Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL SKRIPSI

“FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI

PADA PASIEN LANSIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

BEKASI TAHUN 2021”

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Ana Nurhayati Nim: 210115048

2. Asep Suhendro Nim: 210115053

3. Ayu Meli Nim: 210115055

4. Eka Januardiningrum Nim: 210115062

5. Fitriyah Nim: 210115071

6. Julmitrawan Ginting Nim: 210115077

7. Leni Setyowati Nim: 210115079

8. Neneng Yusnita Nim: 210115086

9. Nining Suningsih Nim: 210115089

10. Riskynta Sembiring Nim: 210115094

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSANTARA


TAHUN 2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi.

Kondisi ini dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan yang

membahayakan nyawa sekaligus meningkatkan risiko terjadinya penyakit

jantung, stroke, bahkan kematian. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan

risiko Hipertensi yaitu: Berusia di atas 65 tahun, konsumsi makanan tinggi

garam berlebihan, kelebihan berat badan atau obesitas, adanya riwayat keluarga

dengan kondisi medis yang sama, kurang asupan buah dan sayuran, jarang

berolahraga, mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang

mengandung kafein, mengoknsumsi minuman beralkohol (Fadli, 2021).

Lansia atau menua merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di

mulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan

(Suntara et al., 2021). Masalah kesehatan khususnya penyakit degeneratif pada

lansia yang sering terjadi meliputi, Hipertensi 63,5 %, DM 57 %, masalah gigi

53,6 %, penyakit jantung 4,5 %, stroke 4,4 %, masalah mulut 17 %, gagal ginjal

0,8 %, kanker 0,4 % (Riset Kesehatan Dasar, 2018).


Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan

sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang Hipertensi. artinya 1 dari 3 orang

di dunia terdiagnosis Hipertensi. Jumlah penyandang Hipertensi terus meningkat

setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang

terkena Hipertensi., dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal

akibat Hipertensi. dan komplikasinya. Hipertensi terjadi pada kelompok umur

31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%)

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).

Prevalensi Hipertensi di Indonesia pada usia >18 tahun mencapai

34,11%. Jawa Barat merupakan provinsi yang menempati posisi pertama sebesar

39,60% angka ini lebih besar dibandingkan dengan prevalensi di Provinsi Jawa

Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2018).

Hipertensi identik dengan peningkatan tekanan darah melebihi batas

normal yang berdampak pada timbulnya Hipertensi (Sutanto, 2010). Faktor-

faktor yang mempengaruhi terjadinya Hipertensi dibagi dalam dua kelompok

besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis kelamin,

umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah

raga dan lain-lain. Untuk terjadinya Hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut

secara bersama - sama (common underlying risk factor), dengan kata lain satu

faktor risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya Hipertensi (Depkes RI,

2003).
Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus ke sajian

siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi

rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor

berkembangnya penyakit degeneratif seperti Hipertensi (Arif & Hartinah, 2013).

Semakin meningkatnya usia maka lebih beresiko terhadap peningkatan

tekanan darah terutama tekanan darah sistolik sedangkan diastolik meningkat

hanya sampai usia 55 tahun. Laki-laki atau perempuan sama-sama memiliki

kemungkinan beresiko Hipertensi. Namun, laki-laki lebih beresiko mengalami

Hipertensi dibandingkan perempuan saat usia <45 tahun tetapi saat usia > 65

tahun perempuan lebih beresiko mengalami Hipertensi. Seseorang yang kedua

orang tua memiliki riwayat penyakit Hipertensi anaknya akan beresiko terkena

Hipertensi, terutama pada Hipertensi primer (essensial) yang terjadi karena

pengaruh genetika. Gaya hidup merupakan faktor penting yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi penyebab

terjadinya Hipertensi misalnya aktivitas fisik dan stres. Pola makan yang salah

merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan penyakit Hipertensi.

Faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya

Hipertensi. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak dalam tubuh

meningkat terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan berat badan

sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan yang lebih besar.

Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler menyebabkan

volume darah yang berdampak pada timbulnya Hipertensi (Mahmudah et al.,

2017).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan data rekam medis

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi penyakit Hipertensi pada lansia

pada tahun 2018 sebanyak 800 pasien, tahun 2019 sebanyak 1000 pasien, dan

2020 sebanyak 1800 pasien. Dan dari 10 penyakit terbesar yang ada di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi menempati urutan Pertama,Oleh karena

itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Faktor – faktor

yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada pasien lansia di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Bekasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah kami tetapkan dengan

semakin meningkatnya kejadian Hipertensi pada Lansia di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Bekasi selama 3 tahun berturut – turut (2018 - 9.33%, 2019 –

8.68%, dan 2020 – 21.54%).Maka perlu adanya kajian ilmiah mengenai faktor

faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Apakah kebiasaan asupan garam, konsumsi makanan berlemak, kebiasaan

merokok, kebiasaan olahraga pada lansia mempengaruhi kejadian Hipertnsi di

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi.


