Anda di halaman 1dari 35

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH UPT


PUSKESMAS PENGALIHAN KERITANG KABUPATEN
INDRAGIRI HILIR

PROPOSAL PENELITIAN

ANITA
NIM. 220102477

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI AL


INSYIRAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PEKANBARU
2023
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH UPT
PUSKESMAS PENGALIHAN KERITANG KABUPATEN
INDRAGIRI HILIR

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

ANITA
NIM. 220102477

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI AL


INSYIRAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PEKANBARU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan

masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang dan

menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi

merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling

banyak disandang masyarakat (Kemenkes, 2019).

Hipertensi sekarang menjadi masalah utama bagi semua orang baik di

Indonesia maupun di dunia karena hipertensi merupakan salah satu pintu

masuk atau faktor resiko penyakit jantung seperti gagal ginjal, diabetes dan

stroke (Kholifah, 2016). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu

peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara

terus menerus lebih dari suatu periode (Udjianti, 2018).

Seseorang yang berisiko mengalami masalah kesehatan dan dikatakan

menderita penyakit hipertensi apabila setelah dilakukan beberapa kali

pengukuran tekanan darah nilai seseorang tetap tinggi dan nilai tekanan darah

sistolik (tekanan darah saat jantung menguncup) ≥140 mmHg sedangkan

diastolik (tekanan darah saat jantung mengembang) ≥90 mmHg (Nurarif,

2016).

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan

sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebab

pastinya. Pada hipertensi primer tidak ditemukan penyakit kardiovaskuler

1
2

maupun penyakit lainya. Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan karena

kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid) dan

lain- lain (Chandra, 2022).

Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup

seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi

sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat (public health problem) dan

akan menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini.

Pengendalian hipertensi, bahkan di negara maju pun, belum memuaskan (Ita,

2017).

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa prevalensi

global hipertensi saat ini sebesar 22% dari total populasi dunia. Prevalensi

hipertensi tertinggi di Afrika yaitu sebesar 27%. Asia Tenggara menempati

urutan ke-3 tertinggi dengan prevalensi sebesar 25% dari total populasi

(Maulidah, 2022). Menurut data dari Kemenkes, prevalensi hipertensi di

Indonesia sendiri mencapai 34,11% dari populasi. Persentase tersebut

membuat Indonesia masuk ke peringkat 5 dengan kasus hipertensi terbanyak

di dunia (Prihatono, 2022). Persentase penderita hipertensi umur ≥ 15 tahun

di Provinsi Riau mengalami di tahun 2021sebanyak 337.936 (23%)

dibandingkan tahun sebelumnya hanya mencapai 14% dari jumlah estimate

penderita hipertensi. Sedangkan di kabupaten Indragiri Hilir didapatkan

estimasi penderita hipertensi berusia ≥ 15 tahun sebanyak 157.781 dan yang

mendapatkan pelayanan sekitar 3,7%. Berdasarkan data puskesmas

Pengalihan
3

Keritang didapatkan yang berusia ≥15 tahun jumlah penderita hipertensi

sebanyak 206 orang.

Beberapa faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu : Usia, Jenis

kelamin, Laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi mengalami peningkatan

tekanan darah dibanding perempuan, setelah memasuki menopause,

prevalensi hipertensi pada perempuan naik, setelah usia 65 tahun, akibat

faktor hormonal pada perempuan kejadian hipertensi lebih tinggi daripada

laki-laki; Riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah yaitu : merokok,

kurang makan buah dan sayur, konsumsi garam berlebih, berat badan

berlebih/kegemukan (obesitas), kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol

berlebihan, dyslipidemia, diet tinggi lemak, stres (Defriana, et al, 2022).

Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2021), Responden berjenis

kelamin perempuan lebih banyak pada kelompok kasus (82,8%) dibanding

kelompok kontrol (55,2%) dengan p=0,047 yang berarti ada hubungan antara

jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hal ini berhubungan

dengan adanya peningkatan tekanan darah yang terjadi karena wanita yang

telah mengalami menopouse juga akan mengalami penurunan hormon

estrogen yang selama ini berfungsi untuk melindungi pembuluh darah dari

kerusakan. Riwayat keluarga mempunyai nilai p=0,036 yang berarti ada

hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia.

