Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk penyakit
Kardiovaskular.Patofisiologi dan molekule rmekanisme yang terlibat dalam
hipertensi pada regulasi tidak begitu dikenal(Costa et al., 2016). Hipertensi
merupakan suatu kelainan yang sangat biasa terjadi pada manusia. Kelainan ini
dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Hipertensi menyebabkan beberapa
kelainan serius. Apabila resistensi terhadap ventrikel kiri yang memompakan
darah (afterload) meningkat untuk jangka waktu yang lama, maka otot jantung
mengalami hipertrofi (Djauhari, 2003).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2013
diketahui bahwa hipertensi sering menimbulkan penyakit kardiovaskular, ginjal
dan stroke. Dilaporkan terdapat 9,4 juta orang dari 1 milyar orang di dunia yang
meninggal akibat gangguan kardiovaskular. Prevalensi hipertensi di negara maju
maupun negara berkembang masih tergolong tinggi, adapun prevalensi hipertensi
di negara maju adalah sebesar 35% dari populasi dewasa dan prevalensi
hipertensi di negara berkembang sebesar 40% dari populasi dewasa, adapun
prevalensi hipertensi yang tertinggi terdapat di Afrika, yaitu sebesar 46% dari
populasi dewasa.
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti
KalimantaSelatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis
tenaga kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang minum obat sendiri. Responden
yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi
sebesar 0,7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 % (Riskesdas,
2013).

1
Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di
Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian.
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54
tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar
34,1%  diketahui bahwa sebesar  8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum
obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya  Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Di wilayah Sulawesi Tenggara berdasarkan laporan tahunan Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016, hipertensi termaksud dalam
10 besar penyakit dan menduduki urutan ke-2 setelah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) dengan jumlah sebanyak 19.743 (25,3%). Kejadian
hipertensi di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki kejadian yang tiap tahun
masih menjadi masalah kesehatan, Berdasarkan laporan data Surveilans Terpadu
Penyakit (STP) Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara, jumlah kasus
hipertensi tahun 2014 berjumlah 25.049 kasus, tahun 2015 terjadi peningkatan
kasus sebanyak 33.551 kasus dan pada tahun 2016 terjadi peningkatan kasus
sebanyak 37.036 kasus (Dinkes Provinsi Sultra, 2016).
Data Profil Dinas Kesehatan Kota Kendari prevalensi tertinggi penyakit
hipertensi tertinggi di Puskesmas Puwatu yaitu sebesar 68,72% disusul
Puskesmas Mekar sebesar 62,69%, Puskesmas Nambo sebesar 55,20%,
puskesmas Wua-Wua sebesar 47,36%, Puskesmas Poasia sebesar 42,16%,
Puskesmas Perumnas sebesar 39,3%, Puskesmas Lepo-Lepo sebesar 32,56%,
Puskesmas Gunung Jati sebesar 32,52%, Puskesmas Labibia sebesar 30,24%,
Puskesmas Kemaraya sebesar 30,20%, Puskesmas Abeli sebesar 26,22%,

2
Puskesmas Mata sebesar 24,36%, Puskesmas Kandai sebesar, 16,93%,
Puskesmas Mokoau sebesar 14,76%, Puskesmas Benu-Benua sebesar 13,94%.
Berdasarkan laporan data Surveilans Terpadu Penyakit (STP) Dinas Kesehatan
Kota Kendari, jumlah kasus hipertensi tahun 2014 berjumlah 5.747 kasus, tahun
2015 terjadi peningkatan kasus sebanyak 6051 kasus dan pada tahun 2016
menurun menjadi 4887 kasus (Dinkes Kota Kendari, 2016).
Di Sulawesi Tenggara, dari 160.975 orang atau 12% penduduk berusia 18
tahun keatas yang dilakukan pengukuran takanan darah, sebanyak 54.127 orang
atau 33,62% yang mengalami hipertensi. Berdasarkan jenis kelamin, hipertensi
lebih banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebesar 45,61%, berbanding 30,21%
pada perempuan. Data ini dihimpun dari 17 kabupaten/kota, sehingga demikian
data tersebut dapat menjadi acuan tentang gambaran kasus hipertensi di Sulawesi
Tenggara yang persentasenya masih berada di atas prevalensi nasional (Dinkes
SULTRA, 2018).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di
Puskesmas Abeli, penderita hipertensi merupakan kunjungan rawat jalan yang
cukup banyak. Jumlah penderita hipertensi tahun 2017 sebanyak 828 kasus, 2018
sebanyak 1.006 kasus dan untuk tahun 2019 bulan Januari – Juli sebanyak 295
kasus (Puskesmas Abeli, 2019).
Puskesmas Abeli merupakan puskesmas dengan wilayah kerja sebagian
besar berada di wilayah pesisir, sehingga dominan masyarakatnya tinggal di
daerah pesisir dan memiliki karakteristik berbeda dengan masyarakat lainnya,
yang sebagian besar pekerjaan mereka adalah nelayan. 3 Tingkat pendidikan
yang masih rendah, adanya keterbatasan dalam transportasi, pendapatan
umumnya yang masih dibawah rata-rata, kurangnya kesadaran akan perilaku
sehat dan akses pelayanan kesehatan masih terbatas (Puskesmas Abeli, 2019).
manusia. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan. Dengan dukungan keluarga dapat membuat keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan dapat

3
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. Sumber dukungan keluarga yang
ada dapat dilakukan oleh keluarga dengan cara mengenal adanya gangguan
kesehatan sedini mungkin.keluarga dapat saling membantu untuk memberikan
perawatan.
Sejalan dengan penelitian dari Herlinah, dkk (2013) menunjukkan ada
hubungan antara dukungan emosional, dukungan penghargaan, informasi, dan
instrumental dengan perilaku lansia dalam pengendalian hipertensi dengan nilai
Analisis lebih lanjut menunjukan bahwa dukungan informasi merupakan faktor
yang dominan terhadap perilaku lansia dalam pengendalian hipertensi. dukungan
keluarga yang rendah akan mempengaruhi perilaku lansia dalam pencegahan
hipertensi dan akan berdampak pada kesehatan dan kualitas hidup lansia.
Menurut Martuti (2009) kesadaran untuk menjaga dan mengontrol
tekanan darah hendaknya bukan hanya ada pada penderitanya saja, namun juga
harus ada peran serta dari orang-orang yang hidup berdampingan. Keluarga dapat
mengingatkan penderita untuk selalu memeriksakan tekanan darahnya secara
rutin sehingga kondisi kesehatan dapat terkontrol dengan baik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan QOL pasien hipertensi di
wilayah pesisir puskesmas abeli?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengethui hubungan dukungan keluarga dengan QOL pasien
hipertensi di wilayah pesisir puskesmas abeli
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan
kualitas hidup pada pasien penderita TB paru
b. Bagi Institusi Penelitian

4
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk
tempat peneliti dan memberikan solusi bagi tempat peneliti terhadap
peningkatan kualitas hidup TB paru
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti untuk mendapatkan
pengalaman dalam hal meneliti sehingga akan terpacu untuk
meningkatkan potensi diri sehubungan dengan kecenderungan
peningkatan kualitas pada penderita TB Paru
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya serta memperluas
khasanah ilmu mengenai faktor-faktorUntuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi quality of life (QOL) pada penderita tubetculossis paru
E. KEBARUAN PENELITIAN

Nama peneliti
n
dan tahun Judul penelitian hasil kesimpulan
o
penelitian
1 Ratna Pengaruh Motivasi, Hasil penelitian Berdasarkan
Setiyaningsih1 Dukungan Keluarga menunjukkan 1) ada penelitian dapat
Surati Ningsih2 Dan Peran Kader pengaruh positif dan disimpulkan bahwa
(2019) Terhadap Per secara statistic motivasi, dukungan
ilakuPengendalian signifikan motivasi keluarga dan peran
Hipertensi terhadap perilaku kader berpengaruh
pengendalian hipertensi terhadap perilaku
(OR = 9.48, p= 0.008). pengendalian
2) ada pengaruh positif hipertensi.
dan secara statistic
signifikan dukungan
keluarga terhadap
perilaku pengendalian

5
hipertensi (OR = 11.10,
p=0.006). 3) ada
pengaruh positif dan
secara statistic
signifikan peran kader
terhadap perilaku
pengendalian hipertensi
(OR = 5.10, p= 0.05)
2 Dheni Sikap Sebagai Hasil analisis jalur Upaya pembentukan
Koerniawan1 , Sri Variabel Intervening membentuk model dan mempertahankan
Indaryati1 , Sry Antara Dukungan bahwa sikap merupakan perilaku khususnya
Istiyani (2019) Keluarga Dengan variabel intervening dalam konteks
Perilaku Kontrol antara dukungan perilaku kontrol rutin
Rutin Pasien keluarga dengan pasien hipertensi
Hipertensi Di perilaku kontrol pasien adalah dengan
Palembang hipertensi sehingga meningkatkan sikap
dukungan keluarga yang baik pada
memiliki hubungan dan pasien hipertensi
pengaruh yang tidak dalam mengambil
langsung terhadap keputusan untuk mau
perilaku kontrol rutin. meningkatkan
Oleh karena itu, strategi kesehatannya dengan
edukasi perawat dapat cara kontrol ke
dititikberatkan pada pelayanan kesehatan
peningkatan kesadaran secara rutin.
pasien hipertensi Meskipun dukungan
terhadap kondisi keluarga dapat
kesehatannya dan upaya memberi dampak
pengontrolan kestabilan terhadap perilaku
tekanan darah sebagai tersebut tetapi
pencegahan atau seberapa besar pun

