Anda di halaman 1dari 14

FENOMENOLOGI SEBAGAI METODE

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fenomenologi Agama
Dosen Pengampu : Ahmad Zarkasi, M.Sos.I

Disusun Oleh Kelompok 4 :


Abimanyu Kusuma Aji 1831090239
Afinta Prameswary 1831090229
Clarisa Novia 1831090186

Mata Kuliah Fenomenologi Agama


Program Studi Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung
2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Fenomenologi Sebagai Metode”.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan-
kekurangan, hal ini karena terbatasnya kemampuan penulis baik dalam pengumpulan data –
data maupun dari segi bahasa dan cara penyusunan, oleh karenanya segala kritik dan saran
dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata kami berdoa semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan dalam
penyusunan makalah ini mendapat balasan dari Allah SWT, dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan, ilmu, dan informasi.

Bandar Lampung, 17 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………………..3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………..………………………………………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………..……………….4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fenomenologi …………………………………………………………………………………..6
2.2 Pengertian Metode …………………………………………………………………………………………….7
2.3 Fenomenologi Sebagai Metode ………………………………………………………………………….9
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fenomenologi merupakan gerakan filsafat yang digagas oleh Edmund Husserl (1859-
1880). Fenomenologi mencoba untuk menafikan semua asumsi yang mengkontaminasikan
pengalaman manusia, hal inilah yang menyebabkan fenomenologi disebut sebagai cara
berfilsafat yang radikal. Fenomenologi mengambil penekanan upaya untuk menemukan “hal
itu sendiri” lepas dari segala presuposisi. Langkah yang diambil adalah menghindari semua
konstruksi asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman. Tidak
peduli apakah hal itu merupakan konstruksi filsafat, agama, sains, dan kebudayaan, semuanya
harus dihindari sebisa mungkin. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum
pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri.
Kajian ilmiah mengenai agama secara umum dapat dilacak sekitar abad 19 dan awal
abad ke 20, hal ini terpengaruh oleh munculnya renaisans. Tujuan dari sains agama pada
awalnya adalah untuk memberikan deskripsi yang obyektif, khususnya di kalangan akademisi
barat, tentang berbagai aspek kehidupan beragam di dunia, kebanyakan membuat
perbandingan-perbandingan yang mendemonstrasikan superioritas budaya dan agama Barat
darpada agama dan budaya dari belahan dunia yang lain. Terkait dengan hal tersebut diatas
fenomenologi gamaa lahir sebagai upaya untuk menjauhi pendekatan-pendekatan yang
entosentris dan normative. Fenomenologi agama berusaha untuk mendeskripsikan
pengalaman-pengalaman keagamaan sebaik mungkin, memahami dan berlaku adil terhadap
fenomena agama sebagaimana muncul dan dirasakan oleh pengalaman keagamaan orang lain.
Aplikasi metode fenomenologi dalam berbagai disiplin ilmu hamper tidak mendapati
banyak kesulitan, akan tetapi tidak demikian hanya dalam kajian agama. Muncul berbagai
persoalan dalan aplikasi fenomenologi dalam kajian agama, hal ini disebabkan antara lain
karena, pertama agama-agama mengalamai perkembangan sehingga agama merupakan objek
kajian yang hidup dan berkembang secara khas. Kedua, agama itu berisfat individual,
subjektif, batiniah, dan loyalitas merupakan tuntutan pokok dalam beragama. Hal ini
mengakibatkan dalam kajian agama orang sering membandingkan agama-agama dengan
metodenya sendiri seraya merumuskan agamanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa arti fenomenologi?

4
2. Apa arti metode?
3. Bagaimana fenomenologi sebagai metode?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yang mengandung arti menampak.


