Anda di halaman 1dari 31

SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DAN

KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN

KEJADIAN KANKER PARU DI RS NONI

JAKARTA

TAHUN 2021

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan

Oleh :

DESI YULIA FITRI

ETI NOPYANTI

HARMAYANTI

IIN NURAENI

MAHMUJIANAH

MOHAMMAD HENDRA SAPUTRA

NOVAN EKO PRASETYO

ULKOMAH

YOSEPH YOGASARA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ABDI NUSANTARA JAKARTA

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Kanker paru merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di negara berkembang

seperti Indonesia. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia

mencapai 18% dari total kanker (World Health Organization, 2010).

Data dari Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) yang dirilis oleh

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus dan

kematian akibat kanker sampai dengan tahun 2018 sebesar 18,1 juta kasus dan

9,6 juta kematian di tahun 2018. Kematian akibat kanker diperkirakan akan

terus meningkat hingga lebih dari 13,1 juta pada tahun 2030. Secara global, kan

ker masih merupakan salah satu masalah besar dalam kesehatan masyarakat dala

m hal morbiditas, mortalitas, dan biaya. Pada tahun 2019, Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kanker adalah penyebab kematian utama a

tau kedua pada orang-orang yang berusia di bawah 70 tahun di 112 dari 183 neg

ara (World Health Organization, 2021). Kanker paru menempati peringkat

pertama dalam jumlah kasus baru sebesar 2,094 juta kasus di seluruh dunia.

Jumlah kasus baru tertinggi berikutnya adalah kanker payudara, kanker

kolorektal, kanker prostat, dan kanker lambung. Besarnya jumlah kasus baru

yang ditemukan dapat dipengaruhi oleh kualitas sistem deteksi dini tiap jenis

kanker (GLOBOCAN 2018).

Di Asia, situasi kanker hampir sama dengan situasi kanker global. Data

dari GLOBOCAN 2020 menunjukkan diantara laki-laki dan perempuan,

distribusi dari insiden kanker yang paling sering adalah kanker paru (19,2%),

payudara (10,8%), lambung (8,6%), hati (6,9%) dan kolon (6,0%). Penyebab

utama kematian karena kanker di antara perempuan dan laki-laki adalah kanker
paru (19,2%), hati (10,5%), lambung (9,9%), esofagus (7,5%) dan payudara

(6,0%) (World Health Organization, 2020).

Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) tahun 2018 melaporkan

peningkatan prevalensi kanker dari 1,4 per 1.000 populasi di tahun 2013

menjadi 1,8 per 1.000 populasi di tahun 2018. Riskerdas 2018 menunjukkan

bahwa kanker, yang termasuk penyakit tidak menular, telah menjadi salah satu

masalah utama Kesehatan di Indonesia (Balitbangkes Kemenkes, 2018). Pada

bulan Desember 2020 terjadi peningkatan 180.000 kasus penyakit katastropik,

dan 12,8% merupakan kasus kanker.

Kanker paru menempati urutan ketiga tertinggi dalam jumlah kasus baru

pada populasi pria dan wanita semua usia, dan urutan pertama tertinggi dalam

jumlah kasus baru pada populasi pria semua usia di Indonesia pada tahun 2020.

Selain angka kejadiannya yang tinggi, kanker paru merupakan penyebab

kematian karena kanker yang paling tinggi di Indonesia yaitu sekitar 13,2% dari

total kematian kanker (WHO, 2020).

Lima provinsi dengan jumlah pasien kanker paru terbanyak di tahun

2019 adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Provinsi

Sumatera Selatan (Permatasari, 2021)

Kanker paru merupakan keganasan yang dapat dicegah karena mayoritas

berhubungan dengan gaya hidup. Tingkat perilaku merokok sebagai sebagai

factor risiko terbesar malignasi ini masih tinggi. Indonesia merupakan negara

dengan jumlah perokok tertinggi di dunia, yaitu sekitar 34% dari total penduduk

(Riskesdas, 2018). Perlindungan perokok pasif juga masih inadekuat di

Indonesia. Asia Pasifik, termasuk Indonesia, memiliki jumlah wanita dan non-

perokok dengan kanker paru yang lebih besar dibandingkan dengan tempat lain

di dunia.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), presentase penduduk

Indonesia berusia 5 tahun ke atas yang merokok mencapai 23,21% pada tahun

2020. Sedangkan dari data BPS, penduduk DKI Jakarta berusia >15 tahun yang

merokok pada tahun 2020 adalah 25,75%.


Prevalensi perokok laki-laki di Indonesia merupakan yang tertinggi di

dunia dan diprediksi lebih dari 97 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok

(Riskesdas, 2013). Kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat

lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja, Riskesdas 2018 menunjukan

bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari

7,2% menjadi  9,1%. 