1.3.1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang

mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia di rumah sakit umum daerah

kabupaten Bekasi tahun 2021.

1.4.1 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Untuk mengetahui kebiasaan asupan garam dapat mempengaruhi kejadian

hipertensi pada lansia penderita Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Bekasi.

1.4.2.2 Untuk mengetahui kebiasaan konsumsi makanan berlemak dapat mempengaruhi

kejadian hipertensi pada lansia penderita Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Bekasi.

1.4.2.3 Untuk mengetahui kebiasaan merokok dapat mempengaruhi kejadian hipertensi

pada lansia penderita Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi.

1.4.2.4 Untuk mengetahui kebiasaan olahraga dapat mempengaruhi kejadian hipertensi

pada lansia penderita Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Aplikatif

Diharapkan hasil penelitian ini apat memberikan kontribusi atau

masukan bagi perawat dan rumah sakit terkait faktor – faktor yang

mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia Di Rumah Sakit Umum Daerah


Kabupaten Bekasi.

1.5.1 Manfaat Teoritis

1.5.1.1 Diharapkan hasil penelitian menjadi referensi / informasi bagi ilmu keperawatan

mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia.

1.5.1.2 Bagi institusi pendidikan penelitian dapat dijadikan bahan tambahandalam

pengajaran serta menambah literatur untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan

faktor– faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia.

1.5.3 Manfaat Metodologi

Dapat dijadikan bahan tambahan dalam pengajaran serta menambah literatur untuk

penelitian selanjutnya berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

Hipertensi pada Lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Dengan meningkatnya kejadian Hipertensi pada Lansia di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Bekasi dalam 3 tahun terakhir ini, maka peneliti ingin

mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Hipertensi pada

lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2021. Pengambilan

data dimulai januari – desember 2021 pada pasien yang di rawat inap. Jenis data

yang digunakan berupa data sekunder dari rekam medis Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Bekasi. Yang menjadi variable dependend dalam penelitian ini

adalah Hipertensi Pada Lansia dan Variable Independennya adalah kebiasaan

asupan garam, konsumsi makanan berlemak, kebiasaan merokok, kebiasaan


olahraga. Analisa data secara univarat dan bivariat dengan menggunakan uji chi

square dan bantuan program SPSS. Desain studi yang digunakan adalah

observasional dengan menggunakan survey analitik kuantitatif dan menggunakan

rancangan cross sectional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140

mmHg atau tekanan diastolic setidaknya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya

beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit

lainnya seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi

tekanan darah, makin besar resikonya (Sylvia A.price, 2006 yang dikutip oleh

Amin & Hardhi, 2015 : hal. 102).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan

darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau

lebih (Barbara Hearrison yang dikutip oleh M. Asikin et al. 2016 : hal. 102).

Hipertensi didefinisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik

(TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada

level 90 mmHg atau lebih. (Black & Hawks, 2014 : hal. 901).

Menurut Sheps, S.G (2005) yang dikutip oleh Masriadi (2016)

mengatakan bahwa hipertensi adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan

tekanan darah sistolik maupun diastolik yang naik diatas tekanan darah normal.

Jadi, hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan

merupakan penyakit yang tidak menular yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah sistolik yaitu 140 mmHg atau lebih dan meningkatnya tekanan
darah diastolik yaitu 90 mmHg atau lebih.

2.2 Lansia

Lansia adalah seseorang yang berusia ≥ 60 tahun dan merupakan tahap

lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah

keadaan yang ditandai oleh kegagalan seorang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis ( Effendi, 2009).

Perubahan fisiologis pada lansia umumnya adalah kulit kering, penipisan

rambur, penurunan pendengaran, penurunan curah jantung dan sebagainya

( Potter Perry, 2009 )

2.2.1 Etiologi

Menurut Asikin et al. (2016 : hal. 75) dan Black & Hawks (2014: hal. 904)

sejumlah etiologi yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu :

1. Usia

Pengidap hipertensi yang berusia lebih dari 35 tahun meningkat insidensi

penyakit arteri dan kematian prematur.

2. Jenis Kelamin

Insidensi terjadinya hipertensi pada pria umumnya lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita. Namun, kejadian hipertensi pada wanita mulai

meningkat pada usia paruh baya, sehingga pada usia di atas 65 tahun insiden

pada wanita lebih tinggi.

3. Ras
Hipertensi pada orang yang berkulit hitam lebih sedikit dua kalinya

dibandingkan dengan orang yang berkulot putih. Alasan peningkatan prevalensi

hipertensi di antara orang berkulit hitam tidak jelas, akan tetapi peningkatannya

dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah, sensivitas yang lebih besar

terhadap vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan.

