Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.

Dan hingga saat ini masih menjadi permasalahan dibidang kesehatan, di

Indonesia maupun di dunia.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 terdapat 839

juta kasus hipertensi dan tahun 2015 diperkirakan hampir 8 miliyar

orang setiap tahun menderita hipertensi seningga diperkirakan tahun

2025 penderita hipertensi menjadi 1,15 miliyar atau sekitar 29% dari total

penduduk dunia, penderita wanita lebih banyak (30%) dbandingkan laki-

laki (29%). Berdasarkan data dari Riskesdas (3013) hipertensi diIndonesia

merupakan masalah kesehatan dengan prevelensi yang tinggi yaitu

sebesar 25,8%. Prevelensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%) , diikuti

kalimantan selatan 30,8%.Kalimantan Timur (29,6%),Jawa Barat (29,4%),

dan gorontalo (29,4%). Prevelensi hipertensi di provinsi Sumatera Barat

menunjukan sudah mencapai sebesar 22,6%.

Prevelensi dari dinas kesehatan Nusa Tenggara Timur pada tahun

2015 juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 10.101 jiwa dan tahun

2016 sebanyak 13.776 jiwa.

Prevelensi data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Sikka pada tahun 2014, Kabupaten Sikka memiliki prevelensi hipertensi

11,4% tertinggi diantara semua kabupaten di Nusa Tenggara Timur dan

1
2

pada tahun 2015 juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 10,101

jiwa dan tahun 2016 sebanyak 13,766 jiwa. Data yang di peroleh dari

puskesmas Waipare pada tahun 2016 sebanyak 1.552 jiwa dan pada

tahun 2017 sebanyak 1.037 jiwa. Sementara data yang diperoleh dari

Puskesmas Waipare tentang kepatuhan penderita hpertensi hanya 60%

jiwa.

Kepatuhan pengobatan pasien hipertensi merupakan hal penting

karena hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan

tetapi harus selalu dikontrol atau dikendalikan agar tidak terjadi

komplikasi nyang dapat berujung pada kematian (Palmer & Wiliam, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2011) menyebutkan

bawah faktor yang mempengaruhi kepatuhan klien hipertensi dalam menjalani

pengobatan hipertensi yaitu pendidikan, pengetahuan, dan tingkat motivasi.

hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Mubin dkk (2010)

bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan mempunyai hubungan yang

signifikan dengan motivasi melakukan kontrol tekanan darah pasien hipertensi

dan factor - faktor jenis kelamin dan pekerjaan tidak menunjukkan hubungan

yang signifikan. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Alponche

(2012) menunjukkan jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan

dengan kepatuhan pengobatan pasien hipertensi, serta penelitian yang

dilakukan oleh Su Jin-Cho (2014) pekerjaan memiliki hubungan dengan

kepatuhan pengobatan pasien hipertensi. dari beberapa penelitian di atas dapat

dismpulkan bawah faktor jenis kelamin, pendidikan, dan tingkat pengetahuan


3

menunjukkan hasil yang berbeda – beda sehingga peneliti merasa tertarik

untuk meneliti kembali faktor –faktor tersebut.

B. Rumusan Masalah

Kepatuhan pengobatan pada pasien hipertensi merupakan hal

penting karena dapat mengendalikan penyakit hpertensi

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pasien

hipertensi adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan,dan tingkat pengetahuan.

Adapun beberapa hasil penelitian menunjukan hasil yang berbeda – beda

sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kembali faktor manakah yang paling

berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat dirumuskan

adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan penderita

hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskesmas Waipare.


4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskesmas Waipare.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan

kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di

Puskesmas waipare.

b. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terakhir

dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan

di Puskesmas Waipare.

c. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang

hipertensi dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani

pengobatan di Puskesmas waipare.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan atau pengetahuan bagi

pembaca dan pengembangan ilmu keperawatan yang berhubungan

dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas Waipare

Memberikan informasi mengenai faktor penghambat yang

berhubungan dengan kepatuhan pengobatan pada penderita


5

hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Waipare dan sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan upaya peningkatan kepatuhan

pengobatan pada penderita hipertensi.

b. Bagi Institusi

Menambah kepustakaan dan sumber referensi ilmu bagi Fakultas

Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Nusa Nipa secara keseluruhan.

c. Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan mengenai faktor –faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam

menjalani pengobatan serta menambah pengalaman dalam

menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama perkuliahan.

d. Bagi Mahasiswa Ilmu - ilmu Kesehatan Universitas Nusa Nipa

Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya yang

berhubungan dengan faktor –faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan.

