Anda di halaman 1dari 17

PENELITIAN KUALITATIF

“FENOMENOLOGI”

Disusun Oleh :

Fitriansyah (165130002)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
2019

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga makalah Penelitian Kualitatif dengan judul “Grounded
theory” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Secara umum makalah ini menjelaskan tentang penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode fenomenologi. Penulis berharap makalah ini bisa
memberikan sumbangsih bagi pengetahuan setiap orang dalam bidang
keperawatan yaitu khususnya untuk pemahaman terhadap penelitian kualitatif.
Sekalipun demikian penulis menyadari bahwa proses penyusunan makalah ini
merupakan pekerjaan yang tidak ringan sehingga memungkinkan adanya
kekurangan maupun kesalahan baik dalam hal teknis penulisan, tata bahasa
maupun isinya. Oleh karena itu guna penyempurnaan makalah ini penulis sangat
mengharapkan saran, masukan maupun kritikan yang membangun dari pembaca
makalah ini.
Demikianlah makalah ini disusun. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, Oktober 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman Sampul................................................................................................. 1
Kata Pengantar ................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 4
1.2 Tujuan............................................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 ........................................................................................................ 5
2.2 ........................................................................................................ 6
2.3 ........................................................................................................ 7
2.4 ........................................................................................................ 7
2.5 ........................................................................................................ 9
2.6.......................................................................................................... 18
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 19
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 19
3.2 Saran ............................................................................................. 19
Daftar Pustaka .................................................................................................. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan
yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara
lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk
penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi,
aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah
pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan
memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu
yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Didalam penelitian kualitatif ada beberapa metode penelitian yang digunakan. Salah
satunya penelitian kualitatif menggunakan metode fenomenologi dan kami akan membahas
lebih mendalam tentang metode fenomenologi ini.

2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fenomenologi
2. Agar mahasiswa mengetahui akar penelitian fenomenologi
3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan tujuan penelitian fenomenologi
4. Agar mahasiswa mengetahui memilih fenomenologi sebagai metode penelitian
kualitatif
5. Agar mahasiswa mengetahui jenis-jenis penelitian fenomenologi
6. Agar mahasiswa mengetahui elemen dan interpretasi metode fenomenologi

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Fenomenologi


Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali
fenomena yang ada secara sistematis. Penelitian fenomenologi ditekankan pada

4
subjektifitas pengalaman hidup manusia, sebagai metode yang merupakan penggalian
langsung pengalaman yang disadari dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa
terpengaruh oleh teori sebelumnya dan mungkin tida perlu menguji tentang dugaan
atau anggapan sebelumnya (Streubert & Carpenter, 2011).

2.2. Akar Penelitian Fenomenologi


Perkembangan fenomenologi dimulai sekitar dekade pertama abad ke-20 .
Gerakan filosofis ini terdiri dari tiga fase : ( 1 ) preparatory ; ( 2 ) German; dan ( 3 )
French. Berikut penejelasan tema umum dari fenomenologi dalam konteks ketiga fase
tersebut (Streubert & Carpenter, 2011).
1. Preparatory Phase
Preparatory phase (tahap persiapan) didominasi oleh Franz Brentano
(1838-1917) dan Carl Stumpf (1848-1936). Stumpf adalah mahasiswa
terkemuka pertama Brentano, dan melalui karyanya, menunjukkan kekuatan
ilmiah fenomenologi .
Klarifikasi konsep intensionalitas adalah fokus utama pada tahap ini
(Spiegelberg, 1965, dalam Streubert & Carpenter, 2011). Intensionalitas berarti
selalu memiliki kesadaran akan sesuatu. Merleau –Ponty (1956, dalam Streubert
& Carpenter, 2003) menjelaskan " interior persepsi adalah hal yang mustahil
tanpa persepsi eksterior, bahwa dunia sebagai koneksi fenomena yang
diantisipasi dalam kesadaran saya dan cara bagi saya untuk menyadari diri
dalam kesadaran".

