Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH EDUKASI AUDIO VISUAL TERHADAP PENURUNAN

KECEMASAN PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENJALANI


KEMOTERAPI

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:
AISYA’ RAHMADHANTY
2121312008

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat karunia-Nya


penulisdapat menyelesaikan proposal usulan penelitian ini yang berjudul “Pengaruh
Edukasi Audio-Visual Terhadap Penurunan Kecemasan pada Pasien Kanker
Paru yang Menjalani Kemoterapi”. Dalam pembuatan proposal penelitian
ini ,penulis mendapat banyak bimbingan serta petunjuk dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. .......... selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan Pascasarjana
Universitas Andalas.
2. ........... selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, dan pikiran di
dalam memberikan bimbingan kepada penulis.
3. ......... selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan menyemangati
penulis dalam penulisan proposal penelitian.
4. Orang tua tercinta, serta kakak dan adik-adik yang tak henti-hentinya selalu
mendoakan dan memotivasi untuk selalu senantiasa bersemangat dan tak
mengenal kata putus asa.
5. Sahabat, teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan motivasi
kepada penulis.
Dalam penyajian proposal usulan penelitian ini penulis menyadari masih belum
mendekati kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan koreksi dan
saran yang sifatnya membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat demi
perbaikan dan peningkatan diri dalam bidang ilmu pengetahuan.

Padang, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
DAFTAR TABELv
DAFTAR GAMBARvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang1
B. Perumusan Masalah3
C. Tujuan Penelitian3
D. Manfaat Penelitian4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Paru5
1. Definisi Kanker Paru5
2. Faktor resiko kanker paru5
3. Patofisiologi Kanker paru6
4. Manifestasi Klinis kanker paru7
5. Pemeriksaan Dagnostik kanker paru7
6. Penatalaksanaan kanker paru8
B. Kemoterapi9
1. Definisi Kemoterapi9
2. Efek Samping Kemoterapi9
C. Kecemasan/Ansietas10
1. Definisi Kecemasan10
2. Tingkat Kecemasan/ansietas10
3. Penilaian Tingkat Kecemasan/ansietas11
D. Edukasi Metode Audio-visual13
1. Definisi Metode Audio-visual13
2. Jenis-jenis Media Audio-visual14

iii
BAB III KERANGKA KONSEP TEORI, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka konsep15
B. Kerangka konsep15
C. Hipotesis16
D. Definisi Operasional16
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Design Penelitian17
B. Populasi dan Sampel Penelitian17
1. Populasi17
2. Sampel Penelitian17
3. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi18
C. Tempat dan Waktu Penelitian18
D. Etika Penelitian18
E. Alat dan Instrumen Penelitian18
F. Proses Pengumpulan Data19
G. Uji Coba Instrumen19
H. Pengelolahan dan Analisis Data20

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian16


Tabel 4.1 Desain Penelitian17

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema WOC Ca. Paru6


Gambar 2.2 Visual Analog Scale13

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan menjadi suatu kebutuhan dasar manusia untuk melaksanakan
kegiatannya dengan baik. Seiring dengan perubahan zaman maka gaya hidup
yang tidak sehat seperti kebiasaan konsumsi makanan siap saji, paparan zat kimia
dan kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alcohol, terutama merokok baik aktif
maupun pasif menyebabkan terjadiya peningkatan penyekit tidak menular, salah
satunya kanker. Salah satu jenis kanker dengan faktor risiko tertinggi merokok
adalah kanker paru (Khasanah et al., 2019). Kanker paru merupakan penyebab
utama keganasan di dunia, mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis
kanker. Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (PNPK, 2017).
Menurut Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) yang dirilis oleh WHO
menyebutkan bahwa jumlah kasus dan kematian akibat kanker sampai dengan
tahun 2018 sebesar 18,1 juta kasus dan 9,6 juta kematian di tahun 2018. Menurut
WHO (2020) Kanker adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia,kanker
paru penyebab kematian ke-3 (18%) setelah kanker payudara dan kanker
kolorektum. Kanker paru-paru menempati posisi ke-2 setelah kanker payudara
sebesar 2,21 juta kasus atau 11,4% (WHO, 2020). Asia menempati posisi pertama
kasus kanker terbanyak dengan lebih dari 9 juta kasus yaitu 49,3% (WHO, 2020).
Menurut data GLOBOCAN 2020, angka kejadian kanker paru di Indonesia
sebesar 3,5 juta kasus atau 12,8%. Berdasarkan data RISKESDAS 2018, kanker
menempati posisi ke-2 se-Indonesia di Sumatera barat dengan jumlah 0,24%.
Data RISKESDAS 2013 menunjukkan kanker berada di posisi ke-6 di Sumatera
Barat 0,17% (RISKESDAS, 2013). Hal ini menandakan bahwa terjadi
peningkatan jumlah kasus kanker di provinsi Sumatera Barat. Proporsi jenis
pengobatan kanker di Sumatera Barat dengan metode pembedahan/operasi 58%,
radiasi 17,4% dan kemoterapi 20,4%. Kemoterapi paling banyak pada usia 35-44
tahun yaitu 34,11% (Kemenkes RI, 2018).