6
menurunkan risiko dukungan keluarga
terjadinya komplikasi. tetap pasien
hipertensi jugalah
yang secara langsung
mempengaruhi
perilakunya. Oleh
karena itu, edukasi
yang dapat diberikan
oleh perawat pada
pasien hipertensi
adalah dengan
memberikan
pemahaman dan
meningkatkan
kesadaran bahwa
kondisi kesehatan
pasien ditentukan
oleh pasien itu
sendiri sehingga
dapat terbentuk sikap
yang baik dalam
memutuskan untuk
kontrol secara rutin.
3 Andriana Sari, Pengukuran Kualitas Hasil Uji mann whitney Kesimpulan
Lolita, Fauzia (2017) Hidup Pasien dan 2-independent pengukuran kualitas
Hipertensi Di sample t-test untuk hidup pasien
Puskesmas mengetahui perbedaan hipertensi dengan
Mergangsan kualitas hidup antara EQ5D diperoleh
Yogyakarta pasien hipertensi dengan 22,4% memiliki skor
Menggunakan komplikasi dan tanpa EQ5D indeks
European Quality Of komplikasi diperoleh tertinggi dan nilai

7
Life 5 Dimensions nilai p= 0,967 (EQ5D median VAS adalah
(Eq5d) Questionnaire indeks ) dan p= 0,590 70. Kualitas hidup
Dan Visual Analog (VAS). pasien hipertensi
Scale (Vas) dengan komplikasi
dan tanpa komplikasi
menunjukkan tidak
berbeda signifikan
Suryani1) , Efektivitas Penilaian kualitas hidup penelitian
Rahmawati2) (2018) Konseling Keluarga kelompok intervensi pre menunjukkan
Terhadap 76,57 dan post 83,85 konseling keluarga
Peningkatan Kualitas sedangkan kelompok efektif terhadap
Hidup Pasien kontrol pre 73,76 dan peningkatkan
Hipertensi post 73,85. Hasil analisa kualitas hidup pasien
statistik kualitas hidup hipertensi.
4 dengan p value 0,00
5 Nina Sumarni1 ,Ema Dukungan Keluarga . Hasil dikategorikan Penderita penyakit
Arum Dengan Kepatuhan patuh minum obat 29 hipertensi mampu
Rukmasari2 ,Witdia Minum Obat Pada responden dengan bertahan hidup
wati3 (2020) Lansia Hipertensi Di dukungan keluarga apabila rutin
Muara Sanding tinggi 13 responden dan mengkonsumsi obat,
terendah 16 melaksanakan gaya
responden.Responden hidup sehat dan olah
minum obatnya tidak raga dengan
patuh 22 responden, dukungan keluarga
dukungan keluarga
tinggi 15 esponden dan
terendah ada 7
responden.Hasil analisis
korelasi di dapatkan
nilai sig = 0,084 (p ≤
0,05)artinya H0 ditolah

8
dan menerima H1 yaitu
ada hubungan dukungan
keluarga dengan
kepatuhan minum obat
pada lansia penderita
hipertensi di Pustu
kelurahan Muara
Sanding .
6 Fitra Yeni1* , Dukungan Keluarga Hasil penelitian Berdasarkan hasil
Miftahul Husna1 , Memengaruhi menunjukkan sebanyak penelitian terdapat
Dachriyanus2 (2016) Kepatuhan Pasien 54% responden hubungan antara
Hipertensi mendapatkan dukungan dukungan keluarga
keluarga dengan dengan kepatuhan
kategori sedang dan pada pasien
59% responden hipertensi dengan
mempunyai kepatuhan korelasi sangat kuat
dengan kategori sedang. dan mempunyai arah
Hasil uji statistik positif (+) dan
didapatkan nilai dukungan keluarga
(r)=0,786. Disimpulkan berkontribusi sebesar
bahwa dukungan 61,8% terhadap
keluarga mempunyai kepatuhan pada
hubungan sangat kuat pasien hipertensi.
dengan kepatuhan dan
terdapat hubungan
searah, sehingga
semakin tinggi
dukungan keluarga
maka semakin tinggi
kepatuhan. Dukungan
keluarga berkontribusi

9
sebesar 61,8% terhadap
kepatuhan. Keluarga
harus lebih
memperhatikan
pemberian dukungan
informasional terhadap
pasien hipertensi.
Agustika Rokhma Hubungan Dukungan Hasil penelitian Dukungan Keluarga,
Dewi1) , Joko Keluarga Dengan menunjukkan dukungan sebagian besar
Wiyono2) , Erlisa Kepatuhan Berobat keluarga dinyatakan dikategorikan baik
Candrawati 3) Pada Pasien sebagian besar yaitu yaitu sebanyak 22
(2018) Penderita Hipertensi sebanyak 22 pasien orang pasien
Di Puskesmas Dau (73,33%) dikategorikan (73,33%). Kepatuhan
Kabupaten Malang baik, kepatuhan berobat Berobat, sebagian
didapatkan sebagian besar dikategorikan
besar yaitu sebanyak 23 patuh yaitu sebanyak
pasien (76,67%) 23pasien (76,67%).
dikategorikan patuh,
sertahasiluji Chi-Square
didapatkan p-value =
0,011 < α (0,05) yang
berarti data dinyatakan
signifikan dan H1
diterima. Artinya ada
hubungan dukungan
keluarga dengan
kepatuhan berobat pada
pasien penderita
penyakit hipertensi di
Puskesmas Dau
7 Kabupaten Malang.

10
Agus Triono1 , Isna Pengaruh Dukungan The results of the : In conclusion,
Hikmawati (2020) Keluarga Terhadap analysis with the there is an
Perilaku independent t test after influence of family
Pengendalian
intervention support on blood
Tekanan Darah Pada
guidelines were given pressure control
Penderita Hipertensi
showed that there was behavior in elderly
Lansia di Puskesmas
an effect of family hypertension
Sumbang 1
support on blood patients and has a
pressure control high effect on
behavior in the systole and a high
experimental and effect on diastole.
control groups (p
value < 0.05). In
addition, the results of
calculations with the
formula effect size
showed that the
provision of family
support intervention
had a high effect on
systole and a high
8 effect on diastole.
9 M. Isra. K. Hi. Bisnu Hubungan Dukungan . Hasil penelitian Kesimpulan ini
Billy J. Kepel Keluarga Dengan menunjukkan jumlah menunjukkan ada
Mulyadi (2017) Derajat Hipertensi responden yang hubungan dukungan
Pada Pasien memiliki dukungan keluarga dengan
Hipertensi Di keluarga tinggi derajat hipertensi.
Puskesmas sebanyak 39 responden
Ranomuut Kota (57,4%), dan yang

11
Manado berada pada klasifikasi
pre hipertensi sebanyak
37 responden (54,4%)
dan yang berada pada
klasifikasi hipertensi
sebanyak 31 responden
(45,6%) dan didapatkan
nilai p= 0,000.
10 Indahria Sulistyarini Efektifitas Pelatihan . Hasil dari penelitian ini Berdasarkan hasil
(2020) Kebersyukuran menunjukkan bahwa penelitian maka
Untuk Meningkatkan pelatihan kebersyukuran dapat disumpulkan
Kualitas Hidup Pada dapat meningkatkan bahwa pelatihan
Pasien Hipertensi kualitas hidup pasien kebersyukuran
hipertensi yang efektif dalam
ditunjukkan dengan meningkatkan
peningkatan skor kualitas hidup pada
kualitas hidup pada pasien dengan
kelompok eksperimen hipertensi. Terdapat
(MD = -18.833, p = perbedaan yang
0.000 dan prates-tindak signifikan hasil
lanjut (M = -28.417, p = pengukuran sebelum
0,000) dan sesudah
diberikan pelatihan
baik pada kedua
kelompok.
Kelompok
eksperimen
mengalami
peningkatan,
sedangkan kelompok
kontrol mengalami

12
penurunan kualitas
hidup.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Tentang Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia (Corwin, 2015).
Hipertensi adalah suatu keadaaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Tekanan
darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase sistolik 140 menunjukan fase
darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukan
fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri
saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Sebagai analogi,
bayangkan kran air. Jika suplai air terganggu dan ‘tekanan air rendah’, maka
aliran air di kran menjadi lambat dan hanya berupa tetesan air. Tekanan
darah berperan penting, karena tanpanya darah tidak akan mengalir (Anna &
Bryan, 2007). Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg
(Palmer, 2007).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut The Seventh Report of Joint National
Commite on Prevention, Detection, Evaluation and the Treatment of High
Blood Preasure.
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-7
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)

14
Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang
Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tahap I 140-159 90-99
Hipertensi tahap II Lebih dari 160 Lebih dari 100
(Sumber: Corwin, 2015)
Klasifikasi Hipertensi Menurut World Health Organization (WHO) dan
InternationalSociety of Hypertension (ISH) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO dan ISH :
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik(mmHg)
Optimal <120 <80
Normal < 130 < 85
Normal – Tinggi 130-139 85-89
Grade I ( hipertensi ringan) 140- 159 90-99
Sub – grup : perbatasan 140-149 90-94
Grade II (hipertensi ringan) 160-179 100-109
Grade III (hipertensi berat) >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 <90
Sub- grup : perbatasan 140-149 <90
(Sumber: Venkata, 2014)
Tabel 2.3 Klasifikasi hipertensi menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium I 140-159 90-99
Hipertensi stadium II >160 >100
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 <90
(Sumber:Venkata, 2014).