2. German Phase
Edmund Husserl (1857-1938) dan Martin Heidegger (1889-1976) adalah
yang mendominasi selama fase Jerman, yang merupakan fase kedua
perkembangan fenomenologi. Husserl (1931, 1965) meyakini filosofi harus
menjadi ilmu yang kuat yang akan mengembalikan hubungan dengan
memperhatikan manusia secara lebih dalam dan fenomenologi harus menjadi
dasar/fondasi bagi semua filosofi dan ilmu pengetahuan.
Menurut Spiegelberg (1965, dalam Streubert & Carpenter, 2011).
Heidegger memiliki kesamaan dengan langkah-langkah Husserl yang karyanya
mungkin merupakan hasil langsung dari Husserl. Konsep esensi, intuisi, dan
pengurangan fenomenologi dikembangkan selama fase Jerman.

5
3. French Phase
Gabriel Marcel (1889-1973), Jean – Paul Sartre (1905-1980), dan Maurice
Merleu – Ponty (1905 – 1980) adalah yang mendominasi pada fase Perancis
yang merupakan fase ketiga perkembangan fenomenologis. Konsep utama yang
dikembangkan selama fase ini adalah perwujudan dan being-in-the-world.
Konsep-konsep ini mengacu pada keyakinan bahwa semua tindakan dibangun di
atas pondasi persepsi atau kesadaran akan beberapa fenomena. Pengalaman
hidup, diberikan di dunia yang dirasakan, harus dijelaskan ( Merleau -Ponty ,
1956, dalam Streubert & Carpenter, 2011) .

2.3. Tujuan Penelitian Fenomenologi


Rose, Beeby, & Parker (1995, dalam Streubert & Carpenter, 2011) menyatakan
tujuan dari penelitian dengan pendekatan fenomenologi adalah untuk
mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari
kesatuan makna dengan mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara
akurat dalam pengalaman hidup sehari-hari.
Metode investigasi yang sistematis melalui pendekatan penelitian kualitatif
dengan studi fenomenologi penting untuk disiplin keperawatan. Praktek keperawatan
profesional sangat erat kaitannya dengan pengalaman hidup seseorang. Fenomenologi
mengarahkan ke bahasa persepsi pengalaman manusia dengan semua jenis fenomena,
dengan pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengeksplorasi dan
menjelaskan fenomena penting pada disiplin ilmu keperawatan (Streubert &
Carpenter, 2011).

2.4. Memilih Fenomenologi sebaga Metode Penelitian Kualitatif


Keperawatan mendorong perhatian rinci untuk perawatan orang sebagai
manusia dan praktik keperawatan yang bersifat holistik meliputi pikiran, tubuh, dan
jiwa. Pendekatan holistik untuk keperawatan berakar pada pengalaman keperawatan.
Karena penyelidikan fenomenologi bersifat terintegrasi dengan mengeksplorasi secara
keseluruhan, metode ini cocok digunakan dalam melakukan penyelidikan fenomena
penting untuk praktik, pendidikan, dan administrasi keperawatan. Spiegelberg (1965)

6
mengatakan bahwa metode fenomenologis menyelidiki subjektif fenomena dengan
keyakinan bahwa kebenaran penting tentang realitas yang didasarkan pada
pengalaman hidup. Pengalaman manusia adalah prinsip utama, dan bagaimana
manusia mengalami fenomena perlu dilakukan investigasi. Perspektif yang holistik
dan studi pengalaman hidup adalah dasar metode fenomenologi (Streubert &
Carpenter, 2011).
Topik yang cocok untuk penelitian dengan metode fenomenologi adalah terkait
dengan pengalaman hidup manusia. Contohnya rasa kebahagiaan, ketakutan, untuk di
klinis misalnya pengalaman menjadi kepala perawat dan stress pada mahasiswa
perawat, kehidupan pasien yang menderita penyakit kronis, dll (Streubert &
Carpenter, 2011).

