Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL BOOK REVIEW

DISUSUN OLEH

Nicolas Tobing [2233131029]

DOSEN PENGAMPU

Dr. SUDIRMAN, S.E., M.Pd.

PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga tugas
Critical Book Report ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen yang sudah memberikan tugas ini.
Dengan harapan semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi tugas ini
agar menjadi lebih baik lagi. Semoga pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan tugas ini.

Medan, 23 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… ii

IDENTITAS BUKU……………………………………………………………………. 4

BAB I

PENDAHULUAN………………………………………………………………………. 5

1.1 LATAR BELAKANG …………………………………………………….. 5

1.2 TUJUAN……………………………………………………………………. 5

1.3 MANFAAT…………………………………………………………………. 5

BAB II

RINGKASAN BUKU………………………………………………………………….... 6

2.1 BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN……………………………….……..…. 6

BAB III

PEMBAHASAN………………………………………………………..……………… 21

3.1 KELEBIHAN BUKU……………………………………………………… 21

3.2 KEKURANGAN BUKU………………………………………………….. 21

PENUTUP……………………………………………………………………………… 21

3
IDENTITAS BUKU

1. BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN

Judul Buku : Filsafat Pendidikan

Nama Pengarang : Dr. Edward Purba, MA

Prof. Dr. Yusnad, MS

Penerbit Buku : UNIMED Press

Tahun Terbit : 2017

Jumlah Halaman : 170 Halaman

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Critical Book Report merupakan suatu tugas dimana mahasiswa dituntut untuk mengkritik
dan mengulas isi buku. Dalam membuat critical book report diperlukan ulasan terhadap isi buku,
ditinjau dari berbagai segi ulasan yang dilakukan didasarkan pada argumentasi dan bukti yang
dipertanggungjawabkan.

Untuk mengulas sebuah buku, kita dapat memperolehnya melalui membaca terlebih dahulu
sub bab materi yang akan dikritik.

1.2 Tujuan
1. Mengulas buku materi dengan cara mengkritiknya.
2. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan pada buku.
3. Mengetahui keunggulan dan kelemahan buku.
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan di atas, dapat ditarik beberapa manfaat penulisan
critical book report (CBR) sebagai berikut:
1. Mengulas buku dengan lebih rinci
2. Mengetahui kelebihan pada buku.
3. Mengetahui kekurangan pada buku.

5
BAB II
RINGKASAN BUKU
2.1 RINGKASAN BUKU
BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Pengertian Filsafat
Banyak pengertian filsafat yang telah dirumuskan oleh para pakar. Antar pakar yang satu
dengan pakar filsafat yang lainnya sering kali berbeda pandangan, dan jumlah pengertian filsafat
yang dirumuskan hampir sama banyaknya dengan jumlah ahli filsafat itu sendiri. Dengan
demikian, dalam memahami pengertian filsafat dapat ditelusuri dari dua sudut pndang, yakni
sudut pandang etimologi dan terminologi.

1. Pengertian Filsafat Berdasarkan Etimologi

Kata filsafat yang dalam bahasa Inggris Philosophy, dan dalam bahasa Arab Falsafash, yang
keduanya berasal dari bahasa Yunani, Philosophia. Philosophia terdiri dari dua suku kata yakni
philien dan Sophia; philien berarti cinta (love) dan Sophia berarti kebijaksaan (wisdom).
Sehingga secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Pythagoras (582-496) adalah orang yang pertama menggunakan kata filsafat
yang artinya pada saat itu belum jelas. Kemudian pengertian filsafat itu diperjelas para ahli
berikutnya seperti oleh kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM)

2. Pengertian Filsafat Berdasarkan Terminologi

Velasquez (2005:4) menjelaskan bahwa filsafat diawali dengan adanya keraguan-keraguan.