15
3. Etiologi
Tekanan darah tergantung pada kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup dan Total Periperal Resisten (TPR), peningkatan salah
satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebkan
hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan
saraf simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan
denyut jantung yang kronis sering kali menyertai kondisi hipertiroidisme.
Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi dengan
penurunan volume sekuncup atau TPR, sehigga tidak mengakibatkan
hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika
volume plasma meningkat dalam waktu lama, karena peningkatan karena
volume plasma direfleksikan dengan peningkatan volume diastolik akhir
sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan
volume diastolic akhir dihubungkan dengan peningkatan preload jantung.
Peningkatan preload biasanya berhubungan dengan peningkatan hasil
pengukuran tekanan darah sistolik.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat
terjadi akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau
konsumsi garam yang berlebihan. Dari perspektif evolusi, manusia
beradaptasi dengan ingesti dan ekskresi kurang dari satu gram garam
perhari, yang setidaknya kurang dari sepuluh kali dari rata-rata konsumsi
garam dinegara-negara industri. Selain peningkatan asupan diet garam,
peningkatan abnormal kadar rennin dan aldosteron atau penurunan aliran
darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian garam dan air.
Peningkatan Total Periperal Resisten (TPR), yang kronik dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf simpatis atau hormon pada
arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap
tangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan

16
pmbuluh darah. Pada peniingkatan Total Periperal Resisten (TPR),
jantung harus memompa lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan
tekanan darah yang lebih besar, untuk mendorong darah melinntasi
pembuluh-pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan pada
afteroad jantung, dan biasanya berkaitan dengan peningkatn tekanan
diastolik. Apabila penimngkatan afterload berlangsung lama, ventrikel
kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (Pembesaran). Dengan
hipertrofi kebutuhan oksigen ventrikel akan semakin meningkat sehingga
ventrikel harus memompa darah lebih keras lagi unntuk memenuhi
kebutuhann tersebut.
Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang disebutkan diatas
dapat terjadi akibat peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis. Bagi
banyak individu, peningkatan rangsangan saraf simpatis atau
kemungkinan responsivitas yang berlebihan dari tubuh terhadap
rangsangan simpatis normal, dapat ikut berperan menyebabkan hipertensi.
Hal ini dapat terjadi akibat respon stres yang berkepanjangan, yang
diketahui melibatkan pengaktifan saraf simpatis, atau mungkin akibat
kelebihan genetik reseptor norepinefrin dijantung atau otot polos
vascular. Pengaruh genetik lain mungkin dipengaruhi oleh ras (Corwin,
2015).

4. Patofisiologi
Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan
curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang
meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya.
Resistensi perifer meningkat karena faktor-faktor yang meningkatkan
viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah,
khususnya pembuluh arteriol.

17
Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja
jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel
kiri. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri
mengalami hipertropi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan
beban jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat terjadi
ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu mempertehankan curah
jantung yang memadai. Hipertensi memicu aterosklerosis, arteri
koronaria, maka jantung gangguan lebih lanjut akibat penurunan aliran
darah ke dalam miokardium shingga timbul angina pectoris atau infark
miokard. Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang
semakin mempercepat proses aterosklerosis serta kerusakan organ,
seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan aneurisma serta diseksi
aorta (Kowalak, 2011).
5. Jenis Hipertensi
Menurut (Benson& Casey, 2012), berdasarkan etiologinya
hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah
hipertensi yang tidak jelas penyebabnya, hal ini ditandai dengan
terjadinya peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh
darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor
genetik, gaya hidup, dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis,
hiperldosteronism, hipertiroidisme, pheochromocytoma, gangguan
hormon dan penyakit sistemik lainnya. Prevalensinya hanya sekitar
5-10% dari seluruh penderita hipertensi.

18
6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang dialami oleh penderita hipertensi biasanya
berupa pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-
kunang.Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan
gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya
kerusakan vascular, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ
yang divaskularisai oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malal hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam penglihatan (Triyanto, 2014).
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun dan berupa penglihatan kabur akibat kerusakan
hipertensi pada retina, cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf pusat, edema dependen dan pembekakan akibat
peningkatan tekanan kapiler, nokturia yang disebabkan peningkatan aliran
darah ginjal dan filtrasi gromerulus, sakit kepala saat tejaga, kadang-
kadang disertai mual akibat peningkatan tekanan darah intrakranium
(Corwin, 2015).
7. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit hipertensi ini adalah sebagai berikut :
a. Jantung
Menyebabkan penyakit gagal jantung, angina, dan serangan
jantung. Penyakit hipertensi menyebabkan gangguan pada jantung
sehingga tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh secara efisien
dan urangnya pasokan oksigen ke dalam pembuluh darah jantung.

19
b. Ginjal
Menyebabkan gagal ginjal yang mana disebabkan kemampuan
ginjal yang berkurang dalam membuang zat sisa dan kelebihan air.
Jika bertambah buruk maka akan menyebabkan gagal ginjal kronik.
c. Alat gerak
Menyebabkan penyakit arteri perifer. Timbul jika pembuluh
arteri berada dalam keadaan stres berat akibat peningkatan tekanan
darah dan penyempitan arteri tersebut menyebabkan aliran
darahkurang. Hal ini akan mengakibatkan nyeri pada tungkai dan kaki
saat berjalan.
d. Otak
Menyebabkan penyakit stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Pada stroke iskemik terjadi karena aliran darah yang membawa
oksigen dan nutrisi ke otak terganggu. Stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah di otak yang diakibatkan oleh tekanan darah
tinggi yang persisten.
e. Mata
Menyebabkan penyakit kerusakan retina (vascular retina), yang
terjadi karena adanya penyempitan atau penyumbatan pembuluh arteri
di mata (Anna & Bryan, 2007).
8. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Non farmakologi
Terapi non farmakologi bagi penderita hipertensi menurut
(Setyawan, 2008) adalah a) Mengurangi atau menghilangkan faktor-
faktor seperti: stress, merokok, dan obesitas, b) Melakukan aktivitas
olahraga aerobik secara teratur, c)Membatasi asupan jumlah kalori,
garam, kolerterol, lemak dan lemak jenuh dari makanan.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan adalah sebagai
berikut guidelines adalah (1) Penurunan berat badan, mengganti

20
makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan
tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia, (2)
Mengurangi asupan garam, di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak
jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan
cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.Tidak
jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis
obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥2. Dianjurkan untuk
asupan garam tidak melebihi 2 gr/hari, (3) Olahraga yang dilakukan
secara teratur sebanyak 30-60 menit/hari, minimal 3 hari/minggu,
dapat menolong penurunan tekanan darah. Pasien yang tidak memiliki
waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya, (4)
Mengurangi konsumsi alkohol, walaupun konsumsi alkohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alkohol lebih dari dua gelas per hari pada pria atau satu
gelas per hari pada perempuan, dapat meningkatkan tekanan darah.
Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol
sangat membantu dalam penurunan tekanan darah, (5) Berhenti
merokok, walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan
salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien
sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok (Soenarta et al., 2015).

21
b. Terapi Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila
pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada
pasien dengan hipertensi derajat 2. Beberapa prinsip dasar terapi
farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan
meminimalisasi efek samping, yaitu; (1) Bila memungkinkan, berikan
obat dosis tunggal, (2) Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai
dan dapat mengurangi biaya, (3) Berikan obat pada pasien usia lanjut
( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55-80 tahun, dengan
memperhatikan faktor komorbid, (4) Jangan mengkombinasikan
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin
II receptor blockers (ARBs), (5) Berikan edukasi yang menyeluruh
kepada pasien mengenai terapi farmakologi, (6) Lakukan pemantauan
efek samping obat secara teratur (Soenarta et al., 2015).
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi
a. Faktor yang tidak bisa dikendalikan

1) Umur
Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18
tahun ke atas. Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan
umur, semakin tua usiaseseorang maka pengaturan metabolisme
zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya
zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah
menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan
kalsium di dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan
pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi
terganggu dan memacu peningkatan tekanan darah (Elperin et al.,
2014). Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri berkurang

22
dan jantung harus memompa darah lebih kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah (Chobanian et al., 2003).
2) Jenis Kelamin
Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29%
untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria sering mengalami
tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan
darah dibandingkan dengan perempuan. Setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat.
Perempuan memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita
hipertensi. Produksi hormon estrogen menurun saat menopause,
perempuan kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan
darah meningkat (Herbert&Casey, 2012).
3) Keturunan (Genetik)
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat
hipertensi dalam keluarga. Faktor genetik ini juga dipengaruhi
faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan
seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan
dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan
turun ke anak-anaknya (Chobanian, et al.,2003).
Hipertensi ditemukan lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot
(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika memiliki riwayat genetik
hipertensi dan tidak melakukan penanganan atau pengobatan maka
ada kemungkinan lingkungan akan menyebabkan hipertensi

23
berkembang dalam waktu 30 tahun, akan muncul tanda-tanda dan
gejala hipertensi dengan berbagai komplikasi (Gunawan, 2005).
4) Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
daripada yang berkulit putih, serta lebih besar tingkat morbiditas
maupun mortalitasnya.Sampai saat ini, belum diketahui secara
pasti penyebabnya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa
terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya
mungkin bersifak poligenik (Gray, 2005).
Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan
makan, susunan genetika, dan sebagainya yang dapat
mengakibatkan angka kesakitan dan kematian. Salah satu contoh
dari pengaruh pola makan yaitu angka tertinggi hipertensi di
Indonesia tahun 2000 adalah suku Minang. Hal ini dikarenakan
suku Minang atau orang yang tinggal di pantai, biasanya
mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai makanan asin
(Cahyono, 2008).
b. Faktor yang bisa dikendalikan
1) Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung, dan tekanan darah. Natrium (garam) yang dimaksud
adalah garam natrium seperti yang terdapat dalam garam dapur
(NaCl), soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoat,
dan vetsin (mono sodium glutamat). Dalam keadaan normal,
jumlah natrium yang dikeluarkan tubuh melalui urin harus sama
dengan jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat keseimbangan
(Almatsier, 2010).