4. Pola Hidup

Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan atau

pekerjaan yang penuh stres berhubungan dengan kejadian hipertensi yang lebih

tinggi. Obesitas juga dipandang faktor utama. Merokok dipandang sebagai

faktor resiko tinggi bagi pengidap hipertensi dan penyakit arteri koroner.

5. Nutrisi

Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan

hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi

akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam mungkin menjadi penyebab

pencetus hipertensi pada individu. Diet tinggi garam mungkin menyebabkan

pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak

langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi

mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP). Penelitian juga

menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalaium, kalium, dan magnesium dapat

berkontribusi dalam pengenbangan hipertensi.


2.2.2 Manifestasi Klinis

Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang

dicatat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekanan darah akan

naik, dan jika keadaan ini tidak “terdeteksi” selama pemeriksaan rutin, klien

akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya naik. Jika keadaan ini dibiarkan

tidak terdiagnosis, tekanan darah akan terus naik, manifestasi klinis akan

menjadi jelas, dan klien pada akhirnya akan datang ke rumah sakit dan

mengeluh sakit kepala terus-menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak,

pandangan kabur atau penglihatan ganda, atau mimisan (Black & Hawks, 2016 :

hal. 906).

3 Patofisiologi

Menurut Priscilla et al. (2016 : hal. 1268) Berdasarkan penyebabnya

hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu hipertensi primer dan hipertensi

sekunder.

3.2.1.1 Hipertensi Primer (Esensial)

Hipertensi primer diduga berkembang akibat interaksi kompleks di

antara faktor yang mengatur curah jantung dan resistensi vaskular sistemik,

interaksi ini dapat mencakup yang berikut :

a. Sistem saraf simpatis yang berlebihan pada reseptor α-adrenergik dan β-

adrenergik, menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan curah jantung.

b. Perubahan fungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan

reponsivitasnya terhadap faktor seperti asupan natrium dan keseluruhan

volume cairan. Sistem reninangiotensin-aldosteron memengaruhi tegangan


vasomotor dan ekskresi air dan garam. Kadar angiotensin II yang tinggi

dalam jangka panjang menyebabkan remodeling arteriolar, yang secara

permanen meningkatkan SVR. Pada sekitar 20% orang penderita hipertensi

primer, kadar renin di bawah normal. Peningkatan asupan natrium

meningkatkan tekanan darah pada pasien ini. Kadar renin plasma rendah lebih

sering dijumpai pada orang Afro Amerika dari pada orang kulit putih. Lima

belas pasien hipertensi lainnya mempunyai kadar renin plasma lebih tinggi

dari normal.

Untuk pasien ini, asupan garam tidak berdampak banyak pada tekanan darah

(Huether & Mc Cance, 2008 yang dikutip oleh Priscilla et al. 2016 : hal.

1268).

c. Mediator kimiawi lain tegangan vasomotor dan volume darah seperti

(faktor) peptida natriuretik juga berperan dengan memengaruhi tegangan

vasomotor dan ekskresi natrium dan air. Endotelium vaskular itu sendiri

menghasilkan hormaon (endotelin) yang juga memengaruhi tegangan

vasomotor. Endotelin-I adalah suatu vasokonstriktor (Huether & McCance

2008 yang dikutip oleh Priscilla et al. 2016 : hal. 1268).

d. Interaksi antara resistensi insulin, hiperinsulinemia dan fungsi endotel

dapat menjadi penyebab primer hipertensi. Insulin yang berlebihan

mempunyai beberapa efek yang berpotensi menyebabkan hipertensi: (1)

retensi natrium oleh ginjal, (2) peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, (3)

hipertrofi otot polos vaskular, dan (4) perubahan transpor ion melintasi
membran sel (Huether & Mc Cance, 2008 yang dikutip oleh Priscilla et al.

2016).

e. Hasilnya dalah peningkatan menetap volume darah dan resistensi perifer.

Sistem kardiovaskular beradaptasi dengan peningkatan volume darah dengan

meningkatkan curah jantung. Mekanisme otot regulasi dalam arteri sistemik

bereaksi terhadap peningkatan volume, menimbulkan vasokontriksi.

Peningkatan resistensi vaskular sistemik menyebabkan hipertensi (Huether &

Mc Cance, 2008 yang dikutip oleh Priscilla et al. 2016).

f. Tampaknya mustahil bahwa satu penyebab tunggal dan proses patologik

akan dijumpai menjadi penyebab hipertensi esensial. Bukti makin banyak

menunjukkan hipertensi sebagai kumpulan mekanisme patofisiologi yang

berbeda-beda yang menimbulkan manifestasi umum berupa kenaikan tekanan

darah (Huether & Mc Cance, 2008 yang dikutip oleh Priscilla et al. 2016).

