Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FENOMENOLOGI

Dosen Pengampu:
Evi Enitari Napitupulu M.I.Kom

Oleh:
Lola Gebri Andayati Br Sembiring 210313019
Ias ReginauliPutri Napitulu 210313017
Nanda Maretta Marbun 210313021
Lira g sianturi 210313011
Dasmauli purba 210313001
Ratni Pandiangan 210313004
Edi Saputra Sirait 210313007
MediAulia Rahmah 210313012
Leni Martalena Gulo 210313010
Eben Ezer Sibagariang 210313016

UNIVERSITAS SARI MUTIARA


INDONESIAFAKULTAS EKONOMI DAN
ILMU SOSIAL S1 ILMU KOMUNIKASI
2022/2023

1
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur, penulis panjatakan kepada tuhan yang maha esa atas berkat
dan nanugrahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makala ini dengan judul
“Fenomenologi” makala ini dibuat dalam rangka menyelesakan tugas yang diberikan oleh Ibu
Evi Enitari Napitupulu M.I.Kom selaku dosen mata kuliah Riset Public Relation .Makala ini
telah penulis susun dengan semaksimal mungkin untuk itu,

penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Evi Enitari Napitupulu


M.I.Kom selaku dosenmata kuliah Riset Public Relation yang telah membimbing pembuatan
makala ini.

Terlepas dari semua nya itu,penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis apat memperbaiki
makala ini.

Medan, 08 April 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………..……………………...…………………………1
KATA PENGANTAR …………………………………………….……….……………....2
DAFTAR ISI ……………………..…………………………………………………..…....3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….……….……..………. 4
Latar Belakang….....................…………………………….……….............……..………. 4
Rumusan Masalah….....................………………………….............….………..…………. 4
Tujuan……………....................……………………............……......………..…………….4

BAB II PEMBAHASAN.……………………………...……………….…….…………….5

1. pengertian fenomenologi............................................................................................. 5
2. Sejarah Fenomenologi.................................................................................................5
3. Teori-Teori Fenomenologi.......................................................................................... 6
4. Jenis-jenis fenomenologi............................................................................................ 7
5. Fungsi Fenomenologi................................................................................................ 8
6. Contoh Fenomenologi................................................................................................ 9

BAB III PENUTUP ………………………………………………………...……..……….10

• Kesimpulan …………………………………………………………..…....……….10

• Saran ………………………………………………………………….....…………10

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomenologi adalah suatu jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk menemukan
kesamaan makna yang menjadi inti dari suatu konsep atau fenomena yang dialami oleh sekelompok
individu secara sadar dan individual dalam kehidupannya.

Fenomenologi sebagai metode untuk mengembangkan hakikat makna sekelompok individu merupakan
metode penelitian yang dekat dengan filsafat dan psikologi, yang penerapannya terkait dengan upaya
filosofis dan psikologis. Fenomenolog sering terlibat dalam abstraksi dan refleksi filosofis untuk
mendapatkan wawasan tentang niat informan sebelum memecahnya menjadi narasi yang mendalam
artinya fenomenologi adalah metode penelitian sering dikatakan memiliki kesamaan dengan penelitian
naratif dan etnografi. Bedanya, fenomenologi berusaha mengungkapkan esensi universal dari fenomena
yang dialami secara pribadi oleh sekelompok individu.

Fenomenologi dikenal sebagai aliran filosofis dan sebagai metode berpikir yang mempelajari fenomena
manusia tanpa mempertanyakan penyebab fenomena, realitas objektif dan manifestasinya. Fenomenologi
tidak menyimpang dari kebenaran fenomena yang terlihat, tetapi dengan teguh percaya bahwa pikiran itu
terlihat. fenomena. utuh. Objek makna transendental. Maka untuk mendapatkan hakekat kebenaran,
seseorang harus menerobos fenomena-fenomena kasat mata tersebut. Tujuan utama fenomenologi adalah
mengkaji bagaimana seseorang mengalami fenomenologi dalam kesadaran, pemikiran dan tindakan,
bagaimana fenomenologi dapat diterima secara estetis atau dengan nilai. Fenomenologi berusaha
memahami bagaimana orang membangun makna dan konsep penting dalam kerangka intersubjektivitas.
Intersubjektivitas karena persepsi kita tentang dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain.
Meskipun makna yang kita buat, perbuatan kita itu tetap bisa berarti bagi orang lain.