24
Konsumsi garam berlebihan akan berpengaruh terhadap
tekanan darah. Garan dapat menyebabkan penumpukan cairan
dalm tubuh, karena menarik cairan diluar agar tidak keluar
sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Konsumsi yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/ hari dengan
110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Gibney, 2009).
Peneliti lain percaya bahwa terdapat respon sensifitas
tekanan darah kelebihan asupan garam. Pembatasan garam secara
umum dapat menurunkan prevalensi hipertensi pada sebagian
populasi (Wedder et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh
(HE et al., 2008), menyebutkan bahwa peningkatan asupan
natrium sebanyak 1 gram/hari berhubungan dengan terjadinya
peningktan tekanan darah sistolik sebesar 0,4 mmHg. Penelitian
yang dilakukan oleh American Heart Assosiation (AHA) tahun
2009 menyebutkan konsumsi garam yang tinggi berkaitan dengan
terjadinya peningkatan tekanan darah serta berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit hipertensi (Pienta et al., 2009).
Studi yang dilakukan oleh (Chidambaram et al., 2014),
menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan tinggi natrium dengan hipertensi yang merupakan indikasi
dari terjadinya stroeke mortality rates. Asupan tinggi garam di
Negara India menjadi salah satu dari sebagian besar faktor risiko
yang menyebabkan tingginya angka kematian. Asupan garam
yang tinggi berkaitan secara siignifikan terhadap kejadian
penyakit kardiovaskulaer.
Penelitian yang dilakukan (Madias, 2007), bahwa diet tinggi
natrium dan rendah kalium berpengaruh terhadap terjadinya
kenaikan tekanan darah.Penelitian yang dilakukan oleh (Zhang et
al., 2013), pada orang dewasa di Amerika menyebutkan baahwa

25
pada intake sodium memiliki hubungan yang positif dengan
hipertensi. Begitu pula yang disebutkan oleh (Kamran et al.,
2014), bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan pada asupan
natrium antara pasien dengan hipertensi terkontrol dan tidak
terkontrol. Sebagian dari pasien tidak mengetahui batas maksimal
konsumsi natrium perhari baik dari garam yang ditambahkan
maupun dari makanan yang memang sudah mengandung natrium
tinggi.
2) Stres
Stres merupakan suatu keadaan non spesifik yang dialami
penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan yang
melebihi daya dan kemampuan untuk mengatsi dengan efektif.
Stres diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
saat beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis
mengakibatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada
orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres.
Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian
tekanan darah yang menetap (Chobanian et al., 2003).
Stres emosional dan memicu pelepasan hormone stres
kartisol dalam tubuh. Hormon kartisol dalam tubuh memberikan
tubuh energi dengan sangat cepat. Namun dengan kenaikan
kartisol yang lebih tinggi dan berkepanjangan mengakibatkan efek
negatif bagi tubuh. Hal ini dapat membuat ketidak seimbangan
gula darah, menurunkan kepadatan tulang. Menekan respon
kekebalan tubuh dan membuatnya rentan terhadap penyakit
kronik. Kemudian dapat menekan fungsi tiroid, memperlambat
metabolisme tubuh dan dapat mengganggu kemampuan berpikir

26
otak dan akan meningkatkan tekanan darah (Center For
Wellbeing, 2013).
Studi yang dilakukan Larsen & Matchkhov mengatakan
bahwa stresdikaitkan dengan patogenesis hipertensi. Stres yang
berlebihan dapat menyebabkan peninkatan aktivitas saraf simpatis,
sehingga tekanan darah bisa meningkat (Larsen & Matchkov,
2016).
Stres kerja, atau regangan kerja, akibat kurangnya
keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kontrol pekerjaan,
dianggap salah satunya faktor yang sering terjadi dalam etiologi
hipertensi di masyarakat modern. Stres kerja dapat menyebabkan
terjadinya beban psikologis. Sehingga terjadi hubungan antara
masalah kerja (stress) dengan terjadinya tekanan darah (Rosenthal
& Alter, 2012).
Tingkatan stres dapat diketahui menggunakan kriteria DASS
(Depresion Anxiety and Stress Scale), uang terdiri 42 item untuk
mengukur keadaan emosionalyang negative yaitu depresi,
ansietas, dan stress. yang terdiri dari 14 pertanyaan untuk
pengukuran stress. Kategori tingkatan stres, adalah sebagai
berikut; (1) Tidak ada stres: skor 0-14, (2) Stres ringan: skor 15-
18, (3) Stres sedang: skor 19-25, (4) Stres berat: skor 26-33, (5)
Stres berat sekali: skor >34 (Kroenke et al., 2001).
3) Konsumsi alcohol
Alkohol dilarang dikonsumsi oleh mereka yang menderita
hipertensi karena alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
Walaupun demikian, ada beberapa dokter yang menyarankan
mengkonsumsi sedikit anggur merah setelah makan untuk
diperoleh manfaat antioksidannya. Mengkonsumsi dalam jumlah
banyak sangat tidak dianjurkan. Alkohol bagi kesehatan dalam

27
tubuh dapat meningkatkan sintesis ketokholamin. Adanya
ketokholamin dalam jumlah besar akan memicu kenaikan tekanan
darah. Dalam penelitian ini terdapat ada keterkaitan antara asupan
alkohol dan peningkatan tekanan darah, dengan banyak penelitian
menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi pada peminum
alkohol. Dalam penelitian menunjukkan hubungan antara asupan
alkoholdan kejadian hipertensi. Konsumsi alkohol adalah salah
satu faktor yang diketahui penyebab hipertensi. Namun konsumsi
alkohol hal yang paling dihindari dan terkendali terkait hipertensi
(Klatsky et al., 2006).
4) Merokok
Asaprokok terdiri dari karbon monoksida, hidrogen
sianida, dan nitrogen sianida. Karbon monoksida memberi
kontribusi untuk timbulnya plak aterosklerosis melalui
penimbunan kolesterol LDL yang meningkat dan terbentuknya
penampungan lemak. Merokok memaksa jantung untuk bekerja
lebih keras dengan oksigen yang sedikit. Bila orang merokok
sigaret, maka arteri akan menyempit sehingga menghambat suplai
darah ke otot-otot jantung. Merokok dapat meningkatkan tekanan
darah secara tempores yaitu tekanan sistolik meningkat 10 mmHg
dan tekanan darah diastolik meningkat sebesar 8 mmHg. Kenaikan
tekanan darah terjadi pada saat sedang merokok atau setelah
merokok (Benson Herbert&Casey, 2012).
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab
meningkatnya tekanan darah setelah isapan pertama. Setelah
merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun
diastolik akan meningkat 10 mmHg (tekanan darah akan tetap
sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok). Namun pada

28
perokok berat tekanan darah akan berada di level tinggi sepanjang
hari (Sheps, 2005).
Penggolongan perokok berdasarkan jumlah rokok yang
dikonsumsi sehari, adalah; (1) Perokok Berat: >20 batang/hari, (2)
Perokok Sedang: 11-20 batang/hari, (3) Perokok Ringan: ≤10
batang/hari, (4) Bukan Perokok: Tidak pernah sama sekali
merokok, pernah merokok dahulu, telah berhenti merokok ≥6
bulan (Nurkhalida, 2003).
5) Obesitas
Obesitas pada hakikatnya merupakan timbunan
triasilgliserol berlebih pada jaringan lemak akibat asupan energi
yang berlebihan dibanding penggunaannya. Proses biokoimia
dalam tubuh menentukan rasa kenyang dan lapar, termaksud
pemilihan macam makanan, selera dan frekuwensi makan
seseorang. Kondisi dan aktivitas menyimpan kelebihan energi
dijaringan adipositi dikomunikasikan ke sistem saraf sentral
melalui mediator leptin dan sinyal-sinyal lain pada tongkat berat
obesitas terutama didasari faktor genetik yang kemungkinan
poligemik kegemukan (obesitas) sebenarnya tidak hanya identik
dengan kelebihan berat badan, melainkan terkait dengan
komposisi tubuh dimana terjadi kelebihan lemak (Indra, 2006).
Dalam penelitian lain, hipertensi sebagai faktor risiko penyakit
kardiovaskular memiliki prevalensi yang meningkat. Sebuah
Kenaikan berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan
darah(Nurdiantami et al., 2016).
Penelitian yang dilakukan di Brazil mengatakan terjadinya
peningkatan tekanan darah melebihi batas normal (hipertensi)
adalah merupakan penyerta obesitas. Orang yang mengalami
obesitas akan lebih muda mengalami hipertensi dan kebanyakan

29
orang mengalami hipertensi juga mengalami obesitas. Mekanisme
utama penyebab terjadinya hipertensi pada obesitas adalah adanya
kenaikan volume darah, peningkatan curah jantung dan
menurunnya resistensi vascular sistemik (Costanzi et al., 2009).
Proses penatalaksanaan dan terapi obesitasyang
direkomendasikan yaitu intervensi yang pertama adalah
perubahan gaya hidup. Terapi non farmakologi sini mampu
menginduksi penurunan berat badan. Namun hal ini juga harus
diperhitungkan bahwa kepatuhan pasien merupakan faktor utama
untuk mendapatkan hasil yang baik.Langkah kedua ditandai
dengan intervensi pada rejimen dietdan penggunaan obat-obatan
terlarang. Diet harus mempertimbangkan keduanyakualitas
makanan dan kalori. Untuk mengevaluasi keberhasilan program
diet itutelah disarankan bahwa setelah 6-12 minggu diet, berat
badan bisa turun sampai 5% atau sampai dengan 10% dari berat
badan sebelumnya.Langkah ketiga adalah pengobatan obat. Ini
harus dipertimbangkanhanya terkait dengan perubahan gaya hidup
dan program diet.Setelah hasil negatif didapat dengan beberapa
obat diantaranya, (fenfluramin dan dexfenfluramine) hanya sedikit
obat diakui untuk perawatan, yaitu: orlistat, sibutramine,
rimonabant, phentermine (Seravalle dan Grassi, 2017).
Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penimbunan lemak
berlebih didalam jaringan tubuh. Jaringan lemak tidak aktif akan
menyebabkan beban kerja jantung meningkat. Pada kebanyakan
kajian, kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan
risiko hipertensi (Mac Mahon et al., 2004).
Cara pengukuran Berat badan adalah 1). pengukuran berat
badan hendaknya dilakukan setelah sisa-sisa makanan diperut
kosong dan sebelum makan (waktu yang dianjurkan adalah di pagi

