Anda di halaman 1dari 9

SCIENCE, PHILOSOPHY, AND RELIGION

Untuk memenuhi tugas mata kuliah:

EPISTEMOLOGI ISLAM

Dosen pengampu:

Dr. H. Abbas Shofwan, MF, LLM

Disusun oleh:
Maulida Amalia Ahsan
Himmatul Aliyah

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
UNIVERSITAS DARUSSALAM
KEDIRI INDONESIA
TAHUN PERIODE 1442/2021
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang kita ketahui, ilmu adalah hal yang penting bagi kehidupan
manusia. Karena ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
tertentu dibidang pengetahuan itu. Tidak hanya ilmu filsafat juga merupakan hal yang
penting dalam kehidupan kita.
Filsafat sangat erat hubungannya dengan ilmu. Karena pada mulanya ilmu
yang pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari
filsafat. Dan filsafat merupakan induk dari segala ilmu karena berbicara tentang
abtraksi atau sebuah yang ideal. Filsafat tidak terbatas, sedangkan ilmu terbatas
sehingga ilmu menarik bagian filsafat agar bisa dimengerti oleh manusia. Pada
hakikatnya filsafat dan ilmu saling terkait satu sama lain, keduanya tumbuh dari sikap
refleksi, ingin tahu, dan dilandasi kecintaan pada kebenaran. Tidak hanya tentang
ilmu dan filsfat, agama juga tidak kalah pentingnya.
Agama merupakan hal yang berkaitan dengan masalah hubungan manusia dan
dunianya dengan Allah. Segala sesuatu yang berasal dari tuhan, dalam perspektif
agama adalah sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah
deskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiris yang merumuskan secara
bertanggung jawab dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin.
Ilmu pengetahuan, agama dan filsafat merupakan tiga aspek yang dapat
menuntun manusia mencari kebenaran, meskipun ketiga aspek tersebut tidak dapat
dikategorikan sesuatu hal yang sama. Secara umum, filsafat merupakan salah satu
kegiatan atau hasil kegiatan yang menyangkut aktivitas dan olah budi manusia.
Ada yang mengatakan bahwa antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
memiliki hubungan. Baik filsafat, ilmu pengetahuan dan agama mempunyai tujuan
yang sama yaitu memperoleh kebenaran. Manusia selalu mencari sebab-sebab dari
setiap kejadian yang disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu
mungkin terwujud dengan sendirinya secara kebetulan saja, tanpa sebab. Hasrat ingin
tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap sebab-sebab ini memaksa kita
menyelidiki bagaimana benda-benda di alam ini muncul, dan menyelidiki
ketertibannya yang mengagumkan.
B. PEMBAHASAN
1. PANDANGAN EPISTEMOLOGI TERHADAP ILMU
Ilmu berasal dari bahasa arab (ilm), dan bahasa latin (science) yang berarti
tahu atau mengetahui atau memahami. Sedangkan secara istilah ilmu adalah
pengetahuan yang sistematis atau ilmiah.1 Ilmu pengetahuan telah mencangkup
segala aspek dunia fisik. Sehingga ilmu menjadi pengetahuan yang paling
komprehensif dalam studi intensif tentang alam semesta.
Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan sering bertentangan dengan
pandangan filosofis dan agama, karena ilmu pengetahuan sendiri memiliki
pandangan dunianya sendiri.
Ilmu logika yang diciptakan oleh sains sendiri tidak memiliki unsur-unsur
spiritual yaitu seperti sebagai tuhan, malaikat atau roh, yang dimana unsur seperti
ini ada dalam kosmologi atau ilmu tradisional. Pada dasarnya kosmologi ilmiah
adalah komposisi dari kosmos fisik atau empiris, yang dimana dimulai dengan
munculnya tata surya, matahari menjadi pusat yang dikelilingi oleh beberapa
planet termasuk bumi kita, galaksi kita, bima sakti, yang dimana kita hanya
menempati tempat kecil didalamnya, yang berputar bersama dengan ratusan juta
bintang lainnya.2
Dalam pandangan dunia ini, alam semesta telah dipisahkan dari agen
eksternal, seperti tuhan atau malaikat, dan itu adalah percaya bahwa alam semesta
telah dijalankan oleh hukum alamnya sendiri, yang independen, deterministik, dan
tidak dapat diubah. Demikian juga, dalam pandangan dunia terhadap manusia,
manusia telah kehilangan dimensi spiritualnya. Manusia hanya dipandang sebagai
makhluk fisik dengan sistem otak dan saraf yang canggih, tetapi gagal
menciptakan jiwa substansi immaterial.
Dalam pandangan dunia ilmiah, manusia tidak memiliki pusat dan posisi
khusus di alam semesta. Manusia tidak lagi dianggap hasil dari rancangan atau
rencana besar tuhan, tidak dikatakan sebagai tujuan terakhir penciptaan, seperti
yang diyakini oleh beberapa sufi, tetapi hanya sebagai peristiwa kebetulan di alam
1
https://en.wikipedia.org/wiki/Science