1.2. Rumusan Masalah:


1.pengertian fenomenologi
2.Sejarah Fenomenologi
3.Teori-Teori Fenomenologi
4.Jenis-jenis fenomenologi
5.Fungsi Fenomenologi
6.Contoh Fenomenologi
1.3. Tujuan Pembahasan

• Menambah wawasan untuk metode penelitian fenomenologi

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Fenomenologi

Fenomenologi, sesuai dengan namanya, adalah ilmu (logos) mengenai sesuatu yang tampak
(phenomenon). Dengan demikan, setiap penelitian atau setiap karya yang membahas cara penampakan
dari apa saja merupakan fenomenologi. Fenomenologi adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari
kesaradan, atau cara memahami suatu objek atau peristiwsa dengan mengalaminya secara sadar.
Fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filosofis yang menyelidiki pengalaman manusia.
Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak
berdasarkan apriori/ prasangka dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan
dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan. Namun, bagi Brouwer, fenomenologi
itu bukan ilmu, tetapi suatu metode pemikiran (a way of looking at things).
Dalam fenomenologi tidak ada teori, tidak ada hipotesis, tidak ada sistem. Fenomenologi adalah bagian
dari metodologi kualitatif, namun mengandung nilai sejarah dalam perkembangannya. secara terminologi
fenomenologi adalah ilmu berorientasi untuk dapat mendapatkan penjelasan tentang realitas yang tampak
Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri karena ia memiliki makna
yang memerlukan penafsiran lebih lanjut. Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui
makna (hakikat) terdalam dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari Jadi,
fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau
disiplin, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang
fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena yang tampak di depan kita, dan
bagaimana penampakannya. Fenomenologi juga bisa diartikan sebagai studi tentang pengalaman hidup
seseorang atau metode untuk mempelajari bagaimana individu secara subjektif merasakan pengalaman
dan memberikan makna dari fenomena tersebut. Penjelasan tersebut diutarakan oleh Rijadh Djatu
Winardi, S.E., Ak., M.Sc., CFE
Menurut Rijadh, seringkali apa yang kita rasakan secara indrawi akan berbeda dengan apa yang kita
maknai. “Fenomenologi mencoba untuk menangkap tidak hanya sesuatu yang kita perceive secara indraw
2. Sejarah Fenomenologi
Ahli matematika Jerman Edmund Husserl, dalam tulisannya yang berjudul Logical Investigations
(1900) mengawali sejarah fenomenologi. Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat, pertama kali
dikembangkan di universitas-universtas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund
Husserl, yang kemudian di lanjutkan oleh Martin Heidehher dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre.
Selanjutnya Sartre, Heidegger, dan Merleau-Ponty memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam
pandangan eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus dari eksistensialisme adalah eksplorasi
kehidupan dunia mahluk sadar, atau jalan kehidupan subjek-subjek sadar.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa fenomenologi tidak dikenal setidaknya sampai
menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi awal digunakannya istilah fenomenologi sebagai nama teori
tentang penampakan, yang menjadi dasar pengetahuan empiris (penampakan yang diterima secara
inderawi). Istilah fenomenologi itu sendiri diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert, pengikut
Christian Wolff. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant mulai sesekali menggunakan istilah fenomenologi
dalam tulisannya, seperti halnya Johann Gottlieb Fichte dan G.W.F.Hegel. Pada tahun 1889, Franz
Brentano menggunakan fenomenologi untuk psikologi deskriptif. Dari sinilah awalnya Edmund Hesserl