30
hari, 2). Letakkan alat timbangan berat badan di tempat yang datar
3). Sebelum melakukan penimbangan, hendaknya timbangan
digital/jarum dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan berat
standar, 4). Setelah alat siap. Mintalah subjek untuk melepaskan
alas kaki (sepatu dan kaos kaki), asesoris yang digunakan (jam,
cincin, gelang kalung, kacamata, dan lain-lain yang memiliki berat
maupun barang yang terbuat dari logam lainnya) dan pakaian luar
seperti jaket. Saat menimbang sebaikya subjek menggunakan
pakaian seringan mungkin untuk mengurangi bias / error saat
pengukuran 5). Setelah itu mintalah subjek untuk naik ke atas
timbangan, kemudian berdiri tegak pada bagian tengah timbangan
dengan pandangan lurus ke depan, 6). Pastikan pula subjek dalam
keadaan rileks / tidak bergerak-gerak, 7) Catat hasil pengukuran
dalam satuan kilogram (Kg) Almatsier (2010).
Cara pengukuran tinggi badan adalah 1). Pilih bidang
vertikal yang datar (misalnya tembok/ bidang pengukuran lainnya)
sebagai tempat untuk meletakkan, 2). Pasang Microtoise pada
bidang tersebut dengan kuat dengan cara meletakkannya di dasar
bidang / lantai), kemudian tarik ujung meteran hingga 2 meter ke
atas secara vertikal / lurus hingga Microtoise menunjukkan angka
nol, 3). Pasang penguat seperti paku dan lakban pada ujung
Microtoise agar posisi alat tidak bergeser (hanya berlaku pada
Microtoise portable), 4). Mintalah subjek yang akan diukur untuk
melepaskan alas kaki (sepatu dan kaos kaki) dan melonggarkan
ikatan rambut (bila ada), 5). Persilahkan subjek untuk berdiri tepat
di bawah Microtoise, 6). Pastikan subjek berdiri tegap, pandangan
lurus ke depan, kedua lengan berada di samping, posisi lutut tegak
atau tidak menekuk, dan telapak tangan menghadap ke paha
(posisi siap), 7). Setelah itu pastikan pula kepala, punggung,

31
bokong, betis dan tumit menempel pada bidang vertikal atau
dinding dan subjek dalam keadaan rileks, 8). Turunkan Microtoise
hingga mengenai / menyentuh rambut subjek namun tidak terlalu
menekan (pas dengan kepala) dan posisi Microtoise tegak lurus,
9). Catat hasil pengukuran Almatsier (2010).
Cara untuk mengetahui obesitas yaitu dengan menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh dihitung menggunakan rumus:
Berat Badan(Kg)
Indeks Massa Tubuh (IMT) ¿
Tinggi Badan(m ²)
Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI dalam
Almatsier (2010), adalah sebagai berikut :
Table 2.4 Kategori Ambang Batas Indeks Masa Tubuh (IMT)
Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT)
 Kurus: Kekurangan berat badan tingkat berat < 17
 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17-18,5

 Normal 18,5-25,0

 Gemuk: kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27


<27
 Obesitas: kelebihan berat badan tingkat berat
(Sumber: Almatsier, 2010)
6) Kebiasaan Olahraga (aktivitas fisik)
Olahraga dihubungkan dengan pengelolaan tekanan darah.
Olahraga yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Kurang olahraga akan meningkatkan
kemungkinan obesitas dan asupan garam dalam tubuh. Kurang
olahraga memiliki risiko 30-50% lebih besar mengalami hipertensi
(Mac Mahon et al., 2004).
Olahraga yang teratur yaitu rata-rata selama 30 menit per hari
akan lebih baik apabila dilakukan rutin setiap hari. Diperkirakan

32
sebanyak 17% kelompok usia produktif memiliki aktifitas fisik
yang kurang. Dari angka prevalensi tersebut, antara 31-51% hanya
melakukan aktifitas fisik <2 jam/minggu ; (1) Baik, jika dilakukan
≥30 menit, ≥3 kali per minggu, (2) Cukup, jika dilakukan ≥30
menit, <3 kali per minggu, (3) Kurang, jika dilakukan <30 menit,
<3 kali per minggu (Jan Warren et al., 2012).
7) Demografi
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hipertensi lebih
banyak pada wilayah pantai dibandingkan dengan wilayah
pengunungan. Hasil analisis pada penelitian menunjukkan bahwa
asupan natrium tertinggi adalah wilayah pesisir. Dari penelitian
yang dilakukannya penyebab tingginya hipertensi disebabkan oleh
pola kebiasaan masyarakat yang cenderung mengasinkan makanan
olahan laut (Sundari et al.,2013).
Penelitian yang dilakukan di Brazil ini difokuskan pada
tingkat tekanan darah di dua komunitas nelayan di Brasil. Pertama
disebuah komunitas perkotaan, terletak di daerah pantai
Copacabana (daerah perkotaan), Rio de Janeiro, yang kedua adalah
sebuah komunitas pedesaan, terletak di Ponta Grossa, Paraty, di
pesisir hutan Atlantik (Pedesaan). Kebiasaan masyarakatnelayan di
daerah Ponta Grossa bisa dikaitkan dengan tradisi pengasinan dan
pengeringan ikan yang dilakukan oleh masyarakat setempat .
Praktek ini meningkatkan asupan garam selama masa hidup nelayan
dan akibatnya tercermin dalam kondisi kesehatan masyarakat saat
ini di daerah Ponta Grossa, Paraty. Berdasarkan Hasil menunjukkan
kejadian hipertensi yang lebih tinggi di Ponta Grossa dibandingkan
di Copacabanadimana persentasenya lebih rendah (Bruna et al.,
2013).

33
B. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup
1. PengertianKualitasHidup
Menurut Kazdagli(2012) dalam (Pratiwi,2015), kualitas hidup adalah
istilah diskriptif dan memiliki artiyang luas, mengacu pada kesehatan
emosional,social dan fisik individu, serta kemampuan untuk dapat berfungsi
dalam tugas kehidupan biasa.Kualitas hidup terdiri dari penelitian subjektif
seseoran mengenai sejauh mana berbagai dimensi,seperti lingkungan, kondisi
fisik, ikatan social dan kondisi psikologi dirasakan memenuhi kebutuhannya.
Kualitas hidup merupakan konsep yang kompleks, yang terkait dengan
kepuasaan individu terhadap seluruh aspek hidupnya mulai dari fisik hingga
sosial dan psikologi. Banyak hal dapat mempengaruhi kualitas
hidup,termasuk penghasilan, lingugan social dan fisik,hubungan antar
pribadi dan kesehatan.
Kualitashidupadalah memberikankesempatanuntuk hidup nyaman,
mempertahankan keadaan fisiologisyangharusseimbangdengankeadaan
psikologis didalam kehidupan sehari-hari(Ratmini and Arifin, 2011). Ditinjau
dariberbagai disiplinilmu,kualitas hidup mempunyai pengertian dan tujuan
yang berbeda. Dari segi filsafat, penilaian kualitas hidup dilakukan melalui
kesadaran manusia terhadap makna dan tujuan hidupnya. Dari sudut
pandang ekonomi, kualitas hidup manusia ditentukan oleh sikap ke
wiraswastaan,sikap menggunakan kesempatan ekonomi yang terbuka bagi
dirinya.Dari segi psikologi, kualitas hidup tercermin dari tingkat kepuasan
hidupnya, dengan semakin meningkatnya golongan umur maka risiko
menderita penyakit dan stres semakin besar. Hal itu dapat mempengaruhi
berkurangnya kualitas hidup seseorang (Berutu,2015)
2. RuangLingkupKualitasHidup

34
Secara umum terdapat 6 domain yang dipakai untuk mengukur
kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh
WHO(World Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik,
kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan social dan
lingkungnan,sedangkan secara rinci domain-domain yang termasuk kualitas
hidup adalah sebagai berikut (Lun,2011):
a. Kesehatan fisik(physical helath) kesehatan umum,nyeri,energi dan
vitalitas,aktivitas seksual,tidur dan istirahat.
b. Kesehatan psikologis (psychological health) cara berpikir,belajar,
memoridan konsentrasi.
c. Tingkataktivitas(levelofindependence):obilitas,aktivitassehari-hari,
komunikasi,kemampuankerja
d. Hubungansosial(socialrelationship) hubunansosial,dukungansosial
e. Lingkungan(environment)keamanan,lingkunganrumahdankepuasan kerja
f. Kepercayaanrohanataureligus(spirituality/religionbeliefs)
3. PengukuranKualitasHidup
Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrumen
pengukuran kualitas hidup yang telah teruji dengan baik. Secara umum
pengukuran kualitas hidup yang dipakai dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu pengukurang kualitas hidup secara umum (generic scale) dan
pengukuran kualitas hidup secara khusus (specificscale) (Hermann,1993)
dalam (Suryawati,1999).
a. Pengukuran Kualitas HidupUmum
Instrumen umum ialah instrument yang dipakai untukmengukur
kualitas hidup secara umum pada penderita penyakit kronik.Instrumen ini
digunakan untuk menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional
,ketidak mampuan dan kekuatiran yang timbul akibat penyakit yang
diderita (Silitonga, 2007). Instrumen umum juga dipakai untuk menilai

35
kemampuan fungsional secara luas, ketidak mampuan dan ke khawatiran
yang berhubungan dengan kualitas hidup, ditekan kan pada kemampuan
untuk mengetahui akibat dari penyakit dan pengobatan (Suryawati, 1999).
Salah satu contoh instrument umum adalah Sickness ImpactProfile (SIP)
dan Medical OutcomeStudy 36-itemshort-form HealthSurvey(SF-36).
b. Pengukuran Kualitas Hidup Khusus
Instrumen khusus dipakai untuk mengukur sesuatu yangkhusus
dari penyakit, populasi atau fungsi yang khusus.Pengukuran kualitas
hidup secara khusus mempunyai kemampuanku untuk mendeteksi
perubahan penting dimana pertanyaan difokuskan pada hipotesasisi
kehidupan yang dipengaruh ioleh penyakit(Suryawati,1999).Salah satu
contoh instrumen khusus adalah The Washington Psychosocial Seizure
Inverntory (WPSI),Stroke Specific QualityofLife(SSQOL) dan
TheEpilepsy Surgery Inventory (ESI-55) (Silitonga,2007).
terdapat instrumen umum yang sifatnya general. Medical
Outcome Short Form –36 (MOS SF-36)adalah instrument generik yang
diterima secara universal dan luas dalam pengukuran kualitas hidup pada
berbagai penyakit. MOSSF-36 dikembangkan oleh DcDowell danNowell
dari Rand Corporation ofSanta Monica pada tahun 1970 dan di
standarkan pada tahun 1990, SF-36 terdiri dari dua domain, yaitu
kesehatan fisik (Physical Component Summary, PCS)dan kesehatan
mental(Mental Component Summary, MCS). Setiap domain terdiri dari
empat area. Setiap area terdiri dari empat subarea. Setiap subarea terdiri
dari beberapa pertanyaan,yaitu:
1) Domainkesehatanfisik(PCS)
a. Fungsi fisik(physicalfunction):terdiri dari 10 pertanyaan
tentanga aktivitas fisik,termasuk mandi dan berpakaian

