Anda di halaman 1dari 6

OBJEK KAJIAN FENOMENOLOGI AGAMA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah:

FENOMENOLOGI AGAMA

Dosen pengampu:

Asep Awwaluddin, S.H.I, M.Ag

Disusun oleh:
Jamilah Zahrani
Rafa Nur Azizah
Siti Wardah Azizah

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
UNIVERSITAS DARUSSALAM
KEDIRI INDONESIA
TAHUN PERIODE 1442/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian di dalam suatu akademik menjadi sesuatu yang penting, maka
pengetahuan sangatlah dibutuhkan ke ranah yang sangat luas terutama dalam kajian
studi Islam. Dengan mendalami suatu kajian dalam satu pendekatan yaitu pendekatan
dengan fenomenologi dan dikaitkan dengan sebuah agama yang bagi sebagian manusia
menjadikannya landasan suatu kepercayaan, pandangan hidup dan pedoman dalam
kehidupan mereka. Maka dengan kajian fenomenologi agama menjadikan suatu
pemahaman yang dapat dijadikan landasan kerjasama antar umat beragama yang
dijadikan untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang harmonis.
Dalam hal ini penulis akan berfokus pada objek dalam fenomenologi
agama, maka dari itu harus adanya kajian yang mendalam mengenai hal tesebut,
sehingga dapat memperluas peluang ilmu pengetahuan yang dapat berpartisipasi dalam
membuat karya tulis ilmiah dalam suatu perkuliahan agar fokus dalam belajar dan
menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

A. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fenomenologi agama ?
2. Apa saja ruang lingkup yang menjadi objek kajian dalam fenomenologi agama ?
3. Apa dampak suatu fenomena dalam suatu agama ?
4. Bagaimana studi islam menanggapi dalam objek kajian fenomenologi agama ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

Abstrak
Salah satu metode pendekatan dalam meneliti agama-agama adalah fenomenologi.
Metode ini bertitik tolak dari fenomen-fenomen yang tampak pada kesadaran.
Pengalaman penghayatan agama dalam perspektif fenomenologi berarti kita masuk
dalam diskursus tentang kesadaran subjek akan fenomen-fenomen yang memungkinkan
seseorang menangkap eidos atau hakikat agama. Fenomenologi merupakan gerakan
filsafat yang digagas oleh Edmund Husserl. Fenomenologi mencoba untuk menafikan
semua asumsi yang mengkontaminasikan pengalaman manusia, hal ini yang
menyebabkan fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Untuk
menghayati agama secara dewasa, biasanya memiliki kemampuan untuk menerima dan
merayakan perbedaan. Dan selalu menyadari bahwa eksistensinya selalu berada dalam
jalinan dengan eksistensi lain, sehingga eksistensinya disebut ko-eksistensi.
A. Pengertian Fenomenologi Agama
Fenomenologi menekankan pentingnya filsafat melepaskan diri dari ikatan historis
apapun, tradisi metafisika, epistemology, ataupun sains. Hal yang utama yang dilakukan
feneomenologi adalah mengembalikan filsafat ke penghayatan sehari-hari subjek
pengetahuan. Kembali kepada kekayaan pengalaman manusia yang kongkrit, lekat, dan
penuh penghayatan. Fenomenologi memberikan atah baru dalam psikologi, antropologi,
Kesehatan, arsitektur termasuk didalamnya agama. Fenomenologi agama lahir sebagai
upaya untuk menjahui pendekatan yang entosentris dan normative. Berupaya untuk
mendeskripsikan pengalaman keagamaan sebaik mungkin, memahami dan berlaku adil
terhadap fenomena agama sebagaimna muncul dan dirasakan oleh pengalaman
keagamaan orang lain.
Aplikasi metode fenomenologi dalam berbagai disiplin ilmu hampir tidak mendapati
banyak kesulitan, akan tetapi tidak demikian hanya dalam kajian agama. Muncul dari
berbagai persoalan dalam aplikasi fenomenologi dalam kajian agama, yang disebabkan
antara lain, pertama, karena agama mengalami perkembangan sehingga agama
merupakan objek kajian yang hidup dan berkembang secara khas. Kedua, agama
bersifat individu, subjektif, batiniah, dan loyalitas merupakan tuntunan pokok dalam
beragama. Hal ini mengakibatkan dalam kajian agama orang sering membandingkan
agama-agama dengan metodenya sendiri seraya merumuskan agamanya.
Secara harfiah istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani Pahainomenom
yang memiliki arti gejala atau apa yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Dalam
hal ini fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis
terhadap gejala yang memperluas pada kesadaran manusia. pemikiran ini dikeluarkan
pertama kali oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Fenomena merupakan fakta yang disadari dan masuk kedalam kesadaran manusia.
Dengan demikian objek itu berada dalam relasi dengan kesadaran. Fenomena bukanlah
dirinya sebagaimana yang tampak secara kasat mata, akan tetapi jusrtu berada didepan
kesadaran, dan disajikan oleh kesadaran pula. Pengertian lain menyebutkan bahwa
fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah

2
menjadi, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena (kajian
tentang fenomena), dengan demikian fenomenologi mempelajari fenoena yang tampak
didepan kita dan bagaimana penampakannya.
Pada awalnya fenomenologi adalah sebuah arus pemikiran dalam filsafat, dan aliran
ini kini boleh dikatakan selalu dihubungkan dengan tokoh utamanya, Edmund Husserl.
Dapat didefinisikan, bahwa fenomenologi sebagai “ilmu pengetahuan tentang
penggambaran apa yang dilihat oleh seseorang, apa yang dirasakan dan diketahuinnya
dalam immediate awareness and experience-nya. Metode fenomenologi merupakan
puncak semua idealism transcendental, pencapaian luar biasa. Paling mampu memberi
konstribusi kepada peningkatan penelitian-penelitian keagamaan. Jadi pendekatan
fenomenologi untuk menengahi antara sikap yang kering dan tidak simpati dari
pendekataan positivistik terhadap agama dengan teologi konservatif. Fenomenologi
berangkat dari pola piker subjektivisme yang tidak hanya memandang dari suatu gejala
yang tampak namun berusaha menggali makna dibalik setiap fenomena itu1
B. Fenomenologi Agama
Fenomenologi merupakan arah baru dalam pendekatan terhadap agama, dapat
dikatakan bahwa fenomenologi agama merupakan salah satu disiplin keilmuan dan
pendekatan modern terhadap agama. Ilmu-ilmun agama dewasa ini telah mengalami
kemajuan yang pesat, dengan adanaya penemuan-penemuan baru, secara nyata hal ini
memperlihatkan bahwa agama merupakan objek kajian yang hidup dan berkembang
secara khas. hal ini yang memunculkan kesulitan dalam perumusan fenomenologi
agama. Meskipun fenomenologi agama masih dalam perdebatan dikalangan ilmuan
agama, namun fenomenologi agama dapat menjadi penengah diantara pendekatan-
pendekatan agama selama ini. Fenomenologi agama menurut C.J Bleeker sebagaimana
dikutip Sudiarja adalah studi agama dengan cara membandingkan berbagai fenomena
yang sama dari berbagai agama untuk memperoleh prinsip universal. Menurut Rafaelle
Petazoni adalah pendekatan terhadap persoalan-persoalan agama dengan
mengkoordinasikan data agama, menetapkan hubungan, dan mengelompokan data
berdasarkan hubungna tersebut tanpa harus mengadakan komparasi tipologis antar
berbagai fenomena agama.
Salah satu terobosan untuk mengembangkan ‘ethics of care’ adalah dengan
mempelajari fenomenologi agama. Dengan belajar fenomenologi agama, kita diantar
untuk masuk pemahaman yang lebih dalam akan agama yang kita anut. Dan kita mampu
memilah yang merupakan esensi dan menifestasi. Dan dari situ, kita akan memiliki
kemampuan untuk menerina the others sebagai anugrah yang harus dirayakan. Dan
dengn ini kita dapat menghayati secara dewasa. Dan menuntut adanaya kematangan
intelektual sehingga berani mengadakan dialog lintas peradaban tanpa kehilangan
otentisitas kebenaran agamanya sendiri.
Fenomenologi agama menerapkan metodologi ilmiah dalam meneliti fakta religius
yang bersifat subyektif seperti pikiran, perasaan, ide, emosi dan apa saja dari seseorang
yang diungkapkan dalam tindakan luar (fenomena). Yang mana fenomenologi berupaya
untuk menggambarkan watak fenomena, cara tentang tampilan mewujudkan dirinya,
dan struktur-struktur esensial pada dasar pengalaman manusia.
1
Ali Ridlwan, Nurma, Pendekatan Fenomenologi Dalam Kajian Agama, (Vol.7 No.2 Juli-
Desmber 2013) hal. 3.

3
Agama dan fakta keagamaan itu bersifat kompleks sehingga dalam memahaminya
tidak boleh melakukan reduksi seperti agama atau fakta keagamaan hanya dipahami
sebagai fakta psikologis atau sosiologis atau antropologis saja. Keagamaan yang
berkaitan dengan makna suatu fakta keagamaan dari berbagai ragam agama tanpa
melihat latar belakang historis dan lokasi geografisnya.
C. Ruang Lingkup Objek Kajian Fenomenologi Agama

D. Dampak Suatu Fenomena Dalam Suatu Agama

E. Tanggapan Islam dalam objek kajian fenomenologi agama


Agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi-definisi belaka,
melainkan hanya dapat dipahami melalui deskripsi nyata yang bersumber dari sebuah
keyakinan yang utuh (sisi batin). Tidak ada satupun definisi tentang agama yang benar-
benar memuaskan tanpa dibarengi oleh keyakinan. Untuk itu agama sering diartikan
sebagai gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana dan agama berkaitan dengan
usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan
keberadaan alam semesta, selain itu agama dapat membangkitkan kebahagian batin
yang paling sempurna dan mengatasi perasaan takut.
Di lihat dari fungsi dan peran agama dalam memberi pengaruhnya terhadap
individu, baik dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka
pengaruh yang paling penting adalah sebagai pembentuk kata hati. Agama berpengaruh
sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena
perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai menpunyai
unsur kesucian, serta ketaan. Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat
kebajikan dan berkorban.2 Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku
jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong
seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdoa.
Islam merupakan agama yang universal, agama membawa misi rahmatan lil alamin
serta membawa konsep kepada umat manusia mengenai persoalan yang terkait dengan
suatu sistem seperti konsep poliktik, perekonomian, penegakan hukum, dan
sebagainnya. Dalam bidang politik misalnya, islam mendudukannya sebagai sarana
penjagaan urusan umat. Islam dan politik integratif terwujud pada beberapa pemikir dan
politisi muslim yang hadir dari masa ke masa dengan pemikiran dan pola perjuangannya
yang berbeda-beda.
Islam meletakan politik sebagai satu cara penjagaan urusan umat. Islam dan politik
tidak boleh dipisahkan, karena Islam tanpa politik akan melahirkan terbelenggunya
kaum muslimin yang tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan melaksanakan
syariat Islam. Begitu pula politik tanpa Islam, hanya akan melahirkan masyarakat yang
mengagungkan kekuasaan, jabatan, bahan, dan duniawi saja, kosong dari aspek moral

2
Mulyadi, Agama Dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan, (Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Voleme VI
Edisi 02 2016), hal. 556-564

4
dan spiritual. Oleh karena itu, politik dalam Islam sangat penting bagi mengingatkan
kemerdekaan dan kebebasan melaksankan syariat Islam boleh diwadahi oleh politik.3
Ada dua hal yang bersifat kontradiktif dalam konteks hubungan politik antara Islam
dan negara di negara-negara Muslim atau negara berpenduduk manyoritas Muslim
seperti Indonesia. Pertama, posisi Islam yang menonjol karena kedudukannya sebagai
agama yang dianut sebagian besar penduduk negara setempat. Kedua, sekalipun
dominan Islam hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan politik negara
bersangkutan. Sebagai agama yang dominan dalam masyarakat Indonesia, Islam telah
menjadi unsur yang paling berpengaruh dalam budaya Indonesia dan merupakan salah
satu unsur terpenting dalam politik Indonesia. Namun demikian Islam hanya berperan
marjinal dalam wilayah kehidupan politik nasional.
Pemikiran pembaharuan Hasan Al-Banna berdasarkan atas keyakinan bahwa Islam
adalah agama universal yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, yang
intinya dapat dikemukakan dalam lima aspek, yaitu: agama/moral, politik, sosial,
ekonomi, dan pendidikan. Ikhwanul Muslimin atau disingkat IM adalah sebuah
organisasi pergerakan Islam Kontemporer yang besar. Organisasi ini kurang lebih 70
negara, tidak hanya di timur tengah, tetapi di wilayah lainnya. Yang didirikan oleh
Hasan Al-Banna di Mesir, tahun 1928. Organisasi ini untuk menyeru kembali kepada
Islam, seperti yang terdapat di Al-Qur’an dan Sunnah, yang untuk mengajak untuk
menerapkan syariat Islam dalam realitas kehidupan, mengembalikan kejayaan Islam dan
berdiri menentang arus sekularisasi di Kawasan Arab dan dunia Islam.

3
Ridwan, Hubungan Islam Dan Politik Di Indonesia Perspektif Pemikiran Hasan Al-Banna, Jurnal
Hukum Samudra Keadilan, (Volume 12, No 2, Juli-Desember 2017), hal. 224

Anda mungkin juga menyukai