5
mengambil istilah fenomenologi untuk pemikirannya mengenai “kesengajaan” tetapi juga mencoba
mempelajari struktur dari pikiran kita mengenai suatu objek yang kita lihat, saat ini fenomenologi dikenal
sebagai aliran filsafat sekaligus metode berpikir, yang mempelajari fenomena manusiawi (human
phenomena) tanpa mempertanyakan penyebab dari fenoena itu, realitas objektifnya, dan penampakannya.
Fenomenlogi tidak beranjak dari kebenaran fenomena seperti yang tampak apa adanya, namun sangat
meyakini bahwa fenomena yang tampak itu, adalah objek yang penuh dengan makna transedental.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan hakikat kebenaran, maka harus menerobos melampaui fenomena
yang tampak itu. Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomenologi dialami
dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau
diterimasecara estetis. Fenomenologi mencoba mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi
makna dan konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas. Intersubjektivitas karena
pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. walaupun makna makna
yang kita ciptakan dapat ditelusuri dalam tindakan, karya, dan aktivitas yang kita lakukan, tetap saja ada
peran orang lain di dalamnya.”
Fenomenologi sangat menarik perhatian para peneliti psikologi di awal abad 20. Psikologi
eksistensi atau existential phenomenological psychology, demikian psikologi menyebutya, berkembang
menjadi sub disiplin tersendiri dalam psikologi, di pelopori oleh Frankl, May dan Perl. Sub disiplin ini
memfokuskan pada memahami pengalaman manusia, dalam berbagai situasi. Singkatnya fenomenologi
berusaha untuk memahami fenomena (konteks keidupan) melalui situasi tertentu.
3. Teori-Teori Fenomenologi
Teori fenomenologi adalah sebuah aliran filsafat yang bertujuan untuk mempelajari pengalaman
subjektif manusia dari sudut pandang yang netral dan objektif. Fenomenologi menganggap bahwa
pengalaman manusia merupakan inti dari realitas, dan bahwa hanya melalui pemahaman pengalaman-
pengalaman ini kita dapat memahami dunia di sekitar kita.
Salah satu tokoh terkenal dalam teori fenomenologi adalah Edmund Husserl, yang mengembangkan
ide-ide fenomenologi pada awal abad ke-20. Menurut Husserl, pengalaman manusia dapat dijelaskan
secara objektif melalui reduksi fenomenologis, yang melibatkan menghilangkan aspek-aspek non-
esensial dari pengalaman dan hanya mempertahankan esensi atau inti pengalaman itu sendiri.
Selain Husserl, tokoh-tokoh fenomenologi lain yang terkenal adalah Martin Heidegger, Jean-Paul
Sartre, dan Maurice Merleau-Ponty. Masing-masing dari mereka memberikan kontribusi unik dalam
pengembangan teori fenomenologi dan aplikasinya dalam berbagai bidang, seperti psikologi,
sastra, dan filsafat.
4. Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi
Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang
alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga
mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan
lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana individu mempersepsi serta
memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini
adalah :

1. Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan
pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri
atau obyektif.

6
2. Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang
yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa
dikatakan lebih subyektif.
3. Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek
obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu
kesimpulan.
4. Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan
pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri
atau obyektif.
5. Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang
yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa
dikatakan lebih subyektif.
6. Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek
obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu
kesimpulan.

5. Fungsi Fenomenologi

Berikut ini fungsi dari fenomenologi :

a. Sebagai pembelajaran dalam keagamaan. Dengan memahami tentang fenomenologi, seseorang


di mungkinkan dapat memahami hakikat keberagamaan secara mendalam. Di karenakan,
fenomenologi itu mengajarkan tentang fenomena-fenomena yang terjadi terhadap keagamaan
khususnya agama Islam .
b. Sebagai konstruksi taksonomis untuk mengklasifikasikan fenomena dengan melintasi batas-batas
komunitas agama, budaya, dan zaman. Pokok dari aktivitas ini adalah mencari struktur
pengalaman keagamaan dan keluasan prinsip-prinsip yang tampak mengoperasikan bentuk
perwujudan keberagamaan manusia secara keseluruhan.
c. Fenomenologi berfungsi sebagai ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk
memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman-pengalaman yang
berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu koleksi umum diluar substansi
sesungguhnya, dan tanpa berkontaminasi kecenderungan psikologisme dan naturalisme.
d. Sebagai wadah untuk berfikir kritis dalam menanggapi fenomena keberagamaan.
e. Berfungsi untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan makna sebagaimana yang ada dalam data
(gejala) dalam bentuk kegiatan-kegiatan, tradisi-tradisi, dan simbol keagamaan.
f. berfungsi untuk memahami pemikiran, tingkah laku, dan lembaga-lembaga keagamaan tanpa
mengikuti salah satu teori filsafat, teologi, metafisika, ataupun psikologi untuk memahami islam.
Karena pada dasarnya semua ciptaan Tuhan itu mengagungkan kebesaran-Nya dengan caranya

7
masing-masing. Jadi, semua yang ada di alam ini bisa dilihat dengan kacamata agama untuk
mengantarkan pada pemahaman terhadap Yang Maha Esa.

Prinsip Dasar Fenomenologi


Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis:

• Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui
dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
• Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita
berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
• Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan
untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
6. Contoh Fenomenologi

Tradisi pertunjukan patung Sigale-gale pada masyarakat Batak Toba merupakan sebuah tradisi
yang unik dalam seni patung yang dikenal dengan nama Sigale-gale. Di masa lampau, Sigale-gale muncul
dalam acara penguburan yang berwujud sebagai anak laki-laki, orang yang dikuburkan yaitu orang yang
tidak pernah memiliki anak dalam hidupnya atau orang yang memiliki keturunan namun kesemuanya
meninggal tanpa mewariskan keturunan. Biasanya pada upacara kematian bagi orang yang mati tanpa
keturunan, diadakan tortor (tari) Sigale-gale. Masa sekarang, yakni setelah agama Kristen semakin
banyak pemeluknya dalam kehidupan masyarakat Batak di Tapanuli utara, upacara-upacara Sigalegale
mulai ditinggalkan. Menurut pandangan masyarakat Batak yang sudah memeluk agama Kristen, upacara
Sigale-gale ini dianggap sebagai upacara keagamaan parbegu, suatu upacara yang didasarkan pada
kepercayaan terhadap begu (roh dari orang yang sudah meninggal).