3.2.1.2 Hipertensi Sekunder

Menurut Priscilla et al. (2016: hal. 1282) Penyebab tertentu tekanan

darah tinggi pada hipertensi sekunder :

a. Penyakit ginjal. Setiap penyakit yang memengaruhi aliran darah ginjal

(mis., stenosis arteri renalis) atau fungsi ginjal (mis., glomerulonefritis, gagal

ginjal) dapat menyebabkan hipertensi. Gangguan persediaan darah

menstimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, menyebabkan

vasokontriksi dan retensi natrium dan air. Perubahan fungsi ginjal

memengaruhi eliminasi air dan elektrolit, menyebabkan hipertensi.


b. Koarktasi aorta. Koarktasi aorta adalah penyempitan aorta, biasanya

tepat di distal arteri subklavia. Penurunan aliran darah ginjal dan perifer

menstimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan respons vasokntriksi

lokal, menaikkan tekanan darah. Perbedaannya antara tekanan di ekstremitas

atas dan bawah umum terjadi, dengan nadi lemah dan pengisian kapiler buruk

di ekstremitas bawah.

c. Gangguan endokrin. Gangguan kelenjar adrenal seperti sindrom Cushing

dan aldosteronisme primer dapat menyebabkan hipertensi. Tumor jarang pada

medula adrenal, feokromositoma, menyebabkan hipertensi persisten atau

intermiten. Gangguan endokrin lain seperti hipertiroidisme dan gangguan

hipofisis juga dapat menyebabkan hipertensi.

d. Gangguan neurologis. Peningkatan intrakarnial menyebabkan kenaikan

darah saat tubuh berupaya untuk mempertahankan aliran darah serebral.

Gangguan yang mempengaruhi pengaturan sistem saraf otonom (seperti

cidera medula spinalis tinggi) dapat menimbulkan sistem saraf simpatis

mendominasi, meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah.

e. Pemakaian obat. Pemakaian kontrasepsi estrogen dan oral dapat

menyebabkan hipertensi. Kemungkinan dengan meningkatkan retensi natrium

dan air dan memengaruhi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Obat-obatan

stimulan, seperti kokain dan metamfetamin, meningkatkan resistensi vaskular

dan curah jantung, menigkatkan hipertensi.

4 Klasifikasi
Tekanan darah normal apabila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan

tekanan darah diastolik <80 mmHg. Hipertensi ringan atau pra hipertensi apabila

tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-90 mmHg.

Hipertensi sedang atau hipertensi derajat 1 apabila tekanan darah sistolik 140-

159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg. Sedangkan hippertensi

berat atau hipertensi derajat 2 apabila tekanan darah sistolik lebih >160 mmHg

dan tekanan darah diastolik >100 mmHg (Iskandar, 2004 yang dikutip oleh

Masriadi, 2016 : hal. 362).

5 Komplikasi

Menurut yahya (2005) yang dikutip oleh Wijaya & Putri (2013: hal. 58) bila

hipertensi tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai

darah dari arteri tersebut, komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ – organ

sebagai berikut:

1. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan

meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang

disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa

sehingga banyak cairan tertahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat

menyebabkan sesak nafas atau odema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

2. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak

diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3. Ginjal

Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat

menyebabkan kerusakan sistem penyaringan didalam ginjal akibatnya lambat

laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang

masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan didalam tubuh.

4. Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati

hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

6 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges, Moorhouse & Geissel (2012 : hal. 42) macam-macam

pemeriksaan diagnostik untuk hipertensi.

1. Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari

sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-

faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

2. BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal.

3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes millitus adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).

4. Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron

utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.


5. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan

hipertensi.

6. Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan

pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular).

7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan

hipertensi.

8. Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme primer

(penyebab).

9. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau

adanya diabetes.

10. VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindikasikan

adanya feokromositoma (penyebab), VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk

pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.

11. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko

terjadinya hipertensi.

12. Steroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,

feokromositoma atau disfungsi pituitari, sindrom Cushing’s, kadar renin

dapat juga meningkat.

13. IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, spt., penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal/ureter.

14. Foto dada : Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katup,

deposit pada dan/atau takik aorta, pembesaran jantung.


15. CT scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, atau

feokromositoma.

16. EKG : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,

gangguan konduksi.

7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada hipertensi terdiri dari penatalaksanaan

nonfarmakologi dan farmakologi.