36
b. Keterbatasan akibat masalah fisik(rolephysical):terdiri dari
empat pertanyaan tentang pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
c. Perasaan sakit/nyeri(bodilypain): terdiri dari dua pertanyaan
tentang rasa sakit yang di rasakan
d. Persepsi kesehatan umum(generalhealth): terdiri dari lima
pertanyaan tentang kesehatan individu
2) Domain kesehatan mental (MCS)
a. Kesejahteraan mental (mentalhealth):terdiri dari lima
pertanyaan tentang perasaan seperti sedih dan senang
b. Keterbatasan akibat masalah emosional (roleemotinal):terdiri
dari tiga pertanyaan tentang masalah pekerjaan yang berdampak
pada emosi
c. Fungsi social (socialfunction):terdiri dari tiga pertanyaan
tentang aktivitas social yang berkaitan dengan masalah fisik dan
emosi
d. Vitalitas/Energi (vitality): terdiri dariempat pertanyaan tentang
vitalitas yang dirasakan Skala SF-36 ini kemudian dinilai dengan
kemungkinan cakupan 0- 100,dengan skor yang lebih tinggi
menanda kan kualitas hidup yang lebih baik. Kuesioner SF-36
merupakan salah satu kuesioner generik yang banyak digunakan
pada penelitian-penelitian tentangkualitas hidup. Kuesioner ini
telah diterjemahkan dan divalidasi dalam versibahasa Indonesia
dan telah banyak digunakan pada berbagai penelitian di
Indonesia

4. Faktor factor yang dapat mempengarhi kualitas hidup menurut


Pradono,dkk (2009) dalam (Idris,2015) antara lain:

37
a. Usia.Menururt Barlock,usia diklasifikasikan berdasarkan golongan
usia muda (40-60 tahun) dan lanjut usia(diatas 60 tahun). Usia
dewasa muda memiliki tuntutan mencapai tanggung jawab
sosial,membantu remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan Mencapai prestasi dalam berkarir. Jika pada masa tersebut
seseorang mengalami kondisi kronis, maka akan menimbulkan
tekanan karena membatasi produktivitas mereka.Sedangkan
dewasa akhir, lebih dapat menerima kondisi fisiknya yang
menurun karena sakit di bandingkan yang lebih muda dikarenakan
beban tanggung jawab yang telah dilewati.
b. Jenis kelamin, laki-laki lebih berisi untu kmemiliki kualitas hidup
yang rendah jika di bandingkan dengan perempuan. Halter sebut
di karenakan perempuan lebihmatangsecara emosi dan lebih tahan
ketika menghadapi tekanan/permasalahan.
c. Pendidikan, masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah
berisiko mempunyai kualitas hidup yang kurang dibandingkan
dengan yang berpendidikan tinggi.
d. Pekerjaan, secaraum umbisa di golongkan dengan kategori
seseorang yang memiliki pekerjaan dan yang tidak memiliki
pekerjaan. Seseorang yang bekerja memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dari pada seseorang yang tidak bekerja.
e. Perilaku Berisiko, seperti merokok, kurang aktivitas fisik,minum
alkohol atau kurang makan serat dapat menjadi factor utama
terjadinya penyakit tidak menular dangan gaguan emosional.
Jangka panjang dari kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup.
f. Penyakit Kronis, masyarakat yang memiliki penyakit kronis lebih
berisiko untuk memiliki kualitas hidup yang rendah dari pada
masyarakat. Yang tidak memiliki penyakit kronis.

38
g. Gangguan Mental,masyarakat dengan gangguan mental ringan
sekalipun berisiko lebih besar untuk memiliki kualitas hidup
kurang dibandingkan dengan masyarakat yang tidak memiliki
gangguan emosional.
h. Status ekonomi (pendapatan), masyarakat dengan status ekonomi
yang rendah lebih berisiko memiliki kualitas hidup yangrendah
jika di bandingkan dengan masyarakat ekonomi yang tinggi.
C. TINJAUAN TENTANG DUKUNGAN KELUARGA
1. Pengertian DukunganKeluarga
Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal
yang melindungi seseorang dari efek setres yang buruk (Kaplandan Sadock,
2002). Dukungan keluarga menurut Fridman (2010) adalah sikap, tindakan
penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan
emosional. Jadi dukunan keluargaa dalah suatu bentuk hubungan
interpersonal yang meliputi sikap,tindakan dan penerimaan terhadap anggota
keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikannya.
Jadi dukungan social keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan social
yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses
atau diadakan untuk keluarga yang selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan (Erdiana, 2015).
2. Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Caplan (1974) dalam Friedman (2010) terdapat tiga sumber
dukungan sosial umum, sumber ini terdiri atas jaringan informal yang
spontan: dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas
kesehatan professional,dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan social yang
dipandang olehanggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau di
adakan untuk keluarga (dukungan social bisa atau tidak digunakan, tetapi

39
anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan
social keluarga dapat berupa dukungan social keluarga internal, seperti
dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau
dukungan social keluarga eksternal(Friedman, 1998).

3. Tujuan Dukungan Keluarga


Sangatlah luas diterima bahwa orang yang berada dalam lingkungan
social yang suportif umumnya memiliki kondisi yang lebih baik
dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini.Lebih khususnya, karena
dukungan social dapat dianggap mengurangi atau menyangga efeksertamen
ingkatkan kesehatan mental individu atau keluarga secara langsung,
dukungan sosial adalah strategi penting yang harus ada dalam masa stress
bagi keluarga (Friedman,2010).Dukungan sosial juga dapat berfungsi
sebagai strategi pencegahan guna mengurangi stress akibat negatifnya
(Roth, 1996).Sistem dukungan keluarga ini berupa membantu berorientasi
tugas sering kali diberikan oleh keluarga besar, teman, dan tetangga.
Bantuan dari keluarga besar juga dilakukan dalam bentuk bantuan langsung,
termasuk bantuan financial yang terus-menerus dan intermiten, berbelanja,
merawatanak, perawatan fisik lansia, melakukan tugas rumah tangga,dan
bantuan praktis selama masa krisis (Friedman, 2010).
4. Jenis DukunganKeluarga
Menurut Friedman(1998),menyatakan bahwa keluarga berfungsi
sebagai system pendukung bagian aggotanya. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung,selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika di perlukan. Terdapat empat dimensi dari
dukungan keluarga yaitu:

40
a. Dukungan emosional berfungsi sebagai pelabuhanistirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan emosional serta meningkatkan
moral keluarga (Friedman,2010). Dukungan emosianal melibatkan
ekspresi empati, perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi,
cinta, atau bantuan emosional. Dengan semua tingkah laku yang
mendorong perasaan nyamandan mengarahkan individu untuk percaya
bahwa ia dipuji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia
untuk memberikan perhatian (Sarafino, 2011)
b. Dukungan informasi, keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
disseminator (penyebar) informasi tentang dunia (Friedman,1998).
Dukungan informasi terjadi dan diberikan oleh keluarga dalam bentuk
nasehat, saran dan diskusi tentang bagaimana cara mengatasi atau
memecahkan masalah yang ada(Sarafino, 2011).
c. Dukungan instrumental, keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit (Friedman,1998).Dukungan
instrumental merupakan dukungan yang diberikan oleh keluarga secara
langsung yang meliputi bantuan material seperti memberikan tempat
tinggal,memimnjamkan atau memberikan uang dan bantuan dalam
mengerjakan tugas rumah sehari-hari (Sarafino, 2011).
d. Dukungan penghargaan, keluarga bertindak (keluarga bertindak sebagai
system pembimbing umpan balik, membimbing dan memerantai
pemecahan masalah dan merupakan sumber validator identitas anggota
(Friedman,2010). Dukungan penghargaan terjadi melaluie kspresi
penghargaan yang positif melibatkan pernyataan setuju dan panilaian
positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain yang
berbanding positif antara individu dengan orang lain (Sarafino,2011).
5. Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan social keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan social berbeda- beda dalam

41
berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.Namun demikian, dalam semua tahap
siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.Sebagai akibatnya,hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman,1998).Wills
(1985) dalam Friedman (1998), menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negative dari stress
terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan social secara langsung
mempengaruhi akibat-akibat darikesehatan) ditemukan. Sesungguhnya efek-
efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan
kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.
6. Fatar-faktorYang Mempengaruhi Dukungan
Menurut Purnawan (2008) dalam Rahayu (2008) faktor-faktor yang
mempengaruhi dukungan keluarga adalah:
a. Faktor internal
Tahap perkembangan
Artinya dukungan dapat ditentukan oleh factor usia dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap
rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap
perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
1) Pendidikan atau tingkat pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk
oleh variable intelektual yang terdiri dari pengetahuan,latar
belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk
kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan
dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan
untuk menjaga kesehatan dirinya.
2) Faktor emosi

42
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap
adanya dukungan dan cara melakukannya. Seseorang yang
mengalami respons tress dalam setiap perubahan hidupnya
cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut
dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum
terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respon emosionalyang
kecil selama rasakit. Seorang individu yang tidak mampu
melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit
mungkin.

3) Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang
menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang
dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
b. Eksternal
1) Praktik dikeluarga
Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya, klien juga kemungkinan besarakan melakukan tindakan
pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama.
2) Faktor sosio-ekonomi
Faktor social dan psikososial dapat meningkatkan resiko
terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan
lingkungan kerja.Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan
persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi

43
keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi
tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap
terhadap gejala penyakit yangdirasakan. Sehingga ia akan segera
mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya.