Phainomenon merujuk kepada yang nampak. Fenomena m erupakan fakta yang
disadari, dan masuk kedalam kesadaran manusia. Dengan demikian objek itu berada
dalam relasi dengan kesadaran. Fenomena bukanlah dirinya sebagaimana yang
tampak secara tak kasat mata, akan tetapi justru berada di depan kesadaran, dan
disajikan dengan kesadaran pula. Dengan demikian fenomenologi merefleksikan
pengalaman langsung manusia, sejauh pengalaman itu secara intensif berhubungan
dengan suatu objek.1 Pengertian lain menyebutkan bahwa fenomenologi adalah ilmu
mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin
ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomenan (kajian tentang
fneomena), dengan demikian fenomenologi mempelajari fenomena yang tampak
didepan kita, dan bagaimana penampakannya.2

Edmund Husserl adalah pendiri dan tokoh utama dari akiran filsafat
fenomenologi. Dalam masa awal Husserl berusaha untuk mengembangkan filsafat
radikal, atau mazhab filsafat yang menggali akar-akar pengetahuan dan pengalaman.
Persoalan ini didorong oleh ketidakpercayaan terhadap positivistic yang dinilai gagal
membuat hidup menjadi lebih bermakna karena tidak mampu mempertimbangkan
masalah nilai dan makna. Menurut Husserl, fenomenologi mempelajari kompleksitas
kesadaran dan fenomena yang etrhubung dengannya karena fenomena harus
dipertimbangkan sebagai muata objektif yang disengaja (intentional objects) dari
tindakan sadar subjektif. Proses kesadaran yang disengaja disebut noesis sedangkan
isi dari kesadaran disebut dengan noema. Dengan demikian fenomena (objek
sebagaimana tampak) adalah noema. 3

Dalam hal fenomena Husserl mengajak kembali pada sumber atau realitas yang
sesungguhnya. Untuk hal ini diperlukan langkah-langkah metodis reduksi atau
menempatkan fneomena dala keranjang (bracketing) atau tanda kurung. Dengan

1
Misnal Munir. Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer. Yogyakarta : Lima. 2008. Hal 89
2
Basrowi dan Sudikin. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya : Insan Cendekia. 2002.
Hal 1
3
Engkus Kuswarno. Fenomenologi. Bandung : Widya Padjajaran. 2009. Hal 6

6
reduksi terjadi penundaan upaya menyimpulkan sesuatu dari setiap prasangka realitas,
langkah-langkah metode tersebut adalah reduksi eidetic, reduksi fenomenologi dan
reduksi ternscedental.4

Kesadaran bagi Husserl selalu merupakan akan suatu hal, maka dari itu kesadaran
mempunyai dua aspek yang saling melengkapi, yaitu proses sadar dan objek dari
kesadaran itu sendiri. Dengan demikian kesadaran tersebut erat kaitannya dengan
maksud orangnya, dengan kehadiran amksud dalam kesadarn maka kesadaran selalu
memberikan makna terhadap objek yang dihadapi. Kesadaran yang mengandung
maksud tersebut selalu diarahkan pada bidang kehidupan, dan bidang ini merupakan
dunia antar subjek, dalam arti bahwa manusia yang berada dalam dunia tersebut
saling berhubungan sehingga kesadaran yang terbentuk diantara mereka memiliki
sifat social. Pengalaman pribadi dalam dunia itu dengan pengalaman orang lain
merupakan pengalaman bersama.5

2.2 Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan yang
ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara
kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Fengsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.6
Metode (method) secara harfiah berarti cara . metode atau metodik berasal dari
bahasa Greeka, metha (melalui atau melewati), dan hodo berarti jalan atau cara yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Kata tersebut kemudia diserap dalam bahasa Inggris menjadi kata “method” yang
berarti suatu bentuk prosedur tertentu untuk mencapai atau mendekati suatu tujuan,
terutama cara yang sistematis.
Menurut Max Siporin (1975) metode adalah suatu orientasi kegiatan yang secara
khusus ditujukan sebagai persyaratan berbagai tugas serta tujuan yang nyata. Menurut
Rosdy Ruslan pengertian metode adalah kegiatan ilmiah yang berhubungan dengan
cara kerja dalam memahami suatu objek penelitian dalam upaya menemukan jawaban

