Anda di halaman 1dari 79

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE PADA ANAK DI RUMAH SAKIT NONI MEDIKA JAKARTA

TAHUN 2021

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Sarjana Keperawatan

Oleh :
Kelompok 4 Kelas C

Hurairoh NIM: 210115131


Peni Pujiarti NIM: 210115135
Rezeki Pirnandes Tampubolon NIM: 210115121
Sulistyawati NIM: 210115104
Teguh Dwi Kumbara NIM: 210115106
Tri Muflikh Hidayat NIM: 210115108
Veta Marlina NIM: 210115140
Yusron NIM: 210115113

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES ABDI NUSANTARA
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal Penelitian
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE PADA ANAK DI RUMAH SAKIT NONI MEDIKA JAKARTA

TAHUN 2021

Oleh :
Kelompok 4 Kelas C

Hurairoh NIM: 210115131


Peni Pujiarti NIM: 210115135
Rezeki Pirnandes Tampubolon NIM: 210115121
Sulistyawati NIM: 210115104
Teguh Dwi Kumbara NIM: 210115106
Tri Muflikh Hidayat NIM: 210115108
Veta Marlina NIM: 210115140
Yusron NIM: 210115113

Telah disetujui, diperiksa, dipertahankan dan siap diujikan dihadapan Tim Penguji Proposal
Penelitian program studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta

Mengetahui,
Pembimbing

(Omega DR Tahun, M.Kes)

Mengetahui
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
Ketua,

(Ns. Sahrudi, M.Kep, Sp.KMB)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak

Di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta”.

Dalam penyusun Proposal Penelitian ini, penulis banyak mendapatkan dukungan

dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Hj. Lilik Susilowati, SKM, M.Kes, MARS, Ketua Yayasan Abadi Nusantara

Jakarta.

2. Ns. Sahrudi, M.Kep, Sp.KMB, Ketua Prodi STIKes Abdi Nusantara Jakarta

3. Bapak Direktur beserta jajaran Rumah Sakit Noni Medika Jakarta, yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk pengambilan data.

4. Bapak Omega DR Tahun, M.Kes, pembimbing Proposal Penelitian yang telah

banyak memberikan masukan, pengarahan dan bantuan kepada penulis dalam

melakukan perbaikan-perbaikan untuk kesempurnaan Proposal Penelitian penulis

5. Para dosen dan seluruh staf yang terkait di program Studi S1 Keperawatan STIKes

Abdi Nusantara yang banyak membantu dalam penyusunan Proposal Penelitian.

6. Kedua orang tua yang kami cintai dan saudara-saudara tersayang, terimakasih atas

doa dan dukungannya kepada penulis.

7. Teman-teman Jurusan S1 Keperawatan STIKes Abdi Nusantara yang selalu

memberikan dukungan dan semangat baik disaat suka maupun duka.

8. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan Proposal Penelitian ini.

ii
Dalam penulisan Proposal Penelitian, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga

Proposal Penelitian ini dapat berguna bagi pembaca umumnya dan profesi Keperawatan

khususnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada

kita semua. “Amin”

Jakarta, Desember 2021

Penulis

iii
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSANTARA JAKARTA
Jakarta, Desember 2021

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak di

Rumah Sakit Noni Jakarta Tahun 2021

ABSTRAK

Latar Belakang : WHO memperkirakan 3,9 milyar orang, di 128 negara berada pada daerah

yang beresiko terinveksi virus dengue. Data menunjukkan bahwa DBD secara global

meningkat kasusnya hingga 30 kali dalam 50 tahun terakhir ini. Jumlah kasus DBD dunia

diperkirakan 390 juta setiap tahunnya yang ditemukan pada lebih dari 100 negara. Setiap

tahun sekitar setengah juta orang di dunia mengalami DBD berat, dimana sebagian

diantaranya seringkali diikuti dengan syok dan perdarahan. Dan sekitar 40% penduduk dunia

ada dalam risiko untuk mendapat sakit DBD. Di Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus

demam dengue. Bedasarkan data statistik Dirjen P2PTVZ (Pencegahan & Pengendalian

Penyakit Tular Vektor & Zoonotik) Kemenkes menyebutkan lonjakan DBD pada 2021

berlangsung pada bulan Maret mencapai 3.469 kasus, pada bulan April jumlah kasus

kumulatif DBD adalah 6.122 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 65 kasus. Pada bulan

Mei mencapai 9.903 kasus dan pada bulan Juni 2021 total kasus DBD di Indonesia mencapai

16.320 kasus dengan jumlah kematian 147 kasus. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta terus melakukan berbagai upaya guna mengantisipasi

munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di wilayah itu. Kasus DBD yang ditemukan

sampai pada bulan Maret 2021 terdapat 115 kasus , bulan April 135 kasus, pada bulan Mei

153 kasus dan sampai akhir Juni total mencapai 565 kasus, jumlah kasus tersebut terbagi

dalam rentang usia 5-14 tahun.

iv
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam

Berdarah Dengue Pada Anak usia 5-18 tahun di Rumah Sakit Noni Jakarta Tahun 2021.

Metode Penelitian : Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif observasi analitik

dengan pendekatan crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak

dengan kejadian DBD usia 5-14 tahun di Rumah Sakit Noni Jakarta bulan April sampai Juni

Tahun 2021 dengan jumlah sampel 105 orang.

Hasil Penelitian : -

Kesimpulan dan Saran : -

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PESETUJUAN ................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................4
1.3. Pertanyaan Penelitian..............................................................................4
1.4. Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................5
1.6. Ruang Lingkup ......................................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Konsep Medis DHF ............................................................................7
2.2. Epidemiologi DBD ................................................................................. 15
2.3. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 19
2.4. Penatalaksanaan....................................................................................20
2.5. Komplikasi............................................................................................... 23
2.6. Konsep Keperawatan Anak dengan DHF.......................................... 23
2.7. Konsep Keperawatan Anak.................................................................. 46
2.8. Prinsip Keperawatan Anak....................................................................48
2.9. Batasan Usia Anak.................................................................................50
2.10. Peran Perawat Anak.............................................................................. 50
2.11. Konsep Hospitalisasi Pada Anak.........................................................53
2.12. Karakteristik DBD................................................................................... 60
2.13. Kerangka Teori....................................................................................... 61

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS


3.1. Kerangka Konsep ..................................................................................62
3.2. Definisi Operasional ..............................................................................63
3.3. Hipotesa Penelitian ............................................................................... 64

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN


4.1. Rancangan Penelitian........................................................................... 65
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 65
4.3. Populasi dan sampel............................................................................. 65
4.4. Etika Penelitian ......................................................................................66
4.5. Alat Pengambilan Data .........................................................................67
4.6. Alat Pengolahan Data ...........................................................................67
4.7. Analisis Data .......................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................71

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

(DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang masih menyerang penduduk dunia saat ini.

World Health Organization (WHO) memperkirakan Insiden DBD telah tumbuh

meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Angka-

angka yang sebenarnya dari kasus DBD yang tidak dilaporkan dan banyak kasus yang

kesalahan klasifikasi. Salah satu perkiraan baru-baru ini menunjukkan bahwa infeksi

DBD sebesar 390 juta per tahun. Penelitian lain, memperkirakan 3,9 milyar orang, di

128 negara, berada pada daerah yang beresiko terinveksi virus dengue terutama yang

tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis (WHO, 2020).

Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD)

dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90%

penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian

oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya

(WHO, 2020).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam

jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, hingga tahun 2020, World

Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus

DBD tertinggi di Asia Tenggara. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita

dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya

1
mobilitas dan kepadatan penduduk (Achmadi, 2019).

Pada tahun 2020 jumlah penderita DBD di Indonesia yang dilaporkan sebanyak

129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan =

50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian = 0,83%). Dibandingkan pada

tahun 2019 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi peningkatan kasus

pada tahun 2020. Target Renstra Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD

tahun 2020 sebesar < 49 per 100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia belum

mencapai target Renstra 2020 (Kemenkes RI, 2020).

Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi di Indonesia tahun 2020 yaitu

Bali sebesar 257,75 per 100.000 penduduk, Kalimantan Timur sebesar 188,46 per

100.000 penduduk, dan Kalimantan Utara sebesar 112,00 per 100.000 penduduk,

sedangkan di Jawa Barat sebesar 45,47 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2020).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

terus melakukan berbagai upaya guna mengantisipasi munculnya Kejadian Luar Biasa

(KLB) DBD di wilayah itu. Kasus DBD yang ditemukan sampai pada bulan Maret

2021 terdapat 115 kasus , bulan April 135 kasus, pada bulan Mei 153 kasus dan sampai

akhir Juni total mencapai 565 kasus, jumlah kasus tersebut terbagi dalam rentang usia

5-14 tahun. (P2PTVZ Pencegahan&Pengendalian Penyakit Tular Vektor & Zoonotik,

2021)

Peningkatan kasus DBD dalam setiap tahunnya di sebabkan karena kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), lokasi rumah

yang saling berdekatan, lingkungan rumah yang dekat dengan kebun, masyarakat masih

sering terlihat buang sampah sembarangan, peran serta masyarakat dalam menjalankan

PSN kurang dan kurangnya penyuluhan tentang DBD. Sehingga dapat digambarkan

bahwa perilaku masyarakat kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan belum

2
melakukan pencegahan dengan mengendalikan vektor nyamuk Aedes aegypti.

Seiring dengan semakin banyaknya kasus DBD, pemerintah membuat beberapa

kebijakan terhadap pencegahan DBD yaitu dengan meningkatkan Sistem Kewaspadaan

Dini (SKD) dan pengendalian vektor yang dilakukan dengan baik, terpadu dan

berkesinambungan. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam

Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk

PSN dengan menekankan kegiatan 3M plus (mengubur kaleng kaleng bekas, menguras

tempat penampungan air secara teratur dan menutup tempat penyimpanan air dengan

rapat serta penggunaan bubuk abate). Keberhasilan terhadap kegiatan PSN ini dapat

diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%

diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kemenkes RI, 2020).

Pemerintah juga menambahkan kegiatan upaya promosi kesehatan dengan

membentuk Desa Siaga, dimana masyarakat desa dilatih untuk memiliki

pengetahuan dan keterampilan praktis dalam mencegah vektor penyakit serta

pemerintah melibatkan peranan kader Jumantik (juru pemantau jentik) yang bertugas

untuk mengawasi kegiatan PSN yang dilaksanakan dimasyarakat setempat untuk

meningkatkan partisipasi dan peranan masyarakat agar memperoleh derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud dengan tidak mengabaikan upaya

kuratif dan rehabilitatif yang dapat direalisasikan melalui pembentukan kader Jumantik

ini (Kemenkes RI, 2020).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah di lakukan oleh peneliti

didapatkan data rekam medis Rumah Sakit Noni Medika Jakarta dengan kejadian DBD

pada bulan April 2021 sebanyak 25 kasus, bulan Mei 38 kasus, bulan Juni 42 kasus.

Berdasarkan data tersebut, maka peniliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

3
judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada

Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun 2021

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

kami tetapkan dengan semakin meningkatknya kejadian Demam Berdarah Dengue di

Rumah Sakit Noni Medika Medika Jakarta selama tiga bulan berturut-turut (April 25

kasus, Mei 38 kasus, Juni 42 kasus)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah faktor usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan tempat tinggal

dapat mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit

Noni Medika Jakarta Tahun 2021 ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam

Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun 2021.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kejadian Demam Berdarah Dengue pada anak di Rumah Sakit Noni Medika

Jakarta Tahun 2021

b. Untuk mengetahui pengaruh usia terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue

Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun 2021.

c. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian Demam Berdarah

4
Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun 2021.

d. Untuk mengetahui pengaruh status social ekonomi terhadap kejadian Demam

Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun

2021.

e. Untuk mengetahui pengaruh tempat tinggal terhadap kejadian Demam

Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Jakarta Tahun 2021.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian menjadi referensi / informasi bagi ilmu

keperawatan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian Demam

Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta.

1.5.2 Manfaat Aplikatif

Diharapkan hasil penelitian ini apat memberikan kontribusi atau masukan

bagi perawat dan rumah sakit terkait faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian

Demam Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta.

1.5.3 Manfaat Metodelogis

Manfaat bagi peneliti selanjutnya dengan memberikan saran dan arahan

untuk peneliti selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup

Dengan meningkatnya kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak di

Rumah Sakit Noni Jakarta. dalam trimester ke dua tahun 2021, maka peneliti ingin

mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue

Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun 2021.

5
Pengambilan data dimulai bulan Maret – Juni 2021 untuk semua kejadian

Demam Berdarah Dengue pada anak yang dirawat inap. Jenis data yang di gunakan

berupa data sekunder dari rekam medis Rumah Sakit Noni Jakarta. Yang menjadi

Variable dependend dalam penelitian ini adalah Demam Berdarah Dengue dan

variabel independennya adalah usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan tempat

tinggal. Analisa data secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square

dan bantuan program SPSS versi 23,0. Desain studi yang digunakan adalah

observasional dengan menggunkanan survei analitik kuantitatif dan menggunakan

rancangan cross sectional.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis DHF

2.1.1 Pengertian

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue

hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri ototdan/atau nyeri sendi yang

disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.

Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2016).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan

orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,

perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod

Born Virus) yang akut ditularkanoleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes

Aebopictus (Wijayaningsih 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab

kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHFbersifat endemis, sering

menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian

yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun

(Harmawan 2018).

7
2.1.2 Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4

serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody

yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat

memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe

selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

2.1.3 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1
Anatomi Sistem Hematologi
Sumber gambar : (Tedi Mulyadi 2015)

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai

fungsi transportasi oksigen, karbohidrat dan\ metabolit, mengaturkeseimbangan asam

dan basa, mengatur suhu tubuh dengan cara konduksiatau hantaran, membawa panas

tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh

tubuh, pengaturan hormon dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke

sasaran (Syaifuddin, 2016).

8
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang warnanya merah.

Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada banyaknya oksigen dan

karbon dioksida di dalamnya. Darah berada dalam tubuh karena adanya kerja pompa

jantung. Selama darah berada dalam pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila

berada di luar pembuluh darah akan membeku. Fungsi darah (Syaifuddin, 2016) :

1. Sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan kimia, oksigen,

dan nutrien ke seluruh tubuh.

2. Mengangkut sisa metabolit ke organ pembuangan.

3. Menghantarkan hormon-hormon ke organ sasaran.

4. Mengangkut enzim, zat bufer, elektrolit ke seluruh tubuh.

5. Mengatur keseimbangan suhu.

Pada orang dewasa dan anak-anak sel darah merah, sel darah putih,dan sel

pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang. Sumsum seluler yang aktif

dinamakan sumsum merah dan sumsum yang tidak aktif dinamakan sumsum

kuning. Sumsum tulang merupakan salah satu organ yang terbesar dalam tubuh,

ukuran dan beratnya hampir sama dengan hati.

Darah terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat yang terdiri

darisel darah (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel

pembeku darah atau trombosit) dan komponen cair yaitu plasma darah, Sel-sel

darah ada 3 macam yaitu:

a. Eritrosit (sel darah merah)

Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan

mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Oleh karena

di dalamnya mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat

oksigen, eritrosit membawa oksigen dari paru ke jaringan dan karbon

9
dioksida dibawa dari jaringan ke paru untuk dikeluarkan melalui jalan

pernapasan. Sel darah merah : Kekurangan eritrosit, Hb, dan Fe akan

mengakibatkan anemia.

b. Leukosit (sel darah putih)

Sel darah putih : Berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan

penyakit dengan cara memakan atau fagositosis penyakit tersebut.