E. Keaslian Penelitian

1. Mubin dkk (2010)

Karakteristik dan pengetahuan pasien dengan motivasi melakukan

kontrol tekanan darah di Wilayah Kerja Puskesmas Sragi 1 Pekalongan.

dengan rancangan penelitian cross sectional. variabel penelitiannya yaitu

Variabel bebas : usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,

pengetahuan.
6

Variabel terikat : motivasi melakukan kontrol tekanan darah. Hasil

penelitiannya adalah ada hubungan antara pendidikan (p=0,005),

pengetahuan (p=0,000) dengan motivasi melakukan kontrol tekanan

darah sedangkan variabel usia (p=0,178), jenis kelamin (p=0,151), pekerjaan

(p=0,178) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

2. Nandang Tisna (2009)

Faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien

dalam minum obat Antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota

Tanggerang Selatan Provinsi Banten dengan rancangan penelitian Cross

Sectional. variabel penelitiannya yaitu :

Variabel bebas : pendidikan, pekerjaan, usia, jenis kelamin, pengetahuan

tentang hipertensi, dan presepsi jarak rumah ke Puskesmas.dan hasilnya

adalah ada hubungan antara usia (p=0,05) dengan kepatuhan pasien

dalam minum obat antihipertensi. Sedangkan variabel pendidikan

(p=0,515), pekerjaan (p=0,171).

3. Factors associated with nonadherence to anthypertensive medication

Su-Jin Cho dan Jimhyun Kim 2014, data dari korea Institute For

Health and Social Affairs (KIHASA) dan National Health Insurence

(NHI) rancangan penelitian menggunakan Cross Sectonal dengan

variabel penelitiannya yaitu :

Variabel bebas : jenis kelamin, tempat tinggal, usia, jenis asuransi,

status pekerjaan, pendapatan.


7

Variabel terikat : ketidak patuhan pasien terhadap obat antihipertensi

ada hubungan yang signifikan antara usia (p=0,001), tingkat

pendidikan (p=0,003), status pekerjaan (p=0,006) sedangkan variabel

jenis kelamin (p=0,140), tempat tinggal (p=0,482), jenis asuransi

(p=0,068), pendapatan (p=0,204) tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan.

Beberapa hal yang membedahkan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut :

a. Tempat dan waktu penelitian yang berbeda dari penelitian

sebelumnya.

b. fokus penelitiann ini pada penderita hipertensi dengan usia 30- 70

tahun.

c. Variabel bebas dalam penelitian ini membahas tiga faktor yaitu

jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Pengertian

Menurut Brunner & Suddart, (2012) mendefinisikan hipertensi

merupakan tekanan darah persisten, dimana tekanan sistoliknya diatas

140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi

manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari

atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.

Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis dalam

waktu yang lama. (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan pengertian di atas maka disimpulkan

2. Klasifikasi

a. Klasifikasi Hipertensi Menurut Kemenkes (2013)

1) Hipertensi primer atau esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),

walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti

kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan.

Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90% pada semua kasus

hipertensi.

8
9

2) Hipertensi Sekunder Atau Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5 –

10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit

ginjal,sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal

atau pemakaiaan obat tertentu, misalnya pil KB.

3) Join Nation Comitten on Detection Evolution and Treatment

of High Blood Pressure, badan penelitian hipertensi di

Amerika serikat, menentukan batasan tekanan darah yang

berbeda.

Tabel. 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2013

Kategori Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg)

Normal <120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Derajat I 140-159 atau 90-99

Derajat II >160 atau >100

Sumber : Keperawatan Medikal Bedah (Wijaya, 2013)

3. Etiologi

Faktor resiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah menurut

(Depkes, 2013).

a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah antara lain :

1) Usia
10

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan tambahnya

umur, resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Tingginya

hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan

oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga

lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi

lebih kaku, sebagai akibatnya terjadinya peningkatan tekanan

darah.

2) Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana

pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita,

dengan resiko sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah

sistolik. Pria juga diduga memiliki gaya hidup yang cendrung

dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita.

3) Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor

keturunan) juga mempertinggi resiko terkena hipertensi, terutama

pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini

juga dipengaruhi faktor- faktor lingkungan, yang kemudian

menyebabkan seseorang menderita hipertensi. faktor genetik juga

berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan rennin

mambran sel.
11

Menurut Davidson, bila kedua orang tuanya menderita hipertensi,

maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya karena

menunjukan ada faktor gen keturunan yang berperan.

b. Faktor resiko yang dapat diubah

1) Kegemukan (Obesitas)

Kegemukan atau obesitas adalah abnormalitas lemak yang

dinyatakan dalam indeks masa tubuh (IMT) yaitu perbandingan

antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter.