4
Basrowi dan Sudikin. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya : Insan Cendekia. 2002.
Hal 33-34
5
Heddy Shri Ahimsa Putra. Etnosains Etnometodologi Sebuah Perbandingan. (Masyarakat Indonesia,
Tahun ke XII, 1985) No. 2. Hal 111-112
6
Oemar Hamalik. Proes belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. 2001

7
secara ilmiah dan keabsahannya dari sesuatu yang diteliti. 7 Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian metode adalah cara teratur yang digunakan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki,
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan.
Dari penjelasan tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa pengertian metode
adalah suatu cara atau proses sistematis yang digunakan untuk melakukan suatu
kegiatan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Dengan kata lain, meotde
berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan, atau bagaimana cara untuk
melakukan/membuat sesuatu.
Suatu metode dijadikan sebagai acuan kegiatan karena didalamnya terdapat
urutan langkah-langkah yang teratur sehingga proses mencapai tujuan menjadi lebih
efisien. Dalam kaitannya dengan upaya ilmiah, metode merupakan cara kerja untuk
dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Karakteristik Metode
Ada anggapan bahwa kata metode masih mengandung astu yang sama dengan
kata sistem. Meskipun keduanya berhubungan, tapi pada dasranya kedua kata tersebut
memiliki arti yang berbeda. Mengacu pada definisinya, berikut ini adalah beberapa
karkteristik metode :
 Metode merupakan suatu aktifitas yang mapan yang dipakai dalam melakukan
kegiatan tertentu oleh suatu kelompok.
 Metode merupakan aktivitas yang rutin karena relaitf mapan dan sudah terbiasa
dilakukan oleh suatu kelompok.
 Suatu metode yang mapan dan rutin dilakukan akan menjadi tindakan yang logis
atau proses sistematis untuk mencapai suatu tujuan dengan tingkat akurasi dan
efisiensi yang baik.

2.3 Fenomenologi Sebagai Metode


Dalam sejarah ilmu manusia dan filsafat, salah satu pendekatan yang terbaik
untuk memahami ruang lingkup pengalaman kesadaran manusia adalah

7
Rosady Ruslan. Metode Penelitian Public Realtions dan Komunikasi. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada. 2008

8
fenomenologi. Tidak seperti hewan atau mesin, manusia memiliki fungsi dalam tiga
tingkatan simultan kesadaran yang mengintegrasikan ekspresi dan persepsi dari afeksi
atau emosi, kognitif atau pikiran, konatif atau tindakan yang bertujuan.
Para peneliti filsafat menyebutnya dengan istilah Latin yaitu capta, data, dan acta.
Ketiga deskripsi proses analitik tersebut mengikuti model metodologi penelitian
standar dari fenomenologi semiotika yang terdiri dari deskripsi, reduksi, dan
interpretasi.
Menurut Jurgen Ruesch (1972) ketiga tahapan prosedur yang terdiri dari
deskripsi, reduksi, dan interpretasi, mengacu pada proses dasar dari komununikasi,
yaitu understanding atau memahami, acknowledging atau mengakui, dan agreeing
atau menyetujui.8 Sebagai sebuah praksis, fenomenologi berjalan dengan
menggunakan metodologi investigative untuk menjelaskan pengalaman manusia.
Fenomenologi sebagai sebuah metodologi dikenalkan oleh Richard L. Lanigan.
Fenomenologi sebagai sebuah metode penelitian dipandang sebagai studi tentang
fenomena, studi tentang sifat dan makan. Penelitian semacam ini terfokus pada cara
bagaimana kita mempersepsi realitas yang tampak melalui pengalaman atau
kesadaran. Metodologi yang mendasari fenomenologi mencakup empat tahap :
1. Bracketing