1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi atau Perubahan Gaya Hidup

Yogiantoro (2016) yang dikutip oleh Masriadi (2016 : hal. 369)

menyatakan penatalaksanaan nonfarmakologis yaitu tindakan mengurangi

faktor risiko yang telah diketahui akan menyebabkan atau menimbulkan

komplikasi seperti menurunkan berat badan, menghentikan kebiasaan

merokok, alkohol. Selain itu mengurangi asam garam, kalsium dan

magnesium, sayuran serta olahraga dinamik, seperti lari, berenang,

bersepeda, salah satu anjuran yang umumnya sulit dilakukan, anjuran hidup

tanpa stress terutama dalam kondisi kehidupan.

Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien

hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan

faktor resiko serta penyakit lain. Terapi nonfarmakologi meliputi :

menghindari merokok berlebih, latihan fisik, serta menurunkan asupan

garam. Penatalaksanaan nonfarmakologis itu adalah tindakan mengurangi

faktor resiko yang diketahui akan menyebabkan atau menimbulkan


komplikasi seperti menurunkan berat badan, menghentikan kebiasaan

merokok, alkohol dan mengurangi asupan garam, kalsium dan magnesium,

sayuran serta olahraga dinamik seperti lari, berenang, bersepeda, salah satu

anjuran yang umumnya sulit dilakukan, anjuran hidup tanpa stress terutama

dalam kondisi kehidupan.

2. Penatalaksanaan farmakologis

Yogiantoro (2016) yang dikutip oleh Masriadi (2016 : hal. 370) menyatakan

bahwa terapi farmakologis adalah dengan menggunakan obat antihipertensi.

Obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan

hipertensi. Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan

hipertensi menyatakan bahwa:

a. Keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah.

b. Pengelompokan pasien berdasarkan keperluan pertimbangan khusus

yaitu kelompok indikasi yang memaksa dan keadaan khusus lain.

c. Terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan darah tercapai secara

progresif dalam beberapa minggu. Dengan dosis rendah lalu perlahan

ditingkatkan dosisnya.

d. Menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang

memberikan efekasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.

e. Pilihan memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan

kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya

komplikasi
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada Lansia

2.2.1 Faktor Kebiasaan Asupan Garam berlebih

Menurut Vita Health (2005) dalam Paskah Rina Situmorang (2015),

makanan yang diawetkan dan komsumsi garam dapur serta bumbu penyedap

dalam jumlah yang tinggi seperti monosodium glutamat (MSG), dapat

menaikkan tekanan darah karena mengandung natrium dalam jumlah yang

berlebih, sehingga dapat menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah

volume darah, akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk

memompanya dan tekanan darah menjadi naik, selain itu natrium yang

berlebihan akan menggumpal pada dinding pembuluh darah, dan natrium akan

terkelupas sehingga akibatnya menyumbat pembuluh darah. Pengaruh asupan

natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih

menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat,

untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar sehingga volume

cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler itu

menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga berdampak pada

timbulnya hipertensi (Kurniadi & Nurrahmani, 2014).

2.2.2 Faktor Kebiasaan Makan Makanan Berlemak

Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak mengandung protein,

vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging berlemak dan jeroan

mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Kadar lemak tinggi dalam darah dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang

menempel pada dinding pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu

jantung untuk memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan

darah. Konsumsi makanan berlemak dalam penelitian ini diukur dengan cara

menanyakan frekuensi penggunaan bahan makanan berlemak sebulan terakhir

yang tertera pada tabel FFQ. Dari penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat

hubungan konsumsi makanan berlemak dengan kejadian hipertensi (Andi Besse

Rawasiah, dkk, 2014cit. (Kurniadi & Nurrahmani, 2014)).

2.2.3 Faktor Kebiasaan Merokok

Menurut Bustan (2007) menyatakan merokok memberikan resiko

hipertensi maupun penyakit jantung koroner, resiko akibat merokok terbesar

tergantung pada jumlah rokok yang dihisap per hari. Bila seseorang berhenti

merokok maka manfaatnya dapat segera dirasakan, orang tersebut akan bebas

dari karbon monoksida dalam satu hari, bebas dari pengaruh nikotin dalam satu

atau dua minggu. Menurut Depkes RI (2006) menyebutkan zat-zat kimia

beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang

masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah

tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen

untuk disuplai ke otot- otot jantung. Merokok pada penderita darah tinggi

semakin meningkatkan resiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Pitriani,

Risa. Yanti, J. S., Afni, 2018).


2.2.4 Faktor Kebiasaan Olahraga

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena

bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif

cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung

harus memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri (Bianti

Nuraini, 2015).