Kajian Badan Litbangkes Tahun 2015 menunjukkan Indonesia

menyumbang lebih dari 230.000 kematian akibat konsumsi produk tembakau

setiap tahunnya. Globocan 2018 menyatakan, dari total kematian akibat kanker

di Indonesia, Kanker paru menempati urutan pertama penyebab kematian yaitu

sebesar 12,6%. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan 87%

kasus kanker paru berhubungan dengan merokok.

Berdasarkan uraian diatas, dimana perilaku merokok merupakan faktor

resiko yang sangat tinggi untuk terjadinya kanker paru, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan perilaku merokok dengan

kejadian Kanker Paru di RS Noni Jakarta tahun 2021.”

1.2. Rumusan Masalah.

Dari uraian diatas maka rumusan masalah sebagai berikut, apakah ada

hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian kanker Paru di RS Noni

Jakarta tahun 2021.

1.3. Pertanyaan Penelitian.

Apakah perilaku merokok dapat menyebabkan terjadinya kanker Paru di

RS Noni Jakarta tahun 2021.

1.4. Tujuan Penelitian.

1.4.1. Tujuan Umum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara

perilaku merokok dengan kejadian kanker Paru di RS Noni Jakarta


tahun 2021.

1.4.2. Tujuan Khusus.

1.4.2.1. Untuk mengetahui pengaruh usia perokok terhadap kejadian

kanker paru di RS Noni Jakarta tahun 2021.

1.4.2.2. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin perokok terhadap

kejadian kanker paru di RS Noni Jakarta tahun 2021.

1.4.2.3. Untuk mengetahui pengaruh lama merokok terhadap kejadian

kanker paru di RS Noni Jakarta tahun 2021.

1.4.2.4. Untuk mengetahui pengaruh Jenis rokok terhadap kejadian

Ckanker paru di RS Noni Jakarta tahun 2021.

1.4.2.5. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah rokok terhadap kejadian

kanker paru di RS Noni Jakarta tahun 2021.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat teoritis

1.5.1.1. Diharapkan hasil penelitian menjadi referensi / informasi bagi

ilmu keperawatan mengenai adakah hubungan antara perilaku

merokok dengan kejadian kanker paru di RS Noni Jakarta tahun

2021.

1.5.1.2. Bagi institusi pendidikan penelitian dapat dijadikan bahan tamba

han dalam pengajaran serta menambah literatur untuk penelitian

selanjutnya berkaitan dengan hubungan antara perilaku

merokok dengan kejadian kanker paru di RS Noni Jakarta tahun

2021.

1.5.2. Manfaat Aplikatif

1.5.2.1. Diharapkan hasil penelitian ini apat memberikan kontribusi atau

masukan bagi perawat dan rumah sakit terkait hubungan antara

perilaku merokok dengan kejadian kanker paru di RS Noni

Jakarta tahun 2021.


1.5.3. Manfaat Metodologik

1.5.3.1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi

peneliti selanjutnya dalam mengkaji tentang kanker paru.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian.

Dengan meningkatnya kejadian kanker paru di RS Noni Jakarta tahun

2021, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara perilaku merokok

dengan kejadian kanker paru di RS Noni Jakarta tahun 2021. Pengambilan

data dimulai pada bulan Januari 2020 sampai dengan bulan desember 2020

yang dirawat inap. Jenis data yang di gunakan berupa data primer dari

wawancara dari pasien langsung dan data sekunder dari bagian rekam medis

RS Noni Jakarta. Yang menjadi Variable dependend dalam penelitian ini

adalah kanker paru dan variabel independennya adalah usia, jenis kelamin,

pekerjaan, perilaku merokok (lama merokok, jenis rokok, jumlah rokok).

Analisa data secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi

square dan bantuan program SPSS versi 23,0. Desain studi yang digunakan

adalah observasional dengan menggunakan survei analitik kuantitatif dan

menggunakan rancangan cross sectional.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kanker paru, konsep perilaku mero

kok, serta kerangka teori penelitian.

2.1. Konsep Dasar Kanker Paru

2.1.1. Definisi

Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis

tumor paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dap

at disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran

nafas, yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikend

alikan.

Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronku

s atau karsinoma bronkus (Purba, 2015).

Kanker paru-paru adalah penyakit heterogen, yang dipengaruhi oleh p

aparan lingkungan dan oleh kerentanan genetik atau epigenetik konstitus

ional terhadap perkembangan dan perkembangan penyakit (Yang et all, 2

019).

2.1.2. Klasifikasi Kanker Paru

Berdasarkan dari gambaran histopatologisnya, tipe-tipe kanker paru

adalah :

1). Kanker paru sel kecil yang umumnya bersifat agresifdan memiliki

prognosis buruk.

2). Kanker paru bukan sel kecil yang berdasarkan jenis selnya terdiri

dari: adenokarsinoma, karsinoma, sel skuamosa, dan karsinoma sel

besar.

Kanker paru bukan sel kecil adalah tipe kanker paru yang paling sering
dilaporkan, termasuk di Indonesia, yaitu sekitar 85% dari seluruh kasus

kanker paru (National Cancer Institute, 2019).

Klasifikasi Stadium

Stadium TNM

Karsinoma Tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan


bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif
(ditemukan sel ganas) .

T0 Tidak tampak lesi atau tumor primer.

Tis Carcinoma in situ.

T1 Ukuran terbesar tumor primer ≤3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang

sampai ke proksimal bronkus lobaris.


T2 Ukuran terbesar tumor primer >3 cm tetapi ≤7 cm, invasi intrabronkus
dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke
pleura visera
T3 Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada
termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura
mediastinum, pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa
keterlibatan karina. Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif di paru. Lebih dari satu nodul dalam satu lobus yang sama
dengan tumor primer.

T4 Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke


mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus
laring, esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus
pada sisi yang sama dengan tumor (ipsilateral).

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)

N0 Tidak ditemukan metastasis

N1 Metastasis di peribronkial ipsilateral dan/atau kelenjar getah bening hilus

ipsilateral dan nodul intrapulmo, termasuk keterlibatan secara langsung.

N2 Metastasis di mediastinum dan/atau subkranial kelenjar getah bening

ipsilateral.
N3 Metastasis di mediastinum kontralateral, hilus kontra lateral, ipsilateral
atau kontralateral sisi tidak sama panjang, atau kelenjar getah bening
supraklavikul

Metastasis (M)

M0 Tidak diketahui adanya metastasi jauh

M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (misal, otak)


2.1.3. Etiologi

Paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat karsinogenik merupak

an faktor risiko utama selain adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,

genetik dan lain-lain (Husen, 2016).

Merokok diduga menjadi penyebab utama kanker paru (Riskesdas, 20

13). Namun, tidak semua orang yang terkena kanker paru-paru adalah pe

rokok. Banyak orang dengan kanker paru adalah mantan perokok, tetapi

sebagian lain tidak pernah merokok sama sekali.

Kanker paru dapat disebabkan oleh polusi udara, paparan zat karsino

genik di tempat kerja seperti asebstos, kromium, hidrokarbon polisiklik

dan gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, air tanah dan ta

nah (Purba, 2015) serta perokok pasif. Perokok pasif adalah orang yang

menghirup asap rokok dari orang lain. Risiko kanker paru dapat terjadi p

ada anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun (Ernawati, 201

9).

2.1.4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari kanker paru terdiri dari batuk kronik,

hemoptisis (batuk darah), suara serak menandakan telah terjadinya

kelumpuhan saraf atau gangguan pada pta suara, cachexia (sindrom

wasting; penurunan berat badan, massa otot, dan komposisi lemak

terkait kanker), mengi, nyeri dada, dan jari tabuh (clubbing finger).

Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,

lemah/parese) sering terjadi jika terdapat penyebaran ke otak atau tulang

belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang

telah menyebar ke tulang. Gejala lainnya yaitu gejala paraneoplastik,

seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-

lain.

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker

paru dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor, dan

penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)


supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke

KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi

petanda penyebaran.

Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal pada

pemeriksaan fisik didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura

atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan

pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan

bendungan pada vena kava superior (SVKS).

Sindrom Horner sering terjadi pada tumor yang terletak di apeks

(Pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas, yang ditandai

dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan system

hemostatis (peningkatan kadar D-dimer), menjadi gejala telah terjadinya

bendungan vena dalam (DVT).

Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang

bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat

jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang (PKJS-UI,

2021).

2.1.5. Diagnosis Kanker Paru

1). Gambaran Klinik

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-


gejala klinis. Bila sudah menunjukkan gejala berarti pasien dalam
stadium lanjut. Menurut Amin (2011), gejala-gejala kanker paru dapat
bersifat:

a. Lokal (tumor tumbuh setempat)


 Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
 Hemoptisis
 Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
 Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
 Atelektasis
b. Invasi local
 Nyeri dada
 Dispnea karena efusi pleura
 Invasi ke perikardium
 Sindrom vena cava superior
 Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
 Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
 Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan
saraf simpatis servikalis.
c. Gejala Penyakit Metastasis
 Pada otak, tulang, hati, adrenal
 Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
d. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru, dengan
gejala:
 Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
 Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
 Hipertrofi osteoartropati

 Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer


 Neuromiopati
 Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
 Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
 Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
 Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang
terdeteksi secara radiologis
 Kelainan berupa nodul soliter

2). Pemeriksaan Radiologi


1. Foto Roentgen Dada Secara Posteroanterior (PA) dan Lateral,
Pemeriksaan sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Foto roentgen dada lebih banyak menemukan adenokarsinoma dan
karsinoma sel skuamosa.
2. CT Scan, pada torak lebih sensitif daripada pemeriksaan foto dada
biasa, karena dapat mendeteksi kelainan nodul dengan diameter
minimal 3 mm dan lesi di lokasi tumpang tindih mudah menentukan
karsinoma paru di antara jaringan sekitarnya.
3. MRI, hanya untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam
vertebra, medula spinal, dan mediastinum. Selain itu, mudah
dibedakan antara tumor padat dan pembuluh darah serta
menampilkan trakeobronkial.
3). Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi salah satu metode penting dalam mendiagnosa
kanker paru. Pemeriksaan ini dapat dilakukan terutama pasien
keluhan batuk. Kekurangan pemeriksaan ini bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan metode pengumpulan-
pengambilan sputum tidak memenuhi syarat. Pemeriksaan sitologi
lainnya untuk diagnostik kanker paru bisa menggunakan cairan
pleura, kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan dan
sikatan bronkus pada bronkoskopi.

4). Pemeriksaan Histopatologi


Pemeriksaan ini adalah gold standar diagnosis kanker paru
dengan melakukan biopsi untuk mendapatkan spesimennya dengan
melihat lesi di saluran trakeobronkial dengan optik, bilasan dan
sikatan untuk mendapatkan jaringan. Hasil positif bronkoskopi
dapat mencapai 95% untuk kanker dengan lesi regio sentral dan 70-
80% untuk lesi regio perifer.

5). Pemeriksaan Serologi


Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan
lainya tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih
digunakan evaluasi hasil pengobatan.

2.1.6. Patofisiologi

Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor

tumor. Onkogen merupakan gen yang membantu sel-sel tumbuh dan

membelah serta diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker

(Novitayanti, 2017).

Proto-onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang

spesifik. Sedangkan inaktivasi gen supresor tumor disebabkan oleh rusaknya

kromosom sehingga dapat menghilangkan keberagaman heterezigot.

Zat karsinogen merupakan zat yang merusak jaringan tubuh yang apabila

mengenai sel neuroendrokin menyebabkan pembentukan small cell lung

cancer dan apabila mengenai sel epitel menyebabkan pembentukan non small

cell lung cancer.


2.1.7. Faktor Resiko Kanker Paru

1) Usia

Usia merupakan faktor risiko terjadinya kanker dan semakin

meningkat insidennya seiring bertambahnya usia akibat pajanan dan

akumulasi zat karsinogenik, penurunan imunitas, kemampuan

perbaikan sel menurun, dan hilangnya regulasi sel yang

memfasilitasi terjadinya karsinogenesis.

Insiden puncak kanker paru terjadi pada usia antara 45-65

tahun. Hasil penelitian di RSUP Persahabatan Jakarta tahun 2011

menunjukkan 97% penderita karsinoma paru berusia 40 tahun ke

atas. (Nuraini, 2011)

2) Jenis Kelamin

Sebagian besar kanker paru mengenai laki-laki (65%) dengan

risiko 1:13 dan pada perempuan 1:20. Perbandingan laki-laki dan

perempuan 4:1. Pada suatu penelitian di RSUP H. Adam Malik

Medan berdasarkan jenis kelamin, kasus kanker paru ditemukan

lebih banyak terjadi pada laki-laki (73,3%) daripada perempuan

(26,7%) (Nuraini, 2011).

Kanker paru menempati urutan ketiga tertinggi dalam jumlah

kasus baru pada populasi pria dan wanita semua usia, dan urutan

pertama tertinggi dalam jumlah kasus baru pada populasi pria semua

usia di Indonesia pada tahun 2020 (WHO, 2020).

Selain angka kejadiannya yang tinggi, kanker paru merupakan

penyebab kematian karena kanker yang paling tinggi di Indonesia

yaitu sekitar 13,2% dari total kematian kanker (WHO, 2020).

3) Kebiasaan Merokok

Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang diisap


perhari dan tingginya insiden kanker paru. Belakangan dari laporan

angka kejadian mengatakan perokok pasif juga berisiko terkena

kanker paru.

4) Pekerjaan

Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik tampaknya

merupakan penyakit akibat kerja. Tentunya setiap pekerjaan

mempunyai peningkatan risiko seperti mereka yang bekerja dengan

uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida untuk pertanian), besi,

dan oksidasi besi.