1
Tingginya angka kejadian kanker paru berhubungan dengan kebiasaan
merokok yang menjadi faktor risiko utama (Khasanah,2019). Rokok memiliki
kandungan zat karsinogen dan promotor tumor yang dapat menginisiasi terjadinya
perubahan sel normal menjadi sel kanker. Perokok aktif mempunyai risiko untuk
terkena kanker paru-paru 20 kali lebih besar dari pada perokok pasif. Faktor risiko
kanker paru lainnya adalah pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan kimia
karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien, dan riwayat
penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru (PPNPK,2017). Diagnosis kanker
yang tepat sangat diperlukan untuk pengobatan efektif karena setiap jenis kanker
memerlukan regimen pengobatan yang spesifik. Perawatan pada pasien kanker
paru dapat dilakukan radioterapi, kemoterapi dan/atau pembedahan (WHO,2020).
Kemoterapi adalah tatalaksana dengan menggunakan obat-obatan sitostatika (obat
yang sifatnya membunuh atau merusakkan sel-sel propaganda) untuk
menghentikan pertumbuhan sel kanker. Tidak seperti radiasi atau operasi yang
bersifat lokal, terapi ini bersifat sistemis yang berarti menyebar keseluruh tubuh
dan dapat mencapai sel kanker yang telah mengalami metastasis ke tempat lain
(Budaya & Daryanto, 2020).
Efek kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi secara biologis, fisik,
psikologis, dan sosial. Efek kemoterapi secara psikologis salah satunya
menyebabkan gangguan kecemasan juga terjadi pada pasien kanker paru yang
menjalani kemoterapi. Kanker paru merupakan suatu penyakit yang mematikan
dan sangat ditakutkan proses pengobatanya sehingga dapat menimbulkan
kecemasan bagi penderitanya. Kecemasan bisa disebabkan adanya ketidakpastian
akan prognosa penyakit, efektifitas pengobatan terhadap pemulihan kondisi yang
sering ditemukan pada pasien-pasien kanker terutama stadium lanjut (Shaha
dalam Syarif & Putra, 2014). Selain kecemasan, pasien dapat mengalami depresi
akibat efek samping kemoterapi. Informasi yang kurang cenderung
mempengaruhi pasien dalam proses pengobatan dan dapat menyebabkan
kecemasan yang berat (Sonia,2015). Peran perawat penting dalam memberikan
tindakan pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi baik selama pre-

2
kemoterapi, intra-kemoterapi, dan post-kemoterapi. Adapun peran perawat pada
pre-kemoterapi yaitu memberikan dukungan serta motivasi pada pasien untuk
menjalani kemoterapi, meminta informed consent dan memberikan edukasi yang
efektif kepada pasien yang dikenal dengan pendidikan/edukasi pre-chemotherapy.
Edukasi prekemoterapi merupakan bantuan informasi persiapan yang membahas
tentang kemoterapi untuk mengatasi efek samping dan manajemen diri pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Wirawan et al., 2020 mengenai pengaruh edukasi
prekemoterapi menggunakan metode audiovisual terhadap distress pasien kanker,
peneliti berkesimpulan bahwa pendidikan prakemoterapi dengan metode audio
visual dapat menurunkan distres pada pasien kanker selain metode biasa(Wirawan
et al., 2020). Penelitian lain yang sejalan Mumtaz et al., 2021 tentang dampak
edukasi pra kemoterapi dengan metode audiovisual terhadap self-efikasi pada
pasien kanker, peneliti berkesimpulan bahwa pendidikan pra-kemoterapi
berpengaruh sedang terhadap efikasi diri manajemen gejala. Edukasi
prakemoterapi dengan metode audio visual dapat meningkatkan self-efficacy
manajemen gejala pada pasien kanker(Mumtaz et al., 2021). Berdasarkan masalah
tersebut, peneliti merasa perlunya dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Edukasi Audiovisual Terhadap Pemurunan Kecemasan pada Pasien Kanker
Paru yang Menjalani Kemoterapi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka
pernyataan penelitiannya adalah: “Adakah pengaruh edukasi audiovisual terhadap
penurunan kecemasan pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh edukasi audiovisual terhadap penurunan kecemasan
pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diberikan edukasi
audiovisual pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi.