2
Mulyadhi Kartancgara, Menyclami Lubiik rnsmuu/Oakarta; Eriangga, 2007), pp. 72-73 and Mulyadhi
Kartanegara, Jala! al-Din Rumi: Guru Sufi, PenyairAgung (Jakarta: Teraju, 2004), p. 60 and 62
semesta. Tidak diragukan lagi bahwa ilmu adalah hasil terbaik dari akal manusia,
persepsi, dan pengamatan fisik. Ilmu pengetahuan telah bergerak hampir dan
tanpa disadari ke bidang metafisika yang semestinya dimiliki oleh filsafat dan
agama.

2. PANDANGAN EPISTEMOLOGI TERHADAP FILSAFAT


Jika ilmu bergantung pada persepsi indra, filsafat bergantung pada penalaran
rasional. Karena ilmu dan filsafat seperti subyek dan materi, ilmu menyelidiki
fakta dan ide-ide filsafat. Tetapi itu tidak berarti bahwa tidak ada hubungan erat
antara ilmu dan filsafat. Banyak teori-teori yang lazim di bidang keilmuan
mengambil inspirasi dari filsafat, terutama dalam zaman klasik dan abad
pertengahan. Tentu saja seperti ilmu, filsafat juga merupakan pengetahuan yang
tidak sistematis. Tidak seperti ilmu, filsafat beroperasi pada bidang yang lebih
tinggi dari dunia fisik, dan itulah sebab comte menyebutkan ‘metafisika’ yaitu
diluar dunia fisik.3
Ilmu berhubungan dengan objek indrawi, sedangkan filsafat berhubungan
dengan objek rasional. Objek sensorik dapat dirasakan oleh indera, sedangkan
objek rasional hanya bisa dipahami dengan akal. Oleh karena itu, objek
penyelidikan filosofis yang berpusat pada gagasan, pemikiran, atau konsep
sehingga penyelidikannya akan lebih rasional dan penalaran logis daripada
persepsi indra dan pengamatan.
Epistemologi modern mengatakan bahwa filsafat bukan ilmu, tetapi dalam
epistemologi islam mengatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu. Jadi, filsafat
telah dikategorikan sebagai ilmu, seperti fisika dan matematika. Jika ilmu mampu
membentuk pandangan dunianya sendiri, tentu saja filsafat, terutama yang
berhubungan dengan ide-ide akan jauh lebih mampu merumuskan pandangan
dunia yang khas, lebih banyak kandungan ilmu pengetahuan, karena dapat
memperkenalkan dimensi non-fisik ke dalam penjelasannya.
Dengan demikian, menurut filsafat secara signifikan dapat memperkaya dan
membuat pandangan dunia ilmiah, karena batas penyelidikannya tidak dapat
dilakukan dengan mudah oleh sains atau ilmu. Dari pembahasan diatas, jelaslah
bahwa filsafat memiliki fleksibilitas dalam mengembangkan pandangan dunianya