3) Latar belakang budaya


Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara
pelaksanaan kesehatan pribadi.
D. KAJIAN EMPIRIS
1. Andriana Sari, Lolita, Fauzia
Judul Penelitian Ini Adalah Pengukuran Kualitas Hidup Pasien
Hipertensi Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Menggunakan European
Quality Of Life 5 Dimensions (Eq5d) Questionnaire Dan Visual Analog
Scale (Vas). Hasil Penelitian Ini Di Peroleh . Hasil Uji Mann Whitney Dan
2-Independent Sample T-Test Untuk Mengetahui Perbedaan Kualitas Hidup
Antara Pasien Hipertensi Dengan Komplikasi Dan Tanpa Komplikasi
Diperoleh Nilai P= 0,967 (Eq5d Indeks ) Dan P= 0,590 (Vas). Kesimpulan
Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Dengan Eq5d Diperoleh
22,4% Memiliki Skor Eq5d Indeks Tertinggi Dan Nilai Median Vas Adalah
70. Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Dengan Komplikasi Dan Tanpa
Komplikasi Menunjukkan Tidak Berbeda Signifikan
2. Suryani1) , Rahmawati2)
Judul Penelitian Ini Adalah Efektivitas Konseling Keluarga Terhadap
Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi. Hasil Penelitian Ini Di
Peroleh Penilaian Kualitas Hidup Kelompok Intervensi Pre 76,57 Dan Post

44
83,85 Sedangkan Kelompok Kontrol Pre 73,76 Dan Post 73,85. Hasil
Analisa Statistik Kualitas Hidup Dengan P Value 0,00. Kesimpulan
Penelitian Menunjukkan Konseling Keluarga Efektif Terhadap Peningkatkan
Kualitas Hidup Pasien Hipertensi.
3. Nina Sumarni1 ,Ema Arum Rukmasari2 ,Witdiawati3
Judul Penelitian Ini Adalah Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Lansia Hipertensi Di Muara Sanding. Hasil Dari
Penelitian Ini Di Peroleh .Hasil Analisis Korelasi Di Dapatkan Nilai Sig =
0,084 (P ≤ 0,05)Artinya H0 Ditolah Dan Menerima H1 Yaitu Ada Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Lansia Penderita
Hipertensi Di Pustu Kelurahan Muara Sanding . Dengan Kesimpulan
Penderita Penyakit Hipertensi Mampu Bertahan Hidup Apabila Rutin
Mengkonsumsi Obat, Melaksanakan Gaya Hidup Sehat Dan Olah Raga
Dengan Dukungan Keluarga.
4. Fitra Yeni1* , Miftahul Husna1 , Dachriyanus2
Judul Penelitian Ini Adalah Dukungan Keluarga Memengaruhi
Kepatuhan Pasien Hipertensi Hasil Penelitian Menunjukkan Sebanyak 54%
Responden Mendapatkan Dukungan Keluarga Dengan Kategori Sedang Dan
59% Responden Mempunyai Kepatuhan Dengan Kategori Sedang. Hasil Uji
Statistik Didapatkan Nilai (R)=0,786. Disimpulkan Bahwa Dukungan
Keluarga Mempunyai Hubungan Sangat Kuat Dengan Kepatuhan Dan
Terdapat Hubungan Searah, Sehingga Semakin Tinggi Dukungan Keluarga
Maka Semakin Tinggi Kepatuhan. Dukungan Keluarga Berkontribusi
Sebesar 61,8% Terhadap Kepatuhan. Keluarga Harus Lebih Memperhatikan
Pemberian Dukungan Informasional Terhadap Pasien Hipertensi.
5. Agustika Rokhma Dewi1) , Joko Wiyono2) , Erlisa Candrawati 3)
Judul Penelitian Ini Adalah Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Berobat Pada Pasien Penderita Hipertensi Di Puskesmas Dau
Kabupaten Malang. Hasil Penelitian Menunjukkan Dukungan Keluarga

45
Dinyatakan Sebagian Besar Yaitu Sebanyak 22 Pasien (73,33%)
Dikategorikan Baik, Kepatuhan Berobat Didapatkan Sebagian Besar Yaitu
Sebanyak 23 Pasien (76,67%) Dikategorikan Patuh, Sertahasiluji Chi-Square
Didapatkan P-Value = 0,011 < Α (0,05) Yang Berarti Data Dinyatakan
Signifikan Dan H1 Diterima. Artinya Ada Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Berobat Pada
Pasien Penderita Hipertensi Di Puskesmas Dau Kabupaten Malang

6. Agus Triono1 , Isna Hikmawati


Judul Penelitian Ini Adalah Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap
Perilaku Pengendalian Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Lansia Di
Puskesmas Sumbang 1. The Results Of The Analysis With The Independent
T Test After Intervention Guidelines Were Given Showed That There Was
An Effect Of Family Support On Blood Pressure Control Behavior In The
Experimental And Control Groups (P Value < 0.05). In Addition, The
Results Of Calculations With The Formula Effect Size Showed That The
Provision Of Family Support Intervention Had A High Effect On Systole
And A High Effect On Diastole. Conclusion: In Conclusion, There Is An
Influence Of Family Support On Blood Pressure Control Behavior In Elderly
Hypertension Patients And Has A High Effect On Systole And A High
Effect On Diastole.
7. M. Isra. K. Hi. Bisnu Billy J. Kepel Mulyadi
Judul Penelitian Ini Adalah Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Derajat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Ranomuut Kota
Manado. Hasil Penelitian Menunjukkan Jumlah Responden Yang Memiliki
Dukungan Keluarga Tinggi Sebanyak 39 Responden (57,4%), Dan Yang
Berada Pada Klasifikasi Pre Hipertensi Sebanyak 37 Responden (54,4%)
Dan Yang Berada Pada Klasifikasi Hipertensi Sebanyak 31 Responden
(45,6%) Dan Didapatkan Nilai P= 0,000. Kesimpulan Ini Menunjukkan Ada

46
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Derajat Hipertensi. Saran Hasil
Penilitian Ini Dapat Dikembangkan Dengan Mencari Variabel Lain Yang
Diduga Mempunyai Hubungan Dengan Derajat Hipertensi Seperti Motivasi,
Self-Care Dan Lain Sebagainya.
8. Indahria Sulistyarini 1
Judul Penelitian Ini Adalah Efektifitas Pelatihan Kebersyukuran Untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Pada Pasien Hipertensi. Hasil Dari Penelitian
Ini Menunjukkan Bahwa Pelatihan Kebersyukuran Dapat Meningkatkan
Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Yang Ditunjukkan Dengan Peningkatan
Skor Kualitas Hidup Pada Kelompok Eksperimen (Md = -18.833, P = 0.000
Dan Prates-Tindak Lanjut (M = -28.417, P = 0,000). Md Yang Negatif
Mengindikasikan Bahwa Skor Pascates Dan Tindak Lanjut Lebih Tinggi
Daripada Skor Prates. Hal Ini Berarti Bahwa Pelatihan Kebersyukuran Dapat
Meningkatkan Kualitas Hidup Pada Pasien Hipertensi, Sehingga Dapat
Dijadikan Juga Sebagai Pendamping Dari Terapi Medis.
9. Ratna Setiyaningsih1 Surati Ningsih2
Judul Penelitian Ini Adalah Pengaruh Motivasi, Dukungan Keluarga
Dan Peran Kader Terhadap Perilaku pengendalian Hipertensi. Hasil
Penelitian Menunjukkan 1) Ada Pengaruh Positif Dan Secara Statistic
Signifikan Motivasi Terhadap Perilaku Pengendalian Hipertensi (Or = 9.48,
P= 0.008). 2) Ada Pengaruh Positif Dan Secara Statistic Signifikan
Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Pengendalian Hipertensi (Or =
11.10, P=0.006). 3) Ada Pengaruh Positif Dan Secara Statistic Signifikan
Peran Kader Terhadap Perilaku Pengendalian Hipertensi (Or = 5.10, P=
0.05).
10. Dheni Koerniawan1 , Sri Indaryati1 , Sry Istiyani
Judul Penelitian Ini Adalah Sikap Sebagai Variabel Intervening Antara
Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Kontrol Rutin Pasien Hipertensi Di
Palembang. Hasil Analisis Jalur Membentuk Model Bahwa Sikap

47
Merupakan Variabel Intervening Antara Dukungan Keluarga Dengan
Perilaku Kontrol Pasien Hipertensi Sehingga Dukungan Keluarga Memiliki
Hubungan Dan Pengaruh Yang Tidak Langsung Terhadap Perilaku Kontrol
Rutin. Oleh Karena Itu, Strategi Edukasi Perawat Dapat Dititikberatkan Pada
Peningkatan Kesadaran Pasien Hipertensi Terhadap Kondisi Kesehatannya
Dan Upaya Pengontrolan Kestabilan Tekanan Darah Sebagai Pencegahan
Atau Menurunkan Risiko Terjadinya Komplikasi

48
DAFTAR PUSTAKA

Agus Triono &Isna Hikmawati. 2020. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap


Perilaku Pengendalian Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Lansia
Di Puskesmas Sumbang 1. Universitas Muhammadiyah Purwokerto: Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah

Agustika Rokhma Dewi, Dkk. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kepatuhan Berobat Pada Pasien Penderita Hipertensi Di Puskesmas Dau
Kabupaten Malang. Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

Andriana Sari & Lolita, Fauzia.2020. Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Hipertensi
Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Menggunakan European Quality Of
Life 5 Dimensions (Eq5d) Questionnaire Dan Visual Analog Scale (Vas).
Universitas Ahmad Dahlan: Jurnal Ilmiah Ibnu Sina.

Brunner Dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol I . Jakarta:Egc


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Dheni,Koerniawan.2019. Sikap Sebagai Variabel Intervening Antara Dukungan
Keluarga Dengan Perilaku Kontrol Rutin Pasien Hipertensi Di Palembang.
Universitas Katolik Musi Charitas: Jurnal Kesehatan Saelmakers Perdana

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pedoman Teknis Penemuan Dan


Tata Laksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.

Fitra,Yeni, Dkk. 2016. Dukungan Keluarga Memengaruhi Kepatuhan Pasien


Hipertensi. Universitas Andala: Jurnal Keperawatan Indonesia

Guyton AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Jakarta: EGC; 2007.

Indahria, Sulistyarini. 2020. Efektifitas Pelatihan Kebersyukuran Untuk


Meningkatkan Kualitas Hidup Pada Pasien Hipertensi. Program Studi
Psikologi Universitas Islam Indonesia: Jurnal Intervensi Psikologi

49
Junaidi. Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, Dan Pengobatan. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer; 2010

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi


Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Jakarta2012.

Mansjoer, Et Al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


Mulyadi, Dkk.2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Derajat Hipertensi
Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Ranomuut Kota Manado . Universitas
Sam Ratulangi Manado : E-Journal Keperawatan (E-Kp)

Organization WH. A Global Brief On Hypertension: Silent Killer, Global Public


Health Crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2013.

Prince A. Silvia. 1995. Pathofisiologi. Edisi 4. Jakarta:EGC


Rahajeng E, Tum S. Prevalensi Hipertensi Dan Determinannya Di Indonesia.
Majalah Kedokteran Indonesia. 2009;59.

Ridwan M. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Sillent Killer "Hipertensi". Semarang:


Pustaka Widyarma

Smeltzer, Bare. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC; 2002

Sustrani L. Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia; 2004.

Suryani, Rahmawati. 2016. Efektivitas Konseling Keluarga Terhadap Peningkatan


Kualitas Hidup Pasien Hipertensi. Staf Pengajar Stikes An Nur Purwodadi

Tim Editor. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan
Winarno, Sutomo K. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia; 2012.

World Health Organization. A Global Brief On Hypertension: Silent Killer, Global


Public Health Crisis. 2015.:

50
Zulkifli Amin, Asril Bahar. 2006. hipertensi, Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta

51
LAMPIRAN

A. KUESIONER QUALITY OF LIFE

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaanAnda terhadap kualitas

hidup, kesehatan dan hal-hal lain dalam hidup Anda. Saya akan membacakan

setiap pertanyaan kepadaAnda, bersamaan dengan pilihan jawaban.Pilihlah

jawaban yang menurut Anda paling sesuai. JikaAnda tidak yakin tentang

jawaban yang akan Anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan, pikiran

pertama yang muncul pada benak Anda seringkali merupakan jawaban yang

terbaik.

Petunjukpengisiankuesioner

1. Pilihlah jawaban dibawah ini dengan jujur dan sesuai dengan bapak/ibu

rasakan dalam2 minggu terakhir.

2. Lingkarilah jawabanyang bapak/ibu pilih.

3. Pilihan jawaban bapak/ibu akan dirahasiakan dan tidak dipublikasikan.

4. Tanyakan kepada peneliti jika ada kesulitan

Sangat Biasa – biasa Sangat


no pertanyaan buruk baik
buruk saja baik
1 Bagaimana
menurut anda
1 2 3 4 5
kualitas hidup
anda ?

Sangat tidak Tidak Biasa – Sangat


no pertanyaan memuasakan
memuaskan memuaskan biasa saja memuaskan

2 Seberapa 1 2 3 4 5
puas anda

52
terhadap
kesehatan ?

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa seringan datelah mengalami hal-


hal berikut ini dalam 2 minggu terakhir.

Dalam Dalam
Sangat Sangat
no pertanyaan sedikit jumlah jumlah
sering sering
sedang berlebihan
3 seberapa jauh rasa
sakit fisik
menghalangi Anda
1 2 3 4 5
untuk beraktivitas
Sesuai kebutuhan
Anda?
4 seberapa sering
ada membutuhkan
terapi medis untuk 1 2 3 4 5
menjalankan
aktivitas
5 Seberapa jauh anda
menikmati hidup 1 2 3 4 5
anda
6 Seberapa jauh anda
1 2 3 4 5
merasa baik
7 Seberapa baik anda
1 2 3 4 5
bisa berkosentrasi
8 Secara umum,
seberapa aman 1 2 3 4 5
perasaan anda
9 Seberapa sehat
lingkungan dimana
lansia tinggal
1 2 3 4 5
(berkaitan dengan
sarana dan
prasarana)?

53
Pertanyaan berikut adalah tentang bagaimana Anda benar-benar mengalami
atau mampu melakukan hal-hal berikut dalam 2 minggu terakhir

Tidak
Sering Sepenuhnya
no pertanyaan sama sedikit sedang
sekali di alami
sekali
10 Apakah Anda
memiliki cukup
energi untuk 1 2 3 4 5
beraktivitas
sehari-hari?
11 Apakah Anda
dapat menerima
1 2 3 4 5
penampilan tubuh
Anda?
12 Apakah Anda
memiliki cukup
uang untuk 1 2 3 4 5
memenuhi
kebutuhan Anda?
13 seberapa jauh
Anda
mendapatkan
informasi yang
1 2 3 4 5
Anda butuhkan
dalam
kehidupan ?

14 Seberapa sering
Anda memiliki
kesempatan untuk 1 2 3 4 5
bersenang-senang
atau rekreasi?
Biasa-
Sangat Sangat
no pertanyaan buruk biasa Baik
buruk baik
saja
15 Seberapa baik
kemampuan anda 1 2 3 4 5
dalam bergaul ?

54
Sangat
Tidak Biasa- Sangat
tidak Memuas
no Pertanyaan memuask biasa memuask
memuask kan
an saja an
an
16 Seberapa
puaskah Anda
1 2 3 4 5
dengan
tidurAnda?
17 Seberapa
puaskah Anda
dengan
kemampuan
Anda untuk
1 2 3 4 5
melakukan
aktivitas
kehidupan
Anda sehari-
hari?
18 Seberapa
puaskah Anda
dengan
1 2 3 4 5
kemampuan
Anda untuk
beraktivitas?
19 Seberapa
puaskah Anda
1 2 3 4 5
terhadap
diriAnda?
20 Seberapa
puaskah Anda
dengan
hubungan 1 2 3 4 5
sosial Anda
atau dengan
orang lain?
21 Seberapa
puaskah Anda
dengan 1 2 3 4 5
kehidupan
seksual Anda?
22 Seberapa
puaskah Anda
dengan
dukungan
yang Anda 1 2 3 4 5
peroleh dari
tempat tinggal
anda saat ini ?

23 Seberapa
puaskah Anda
dengan kondisi
1 2 3 4 5
tempat Anda
tinggal saat 55
ini?
24 Seberapa
puaskah Anda
Pertanyaan berikut mengacu pada seberapa sering anda merasakan atau
mengalami hal-hal berikut dalam 2 minggu terakhir

Sangat Biasa – Sangat


no pertanyaan Baik Buruk
baik biasa saja buruk
26 Seberapa sering Anda
memiliki perasaan
negative seperti kesepian, 1 2 3 4 5
putus asa,cemas dan
depresi?

B. KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA

No Pertanyaan
pernah
Sering

Jarang
Selalu

Tidak

Dukungan Emosional

1 Keluarga mengingatkan saya untuk berishtirahat dengan

cukup

2 Tidak satupun anggota keluarga yang memperhatikan

kebutuhan saya

56
3 Keluarga selalu menyiapkan obat saya

4 Keluarga tidak pernah mengetahui tentang penyakit saya

5 Keluarga selalu menyediakan waktu untuk

berkomunikasi dan berinteraksi dengan saya

6 Keluarga selalu mendiskusikan tentang keadaan saya

dengan anggota keluarga lainya dan mencari pengobatan

terbaik untuk saya

7 Keluarga saya nenanyakan bagaimana perkembangan

pengobatan saya kepada dokter atau petugas / petugas

kesehatan

8 Keluarga saya mendengarkan keluhan dan keinginan

saya selama sakit

9 Keluarga tidak pernah mengizinkan saya untuk mengabil

obat sendiri

10 Keluarga tidak pernah mengizinkan saya untuk

melakukan pekerjaan selama saya sakit

11 Keluarga mempercayai saya tentang keputusan

pengobatan yang saya jalani

12 Keluarga selalu melibatkan saya mengenai pengobatan

yang saya jalani

Dukungan Penghargaan

57
13 Keluarga menganggap saya sama dengan anggota lain

yang tidak sakit TB Paru. Sehingga tidak ada prioritas

untuk saya selama saya menjalani pengobatan

14 Keluarga memberikan pujian kepada saya ketika saya

meminum obat secara teratur

15 Keluarga memerikan kebebasan kepada saya untuk

memilih tempat periksa kesehatan yang berfasilitas

lengkap

16 Saya merasa keluarga saya menginginkan saya cepat

sembuh

17 Keluarga tidak mengetahui tentang perkembangan

pengobatan saya

18 Keluarga memotivasi saya untuk rutin meminum obat

19 Keluarga ikut serta dalam memantau perkembangan

pengobatan yang saya jalani

Dukungan Informasi

20 Keluarga memeri tahu saya bahaya yang akan terjadi jika

saya tidak rutin meminum obat

21 Keluarga menganggap tidak perlu mengingatkan saya

rutin meminum obat

22 Keluarga memberitahu saya komplikasi yang akan terjadi

58
jika saya tidak emmeriksakan dan mengobati penyakit

saya

23 Keluarga selalu mengingatkan saya untuk rutin

meminum obat

24 Keluarga mencari informasi mengenai kesehatan saya

selama pengobatan lewat buku, majalah, TV atau dari

tenaga kesehatan

25 Keluarga berpendapat untuk tidak perlu mencari tahu

tentang penyakit TB Paru

26 Keluarga menyarankan untuk mengonrol kesehatan saya

secara rutin ke pelayanan kesehatan

27 Keluarga berpendapat jika saya terlalu lelah maka daya

tahan tubuh saya akan menurun

Dukungan Instrumental

28 Keluarga selalu menyediakan jus setiap harinya

29 Ketika saya sakit keluarga selalu menyediakan susu

untuk saya

30 Selama pengobatan keluarga menyediakan makan

seadanya

31 Keluarga selalu menyediakan makanan yang di sarankan

oleh dokter atau petugas kesehatan

59
32 Tidak ada dana khusus untuk pemeriksaan kesehatan dan

untuk biaya pengobatan saya

33 Walaupun tidak mampu, keluarga selalu mencari dana

untuk biaya pengobatan saya

34 Keluarga/anggota keluarga menyatakan tidak sanggup

untuk membiayai pengobatan saya

35 Keluarga menganggap tidak perlu periksa kesehatan jika

keadaan saya masih baik

36 Keluarga selalu menyediakan waktu untuk mengantar

saya berobat

37 Keluarga tidak pernah menciptakan lingkungan yang

tenang untuk saya beristirahat

60

Anda mungkin juga menyukai