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi prevelensi

hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Resiko relatif untuk

menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seseorang yang badannya normal.

2) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida yang

diisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat

merusak lapisan endotel, pembuluh darah arteri yang

mengakibatkan proses arterokloresis dan tekanan darah tinggi.

Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan

oksigen untuk disuplai keotot-otot jantung. Merokok pada

penderita tekan darah tinggi semakin meningkatkan resiko

kerusakan pada pembuluh darah arteri.

3) Komsumsi alkohol berlebihan


12

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah

dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat

alkohol masih belum jelas, namun diduga peningkatan kadar

kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta

kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah.

4) Stres

Stres atau ketegangan jiwa seperti rasa tertekan, murung, rasa

marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah yang dapat

merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin

dan memacu kerja jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,

sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung

lama dapat mengakibatkan tingginya tekanan darah yang

menetap.

5) Kurang olaraga

Berolaraga secara rutin seperti bersepeda, jogging, dan senam

aerobik dapat mempelancar aliran darah sehingga mengurangi

resiko terkena tekanan darah tinggi. Orang yang kurang aktif

berolaraga juga menyebabkan kegemukan atau obesitas.

Berolaraga juga dapat mengurangi asupan garam kedalam tubuh.

4. Manifestasi Klinis

Menurut nanda, 2015. Tanda dan gejala dapat dibedakan menjadi :

a. Tidak bergejala : artinya tidak ada gejala spesifik yang dapat

dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan


13

tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa, jika kelainan arteri tidak

diukur,maka hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa.

b. Gejala yang lazim : gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah

nyeri kepala, kelelahan namun hal ini menjadi gejala yang terlazim

juga pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

c. Tanda dan gejala pasien hipertensi diantaranya, mengeluh sakit

kepala,pusing, lemas, kelelahan, gelisah, mual dan muntah,epitaksis,

kesadaran menurun. Gejala lainnya yang sering ditemukan: marah,

telinga berdengung, rasa berat di tengkuk suka tidur mata berkunang-

kunang.

5. Patofisologi.

Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol saraf kompleks dan

hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam mempengaruhi

curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal lain yang ikut dalam

pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor.

Curah jantung ditentukan oleh volume cekuncup dan frekuensi

jantung. Sistem pembuluh darah perifer, bertanggungjawab pada

perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya aorta dan arteri besar, berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung


14

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer, yang menyebabkan peningkatan tekanan

darah, yang dikenal dengan hipertensi (Brunner & Suddart, 2005).

6. Komplikasi

Menurt (wijaya, 2013) komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-

organ sebagai berikut :

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung

dan penyakit jantung koroner. Pada pasien hipertensi, bebean kerja

jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang

elastisnya yang disebut dekompensasi.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak,menimbulkan resiko stroke tujuh

kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal,

tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem

penyaringan didalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak

mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk

melalui aliran darah dan terjadi penumpukan didalam tubuh.

d. Mata
15

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkn terjadinya retinopati

hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

7. Penatalaksanaan

Upaya penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan

melalui terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. (Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2013).

a. Terapi Non farmakologis

Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan

pengendalian Faktor Risiko, yaitu:

1) Makan Gizi Seimbang

Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada

pasien hipertensi. Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5

porsi per hari, karena cukup mengandung kalium yang dapat

menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan

tekanan darah diastolik (TDD) 2,5 mmHg.

2) Mengatasi obesitas

Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada

penderita-penderita yang gemuk. Penerunun berat badan dalam

waktu yang pendek dalam jumlah yang cukup besar biasanya

disertai dengan penurunan tekanan darah (Suwarso, 2010).

Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak


16

dilaporkan. Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga

mencapai IMT normal 18,5-22,9 kg/m2, lingkar pinggang <90

cm untuk laki-laki atau <80 cm untuk perempuan (Depkes RI,

2013).

3) Melakukan olahraga teratur

Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging,

berenang dan bersepeda berperan dalam penurunan tekanan

darah. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur membuat jantung

lebih kuat. Hal tersebut berperan pada penurunan Total

Peripher Resistance yang bermanfaat dalam menurunkan

tekanan darah. Melakukan aktifitas fisik dapat menurunkan

tekanan darah sistolik sekitar 5-10 MmHg. Olahraga secara

teratur juga berperan dalam menurunkan jumlah dan dosis obat

anti hipertensi (Agnesia, 2012). Berolahraga seperti senam

aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit (sejauh 3

kilometer) lima kali per-minggu, dapat menurunkan TDS 4

mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti

meditasi, yoga, atau hipnosis dapat mengontrol sistem syaraf,

sehingga menurunkan tekanan darah (Depkes RI, 2013).