2.5. Langkah-Langkah Peelitian Kualitatif denan Metode Fenomenologi


Streubert (1991, 2011) menjelaskan langkah-langkah metode fenomenologi
yaitu:
1. Menjelaskan deskripsi pribadi tentang fenomena yang menarik
2. Mengurung (Bracket) pengandaian/asumsi peneliti.
Bracketing yaitu cara menghindari asumsi-asumsi pribadi peneliti
terhadap fenomena yang sedang diteliti. Peneliti bersikap netral dan
terbuka dengan fenomena yang ada.
3. Mewawancarai peserta
4. Berhati-hati/cermat membaca transkrip wawancara untuk mendapatkan

pengalaman umum.
5. Meninjau transkrip untuk mengungkap esensi.
6. Menangkap hubungan penting
7. Mengembangkan deskripsi formal dari fenomena tersebut.
8. Kembali ke peserta untuk memvalidasi deskripsi.
9. Meninjau literatur yang relevan
10. Mendistribusikan temuan kepada masyarakat keperawatan.

2.6. Jenis-Jenis Penelitian Fenomologi


Spiegelberg (1965, 1975 dalam Streubert & Carpenter, 2011) mengidentifikasi
jenis penyelidikan fenomenologis. Keenam jenis tersebut adalah (1) descriptive

7
phenomenology; (2) phenomenology of essences; (3) phenomenology of apperances;
(4) constitutive phenomenology; (5) reductive phenomenology; dan (6) hermeneutic
phenomenology.
a. Descriptive Phenomenology
Fenomenologi deskriptif melibatkan "eksplorasi langsung, analisis,
dan deskripsi fenomena tertentu, sebebas mungkin dari pengujian pengandaian,
bertujuan mempresentasikan intuitif maksimum”. Fenomenologi deskriptif
merangsang persepsi kita dari akan pengalaman hidup serta menekankan
kekayaan, luasnya, dan dalamnya pengalaman-pengalaman (Spiegelberg, 1975).
Spiegelberg (1965, 1975) mengidentifikasi tiga langkah untuk fenomenologi
deskriptif yaitu : (1) intuiting ; (2) analyzing ; dan (3) describing.
Intuiting merupakan langkah awal peneliti untuk memulai berinteraksi dan
memahami fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 2011). Peneliti
menggali fenomena yang ingin diketahui dari partisipan mengenai pengalaman
partisipan. Pada tahap ini peneliti menghindari kritik, evaluasi atau opini tentang
hal-hal yang disampaikan oleh partisipan dan menekankan pada fenomena yang
diteliti, sehingga mendapat gambaran yang sebenarnya dari partisipan. Pada
langkah ini, peneliti berperan sebagai instrumen dalam proses pengumpulan
data.
Analyzing adalah tahap kedua, pada tahap ini peneliti mengidentifikasi arti
dari fenomena yang telah digali dan mengesplorasi hubungan serta keterkaitan
antara data dengan fenomena yang ada (Streubert & Carpenter, 2011). Data
yang penting dianalisis secara seksama dengan mengutip pernyataan yang
signifikan, mengkategorikan dan menggali intisari data. Dengan demikian
peneliti mendapatkan data yang diperlukan untuk memastikan kemurnian dan
gambaran yang akurat serta memperoleh pemahaman terhadap fenomena yang
diteliti.
Langkah ketiga adalah phenomenological describing. Peneliti
mengkomunikasikan dan memberikan gambaran tertulis dari elemen kritikal
yang didasarkan pada pengklasifikasian dan pengelompokan fenomena
(Streubert & Carpenter, 2011).
b. Phenomenology of Essences
Phenomenology of essences melibatkan probing melalui data untuk
mencari tema umum atau esensi dan membangun pola hubungan bersama oleh