3
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan setelah diberikan edukasi audiovisual
pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi.
c. Menganalisa pengaruh edukasi audiovisual terhadap penurunan
kecemasan pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam melakukan tindakan
asuhan keperawatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit.
2. Bagi Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi bagi
perkembangan pendidikan dibidang ilmu keperawatan.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
dalam bidang penelitian serta dapat menjadi salah satu bahan acuan bagi
perbaikan penelitain kedepannya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Paru
1. Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (PNPK, 2017). Kanker paru adalah
keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis tumor paru) maupun yang
berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan
perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan
proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. Kanker paru primer yaitu tumor
ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (Purba &
Wibisono, 2015).
2. Faktor Resiko Kanker Paru
Paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat karsinogenik merupakan
faktor risiko utama, faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain- lain
(PNPK, 2017). Merokok diduga menjadi penyebab utama kanker paru
(Riskesdas, 2013). Kanker paru dapat disebabkan oleh polusi udara, paparan
zat karsinogenik di tempat kerja seperti asebstos, kromium, hidrokarbon
polisiklik dan gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, air tanah
dan tanah, serta perokok pasif. Perokok pasif adalah orang yang menghirup
asap rokok dari orang lain (Ernawati, 2019).
Pada usia muda terjadi perubahan gen tertentu sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel yang tidak normal dan dapat berlanjut menjadi kanker.
Beberapa gen berkembang untuk mengontrol sel-sel tumbuh, membelah untuk
membuat sel-sel baru. Kanker dapat disebabkan oleh perubahan DNA yang
mengaktifkan onkogen atau mematikan gen supresor tumor. Beberapa orang
mewarisi mutasi DNA dari orang tua mereka yang sangat meningkatkan risiko
untuk menderita kanker tertentu. Hal ini sangat berperan pada beberapa
keluarga dengan riwayat kanker paru (Husen, 2016)

5
3. Patofisiologi
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor
tumor. Onkogen merupakan gen yang membantu sel-sel tumbuh dan
membelah serta diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker.
Proto-onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang
spesifik. Sedangkan inaktivasi gen supresor tumor disebabkan oleh rusaknya
kromosom sehingga dapat menghilangkan keberagaman heterezigot. Zat
karsinogen merupakan zat yang merusak jaringan tubuh yang apabila
mengenai sel neuroendrokin menyebabkan pembentukan small cell lung
cancer dan apabila mengenai sel epitel menyebabkan pembentukan non small
cell lung cancer (Anggraini et al., 2017).

Gambar 2.1 Skema WOC Ca. Paru


Ed. Revisi jilid I NANDA NIC-NOC, (2015)

6
4. Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis.Bila
sudah menunjukkan gejala berarti pasien sudah dalam stadium lanjut
(Mayuda, 2019)
a. Gejala dapat bersifat local( tumor tumbuh setempat) :
a) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b) Hemoptisis
c) Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
b. Invasi local
a) Nyeri dada
b) Dispnea karena efusi pleura
c) Sindrom vena cava superior
c. Gejala penyakit metastasi
a) Pada otak, tulang, hati, adrenal
b) Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
d. Sindrom paraneoplastik (terdapat pada 10 % kanker paru) dengan gejala :
a) Sistemik : Penurunan berat badan, anoreksia, demam
b) Hematologi : Leukositosi, anemia
c) Neurologic : Ataksia, tremor
d) Endokrin : Sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalasemia)
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
a) Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis dan kelainan berupa nodul soliter.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Lanmai, 2019), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit kanker paru sebagai berikut:

7
a. Radiologi; foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta tomografi
dada.
b. Bronkhografi; untuk melihat tumor dipercabangan bronkus.
c. Laboratorium (Sitologi sputum, pleural, atau nodus limfe,Pemeriksaan
fungsi paru dan GDA, tes kulit, jumlah absolute limfosit)
d. Histopatologi (bronkoskopi, biopsi transthorakal (TTB), torakoskopi,
mediastinosopi, torakotomi).
e. CT-Scanning, MRI
6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa (Mochamad, 2017)
a. Kuratif Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
b. Paliatif Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (hospicecare) pada kasus terminal. Mengurangi dampak
fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Suportif Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, obat antinyeri dan
antiinfeksi.
Penatalaksanaan medis pada pasien kanker paru terdiri dari :
a. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru untuk mengangkat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-
paru yang tidak terkena kanker (Mochamad, 2017) :
a) Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka
penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan
biopsy.
b) Pneumonektomi pengangkat paru Karsinoma brongkogenik bila aman
dengan labektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

8
c) Labektomi (pengangkatan lobus paru) Karsinoma brongkogenik yang
teratas pada satu lobus, bronkiektasis atau bula emfisematosa, abses
paru, infeksi jamur dan tumor jinak tuberculosis
d) Resesi segmental. Merupakan pengangkatan atau lebih segmen paru.
e) Dekortikasi. Pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viseral.
b. Radiasi
Bertujuan untuk menghancurkan jaringan yang terkena kanker
c. Kemoterapi
Bertujuan menjangkau sel-sel kanker yang menyebar ke bagian tubuh lain
dengan cara menghambat dan mengontrol pertumbuhan sel kanker
(Ariani,2015).
B. Kemoterapi
1. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi (juga sering disebut kemo) adalah salah satu tipe terapi kanker
yang menggunakan obat untuk mematikan sel-sel kanker. Kemoterapi bekerja
dengan menghentikan atau memperlambat perkembangan sel-sel kanker, yang
berkembang dan memecah belah secara cepat.
Kemoterapi adalah tatalaksana dengan menggunakan obat-obatan
sitostatika (obat yang sifatnya membunuh atau merusakkan sel-sel
propaganda) untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker. Tidak seperti
radiasi atau operasi yang bersifat lokal, terapi ini bersifat sistemis yang
berarti menyebar keseluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah
mengalami metastasis ke tempat lain (Roupret et al., 2018 dalam
Budaya,2020).
2. Efek Samping Kemoterapi
Terjadinya mual muntah akibat kemoterapi berhubungan dengan
faktor internal (kondisi pasien) dan faktor eksternal (yang berkaitan dengan
obat-obat yang digunakan) (Grunberg, 2004). Faktor internal (yang
berhubungan dengan pasien) meliputi usia kurang dari 50, jenis kelamin
perempuan, riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah terdahulu

9
akibat kehamilan atau mabuk perjalanan, riwayat mual muntah akibat
kemoterapi sebelumnya dan fungsi sosial yang rendah, sedangkan faktor
eksternal (obat-obatan yang menyebabkan mual muntah) bergantung dari jenis
obat, dosis, kombinasi dan metode pemberian obat (Grunberg, 2004 dalam
Apriany, 2010).
Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan mual muntah akibat
kemoterapi adalah pengalaman mual muntah sebelumnya dengan kemoterapi
dan pemberian kemoterapi multiday (dosis multipel). Mual dan muntah sering
terjadi bersama-sama dalam satu waktu, tetapi bisa menjadi 2 masalah yang
berbeda (American Cancer Society, 2013).
C. Tingkat Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Ansietas (cemas) adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu), ansietas merupakan perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman. (Herdman & Kamitsuru, 2018).
2. Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau (1963) dalam (Stuart, 2016) mengidentifikasi empat tingkat
ansietas dengan penjelasan efeknya, yaitu :
a. Ansietas ringan
Terjadi saat ada ketegangan dalam hidup sehari-hari. Seseorang merasa
waspada dan lapang persepsi meningkat. Kemampuan seseorang untuk
melihat, mendengar, dan menangkap lebih dari sebelumnya. Jenis ansietas
ini dapat memotivasi belajar, menghasilkan pertumbuhan, dan
meningkatkan kreativitas.
b. Ansietas sedang
Terjadi ketika seseorang hanya berfokus pada hal yang penting dan lapang
persepsi meyempit. Sehingga kurang dalam melihat, mendengar, dan

