Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH RISET KUALITATIF

PENDEKATAN DAN DESAIN RISET KUALITATIF PHENEMENOLOGY

Dosen Pembimbing:
Nelwati, S.Kp,MN, Ph.D

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Sandra Cassia Amanda 2121312005

Deco Eka Putra 2121312006

Erik Rosadi 2121312007

Aisya Rahmadhanty 2121312008

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG
2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
hidayah, keberkahan serta kemudahan yang berlimpah, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah dengan berjudul “Pendekatan dan Desain Riset Kualitatif Phenemenology”
Mata Kuliah Riset Kualitatif.

Sholawat beriringkan salam marilah kita haturkan Kepada junjungan besar kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita menuju alam yang penuh pengetahuan serta
terang benderang ini. Semoga Rahmat selalu tercurah kepada beliau, keluarga dan seluruh
pengikutnya.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan dosen pengajar dalam mata kuliah
ini. Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan.
Untuk itu kami membutuhkan kritikan dan saran yang membangun demi penyempurnaan
makalah ini kedepannya. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Atas semua perhatian pembaca, kami ucapkan terimakasih.

Padang, Maret 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULIAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3

A. Pendekatan dan Desain Fenomenologi....………………...………………….........3


B. Memilih Fenomenologi Sebagai Metode Penelitian Kualitati..........................…6

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata
pahainomenon (gejala/fenomena). Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk
menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya.
Sedangkan pengertian fenomena dalam Studi Fenomenologi sendiri adalah
pengalaman/peristiwa yang masuk ke dalam kesadaran subjek. Fenomenologi
memiliki peran dan posisi dalam banyak konteks, diantaranya sebagai sebuah studi
filsafat, sebagai sikap hidup dan sebagai sebuah metode penelitian. Fenomenologi
adalah imu pengetahuan yang tentang apa yang tampak megenai suatu gejala-gejala
atau fenomena yang pernah menjadi pengalaman manusia yang bisa dijadikan tolak
ukur untuk mengadakan suatu penelitian kualitatif.
Metodologi kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi merupakan
riset terhadap dunia kehidupan orang-orang, pengalaman subjektif mereka terhadap
kehidupan pribadi sehari-hari. Periset secara konsisten akan melakukan bracketing
atau mengurung asumsi-asumsi pribadi peneliti sehingga peneliti mampu melihat
fenomena dari sudut pandang responden. Fenomenologi berusaha mendekati objek
kajian secara konstrukvis serta pengamatan yang cermat, dengan tidak menyertakan
prasangka oleh konsepsi-konsepsi manapun sebelumnya.
Fenomenologi merupakan jenis penelitian kualitatif yang konsep dasarnya
adalah kompleksitas realitas atau masalah itu disebabkan oleh pandangan atau
perspektif subjek. Karena itu, subjek yang berbeda karena memiliki pengalaman
berbeda akan memahami gejala yang sama dengan pandangan yang berbeda. Lewat
wawancara yang mendalam, peneliti fenomenologi berupaya memahami perilaku
orang melalui pandangannya. “Human behaviour is a refelection of human mind”.
Fenomenologi menggunakan orang sebagai subjek kajian, bukan teks atau organisasi,
dan sebagainya. Hal inilah yang membedakan dengan jenis penelitian kualitatif

1
lainnya. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa
dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi
tertentu.Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan
Edmund Husserl dan Alfred Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang
memberi tekanan pada verstehn, yaitu pengertian interpretatif terhadap pemahaman
manusia.Fenomoenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi
orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka.
Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan
untuk mengungkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti.Yang ditekankan oleh
kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha
untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa
sehingga mereka mengerti apa dan bagaiaman suatu pengertian yang dikembangkan
oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Para fenomenolog
percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia pelbagai cara untuk menginterpretasikan
pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman
kitalah yang membentuk kenyataan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
fenomenologi merupakan suatu metode analisa berusaha memahami realitas
sebagaimana adanya dalam kemurniannya. Penelitian fenomenologi mencoba
menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang
didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Dan di dapatkan
Rumusan masalah sebagai berikut

B. Rumusan Masalah
Berdasarkanuraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Desain dan Pendekatan Riset Kualitatif Fenomenolgi?
2. Bagaimanakah Memilih Fenomenologi Sebagai Metode Penelitian Kualitatif ?
C. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah

1. Untuk Mengetahui Desain dan Pendekatan Riset Kualitatif Fenomenolgi

2. Untuk Mengetahui Memilih Fenomenologi Sebagai Metode Penelitian Kualitatif.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan dan Desain Fenomenologi


1. Pengertian
Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan
menggali fenomena yang ada secara sistematis. Penelitian fenomenologi
ditekankan pada 4 subjektifitas pengalaman hidup manusia, sebagai metode yang
merupakan penggalian langsung pengalaman yang disadari dan menggambarkan
fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori sebelumnya dan mungkin tida
perlu menguji tentang dugaan atau anggapan sebelumnya (Streubert & Carpenter,
2011).