8
fenomena tertentu. Free imaginative variation, digunakan untuk menangkap
hubungan penting antara esensi-esensi, melibatkan studi yang cermat dari
contoh konkret yang diberikan oleh pengalaman-pengalaman peserta dan variasi
sistematis dari contoh-contoh dalam imajinasi. Dalam hal ini, menjadi mungkin
untuk mendapatkan wawasan ke dalam struktur penting dan hubungan antara
fenomena. Probing untuk memberikan esensi rasa untuk apa yang penting dan
apa yang tanpa sengaja ada dalam deskripsi fenomenologis (Spiegelberg, 1975).
Peneliti mengikuti langkah-langkah dari intuiting, analyzing, dan describing.
Menurut Spiegelberg (1975), "Fenomenologi dalam tahap deskriptif dapat
merangsang persepsi kita untuk kekayaan pengalaman kita secara lebih luas dan
mendalam" (Streubert & Carpenter, 2011).

c. Phenomenology of Apperances
Phenomenology of apperances melibatkan pemberian perhatian pada cara
fenomena muncul. Melihat cara fenomena muncul, peneliti memberikan
perhatian khusus pada cara yang berbeda dari sebuah objek itu sendiri.
Phenomenology of apperances memfokuskan perhatian pada fenomena yang
diungkapkan melalui keberadaan data (Streubert & Carpenter, 2011).

d. Constitutive Phenomenology
Constitutive phenomenology mempelajari fenomena seperti mereka
menjadi terbangun atau "constituted" dalam kesadaran kita. Constitutive
phenomenology "berarti proses di mana fenomena 'terbentuk' dalam kesadaran
kita, seperti yang kita maju dari kesan pertama untuk gambaran penuh struktur
mereka" (Spiegelberg, 1975). Menurut Spiegelberg (1975), fenomenologi
konstitutif " dapat mengembangkan rasa untuk petualangan dinamis dalam
hubungan kita dengan dunia " (Streubert & Carpenter, 2011).

e. Reductive Phenomenology
Fenomenologi reduktif, meskipun ditujukan sebagai proses yang terpisah,
terjadi bersamaan pada seluruh penyelidikan fenomenologis. Peneliti terus
membahas bias pribadi, asumsi, dan prasangka atau menyisihkan keyakinan ini

9
untuk memperoleh gambaran paling murni dari fenomena yang sedang dalam
investigasi (Streubert & Carpenter, 2011).
Langkah ini sangat penting untuk mempertahankan objektivitas dalam
metode fenomenologi. Misalnya, dalam sebuah penelitian menyelidiki arti
kualitas hidup bagi individu dengan (insulin-dependent) diabetes mellitus tipe 1,
peneliti memulai penelitian dengan proses reduktif. Peneliti mengidentifikasi
semua prasangka, bias, atau asumsinya tentang kualitas hidup dan rasanya
memiliki penyakit diabetes. Proses ini melibatkan sebuah pemeriksaan diri yang
kritis dari keyakinan pribadi dan pengakuan atas pemahaman peneliti telah
diperoleh dari pengalaman. Peneliti mengambil semua hal yang dia tahu tentang
fenomena dan menyimpannya atau mengesampingkannya dalam upaya untuk
menjaga apa yang sudah diketahui terpisah dari pengalaman hidup yang
dijelaskan oleh peserta (Streubert & Carpenter, 2011).
Fenomenologi reduktif sangat penting jika peneliti ingin mencapai
deskripsi yang murni. Proses reduktif juga merupakan dasar untuk menunda
setiap tinjauan pustaka sampai peneliti telah menganalisis data. Peneliti harus
selalu menjaga secara terpisah dari deskripsi peserta dengan apa yang peneliti
tahu atau percayai tentang fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, menunda
tinjauan literatur sampai analisis data selesai memfasilitasi reduksi
(pengurangan) fenomenologi (Streubert & Carpenter, 2011).