Selain berolahraga, aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil

melakukan kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya :

a. Naik tangga, pilih naik tangga daripada naik eskalator atau elvator

b. Jalan kaki

c. Jalan cepat atau bersepeda saat ada kesempatan

d. Bermain dengan anak-anak

e. Tetap bergerak, misalnya dengan mengganti saluran TV secara manual

dariapda menggunakan remote control. Hal-hal kecil seperti ini akan

membuat anda tetap bergerak

f. Berdiri setiap satu jam. Jika pekerjaan mengharuskan anda banyak duduk,

cobalah untuk berdiri atau berjalan beberapa menit setiap satu jam. Anda bisa

menerima telepon sambil berdiri, mengambil minuman ataupun menghampiri

meja rekan kerja daripada menghubunginya lewat ponsel.

g. Berkebun, membersihkan rumah dan mencuci peralatan yang ada dirumah

sendiri. (Astrid Savitri, 2016)


2.3. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

1.Kebiasaan Asupan garam berlebih Kejadian


Hipertensi pada
2.Kebiasaan Makan Makanan berlemak Lansia
3.Kebiasaan Merokok

4.Kebiasaan Olahraga

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Bianti Nuraini, 2015


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL & HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang dikemukakan dalam tinjauan pustaka telah

diperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

Hipertensi pada Lansia. Yang menjadi variabel dependen: Kejadian Hipertensi

Pada Lansia, sedangkan variabel independen: kebiasaan asupan garam berlebih,

kebiasaan makan-makanan berlemak, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga.

Untuk lebih jelasnya uraian mengenai kerangka konsep dapat dilihat

dalam diagram kerangka konsep di bawah ini.

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

1.Kebiasaan Asupan garam berlebih Kejadian


Hipertensi pada
2.Kebiasaan Makan Makanan berlemak Lansia
3.Kebiasaan Merokok

4.Kebiasaan Olahraga

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Sumber : Bianti Nuraini, 2015


3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Kategori Skala

Operasional Ukur Ukur

1. Kejadian Hipertensi adalah Spigmoma Mengukur 1. Hipertensi Nominal

Hipertensi Pada suatu keadaan nometer tekanan 2. Tidak

Lansia dimana (tensimete darah Hipertensi

terjadinya r) dan dengan

peningkatan stetoskop spigmomano

tekanan darah, meter dan

dimana tekanan stetoskop

darah sistol >140 (mmHg)

atau diastol >90

pada orang yang

berusia >45

tahun

Variabel Independen

2. Kebiasaan Merupakan Kuision wawancara Intensitas: Nominal

asupan perilaku er 1. Sering

garam responden yang >1 sdk

berlebih biasa dalam teh/hari

mengkonsumsi 2. Tidak

makanan yang pernah


asin <1 sdk teh

perhari

3. Kebiasaa Rata-rata asupan Lembar wawancara 1. Asupan Ordinal

n makan- lemak yang Food lemak <67

makanan dikonsumsi dalam Recall 1 gram

yang waktu 1 x 24 jam x 24 jam perhari

berlemak dan hasilnya 2. Asupan

dibandingkan lemak >67

dalam Angka gram

Kecukupan Gizi perhari

(AKG 2019)

4. Kebiasaan Merupakan kuisioner Wawancara 1. Ya (> Nominal

merokok perilaku 10

responden batang/ha

yang ri)

merokok. 2.Tidak

(Tidak

Pernah

Merokok)

5. Kebiasaan Latihan fisik Kuisioner Wawancara 1. Baik Ordinal

Olahraga yang teratur (>30 menit

dilakukan 3 sebanyak

kali setiap 3-4 kali

minggu dan seminggu)


dilakukan 2. Sedang

selama 30 (<30 menit

menit yang sebanyak 2

telah menjadi kali

rutnitas seminggu

responden.. atau >30

menit

sebanyak

<2 kali

seminggu)

3. Buruk

(tidak

pernah

berolahrag

a)

3.1 Hipotesis

1. Ada pengaruh kebiasaan asupan garam berlebih dengan kejadian Hipertensi

Pada Lansia di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2021.

2. Ada pengaruh kebiasaan makan-makanan berlemak dengan kejadian

Hipertensi Pada Lansia di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2021.

3. Ada pengaruh kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi Pada Lansia

di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2021.

4. Ada pengaruh kebiasaan olahraga dengan kejadian Hipertensi Pada Lansia


di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2021.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif survei analitik dengan

pendekatan crossectional, yang artinya pengambilan sampel

tentang faktor resiko dan akibat diteliti dalam waktu yang

bersamaan (simultan). Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah Kejadian Hipertensi pada Lansia, sedangkan variabel

independen terdiri dari: kebiasaan asupan garam berlebih,

kebiasaan makan-makanan berlemak, kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga. Jenis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data skunder pasien Hipertensi tahun 2021. Jenis uji

statistik yang digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel

independen dengan variabel dependen adalah uji chi square (kai

kuadrat).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten

Bekasi yang beralamat di Jl. Teuku Umar Cibitung, Wanasari,

Kabupaten Bekasi 17520. Pengambilan data dilakukan selama

dua bulan yaitu pada bulan September dan Oktober 2021. Data

yang diambil adalah semua pasien Hipertensi tahun 2021.


4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang di

diagnosis menderita penyakit Hipertensi pada Lansia yang

tercatat di rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Bekasi pada tahun 2021 sebanyak 1200 orang.

4.3.2 Sampel

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan dalam

pengambilan sampel sebagai berikut:

4.3.2.1 Kriteria Inklusi :

Semua pasien rawat inap dengan diagnosa medis

Hipertensi pada Lansia di RSUD Kabupaten Bekasi tahun

2021 yang mempunyai register atau rekam medis lengkap.

Kriteria Exlusi:

Semua pasien rawat inap dengan diagnosa medis

Hipertensi pada Lansiayang catatan rekam medis tidak

lengkap.
4.3.2.2 Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin :

N
n=
1+ N (d)2

Keterangan:

N = Jumlah Populasi

n = Jumlah Sampel

d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang di gunakan sebesar 10 %

(0,1).

Jadi, sampel yang di butuhkan adalah :

1200

n = = 92.30

1 + 1200 (0,01)

Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus, sehingga

diperoleh sampel minimal sebanyak 92,30 responden, jadi

dibulatkan menjadi 93 orang responden.


4.3.2.3 Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel menggunakan metode

probality sampling (random) dengan tehnik systematik

random sampling yaitu suatu tehnik sampling yang

menggunakan nomor urut dari populasi baik yang

berdasarakan nomor yang di tetapkan sendiri oleh peneliti

maupun nomor identitas tertentu,ruang dengan urutan

seragam atau pertimbangan sistematis lainnya.

Dalam hal ini peneliti menggunakan kelipatan angka dengan

cara membagi jumlah atau anggota populasi dengan

perkiraan jumlah sampel yang diinginkan hasilnya adalah

interval sampel, dengan menggunakan rumus interval:

N
I =
n
Keterangan:

N = Jumlah populasi

n = Jumlah sampel yang diinginkan

I = intervalnya

Maka perhitungannya:

N (Jumlah populasi) : 1200 orang (No.1.2.3 s.d 1200)

n (sampel: Yang diinginkan 1200 orang )

I (Intervalnya): 1200 : 93 = 12,90

Sehingga menghasilkan interval 12,90 yang dibulatkan menjadi


13, maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap

elemen (nomor responden) yang mempunyai nomor kelipatan 13,

misalnya 13, 26, 39, 42, dan seterusnya sampai mencapai jumlah

93 anggota sampel.

4.4 Etika Penelitian

1. Mengajukan judul dan permohonan untuk membuat penelitian.

7.2.1.1 Meminta surat izin penelitian dari STIKes Abdi

Nusantara Jakarta.

7.2.1.2 Surat izin penelitian diberikan kepada pihak yang

terkait, dalam hal ini diajukan kepada Direktur RSUD

Kabupaten Bekasi.

7.2.1.3 Menjelaskan maksud dan tujuan penulis serta menunggu

perizinan disetujui, serta mampu menjaga kerahasiaan data

yang diperoleh.

7.2.1.4 Meminta izin pada pihak yang bersangkutan untuk meminta

data sekunder dari RSUD Kabupaten Bekasi.

7.2.1.5 Setelah perizinan disetujui secara tertulis lalu memulai

melakukan penelitian sesuai dengan langkah-langkah

penelitian.
4.5 Alat Pengambilan Data

4.5.1 Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

skripsi penelitian ini adalah menggunakan formulir check list.

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari

responden melaului data hasil wawancara, sedangkan data

sekunder diperoleh dari data yang diterima dari bagian Rekam

Medis. Peneliti akan melakukan pemeriksaan data setiap

pasien yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dari

laporan Rekam Medis. Peneliti menggunakan lembar formulir

check list untuk mendata data setiap pasien yang ada pada

lembar rekam medis. Jenis data yang akan diambil oleh

peneliti adalah tentang kejadian Hipertensi pada Lansia, data

pasien tentang kebiasaan asupan garam, kebiasaan makan-

makanan berlemak, kebiasaan merokok, dan kebiasaan

olahraga.
4.6 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan aplikasi

perangkat lunak berupa program SPSS versi 23,0.

Adapun tahap – tahap pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing

Dengan cara memasukan data hasil formulir

check list dalam SPSS di kolom variabel view dan

data view. Selanjutnya setiap variabel baik dependen

dan independen di-edit berdasarkan hasil pengolahan

data.

2. Coding

Data yang telah di-edit kemudian diberikan kode

(koding) berdasarkan penentuan di definisi

operasional.

3. Processing

Selanjutnya adalah proses analisis, yaitu

dilakukan dengan cara memasukan data atau entry

data hasil coding ke data view untuk diproses

berdasarkan kebutuhan peneliti.