10
menangkap. Seseorang memblokir area tertentu tetapi masih mampu
mengikuti perintah jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Ansietas berat
Terjadi ditandai dengan penurunan yang signifikan dilapang persepsi.
Ansietas jenis ini cenderung memfokuskan pada hal yang detail dan tidak
berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi
ansietas dan banyak arahan yang dibutuhkan untuk fokus pada area lain.
d. Panik
Pada sebagian orang yang mengalami kepanikan tidak dapat melakukan
hal-hal bahkan dengan arahan. Gejala panik yang sering muncul adalah
peningkatan aktivitas motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyempit dan kehilangan pemikiran
yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak dapat bertahan tanpa batas waktu,
karena tidak kompatibel dengan kehidupan.
3. Penilaian Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating
Scale for Anxiety (HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok
Psikiatri Biologi Jakarta dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas
AAS sudah diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya
yang mendapat korelasi yang cukup dengan HRS-A (r = 0,57 – 0,84).
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan yang disebut
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran
kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang
mengalami kecemasan.
Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu
yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan
skor antara 0 sampai dengan 4 (severe). Skala HARS telah dibuktikan
memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran
kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala

11
HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS (Hamilton
Anxiety Rating Scale) yang dikutip Nursalam (2003) penilaian kecemasan
terdiri dan 14 item, meliputi:
a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri
dan takut pada binatang besar.
d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,
sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak
stabil dan kedutan otot.
h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
j. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,
mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan
panas di perut.
l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,
ereksi lemah atau impotensi.
m. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu
roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

12
n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek
dan cepat.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali,
1 = Satu dari gejala yang ada,
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = Berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4. = sangat berat semua gejala ada.
Tingkat kecemasan juga dapat diukur dengan menggunakan Visual Analog
Scale (VAS) dari angka 0 sampai 100. Pengukuran skala kecemasan
menggunakan VAS 0-100 lebih mudah digunakan tidak membutuhkan waktu
yang lama (kurang dari 5 menit) jika dibandingkan dengan HRS-A yang
membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Pasien diminta untuk menunjuk skala
cemas dengan rentang nilai 0 – 100, (0 = tidak cemas, 10 – 30 = cemas ringan,
40 – 60 cemas sedang, 70 – 90 = cemas berat, dan 100 = panik), kemudian
nilai tersebut didokumentasikan.

Gambar 2.2 Visual Analog Scale


Sumber. Breivik cit. Hasyyati (2018)
D. Metode Edukasi Audio-visual
1. Definisi Metode Audio-visual
Media Audio Visual berasal dari kata media yang berarti bentuk perantara
yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide,
gagasan, atau pendapat sehingga ide, pendapat atau gagasan yang
dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dale mengatakan

13
media Audio Visual adalah media pengajaran dan media pendidikan yang
mengaktifkan mata dan telinga peserta didik dalam waktu proses edukasi
berlangsung. Media Audio Visual yaitu jenis media yang selain mengandung
unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti
rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.
2. Jenis-jenis Media Audio-visual
Menurut Duludu (2017) bentuk-bentuk media audio visual sebagai berikut :
a. Media audio visual gerak contoh televisi, video tape, film, dan media
audio pada umumnya seperti kaset program, piringan dan sebagainya
b. Media audio visual diam seperti filmstip bersuara, slide bersuara, komik
dengan suara
c. Media audio semi gerak seperti telewriter, mose dan media board
d. Media visual gerak seperti film bisu
e. Media visual diam seperti microfon, gambar dan grafis, peta, globe, bagan
dan sebagainya
f. Media seni gerak
g. Media audio seperti radio, telpon, tape, disk, dan sebagainya
h. Media cetak seperti televisi

14
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Teori
Factor resiko ca. paru:

Merokok menjadi penyebab utama


kanker paru. Faktor risiko lainnya
adalah pajanan radiasi, paparan
Ca. Paru okupasi terhadap bahan kimia
karsinogenik, riwayat kanker pada
pasien atau keluarga pasien, dan
riwayat penyakit paru seperti PPOK
Penatalaksanaan ca. paru:
atau fibrosis paru.
Radioterapi, kemoterapi
dan/atau pembedahan

Efek samping kemoterapi dapat mempengaruhi


secara biologis, fisik, psikologis, dan sosial. Salah
satu efek samping psikologis adalah gangguan
kecemasan

Tingkat kecemasan:
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Panik

Bagan 3.1 Kerangka teori pengaruh edukasi audiovisual terhadap penurunan


tingkat kecemasan pada pasien ca. paru yang menjalani kemoterapi
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Edukasi Audio Tingkat
visual Kecemasan

Bagan 3.2 Kerangka konsep penelitian

15
B. Hipotesis
H1 : ada pengaruh edukasi audiovisual terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada pasien ca. paru yang menjalani kemoterapi
H0 : tidak ada pengaruh edukasi audiovisual terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada pasien ca. paru yang menjalani kemoterapi
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Media Audio-visual a. Atur posisi klien SOP - -
independen adalah jenis media b. Menjelaskan tujuan
: Media yang selain dan manfaat
Edukasi mengandung unsur tindakan
Audio- suara juga c. Instruksikan klien
visual mengandung unsur untuk
gambar yang dapat memperhatikan
dilihat, seperti layar (LCD
rekaman video, Proyektor) dan
berbagai ukuran film, mendengarkan
slide suara, dan lain selama ±10 menit
sebagainya (sesi berlangsung).
Penjelasannya
terdiri dari efek
samping
kemoterapi, tanda
peringatan setelah
kemoterapi, dan
tips mengatasi efek
samping post
kemoterapi
Variabel Ansietas merupakan Skala HARS Kuesioner 1. < 14 (tidak ada kecemasan), Interval
dependen: perasaan takut yang (Hamilton Anxiety 2. 14-20 (kecemasan ringan)
Tingkat disebabkan oleh Rating Scale) 3. 21-27 (kecemasan sedang)
kecemasan antisipasi terhadap 4. 28-41 (kecemasan berat)
bahaya 5. 42-56 (panik).

16
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Design Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan
menggunakan rangcangan one group pre test and post test design, dimana
pasien datang dilakukan edukasi menggunakan media audio-visual setelah itu
diberikan kuesioner HARS untuk mengukur tingkat kecemsan diukur pre dan
post intervensi (setelah tindakan kemoterapi).
Pretest Treatment Posttest
O1 X O2
Tabel 4.1 Desain Penelitian
Keterangan
O1 : Pre test sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam.
X : Perlakuan berupa teknik relaksasi nafas dalam.
O2 : Post test setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok subjek atau data dengan katakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti ntuk dipelajari kemudian ditarik
kesimpulannya.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu menggunakan
teknik non probability sampling secara purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri-ciri populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Notoadmojo, 2012). Kelompok intervensi diberi

17
tindakan edukasi menggunakan audiovisual, sedangkan kelompok kontrol
hanya diberi booklet/leaflet.
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang berusia 18-65 tahun
2) Pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien yang sudah pernah menjalani kemoterapi di rumahsakit lain
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Waktu
penelitian dilakukan selama 14 hari (2 minggu).
D. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti meminta izin kepada responden
dengan mengedepankan masalah-masalah etika sebagai berikut:
1. Otonomi (informed consent)
Penelitian ini tidak ada unsur paksaan terhadap responden. Peneliti
memberikan lembar informed consent serta menjelaskan tujuan penelitian.
2. Non-maleficence
Penelitian ini tidak mengandung unsur merugikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Peneliti menjaga kerahasiaan berkaitan data-data yang diberikan oleh
responden. Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dengan cara
tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data.
E. Alat dan InstrumenPenelitian
1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah SOP edukasi menggunakan
media audio-visual dan untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dengan kriteria: < 14 (tidak ada kecemasan),
14-20 (kecemasan ringan), 21-27 (kecemasan sedang), 28-41 (kecemasan berat), dan
42-56 (panik).