Itulah sebabnya leukosit disebut juga fagosit. Sel darah putih yang

mengandung inti, banyaknya antara 6.000-9.000/mm³.

c. Trombosit (sel pembeku darah)

Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam

peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara

200.000-300.000 keping/mm³. Trombosit dibuat di sumsum tulang,

paru, dan limpa dengan ukuran kira-kira 2-4 mikron. Fungsinya

memegang peranan penting dalam proses pembekuan darah dan

hemostasis atau menghentikan aliran darah. Bila terjadi kerusakan

dinding pembuluh darah, trombosit akan berkumpul di situ dan

menutup lubang bocoran dengan cara saling melekat, berkelompok,

dan menggumpal atau hemostasis. Selanjutnya terjadi proses bekuan

darah. Struktur sel dalam darah adalah :

a. Membran sel (selaput sel)

Membran struktur elastik yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5-

10nm. Hampir seluruhnya terdiri dari keping-keping halus gabungan

protein lemak yang merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar

masuk sel. Membran ini bertugas untuk mengatur hidup sel dan

menerima segala untuk rangsangan yang datang

10
b. Plasma

Terdiri dari beberapa komponen yaitu :

1) Air membentuk 90 % volume plasma

2) Protein plasma, berfungsi untuk menjaga volume dan tekanan

darah serta melawan bibit penyakit (immunoglobulin).

3) Garam dan mineral plasma dan gas terdiri atas O2 dan CO2

berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik dan pH darah

sehinggafungsi normal jaringan tubuh.

4) Zat-zat makanan sebagai makanan sel.

5) Zat-zat lain seperti hormon, vitamin, dan enzim yang berfungsi

untuk membantu metabolisme.

6) Antibodi dan antitoksin melindungi badan dari infeksi bakteri

2.1.4 Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

1. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

2. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit

atau perdarahan di tempat lain.

3. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat

dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi

disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak

tampak gelisah.

4. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

11
2.1.5 Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.

Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus

sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)

terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada

dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari

intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat

terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi

melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit

seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya

kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara

normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka

akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama

tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,

sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik

bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi

pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani

2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus

antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi

C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan

histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas

dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma

12
ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan

kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi danhipoproteinemia

serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan

hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau

perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian

cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan

ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,

pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan

melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit

menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena

harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan

gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan

mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yangburuk bahkan

bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan

timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera

diatasi dengan baik (Murwani 2018).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma

2015) :

1. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai

dengan duaatau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

a. Nyeri kepala

b. Nyeri retro-orbital

13
c. Myalgia atau arthralgia

d. Ruam kulit

e. Manifestasi perdarahan seperti:

 Petekie atau uji bending positif

 Leukopenia

 Pemeriksaan serologi dengue positif atau

ditemukan DD/DBD yang sudah di konfirmasi pada

lokasi dan waktu yang sama

2. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila

semuahal dibawah ini dipenuhi :

a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya

bersifatbifastik

b. Manifestasi perdarahan yang berupa :

 Uji tourniquet positif

 Petekie, ekimosis, atau purpura

 Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi),

salurancerna, tempat bekas suntikan

 Hematemesis atau melena

 Trombositopenia <100.00/ul

c. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

 Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku

sesuai umurdan jenis kelamin

 Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian

14
cairanyang adekuat

 Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites,

efusi pleura

 Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan

sirkulasiyaitu:

1. Penurunan kesadaran, gelisah

2. Nadi cepat, lemah

3. Hipotensi

4. Tekanan darah turun < 20 mmHg

5. Perfusi perifer menurun

6. Kulit dingin lembab

2.2 Epidemiologi Penyakit DBD

Demam berdarah dengue endemik di Asia Tenggara, India, Papua Nugini dan

wilayah Pasifik serta Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Epidemi sering

dilaporkan dari Asia Tenggara dan pernah terjadi epidemi di beberapa daerah

lainnya, misalnya Karibia. Penderita terbanyak umumnya anak-anak berumur

dibawah 15 tahun namun penderita dewasa mulai banyak dilaporkan (Soedarto,

2004).

Distribusi penyakit DBD menurut orang. Gambaran klinis demam berdarah

dengue seringkali tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak biasanya

didapatkan demam dengan ruam makulopapular saja. Pada remaja dan dewasa

mungkin hanya didapatkan demam ringan atau gambaran klinis lengkap dengan

15
panas tinggi mendadak, sakit kepala hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot

dan sendi serta ruam. Tidak jarang ditemukan pendarahan kulit, biasanya

didapatkan leukopeni dan kadang-kadang trombositopeni. Pada waktu wabah tidak

jarang demam dengue dapat disertai pendarahan hebat (Soegijanto, 2005).

Insiden DBD sama antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, meskipun

pada beberapa laporan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami DBD dan

DSS dari pada perempuan. Dengue juga menginfeksi semua kelompok umur.

Meskipun demikian, anak-anak kecil berumur dibawah 15 tahun umumnya hanya

menderita infeksi dengan demam yang tidak spesifik dan sembuh dengan sendirinya.

Di dearah endemis, tingginya imunitas pada orang dewasa dapat mengurangi

kejadian epidemi pada anak-anak.

Di Asia Tengaara, dimana DBD adalah hiperendemik, DBD biasanya diderita

oleh anak berumur dibawah 15 tahun. DI Amerika, dimana dengue secara progresif

menjadi hiperendemik, DBD tidak menunjukkan kecendrungan pada umur tertentu

(Soedarto, 2012)

Distribusi penyakit DBD menurut tempat. Penyakit demam berdarah dapat

menyerang keseluruh daerah baik tropis maupun subtropis kecuali daerah yang

memiliki ketinggian diatas 1.000 meter. Ketinggian menjadi hal yang penting untuk

membatasi penyebaran DBD. Di India, DBD dapat ditemukan pada 22 ketinggian

yang berkisar dari nol meter sampai 1.000 meter diatas permukaan laut. Ketinggian

yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki tingkat kepadatan nyamuk yang

sedang sampai berat dan pada ketinggian diatas 1.000 meter di atas permukaan laut

merupakan batas penyebaran nyamuk Aedes aegypty (Soegijanto, 2005).

Setiap tahun diseluruh dunia dilaporkan sekitar 390 juta penderita demam

dengue dan 96 juta diantaranya mengalami manifestasi klinis demam berdarah

16
dengue. Sekitar 3,9 miliar orang berasal dari 112 negara di kawasan tropis dan

subtropis hidup dalam resiko tertular infeksi dengue. Eropa dan dearah antartika

adalah daerah yang bebas dari penyakit DBD. (WHO, 2018)

Epidemi dengue yang terbesar terjadi di Cuba tahun 1981, dimana 116.000

penderita menjalani rawat inap di rumah sakit dan selama satu hari saja dilaporkan

sebanyak 11.000 penderita dengue. Sejak tahun 2000, sedikitnya dilaporkan terjadi

epidemi dengue di 8 daerah atau negara yang sebelumnya tidak terdapat DBD, yaitu

Nepal, Bhutan, Hongkong, Madagaskar, Galapagos, dan Easter Island.

Daerah pasifik barat seperti Samoa Amerika, Australia, Kamboja, Cina, Fiji,

Polinesia Perancis, Hongkong, Laos, Malaysia, Palau, Filipina, Singapura, Tonga

dan Vietnam menunjukkan insidens yang naik turun dengan puncaknya terjadi pada

tahun 1998. Case Fatality Rate (CFR), angka kematian dengue di wilayah Pasifik

Barat di prakirakan sebesar kurang dari 1%, meskipun dibeberapa Negara ada yang

memiliki CFR lebih tiinggi dari angka tersebut. Selain Negara-negara Asia yang

termasuk Pasifik Barat, juga negara-negara Pasifik Barat lainya yang mengalami 23

epidemic dengue pada tahun 2008-2009 adalah Samoa Amerika, Cook Island,

Tonga, Polinesia Perancis dan New Caledonia.