Dalam pandangan mereka, kepercayaan demikian bertentangan sekali dengan kepercayaan dalam
agama Kristen. Upacara-upacara ritual yang didasarkan pada suatu kepercayaan kemudian berkembang
menjadi kegiatan tradisi yang dilakukan oleh setiap generasi masyarakat yang melakukannya namun
fungsinya sudah mengalami perubahan. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat di pulau Jawa,
upacaraupacara yang bersifat ritual tidak lagi dilakukan untuk memanggil roh melainkan 12dapat
dilakukan pada acara-acara lainnya dalam bentuk seni pertunjukan tradisional seperti upacara ruwatan
dan turun tanah, upacara pernikahan, upacara pengangkatan penghulu baru (Minangkabau) dan upacara-
upacara ritual yang dilakukan masyarakat Bali pada setiap kegiatan ibadahnya.

8
Seni pertunjukan tradisional merupakan bentuk-bentuk karya seni yang lahir dari sejarah.
Kesenian patung Sigale-gale mengandung unsur budaya masyarakat Batak Toba yang mengungkapkan
sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki memiliki arti penting di dalam kehidupan keluarga. Cerita
Sigale-gale sudah ada sebelum masuknya agama Islam dan Kristen dan bertujuan untuk memuliakan
atau menghargai roh.

patung Sigale-gale berfungsi sebagai properti pada pertunjukkan tari. Selain fungsinya sebagai
properti tari terdapat beberapa fungsi lainnya yaitu;

(1) fungsi simbolik,

(2) fungsi kreativitas dan,

(3) fungsi tontonan.

9
BAB III
PENUTUP

• Kesimpulan

Bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara merupakan bentuk abstraktif (bentuk figuratif
yang digayakan atau diubah bentuknya) dan memiliki corak imitatif (tiruan dari bentuk alam : manusia),
bentuk manusia dari bentuk patung Sigale-gale yang asli berbahan kayu yang mengalami perubahan
bentuk dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi(pembiasan), dan stilisasi (penggayaan) dan
berlaku pada bagian-bagian wajah patung. Henrizal Batubara menyesuaikan tehnik dan metode yang
digunakan dalam membuat patung berdasarkan berbagai bahan yang dipakai yaitu tehnik curving
(memahat) dan assembling (merakit). Henrizal menerapkan metode subtraktif (mengurangi bahan dengan
cara memotong, menatah).Fungsi simbolis patung Sigale-gale 9192versi Henrizal Batubara terlihat pada
pakaian patung yang menggunakan warna-warna yang menjadi simbol identitas suku Batak Toba
meskipun terdapat pergeseran fungsi dari patung Sigale-gale berbahan kayu. Merah simbol kehidupan,
putih simbol debata (Mula Jadi Nabolon) dan hitam simbol orang yang sudah mati. Fungsi kreativitas
dalam hal ini, kreativitas Henrizal untuk membuat patung Sigale-gale didapat dari pendidikan non formal
dibawah bimbingan Winarto Kartupat. Kemudian kreativitas yang ada pada Henrizal terus dieksplornya
pada patung Sigale-gale versinya.Fungsi tontonan atau pamer memiliki tujuan agar banyak masyarakat
yang melihat dan menyampaikan pesan dari sebuah pertunjukkan. Fungsi tontonan pada sebuah
pertunjukkan tari Sigale-gale dengan patung Sigale gale (garapan baru) sebagai properti tari dapat
menjadi sarana untuk menyampaikan pesan Ben Pasaribu selaku penggagas terciptanya patung Sigale-
gale (garapan baru).

• Saran

Teori fenomenologi bertujuan sebagai sudut pandang yang netral dan objektif, ada nya fakta dan
makna di balik setiap objek. Seperti contoh patung sigale-gale diangkat dari kisah nyata dengan
mengadakan penelitian yang cukup lama sehingga kisah tersebut di anggap relavan bagi masyarakat
khususnya masyarakat toba Sehingga budaya ini tetap dilestarikan dan dianut oleh kepercayaan batak
toba, oleh sebab itu sebagai pendatang kita harus menghargai budaya adat lain.

10

Anda mungkin juga menyukai