3
Anlhoiiy Flew, ADictionary of Philosophy, revised second edition (New York: Si. Mnrtin Press, 1984), Hal.
69
daripada sains. Dengan fleksibilitas yang mereka miliki para filsuf dapat memiliki
gambaran tentang dunia menjadi lebih kreatif, dan lebih elegan. Contohnya adalah
dengan imajinasi atau pencarian intensif logika mereka, para filsuf dapat
menggambarkan dunia bukan sebagai real ultimate seperti yang dijelaskan oleh
para ilmuan sekuler dan materialitis, tetapi sebagai karya hebat agen eksternal
yang telah mendesainnya dengan rapi dan simetris, sehingga berjalan dengan
sangat sistematis dan harmonis. Agen eksternal ini yang biasa kita sebut Tuhan,
yang menjadi penyebab pertama, yang telah membawa semua yang dapat kita
lihat di dunia ini menjadi ada, sebagai penggerak pertama, dan menjadi penyebab
utama pergerakan sesuatu yang ada di dunia ini.
Para filosof juga memiliki pandangan yang lebih tinggi tentang manusia. Para
ilmuwan modern memandang manusia sebagai makhluk fisik-kimiawi, telah
disebutkan juga oleh para filososf dan para sufi bahwa manusia sebagai
mikrokosmos karena meskipun ukuran fisik manusia sangat tidak signifikan
dibanding alam semesta, ia diyakini mengandung semua unsur kosmik, mineral,
nabati, hewani, dan spiritual. Dan manusia juga dianggap makhluk moral karena
percaya bahwa manusia memiliki kehendak bebas atau pilihan bebas dalam
bentuk tindakan sukarela.
Namun, ilmuwan modern mendefinisikan manusia secara filosofis sebagai
orang yang memiliki kesadaran diri dan intelek, serta jiwa yang mandiri dan
spiritual dan bukan hanya memiliki otak dan sistem saraf. Spirituallitas inilah
yang menjamin kelangsungan hidup jiwa setelah kematian untuk memikul
tanggung jawab di hadapan semesta.

3. PANDANGAN EPISTEMOLOGI ISLAM TERHADAP AGAMA

Dalam pembahasan ketiga ini, kita akan membahas tentang agama. Agama
merupakan pengingat manusia agar tidak membuat kerusakan dan melakukan
pertumpahan darah di muka bumi. Artinya, agama diturunkan di dunia ini dengan
tujuan untuk mencapai kedamaian dan kemashlahatan bagi manusia.4

Berbeda dengan pembahasan sebelumnya yaitu tentang ilmu pengetahuan


yang ditentukan oleh hasil sensorik dan observasi. Begitupula dengan filsafat
yang didasarkan oleh penalaran rasional dan logis. Sedangkan Agama
4
Fuadi Nuriz, Adib “Ilmu Perbandingan Agama”. 2019. Jakarta.
berdasarkan pada wahyu, berarti menyandarkan diri pada otoritas yang memiliki
peran sebagai penerima wahyu (biasa disebut sebagai Nabi-Dalam Islam) yang
didapat dari Allah sebagai Utusan-Nya yang paling terpercaya. Menurut Ibn
Khaldun, tujuan ilmu agama itu bersifat praktis, yaitu “untuk menjamin
pelaksanaan hukum agama (Syari’ah) bagi penganutnya, sedangkan apabila ilmu
rasional yaitu untuk mengetahui sesuatu sebagaimana adanya ilmu itu sendiri”.

Agama memiliki pandangan tersendiri, tidak sama dengan ilmu pengetahuan


yang menggunakan pandangan ilmiah, tetapi juga tidak terlalu mirip dengan
filosofis. Sebagai contohnya, apabila kita memperhatikan alam semesta, dan
seisinya. Akan terlihat bahwa alam sama sekali tidak independen, bahwa terdapat
sesuatu yang ada di baliknya, ada tanda Tuhan dibaliknya.

Dari pengamatan alam semesta ini, terdapat indikasi atau petunjuk yang jelas
agar manusia dapat tertuju pada jalan Tuhannya. Dengan begitupula manusia
akan tertarik untuk mempelajarinya yaitu menjelajahi dan mencari jejak
Tuhannya. Menurut pandangan Islam, semakin manusia mempelajari dan
memahami arti Tuhannya, maka hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaannya
kepada Tuhan, bukan sebaliknya.