f. Hermeneutic phenomenology
Kerangka interpretatif dalam fenomenologi digunakan untuk mencari tahu
hubungan dan makna bahwa pengetahuan dan konteks terkait satu sama lain
(Lincoln & Guba, 1985). Terdapat peningkatan penelitian yang dipublikasikan
keperawatan yang didasarkan pada teori filosofis hermeneutika. Pendekatan
fenomenologis hermeneutik adalah tentang pentingnya filosofi dari alam dalam
memahami fenomena tertentu dan interpretasi ilmiah fenomena yang muncul
dalam teks atau kata-kata tertulis. Hermeneutika sebagai sebuah pendekatan
interpretatif didasarkan pada pekerjaan dari Ricoeur (1976), Heidegger (1962),
dan Gadamer (1976). Metodologi ini memungkinkan untuk meningkatkan
kepekaan terhadapa kesadaran manusia dan cara mereka being-in-the-world
(Dreyfus, 1991 dalam Streubert & Carpenter, 2003).

10
Ada 3 langkah untuk memproses fenomenologi hermeneutik (Streubert &
Carpenter, 2011) yaitu :
1. Pertama, selama naive reading, peneliti membaca teks secara keseluruhan
sehingga menjadi akrab dengan teks dan mulai merumuskan pikiran tentang
maknanya untuk analisa lebih lanjut. Lindholm, Uden, dan Rastam (1999)
dalam studi pada catatan manajemen keperawatan khususnya pada
komponen analisis data, mereka "membaca semua wawancara sendiri-
sendiri untuk mendapatkan rasa seluruh teks. Kesan mereka dari teks
kemudian didokumentasikan dan dibahas. Naive reading diarahkan pada
kekuatan dari fenomena”.
2. Structural analysis sebagai langkah kedua dan melibatkan identifikasi pola
hubungan yang bermakna. Langkah ini sering disebut sebagai interpretative
reading. Untuk menggambarkan, Lindholm dkk. (1999) mencatat bahwa
peneliti bertemu untuk membandingkan dan mendiskusikan teks. Mereka
menggambarkan langkah ini dengan cara berikut: "teks ini dibagi menjadi
makna unit-unit, yang diubah dengan isi utuh. Yang timbul dari setiap
perubahan makna unit diberikan label, untuk menemukan tema umum.
Selama analisis, ada terus menerus gerakan antara seluruh dan bagian-
bagian dari teks“.
3. Ketiga, interpretation of the whole mengikuti dan melibatkan perefleksian
pembacaan bersama dengan membaca interpretatif untuk memastikan
pemahaman komprehensif tentang temuan. Beberapa bacaan biasanya
diperlukan. Lindholm dkk. (1999) melakukan interpretasi terpisah dari data
mereka selama langkah ini dan menjelaskan tema dan subtema dari data.

2.7. Elemen dan Interpretasi Metode Fenomenologi


a. Peran Peneliti
Peneliti memiliki peran untuk mentransform informasi. Reinharz (1983)
menyatakan ada 5 langkah menstransform yaitu :
1. Pengalaman partisipan ditrasformasikan ke dalam bahasa
2. Peneliti mentransformasikan apa yang dia lihatdan dengar kedalam
pemahaman dari pengalaman partisipan

11
3. Peneliti mentransformasikan apa yang dipahami tetang fenomena yang
sedang diteliti ke dalam kategori konseptual yang merupakan esensi dari
pengalaman partisipan.
4. Peneliti mentransformasikan esensi-esensi ini kedalah tulisan dokumen
yang menagkap apa yang dipikirkan peneliti tetang pengalaman dan
refleksi dari deskripsi dan tingkah laku partisipan.
5. Peneliti mentransformasikan dokumen tertulis tersebut ke dalam
pemahaman yang dapat berfungsi untuk mengklarifikasi semua langkah-
langkah pendahuluan (Streubert & Carpenter, 2011).