4) Berhenti Merokok

Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang tidak

saja dapat dimodifikasi melainkan dapat dihilangkan sama

sekali. (Mary P. McGowan, 2014).


17

Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan

tekanan darah, hal tersebut disebabkan oleh nikotin yang

terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang

menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan

turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu

merokok dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak

bekerja secara optimal (Agnesia, 2014). Tidak ada cara yang

benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.

Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah inisiatif

sendiri, menggunakan permen yang mengandung nikotin,

kelompok program, dan konsultasi / konseling ke klinik

berhenti merokok (Depkes RI, 2013)

5) Mengurangi konsumsi alkohol

Satu studi meta-analisis menunjukan bahwa kadar

alkohol seberapapun, akan meningkatkan tekanan darah.

Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi yang biasa

minum alkohol, akan menurunkan TDS rerata 3,8 MmHG.

Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per

hari dan perempuan 1 unit per hari, jangan lebih dari 5 hari

minum per minggu (1 unit = setengah gelas bir dengan 5%

alkohol, 100 ml anggur dengan 10% alkohol, 25 ml minuman

40% alkohol) (Depkes RI, 2013).

b. Terapi farmakologis
18

1) Pola Pengobatan Hipertensi

Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa

kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi . Obat

berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan

pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang

cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon

penderita terhadap obat anti hipertensi. Obat-obat yang

digunakan sebagai terapi utama (first line therapy) adalah

diuretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-

Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan Calcium

Channel Blocker (CCB). Kemudian jika tekanan darah yang

diinginkan belum tercapai maka dosis obat ditingkatkan lagi,

atau ganti obat lain, atau dikombinasikan dengan 2 atau 3

jenis obat dari kelas yang berbeda, biasanya diuretik

dikombinasikan dengan ACE-Inhibitor, ARB, dan CCB.

2) Prinsip Pemberian Obat Antihipertensi

Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular

dalam pedoman teknis penemuan dan tataaksana hipertensi

2013 mengemukakan beberapa prinsip pemberian obat

antihipertensi sebagai berikut:


19

(1) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan

pengobatan penyebabnya.

(2) Pengobatan hipertensi essensial ditujukan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan

mengurangi timbulnya komplikasi.

(3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan

menggunakan obat antihipertensi.

(4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang,

bahkan pengobatan seumur hidup.

(5) Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat

antihipertensi di Puskesmas dapat diberikan disaat kontrol

dengan catatan obat yang diberikan untuk pemakaian selama

30 hari bila tanpa keluhan baru.

(6) Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan

pertama) maka diperlukan kontrol ulang disarankan 4 kali

dalam sebulan atau seminggu sekali, apabila tekanan darah

sitolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg sebaiknya

diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam

dua minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.

3) Jenis obat Antihipertensi Jenis obat Antihipertensi yang sering

digunakan adalah sebagai berikut:

(7) Diuretik
20

Diuretik terdiri dari 4 subkelas yang digunakan sebagai

terapi hipertensi yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan

antagonis aldosteron. Diuretik terutama golongan tiazid

merupakan lini pertama terapi hipertensi. Bila dilakukan

terapi kombinasi, diuretik menjadi salah satu terapi yang

direkomendasikan.

(8) agen Penghambat beta adernergik

(Beta Blocker) Mekanisme kerja obat antihipertensi ini

adalah melalui penurunan laju nadi dan daya pompa

jantung. Obat golongan beta blocker dapat menurunkan

risiko penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan

infark miokard ulangan dan gagal jantung. Jenis obat ini

tidak dianjurkan pada penderita asma bronkial. Pemakaian

padam penderita diabetes harus hari-hari, karena dapat

menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah

turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan

penderitanya) (Depkes RI, 2013).

(9) Golongan penghambat angiotensin converting enzyme

(ACE) dan angiotensin receptor blocker (ARB) Penghambat

angiotensin converting enzyme (ACE inhibitor/ACEI)

menghambat kerja ACEsehingga perubahan angiotensin I

menjadi angiotensin II (vasokontriktor) terganggu. Sedangkan

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) menghalangi ikatan zat


21

angiotensi II pada reseptornya. Baik ACEI maupun ARB

mempunyai efek vasodilatasi, sehingga meringankan beban

jantung. ACEI dan ARB diindikasikan terutama pada pasien

hipertensi dengan gagal jantung, diabetes melitus, dan

penyakit ginjal kronik. Menurut penelitian ON TARGET,

efektifitas ARB sama dengan ACEI. Secara umum, ACEI dan

ARB ditoleransi dengan baik dan efek sampinya jarang. Obat-

obatan yang termasuk golongan ACEI adalah valsartan,

lisinopril, dan ramipril.