Negara-negara bagian Utara Amerika Selatan merupakan daerah hiperendemik

dengue. Pada Tahun 2002 di Brazil, dilaporkan 700.000 penderita dengue dan

demam berdarah dengue. Sejak tahun 1970 epidemi dengue di Karibia meningkat

jumlah penderita dan beratnya penyakit. Epidemi besar dengue terjadi pada tahun

2005 dan 2006 di Puerto Rico, US Virgin Island, Republik Dominika, Barbados,

Curacao, Cuba, Guadeloupe, dan Martinique.

Demam dengue secara alami bukanlah penyakit yang terdapat di Uni Eropa

dan keadaan lingkungan benua eropa tidak memungkinkan penyebaran lebih lanjut

17
dengue impor yang dibawa penduduk eropa dari luar negeri. Meskipun demikian

laporan infeksi dengue yang dibawa pekerja eropa (ekspatriat), pekerja-pekerja

sosial, personil militer dan imigran dari luar negeri meningkat dan terutama dari

Asia Tenggara, India, Amerika Tengah dan kadang-kadang dari Afrika. Meskipun

insidens dengue impor tidak dapat dipastikan jumlahnnya namun beberapa

diantaranya dilaporkan meninggal dunia.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa infeksi dengue merupakan penyebab

demam kedua paling sering dari turis yang dirawat di rumah sakit sesudah kembali

dari perjalanannya. Penelitian Wichman dkk. menyatakan bahwa 50% penderita

yang menderita demam berat menunjukkan respon imun primer dan 30% dari

mereka baru pertama kali mengunjungi daerah endemis dengue. Kasus impor dengue

yang diderita turis Eropa sebagian besar terjadi sesudah mengunjungi India, Thailan,

Indonesia, Meksiko dan Brazil. (Soedarto, 2012)24

Distribusi penyakit DBD menurut waktu. Hal yang mempengaruhi

meingkatnya penularan kasus DBD adalah pada waktu musim hujan. Pada waktu

musim hujan, nyamuk Aedes Aegipty akan dapat berkembang biak dengan lebih baik

dikarenakan banyak tempat penampungan air yang tergenang dan cocok untuk

perkembangbiakan nyamuk. Kondisi suhu dan kelembapan yang sesuai juga dapat

menambah umur nyamuk (Soegijanto, 2005).

Hasil penelitian Essy (2009) penderita DBD rawat inap di RSU. DR.

Pirngadi Medan, paling banyak pada bulan Januari (22,1%) dan terendah pada bulan

Februari dan Mei (2,9%).

Hasil Penelitian Wahyuni dan Sabir (2011) penderita DBD rawat inap di RS

Wahidin Sudirohusodo Makassar, paling banyak pada bulan Maret (13,7%) dan

terendah pada bulan Agustus (4,9%).

18
2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara

lain adalah (Wijayaningsih 2017) :

1. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai

pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

a. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari

ketiga.

b. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia danhemokonsentrasi.

c. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,

SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

2. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan

atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk

menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi

antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi

primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder

atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat,

visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen

dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan

lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro

seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan

reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.

19
3. Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG

berdasarkan pada

kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi

darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

4. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue.

Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque

adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat

terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

5. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition

(HI).

Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah

mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.

6. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar

grade II) di dapatkan efusi pleura.

2.4 Penatalaksanaan

Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai

akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas

sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat

penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :

20
2.4.1 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok

Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase,

dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak

mengalami DHF vtanpa syok sedangkan pada derajat III danderajat IV maka

anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang

dirawat di rumah sakit meliputi:

1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu

untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,

muntah, dan diare.

2. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen

karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.

3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang.

4. Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.

5. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium

(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.

6. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan

jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena

biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran

pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

7. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai

dengan tatalaksana syok terkompensasi.

21
2.4.2 Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok Penatalaksanaan

DHF menurut WHO (2016), meliputi:

1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara

nasal.

2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan

secepatnya.

3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20

ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan

pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal30 ml/kgBB/24 jam.

4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin

menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan

transfusi darah atau komponen.

5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifermulai

membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10

ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam

sesuai kondisi klinis laboratorium.

6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48

jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan

yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

22
2.5 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah

dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome(DSS) atau sindrom

syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun.

Bagan 2.1 Pathway DHF


Sumber: (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

2.6.1 Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar

utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk

rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al.

2017).

23
1. Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia

kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah

sakit adalah panas tinggi dan anak lemah

3. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat

demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan

ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek,

nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri

otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal,

serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena

atau hematemesis.

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami

serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

5. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

6. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik

maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak

yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak

24
nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan

nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan

sehingga status gizinya berkurang.

7. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yangkurang

bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)

8. Pola Kebiasaan

a. Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan

menurun.

b. Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami

diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi

hematuria.

c. Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena

mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitasdan

kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.

d. Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat

sarang nyamuk Aedes aegypty.

e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk

menjaga kesehatan.

9. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari

ujung rambut sampai ujung kaki.

10. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :

1. Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-

tanda vital dan nadi lemah.

25
2. Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

lemah, kecil, dan tidak teratur.

3. Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,nadi

lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.

4. Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,

tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,

berkeringat, dan kulit tampak biru.

11. Sistem Integumen

a. Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat

dingin, dan lembab

b. Kuku sianosis atau tidak

12. Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena

demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis

pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering ,

terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami

hyperemia pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).

13. Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak

terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +,

ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

14. Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau

hepatomegaly dan asites

15. Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.

26
16. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

 HB dan PVC meningkat (≥20%)

 Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)

 Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

 Ig. D dengue positif

 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,

hipokloremia, dan hiponatremia

 Ureum dan pH darah mungkin meningkat

 Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah

 SGOT /SGPT mungkin meningkat.

2.6.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin

2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengansuhu

tubuh diatas nilai normal

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai

dengan pasien mengeluh nyeri

27
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenggananuntuk

makan)

5. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler

ditandai dengan kebocoran plasma darah

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

9. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)

Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien dengue

hemorrhagic fever menurut (Erdin 2018). Dengan menggunakan Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia (SDKI DPP PPNI 2017).

1. Pola napas tidak efektif (D.0005)

1) Pengertian

Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

adekuat.

2) Penyebab

a) Penurunan energi

b) Sindrom hipoventilasi

c) Kecemasan

3) Kriteria Mayor dan Minor

a) Kriteria Mayor

 Subjektif

(1) Dispnea

28
 Objektif

(2) Penggunaan otot bantu pernapasan

(3) Fase ekspirasi memanjang

(4) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,

kussmaul, cheyne-stokes)

3 Kriteria Minor

 Subjektif

(1) Ortopnea

 Objektif

(1) Pernapasan pursed-lipPernapasan cuping hidung

(2) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

(3) Ventilasi semenit menurun

(4) Kapasitas vital menurun

(5) Tekanan ekspirasi menurun

(6) Tekanan inspirasi menurun

(7) Ekskursi dada berubah

2. Hipertermia (D.0130)

1) Pengertian

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

2) Penyebab

Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)

3) Kriteria Mayor dan Minor

a. Kriteria Mayor

 Subjektif : (tidak tersedia)

29
 Objektif

(1) Kulit merah

(2) Kejang

(3) Takikardi

(4) Takipnea

(5) Kulit terasa hangat

3. Nyeri akut (D.0077)

1) Pengertian

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

kurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi)

3) Kriteria Mayor dan Minor

a. Kriteria Mayor

 Subjektif

(1) Mengeluh nyeri

 Objektif

(1) Tampak meringis

(2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari

nyeri)

(3) Gelisah

(4) Frekuensi nadi meningkat

(5) Sulit tidur

30
b. Kriteria Minor

 Subjektif : (tidak tersedia)

 Objektif

(1) Tekanan darah meningkat

(2) Pola napas berubah

(3) Nafsu makan berubah

(4) Proses berpikir terganggu

(5) Menarik diri

(6) Berfokus pada diri sendiri

(7) Diaforesis

4. Defisit nutrisi (D.0019)

1) Pengertian

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme.

2) Penyebab

a. Kurangnya asupan makanan

b. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

c. Peningkatan kebutuhan metabolisme

d. Factor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)

3) Kriteria Mayor dan MinorKriteria Mayor

a. Kriteria Mayor

 Subjektif : (tidak tersedia)

31
 Objektif

(1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang

ideal

b. Kriteria Minor

 Subjektif

(1) Cepat kenyang setelah makan

(2) Kram/nyeri abdomen

(3) Nafsu makan menurun

 Objektif

(1) Bising usus hiperaktif

(2) Otot pengunyah lemah

(3) Otot menelan lemah

(4) Membrane mukosa pucat

(5) Sariawan

(6) Serum albumin turun

(7) Rambut rontok berlebihan

(8) Diare

5. Hipovolemia (D.0023)

1) Pengertian

Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel,

dan/atauintraseluler.

2) Penyebab

a. Kehilangan cairan aktif

b. Peningkatan permeabilitas kapiler

c. Kekurangan intake cairan

32
3) Kriteria Mayor dan Minor

1. Kriteria Mayor

 Subjektif : (tidak tersedia)

 Objektif

(1) Frekuensi nadi meningkat

(2) Nadi terasa lemah

(3) Tekanan darah menurun

(4) Tekanan nadi menyempit

(5) Turgor kulit menurun

(6) Membrane mukosa kering

(7) Volume urin menurun

(8) Hematokrit meningkat

b. Kriteria Minor

 Subjektif

(1) Merasa lemah

(2) Mengeluh haus

 Objektif

(1) Pengisian vena menurun

(2) Status mental berubah

(3) Suhu tubuh meningkat

(4) Konsentrasi urin meningkat

(5) Berat badan turun tiba-tiba

33
6. Intoleransi aktivitas (D.0056)

1) Pengertian

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Penyebab

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b. Kelemahan

3) Kriteria Mayor dan Minor

d. Kriteria Mayor

 Subjektif

(1) Mengeluh lelah

 Objektif

(1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

e. Kriteria Minor

 Subjektif

(1) Dispnea saat atau setelah aktivitas

(2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

(3) Merasa lemah

(4) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

(5) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas

(6) Gambaran EKG menunjukkan iskemia

(7) Sianosis

7. Defisit pengetahuan (D.0111)

1) Pengertian

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang

berkaitandengan topik tertentu.

34
2) Penyebab

a. Kurang terpapar informasi

b. Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

3) Kriteria Mayor dan Minor

a. Kriteria Mayor

 Subjektif

(1) Menanyakan masalah yang dihadapi

 Objektif

(1) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran

(2) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah

b. Kriteria Minor

 Subjektif : (tidak tersedia)

 Objektif

(1) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

(2) Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis,

bermusuhan, agitasi, histeria)

8. Ansietas (D.0080)

1) Pengertian

Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek

yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang

memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi

ancaman.

2) Penyebab

a. Krisis situasional

b. Kekhawatiran mengalami kegagalan

35
c. Kurang terpapar informasi

3) Kriteria Mayor dan Minor

a. Kriteria Mayor

 Subjektif

(1) Merasa bingung

(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

(3) Sulit berkonsentrasi

 Objektif

a. Tampak gelisah

b. Tampak tegang

c. Sulit tidur

b. Kriteria Minor

 Subjektif

(1) Mengeluh pusing

(2) Anoreksia

(3) Palpitasi

(4) Merasa tidak berdaya

 Objektif

(1) Frekuensi napas meningkat

(2) Frekuensi nadi meningkat

(3) Tekanan darah meningkat

(4) Diaforesis

(5) Tremor

(6) Muka tampak pucat

(7) Suara bergetar

36
(8) Kontak mata buruk

(9) Sering berkemih

(10) Berorientasi pada masa lalu

9. Risiko perdarahan (D.0012)

1) Pengertian

Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi

di dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar

tubuh).

2) Faktor Risiko

a. Gangguan koagulasi (mis. Trombositopenia)

b. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan

c. Proses keganasan

2.6.2 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang

didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang

diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif

Kriteria Hasil :

a. Kapasitas vital meningkat

b. Dispneu menurun

c. Frekuensi napas membaik

37
Intervensi :

Observasi

a. Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)

b. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing,ronkhi basah)

c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

a. Posisikan semi fowler atau fowler

b. Berikan minum hangat

c. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi

2. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jikaperlu

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan : Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal

Kriteria Hasil :

a. Menggigil menurun

b. Kulit merah menurun

c. Suhu tubuh membaik

d. Tekanan darah membaik

Intervensi :

Observasi

1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar

lingkungan panas, penggunaan incubator)

2. Monitor suhu tubuh

38
3. Monitor kadar elektrolit

4. Monitor haluaran urine

Terapeutik

d. Longgarkan atau lepaskan pakaian

e. Basahi dan kipasi permukaan tubuh

f. Berikan cairan oral

g. Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,

leher, dada, abdomen, aksila)

5. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

6. Berikan oksigen, jika perlu

7. Sediakan lingkungan yang dingin

Edukasi

Anjurkan tirah baringKolaborasi

Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Tujuan : Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang

Kriteria Hasil :

1. Keluhan nyeri menurun

2. Meringis menurun

3. Gelisah menurun

4. Pola napas membaik

Intervensi :

Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

39
2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respons nyeri non verbal

4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan

nyeriTerapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,

terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan)

3. Fasilitasi istirahat dan tidurEdukasi

4. Jelaskan strategi meredakan nyeri

5. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan

untuk makan)

Tujuan : Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

2. Frekuensi makan membaik

3. Nafsu makan membaikIntervensi :

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

40
4. Monitor asupan makan

5. Monitor berat badan

6. Monitor hasil pemeriksaan

laboratorium

Terapeutik

1. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

2. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

3. Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,

antimietik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori danjenis

nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

5. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas

kapiler

Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi Kriteria

Hasil :

1. Turgor kulit meningkat

2. Output urine meningkat

3. Tekanan darah dan nadi membaik

4. Kadar Hb membaik

41
Intervensi :

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi

meningkat, nadi terasa lemah, tekanan darah menurun,

tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran

mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat,

haus lemah)

2. Monitor intake dan output cairanTerapeutik

3. Berikan asupan cairan oralEdukasi

4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

5. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)

6. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%,

NaCl 0,4%)

7. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate)

8. Kolaborasi pemberian produk darah

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.

Kriteria Hasil :

1. Frekuensi nadi meningkat

2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

3. Frekuensi napas membaik

Intervensi :

Observasi

1. Monitor kelelahan fisik dan emosional

42
2. Monitor pola dan jam tidurTerapeutik

3. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,

suara, kunjungan)

4. Berikan aktivitas distraksi yang

menenangkanEdukasi

1. Anjurkan tirah baring

2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan

tidak berkurang

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan

7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Tujuan : Pengetahuan klien/ keluarga bertambah.

Kriteria Hasil :

1. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik

meningkat

2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat

3. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurunIntervensi :

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasiEdukasi

2. Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

3. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

43
4. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup

bersih dan sehat

8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Tujuan : Rasa cemas klien akan

berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

2. Perilaku gelisah menurun

3. Konsentrasi membaik

Intervensi :

Observasi

1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

2. Dengarkan dengan penuh perhatian

3. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Edukasi

1. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

2. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

44
9.Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi

(trombositopenia)

Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

1. Kelembapan kulit meningkat

2. Hemoglobin membaik

3. Hematokrit membaik

Intervensi :

Observasi

1. Monitor tanda dan gejala perdarahan

2. Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelah

kehilangan darah

3. Monitor tanda-tanda vital

Terapeutik

1. Pertahankan bed rest selama perdarahan

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

2. Anjurkan meningkatkanasupan cairan untuk menghindarikonstipasi

3. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

4. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu

2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

45
2.6.3 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang

telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien

untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang

ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

2.6.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian

proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi

merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan

yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.