4. Cleaning

Cleaning atau pengecekan dilakukan dengan

mengeluarkan distribusi frekuensi tiap – tiap variabel

untuk kemudian dinilai kesesuaian antara jumlah total


frekuensi dengan jumlah total responden. Contohnya

memeriksa apakah ada variabel yang mengalami

missing atau tidak berdasarkan jumlah maupun

pengkodean, bila missing maka perlu direvisi.

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisis Univariat

Proses analisa data menggunakan pendekatan uji

frekuensi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh

kebiasaan asupan garam, kebiasaan makan-makanan berlemak,

kebiasaan merokok dan kebiasaan berolahraga dengan

kejadian Hipertensi pada Lansia. Data yang dianalisis adalah

semua variabel yang disebutkan dalam kerangka konsep,

yaitu: kejadian Hipertensi pada Lansia dan data pasien tentang

kebiasaan asupan garam, kebiasaan makan-makanan

berlemak, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga. Tahapan

analisis data terdiri dari 2 cara, yaitu tahap analisis univariat

dan tahap analisis bivariat. Univariat dilakukan untuk

mengetahui frekuensi kejadian Hipertensi dan variabel

lainnya, sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui distribusi, frekuensi determinan kejadian

Hipertensi pada Lansia menurut variabel kebiasaan asupan

garam, kebiasaan makan-makanan berlemak, kebiasaan


merokok, dan kebiasaan olahraga.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan guna menganalisis dua

variabel yang diduga mempunyai hubungan atau berkolerasi.

(Aprina, 2012). Adapun uji statistik yang digunakan adalah

uji chi square dengan alasan karena variabel independent dan

dependent jenis datanya kategorik. Pengolahan data pada

pada penelitian ini menggunakan program pengolahan data

pada perangkat komputer (SPSS versi 23.0).

Mengkorelasikan data dari variabel bebas dan

variabel terikat yang berbentuk skala data nominal dengan

ordinal dengan menggunakan uji statistik Chi Square

(Notoatmodjo, 2014).

Hasil penelitian uji statistik dimaksudkan untuk

mengetahui apakah uji Ho ditolak atau Ho diterima. Dengan

ketentuan, bila P value ≤ α (0,05) maka diterima, artinya ada

perbedaan yang bermakna, bila P value > α (0,05) maka, Ho

diterima, artinya tidak ada perbedaan yang bermakna (Tahun,

2017).

Odds Rasio (OR) untuk mendapatkan nilai rasio yaitu

proporsi antara orang sakit dengan faktor resiko dan orang

tidak sakit dengan faktor resiko.

OR = 1, estimasi bahwa tidak ada hubungan antara faktor


resiko dengan Hipertensi pada Lansia.

OR > 1, Estimasi bahwa ada hubungan positif antara faktor

resiko dengan Hipertensi pada Lansia.

OR < 1, Estimasi bahwa ada hubungan negatif antara faktor

resiko dengan Hipertensi pada Lansia.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, D., & Hartinah, D. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian

Hipertensi pada Lansia di Pusling Desa Klumpit UPT Puskesmas Gribig

Kabupaten Kudus. Jikk, 4(2), 18–34.

Fadli, R. (2021). Hipertensi. Halodoc. https://www.halodoc.com/kesehatan/hipertensi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan

Dasar. Kementrian Kesehatan RI, 1–582. https://dinkes.kalbarprov.go.id/wp-

content/uploads/2019/03/Laporan-Riskesdas-2018-Nasional.pdf

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Hipertensi Penyakit Paling Banyak

Diidap Masyarakat. Kemenkes RI.

https://www.kemkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-paling-

banyak-diidap-masyarakat.html

Kurniadi, H., & Nurrahmani, U. (2014). STOP! Gejala Penyakit Jantung Koroner,

Kolesterol Tinggi, Diabetes Mellitus, Hipertensi.

Mahmudah, S., Maryusman, T., Arini, F. A., & Malkan, I. (2017). Hubungan Gaya

Hidup Dan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan

Sawangan Baru Kota Depok Tahun 2015. Biomedika, 8(2), 43–51.

https://doi.org/10.23917/biomedika.v8i2.2915

Pitriani, Risa. Yanti, J. S., Afni, R. (2018). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian

Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir. Jurnal

Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 9(1), 74–77.

Riset Kesehatan Dasar. (2018). Riskesdas. Badan Penelitian Dan Pengembangan


Kesehatan Kementrian RI.

Suntara, D. A., Roza, N., & Rahmah, A. (2021). Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian

Stroke Pada Lansia Di Wilayah Kerjapuskesmas Sekupang Kelurahan Tanjung

Riau Kota Batam. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(10), 1–8.

Anda mungkin juga menyukai