18
F. Proses Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Institusi yang
digunakan sebagai lokasi penelitian. Setelah mendapat rekomendasi
pelaksanaan penelitian maka peneliti melaksanakan pengumpulan data
penelitian.
2. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat,
prosedur pengumpulan data serta menanyakan kesediaan calon responden.
3. Bagi responden yang bersedia menjadi responden, peneliti memberikan
informed consent dan responden diminta untuk menandatanganinya.
4. Responden yang telah bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria
penelitian dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
5. Sebelum kemoterapi maka peneliti melakukan pre-test terlebih dahulu
menggunakan kuesioner HARS pada kedua kelompok.
6. Kelompok intervensi mendapatkan prosedur edukasi menggunakan media
audio-visual. Responden yang menjadi kelompok kontrol tidak diberi
edukasi menggunakan media audio-visual, namun diberikan booklet/ leaflet.
Penjelasannya terdiri dari efek samping kemoterapi, tanda peringatan
setelah kemoterapi, dan tips mengatasi efek samping post kemoterapi
7. Peneliti kembali memberikan post-test kepada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol setelah tindakan kemoterapi.
G. Uji Coba Instrumen
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel
yang diteliti secara tepat. Uji reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan
sejauh mana instrumen dapat dipercaya atau dapat diandalkan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen dapat

19
dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Uji reliabilitas dilakukan dengan metode  Cronbach dalam program SPSS
for Windows.
H. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah data diperoleh maka, akan dilakukan pengolahan data yaitu
editing, yaitu peneliti melakukan pengecekan kembali data yang telah
diperoleh guna menghindari kehilangan data. Editing dapat dilakukan pada
tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Selanjutnya coding,
peneliti memberikan kode numeric agar mudah diolah melalui komputer.
Scoring, adalah penentuan jumlah skor, dlama penelitian ini skoring
menggunakan skala inteval. Selanjutnya, tabulasi data dengan menggunakan
komputerisasi yang akan menjawab hipotesa penelitian.
2. Analisa Data
Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan oleh penulis adalah:
a. AnalisisUnivariat
Analisa ini dilakukan pada tiap table dari hasil penelitian yang
menggunakan tabel distrbusi frekuensi setiap variable penelitian untuk
mengetahui gambaran dari tiap variable penelitiannya itu variable
independen dengan variable dependen sehingga menghasilkan distribusi
dari tabel yang diteliti.
b. Analisis Bivariat
Analisa ini digunakan untuk melihat hubungan antara variable dependen
dan independent dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon untuk
mengetahui perbedaan kecemasan sebelum dan sesudah intervensi, dan
uji Mann Whitney untuk mengetahui tingkat kemaknaan perlakuan
menggunakan software SPSS, dengan menggunakan syarat data
berdistribusi normal.

20
DAFTAR PUSTAKA

Budaya, T. N., & Daryanto, B. (2020). Kemoterapi Kanker Urogenital. UB Press.


Duludu, Ummyssalam A.T.A. 2017. Buku Ajar Kurikulum Bahan dan Media
Pembelajaran PLS. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Husen, A. (2016). Hubungan Antara Derajat Nyeri Dengantingkat Kualitas Hidup
Pasien Kanker Paruyang Menjalani Kemoterapi. Diponegoro Medical Journal
(Jurnal Kedokteran Diponegoro), 5(4), 545–557.
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018.
In Laporan Riskesdas Nasional 2018.
Khasanah, N. A., Oktaviyanti, I. K., & Yuliana, I. (2019). Hubungan Riwayat
Merokok dan Tempat Tinggal dengan Gambaran Sitopatologi Kanker Paru.
Homeostasis, 2(1), 93–98.
Mumtaz, D. F., Effendy, C., & Haryani, H. (2021). Impact of Pre-Chemotherapy
Education with Audio Visual Methods on the Self-Efficacy of Symptom
Management in Patients with Cancer. Journal of Cancer Education.
https://doi.org/10.1007/s13187-021-02006-1
PNPK. (2017). Kanker paru. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf
Purba, A., & Wibisono, B. (2015). Pola Klinis Kanker Paru Rsup Dr. Kariadi
Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 4(4), 389–398.
RISKESDAS. (2013). Riset Kesehatan Dasar. In Kemenkes RI.
https://doi.org/10.1517/13543784.7.5.803
WHO. (2020). Cancer. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer
Wirawan, A. A., Hutajulu, S. H., & Haryani, H. (2020). The Effect of
Prechemotherapy Education Using Audio Visual Methods on the Distress of
Patients with Cancer. Journal of Cancer Education.
https://doi.org/10.1007/s13187-020-01830-1

21

Anda mungkin juga menyukai