2. Akar Penelitian Fenomenologi


Perkembangan fenomenologi dimulai sekitar dekade pertama abad ke-
20 . Gerakan filosofis ini terdiri dari tiga fase : ( 1 ) preparatory ; ( 2 ) German;
dan ( 3 ) French. Berikut penejelasan tema umum dari fenomenologi dalam
konteks ketiga fase tersebut (Streubert & Carpenter, 2011).
a. Preparatory Phase
Preparatory phase (tahap persiapan) didominasi oleh Franz Brentano
(1838-1917) dan Carl Stumpf (1848-1936). Stumpf adalah mahasiswa
terkemuka pertama Brentano, dan melalui karyanya, menunjukkan kekuatan
ilmiah fenomenologi . Klarifikasi konsep intensionalitas adalah fokus utama
pada tahap ini (Spiegelberg, 1965, dalam Streubert & Carpenter, 2011).
Intensionalitas berarti selalu memiliki kesadaran akan sesuatu. Merleau –
Ponty (1956, dalam Streubert & Carpenter, 2003) menjelaskan " interior
persepsi adalah hal yang mustahil tanpa persepsi eksterior, bahwa dunia
sebagai koneksi fenomena yang diantisipasi dalam kesadaran saya dan cara
bagi saya untuk menyadari diri dalam kesadaran".

4
b. German Phase
Edmund Husserl (1857-1938) dan Martin Heidegger (1889-1976)
adalah yang mendominasi selama fase Jerman, yang merupakan fase kedua
perkembangan fenomenologi. Husserl (1931, 1965) meyakini filosofi harus
menjadi ilmu yang kuat yang akan mengembalikan hubungan dengan
memperhatikan manusia secara lebih dalam dan fenomenologi harus menjadi
dasar/fondasi bagi semua filosofi dan ilmu pengetahuan. Menurut
Spiegelberg (1965, dalam Streubert & Carpenter, 2011). Heidegger memiliki
kesamaan dengan langkah-langkah Husserl yang karyanya mungkin
merupakan hasil langsung dari Husserl. Konsep esensi, intuisi, dan
pengurangan fenomenologi dikembangkan selama fase Jerman.
c. French Phase
Gabriel Marcel (1889-1973), Jean – Paul Sartre (1905-1980), dan
Maurice Merleu – Ponty (1905 – 1980) adalah yang mendominasi pada fase
Perancis yang merupakan fase ketiga perkembangan fenomenologis. Konsep
utama yang dikembangkan selama fase ini adalah perwujudan dan being-in-
the-world. Konsep-konsep ini mengacu pada keyakinan bahwa semua
tindakan dibangun di atas pondasi persepsi atau kesadaran akan beberapa
fenomena. Pengalaman hidup, diberikan di dunia yang dirasakan, harus
dijelaskan ( Merleau -Ponty , 1956, dalam Streubert & Carpenter, 2011)

3. Tujuan Penelitian Fenomenologi


Rose, Beeby, & Parker (1995, dalam Streubert & Carpenter, 2011)
menyatakan tujuan dari penelitian dengan pendekatan fenomenologi adalah untuk
mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari
kesatuan makna dengan mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan
secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-hari. Metode investigasi yang
sistematis melalui pendekatan penelitian kualitatif dengan studi fenomenologi
penting untuk disiplin keperawatan.