2.7 Konsep Keperawatan Anak

1. Paradigma Keperawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir

dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut

terdiri dari empat komponen, di antaranya yaitu (Yuliastati Nining 2016) :

1. Manusia (Anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang

diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun

dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik,

psikologis, sosial danspiritual.

46
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses

berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan

perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya

sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau

lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum

terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring bertambahnya

usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan

menangis saat lapar.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan,

mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses

kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak

dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik.

2. Sehat-sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan

pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak berada dalam status

kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan

meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang

bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama dalam batas rentang tersebut anak

membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung,

seperti apabila anak dalam rentang sehat maka upaya perawat untuk

meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf kesejahteraan baik fisik,

sosial maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis

atau meninggal maka perawat selalu memberikan bantuan dan dukungan pada

keluarga. Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu keadaan yang

47
sempurna baik fisik, mental dansosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan

kelemahan.

3. Lingkungan

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah

lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam perubahan status

kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir dengan kelainan bawaan

maka di kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang cenderung

sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara,

teman sebaya dan masyarakat akan mempengaruhi status kesehatan anak.

4. Keperawatan

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan

kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal

dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan

langsung pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang

anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam

menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga mempunyai

peran sangat penting dalam perlindungan anak Peran lainnya adalah

mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga

keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak

yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak.

2.8 Prinsip Keperawatan Anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda dibandingkan

dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang diperhatikan dimana harus

disesuaikan dengan usia anak serta pertumbuhan dan perkembangan karena perawatan

yang tidak optimal akan berdampak tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak

48
itu sendiri (Yuliastati Nining 2016). Perawat harus memahami dan mengingat beberapa

prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan keperawatan anak, dimana prinsip tersebut

terdiri dari (Yuliastati Nining 2016) :

1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,

artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja

melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola

pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.

2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan

sesuai tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak

memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain

sesuai tumbuh kembang. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan,

aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan psikologis,

sosial dan spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.

3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak

adalah penerus generasi bangsa.

4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus

pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam

mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan

kepentingan anak dan upayanya tidak terlepas dari peran keluarga

sehingga selalu melibatkan keluarga.

5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dankeluarga

untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan

49
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang

sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).

6. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai

makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan

masyarakat. Upaya kematangan anak adalah dengan selalu

memperhatikan lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal

dimana kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.

7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak

berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan

mempelajari aspek kehidupan anak.

2.9 Batasan Usia Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut

definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19

tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum

Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia di

bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan

bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Kementrian Kesehatan RI 2018).

2.10 Peran Perawat Anak

Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak dan

orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan

pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain, dengan keluarga

terutama dalam membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan perawatan

50
anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang bekerja dengan

anak dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat, meliputi (Yuliastati

Nining 2016) :

8. Sebagai pendidik. Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara

langsung dengan memberi penyuluhan dan pendidikan kesehatan pada

orang tua maupun secara tidak langsung dengan menolong orang tua

atau anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan

orang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian

dasar penyakit anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah

sakit, serta perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga

domain yang dapat dirubah oleh perawat melalui pendidikan

kesehatan adalah pengetahuan, keterampilan serta sikap keluarga

dalam hal kesehatan khususnya perawatan anak sakit.

9. Sebagai konselor. Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai

kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai

konselor, perawat dapat memberikan konseling keperawatan ketika

anak dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan

layanan konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara

mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara

fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan

orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan membantu

mencarikan alternatif pemecahannya.

10. Melakukan koordinasi atau kolaborasi. Dengan pendekatan

interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan

anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang

51
holistik dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk

menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di

samping pasien. Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu

kerjasama dengan keluarga juga harus terbina dengan baik tidak hanya

saat perawat membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan

seluruh rangkaian proses perawatan anak harus melibatkan keluarga

secara aktif.

11. Sebagai pembuat keputusan etik. Perawat dituntut untuk dapatberperan

sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal

yang diyakini dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat

otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan

asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat

juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di

tingkat kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh

para pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang

paling mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh karena itu

perawat harus dapat meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan

tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang diajukan dapat

memberi dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

anak.

12. Sebagai peneliti. Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan

keterlibatan penuh dalam upaya menemukan masalah-masalah

keperawatan anak yang harus diteliti, melaksanakan penelitian

langsung dan menggunakan hasil penelitian kesehatan/keperawatan

52
anak dengan tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan keperawatan

pada anak. Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam

melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan keperawatan anak

sehari-hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan serta

menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang

ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat

melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

praktik keperawatan anak.

2.11 Konsep Hospitalisasi Pada Anak

13. Pengertian hospitalisasi

Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani

terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama

proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami

kebiasaan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang

kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas.

Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak meningkat.

Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak

terapi juga pada orang tuanya terjadi (Mendiri & Prayogi 2016).

14. Faktor yang menyebabkan stress akibat hospitalisasi yaitu (Mendiri &

Prayogi 2016) :

a. Lingkungan

Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan

yang baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada

anak.

53
b. Berpisah dengan Keluarga

Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan

kesepian, jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan

harmonis.

c. Kurang Informasi

Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan

dilakukan oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang

penyakitnya dan kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena

penyakitnya.

d. Masalah Pengobatan

Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan,

karena anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu

akan menyakitkan.

e. Faktor risiko yang meningkatkan anak lekas tersinggung

pada stress hospitalisasi (Mendiri & Prayogi 2016).

(1) Temperamen yang sulit

(2) Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua

(3) Usia antara 6 bulan – 5 tahun

(4) Anak dengan jenis kelamin laki-laki

(5) Intelegensi dibawah rata-rata

(6) Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.

f. Reaksi-reaksi saat hospitalisasi (di RS) sesuai dengan

perkembangan anak (Mendiri & Prayogi 2016).

(1) Bayi (0-1 tahun)

Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa

54
percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi usia

6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana reaksi

bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan apa

yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih

dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan. Pada bayi

usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang

berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger

Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi

akan menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini

dimanifestasikan dengan menangis, marah dan pergerakan yang

berlebihan. Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya

ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan menimbulkan

Separation Anxiety (cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan

jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-

jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

(2) Toddler (1-3 tahun)

Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan

bahasa yang memadai dan pengertian terhadap realita terbatas.

Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan

dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat

bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta akan

mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan

bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibatperpisahan (usia

15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga Analitic Depression

respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu :

55
 Tahap Protes

Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,

menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan

tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia

tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak

perhatian orang lain.

 Tahap Putus Asa (Despair)

Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis

berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain,

tidak nafsumakan, menarik diri, sedih dan apatis.

 Tahap menolak (Denial/Detachment)

Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima

perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang

lain serta kelihatan mulai menyukai lingkungan.

Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam

mengontrol dirinya dengan mempertahankan kegiatan

rutin seperti makan, tidur, mandi, toileting dan bermain.

Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, anak akan

kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya

dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan

menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan

karakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi

terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan

agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka

waktu lama (karena penyakit kronik) maka anak akan

56
berespon dengan menarik diri dari hubungan

interpersonal.

(3) Pra Sekolah (3-6 tahun)

Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan

orang tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan

orang lain. Walaupun demikian anak tetap membutuhkan

perlindungan dari keluarganya. Akibat perpisahan akan

menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis pelan-pelan,

sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak

kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari. Kehilangan kontrol terjadi

karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan karena

kehilangan kekuatan diri. Anak pra sekolah membayangkan bahwa

dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan,

merasa tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan

berespon dengan perasaan malu, bersalah dantakut. Anak usia pra

sekolah sangat memperhatikan penampilan dan fungsi tubuh.

Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan

gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal. Pada usia ini

anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak menganggap

bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak

akan bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan depandensi.

Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur

tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan

lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan.

(4) Sekolah (6-12 tahun)

57
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa

khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya,

takut kehilangan ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak

membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun

tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya. Pada usia ini

anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di rumah

sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal

ini terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik,

takut mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat

kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest, penggunaan pispot,

kurangnya privasi, pemakaian kursi roda, dll. Anak telah dapat

mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi terhadap

rasa nyeri. Anak akan berusaha mengontrol tingkah laku pada

waktu merasa nyeri atau sakit dengan cara menggigit bibir atau

menggengam sesuatu dengan erat. Anak ingin tahu alasan tindakan

yang dilakukan pada dirinya, sehingga ia selalu mengamati apa

yang dikatakan perawat.

(5) Remaja (12-18 tahun)

Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah

sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan

kelompok. Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan

tetapi takut kehilangan status dan hubungan dengan teman

sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang

ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya

privasi. Sakit dan dirawat merupakan ancaman terhadap identitas

58
diri, perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila

anak remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam

sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.

Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama

perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat

penyakit atau pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan

tidak aman. Remaja akan berespon dengan banyak bertanya,

menarik diri dan menolak orang lain.

2. Reaksi keluarga pada hospitalisasi anak (Mendiri & Prayogi 2016).

Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota

dalam keluarga :

a. Reaksi orang tua

Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah

sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang

prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak. Orang

tua bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit anaknya secara tiba-tiba

dan serius. Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi

dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu

merawat anak sehingga anak menjadi sakit.

2. Reaksi Sibling

Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit

adalah marah, cemburu, benci dan bersalah. Orang tua seringkali mencurahkan

perhatiannya lebih besar terhadap anakyang sakit dibandingkan dengan anak yang

sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan

anak merasa ditolak.

59
2.12 Karakteristik DBD

Jumlah penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD)

di Semarang tahun 2012 mengalami peningkatan cukup signifikan

dibandingkan periode tahun lalu. Jika pada 2009 jumlah penderita DBD

sebanyak 3883 orang, pada 2010 ini naik menjadi 5556 kasus. Kota

Semarang menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah. Usia yang paling

sering terkena DBD adalah 5 – 15 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui karakteristik pasien demam berdarah dengue di Rumah Sakit

Roemani Semarang periode Januari – Juni 2012

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan

retrospektif. Populasi penelitian adalah seluruh pasien anak yang menderita

DBD yang dirawat di bangsal anak Rumah Sakit Roemani Semarang.

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 pasien anak yang

menderita DBD yang dirawat di bangsal anak RS. Roemani Semarang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling.

kelompok umur tertinggi yang menderita DBD adalah 1–3 tahun sebanyak

24 pasien (27,9%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 pasien (47,7%) dan

perempuan 45 pasien (52,3%), jumlah trombosit penderita saat masuk RS

terbanyak pada kelompok 100.000-150.000/mm3 sebanyak 26 pasien

(30,2%), kadar hematokrit terbanyak saat masuk RS pada kelompok 35,1-

39,9 sebanyak 47 (54,7%), lama perawatan rata-rata 4,26 hari (4 hari),

keadaan saat pulang tertinggi adalah pulang dengan keadaan sembuh

sebanyak 83 pasien (96,5%).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil

kesimpulan kelompok usia penderita DBD terbanyak 1 – 3 tahun, laki-laki

60
41 anak dan perempuan 45 anak, jumlah trombosit terbanyak pada

kelompok 100.000-150.000 sebanyak 26 pasien, kadar hematokrit terbanyak

saat masuk RS pada kelompok 35,0-39,9 sebanyak 45 pasien, lama

perawatan rata-rata 4,26 hari dan lama rawat inap paling singkat 1 hari

sedangkan paling lama 9 hari, keadaan saat pulang tertinggi dengan keadaan

sembuh 83 pasien, pulang permintaan sendiri 3 pasien, dan meninggal tidak

ada.

2.13 Kerangka Teori

Kerangka Teori adalah teori pada dasarnya berisi penggambaran

hubungan sebab akibat diantara variabel – variabel ( John W. Best).

Vektor Nyamuk Aede Agent Virus


aegypti s
Dengue

Lingkungan
1. Angka bebas jentik Kejadian DBD

Host
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Status Sosail Ekonomi
4. Lingkungan Tempat tinggal
5. Tingkat pengetahuan Responden
6. Pemberantasan sarang
nyamuk dan Pelaksanaan 3 M
plus
7. Kebiasaanmenggantung pakaian
8. Penggunaan obat nyamuk

Bagan 2.2 Kerangka Teori DHF ( John W. Best).


61
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL, DEFENISI OPERASIONAL


DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realitas agar

dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

keterkaitan antar variabel, baik yang diteliti maupun tidak diteliti

(Nursalam, 20016).

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia

Jenis Kelamin

Kejadian Demam
Status Sosial Ekonomi
(pekerjaan) Berdarah Dengue
(DBD)
Tempat tinggal
Domisili)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ((Nursalam, 2016).

62
3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan

semua istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara optimal,

sehingga mempermudah pembaca, penguji dalam mengartikan makna

penelitian (Nursalam,2015). Adapun definisi operasional penelitian ini

akan diuraikan dalam tabel berikut

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Operasional Alat Hasil Ukur
ukur
Kejadian Penyakit yang Observasi 1. Dengue Nominal
Demam disebabkan oleh disertai
Berdarah virus dengue perdarahan
Dengue (DBD melalui gigitan 2. Dengue tanpa
nyamuk Aedes perdarahan
aegypti
Usia Umur pasien Observasi 1.kurang dari 5 Ordinal
anak dengan tahun
kejadian DBD 2. 5 sampai 18
yang di rawat tahun
inap
menggunakan
cut off point data
Jenis Merupakan jenis Observasi 1. Laki-laki Nominal
Kelamin kelamin 2. Perempuan
responden
Status Sosial Penghasilan yang Obervasi 1. Penghasilan Ordinal
Ekonomi diperoleh sehari- kurang dari
(pekerjaan) hari untuk UMR
pemenuhan 2. Penghasilan
nutrisi lebih dari atau
sama dengan
UMR

Tempat Domisili tempat Observasi 1. DKI Nominal


Tinggal tinggal sehari-hari 2. Non DKI

63
3.3 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan antara usia terhadap kejadian Demam Berdarah

Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta

Tahun 2021

2. Ada hubungan antara jenis kelamin terhadap kejadian Demam

Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit Noni Medika

Jakarta Tahun 2021

3. Ada hubungan antar astatus social ekonomi (pekerjaan)

terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak di

Rumah Sakit Noni Medika Jakarta Tahun 2021.

4. Ada hubungan antara tempat tinggal (domisili) terhadap

kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak di Rumah Sakit

Noni Jakarta Tahun 2021

64
BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif survei analitik dengan

pendekatan crossectional, yang artinya pengambilan sampel tentang faktor

resiko dan akibat diteliti dalam waktu yang bersamaan (simultan). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah Kejadian Demam berdae, sedangkan

variabel independen terdiri dari : Usia, jenis kelamin, Sosial ekonomi

(pekerjaan) dan domisili (tempat tinggal). Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data skunder pasien anak dengan kejadian Demam

berdarah dengue tahun 2021. Jenis uji statistik yang digunakan untuk

menguji pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen

adalah uji chi square (kai kuadrat).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RS Noni Medika Jakarta yang

beralamat di Jl. Kramat Jaya No. 1 Tugu Utara, Jakarta Utara, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta 14260. Pengambilan data dilakukan selama tiga

bulan yaitu pada bulan April. Mei dan Juni 2021. Data yang diambil adalah

semua pasien anak dengan Demam berdarah Dengue tahun 2021.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang di

diagnosis menderita penyakit Demam berdarah dengue yang

65
tercatat di rekam medis Rumah Sakit Noni Medika Jakarta pada

tahun 2021 sebanyak 105 orang.