2.1.8. Penatalaksanaan

Tujuan dari tatalaksana kanker secara umum adalah :

1) Kuratif (sembuh atau bebas penyakit)

2) Paliatif (mengurangi/menghilangkan keluhan atau komplikasi dan

meningkatkan kesintasan).

3) Manajemen hospice (menghentikan pemberian terapi yang bertujuan

untuk mencapai atau meningkatkan kesintasan, dan hanya

memberikan terapi untuk mengurangi gejala atau keluhan dan efek

samping. Umumnya diberikan kepada pasien yang diperkirakan

memiliki kesintasan <6 bulan).

Modalitas utama yang digunakan dalam tatalaksana kanker

paru adalah pembedahan, radiasi, dan terapi sistemik (kemoterapi

sitotoksik, terapi target, dan imunoterapi). Pemberian terapi suportif,

seperti tatalaksana gangguan elektrolitdan metabolic, penanganan

sepsis, penanganan mual muntah, dan manajemen nyeri diperlukan

untuk mengatasi beberapa efek samping dari modalitas utama,

terutama yang sering terjadi pada pemberian kemoterapi sitotoksik

(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).


1. Pembedahan

Terapi bedah adalah pilihan pertama untuk sebagian besar

Non Small Cell Lung Carcinoma, terutama pada stadium I-II dan

IIIA yang masih dapat direseksi dengan kemoterapi neoadjuvant.

Jenis Pembedahan yang dilakukan adalah lobektomi,

segmentektomi, dan reseksi sublobaris. Prosedur lobektomi tetap

jadi standar dan segmentektomi dan reseksi sublobaris menjadi

pilihan pada situasi tertentu seperti komorbiditas kardiovaskular

atau kapasitas paru yang rendah. Angka ketahanan hidup penderita

yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, stadium II 26-37 %,

dan IIa 17-36,3%. Pada stadium IIIa, masih terdapat kontroversi

mengenai keberhasilan operasi bila terdapat metastasis. Penderita

stadium IIb dan IV tidak dioperasi saja melainkan diterapi dengan

kombinasi modalitas, yaitu gabungan radiasi dan kemoterapi

dengan operasi (dua atau tiga modalitas). Terapi kombinasi

dilaporkan dapat memperpanjang ketahanan hidup dari beberapa

studi (NSS, 2012).

2. Radioterapi

Digunakan untuk pengobatan tumor yang tumbuh terbatas

pada paru yang dilakukan pada NSCLC stadium awal atau tidak

dapat dilakukan pembedahan. Perencanaan radioterapi

menggunakan Computed Tomografi (CT) dengan teknik Three

Dimensional Conformal Radiation (3D-CRT). Ada juga

menggunakan diberi secara internal dengan meletakkan senyawa

radioaktif dalam jarum dengan kateter sebagai pengobatan

kombinasi (NSS, 2012).

3. Kemoterapi

Terapi paling umum yang diberi Non Small Cell Lung

Carcinoma pada stadium awal atau kanker stadium lanjut yang

bermetastasis. Berfungsi untuk memperkecil sel kanker, memperlambat


pertumbuhan, dan mencegah penyebaran sel. Kadang diberi sebagai

kombinasi pengobatan dengan menggunakan obat-obatan (NSS, 2012).

2.2. Konsep Perilaku Merokok

2.2.1. Pengertian Merokok

Merokok adalah kegiatan membakar gulungan tembakau kemudian

menghirupnya melalui rokok atau melalui pipa sehingga menimbulkan

asap yang dapat dihirup orang-orang yang ada di sekitarnya (Tomson,

2016).

Perokok aktif adalah orang yang mengkonsumsi rokok secara rutin,

walaupun itu hanya satu batang dalam sehari atau orang yang menghisap

rokok walau tidak rutin sekalipun atau hanya sekedar coba-coba dan cara

menghisap rokok Cuma sekedar menghembuskan asap walau tidak di

hisap masuk ke dalam paru-paru (Kemenkes RI, 2012). Perokok pasif

adalah orang yang bukan perokok tapi menghirup asap rokok orang lain

yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang sedang

merokok (Kemenkes RI, 2011).

Terdapat 3 tipe perokok (WHO, 2013)

a) Perokok ringan

Perokok ini merokok 1-10 batang/hari.

b) Perokok sedang

Perokok ini merokok 11-20 batang/hari.

c) Perokok berat

Perokok ini merokok lebih dari 20 batang/hari.

2.2.2. Jenis Rokok


Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan atas

bahan pembungkus,bahan baku,proses pembuatan rokok dan

penggunaan filter (Wikipedia, 2015).

1. Rokok berdasarkan pembungkus:

a) Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya daun jagung.

b) Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

c) Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas .

d) Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

tembakau.