Adalah proses mengidentifikasikan dengan “menunda” setiap keyakinan dan


opini yang sudah terbentuk sebelumnya tentang fenomena yang sedang diteliti.
Dalam hal ini, peneliti diberi kesempatan untuk bisa seobjektif mungkin dalam
penelitian tersebut. Bracketing sering disebut sebagai “reduksi fenomenologis”
dimana seorang peneliti mengisolasi berbagai fenomena, lalu membandingkan
dengan fenomena lain yang sudah diketahui sebelumnya.

2. Intuition
Ketika seorang peneliti tetap terbuka unutk mengaitkan makna-makna
fenomena tertentu dengan orang-orang yang telah mengalaminya. Intuisi
mengharuskan peneliti menjadi kreatif saat berhadapan dengan data-data yang
bervariasi, hingga pada tingkat tertentu memamhami pengalaman baru yang
muncul. Bahkan intuisi mengharuskan peneliti menjadi seseorang yang benar-
benar renggelam dalam fenomena tersebut.
3. Analysing
8
Juergen Ruesch. Terj : Semiotic Appriaches to Human Relations. Universitas Michigan. 1972

9
Analisis melibatkan proses seperti coding, kategorisasi sehingga membuat
sebuah pengalaman mempunyai makna yang penting. Setiap peneliti diharapkan
mengalami “kehidupan” dengan data yang akan dideskripiskannya demi
memperkaya esensi pengalaman tertentu.
4. Describing
Pada tahap ini, peneliti mulai memahami dan dapat mengidentifikasikan
fenomena menjadi “fenomenon” (fenomena yang menjadi). Langkah ini bertujuan
unutk mengkomunikasikan secara tertulis maupun lisan dengan menawarkan suatu
solusi yang berbeda.9

Fenomenologi sebagai metode tidak hanya menghasilakn suatu deskripsi


mengenai fenomena yang dipelajari, sebagaimana sering diperkirakan, tidak juga
bermaksud menerangkan hakikat filosofis dari fenomena itu, karena fenomenologi
bukanlah deskriptif atau normative belaka namun memberikan arti yang lebih dalam
dari sebuha fenomena yng diamati.

Fenomenologi sebagai metode tida membahas menegani siapa dan apa asumsi
dasar yang dihasilkan. Sebagai metode, fenomenomlogi mencoba mengangkat sebuah
realitas kedalam laporan penelitian tanpa menghilangkan essensi asli adri fenomena
tersebut. Tingkat objektivitas peneliti untuk menjelaskan subjektivitas fenomena yang
diamatinya menjadi kunci utama keberhasilan penerapan metode fenomenologi ini.

Mulyana (2001) menyebutkan pendekatan fenomenologi termasuk pada


pendekatan subjektif dan interpretif sebagai salahsatu dari dua sudut pandang tentang
perilaku manusia yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif.10 Pendekatan
objektif atau sering dosebut pendekatan behavioristic dan structural berasumsi bahwa
mansia itu pasif, sedangkan penedekatan subjektif memandang manusia itu aktif.11

Fenomenologi sebagai sebuah metodologi dikenalkan oleh Richard L. lanigan.


Menurutnya, fenomenologi sebagai metodologi memiliki tiga tahapan proses yang
saling bersinergi, yaitu :
1. Deskripsi fenomenologis

9
Clark Moutaskas. Terj : Phenomenological Research Methods. USA : Sage Publications Inc. 1994
10
Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2001
11
Engkus Kuswarno.Fenomenologi. Bandung : Widya Padjajaran. 2009.