Praktek keperawatan profesional sangat erat kaitannya dengan


pengalaman hidup seseorang. Fenomenologi mengarahkan ke bahasa persepsi
pengalaman manusia dengan semua jenis fenomena, dengan pendekatan ini

5
memungkinkan perawat untuk mengeksplorasi dan menjelaskan fenomena
penting pada disiplin ilmu keperawatan (Streubert & Carpenter, 2011)

B. Memilih Fenomenologi Sebagai Metode Penelitian Kualitatif


Keperawatan mendorong perhatian rinci untuk perawatan orang sebagai
manusia dan praktik keperawatan yang bersifat holistik meliputi pikiran, tubuh, dan
jiwa. Pendekatan holistik untuk keperawatan berakar pada pengalaman keperawatan.
Karena penyelidikan fenomenologi bersifat terintegrasi dengan mengeksplorasi secara
keseluruhan, metode ini cocok digunakan dalam melakukan penyelidikan fenomena
penting untuk praktik, pendidikan, dan administrasi keperawatan.

Spiegelberg (1965) mengatakan bahwa metode fenomenologis menyelidiki


subjektif fenomena dengan keyakinan bahwa kebenaran penting tentang realitas yang
didasarkan pada pengalaman hidup. Pengalaman manusia adalah prinsip utama, dan
bagaimana manusia mengalami fenomena perlu dilakukan investigasi. Perspektif yang
holistik dan studi pengalaman hidup adalah dasar metode fenomenologi (Streubert &
Carpenter, 2011).

Topik yang cocok untuk penelitian dengan metode fenomenologi adalah


terkait dengan pengalaman hidup manusia. Contohnya rasa kebahagiaan, ketakutan,
untuk di klinis misalnya pengalaman menjadi kepala perawat dan stress pada
mahasiswa perawat, kehidupan pasien yang menderita penyakit kronis, dll (Streubert
& Carpenter, 2011).

1. Langkah-Langkah Peelitian Kualitatif denan Metode Fenomenologi


Streubert (1991, 2011) menjelaskan langkah-langkah metode
fenomenologi yaitu:
a. Menjelaskan deskripsi pribadi tentang fenomena yang menarik
b. Mengurung (Bracket) pengandaian/asumsi peneliti. Bracketing yaitu cara
menghindari asumsi-asumsi pribadi peneliti terhadap fenomena yang sedang
diteliti. Peneliti bersikap netral dan terbuka dengan fenomena yang ada.
c. Mewawancarai peserta
d. Berhati-hati/cermat membaca transkrip wawancara untuk mendapatkan
pengalaman umum.

6
e. Meninjau transkrip untuk mengungkap esensi.
f. Menangkap hubungan penting
g. Mengembangkan deskripsi formal dari fenomena tersebut.
h. Kembali ke peserta untuk memvalidasi deskripsi.
i. Meninjau literatur yang relevan
j. Mendistribusikan temuan kepada masyarakat keperawatan.

2. Jenis-Jenis Penelitian Fenomologi


Spiegelberg (1965, 1975 dalam Streubert & Carpenter, 2011)
mengidentifikasi jenis penyelidikan fenomenologis. Keenam jenis tersebut adalah
(1) descriptive phenomenology; (2) phenomenology of essences; (3)
phenomenology of apperances; (4) constitutive phenomenology; (5) reductive
phenomenology; dan (6) hermeneutic phenomenology.

a. Descriptive Phenomenology
Fenomenologi deskriptif melibatkan "eksplorasi langsung, analisis, dan
deskripsi fenomena tertentu, sebebas mungkin dari pengujian pengandaian,
bertujuan mempresentasikan intuitif maksimum”. Fenomenologi deskriptif
merangsang persepsi kita dari akan pengalaman hidup serta menekankan
kekayaan, luasnya, dan dalamnya pengalaman-pengalaman (Spiegelberg,
1975). Spiegelberg (1965, 1975) mengidentifikasi tiga langkah untuk
fenomenologi deskriptif yaitu : (1) intuiting ; (2) analyzing ; dan (3)
describing. Intuiting merupakan langkah awal peneliti untuk memulai
berinteraksi dan memahami fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter,
2011).

Peneliti menggali fenomena yang ingin diketahui dari partisipan


mengenai pengalaman partisipan. Pada tahap ini peneliti menghindari kritik,
evaluasi atau opini tentang hal-hal yang disampaikan oleh partisipan dan
menekankan pada fenomena yang diteliti, sehingga mendapat gambaran yang
sebenarnya dari partisipan. Pada langkah ini, peneliti berperan sebagai
instrumen dalam proses pengumpulan data. Analyzing adalah tahap kedua,
pada tahap ini peneliti mengidentifikasi arti dari fenomena yang telah digali

7
dan mengesplorasi hubungan serta keterkaitan antara data dengan fenomena
yang ada (Streubert & Carpenter, 2011).

Data yang penting dianalisis secara seksama dengan mengutip


pernyataan yang signifikan, mengkategorikan dan menggali intisari data.
Dengan demikian peneliti mendapatkan data yang diperlukan untuk
memastikan kemurnian dan gambaran yang akurat serta memperoleh
pemahaman terhadap fenomena yang diteliti. Langkah ketiga adalah
phenomenological describing. Peneliti mengkomunikasikan dan memberikan
gambaran tertulis dari elemen kritikal yang didasarkan pada pengklasifikasian
dan pengelompokan fenomena (Streubert & Carpenter, 2011).

b. Phenomenology of Essences
Phenomenology of essences melibatkan probing melalui data untuk
mencari tema umum atau esensi dan membangun pola hubungan bersama oleh
fenomena tertentu. Free imaginative variation, digunakan untuk menangkap
hubungan penting antara esensi-esensi, melibatkan studi yang cermat dari
contoh konkret yang diberikan oleh pengalaman-pengalaman peserta dan
variasi sistematis dari contoh-contoh dalam imajinasi. Dalam hal ini, menjadi
mungkin untuk mendapatkan wawasan ke dalam struktur penting dan
hubungan antara fenomena. Probing untuk memberikan esensi rasa untuk apa
yang penting dan apa yang tanpa sengaja ada dalam deskripsi fenomenologis
(Spiegelberg, 1975).

Peneliti mengikuti langkah-langkah dari intuiting, analyzing, dan


describing. Menurut Spiegelberg (1975), "Fenomenologi dalam tahap
deskriptif dapat merangsang persepsi kita untuk kekayaan pengalaman kita
secara lebih luas dan mendalam" (Streubert & Carpenter, 2011).

c. Phenomenology of Apperances
Phenomenology of apperances melibatkan pemberian perhatian pada
cara fenomena muncul. Melihat cara fenomena muncul, peneliti memberikan
perhatian khusus pada cara yang berbeda dari sebuah objek itu sendiri.

8
Phenomenology of apperances memfokuskan perhatian pada fenomena yang
diungkapkan melalui keberadaan data (Streubert & Carpenter, 2011).

d. Constitutive Phenomenology
Constitutive phenomenology mempelajari fenomena seperti mereka
menjadi terbangun atau "constituted" dalam kesadaran kita. Constitutive
phenomenology "berarti proses di mana fenomena 'terbentuk' dalam kesadaran
kita, seperti yang kita maju dari kesan pertama untuk gambaran penuh struktur
mereka" (Spiegelberg, 1975). Menurut Spiegelberg (1975), fenomenologi
konstitutif " dapat mengembangkan rasa untuk petualangan dinamis dalam
hubungan kita dengan dunia " (Streubert & Carpenter, 2011).

e. Reductive Phenomenology
Fenomenologi reduktif, meskipun ditujukan sebagai proses yang
terpisah, terjadi bersamaan pada seluruh penyelidikan fenomenologis. Peneliti
terus membahas bias pribadi, asumsi, dan prasangka atau menyisihkan
keyakinan ini untuk memperoleh gambaran paling murni dari fenomena yang
sedang dalam investigasi (Streubert & Carpenter, 2011).

Langkah ini sangat penting untuk mempertahankan objektivitas dalam


metode fenomenologi. Misalnya, dalam sebuah penelitian menyelidiki arti
kualitas hidup bagi individu dengan (insulin-dependent) diabetes mellitus tipe
1, peneliti memulai penelitian dengan proses reduktif. Peneliti
mengidentifikasi semua prasangka, bias, atau asumsinya tentang kualitas
hidup dan rasanya memiliki penyakit diabetes. Proses ini melibatkan sebuah
pemeriksaan diri yang kritis dari keyakinan pribadi dan pengakuan atas
pemahaman peneliti telah diperoleh dari pengalaman.