2. Rokok berdasarkan bahan baku:

a) Rokok putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun

tembakau yang di beri saus untuk mendapatkan efek rasa dan

aroma tertentu.

b) Rokok mild : rokok yang bahan baku utamanya adalah tembakau

dan cengkehyang di beri saus serta di olah hingga terasa halus saat

di hisap.

c) Rokok kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa dau

tembakau,cengkeh yang di beri saus untuk mendapatkan efek rasa

dan aroma tertentu.

d) Rokok klembak : rokok yang bahan bakunya atau isinya berupa

daun tembakau,cengkeh dan kemenyan yang di beri saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

3. Rokok berdasarkan pembuatnya :

a) Sigaret Kretek Tangan (SKT) : rokok yang proses pembuatannya

dengan cara di giling atau di linting dengan menggunakan tangan dan


atau alat bantu sederhana.

b) Sigaret Kretek Mesin (SKM) :rokok yang proses pembuatannya

menggunakan mesin.

4. Rokok berdasarkan penggunaan filter :

a) Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat

gabus/busa.

b) Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya

tidak terapat gabus/busa.

Menurut Aditama (2012), didalam rokok mengandung beberapa

zat berbahaya bagi tubuh yaitu bahan radioaktif, acetone, ammonia,

racun serangga, arsenic, hydrogen siyamic, dan yang paling

berbahaya adalah Tar, nikotin dan karbon monoksida.

Menurut Gunawan (2011), kadar nikotin yang terdapat dalam

rokok sangat membahayakn tubuh, nikotin menyebabkan pengapuran

pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah

tinggi. Perokok aktif adalah sebutan bagi orang yang merokok.

2.2.3. Tahap-tahap Perilaku Merokok

Menurut Leventhal dan Cleary (2011) dalam Rochadi K. (2013)

ada beberapa tahapan dalam perkembangan perilaku merokok, yaitu

a) Tahap Preparatory (tahap persiapan).

Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan

mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari

hasil bacaan, sehingga menimbulkan niat untuk merokok.

b) Tahap Initiation (tahap inisiasi).

Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang akan

meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.


c) Tahap Becoming A Smoker (menjadi seorang perokok).

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat

batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi

perokok.

d) Tahap Maintaining Of Smoking (tetap menjadi perokok).

Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari

cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk

memperoleh efek yang menyenangkan.

2.2.4. Aspek-aspek Perilaku Merokok

Aspek- aspek perilaku merokok yaitu :

1. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Ericson (Komlasari dan Helmi, 2011) mengatakan bahwa

merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri remaja.

Sivans & Tomkins (Mu’tadin, 2011) fungsi merokok

ditunjukan dengan perasaan yang dialami si perokok seperti

perasaan yang positif maupun perasaan yang negatif.

2. Intensitas merokok

 Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang

rokok dalam sehari.

 Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam

sehari.

 Perokok yang ringan yang menghisap 1-4 batang rokok

sehari.

3. Tempat merokok

Menurut Hasanida (2012) remaja yang merokok dipengaruhi

oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika

sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah

dimarahi orang tua, dan lain-lain.

 Merokok Ditempat-tempat umum/ruang public


 Merokok ditempat-tempat yang bersifat pribadi

- Kantor atau kamar tidur pribadi. Perokok memilih

tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok

digolongkan kepada individu yang kurang menjaga

kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

- Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang

yang suka berfantasi.

- Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara

bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya

mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka

menempatkan diri di smokig area.

- Kelompok yang heterogen (merokok ditengah- tengah

orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo,

orang sakit dan lain-lain).

2.2.5. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan pengaruh kebiasaan

merokok

a. Pengaruh orang tua

Anak muda yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia,

dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya

dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih muda untuk

menjadi perokok. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada

mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent).

Kecenderungan seseorang sebagai perokok lebih terlihat pada

remaja putri bila ibunya merokok dari pada ayahnya.

b. Pengaruh teman

Berbagai fakta maka sebagian besar kemungkinan teman-

temannya menjadi perokok juga. Hal ini dapat dilihat dari dua

kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tersebut

terpengaruh oleh teman-temannya sedangkan yang kedua,

teman-temannya yang dipengaruhi oleh remaja tersebut


sehingga semuanya menjadi perokok.

a. Faktor kepribadian

Seseorang mencoba merokok karena ingi tahu atau melepaskan

diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari

kebosanan.

b. Pengaruh iklan

Melihat iklan dimedia masa dan elektronik yang menampilkan

bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamor

membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku

seperti iklan tersebut. Menurut Hasanida (2011) perilaku

merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu.

Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari

dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan.