b. Pengumpulan Data
Purposive sampling digunakan pada penelitian kualitatif dengan metode
fenomenologi. Dengan demikian informasi yang didapat lebih kaya dan
mendalam. Peneliti menghubungi partisipan, ketika mereka sudah setuju untuk
berpartisipasi, maka ditentukan tempat dan waktu pertemuannya. Saat
pertama kali mewawancara, peneliti memberikan informed consent dan
meminta izin untuk melakukan perekaman. Peneliti harus menolong partisipan
menjelaskan pengalaman hidupnya tanpa memimpin diskusi. Gunakan
pertanyaan open-ended dan pengklarifikasi pertanyaan agar partisipan dapat
menjelaskan sesuatu lebih rinci atau detail. Selain perekaman, peneliti juga
mencatat tindakan/momen tertentu dalam field notes. Pengumpulan data terus
berlanjut sampai peneliti percaya saturasi data telah tercapai. Ketika tidak
ditemukan tema-tema atau esensi baru dari partisipan (Streubert & Carpenter,
2011).

c. Analisis Data
Analisis data mengharuskan peneliti diam atau menjadi tenggelam
dalam data. Tujuan dari analisis data, menurut Banonis (1989), adalah untuk
melestarikan keunikan pengalaman hidup masing-masing peserta sementara
memungkinkan pemahaman tentang fenomena yang diselidiki. Ini dimulai
dengan mendengarkan deskripsi lisan peserta dan diikuti dengan membaca dan
membaca ulang transkrip atau tanggapan yang tertulis. Sebagai peneliti
menjadi tenggelam dalam data, memungkinkan mereka mengidentifikasi dan
mengekstrak pernyataan yang signifikan. Mereka kemudian dapat menuliskan

12
temuan ini. Menangkap hubungan penting diantara pernyataan dan
mempersiapkan deskripsi lengkap dari fenomena tersebut merupakan tahap
akhir. Melalui variasi imajinatif bebas, peneliti membuat hubungan antara
pernyataan yang diperoleh dalam proses wawancara. Penting untuk
mengidentifikasi bagaimana pernyataan atau tema sentral muncul dan
terhubung satu sama lain jika deskripsi terakhir sudah lengkap (Streubert &
Carpenter, 2011).

d. Tinjauan Pustaka
Tinjauan literatur/pustaka umumnya mengikuti analisis data. Alasan
untuk menunda tinjauan literatur terkait dengan tujuan mencapai kemurnian
deskripsi fenomena yang diselidiki. Semakin sedikit ide atau praduga peneliti
memiliki tentang fenomena yang diselidiki, semakin kecil kemungkinan bias
mereka akan mempengaruhi penelitian. Sebuah ulasan literatur secara sepintas
mungkin dilakukan untuk memastikan perlunya penelitian dan kesesuaian
pemilihan metode. Setelah analisis data selesai, peneliti meninjau literatur
untuk menempatkan temuan dalam konteks apa yang sudah diketahui tentang
topik (Streubert & Carpenter, 2011).

BAB 3
PEMBAHASAN

13
Kelompok melakukan pembahasan singkat terkait penelitian kualitatif metode fenomenologi
berdasarkan jurnal penelitian internasional. Berikut penjelasannya :