4.3.2 Sampel

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan dalam

pengambilan sampel sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi :

Semua pasien anak rawat inap dengan diagnosa medis Demam

berdarah dengue di Rumah Sakit Noni Medika Jakarta tahun

2021 yang mempunyai register atau rekam medis lengkap.

2. Kriteria Exlusi:

Semua pasien anak rawat inap dengan diagnosa medis Demam berdarah
dengue yang catatan rekam medis nya tidak lengkap.

Dikarenakan jumlah penderita DBD di RS Noni Jakarta tidak begitu banyak,

maka peneliti memutuskan untuk mengambil keseluruhan penderita populasi sebagai

sampel yang diambil oleh peneliti adalah 106 populasi dari jumlah total penderita

DBD pada anak di RS Noni Jakarta

4.4 Etika Penelitian

1. Mengajukan judul dan permohonan untuk membuat penelitian.

2. Meminta surat izin penelitian dari STIKes Abdi Nusantara Jakarta.

3. Surat izin penelitian diberikan kepada pihak yang terkait, dalam hal ini

diajukan kepada Direktur RS Noni Medika Jakarta.

4. Menjelaskan maksud dan tujuan penulis serta menunggu perizinan

disetujui, serta mampu menjaga kerahasiaan data yang diperoleh.

5. Meminta izin pada pihak yang bersangkutan untuk meminta data

66
sekunder dari RS Noni Medika Jakarta

6. Setelah perizinan disetujui secara tertulis lalu memulai melakukan

penelitian sesuai dengan langkah-langkah penelitian

4.5 Alat Pengambilan Data

4.5.1 Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam skripsi

penelitian ini adalah menggunakan formulir check list.

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder,

diperoleh dari data yang diterima dari bagian Rekam Medis RS Noni

Medika Jakarta. Peneliti akan melakukan pemeriksaan data setiap

pasien yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dari laporan

Rekam Medis. Peneliti menggunakan lembar formulir check list

untuk mendata data setiap pasien yang ada pada lembar rekam

medis. Jenis data yang akan diambil oleh peneliti adalah tentang

kejadian Demam berdarah dengue pada anak, data pasien tentang

faktor usia, jenis kelamin, Sosial ekonomi (pekerjaan) dan

lingkungan (domisili)

4.6 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan aplikasi perangkat

lunak berupa program SPSS versi 23,0. Adapun tahap – tahap pengolahan

data sebagai berikut :

67
1. Editing

Dengan cara memasukan data hasil formulir check list dalam SPSS di

kolom variabel view dan data view. Selanjutnya setiap variabel baik

dependen dan independen di-edit berdasarkan hasil pengolahan data.

2. Coding

Data yang telah di-edit kemudian diberikan kode (koding) berdasarkan

penentuan di definisi operasional.

3. Processing

Selanjutnya adalah proses analisis, yaitu dilakukan dengan cara

memasukan data atau entry data hasil coding ke data view untuk

diproses berdasarkan kebutuhan peneliti.

4. Cleaning

Cleaning atau pengecekan dilakukan dengan mengeluarkan distribusi

frekuensi tiap – tiap variabel untuk kemudian dinilai kesesuaian antara

jumlah total frekuensi dengan jumlah total responden. Contohnya

memeriksa apakah ada variabel yang mengalami missing atau tidak

berdasarkan jumlah maupun pengkodean, bila missing maka perlu

direvisi.

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisis Univariat

Proses analisa data menggunakan pendekatan uji frekuensi

yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh usia, jenis kelamin,

kebiasaan merokok dan penyakit jantung dengan kejadian Demam

berdarah dengue pada anak. Data yang dianalisis adalah semua

68
variabel yang disebutkan dalam kerangka konsep, yaitu : kejadian

Broncopneumonia dan data pasien tentang Usia, jenis kelamin,

penyakit jantung, kebiasaan merokok. Tahapan analisis data terdiri

dari 2 cara, yaitu tahap analisis univariat dan tahap analisis bivariat.

Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian

Demam berdarah dengue dan variabel lainnya, sedangkan analisis

bivariat dilakukan untuk mengetahui distribusi, frekuensi determinan

kejadian Demam berdarah dengue menurut variabel usia, jenis

kelamin, sosial ekonomi (pekerjaan) dan lingkungan (domisili).

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan guna menganalisis dua variabel yang

diduga mempunyai hubungan atau berkolerasi. (Aprina, 2012).

Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan

alasan karena variabel independent dan dependent jenis datanya

kategorik. Pengolahan data pada pada penelitian ini menggunakan

program pengolahan data pada perangkat komputer (SPSS versi 23.0).

Mengkorelasikan data dari variabel bebas dan variabel terikat

yang berbentuk skala data nominal dengan ordinal dengan

menggunakan uji statistik Chi Square (Notoatmodjo, 2014).

Hasil penelitian uji statistik dimaksudkan untuk mengetahui

apakah uji Ho ditolak atau Ho diterima. Dengan ketentuan, bila P

value ≤ α (0,05) maka diterima, artinya ada perbedaan yang bermakna,

bila P value > α (0,05) maka,Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan

yang bermakna (Tahun, 2017).

Odds Rasio (OR) untuk mendapatkan nilai rasio yaitu proporsi

69
antara orang sakit dengan faktor resiko dan orang tidak sakit dengan

faktor resiko.

OR = 1, estimasi bahwa tidak hubungan antara faktor resiko dengan

kejadian Demam berdarah dengue

OR > 1, Estimasi bahwa ada hubungan positif antara faktor resiko

dengan kejadian Demam berdarah Dengue

OR < 1, Estimasi bahwa ada hubungan negatif antara faktor resiko

dengan kejadian Demam berdarah dengue.

70
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan metodologi penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen penelitian keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.

. Konsep Perilaku Kesehatan. Promosi Kesehatan teori dan aplikasi: edisi


revisi 2013. Jakarta: Rineka Cipta

. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta : RinekaCipta.

. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RinekaCipta

, 2015. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue.

, 2015. Profil kesehatan Indonesia tahun 2015.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & SDKI SLKI SIKI. Jakarta: Medi Action.

Depkes RI, 2016. Waspada Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

. 2016. Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat di Januari. Diakses: 18


Oktober 2021.www.depkes.go

, 2016. Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue dan Kunci


Indikasi Nyamuk Aedes.

. Pemberantasan Demam Berdarah Membutuhkan Komitmen Semua,


Jakarta.

. Kumpulan Pedoman Petunjuk Teknis kegiatan surveilans Epidemiologi.

. Data laporan kasus demam berdarah dengue Kabupaten Bekasi.


Bidang :Pemberantasan Penyakit Menular

Prawirohardjo, S. 2016. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina


Pustaka

Purwanto, H. 2016 Pengantar Ilmu perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Hadinegoro, 2016. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.

Mardiana, 2016. Panduan Lengkap Kesehatan: Mengenal, Mencegah


danMengobatiPenularanPenyakitdariInfeksi.Yogjakarta:Citra Pustaka.

Mikael, 2016. http://www.biaya.net/2015/11/umk-sektoral-kabupaten-bekasi-2016.html

Kemenkes RI, 2017. Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan. Jakarta.

. Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue dan Kunci


Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2017. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.

71
WHO, 2018. Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan
Pengendalian , Jakarta : ECG

Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2019. https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-


berita/berita/2420-demam-berdarah-masih-jadi-masalah-kesehatan-di-asia diakses
tanggal 26 Oktober 2021

WHO, 2019. https://mediaindonesia.com/humaniora/412591/waspada-dbd-hingga-juni-


tercatat-16320-kasus-dan-147-kematian diakses tanggal 26 Oktober 2021
Widoyono, 2019. Penyakit tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

72

Anda mungkin juga menyukai