Bukti bahwa alam adalah ciptaan-Nya yang kreatif, dan terdapat rencana-Nya
dan tujuan tertentu. Tuhan dekat dengan Alam. Di dalam Al-Qur’an telah
dijelaskan pula, bahwa Tuhan bertanggung jawab untuk menurunkan hujan
sebagai berkah-Nya bagi umat manusia. Serta Tuhanlah yang menyebabkan
bunga dan buah-buahan tumbuh dan berkembang, menyediakan air yang cukup
untuk sumur setelah mengalami kekeringan, dan menyediakan berbagai sayuran
atau tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan untuk manusia. Tuhan juga telah
menciptakan untuk manusia berbagai jenis hewan untuk kegunaan yang berbeda-
beda seperti untuk berkendaraan (kuda, unta, kerbau, keledai, dll), untuk makanan
(daging), dan minuman (susu).

Hal-hal diatas telah dijelaskan oleh Agama sebagai karya-karya Tuhan.


Meskipun dalam penciptaan-Nya, Tuhan bekerja secara tidak langsung melalui
perantara-perantara utusan-Nya seperti para malaikat. Misalnya, malaikat Jibril
yang ditugaskan untuk menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul. Malaikat
Raqib dan ‘Atid yang ditugaskan untuk mencatat perbuatan Manusia, yang baik
maupun yang buruk. Meski begitu, sifat hubungan Tuhan dengan Ala, secara
langsung atau tidak langsung, menunjukkan bahwa Alam tidak akan pernah lepas
dari kehendak dan kebijaksanaan Tuhan dan tidak pernah kosong dari spiritual
dan ilahi penyediaan. Sehingga, pandangan yang dimiliki agama ini, kaya dan
dinamis. Berbeda dengan pandangan dunia ilmiah yang bergerak sendiri secara
realistis, dan melepaskan diri dari hal-hal yang bersifat supernatural.

Agama memposisikan manusia di tingkatan tertinggi ciptaan Tuhan, sama


seperti dalam filsafat. Pada jaman dahulu, manusia dijadikan Khalifah di bumi.
Manusia diberikan otoritas yang luas untuk mengelola bumi dan hidupnya selama
itu tidak bertentangan dari kehendak dan peraturan-Nya. Hal tersebut berfungsi
untuk memudahkan tugasnya sebagai Khalifah, seperti yang dikatakan dalam Al-
Qur’an bahwa “Dia telah menjadikan apa yang ada di Bumi untuk Manusia”.5

Agama memberi kita penjelasan yang cermat tentang banyak hal berbeda yang
tidak mungkin kita temukan dalam Sains atau Ilmu Pengetahuan dan juga tidak
bisa dicerna oleh akal. Sebagai contohnya, yaitu manusia setelah kematiannya,
dan keadaannya di alam kubur kemudian hari ketika ia dibangkitkan kembali.
Hanya agamalah yang diturunkan melalui wahyu kepada Utusan Tuhan, dan dapat
mengungkapkan segala sesuatu dengan jelas, berbeda dengan cara Sains, dan
bahkan filsafat.

Dari penjelasan ini, kita dapat menyimpulkan bagaimana agama dapat


memberikan makna yang lebih tinggi dan lebih bermanfaat untuk
menyempurnakan Ilmu Pengetahuan dan pandangan filosofis, karena agama dapat
berbicara dengan aymbolic dan mistis. Bahasa yang mampu memperkaya
pandangan kita sehari-hari.

Menurut Ernst Cassirer dan Langer, bahwa Agama tidak perlu khawatir
disingkirkan oleh pengetahuan ilmiah, karena kedua ‘entitas’ ini memiliki
kontribusinya tersendiri terhadap pemahaman manusia. Sains atau ilmu
pengetahuan memberikan kita mode teoritis untuk realitas, kesadaran mistik,
sebagai penanda keagamaan, memberikan mode mitos untuk itu. Meskipun
keduanya berbeda, akan tetapi mode keduanya dapat terlihat sebagai indeks
refraksi yang spesifik dan unik.
5
Kartanegara, Mulyadhi. “Essentials of Islamic Epistemology a Philosophical Inquiry into the Foundation of
Knowledge”.
C. PENUTUP
Dari pembahasan makalah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa dari
pandangan epistemologi islam bahwa ketiga hal tersebut, ilmu pengetahuan, filsafat,
dan agama memiliki cara pandangnya sendiri terhadap alam semesta. Seperti halnya
ilmu logika yang diciptakan oleh Sains yang tidak pernah memandang unsur-unsur
spiritual yaitu seperti sebagai tuhan, malaikat atau roh, yang dimana unsur seperti ini
ada dalam kosmologi atau ilmu tradisional. Begitupula dalam pandangan dunia
terhadap manusia, manusia telah kehilangan dimensi spiritualnya. Manusia hanya
dipandang sebagai makhluk fisik dengan sistem otak dan saraf yang canggih, tetapi
gagal menciptakan jiwa substansi immaterial. Dalam pandangan dunia ilmiah,
manusia tidak memiliki pusat dan posisi khusus di alam semesta. Manusia tidak lagi
dianggap hasil dari rancangan atau rencana besar tuhan, tidak dikatakan sebagai
tujuan terakhir penciptaan, seperti yang diyakini oleh beberapa sufi, tetapi hanya
sebagai peristiwa kebetulan di alam semesta.
Sedangkan filsafat, filsafat bergantung pada penalaran rasional. Karena ilmu
dan filsafat seperti subyek dan materi, ilmu menyelidiki fakta dan ide-ide filsafat.
Tidak seperti ilmu, filsafat beroperasi pada bidang yang lebih tinggi dari dunia fisik,
dan itulah sebab comte menyebutkan ‘metafisika’ yaitu diluar dunia fisik.
Epistemologi modern mengatakan bahwa filsafat bukan ilmu, tetapi dalam
epistemologi islam mengatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu. Jadi, filsafat telah
dikategorikan sebagai ilmu, seperti fisika dan matematika. Filsafat memiliki
fleksibilitas dalam mengembangkan pandangan dunianya daripada sains. Dengan
fleksibilitas yang mereka miliki para filsuf dapat memiliki gambaran tentang dunia
menjadi lebih kreatif, dan lebih elegan. Ilmuwan modern mendefinisikan manusia
secara filosofis sebagai orang yang memiliki kesadaran diri dan intelek, serta jiwa
yang mandiri dan spiritual dan bukan hanya memiliki otak dan sistem saraf.
Spirituallitas inilah yang menjamin kelangsungan hidup jiwa setelah kematian untuk
memikul tanggung jawab di hadapan semesta.

Dan Agama memiliki pandangan tersendiri, tidak sama dengan ilmu


pengetahuan yang menggunakan pandangan ilmiah, tetapi juga tidak terlalu mirip
dengan filosofis. Agama memposisikan manusia di tingkatan tertinggi ciptaan Tuhan,
sama seperti dalam filsafat. Pada jaman dahulu, manusia dijadikan Khalifah di bumi.
Manusia diberikan otoritas yang luas untuk mengelola bumi dan hidupnya selama itu
tidak bertentangan dari kehendak dan peraturan-Nya. Agama memberi kita penjelasan
yang cermat tentang banyak hal berbeda yang tidak mungkin kita temukan dalam
Sains atau Ilmu Pengetahuan dan juga tidak bisa dicerna oleh akal.

Dari ketiga pandangan ini, maka diharapkan kita memiliki pandangan dan
pemahaman yang lebih baik dan lebih jelas dari pentingnya ketiga epistemologis ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://en.wikipedia.org/wiki/Science

Mulyadhi Kartancgara, Menyclami Lubiik rnsmuu/Oakarta; Eriangga, 2007), pp. 72-73 and
Mulyadhi Kartanegara, Jala! al-Din Rumi: Guru Sufi, PenyairAgung (Jakarta: Teraju, 2004),
Hal.. 60 and 62

Anlhoiiy Flew, ADictionary of Philosophy, revised second edition (New York: Si. Mnrtin
Press, 1984), Hal. 69

Fuadi Nuriz, Adib “Ilmu Perbandingan Agama”. 2019. Jakarta.

Kartanegara, Mulyadhi. “Essentials of Islamic Epistemology a Philosophical Inquiry into the


Foundation of Knowledge”.

Anda mungkin juga menyukai