Peneliti mengambil semua hal yang dia tahu tentang fenomena dan
menyimpannya atau mengesampingkannya dalam upaya untuk menjaga apa
yang sudah diketahui terpisah dari pengalaman hidup yang dijelaskan oleh
peserta (Streubert & Carpenter, 2011). Fenomenologi reduktif sangat penting
jika peneliti ingin mencapai deskripsi yang murni. Proses reduktif juga
merupakan dasar untuk menunda setiap tinjauan pustaka sampai peneliti telah

9
menganalisis data. Peneliti harus selalu menjaga secara terpisah dari deskripsi
peserta dengan apa yang peneliti tahu atau percayai tentang fenomena yang
diteliti. Oleh karena itu, menunda tinjauan literatur sampai analisis data selesai
memfasilitasi reduksi (pengurangan) fenomenologi (Streubert & Carpenter,
2011).

f. Hermeneutic phenomenology
Kerangka interpretatif dalam fenomenologi digunakan untuk mencari
tahu hubungan dan makna bahwa pengetahuan dan konteks terkait satu sama
lain (Lincoln & Guba, 1985). Terdapat peningkatan penelitian yang
dipublikasikan keperawatan yang didasarkan pada teori filosofis
hermeneutika. Pendekatan fenomenologis hermeneutik adalah tentang
pentingnya filosofi dari alam dalam memahami fenomena tertentu dan
interpretasi ilmiah fenomena yang muncul dalam teks atau kata-kata tertulis.
Hermeneutika sebagai sebuah pendekatan interpretatif didasarkan pada
pekerjaan dari Ricoeur (1976), Heidegger (1962), dan Gadamer (1976).

Metodologi ini memungkinkan untuk meningkatkan kepekaan


terhadapa kesadaran manusia dan cara mereka being-in-the-world (Dreyfus,
1991 dalam Streubert & Carpenter, 2003). Ada 3 langkah untuk memproses
fenomenologi hermeneutik (Streubert & Carpenter, 2011) yaitu :
1) Pertama, selama naive reading, peneliti membaca teks secara keseluruhan
sehingga menjadi akrab dengan teks dan mulai merumuskan pikiran
tentang maknanya untuk analisa lebih lanjut. Lindholm, Uden, dan Rastam
(1999) dalam studi pada catatan manajemen keperawatan khususnya pada
komponen analisis data, mereka "membaca semua wawancara
sendirisendiri untuk mendapatkan rasa seluruh teks. Kesan mereka dari
teks kemudian didokumentasikan dan dibahas. Naive reading diarahkan
pada kekuatan dari fenomena”.
2) Structural analysis sebagai langkah kedua dan melibatkan identifikasi pola
hubungan yang bermakna. Langkah ini sering disebut sebagai
interpretative reading. Untuk menggambarkan, Lindholm dkk. (1999)
mencatat bahwa peneliti bertemu untuk membandingkan dan
mendiskusikan teks. Mereka menggambarkan langkah ini dengan cara

10
berikut: "teks ini dibagi menjadi makna unit-unit, yang diubah dengan isi
utuh. Yang timbul dari setiap perubahan makna unit diberikan label, untuk
menemukan tema umum. Selama analisis, ada terus menerus gerakan
antara seluruh dan bagianbagian dari teks“.
3) Ketiga, interpretation of the whole mengikuti dan melibatkan perefleksian
pembacaan bersama dengan membaca interpretatif untuk memastikan
pemahaman komprehensif tentang temuan. Beberapa bacaan biasanya
diperlukan. Lindholm dkk. (1999) melakukan interpretasi terpisah dari
data mereka selama langkah ini dan menjelaskan tema dan subtema dari
data.

3. Elemen dan Interpretasi Metode Fenomenologi


Peran Peneliti Peneliti memiliki peran untuk mentransform informasi.
Reinharz (1983) menyatakan ada 5 langkah menstransform yaitu :
a. Pengalaman partisipan ditrasformasikan ke dalam bahasa
b. Peneliti mentransformasikan apa yang dia lihatdan dengar kedalam
pemahaman dari pengalaman partisipan
c. Peneliti mentransformasikan apa yang dipahami tetang fenomena yang
sedang diteliti ke dalam kategori konseptual yang merupakan esensi dari
pengalaman partisipan.
d. Peneliti mentransformasikan esensi-esensi ini kedalah tulisan dokumen
yang menagkap apa yang dipikirkan peneliti tetang pengalaman dan
refleksi dari deskripsi dan tingkah laku partisipan.
e. Peneliti mentransformasikan dokumen tertulis tersebut ke dalam
pemahaman yang dapat berfungsi untuk mengklarifikasi semua
langkahlangkah pendahuluan (Streubert & Carpenter, 2011).

Pengumpulan Data Purposive sampling digunakan pada penelitian


kualitatif dengan metode fenomenologi. Dengan demikian informasi yang
didapat lebih kaya dan mendalam. Peneliti menghubungi partisipan, ketika
mereka sudah setuju untuk berpartisipasi, maka ditentukan tempat dan waktu
pertemuannya. Saat pertama kali mewawancara, peneliti memberikan
informed consent dan meminta izin untuk melakukan perekaman. Peneliti

11
harus menolong partisipan menjelaskan pengalaman hidupnya tanpa
memimpin diskusi.

Gunakan pertanyaan open-ended dan pengklarifikasi pertanyaan agar


partisipan dapat menjelaskan sesuatu lebih rinci atau detail. Selain
perekaman, peneliti juga mencatat tindakan/momen tertentu dalam field
notes. Pengumpulan data terus berlanjut sampai peneliti percaya saturasi data
telah tercapai. Ketika tidak ditemukan tema-tema atau esensi baru dari
partisipan (Streubert & Carpenter, 2011).

Analisis Data Analisis data mengharuskan peneliti diam atau menjadi


tenggelam dalam data. Tujuan dari analisis data, menurut Banonis (1989),
adalah untuk melestarikan keunikan pengalaman hidup masing-masing
peserta sementara memungkinkan pemahaman tentang fenomena yang
diselidiki. Ini dimulai dengan mendengarkan deskripsi lisan peserta dan
diikuti dengan membaca dan membaca ulang transkrip atau tanggapan yang
tertulis.

Sebagai peneliti menjadi tenggelam dalam data, memungkinkan


mereka mengidentifikasi dan mengekstrak pernyataan yang signifikan.
Mereka kemudian dapat menuliskan temuan ini. Menangkap hubungan
penting diantara pernyataan dan mempersiapkan deskripsi lengkap dari
fenomena tersebut merupakan tahap akhir. Melalui variasi imajinatif bebas,
peneliti membuat hubungan antara pernyataan yang diperoleh dalam proses
wawancara. Penting untuk mengidentifikasi bagaimana pernyataan atau tema
sentral muncul dan terhubung satu sama lain jika deskripsi terakhir sudah
lengkap (Streubert & Carpenter, 2011).

Tinjauan Pustaka Tinjauan literatur/pustaka umumnya mengikuti


analisis data. Alasan untuk menunda tinjauan literatur terkait dengan tujuan
mencapai kemurnian deskripsi fenomena yang diselidiki. Semakin sedikit ide
atau praduga peneliti memiliki tentang fenomena yang diselidiki, semakin
kecil kemungkinan bias mereka akan mempengaruhi penelitian. Sebuah
ulasan literatur secara sepintas mungkin dilakukan untuk memastikan
12
perlunya penelitian dan kesesuaian pemilihan metode. Setelah analisis data
selesai, peneliti meninjau literatur untuk menempatkan temuan dalam konteks
apa yang sudah diketahui tentang topik (Streubert & Carpenter, 2011).
.

13
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian fenomenologi ditekankan pada subjektifitas pengalaman hidup
manusia, sebagai metode yang merupakan penggalian langsung pengalaman yang
disadari dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori
sebelumnya dan mungkin tida perlu menguji tentang dugaan atau anggapan
sebelumnya.

Pendekatan holistik untuk keperawatan berakar pada pengalaman


keperawatan. Karena penyelidikan fenomenologi bersifat terintegrasi dengan
mengeksplorasi secara keseluruhan, metode ini cocok digunakan dalam melakukan
penyelidikan fenomena penting untuk praktik, pendidikan, dan administrasi
keperawatan

B. Saran
Dalam pemilihan metode penelitian kualitatif, penggunaan metode fenomenologi
sebaiknya dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai

14
DAFTAR PUSTAKA

Streubert, H.J & Carpenter, D.R. (2011). Qualitative research in nursing: Advamcing the
humanistic imperative. 5th ed. Wolters Kluwer Health

Wu, Pei Xia, Wen-Yi Guo, Hai-Ou Xia, Hui Juan Lu & Shu-Xin Xi. 2010. Patients’
Experience of Living with Glaucoma : a Phenomenological Study. Journal of
Advanced Nursing, 67, 4, 800 -810

Anantawikrama Tungga Atmadja. (2013).Pergulatan Metodologi Dan Penelitian Kualitatif


Dalam Ranah Ilmu Akuntansi, Jurnal Akuntansi Profesi Vol. 3 No.2

Bachtiar S. Bachri. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian
Kualitatif , Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 No. 1

Basrowi dan Sukidin. (2002). Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:
Insan Cendekia

Burhan Bungin. (2009). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

15

Anda mungkin juga menyukai