Hampir 50% lebih responden memiliki riwayat hipertensi dalam

keluarga.Rata-rata dalam keluarga mereka, yang mengalami hipertensi adalah

kedua orang tua yang kemudian menurun pada anak mereka.


4

Penelitian yang dilakukan Fahriah (2021), didapatkan adanya hubungan

antara tingkat pendidikan dengan pencegahan penyakit hipertensi pada usia

produktif. Hal ini disebabkan karena orang yang pendidikannya rendah maka

akan memiliki pengetahuan yang kurang juga terhadap kesehatan dan

tentunya akan kesulitan dan lambat dalam menerima informasi contohnya

penyuluhan tentang hipertensi serta bahaya-bahaya dari hipertensi dan

pencegahannya yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada

perilaku/pola hidup sehat.

Penelitian yang dilakukan Cahyadi (2022), variabel yang berhubungan

dengan kejadian hipertensi pada lansia adalah perilaku merokok (p-value =

0,029) dan aktivitas fisik (p-value = 0,018). merokok mempercepat proses

pengerasan pembelum darah. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan

salah satu upaya untuk mengubah gaya hidup sehat dan melakukan

pencegahan hipertensi.

Selain itu, berdasarkan survey awal pada 18 Juli 2023 pada 5 orang

lansia, 2 diantaranya mengatakan bahwa masih merokok dikarenakan susah

untuk berhenti tetapi berusaha mengurangi, serta adanya riwayat keluarga

sebelumnya yang mengalami hipertensi, dan 3 orang diantaranya mengatakan

tidak ada riwayat keluarga yang hipertensi, serta kurang melakukan aktivitas

fisik dan tidak teratur minum obat.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik dan berkeinginan untuk melakukan

penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi

pada lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah penelitian

ini,adalah “Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

hipertensi pada lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang?”.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian hipertensi pada lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan

Keritang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi faktor jenis kelamin, pendidikan,

riwayat keluarga, merokok, aktivitas fisik dan kejadian hipertensi

pada lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang

2. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada

lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang

3. Mengetahui hubungan pendidikan dengan kejadian hipertensi pada

lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang

4. Mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi

pada lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang

5. Mengetahui hubungan merokok dengan kejadian hipertensi pada

lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang

6. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi

pada lansia di wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang.


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Institut Kesehatan dan Teknologi Al Insyirah

Sebagai masukan dan informasi bagi lingkungan kampus, dan untuk

perpustakaan sebagai bahan bacaan dalam kegiatan proses belajar di

Institut Kesehatan dan Teknologi Al Insyirah.

1.4.2 Puskesmas Pengalihan Keritang

Sebagai bahan masukan bagi instansi yang terkait dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan lanjut usia.

1.4.3 Bagi Responden

Sebagai bahan referensi untuk menambah ilmu pengetahuan terkait

hipertensi pada lansia.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai tambahan literatur untuk peneliti lain yang tertarik dan ingin

mengembangkan penelitian tentang hipertensi pada lansia.

1.5 Penelitian Terkait

Tabel 1.1
Penelitian Terkait

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


(tahun) Penelitian
1 Elsa Oktaviani Faktor-faktor yang Kuantitatif Terdapat hubungan
(2021) berhubungan dengan dengan yang bermakna
kejadian hipertensi pendekatan antara aktivitas fisik
pada pra lansia di cross sectional (p-value = 0,014),
Puskesmas merokok (p-value =
Bojonggede tahun 0,002)
2021
2 Aditya Candra Faktor-Faktor yang kuantitatif Terdapat hubungan
(2022) Berhubungan dengan dengan antara jenis kelamin
Kejadian Hipertensi pendekatan responden dengan
di Desa Baet cross sectional risiko terjadinya
Lampuot
Aceh Besar
7

hipertensi dengan p
value 0,024
3 Khusnah Fahriah Hubungan Tingkat Kuantitatif yang Berdasarkan data uji
(2021) Pendidikan, bersifat analitik chi square
Pengetahuan Dan melalui menunjukkan bahwa
Sikap Terhadap pendekatan terdapat hubungan
Pencegahan Penyakit cross-sectional keterkaitan antara
Hipertensi Pada Usia tingkat pendidikan (
Produktif di Wilayah p.value = 0,000 < α
Kerja Puskesmas = 0,05 )
Melati Kuala Kapuas
Tahun 2021
4 Miftahul Falah Hubungan antara Penelitian ini terdapat hubungan
(2019) jenis kelamin dengan menggunakan yang signifikan
kejadian hipertensi desain cross antara jenis kelamin
pada masyarakat di sectional dengan kejadian
kelurahan Tamansari hipertensi di
kota Tasikmalaya kelurahan Tamansari
kota Tasikmalaya
dengan p-value=
0.035
5 Abi Bakring Hubungan derajat Penelitian ini Terdapat hubungan
Balyas merokok dan aktifitas menggunakan indeks merokok
(2022) fisik pada masa desain cross brinkman dengan
covid-19 dengan sectional tekanan darah
tekanan darah dan sistolik dan
kejadian hipertensi di diastolic. Terdapat
juga
kota palangkaraya
hubungan aktifitas
fisik dengan tekanan
darah sistolik namun
tidak terdapat
hubungan aktifitas
fisik dengan tekanan
darah diastolik.
dengan p-value
(0,00) < sig (0,05)
9

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensi adalah kondisi tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg, berdasarkan

pada dua kali pengukuran atau lebih (Umeda, et al, 2020). Hipertensi

merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah tinggi

secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,

tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah

tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara

kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa

darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh

(Irianto, 2014).

2.1.2 Etiologi Hipertensi

Faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat

keluarga, genetik (factor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol),

kebiasaan merokok, konsumsi garam,konsumsi lemak jenuh,

penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol,

obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen (Sutanto,

2018).

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang

spesifik, hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan kardiac output

9
1

atau peningkatan tekanan perifer, namun ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi : (Sutanto, 2018).

2.2.1 Usia

Insiden hipertensi makin meningkat dengan bertambahnya usia.

Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah didalam tubuh yang

mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi

pada yang berusia 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit

arteri coroner dan kematian premature

2.2.2 Jenis Kelamin

Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi dari pada wanita,

namun pada usia pertengahan dan lebih tua. Insiden pada wanita

akan meningkat sehingga pada usia diatas 65 tahun, insiden pada

wanita lebih tinggi

2.2.3 Obesitas

Ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhaan

yang disimpan dalam bentuk lemak. Yang menyebabkan jaringan

lemak inaktif sehingga beban kerja jantung meningkat. Akibat

dari obesitas para penderita cenderung menderita penyakit

kardiofaskuler. Hipertensi dan diabetes melitus.

2.2.4 Riwayat keluarga

Yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi

merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi seseorang untuk

mengidap hipertensi dimasa yang akan datang.


1

2.2.5 Merokok

Departemen of health and human services menyatakan bahwa

setiap batang rokok terdapat : 4.000 unsur kimia, diantaranya: tar,

nikotin Gas Co, N2, ammonoia dan asetal dehida serta unsur-

unsur karsinonger. Nikotin penyebab ketagihan merokok akan

merangsang jantung, saraf otak, dan bagian tubuh lainnya bekerja

tidak normal (Aprisal, 2018).

2.1.3 Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara

alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang

jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi

oleh aktivitas fisik dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan

aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu

hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah

pada saat tidur malam hari (Rahayu, 2015).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar kasus hipertensi tidak menimbulkan gejala

apapun, dan bisa saja baru muncul gejala setelah terjadi komplikasi

pada
1

organ lian, seperti ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala seperti sakit

kepala, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi

primer, walawpun tidak jarang yang berlangsung tanpa adanya gejala.

Pada survei hipertensi di Indonesia, tercatat berbagai keluhan yang

dikaitkan dengan hipertensi, seperti sakit kepala, mudah marah, telinga

berdengung, sukar tidur, dan rasa berat di tengkuk (Sutanto, 2018).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti

hiperkoagulabilitas, anemia

2. BUN

Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi

(diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan

oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)

3. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama

(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic

4. Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi

5. Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya

pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)


1

6. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi

7. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)

8. Urinalisa Darah, protein, glukosa

Mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

9. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi

10. Steroid urin

Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalism

11. IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensi seperti penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal / ureter

12. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran

jantung

13. CT scan

Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati

14. EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini

penyakit jantung hipertensi (Putra, 2019).


1

2.1.6 Komplikasi

Beberapa komplikasi hipertensi yang bisa terjadi adalah (Sutanto, 2018):

1. Serangan jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan dan penebalan

arteri dinding pembuluh darah arteri. Ini disebut dengan

aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan penyumbatan pembuluh

darah, sehingga jantung tidak mendapatkan cukup oksigen.

Akibatnya, Anda bisa terkena serangan jantung. Gejala peringatan

serangan jantung yang paling umum adalah nyeri dada dan sesak

napas.

2. Gagal jantung

Saat tekanan darah tinggi, otot jantung memompa darah lebih keras

agar dapat memenuhi kebutuhan darah ke semua bagian tubuh. Hal

ini membuat otot jantung lama-lama menebal sehingga jantung

kesulitan memompa cukup darah. Konsekuensinya, gagal jantung

bisa terjadi. Gejala umum dari gagal jantung adalah sesak napas,

kelelahan, bengkak di pergelangan tangan, kaki, perut, dan

pembuluh darah di leher.

3. Stroke

Stroke bisa terjadi saat aliran darah kaya oksigen ke sebagian area

otak terganggu, misalnya karena ada sumbatan atau ada pembuluh

darah yang pecah. Penyumbatan ini terjadi karena adanya

aterosklerosis dalam pembuluh darah. Pada orang yang punya

hipertensi, stroke mungkin terjadi ketika tekanan darah terlalu

tinggi sehingga
1

pembuluh darah di salah satu area otak pecah. Gejala stroke meliputi

kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, tangan, dan kaki, kesulitan

berbicara, dan kesulitan melihat.

4. Aneurisma

Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan salah satu

bagian pembuluh darah melemah dan menonjol seperti balon,

membentuk aneurisma. Aneurisma biasanya tidak menyebabkan

tanda atau gejala selama bertahun-tahun. Namun, jika aneurisma

terus membesar dan akhirnya pecah, ini bisa mengancam nyawa.

5. Masalah ginjal

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan

pembuluh darah di ginjal menyempit dan melemah. Hal ini

kemudian dapat mengganggu fungsi ginjal dan menyebabkan

penyakit ginjal kronis.

6. Masalah mata

Tak hanya bisa mempengaruhi pembuluh darah di ginjal, tekanan

darah tinggi juga bisa memengaruhi pembuluh darah di mata.

Pembuluh darah di mata juga bisa menyempit dan menebal akibat

tekanan darah tinggi. Pembuluh darah kemudian bisa pecah dan

mengakibatkan kerusakan mata, mulai dari penglihatan kabur sampai

kebutaan.

7. Sindrom metabolik

Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari kelainan metabolisme

dalam tubuh. Salah satu faktor risikonya adalah tekanan darah tinggi.
1

Tekanan darah tinggi yang dibarengi dengan kondisi kadar gula

darah tinggi, kadar kolesterol tinggi (kadar kolesterol baik rendah

dan kadar trigliserida tinggi), dan lingkar pinggang besar didiagnosis

sebagai sindrom metabolik.

8. Kesulitan dalam mengingat dan fokus

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan

perubahan kognitif. Anda mungkin akan mengalami masalah dalam

berpikir, mengingat, dan belajar. Tanda-tandanya seperti kesulitan

dalam menemukan kata-kata saat berbicara dan kehilangan fokus

saat dalam pembicaraan

2.1.7 Penatalaksanaan

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non

farmakologis yaitu :

1. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan JNC

VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosterone

antagonis, beta blocker, atau calcium antagonist¸ angiotensin II

receptor blocker atau ATI receptor antagonist blocker (ARB)

2. Terapi non farmakologis

1) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih

2) Meningkatkan aktivitas fisik

3) Mengurangi asupan natrium

4) Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol

5) Terapi komplementer nonfarmakologis yang dilakukan adalah :


1

(1) Terapi relaksasi yang ditujukan untuk menangani faktor

psikologis dan stress yang dapat menyebabkan hipertensi.

(2) Teknik masase yang digunakan yaitu: Effleurage (Menggosok),

Petrissage (Memijat) dan Vibration (Menggetarkan)

2.2 Konsep Lansia

2.2.1 Definisi

Menurut WHO lanjut Usia (Lansia) adalah kelompok penduduk

yang berumur 60 tahun atau lebih. Lansia merupakan kelompok umur

pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi

suatu proses yang disebut Aging Proses Penuaan (Solihah, 2019).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya fungsi organ tubuh, yang ditandai

semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang

dapat menyebabkan kematian misalnya pada system kardiovaskuler dan

pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.

Hal tersebut disebabkan seiring meningatnya usia sehingga terjadi

perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ

Larasati, 2021).

2.2.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia adalah sebagai berikut:

1. Pra-lansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.


1

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia Risiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

4. Lansia Potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dana tau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang atau jasa

5. Lansia Tidak Potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain

2.2.3 Batasan-Batasan Lansia

Menurut WHO dalam Padila (2018) ada empat tahapan yaitu :

Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)

usia 60- 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun dan usia sangat

tua (very old) >90 tahun.

2.3 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia

2.3.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita

yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein


1

(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek

perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas

wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus

berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya

sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai

terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

2. Usia

Bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat yang

disebabkan beberapa perubahan fisiologis. Pada proses fisiologis

terjadi peningkatan resistensi perifer dan peningkatan aktifitas

simpatik, dinding arteri akan mengalami penebalan karena kolagen

yang menumpuk pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah

berangsur menjadi sempit dan kaku. Selain itu pada usia lanjut

sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai

berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal dimana aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun, hal ini memicu

terjadinya hipertensi.

3. Riwayat Keluarga

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan


2

rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan

orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga

2.3.2 Faktor yang Dapat Dimodifikasi

1. Status Perkawinan

Status perkawinan memiliki hubungan secara tidak langsung dengan

status kesehatan termasuk hipertensi melalui faktor resiko perilaku

(pola hidup) maupun stres. Selain itu juga berhubungan secara

langsung dengan sistem kardiovaskuler, endokrin, kekebalan tubuh,

saraf sensorik dan mekanisme fisiologik lainnya. Hipertensi lebih

beresiko pada mereka yang berstatus janda atau duda karena

kehilangan pasangan atau orang yang dicintai merupakan stres

kehidupan yang paling berat dan dapat disertai dengan kemungkinan

terkenanya penyakit serta kematian

2. Konsumsi Junk Food

Junk food mengandung sejumlah besar natrium yang dapat

meningkatkan volume darah di dalam tubuh sehingga jantung harus

memompa darah lebih kuat yang menyebabkan tekanan darah lebih

tinggi (hipertensi). Konsumsi garam memiliki efek langsung

terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan

tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi pada semua

masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya garam yang di

makan. Masyarakat
2

yang mengkonsumsi junk food terlalu berlebihan adalah masyarakat

dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia.

Sebaliknya, masyarakat yang jarang mengkonsumsi junk food

menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang

sedikit, seiring dengan bertambahnya usia (Sumarni, 2015).

3. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi

karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang

yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan

otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,

semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar

pula kekuatan yang mendesak arteri (Nuraini, 2015).

4. Merokok

Seseorang disebut memiliki kebaisaan merokok apabila dia

melakukan aktivitas merokok setiap hari dengan jumlah satu batang

atau lebih sekurang-kurangnya selama satu tahun. Penelitian terakhir

menyatakan bahwa merokok menjadi salah satu faktor resiko

hipertensi yang dapat dicegah. Merokok merupakan faktor resiko

yang potensial untuk ditiadakan di Indonesia, khususnya dalam

upaya melawan arus peningkatan hipertensi dan penyakit

kardiovaskuler pada umumnya. . Seseroang yang merokok lebih dari

satu pak per hari memiliki kerentanan dua kali lebih besar daripada

yang tidak merokok (Nurrahmani dan Kurniadi, 2015)


2

5. Konsumsi Kopi

Saat ini kopi sudah menjadi bagian dari rutinitas harian manusia

modern. Meskipun dalam jumlah rendah kafein tidak menimbulakn

masalah kesehatan, namun ada tertentu dimana kita perlu

menguranginya.

6. Stres

Stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon

adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih

kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat . Stres dapat

mengakibatkan tekanan darah naik untuk sementara waktu. Jika stres

telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh stres terhadap

terjadinya hipertensi. Hasil penelitian lain juga menyimpulkan

bahwa stres dan tekanan psikologis tidak berhubungan dengan

hipertensi. Hubungan antara peristiwa-peristiwa stres dengan

hipertensi dilaporkan bukan karena efek stres pada tekanan darah

dan mungkin dianggap berasal dari perasaan negatif tentang penyakit

dan bukan karena penyakit itu sendiri.

7. Obesitas (Kegemukan)

Stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon

adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih

kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat . Stres dapat

mengakibatkan tekanan darah naik untuk sementara waktu. Jika stres

telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Pada penelitian
2

ini tidak ditemukan adanya pengaruh stres terhadap terjadinya

hipertensi. Hasil penelitian lain juga menyimpulkan bahwa stres dan

tekanan psikologis tidak berhubungan dengan hipertensi. Hubungan

antara peristiwa-peristiwa stres dengan hipertensi dilaporkan bukan

karena efek stres pada tekanan darah dan mungkin dianggap berasal

dari perasaan negatif tentang penyakit dan bukan karena penyakit itu

sendiri.

8. Konsumsi Soft Drink

minuman ringan disamping menggunakan pemanis minuman juga

menggunakan pengawet makanan. Adanya pemanis berlebihan dapat

juga menyebabkan kenaikan berat badan dan akan mempengaruhi

penampilan seseorang, selain itu dapat juga menyebabkan berbagai

penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi (hipertensi),

jantung koroner dan diabetes melitus. Selain pemanis juga terdapat

natrium benzoat, konsumsi natrium benzoat secara berlebih dapat

menyebabkan kram perut dan kanker. Salah satu soft drink yang

diminati di Indonesia adalah minuman berkarbonasi. Karbonasi

merupakan efek penginjeksian gas CO2 (karbondioksida) ke dalam

minuman, sehingga memiliki penampakan bergelembung-gelembung

yang menyuguhkan kesan segar. Komposisi soft drink (minuman

berkarbonasi) sangat sederhana, yaitu terdiri atas 90% air. Sisanya

kombinasi pemanis buatan, gas CO2, pencita rasa (esens), pewarna,

asamfosfat, kafein, dan beberapa mineral terutama aluminium.


2

2.4 Dalil Qur’an

Ayat Al-quran yang berkaitan dengan penyakit Hipertensi yaitu dalam

Q.S Ali Imran ayat 133-134

۞ ‫َها „ة `م ن َر ٰل وسا ِر ُع `ۤۡوا‬ ‫ ِق `ي َن ا `ر ُ ٰم‬٣٣١


‫„ة ى‬ ` ‫`ر وجنَّ ر‬ ‫ِع َّد `ت ل`_ل وا` ض ٰوت‬
‫ِ’بُك م م‬ ‫ض‬ ‫مَّت لَ ال س‬
ُ
‫’ `غ‬
‫ِف‬

‫ن اَّل ِذ `ين‬
‫ِء ِفى يُ_ `ن‬ ‫ٰك ِظ وا َّرٓا ِء‬ َ‫عن وا`_ل ا`_ل غ‬ ‫ّلُ_ال‬ ‫ُي ِحب و‬
‫فِ قُ_ `و س‬ ‫ِم `ين ل ال ض‬ ‫َعا ِف `ي `ي ن‬ ‫ؕالنَّ_اس‬
‫وا`ل‬
‫ّرٓا‬

‫س ِن `ين‬
‫ “ؕا`ل ُم `ح‬٤٣١

artinya: "Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan


surga yang lebarnya (seluas) langit dan bumi yang disediakan bagi orang
yang bertakwa, yaitu orang yang menginfakkan (hartanya) di waktu lapang
atau susah, dan orang-orang yang menahan amarah, dan bersikap pemaaf
kepada manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik". (Q.S
Ali Imran:133-134)

2.2 Kerangka Teori

Host (Penjamu)
Usia (lansia)
Jenis kelamin
Etnis
genetik

Agent (Penyebab) Environment (Lingkungan)


Arterosklerosis Obesitas
Kekakuan pembuluh darah Kebiasaan olahraga
Penyempitan, penyumbatan pembuluh darah Merokok
Gangguan keseimbangan natrium Stress
Hipertensi Tingkat pengetahuan
Pola makan
Skema 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
berdasarkan Triad Epidemiologi (Sumber : Solohah (2019)
2

2.3 Kerangka Konsep

Nursalam (2019) menyatakan kerangka konsep adalah abstrak dari

suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang

menjelaskan keterkaitan antara variabel (baik variabel yang diteliti maupun

yang tidak diteliti).

Variabel Independen Varibel Dependen


1. Jenis Kelamin
2. Pendidikan Kejadian hipertensi pada
3. Riwayat Keluarga lansia
4. Merokok
5. Aktivitas Fisik

Skema 2.2
Kerangka
Konsep

2.4 Hipotesa

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan

tesis (pernyataan), yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan

membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat

diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah

dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2019). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

Hipotesis : Diduga ada hubungan jenis kelamin, pendidikan,

alternatif (Ha) riwayat keluarga, merokok dan aktivitas fisik

dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah

UPT

Puskesmas Pengalihan Keritang


Hipotesa nol (H0) : Diduga tidak ada hubungan jenis kelamin,

pendidikan, riwayat keluarga, merokok dan aktivitas


2

fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di

wilayah UPT Puskesmas Pengalihan Keritang


2

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kasus kontrol (case control). Penelitian case control

merupakan rancangan penelitian yang membandingkan antara kelompok

kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan

riwayat ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat

retrospektif, yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu

kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti

(Nursalam, 2019).

Kasus Faktor risiko (+)


Hipertensi
Faktor risiko (-)

Kasus Faktor risiko (+)


Hipertensi
Faktor risiko (-)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di wilayah Puskemas Pengalihan

Keritang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Juli s/d Oktober 2023.

27
2

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat,

2017). Populasi pada penelitian ini, adalah lansia yang mengalami

hipertensi di wilayah Puskesmas Pengalihan Keritang yang berjumlah

206 responden.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Maka sampel

yang diambil adalah :

N
n
1  N d 2

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan 95% (0,05)

( Notoatmodjo, 2017)

206
n=
1+206(0,05)2
206
n=
1+206 (0,0025)
2

206
n=
1+0,51

206
n= =136,42
1,51
n=136 responden

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel

akan mewakili keseluruhan populasi yang ada. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Simple

random sampling adalah pengambilan sampel dengan cara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi. Cara ini dilakukan

bila anggota populasi dianggap homogen, sebagai contoh bila populasinya

homogen kemudian sampel diambil secara acak, maka akan didapatkan

sampel yang representatif.

3.5 Sumber Data

3.5.1 Data Primer

Teknik pengumpulan dengan menggunakan data primer, yaitu

data yang diperoleh langsung dari responden melalui survey

pendahuluan dan memberikan kuesioner kepada responden yang

dijadikan objek penelitian.

3.5.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder, yaitu data yang diambil, dari

sumber-sumber yang telah ada di Instansi terkait. Data sekunder


3

diperoleh dari Puskesmas Pengalihan Keritang mengenai jumlah bayi

dan balita.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah alat atau fasilitas yang digunakan

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik (cermat, lengkap, sistematis) sehingga lebih mudah diolah. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan alat penelitian berupa lembar ceklis.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti dengan melalui prosedur

sebagai berikut :

3.7.1 Tahap Persiapan

1. Dimulai dari surat izin yang diberikan oleh Institut Kesehatan dan

Teknologi Al Insyirah ke Puskesmas Pengalihan Keritang.

2. Setelah mendapat izin dari kepala Puskesmas Pengalihan Karitang,

kemudian peneliti melakukan pra riset dan survey awal di

Puskesmas Pengalihan Keritang.

3. Kemudian meminta izin kepada pimpinan Puskesmas Pengalihan

Keritang, serta melakukan survey awal di wilayah Puskesmas

Pengalihan Keritang.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan

1. Peneliti dibantu oleh enumerator yaitu salah seorang kader dan

bidan penanggung jawab posyandi untuk melakukan penelitian daj

sebelumnya sudah dilakukan persamaan persepsi.


3

2. Kemudian peneliti meminta izin kepada responden untuk

melakukan penelitian.

3. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta menjelaskan terlebih

dahulu cara pengisian kuesioner, sebelum memberikan kuesioner.

4. Responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan menjadi

responden dan kuesioner diisi oleh responden.

5. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, kemudian

dikumpulkan kembali dan peneliti melihat kembali kelengkapan isi

inform consent dan kuesioner.

6. Responden yang tidak mengisi inform consent dianggap gugur dan

peneliti mencari responden yang lain.

7. Setelah semua data terkumpul, kemudian peneliti melakukan

penilaian dan input data ke SPSS.

3.8 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Identifikasi Definisi Alat Skala Hasil Ukur


Variabel Operasional Ukur Ukur
Jenis Kelamin Ciri fisik dan biologis Lembar Nominal 0 : Laki-Laki
responden untuk ceklis
membedakan gender 1 : Perempuan
pada penderita
hipertensi
Pendidikan Pengalaman sekolah Lembar Ordinal 0 : Rendah (SD-SMP)
formal tertinggi yang ceklis
terakhir diikuti atau 1 : Tinggi (SMA-PT)
selesai
(UU Sisdiknas, 2003)

Riwayat Penilaian adanya Lembar Nominal 0 : Ada riwayat keluarga


Keluarga riwayat keluarga (ayah, ceklis
ibu, kakek, nenek, 1 : Tidak ada riwayat
saudara, dll) yang keluarga
menderita hipertensi dan
memiliki hubungan
3

garis keturunan
langsung

Aktivitas Fisik Aktifitas sehari-hari Lembar Ordinal Aktivitas Fisik dengan


yang dilakukan selama ceklis pernyataan : 1. Kurang =
satu minggu terakhir < 600 MET 2. Cukup =
dengan menggunakan >= 600 MET
indeks aktifitas fisik
yang meliputi aktivitas
fisik saat bekerja,
aktivitas perjalanan dari
suatu tempat ke tempat
lain, aktivitas rekreasi
dan aktivitas menetap
(sedentary activity).
Aktivitas fisik diteliti
sekitar 3 tahun yang
lalu.

Merokok Kebiasaan tanpa tujuan Lembar Nominal 0 : Merokok


positif yang merugikan ceklis
bagi kesehatan karena 1 : Tidak Merokok
suatu proses
pembakaran tembakau
yang menimbulkan
polusi udara yang secara
sadar langsung dihirup
dan diserap oleh tubuh
bersama udara
pernapasan, yang diteliti
sekitar 3 tahun yang
lalu.

Kejadian tekanan darah persisten Lembar Nominal 0 : Kasus


Hipertensi dimana tekanan ceklis
sistoliknya diatas 140 1 : Kontrol
mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90
mmHg

3.9 Teknik Pengolahan Data

Sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan pengolahan data

dengan cara sebagai berikut:

1. Editing ( Penyuntingan)

Suatu proses untuk melengkapi, memperbaiki, memperjelas dan mengecek


3

data yang sudah didapat.

2. Coding ( pengkodean)

Data yang sudah di kumpul diklarifikasikan dan diberi kode untuk

masing- masing kelas dalam katagori yang sama.

3. Entry

Setelah data dikumpulkan kemudian data dimasukkan untuk selanjutnya

diolah kedalam analisa data.

4. Cleaning

Data yang sudah ada diperiksa kembali kelengkapannya, jika data yang

sudah dimasukkan ternyata tidak lengkap, maka sample dianggap gugur

dan diambil sample baru.

5. Processing

Data selanjutnya akan diproses dengan mengelompokkan data kedalam

variabel yang sesuai.

3.10 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang

variabel dependen dan independen dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisa hasil penelitian digunakan untuk mengetahui hubungan antar

variabel yang didalamnya terdapat variabel independent dan variabel

dependen menggunakan uji statistik chi square dengan p-value (0,05).

Bila p-value > α, maka hipotesis diterima, yang artinya tidak terdapat

hubungan
3

yang bermakna antara kedua variabel, selain itu juga ingin mengetahui

faktor berpeluang dari masing-masing variabel terikat, jika Prevalens

Odds Ratio (POR>1) artinya faktor berpeluang pada variabel yang

diteliti.

Anda mungkin juga menyukai