2.3. Kerangka Teori

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Perilaku merokok Kejadian kanker paru
4. Pekerjaan
BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL & HIPOTESIS

3.1. Kerangka konsep

Berdasarkan teori yang dikemukakan dalam tinjauan pustaka telah diperoleh

gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kanker paru. Yang

menjadi variabel dependen: Kejadian kanker paru, sedangkan variabel

independen: usia, jenis kelamin, dan perilaku merokok. Untuk lebih jelasnya

uraian mengenai kerangka konsep dapat dilihat dalam diagram kerangka konsep

di bawah ini.

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pekerjaan Kejadian kanker paru
4. Perilaku merokok

3.2 Definisi Operasional Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Kategori Skala


Operasional Ukur Ukur

1. Kejadian Kanker paru Rekam Observasi 1. stadium 1b Nominal


kanker medis
paru adalah Rekam samapai
keganasan medis: stadium 2b

yang berasal Diagnosa 2. stadium 0


medis
sampai
dari luar paru dokter
stadium 1a
(metastasis
tumor paru)
maupun yang
berasal dari
paru sendiri,
dimana
kelainan dapat
disebabkan
oleh kumpulan
perubahan
genetika pada
sel epitel
saluran nafas.
Variabel Independen

2. Usia Merupakan Rekam Observasi 1. ≥40 tahun Ordinal


umur pasien medis
Rekam
kanker paru
yang di rawat Medis. 2. < 40
inap.
tahun
Menggunaka n
cut off point
data.

3. Jenis Merupakan Rekam Observasi 1. Laki-laki Nominal


Kelamin jenis kelamin medis Rekam 2. Perempu
responden. medis. an

4. Pekerjaa Merupakan Rekam Observasi 1. beresiko nominal


n jenis pekerjaan Medis rekam
pasien kanker medis 2. tidak
paru. beresiko

5. Perilaku Merupakan Rekam Observasi 1.merokok Nominal


merokok perilaku medis rekam
responden medis 2. tidak
kanker paru
yang merokok
merokok.
3.3 Hipotesis

1. Ada pengaruh antara usia dengan kejadian penyakit kanker paru

di RS Noni Jakarta Tahun 2021.

2. Ada pengaruh antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit kanker di RS

Noni Jakarta Tahun 2021.

3. Ada pengaruh antara perilaku merokok dengan kejadian kanker paru di RS

Noni Jakarta Tahun 2021.

4. Ada pengaruh antara pekerjaan dengan kejadian kanker paru di RS Noni

Jakarta tahun 2021.


BAB IV

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif survei analitik dengan

pendekatan crossectional, yang artinya pengambilan sampel tentang factor

resiko dan akibat diteliti dalam waktu yang bersaman (simultan). Variable

dependen dalam penelitian ini adalah kejadian kanker paru, sedangkan

variable independen terdiri dari : usia, jenis kelamin, pekerjaan, perilaku

merokok.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

pasien kanker paru 2021. Jenis uji statistic yang digunakan untuk menguji

pengaruh antara variable independen dengan variable dependen adalah uji

chi square.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RS Noni Jakarta yang beralamat di

Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pengambilan data dilakukan selama lima hari, yaitu pada tanggal 15-

20 desember 2021. Data yang diambil adalah semua pasien kanker tahun

2021.

4.3. Populasi dan Sampel

4.7.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa

menderita kanker paru yang tercatat di rekam medis Rumah Sakit

Noni Jakarta pada tahun 2021 sebanyak 100 orang.

4.7.2. Sampel
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan dalam

pengambilan sampel sebagai berikut:

4.3.2.1. Kriteria inklusi :

Semua pasien rawat inap dengan diagnosa medis kanker

paru di Rumah Sakit Noni Medika tahun 2021 yang

mempunyai rekam medis lengkap.

4.3.2.2. Kriteria eksklusi :

Semua pasien rawat inap dengan diagnose medis kanker

paru di Rumah Sakit Noni Jakarta tahun 2021 yang

mempunyai rekam medis tidak lengkap.

4.3.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dipilih menggunakan

pendekatan total sampling, yang artinya seluruh populasi

dijadikan sebagai sampel. Dengan demikian, maka total

sample dalam penelitian ini adalal 100 responden.

4.3.2.4. Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel menggunakan metode sampling

jenuh, yaitu semua anggota responden dijadikan sebagai

sampel.

4.4. Etika Penelitian

1. Mengajukan judul dan permohonan untuk membuat penelitian.

2. Meminta surat ijin penelitian dari STIKES Abdi Nusantara Jakarta.

3. Surat izin penelitian diberikan kepada pihak yang terkait, dalam hal ini

diajukan kepada Direktur RS Noni Jakarta.

4. Menjelasksn maksud dan tujuan penulis serta menunggu perizinan

disetujui , serta mampu menjaga kerahasiaan data yang diperoleh.