10
Para ahli fenomenologi berpendapat bahwa kata sifat fenomenologis
digunakan untuk mengingatkan jika kita berhubungan dengan capta yaitu
pengalaman sadar.
2. Reduksi fenomenologis
Tujuan dari reduksi fenomenologis adalah untuk menentukan bagian mana
dari deskripsi yang penting dan bagian mana yang tidak penting. Dalam artian,
reduksi fenomenologis bertujuan untuk melakukan isolasi suatu objek dari
kesadaran yang amsuk ke dalam pengalaman yan dimiliki. Teknik yang umum
dilakukan dala reduksi fenomenologis adalah variasi bebas imajinatif. Prosedur
ini terdiri dari regleksi berbagai bagian dari pengalaman dan membayangkan
setiap bagian sebagai kehadiran atau ketiadaan dalam pengalaman secara
sitematis.
3. Interpretasi fenomenologis
Pada umunya dimaksudkan unutk menjelaskan pemaknaan yang lebih khusus
atau yang penting dalam reduksi dan deskripsi dari pengalamanb kesadaran yang
tengah diselidiki. Secara teknis, interpretasi disebut secara beragam dengan
semiotic atau analisis hermeneutic. Semiology adalah studi yang mempelajari
sistem lambang atau kode-kode. Dengan demikian hermeneutic semiology adalah
hubungan khusus yang menyatukan deksripsi dan reduksi.

Bagi kebanyakan ahli, tradisi fenomenologia itu naif. Bagi mereka, kehidupan
dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang kompleks dan saling berhubungan, hanya
beberapa diantaranya saja yang dapat diketahui dengan sadar pada suatu waktu. Kita
tidak dapat menginterpretasi sesuatu dengan sadar hanya dengan melihat dan
mrmikirkannya. Pemahaman yang sesungguhnya datang adri analisis yang cermat
terhadap sistem efek.

Fenomenologi juga mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsic dari gejala


sebagaimana gejala itu menyingkapkan dirinya pada kesadaran.12 Metode yang
digunakan adalah deskriptif, dan bertujuan mengungkap intensionalitas, kesadaran,
dan “dunia kehidupan”. Sebagai metode, fenomenologi merupakan persiapan bagi
setiap penyelidikan di bidang filsafat dan bidang ilmu pengetahuan positif. Satu-
satunya alat untuk itu adalah bahasa.
12
Lorens Bagus. Kamus Filsafat. Jakarta : Gramedia Pustaka. 2002. Hal 236

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fenomenologi adalah studi tentang esensi-esensi, misalnya esensi persepsi


esensei kesadaran dsb. Fenomenologi berkaitan dengan penampakan suatu objek,
peristiwa, atau suatu kondisi dalam persepsi kita. Pengetahuan berasal dari
pengalaman yang disadari, dalam persepsi kita. Dalam hal ini, fenomenologi berarti

12
membiarkan sesuatu datang mewujudkan dirinya sebagaiman adanya. Dengan
demikian di satu sisi makna itu muncul dengan cara membiarkan
realitas/fenomena/pengalaman itu membuka dirinya. Di sisi lain, makna itu muncul
sebagai hasil interaksi antara subjek dengan fenomena yang dialaminya.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2002.Kamus Filsafat. Jakarta : Gramedia Pustaka.


Basrowi dan Sudikin. 2002.Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya :
Insan Cendekia.
Hamalik, Oemar. 2001.Proes belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi. Bandung : Widya Padjajaran.
Moustakas, Clark. 1994. Terj : Phenomenological Research Methods. USA : Sage
Publications Inc.

13
Mulyana, Deddy. 2001.Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Munir, Misnal. 2008.Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer. Yogyakarta :
Lima.
Putra, Heddy Shri Ahimsa. Etnosains Etnometodologi Sebuah Perbandingan.
(Masyarakat Indonesia, Tahun ke XII, 1985) No. 2.
Ruesch, Juergen Ruesch. 1972.Terj : Semiotic Appriaches to Human Relations.
Universitas Michigan.
Ruslan, Rosady. 2008. Metode Penelitian Public Realtions dan Komunikasi. Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai