., & Marlinae, L. (2016). Pemanfaatan Informasi Iklim
87