Judul Jurnal Penelitian : Patients’ Experience of Living with Glaucoma :


a Phenomenological Study
Peneliti : Pei-Xia Wu, Wen-Yi Guo, Hai-Ou Xia, Hui Juan Lu &
Shu-Xin Xi
Tahun Penelitian : 29 Oktober 2010
Jurnal : Journal of Advanced Nursing
Tujuan Penelitian : Untuk mengeksplor pengalaman hidup pasien dengan
glaucoma dan mendeskripsikan strategi mereka untuk
mengatasi akibat dari gangguan ini
Metode Penelitian : Menggunakan fenomenologi hermeneutik, terdiri atas
total 20 partisipan dimana 14 orang partisipan dengan
galukoma yang dipilih untuk mengikuti wawancara
mendalam, dan 10 orang partisipan lain yang
diwawancara dibagi dalam 2 fokus kelompok. Partisipan
direkrut dari rumah sakit mata di Shanghai. Data
dikumpulkan dari Juli sampai September 2009.
Wawancara dilakukan selama 40 menit dan FGD
dilakukan 65 menit yang direkam dalam audio-taped
dan transcribed verbatim. Kemudian dilakukan analisis
data dengan 3 fase :
1. Transkrip dibaca beberapa kali untuk memahami
makna glaukoma yang digambarkan oleh partisipan
2. Analisis struktural, teks dilakukan analisis secara
detail, bertujuan untuk mengidentifikasi bagian atau
pola bermakna yang konsisten dan mencari
penjelasan dari teks. Kemudian tema disempitkan
menjadi empat. Serta ditentukan tema intinya.
3. Peneliti berusaha untuk membangun pengalaman
peneliti sebagai perawat dan dokter yang bekerja
dengan orang-orang yang mengalami glaukoma, dan
sebagai peneliti di daerah ini dengan kesan umum
dari wawancara dan temuan dari analisis struktural.
Temuan : Tema inti yang diidentifikasi ketika menginterpretasi
data dari pengalaman hidup pasien “belajar untuk hidup
dengan penyakit glaukoma” oleh satu dari beberapa

14
partisipan. Makna yang ditemukan dalam empat tema
meliputi :
1. Mencari dukungan
2. Menghadapi tugas sehari-hari
3. Hidup dengan ketidakpastian masa depan
4. Beradaptasi dengan kualitas hidup yang menurun
Kesimpulan : Makalah ini memberikan wawasan pengalaman hidup
dari pasien dengan glaukoma menggunakan 1 -on - 1
dan fokus - kelompok wawancara , menunjukkan bahwa
yang terakhir juga dapat menawarkan cara penyelidikan
fenomenologis. Mereka menemukan bahwa orang-orang
dengan glaukoma dapat mengalami ketidakpastian
pengobatan, penyakit prognosis dan status risiko
anggota keluarga. Selain itu, budaya Cina dapat
mempengaruhi strategi pasien mempertahankan gaya
hidup sehat. Dalam membantu orang-orang dengan
glaukoma pertimbangan harus diambil terhadap
perasaan ketidakpastian masa depan yang mungkin
berkembang.

BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan
Penelitian fenomenologi ditekankan pada subjektifitas pengalaman hidup manusia,
sebagai metode yang merupakan penggalian langsung pengalaman yang disadari dan
menggambarkan fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori sebelumnya dan mungkin
tida perlu menguji tentang dugaan atau anggapan sebelumnya. Pendekatan holistik untuk
keperawatan berakar pada pengalaman keperawatan. Karena penyelidikan fenomenologi
bersifat terintegrasi dengan mengeksplorasi secara keseluruhan, metode ini cocok digunakan
dalam melakukan penyelidikan fenomena penting untuk praktik, pendidikan, dan administrasi
keperawatan.

15
2. Saran
Dalam pemilihan metode penelitian kualitatif, penggunaan metode fenomenologi
sebaiknya dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai.

16
DAFTAR PUSTAKA

Streubert, H.J & Carpenter, D.R. (2011). Qualitative research in nursing: Advamcing the
humanistic imperative. 5th ed. Wolters Kluwer Health
Wu, Pei Xia, Wen-Yi Guo, Hai-Ou Xia, Hui Juan Lu & Shu-Xin Xi. 2010. Patients’
Experience of Living with Glaucoma : a Phenomenological Study. Journal of
Advanced Nursing, 67, 4, 800 -810

17

Anda mungkin juga menyukai