(Depkes RI, 2013).

(10) Golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Golongan

Calcium Channel Blockers (CCB) menghambat masuknya

kalsium kedalam sel pembuluh darah arteri, sehingga

menyebabkan dilatasi arteri koroner dan juga arteri perifer.

Ada dua kelompok obat CCB, yaitu dihidropyridin dan

nondihidropyridin, keduanya efektif untuk pengobatan

hipertensi pada usia lanjut. Secara keseluruhan, CCB di

indikasikan untuk pasien yang memiliki faktor risiko tinggi

penyakit koroner dan untuk pasien-pasien diabetes. Calcium

Channel Blockers dengan durasi kerja pendek tidak

direkomendasikan pada praktek klinis. Tinjauan sistematik

menyatakan bahwa CCB ekuivalen atau lebih inferior

dibandingkan dengan obat antihipertensi lain


22

(Depkes RI, 2013).

(11) Golongan antihipertensi lain

Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan

yang bekerja sentral, dan obat golongan vasodilator pada

populasi lanjut usia sangat terbatas, karena efek samping

yang signifikan. Walaupun obat-obatan ini mempunyai

efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan

darah, tidak ditemukan asosiasi antara obat-obatan tersebut

dengan reduksi angka mortalitas maupun morbiditas pasien-

pasien hipertensi (Depkes RI, 2013).

B. Perilaku Kepatuhan

1. Pengertian

Menurut Fatmah (2014) mendifinisikan kepatuhan berobat adalah

sebagai perilaku untuk menaati saran-saran dokter atau prosedur dari

dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses

konsultasi antara pasien (dan keluarga pasien sebagai orang kunci dalam

kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis. Kepatuhan

terapi pada pasien hipertensi merupakan hal yang penting untuk

diperhatikan mengingat hipertensi merupakan penyakit yang tidak

dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan. (Palmer dan William, 2014).

2. Pengukuran Tingkat Kepatuhan

Keberhasilan pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaanya untuk


23

memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta

kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam

mengonsumsi obat dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah

satu metode yang dapat digunakan adalah metode MMAS-8 (Modifed

Morisky Adherence Scale) (Evadewi, 2013). Morisky secara khusus

membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat

dengan delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang

menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan

berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan untuk

mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat. (Morisky &Muntner,

P, 2013).

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam

Menjalani Pengobatan Hipertensi.

1. Jenis kelamin

Dalam hal menjaga kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih

memperhatikan kesehatanya dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan

pola perilaku sakit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan

lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan dengan laki-laki

(Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pendidikan Terakhir

Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupanya

yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga

meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang,


24

maka akan memudahkan seseorang menerima informasi sehingga

meningkatkan kualitas hidup dan menambah luas pengetahuan.

Pengetahuan yang baik akan berdampak pada penggunaan komunikasi

secara efektif (A. Aziz Alimul Hidayat, 2014)

a. Tingkat pendidikan dasar yaitu tidak sekolah, pendidikan dasar

(SD /SMP / Sederajat)

b. Tingkat pendidikan menengah yaitu SMA dan sederajat

c. Tingkat pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi atau akademi.

3. Status Pekerjaan

Menurut Nursalam (2015), Orang yang bekerja cenderung memiliki

sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan.

4. Lama Menderita Hipertensi

Tingkat kepatuhan penderita hipertensi di Indonesia untuk berobat

dan kontrol cukup rendah. Semakin lama seseorang menderita

hipertensi maka tingkat kepatuhanya makin rendah, hal ini disebabkan

kebanyakan penderita akan merasa bosan untuk berobat (Ketut Gama

Tet al, 2014).

5. Keikutsertaan Asuransi Kesehatan

Ketersediaan atau keikut sertaan asuransi kesehatan berperan sebagai

faktor kepatuhan berobat pasien, dengan adanya asuransi kesehatan

didapatkan kemudahan dari segi pembiayaan sehingga lebih patuh

dibandingkan dengan yang tidak memiliki asuransi kesehatan

(Budiman, 2013).
25

6. Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya ( mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi

dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis,

sintetis, evaluasi.

a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis

penyakit dan tanda-tandanya, cara penularanya, cara

pencegahanya, cara mengatasi atau menangani sementara).

b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan atau

mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air

bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia,

pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan

sebagainya.

c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatanyang profesional

maupun tradisional.

d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan

rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat

umum.

7. Keterjangkauan Akses ke Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2008), perilaku dan usaha yang dilakukan dalam

menghadapi kondisi sakit, salah satu alasan untuk tidak bertindak


26

karena fasilitas kesehatan yang jauh jaraknya. Akses pelayanan kesehatan

merupakan tersedianya sarana kesehatan (seperti rumah sakit, klinik,

puskesmas), tersedianya tenaga kesehatan, dan tersedianya obat-obatan

(Depkes RI, 2012).

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang

dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Akses pelayanan kesehatan

dapat dilihat dari sumber daya dan karakteristik pengguna pelayanan

kesehatan.

8. Dukungan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Untuk mencapai perilaku sehat

masyarakat, maka hasrus dimulai pada masing-masing tatanan

keluarga. Dalam teori pendidikan dikatakan, bahwa keluarga adalah

tempat pesemaian manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu

bila persemaian itu jelek maka jelas akan berpengaruh pada masyarakat.

Agar masing-masing keluarga menjadi tempat yang kondusif untuk

tempat tumbuhnya perilaku sehat bagi anak-anak sebagai calon

anggota masyarakat, maka promosi sangat berperan. Dukungan keluarga

merupakan sikap, tindakan dan penerimaan terhadap penderita yang

sakit. Hipertensi memerlukan pengobatan seumur hidup, dukungan

sosial dari orang lain sangat diperlukan dalam menjalani

pengobatanya. Dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat

membantu seseorang dalam menjalankan program-program kesehatan

dan juga secara umum orang yang menerima penghiburan, perhatian dan
27

pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok

biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis.

9. Peran Tenaga Kesehatan

Dukungan dari tenaga kesehatan profesional merupakan faktor lain

yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan. Pelayanan yang baik dari

petugas dapat menyebabkan berperilaku positif. Perilaku petugas yang

ramah dan segera mengobati pasien tanpa menunggu lama-lama, serta

penderita diberi penjelasan tentang obat yang diberikan dan

pentingnya makan obat yang teratur. Peran serta dukungan petugas

kesehatan sangatlah besar bagi penderita, dimana petugas kesehatan

adalah pengelola penderita sebab petugas adalah yang paling sering

berinteraksi, sehingga pemahaman terhadap konsisi fisik maupun

psikis menjadi lebih baik dan dapat mempengaruhi rasa percaya dan

menerima kehadiran petugas kesehatan dapat ditumbuhkan dalam diri

penderita dengan baik Selain itu peran petugas kesehatan (perawat)

dalam pelayan kesehatan dapat berfungsi sebagai comforteratau pemberi

rasa nyaman, protector, dan advocate(pelindung dan pembela),

communicator, mediator, dan rehabilitator. Peran petugas kesehatan juga

dapat berfungsi sebagai konseling kesehatan, dapat dijadikan sebagai

tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk

memecahkan berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi

oleh masyarakat.

10. Motivasi berobat


28

Motivasi berasal dari bahasa latin Moreve yang berarti dorongan dari

dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku (reasoning)

seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau

keinginan. Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang

dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Motivasi yang tinggi dapat

terbentuk karena adanya hubungan antara kebutuhan, dorongan dan

tujuan. Dengan adanya kebutuhan untuk sembuh, maka klien

hipertensi akan terdorong untuk patuh dalam menjalani pengobatan,

dimana tujuan ini merupakan akhir dari siklus motivasi.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Variabel independen
Variabel dependen
faktor faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan penderita Kepatuhan dalam
hipertensi dalam menjalani Menjalani Pengobatan
pengobatan

 Jenis kelamin
 Tingkat pendidikan
terakhir
 Tingkat pengetahuan
tentang hipertensi

Variabel Perancu

 Adanya Komplikasi

Gambar 3.1 kerangka konsep

B. Hipotesis

29
30

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan penderita

hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskesmas Waipare.

2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan terakhir dengan kepatuhan

penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskesmas

Waipare

3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan

kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di

Puskesmas Waipare.

.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

rancanga penelitian cross sectional. Peneliti menggunakan rancangan

cross sectional karena dalam penelitian ini observasi atau pengukuran

variabel dilakukan dalam satu waktu yang sudah ditentukan oleh peneliti

serta dapat menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan karena

penelitian cross sectional merupakan penelitian yang mempelajari

hubungan antara faktor risiko (independent) dengan faktor efek

(dependent)

(Riyanto Agus, 2013).

B. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi

karakteristik yang ditentukan (Riyanto Agus, 2013). Populasi dalam

penelitian ini adalah pasien penderita hipertensi yang telah melakukan

pengobatan pada bulan Januari- juli 2018 yang berjumlah 720 orang

yang bertempat tinggal disekitar wilayah kerja Puskesmas Waipare.

31
32

C. Sampel

1. Sampling

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling

yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan terhadap responden yang

secara kebetulan ditemui pada objek penelitian ketika observasi sedang

berlangsung. Teknik accidental sampling dipilih karena rata-rata

kunjungan pasien hipertensi di puskesmas Waipare per hari ± 10 pasien

(Puskesmas Waipare 2018). Sampel diperoleh dari seluruh pasien

hipertensi yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Waipare selama

waktu pengambilan data sampai memenuhi minimal 60 sampel.

2. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien hipertensi berusia 30-70 tahun yang tercatat dibuku

register rawat jalan poliklinik umum Puskesmas Waipare.

2) Tidak memiliki komplikasi penyakit hipertensi (penyakit jantung

koroner, stroke, gagal jantung dan penyakit ginjal (gagal ginjal).

3) Bersedia menjadi responden penelitian.

4) Responden berada ditempat pada saat pengambilan data.

b. Kriteria Ekslusi

1) Responden menolak berpartisipasi

2) Responden tidak berada ditempat / meninggal.


33

3. Besar Sampel

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus perhitungan minimal sample size penelitian survei

menurut Agus Riyanto (2013).

n =NZ12-a/2 P(1-p)

N(d)2 + Z12 – P(1-p)

Keterangan

n : Besar sampel

N : Besar Populasi

NZ12-a/2 : Standar deviasi dengan derajat kepercayaan

P : Perkiraan proporsi ketidak patuhan

d : Data presisi absolute atau margin of error yang diinginkan

diketahui sisi presisi

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan berobat pada penderita hipertensi, meliputi jenis

kelamin, tingkat pendidikan terakhir, tingkat pengetahuan tentang

hipertensi.

1. Variabel Terikat

(Dependent Variable) Variabel terikat pada penelitian ini adalah

tingkat kepatuhan pada penderita hipertensi dalam menjalani

pengobatan di Puskesmas Wolomarang.


34

2. Variabel Perancu (Confounding Variable)

Dalam penelitian ini terdapat variabel perancu yaitu:

a. Adanya komplikasi Variabel perancu dalam penelitian ini adalah

adanya komplikasi hipertensi seperti penyakit jantung koroner,

stroke, gagal jantung dan penyakit ginjal (gagal ginjal). Variabel

perancu ini akan dikendalikan dengan teknik restriksi yaitu

mempersempit eligibilitas subyek potensial ke dalam sampel

penelitian dengan menggunakan kriteria (Murthi Bhisma, 2013).

Subyek/sampel yang akan dijadikan sebagai responden dipersempit

atau disamakan yaitu menjadi pasien hipertensi yang belum

mengalami komplikasi penyakit.

E. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat ukur Kriteria Skala


data
1 Jenis Status gender yang didapat Kuesioner 0. Laki-laki Normal
kelamin secara biologis dari lahir dan 1.Perempuan
secara fisik melekat pada diri
seseorang.
2 Tingkat Pendidikan formal Kuesioner 0.Pendidikan Ordinal
Pendidikan terakhir yang rendah(Tidak
terakhir ditempuh responden sebelum tamat SD,tamat
dinyatakan SD dan SMP)
menderita hipertensi 1.Pendidikan
tinggi(Tamat
SMA,PT)
3 Tingkat Kemampuan responden Kuesioner 0.Rendah jika skor Ordinal
Pengetahuan untuk menjawab 10 ≤5
tentang pertanyaan kuesioner 1. Tinggi jika skor
hipertensi dengan benar seputar: >5
Pengertian, tanda dan (Azwar, 2013)
gejala, penyebab dan
penatalaksanaan
Berisiko pada reponden
dengan pengetahuan
kurang.
Gambar, 4.1 Defenisi Operasional
35

F. Instumen Penelitian Dan Uji Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data penelitian (Notoatmodjo, 2013). Instrumen dalam penelitian ini

adalah:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Suharsimi Arikunto, 2013).

Kuesioner bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai faktor-

faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita

hipertensi.

Untuk mengetahui apakah kuesioner “valid” dan “reliable” dilakukan

uji validitas dan reliabilitas ( Notoatmodjo, 2010:88).

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Pengujian validitas

instrumen pada penelitian ini menggunakan program komputer

dengan uji pearson product moment, dimana hasil akhirnya (r

hitung) dibandingkan dengan r tabel yang dapat dilihat pada tabel

nilai rproduct moment. Suatu instrumen dikatakan valid jika r yang

didapatkan dari hasil pengukuran item soal (r hasil) >r tabel

(0,361), r tabel didapatkan dari rpearson product moment.


36

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk

digunakan berkali-kali. Penentuanreliabilitas instrumen, hasil uji

coba ditabulasi dalam tabel dan analisis data dicari varian tiap item

kemudian dijumlahkan menjadi varian

total(Notoatmodjo, 2013).

G. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Waipare.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan mei 2018.

H. Pengumpulan Pengolahan Dan Analisis Data

1. Pengumpulan Data

a. Wawancara dan kuesioner

Metode wawancara merupakan suatu metode yang dipergunakan

untuk mengumpulkan data dimana peneliti mndapatkan keterangan

secara lisan dari

seseorang sasaran penelitian (responden) atau bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoatmodjo, 2013).

Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada

responden untuk mengetahui jenis kelamin, tingkat pendidikan

terakhir, dan tingkat pengetahuan tentang hipertensi,


37

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan

menggunakan berbagai tulisan yang berkenaan dengan objek

penelitian dan dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi

dan sampel serta pendukung lain.

2. Pengolahan Data

a. Editing (Pemeriksaan Data)

Editing merupakan kegiatan pengecekan isi kuesioner apakah

kuesioner Sudah diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari

responden, relevan jawaban dengan pertanyaan, dan konsisten.

Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak

lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka

kuesioner tersebut dilekuarkan (drop out).

b. Coding (Pemberian Kode)

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Pemberian kode

bertujuan untuk mempermudah analisis data dan entry data.

c. Skoring

Pemberian skor atau nilai pada setiap jawaban yang diberikan

oleh responden.
38

d. Tabulasi

Tabulasi dimaksudkan untuk memasukan data ke dalam tabel-

tabel dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung

jumlah kasus dalam berbagai kategori.

e. Entry (Memasukan Data)

Memasukan data yang diperoleh ke dalam perangkat

komputer.

3. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data

numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, dan standar

deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Data hasil

penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik maupun

narasi, untuk mengevaluasi besarnya proporsi dari masing-masing

variabel bebas yang diteliti (Notoatmodjo, 2013).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi yaitu antara variabel bebas dan

variabel terikat. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikanterakhir, status


39

pekerjaan, lama waktu menderita hipertensi, keikutsertaan asuransi

kesehatan, tingkat pengetahuan tentang hipertensi, keterjangkauan

akses pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, peran tenaga

kesehatan, motivasi berobat dengan kepatuhan penderita hipertensi

dalam menjalani pengobatan di Puskesmas Waipare. Analisis untuk

membuktikan kebenaran hipotesis dengan mengggunakan uji

statistik chi square, karena penelitian ini menggunakan data

kategorik, jenis penelitian analitik, desain Cross Sectional, jenis

hipotesis assosiatif atau hubungan dengan skala pengukuran

ordinal dan nominal.

I. Etika Penelitian

1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden )

Lembaran persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan

kepada seluruh obyek yang akan diteliti. Tujuannya agar responden

mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta mengetahui dampak

yang akan terjadi pengumpulan data.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Nama responden tidak boleh dicantumkan dalam lembaran

pengumpulan data. Untuk mengetahui keikut sertaannya, cukup dengan

menuliskan nomor kode pada masing-masing lembaran kuesioner atau

inisyal.

3. Confidentiality ( Kerahasiaan).
40

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden

dijamin kerahasiaan oleh peneliti.

4. Benevicence

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian

guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi

subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan ditingkat populasi.

5. Non maleficence

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek apabila

intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedar atau stres

tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk

mencegah terjadinya cedra, kesakitan,stres, maupun kematian subyek

penelitian.
41

J. Kerangka Operasional / Kerangka Kerja

Ethical clearance
(Tim Etik FIIK)
(UNNM)

Accidental
Sampling

Pasien Hipertensi
(Sampel)

Informed
Consent

Kuesioner

Jawaban

Olah data

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan


penderita hipertensi

Patuh Tidak patuh


42

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization (WHO TAHUN, 2012)

Data Dari RISKESDAS (2013)

Palmer & Wiliam, 2016

(Tanto Chris, 2014 )

Kusuma & Nurarif, 2015

Anda mungkin juga menyukai