5. Meminta izin pada pihak yang bersangkutan untuk meminta data

sekunder dari RS Noni Jakarta.


6. Setelah perizinan disetujui secara tertulis lalu mulai melakukan

penelitian sesuai dengan langkah-langkah penelitian.

4.5. Alat Pengambilan Data

4.7.1. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam skripsi

penelitian ini adalah menggunakan formular checklist.

4.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

diperoleh dari data yang diterima dari bagian rekam medis. Peneliti

akan melakukan pemerikasaan data setiap pasien yang berkaitan

dengan variable yang diteliti dari laporan rekam medis. Peneliti

menggunakan lembar formulir chek list untuk mendata data setiap

pasien yang ada pada lembar rekam medis. Jenis data yang akan

diambil oleh peneliti adalah tentang kejadian kanker paru, data

pasien tentang factor usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan

perilaku merokok.

4.6. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan aplikasi perangkat lunak berupa

program SPSS versi 23.0. Adapun tahap-tahap pengolahan data sebagai

berikut:

1. Editing

Dengan cara memasukan data hasil formulir check list dalam SPSS di

kolom variable dan data view. Selanjutnya setiap variable baik dependen

dan independen diedit berdasarkan hasil pengolahan data.

2. Coding

Data yang telah diedit kemudian diberikan kode (koding) berdasarkan

penetuan di definisi operasional.

3. Processing
Selanjutnya adalah proses analisis, yaitu dilakukan dengan cara

memasukan data atau entry data hasil coding ke data view untuk

diproses berdasarkan kebutuhan peneliti.

4. Cleaning

Cleaning atau pengecekan dilakukan dengan mengeluarkan distribusi

frekuensi tiap-tiap variable untuk kemudian dinilai kesesuaian antara

jumlah total frekuensi dengan jumlah total responden. Contohnya apakah

ada variable yang mengalami missing atau tidak berdasarkan jumlah

maupun pengkodean, bila missing maka perlu direvisi.

4.7. Analisa Data

4.7.1. Analisis Univariat

Proses Analisa data menggunakan pendekatan uji frekuensi yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh usia, jenis kelamin,

pekerjaan, dan perilaku merokok dengan kejadian kanker paru.

Data yang dianalisis adalah semua variable yang disebutkan

dalam kerangka konsep, yaitu : kejadian kanker paru dan data

pasien tentang usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan perilaku

merokok. Tahapan analisis data terdiri dari 2 cara, yaitu analisi

univariat dan bivariat. Univariat dilakukan untuk mengetahui

frekuensi kejadian kanker paru dan variable lainnya, sedangkan

analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui distribusi, frekuensi

determinan kejadian kanker paru menurut variable usia, jenis

kelamin, pekerjaan, dan perilaku merokok.

4.7.2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan guna menganalisis dua variable yang

diduga mempunyai hubungan atau berkolerasi. Adapun uji

statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan alasan

karena variable independen dan dependen jenis datanya

kategorik. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan


program pengolahan data pada perangkat komputer (SPSS versi

23.0)

Mengkorelasi data dari variable bebas dan variable terikat yang

berbentuk skala data nominal dengan ordinal dengan

menggunakan uji statistic chi square (Notoatmodjo, 2014).

Hasil penelitian uji statistic dimaksudkan untuk mengetahui

apakah uji Ho ditolak atau Ho diterima. Dengan ketentuan, bila P

value ≤ α (0,05) maka diterima, artinya ada perbedaan yang

bermakna, bila P value > α (0,05) maka, Ho diterima, artinya

tidak ada perbedaan yang bermakna.

Odds Rasio (OR) untuk mendapatkan nilai rasio yaitu proporsi

antara orang sakit dengan factor resiko dan orang tidak sakit

dengan factor resiko.

OR = 1, Estimasi bahwa tidak ada hubungan antara factor resiko

dengan kanker paru.

OR > 1, Estimasi bahwa ada hubungan positif antara factor

resiko dengan kanker paru.

OR < 1 , Estimasi bahwa ada hubungan negative antara factor

resiko dengan kanker paru.


DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2017). KANKER PARU.

Kementerian Kesehetan Republik Indonesia.

2. The Global Cancer Observatory. (2021). Indonesia .

3. Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI). (2021).

KANKER PARU, KANKER PALING MEMATIKAN DI INDONESIA: APA

SAJA YANG TELAH KITA ATASI DAN APA SAJA YANG BISA KITA

LAKUKAN (1st ed., Vol. 1). PKJS-SKSG Universitas Indonesia.

4. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2019). Beban

Kanker Di Indonesia (1st ed., Vol. 1). Kementerian Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai