Anda di halaman 1dari 51

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN MOTIVASI

DENGAN KEPATUHAN DIIT PENDERITA HIPERTENSI


DI PUSKESMAS CILACAP TENGAH 1

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi S 1 Keperawatan
STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap

Oleh :

AHDA SABILA
NIM. 108 117 017

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Joint National Committe (JNC) hipertensi terjadi apabila tekanan

darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali

pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang

tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara

normal. Hipertensi terjadi karena berbagai faktor risiko, antara lain umur, jenis

kelamin, riwayat keluarga, genetik, kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi

lemak jenuh, obesitas, stres, kebiasaan minum-minuman alkohol, penggunaan

estrogen, kurang aktifitas fisik (Wijaya, 2017).

Penduduk Amerika berusia di atas 20 tahun yang menderita hipertensi telah

mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak

diketahui penyebabnya. American Heast Association (AHA) melaporkan bahwa

penderita tekanan darah tinggi di Afrika - Amerika termasuk yang tertinggi dari

populasi di dunia. Sekitar 80 juta penduduk Amerika memiliki tekanan darah tinggi

(AHA, 2019). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2020 sekitar 1,56

miliar orang dewasa hidup dengan hipertensi.

Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia, sesuai data Kemenkes RI (2019),

kasus hipertensi sebanyak 185.857 kasus (Fatmawati & Suprayitna, 2021). Jawa

Tengah menempati peringkat ke-4 yaitu sebesar 37,57% kasus. Menurut Data Profil
Kesehatan Jawa Tengah, penyakit hipertensi menempati proporsi terbesar dari

penyakit tidak menular yang dilaporkan, yaitu sebesar 57,87% kasus. Berdasarkan

Profil Kesehatan Kabupaten Semarang didapatkan peningkatan kejadian hipertensi

dari tahun 2013 hingga tahun 2015, yaitu sebanyak 35.294 kasus menjadi 40.869

kasus dan 41.134 kasus (Siswanto et al., 2020).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan kesakitan

yang tinggi. Tekanan darah yang tidak terkontrol pada penderita hipertensi dapat

menyebabkan munculnya komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita

hipertensi antara lain terutama penyakit jantung (45%) dan stroke (51%). Komplikasi

dapat dicegah atau dihambat kejadiannya dengan pengendalian tekanan darah.

Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan salah satunya dengan mengatur pola

makan. Makanan yang di makan langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap

kestabilan tekanan darah. Kandungan zat gizi seperti lemak dan sodium memiliki

kaitan yang erat dengan munculnya hipertensi. Pengaturan pola makan pada penderita

hipertensi yaitu dengan mengurangi makanan tinggi garam, makanan berlemak dan

konsumsi makanan yang tinggi serat (Nuraini, 2015).

Hasil penelitian tentang hubungan kepatuhan diit dengan tingkat hipertensi

pada lansia di Puskesmas Kutalimbaru membuktikan bahwa semakin baik kepatuhan

diit pada lansia maka akan semakin menurunkan tekanan darah. Mayoritas lansia

kurang memperhatikan kebiasaan makan seperti mengkonsumsi masakan yang

bersantan dan garam. Kemudian berdasarkan uji statistic diperoleh bahwa terdapat

hubungan kepatuhan diit dengan tingkat hipertensi pada lansia di Puskesmas


Kutalimbaru (pv = 0,001 ; x = 0,05) (Afniwati, 2019). Hasil penelitian lain tentang

kepatuhan diit lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Intan membuktikan bahwa

ada hubungan kepatuhan diit dengan penyakit hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Karang Intan (pv = 0,000 ; x = 0,05) (Risnawati, 2020).

Kepatuhan diet pada penderita hipertensi sebagian besar fenomena adalah

patuh dikarenakan bahwa sebagian penderita memiliki kepatuhan yang positif yang

dipengaruhi oleh karakteristik pendidikan, gaya hidup sehat, pengalaman, dan

pengetahuan yang cukup tentang hal yang harus dilakukan untuk menjaga

kesehatannya. Hasil penelitian yang dilakukan di ruang poli penyakit dalam RSUD

Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tentang kepatuhan diet hipertensi

diketahui bahwa pada penderita sebagian besar adalah positif dan negatif (Triwibowo,

2016).

Hasil penelitian lain tentang presentase penderita hipertensi yang tidak patuh

terhadap diet dapat menyebabkan penyakit yang dideritanya lebih parah dengan

presentase 73%. Kepatuhan dipengaruhi dengan lamanya menderita hipertensi 1-5

tahun, tentunya penderita hipertensi sering berobat dan mendapatkan informasi

program penyuluhan tentang hipertensi, komplikasi, dan diet. Namun ada yang tidak

dapat menjalankan kepatuhan diet dikehidupan sehari-hari dan tidak tahu akibat dari

hipertensi (Susanti, 2019).

Kepatuhan diit hipertensi merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku

yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Kepatuhan diit

hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, lama menderita penyakit, keikutsertaan asuransi kesehatan,

dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan, pengetahuan, motivasi, pola makan

(Anisa, 2017)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Beberapa hasil penelitian

menunjukan bahwa pengetahuan sangat penting dan berpengaruh terhadap kepatuhan

diit penderita hipertensi. Pengetahuan sangat membantu penderita Hipertensi untuk

mengontrol terhadap tekanan darah. Kurangnya pengetahuan akan berdampak pada

munculnya kekambuhan atau terjadi komplikasi (Wahyuni & Susilowati, 2018b).

Hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan kepatuhan diit

menunjukan pengetahuan penderita hiptertensi tentang kepatuhan diit dapat

mempengaruhi perilaku penderita hipertensi dalam menjalani kepatuhan diit

hipertensi dengan nilai ρ value sebesar 0,000 (Rahman, 2019). Hasil penelitian lain

yang menunjukan ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan diet hipertensi

pada lansia yang mengalami hipertensi, semakin tinggi pengetahuan semakin tinggi

tingkat kepatuhan terhadap diet hipertensi dengan nilai hasil p value 0,029

(Hendrawati, 2018). Beberapa penelitian menunjukan hasil yang berbeda, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Angkawijaya (2016) tentang hubungan tingkat

pengetahuan dengan tindakan pencegahan hipertensi dengan hasil p value 1,000

(>0,05) salah satunya dalam kepatuhan diit menunjukan tidak ada hubungan bahwa

sebagian besar penderita hipertensi memiliki pengetahuan yang dimiliki baik tetapi

bukan jaminan mempengaruhi tindakan pencegahan hipertensi. Penelitian lain dengan


hasil uji statistic nilai p value = 0,031 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan pengetahuan dengan kepatuham diet hipertensi di Puskesmas Lawe Dua

Kecamatan Bukit Tusam Kabupaten Aceh Tenggara karena tenaga kesehatan dapat

memberikan pendidikan kesehatan tentang diet tepat pada lansia sehingga dapat

produktif diusia senjanya (Asrina, 2020)

Kepatuhan diit juga dapat dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi merupakan

suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang akan melakukan suatu

perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang

berarti dorongan atau rangsangan atau daya penggerak yang ada dalam diri seseorang

(Hanum et al., 2019). Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan

antara motivasi dengan kepatuhan diit penderita hipertensi. Hasil analisis diperoleh

nilai p value = 0,016 < (α= 0,05) (Sari & Utami, 2017). Hasil penelitian lain ada

hubungan motivasi dengan kepatuhan diet penderita hipertensi dengan nilai p value =

0,005 dalam mengikuti Prolanis (Nurcahyanti, 2020).

Hasil studi pendahuluan yang penelitian lakukan di Puskesmas Cilacap

Tengah 1 Tahun 2020 kepada 5 penderita hipertensi menggunakan wawancara sesuai

kuesioner didapatkan hasil bahwa 3 penderita hipertensi mengalami ketidakpatuhan

diit dan 2 penderita hipertensi mengalami kepatuhan diit di Puskesmas Cilacap.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penelitian tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul hubungan antara pengetahuan dan motivasi

dengan kepatuhan diit penderita hipertensi di Puskesmas Cilacap Tengah 1.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu adakah hubungan antara pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan diit

penderita hipertensi di Puskesmas Cilacap Tengah 1 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan diit penderita hipertensi di

Puskesmas Cilacap Tengah 1.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendeskripsikan pengetahuan pada penderita hipertensi di Puskesmas

Cilacap Tengah 1.

b. Untuk mendeskripsikan motivasi pada penderita hipertensi di Puskesmas

Cilacap Tengah 1.

c. Untuk mendeskripsikan kepatuhan diit pada penderita hipertensi di Puskesmas

Cilacap Tengah 1.

d. Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan dan motivasi dengan

kepatuhan diit penderita hipertensi di Puskesmas Cilacap Tengah 1.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperkaya khasanah

keilmuan keperawatan serta dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian

selanjutnya yang berfokus pada hubungan antara pengetahuan dan motivasi

dengan kepatuhan diit penderita hipertensi.


2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan tentang hubungan antara

pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan diit penderita hipertensi.

b. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi hubungan antara

pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan diit penderita hipertensi. Selain

itu juga dapat dijadikan acuan dalam tindakan asuhan keperawatan

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman bagi peneliti

dalam melakukan penelitian.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai “Hubungan Antara Pengetahuan Dan Motivasi Dengan

Pola Makan Penderita Hipertensi Di Puskesmas Cilacap Tengah 1” belum pernah

dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan adalah:

1. Penelitian yang dilakukan Iceu Amira DA, Hendrawati “Hubungan Pengetahuan

Dengan Kepatuhan Diet Hipertensi Pada Lansia Di Kampung Honje Luhur

Kelurahan Sukagalih Wilayah Kerja Pkm Pembangunan Kecamatan Tarogong

Kidul Kabupaten Garut Tahun 2017”


Tujuan mengetahui kepatuhan diet dan hubungan pengetahuan

terhadap kejadian hipertensi. Metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan

crossectional. Penelitian yang digunakan yaitu descriptif correlational dengan

pendekatan cros sectional pada lansia yang menderita hipertensi sebanyak 99

orang lansia ( total sampling) yang mendeita hipertensi. Analisis data

menggunakan uji Pearson Chi Square dengan nilai korelasi sebesar 0.029 dan

nilai p value < artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan

diet hipertensi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan

dilakukan pada variabelnya hanya “Hubungan Pengetahuan Dengan

Kepatuhan Diet Hipertensi Pada Lansia”. Sedangkan pada penelitian yang

akan peneliti lakukan, variabelnya yaitu “ Hubungan Pengetahuan Dan

Motivasi Dengan Kepatuhan Diit Penderita Hipertensi”.

2. Penelitian yang dilakukan Delima Sari, Safri, Gamya Tri Utami “Hubungan

Motivasi Diri Terhadap Kepatuhan Melaksanakan Diet Pada Penderita

Hipertensi”

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

motivasi diri dan kepatuhan menjalankan diet pada pasien hipertensi

menggunakan desain deskriptif korelatif dan pendekatan cross sectional

dengan melibatkan 73 responden yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi

dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan menggunakan chi tes

-square. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan

pada variabelnya hanya “Motivasi Diri Terhadap Kepatuhan Melaksanakan

Diet Pada Penderita Hipertensi”. Sedangkan pada penelitian yang akan


peneliti lakukan, variabelnya yaitu “Pengetahuan Dan Motivasi Dengan Pola

Makan Penderita Hipertensi”.

3. Penelitian yang dilakukan Delima Sari, Safri, Gamya Tri Utami “Hubungan Pola

Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Anggota Prolanis Di Wilayah Kerja

Puskesmas Parongpong”

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola makan

dengan kejadian hipertensi pada anggota prolanis. Responden yang

berpartisipasi dalam penelitian adalah 40 orang anggota prolanis di wilayah

kerja Puskesmas Parongpong, kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung

Barat. Jenis penelitian ini menggunakan Cross sectional study, yang

merupakan penelitian observasional yang bersifat analitik dan kuesioner Pola

Makan (Food Frequency Questionere). Hasil dari penelitian ini didapati ada

beberapa jenis makanan yang mempunyai hubungan yang bermakna terhadap

peningkatan tekanan darah, yaitu karbohidrat C yang mengandung tinggi

natrium dan tinggi lemak, lauk hewani A yang mengandung tinggi natrium,

lauk hewani C yang mengandung tinggi natrium, susu, dan penyedap

makanan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan

dilakukan pada variabelnya hanya “Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi

Pada Anggota Prolanis”. Sedangkan pada penelitian yang akan peneliti

lakukan, variabelnya yaitu “Pengetahuan Dan Motivasi Dengan Pola Makan

Penderita Hipertensi”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Hipertensi

a. Pengertian

Menurut Joint National Committee (JNC) hipertensi terjadi

apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi adalah

suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara

abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan

darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak

berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah

secara normal.

Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik atau

tekanan diastolic atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat

didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persistem dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg.

Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik

(Brunner & Suddarth, 2005).

b. Klasifikasi hipertensi

Kementrian Kesehatan RI (2014) menjelaskan bahwa

klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:


1) Hipertensi primer/hipertensi esensial Hipertensi yang penyebabnya

tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi

faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola

makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.

2) Hipertensi sekunder/hipertensi non esensial Sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada

sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

a. Berdasarkan JNC VII

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik

(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre- 120 – 139 80 – 89

hipertensi
Hipertensi 140 – 159 90 – 99

derajat I
Hipertensi > 160 > 100

derajat II
b. Menurut European Society of Cardiology :

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik

(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal 120 – 129 80 – 84
Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 160 – 179 100 – 109
II
Hipertensi derajat > 180 > 110

III
Hipertensi sistolik > 190 < 90

terisolasi

c. Etiologi

Sebagian besar kasus tekanan darah tinggi tidak dapat

disembuhkan. Keadaan tersebut berasal dari suatu kecenderungan

genetik yang bercampur dengan faktor-faktor risiko seperti stress,

kegemukan, terlalu banyak makan garam, kurang gerak badan dan

penyumbatan pembuluh darah. Ini disebut hipertensi esensial. Kalau

seseorang mempunyai sejarah hipertensi keluarga dan mengidap

hipertensi ringan, dia dapat mengurangi kemungkinan hipertensi

berkembang lebih hebat dengan memberi perhatian khusus terhadap

faktor-faktor risiko tersebut Untuk kasus-kasus yang lebih berat,

diperlukan pengobatan untuk mengontrol tekanan darah. Jenis lain dari

hipertensi dikenal sebagai hipertensi sekunder, yaitu kenaikan tekanan

darah yang kronis terjadi akibat penyakit lain, seperti kerusakan ginjal,

tumor, saraf, renovaskuler dan lain-lain (Soeharto, 2004 dalam Hamid,

2014).

d. Tanda dan Gejala


Brunner & Suddarth (2013) menjelaskan bahwa gejala-gejala

hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama

dengan penyakit lainnya. Gejala-gejala itu adalah sakit kepala, jantung

berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat

beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung

berdarah, sering buang air kecil, terutama dimalam hari, telinga

berdenging (tinnitus) dan dunia terasa berputar (vertigo).

Knight (2006, dalam Hamid, 2014) menjelaskan bahwa pada

sebagian orang, tanda pertama naiknya tekanan darahnya ialah apabila

terjadi komplikasi. Tanda yang umum ialah sesak nafas pada waktu

kerja keras. Ini menunjukkan bahwa otot jantung itu sudah turut

terpengaruh sehingga tenaganya sudah berkurang yang ditandai

dengan sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan

apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan

perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),

penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada diskus optikus) dan penglihatan kabur.

Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala

klinis timbul :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan

susunan saraf pusat

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler

e. Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi,

maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri

didalam tubuh sampai organ yang mendapatkan suplai darah dari

arteri. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai

berikut :

1. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya

gagal jantung dan penyakit jantung coroner. Pada penderita

hipertensi, beban bekerja jantung akan meningkat dan

jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya yang

disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu

lagi memompa sehingga banyak cairan terlalu diparu


maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak

napas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

2. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak menimbulkan risiko

stroke, apabila tidak diobati risiko terkena stroke 7 kali

lebih besar.

3. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan

ginjal, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan

system penyaringan di dalam ginjal menjadi lambat lalu

ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak

dibutuhkan tubuh yang masih melalui aliran darah dan

terjadi penumpukan di dalam tubuh.

4. Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya

retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan

(Yahya, 2005).

f. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Yaitu dengan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam

mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahan dalam mengobati tekanan darah tinggi

(Ridwanamiruddin,2007). Penatalaksanaan Nonfarmakologis


terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk

menurukan tekanan darah yaitu :

a. Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass

Index (BMI). BMI dapat diketahui dengan membagi berat

badan anda dengan tinggi badan anda yang telah

dikuadratkan dalam satuan meter (Radmarssy, 2007)

b. Kurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan

cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari

(kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam / hari) (Kaplan,

2006). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam

sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari.

Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari,

dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan

tekanan diastolic sekitar 2,5 mmHg (Radmarssy, 2007).

c. Batasi konsumsi alcohol

Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi

alcohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan

dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat

mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih

besar dari pada mereka yang tidak minum minuman

alcohol.
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500

mg)/ hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur

dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan

lemak jenuh dan lemak total (Kaplan, 2006). Kalium dapat

menurukan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah

natrium yang terbuang bersama air kencing. Dengan

setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali

dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium

yang cukup (Radmarssy, 2007).

e. Menghindari merokok

Merokok memang tidak berhubungan secara langsung

dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat

meningkatkan risiko komplikasi pada pasien hipertensi

seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari

mengkonsumsi tembakau (rokok) karena memperberat

hipertensi (Dalimartha, 2008). Nikotin dalam tembakau

membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan

pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut

jantung serta tekanan darah (Sheps, 2005).

f. Penurunan stress

Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang

menetapkan namun stress sering terjadi dapat


menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi

(Sheps, 2005). Menghindari stress dengan menciptakan

suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan

memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga

atau meditasi yang dapat mengontrol system saraf yang

akhirnya dapat menurunkan tekanan darah

(pfizerpeduli.com)

g. Terapi masase (pijat)

Menurut Dalimartha (2008) pada prinsipnya pijat

dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk

mempelancar aliran energy dalam tubuh sehingga

gangguan hipertensi dan komplikasi dapat diminimalisir,

ketika semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak

lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain

maka risiko hipertensi dapat ditekan.

2. Pengobatan Farmakologi

1. Diuretic (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan

ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung

menjadi lebih ringan.

2. Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reserpin)

menghambat aktivitas saraf simpatis.

3. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

a. Menurunkan daya pompa jantung

b. Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui

mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

c. Pada penderita diabetes mellitus: dapat menutupi gejala

hipoglikemia

4. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot

polos pembuluh darah.

5. ACE inhibitor (Captopril)

Efek samping : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

g. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

Dibagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor yang tidak

dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur, genetik, ras dan faktor

yang dapat dikendalikan seperti pola makan, kebiasaan olah raga,

tingkat pendidikan/ pengetahuan, kopi, alkohol dan stres. Untuk

terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-

sama (common underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor
risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi (Fitriayani

& Wuni, 2020).

2. Kepatuhan Diet

a. Pengertian

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu

aturan dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan ini dibedakan menjadi

dua yaitu kepatuhan penuh (total compliance) dimana pada kondisi ini

penderita hipertensi patuh secara sungguh- sungguh terhadap diet, dan

penderita yang tidak patuh (non compliance) dimana pada keadaan ini

penderita tidak melakukan diet terhadap hipertensi. Ketidakpatuhan

diet pada penderita hipertensi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain pemahaman tentang instruksi hal ini disebabkan karena

kesalapahaman yang terjadi pada lanjut usia penderita hipertensi.

Instruksi dokter untuk melakukan diet rendah garam ini disalahartikan

oleh lanjut usia penderita hipertensi dengan tidak boleh menambahkan

garam pada makanan (Susanti, 2019).

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan


Menurut Notoatmodjo (2007) Ada dua faktor yang

mempengaruhi kepatuhan yaitu : Faktor internal dan Faktor eksternal

a. Faktor Internal

1) Umur

Umur sebagai unsur biologis yang menunjukkan

tingkat kematangan organ – organ fisik manusia, terutama

pada organ – organ perseptual sehingga persepsi dapat

berlangsung. Umur akan mempengaruhi jiwa seseorang

yang menerima mengolah kembali pengertian – pengertian

atau tanggapan, sehingga dapat dilihat bahwa semakin

tinggi usia seseorang, maka proses pemikirannya lebih

matang, biasanya orang muda pemikirannya radikal

sedangkan orang dewasa lebih moderat.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin terbentuk dari dimensi biologis, hal

tersebut dapat digunakan untuk menggolongkan kedalam

dua kelompok bologis yaitu pria da wanita. Pada umumnya

dalam kepatuhan menjalankan diit wanita lebih patuh dari

pada pria, karena wanita lebih patuh dan peduli pada aturan

yang ada.

3) Kesehatan
Merupakan suatu kondisi dimana seseorang dalam

kondisi yang sehat atau tidak sakit baik bio- psiko.

Seseorang menginginkan dirinya dalam kondisi sehat

sehingga mereka mempunyai keinginan selalu patuh

terhadap anjuran yang ada dari pertugas Yan-Kes,

sedangkan orang sakit lebih menurut untuk menjalankan

anjuran.

4) Kepribadian

Kepribadian merupakan salah satu faktor dalam diri

manusia yang sangat menentukan tahap menerima atau

menolak rangsangan, pada proses presepsi berlangsung,

orang yang punya kepribadian yang baik akan lebih

bijaksana dalam pengambilan keputusan apa yang terbaik

untuk dirinya.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah hak diluar individu yang

merupakan rangsang untuk menentukan sikap seseorang. Hal

ini dapat berlangsung seperti dengan memberi aturan – aturan

langsung atau tidak langsung. Faktor – faktor tersebut adalah

1) Pengalaman
Merupakan salah satu faktor dalam diri manusia yang

sangat menentukan dalam tahap penerimaaan rangsang.

Pada proses presepsi langsung orang yang punya

pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi

sesuatu dari segala hal dari pada mereka yang sama sekali

tidak memiliki pengalaman.

2) Lingkungan

Lingkungan merupakan semua obyek baik berupa

benda hidup atau tidak, merupakan kehidupan yang ada

disekitar kita dimana seseorang berada, dalam hal ini

lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan klien

menjalankan diit, jika lingkungan mendukung penderita

hipertensi akan patuh terhadap diitnya. Jika lingkungan

tidak mendukung, klien tidak akan dapat menjalankan diit

yang seharusnya.

3) Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan prasarana, dalam hal

ini pelayanan kesehatan, jika fasilitas baik akan

mempengaruhi kesehatan, hal ini terbukti seseorang dapat

memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik akan

mempunyai taraf kesehatan yang lebih baik. Hal ini akan

membuat individu merasa bertanggung jawab terhadap

kesehatannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor


eksternal yang mempengaruhi kepatuhan klien hipertensi

dalam menjalankan diit,meliputi : budaya, sarana

kesehatan, dukungan keluarga, serta ekonomi.

3. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu ,

Apabila pengetahuan seseorang semakin baik maka perilakunya pun

akan semakin baik. Akan tetapi pengetahuan yang baik tidak disertai

dengan sikap maka pengetahuan itu tidak akan berarti (Wahyuni &

Susilowati, 2018a)

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh,

salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan

yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Anggraeni & Nasution, 2019)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor

menurut Mubarak (2011) yaitu :


1. Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

tidak mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan

meliputi pembelajaran keahlian khusus dan juga sesuatu

yang dilihat, tetapi lebih mendalam yaitu pemberian

pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.

b) Minat

Suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu, minat

merupakan kekuatan diri dalam diri sendiri untuk

menambah pengetahuan.

c) Intelegensi

Pengetahuan yang dipenuhi intelegensi adalah

pengetahuan intelegensi dimana seseorang dapat bertindak

secara tepat, cepat dan mudah dalam pengambilan

keputusan, seseorang mempunyai intelegensi yang rendah

akan bertindak laku lambat dalam mengambil keputusan.


2. Faktor Eksternal

a) Media Masa

Dengan majunya teknologi akan tersedia pula

bermacam-macam media massa yang dapat pula

mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

b) Pengalaman

Pengalaman dari diri sendiri maupun dari orang lain

yang meninggalkan kesan paling dalam, akan menambah

pengetahuan seseorang.

c) Sosial Budaya

Sosial budaya adalah hal-hal yang komplek yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan moral, hukum, adat

istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaan

berevolusi dimuka bumi ini, sehingga hasil karya, karsa,

cipta dan masyarakat.

d) Lingkungan

Lingkungan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengetahuan

seseorang.

e) Penyuluhan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat

melalui metode penyuluhan dan pengetahuan bertambah

seseorang akan berubah perilakunya.


f) Informasi

Informasi merupakan pemberitahuan secara kognitif

baru bagi penambah pengetahuan. Pemberian informasi

adalah untuk menggugah kesadaran ibu hamil terhadap

motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan.

c. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoadmodjo, 2010 tingkat pengetahuan dibagi

menjadi 6 yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau


kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi

atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain antara lain Analisis

(Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

4. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang benar. Dengan kata lain sintesis itu

suatu komponen untuk menyusun formulasi baru dari formulasi

yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau

obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak-anak

yang cukup gizi dan yang gizi buruk.


d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoadmojo, 2010 terdapat 2 cara memperoleh

pengetahuan yaitu :

1. Cara Memperoleh Kebenaran Non Ilmiah .

a) Cara Coba Salah (Trial and Eror)

Cara memperoleh kebenaran non ilmiah yang

pernah digunakan manusia dalam memperoleh

pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan

kata lain yang lebih dikenal “trial and eror”. Cara ini

telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban.

b) Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi

karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

c) Cara Kekuasaan atau Otorhas

Dalam kehidupan manusia sehari-sehari, banyak

sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang

dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah

yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-

kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari

generasi ke generasi berikutnya.


d) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila

dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat

memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk

memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula

menggunakan atau merujuk cara tersebut.

e) Cara Akal Sehat (Common Sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang

dapat menemukan teori atau kebenaran.

f) Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan agama adalah suatu kebenaran yang

diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran

ini harus diterima oleh pengikut-pengikut agama yang

bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut

rasional atau tidak. Sebab kebenaran oleh para Nabi

adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha

penalaran atau penyelidikan manusia.

g) Kebenaran Secara Intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara

cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa

melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang


diperoleh melalui intuitif sukar dipercayai karena

kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang

rasional dan yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh

seseorang hanya berdasarkan suara hati atau bisikan hati

saja.

h) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat

manusia, cara berpikir manusia pun berkembang. Dari

sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya

dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain,

dalam memperoleh kebenaran, pengetahuan manusia

telah menggunakan jalan pikirannya, baik melakukan

induksi maupun deduksi.

i) Induksi

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa

induksi adalah proses penarikannya kesimpulan yang

dimulai dari pertanyaan-pertanyaan khusus kepertanyaan

yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam berpikir

induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan

pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh

indra.

j) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari

pertanyaan-pertanyaan umum ke khusus. Aristoteles

(384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini

ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme

ini merupakan suatu bentuk deduksi yang

memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai

kesimpulan yang lebih baik. Didalam proses berpikir

deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar

secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga

kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada

setiap yang termasuk dalam kelas itu.

e. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis, ilmiah. Cara ini disebut metode

penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian

(research methodology).

f. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Diet Hipertensi

Penderita Hipertensi dengan Pengetahuan yang baik akan

mempengaruhi kemampuan penderita Hipertensi untuk melakukan

kepatuhan diet secara optimal. Pengetahuan terjadi setelah orang

melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu.

Sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi,

pengetahuan akan mencapai hasil yang optimal jika semakin tinggi


pengetahuan maka semakin tinggi tingkat kepatuhan dalam

melaksanakan pola makan sebaliknya semakin rendah pengetahuan

maka semakin rendah juga tingkat kepatuhan dalam pola makan

hipertensi. Hasil penelitian lain menemukan ada hubungan

pengetahuan dengan kepatuhan diet yang menderita hipertensi

(Darmarani et al., 2020).

g. Pengukuran Pengetahuan

Skala pengukuran menggunakan skala Guttman, skala

pengukuran dengan tipe ini akan di dapatkan jawaban yang tegass,

diantaranya “ya-tidak”, “benar-salah”, “positif-negatif” dan lain-lain.

Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin

mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang

ditanyakan. Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan

ganda juga dapat dibuat dalam bentuk check list. Jawaban setuju di

beri skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. Hasil jawaban responden

dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah tertinggi lalu dikaitkan

100% (Suyanto, 2011).

f
Rumus : P= X 100%
N

Keterangan :

P : Persentase

f : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah skor maksimal


Menurut Nursalam 2011 pengetahuan seseorang dapat

diketahui dan diinterpretasikan dengan skala ordinal, yaitu :

a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

c. Kurang : < 56%

4. Motivasi

a. Pengertian

Motivasi merupakan suatu dorongan kehendak yang

menyebabkan seseorang akan melakukan suatu perbuatan untuk

mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti

“dorongan” atau rangsangan atau “daya penggerak” yang ada dalam

diri seseorang. Oleh karena itu, motivasi paling kuat ada dalam diri

individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap mempertahankan

kesehatannya sangat berpengaruh tehadap faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya

(Hanum et al., 2019).

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga

penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan

sesuatu dengan mengesampingkan hal-hal yang dianggap kurang

bermanfaat. Motivasi yang kuat yang berasal dari diri penderita

hipertensi untuk sembuh akan memberikan keuntungan. Proses untuk

menjaga tekanan darah pasien hipertensi tidak hanya dengan

perawatan non farmakologi seperti olahraga, namun diet hipertensi


juga harus dilaksanakan (Sari & Utami, 2017).

b. Pembagian motivasi

Motivasi dilihat dari faktor pencetusnya dapat terbagi dua yaitu :

1) Motivasi Internal

Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang

akan menimbulkan motivasi internal. Kekuatan ini akan

mempengaruhi pikiran, yang selanjutnya akan mengarahkan

perilaku orang tersebut. Motivasi Internal dikelompokkan

menjadi dua kelompok, yaitu :

1) Motivasi Fisiologi merupakan motivasi alamiah

(biologis), seperti lapar, haus dan seks.

2) Motivasi Psikologis dikelompokkan dalam tiga kategori

dasar, yaitu :

a) Motivasi kasih sayang (afferetional motivation)

yaitu motivasi untuk menciptakan dan memelihara

kehangatan, keharmonisan, dan kepuasan batiniah

(emosional) dalam berhubungan dengan orang lain.

b) Motivasi mempertahankan diri (ego-defensive

motivation) yaitu motivasi untuk melindungi

kepribadian, menghindari untuk tidak ditertawakan

dan kehilangan muka, mempertahankan prestise dan

mendapatkan kebanggaan diri.

c) Motivasi memperkuat diri (ego-bolstering


motivation). Yaitu motivasi untuk mengembangkan

kepribadian, berprestasi, menaikkan prestasi dan

mendapatkan pengakuan orang lain, memuaskan

diri dengan penguasannya terhadap orang lain,

memuaskan diri dengan penguasannya terhadap

orang lain, memuaskan diri dengan penguasannya

terhadap orang lain. Motivasi Internal merupakan

motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang

sehingga mempengaruhi pikiran dan perilaku untuk

mencapai tujuan (Supardi&Anwar, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi internal yaitu:

a) Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena

adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun

psikologis, misalnya motivasi ibu untuk membawa balita

ke posyandu untuk imunisasi karena balita akan

mendapatkan kekebalan tubuh.

b) Harapan (Expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan

adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri

seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan

menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan,


misalnya ibu membawa balita ke posyandu untuk

imunisasi dengan harapan agar balita tumbuh dengan

sehat dan tidak mudah tertular oleh penyakit-penyakit

infeksi.

c) Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan

pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh, misalnya ibu

membawa balita ke posyandu tanpa adanya pengaruh dari

orang lain tetapi karena adanya minat ingin bertemu

dengan teman-teman maupun ingin bertemu dengan

tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat).

2) Motivasi eksternal

Motivasi Eksternal merupakan motivasi yang timbul dari

luar diri seseorang. Motivasi Eksternal positif seperti kenaikkan

gaji, pemberian penghargaan sedangkan motivasi eksternal yang

negatif dengan hukuman. Hal ini memberikan dampak yang baik

bagi karyawan bila dilaksanakan secara adil dan benar, seperti

adanya pilih kasih, tebang pilih terhadap karyawan yang

melanggar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi eksternal yaitu:

a. Dorongan

Ibu membawa balita ke posyandu bukan kehendak

sendiri tetapi karena dorongan dari keluarga seperti suami,


orang tua, teman. Dukungan dan dorongan dari anggota

keluarga semakin menguatkan motivasi ibu untuk

memberikan sesuatu yang terbaik bagi balitanya. Dorongan

positif yang diperoleh ibu, akan menimbulkan kebiasaan

yang baik pula, karena dalam setiap bulannya kegiatan

posyandu dilaksanakan ibu akan dengan senang hati

membawa balitanya tersebut.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal.

Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat

termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga,

lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam

memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya.

Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan

menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Misalnya

dalam konteks pemanfaatan posyandu, maka orang-orang di

lingkungan ibu akan mengajak, mengingatkan, ataupun

memberikan informasi pada ibu tentang pelaksanaan kegiatan

posyandu.

c. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan

sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya

ibu membawa balita ke posyandu karena akan mendapatkan


imbalan seperti mendapatkan makanan tambahan berupa

bubur, susu ataupun vitamin A. Imbalan yang positif ini akan

semakin memotivasi ibu untuk datang ke posyandu dengan

harapan bahwa anaknya akan menjadi lebih sehat.

c. Teori Proses Motivasi

Teori proses motivasi terfokus pada bagaimana cara

mengontrol atau mempengaruhi perilaku seseorang. Empat teori

proses motivasi adalah teori penguatan (reforcement), teori harapan

(expectancy), teori ekuitas (equity) teori penetapan tujuan (good

setting) (Swamsburg, C.R, 2000).

a. Teori Penguatan (Reinforcement)

Seorang manajer dalam organisasi tidak perlu

memikirkan peristiwa-peristiwa internal dalam yang bersifat

kognitif, sebab faktor-faktor penguatan yang mengendalikan

perilaku para bawahan. Faktor penguatan adalah setiap

tindakan yang dilakukan dan mendapat respon yang baik,

memperbesar kemungkinan bahwa tindakan itu akan diulang.

Secara sederhana dikatakan bahwa teori ini terdapat

pandangan yang mengatakan bahwa jika tindakan seorang

manager oleh bawahan dipandang mendorong perilaku

positif, bawahan yang bersangkutan akan cenderung

mengulangi tindakan serupa, misalnya seorang pesawat yang

mendapat pujian karena melakukan tindakan yang baik akan


cenderung mengulangi tindakan tersebut.

b. Teori teori Harapan (Expectancy)

Penghargaan adalah tingkat penampilan tertentu yang

diwujudkan melalui usaha tertentu. Individu akan memilih

alternatif usaha yang memungkinkan hasil yang paling baik.

Kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu

tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut

akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan daya tarik dari hasil

bagi orang yang bersangkutan.

c. Teori Eksklusif (Equity)

Keadilan adalah usaha atau kontribusi yang diberikan

dihargai sama dengan penghargaan pada orang lain dapatkan.

Konstribusi tersebut meliputi kemampuan, pendidikan,

pengalaman, dan usaha. Sedangkan penghargaan adalah gaji,

penghargaan, fasilitas. Perlakuan yang adil tidak akan

merubah perilaku, tetapi perlakuan yang tidak adil akan

merubah perilaku.

d. Teori Penetapan Tujuan (Good Setting)

Teori ini berdasarkan pada tujuan sebagai penentu

perilaku. Semakin spesifik tujuan, semakin baik hasil yang

ditimbulkan. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh

seseorang dalam melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan

motivasi-motivasi yang semakin besar. Semakin dipahami


tujuan yang akan dicapai oleh para pelaksana, semakin tinggi

pula motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut. Semakin

besar partisipasi seseorang dalam menentukan tujuan

semakin besar pula motivasinya untuk meraih keberhasilan

dan prestasi kerja yang setinggi mungkin.

d. Tujuan Motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau

menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk

melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai

tujuan. Setiap tindakan memotivasi seseorang mempunyai tujuan yang

akan dicapai. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau akan tercapai,

maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu

dilakukan.

e. Unsur – Unsur Motivasi

Motivasi mengandung tiga komponen pokok didalamnya, yaitu

menggerakkan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia.

a) Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu,

memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif,

dan kecenderungan mendapatkan kesenangan.

b) Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku.

Dengan demikian seseorang menyediakan suatu orientasi tujuan.

Tingkah laku seorang individu diarahkan terhadap sesuatu.


c) Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar

harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-

dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

f. Fungsi Motivasi

Motivasi mempunyai tiga fungsi yaitu (Notoadmodjo, 2007) :

a.) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak

atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini

merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan

dikerjakan.

b.) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak

dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah

dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan

tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.

c.) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan

apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,

dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak

bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan yang sudah

ditentukan atau dikerjakan akan memberikan kepercayaan diri

yang tinggi karena sudah melakukan proses penyeleksian.

g. Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan Diet Hipertensi

Penderita hipertensi dengan motivasi yang baik akan

memperoleh kemampuan penderita hipertensi untuk melakukan

kepatuhan diet secara optimal. Motivasi sangat berpengaruh terhadap


kepatuhan seseorang dalam melakukan pola makan. Tingginya

motivasi seseorang menunjukan tingginya kebutuhan maupun

dorongan responden untuk mencapai sebuah tujuan. Hasil penelitian

terdapat bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi diri

terhadap kepatuhan melaksanakan diet pada penderita hipertensi (Sari

& Utami, 2017).


DAFTAR PUSTAKA

Afniwati. (2019). Hubungan Antara Pola Makan Dan Kebiasaan Berolahraga Dengan

Tingkat Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Kutalimbaru 2019. Journal of

Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anggraeni, N., & Nasution, johani dewita. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan

Sikap Lansia Dengan Riwayat Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan Darah

Pada Lansia Di Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019.

Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anisa, M. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan. 6(1), 56–65.

Asrina, N. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Hipertensi Pada

Lansia Hipertensi di Puskesmas Lawe Dua Kecamatan Bukit Tusam Kabupaten

Aceh Tenggara. Jurnal Ners Nurul Hasanah, 8(2), 1–7.

Darmarani, A., Darwis, H., & Mato, R. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan

Kepatuhan Diet Hipertensi Pada Kecamatan Mamasa. 15, 366–370.

Fatmawati, B. R., & Suprayitna, M. (2021). Self efficacy dan perilaku sehat dalam

modifikasi gaya hidup penderita hipertensi. 11(1), 1–7.

Fitriayani, Y., & Wuni, C. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Hipertensi Esensial Di Desa Kemingking Dalam Kabupaten Muaro Jambi

Factors That Are Related To The Prevention Of Dermatitical Iritan Contacts In


Motor Wash Workers. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 6(1),

449–458.

Hanum, S., Puetri, N. R., Pengetahuan, H. A., Dukungan, D. A. N., Dengan, K.,

Minum, K., Pada, O., Di, H., Peukan, P., Kabupaten, B., & Besar, A. (2019).

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA

HIPERTENSI DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR.

10(1), 30–35.

Hendrawati. (2018). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Hipertensi

Wilayah Kerja PKM Pembangunan Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten

Garut Tahun 2017. Kesehatan Bakti Tunas Husada, 18(1), 105–112.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19.

Nurcahyanti, D. (2020). DENGAN KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI PESERTA

JKN-KIS DALAM MENGIKUTI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT

KRONIS ( PROLANIS ) DI PUSKESMAS MUARA TEWEH TAHUN 2020.

Rahman, I. A. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI

DENGAN PERILAKU MENJALANI DIET HIPERTENSI Irpan Ali Rahman

STIKes Muhammadiyah Ciamis.

Risnawati, R. (2020). Hubungan Pola Makan, Tingkat Stres dan Perilaku Olahraga

Dengan Penyakit Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang


Intan 2 Tahun 2020. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam

Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, 1(1), 1–10.

Sari, D., & Utami, G. T. (2017). HUBUNGAN MOTIVASI DIRI TERHADAP

KEPATUHAN MELAKSANAKAN DIET PADA PENDERITA HIPERTENSI

Delima Sari 1 , Safri 2 , Gamya Tri Utami 3. 580–588.

Siswanto, Y., Widyawati, S. A., Wijaya, A. A., & Dewi, B. (2020). Hipertensi pada

Remaja di Kabupaten Semarang. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(186), 11–17.

Susanti. (2019). Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Komplikasi Pada Penderita

Hipertensi Di Puskesmas Sidotopo Wetan Surabaya. Adi Husada Nursing

Journal, 5(1), 30–36.

Triwibowo, H. (2016). HUBUNGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI DENGAN

TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM

RSUD Prof . Dr . SOEKANDAR MOJOKERTO * Heri Triwibowo , ** Heni

Frilasari , *** Indah Rachma Dewi Akper Bina Sehat PPNI Mojokerto.

Wahyuni, W., & Susilowati, T. (2018a). Hubungan Pengetahuan, Pola Makan Dan

Jenis Kelamin Terhadap Kejadian Hipertensi Di Kalurahan Sambung Macan

Sragen. Gaster | Jurnal Ilmu Kesehatan, 16(1), 73.

https://doi.org/10.30787/gaster.v16i1.243

Wahyuni, W., & Susilowati, T. (2018b). HUBUNGAN PENGETAHUAN, POLA


MAKAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI

KALURAHAN SAMBUNG MACAN SRAGEN. Gaster | Jurnal Ilmu

Kesehatan. https://doi.org/10.30787/gaster.v16i1.243

Lestari. (2019). HUBUNGAN POLA MAKAN FAST FOOD DENGAN TINGKAT

HIPERTENSI PADA USIA PRODUKTIF DI LINGKUNGAN KERJA RUMAH

SAKIT PERTAMINA CILACAP TAHUN 2019.

KURNIAWATI, S. A. (2017). Hubungan pengetahuan dengan perilaku pola makan

lansia yang menderita hipertensi.

Afniwati. (2019). Hubungan Antara Pola Makan Dan Kebiasaan Berolahraga Dengan

Tingkat Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Kutalimbaru 2019. Journal of

Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anggraeni, N., & Nasution, johani dewita. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan

Sikap Lansia Dengan Riwayat Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan Darah

Pada Lansia Di Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019.

Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anisa, M. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan. 6(1), 56–65.

Asrina, N. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Hipertensi Pada

Lansia Hipertensi di Puskesmas Lawe Dua Kecamatan Bukit Tusam Kabupaten

Aceh Tenggara. Jurnal Ners Nurul Hasanah, 8(2), 1–7.

Darmarani, A., Darwis, H., & Mato, R. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan

Kepatuhan Diet Hipertensi Pada Kecamatan Mamasa. 15, 366–370.


Fatmawati, B. R., & Suprayitna, M. (2021). Self efficacy dan perilaku sehat dalam

modifikasi gaya hidup penderita hipertensi. 11(1), 1–7.

Fitriayani, Y., & Wuni, C. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Hipertensi Esensial Di Desa Kemingking Dalam Kabupaten Muaro Jambi

Factors That Are Related To The Prevention Of Dermatitical Iritan Contacts In

Motor Wash Workers. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 6(1),

449–458.

Hanum, S., Puetri, N. R., Pengetahuan, H. A., Dukungan, D. A. N., Dengan, K.,

Minum, K., Pada, O., Di, H., Peukan, P., Kabupaten, B., & Besar, A. (2019).

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA

HIPERTENSI DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR.

10(1), 30–35.

Hendrawati. (2018). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Hipertensi

Wilayah Kerja PKM Pembangunan Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten

Garut Tahun 2017. Kesehatan Bakti Tunas Husada, 18(1), 105–112.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19.

Nurcahyanti, D. (2020). DENGAN KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI PESERTA

JKN-KIS DALAM MENGIKUTI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT

KRONIS ( PROLANIS ) DI PUSKESMAS MUARA TEWEH TAHUN 2020.

Rahman, I. A. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI

DENGAN PERILAKU MENJALANI DIET HIPERTENSI Irpan Ali Rahman

STIKes Muhammadiyah Ciamis.


Risnawati, R. (2020). Hubungan Pola Makan, Tingkat Stres dan Perilaku Olahraga

Dengan Penyakit Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang

Intan 2 Tahun 2020. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam

Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, 1(1), 1–10.

Sari, D., & Utami, G. T. (2017). HUBUNGAN MOTIVASI DIRI TERHADAP

KEPATUHAN MELAKSANAKAN DIET PADA PENDERITA HIPERTENSI

Delima Sari 1 , Safri 2 , Gamya Tri Utami 3. 580–588.

Siswanto, Y., Widyawati, S. A., Wijaya, A. A., & Dewi, B. (2020). Hipertensi pada

Remaja di Kabupaten Semarang. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(186), 11–17.

Susanti. (2019). Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Komplikasi Pada Penderita

Hipertensi Di Puskesmas Sidotopo Wetan Surabaya. Adi Husada Nursing

Journal, 5(1), 30–36.

Triwibowo, H. (2016). HUBUNGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI DENGAN

TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM

RSUD Prof . Dr . SOEKANDAR MOJOKERTO * Heri Triwibowo , ** Heni

Frilasari , *** Indah Rachma Dewi Akper Bina Sehat PPNI Mojokerto.

Wahyuni, W., & Susilowati, T. (2018a). Hubungan Pengetahuan, Pola Makan Dan

Jenis Kelamin Terhadap Kejadian Hipertensi Di Kalurahan Sambung Macan

Sragen. Gaster | Jurnal Ilmu Kesehatan, 16(1), 73.

https://doi.org/10.30787/gaster.v16i1.243

Wahyuni, W., & Susilowati, T. (2018b). HUBUNGAN PENGETAHUAN, POLA

MAKAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI


KALURAHAN SAMBUNG MACAN SRAGEN. Gaster | Jurnal Ilmu

Kesehatan. https://doi.org/10.30787/gaster.v16i1.243

NUGRAHA, B. (2013). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN

DENGAN KEPATUHAN DALAM MENJALANKAN DIIT HIPERTENSI (Di

Ruang Irna 6 Rsud dr. Sayidiman Magetan ). Journal of Chemical Information

and Modeling, 53(9), 1–87.

Anda mungkin juga menyukai