Keraguan-keraguan keraguan yang terjadi menimbulkan banyak hal yang dipertanyakan seperti,
kita ragu mengapa kita ada di sini, siapa kita sebenarnya, adakah Tuhan dan bagaimanakah
Tuhan itu, apakah kehidupan ada sesudah meninggal, apa moral yang benar dan yang tidak
benar, dan yang lain-lainnya. Keraguan keraguan dan pertanyaan ini muncul sejak manusia ada
ada (begin early in our lives) bahkan sesudah anak mulai belajar berbicara menggunakan kata
selalu mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Pengertian terminologi maksudnya adalah arti yang dikandung oleh istilah atau kata filsafat
itu sendiri. Pengertian yang dikemukakan para ahli tidak sama sesuai dengan pandangan para
ahli tersebut. Berikut ini beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ahli (Surajiyo, 2008,3-4;)

a. Plato

6
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli
(Plato 427-347 SM) adalah seorang sahabat dan murid dari Socrates, ia telah mengubah
pengertian kearifan (Sophia) yang awalnya berkaitan dengan soal-soal praktis dalam
kehidupan menjadi pemahaman intelektual. Dia menegaskan filsafat adalah pengetahuan
yang berminat mencapai kebenaran asli (vision of truth) dari sisi lain, ia juga mengatakan
filsafat sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau yang berarti bagi
hidup dan mengarahkannya untuk mencapai ide-ide abadi. Makanya kebijaksanaan itu
berada dalam dua bidang, yaitu berpikir dan berbuat. Kebijaksanaan berpikir itulah
filsafat dan kebijaksanaan berbuat merupakan bidang tassawuf (Anwar, 2014)
b. Aristoteles
Filsafat Aristoteles secara umum dapat dianggap sebagai filsafat yang berupaya
menengahi Kesenjangan antara apa yang ada dalam pikiran dan apa yang ada di dalam
realitas. Dia meyakini bahwa abstraksi menjadi pembentuk kategori yang dapat
diterapkan pada objek pemikiran menurutnya filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi politik, dan estetika (filsafat keindahan).
3. Tujuan dan Ciri-Ciri Pikiran Kefilsafatan
a. Tujuan
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena secara
mendalam. Filsafat ingin menembus hingga inti masalah dengan mencari manakah
faktor-faktor yang fundamental yang membentuk adanya sesuatu, namun hal ini dibatasi
oleh sejauh kemampuan manusia dalam menemukannya sebab filsafat tidak akan
membicarakan yang jelas berada di luar jangkauan akal budi yang sehat. Sedangkan
filsafat itu integral berarti mempunyai kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan
yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi filsafat ingin memandang objeknya secara
keseluruhan (Surajiyo, 2008,6-7)
b. Ciri-Ciri Pikiran Kefilsafatan
Filsafat merupakan pemikiran tentang hal-hal serta proses-proses dalam hubungan yang
umum bersifat sistematis universal, radikal, rasional, menyeluruh koheren, konseptual,
bebas dan bertanggung jawab. Filsafat merupakan hasil menjadi-sadarnya manusia
mengenai dirinya sebagai pemikir dan menjadi-kritisnya manusia terhadap diri sendiri
sebagai pemikir di dalam dunia yang dipikirkannya. Dengan filsafat seseorang tidak akan
menganggap suatu masalah yang manapun sebagai hal yang sepele, tidak akan mudah
dipengaruhi oleh suatu suasana yang kebetulan terdapat pada suatu waktu tertentu,
menjadi bersikap bebas, dapat mengatasi suatu prasangka tertentu menjadi bersikap jujur,
akan mempertanyakan mengenai isi kebenaran suatu perbuatan tertentu dan pada
akhirnya akan menemukan kebenaran. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat
hakiki dan mendalam, namun masih relatif dan subjektif. Kedua sifat terakhir ini tidak
mungkin dapat dihindarkan karena adanya sifat-sifat alamiah pada subjek yang
melakukan aktivitas filsafat itu sendiri yaitu, manusia sebagai subjek selalu dalam proses

7
perkembangan baik jasmani dan rohani terutama pada subjek yang selalu cenderung
memiliki watak subjektifitas akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan subjektifitas pula,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif
(kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman
dan peradaban manusia) bagaimanapun penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap
benar itu masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu, sebaliknya sesuatu yang
dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa pada zaman tertentu mungkin akan
berbeda pada zaman atau masa berikutnya sehingga sesuatu yang lumrah jika pengertian
filsafat selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
4. Alasan Berfilsafat

Manusia sebagai makhluk berpikir selalu berusaha untuk mengetahui segala sesuatu, tidak
mau menerima begitu saja apa adanya, selalu ingin tahu apa yang ada di balik yang dilihat dan
diamati. Segala sesuatu yang dilihatnya dialaminya dan gejala yang terjadi di lingkungannya
selalu dipertanyakan dan dianalisis atau dikaji. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk
berfilsafat yakni:

a. Keheranan
Banyak filsuf berpendapat bahwa awal mulanya filsafat adalah timbulnya rasa heran atau
kagum pada manusia. Misalnya Plato mengatakan; maka kita memberi pengamatan
bintang-bintang, matahari, dan langit penguatan ini memberi dorongan untuk menyelidiki
dari penyelidikan inilah berasal filsafat
b. Kesangsian
Filsuf-filsuf seperti Augustinus (254-430 SM) dan Rene Descartes (1596-1650 M)
berpendapat bahwa kesaksian itu merupakan sumber utama pemikiran atau penyelidikan
pada saat manusia melihat atau berhadapan dengan sesuatu yang baginya merupakan
sesuatu yang baru, maka akan timbul rasa heran yang diikuti dengan keraguan keraguan
atau rasa sanksi. Rene Descartes sangat terkenal dengan ucapannya yang dia katakan
'cogito ergo sum' yang berarti saya berpikir maka saya ada. Tetapi yang dimaksud
Descartes dengan berpikir adalah 'menyadari' jika saya saksikan, saya menyadari bahwa
saya sangsikan. Manusia heran tetapi kemudian ragu-ragu, Apakah ia tidak ditipu oleh
panca indranya kalau ia heran? Apakah yang kita lihat itu benar sebagaimana adanya?
sikap ragu-ragu atau menyaksikan merupakan awal timbulnya dorongan untuk
menemukan agar keragu-raguan dan Kesangsian dapat terjawab
c. Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah
terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya, manusia merasa bahwa ia sangat
terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan
kesadaran dan keterbatasan dirinya,manusia mulai berfirasafat ia mulai memikirkan
bahwa di luar dirinya yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas
5. Peranan Filsafat

8
Filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia filsafat dalam
memerankan tiga peran utama dalam sejarah pemikiran manusia ketiga peran tersebut adalah:

a. Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektual manusia terkurung dalam tradisi dan kebiasaan pikiran
manusia terbuai dengan hanya menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan
takhayul tanpa persoalannya lebih lanjut. Orang Yunani yang dikatakan memiliki suatu
rasionalitas yang luar biasa juga pernah percaya kepada dongeng dan takhayul, keadaan
ini berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu dan tembok tradisi
yang begitu sakral dan selama ini tidak boleh tidak diterima penduduk. Pendobrakan itu
membutuhkan waktu yang cukup lama atau panjang namun telah membuahkan hasil yang
mencengangkan, yakni terjadi perubahan dalam pandangan dan sikap manusia tentang
sesuatu
b. Pembebas
Kehadiran filsafat bukan hanya pendobrak pintu palang yang mempertahankan tradisi dan
kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos, filsafat membebaskan manusia dari
belenggu cara berpikir yang mistis dan dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Filsafat
telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan
kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak tidak jernih, cara
berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima berbagai kebenaran semu
yang menyesatkan.
c. Pembimbing

Filsafat membimbing manusia dari cara berfikir yang

• Mistis dan mite dengan membimbing manusia untuk berfikir secara rasional
• Picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berfikir secara luas dan
mendalam,
• yakni berfikir secara universal sambil berupaya mencapai 'radix' dan menemukan
esensi suatu permasalahan
• Tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
sistematis dan logis
• Utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berfikir secara
integral dan koheren

B. Pengertian Filsafat Pendidikan

9
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pendidikan merupakan usaha sadar dan
penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing dan mengarahkan peserta didik
dengan berbagai problema atau persoalan dan pertanyaan yang mungkin timbul dalam
pelaksanaannya. Pendidikan sebagai proses dan sebagai hasil dalam pelaksanaannya sangat
memerlukan adanya pekerjaan yang mendalam dan komprehensif agar proses untuk mencapai
hasil yang dicapai dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai manusia mulia.

Filsafat pendidikan dalam arti luas menurut Mudyahardjo (2004, 5) dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu:

1. Filsafat praktik pendidikan yaitu analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana
seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia
2. Filsafat ilmu pendidikan yaitu analisis kritis dan komprehensif tentang pendidikan dan
konsep-konsep psikologi pendidikan yang berkaitan dengan teori-teori belajar
pengukuran pendidikan prosedur-prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum dan
sebagainya yang akhirnya dapat menjadi teori pendidikan

Jamaluddin dan Idi (1997) menjelaskan bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan
normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma atau ukuran
tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan
kehidupannya. Menurut Al-Syaibany (1970,30) filsafat pendidikan adalah pelaksanaan
pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu
segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-
prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis

BAB II

FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Filsafat sebagai pandangan hidup di sisi nilai-nilai dan kebenaran yang dijunjung tinggi oleh
penganutnya sekaligus merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dalam
kehidupan manusia, masyarakat, dan bangsa. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi
menanamkan dan mewariskan sistem-sistem norma, tingkah laku, perbuatan yang didasarkan
pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan
(termasuk guru di dalamnya) dalam suatu masyarakat, untuk menjamin agar pelaksanaan
pendidikan efektif maka dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas
normatif dan pedoman pelaksanaan.

10
Menurut John Dewey, filsafat merupakan teori umum sebagai landasan semua pemikiran
umum mengenai pendidikan. Hasan Langgulung (dalam Jalaluddin, 1997, 22) berpendapat
bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang
pengalaman manusia yang disebut pendidikan.

Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran sebagai hasil pengkajian secara teratur dan
mendalam yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan
menyelaraskan dan mengharmoniskan guna menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang akan
dicapai. Filsafat menemukan ide-ide, nilai-nilai, dan cita-cita yang lebih baik dan pendidikan
merupakan kegiatan untuk merealisasikan ide-ide menjadi kenyataan berupa tingkah laku,
perbuatan, bahkan membina kepribadian manusia.

BAB III
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Dalam filsafat terdapat berbagai aliran sehubungan dengan itu maka dalam filsafat
pendidikan pun terdapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam filsafat. Berikut ini
aliran filsafat pendidikan yang didasarkan pada empat aliran pokok tentang realita dan fenomena
yaitu
1. Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme berpendirian bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan ide-ide atau spirit,
segala benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah aktivitas
kejiwaan. Dunia ini dipandang bukan hanya sebagai mekanisme, tetapi dipandang bahwa sistem
dunia adalah keseluruhan totalitas unsur material yang tetap ada tetapi hanya merupakan bagian
yang saling bersangkut paut dengan keseluruhan dan segala penampakan secara materi hanya
manifestasi daripada aktivitas jiwa-jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam susunan
keseluruhan.
Inti dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih
tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan manusia roh ini pada dasarnya dianggap suatu
hakikat yang sebenarnya sehingga benda atau materi disebut dengan penjelmaan dari roh atau
sukma. Menurut paham idealisme, guru harus membimbing atau mendiskusikan dengan peserta
didik bukan prinsip-prinsip eksternal melainkan sesuai kemungkinan-kemungkinan (bhatin) yang
perlu dikembangkan juga harus diwujudkan . Socrates, Plato dan Kant berpendapat bahwa
pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri peserta didik
bukan dimasukkan atau dijejalkan ke dalam diri peserta didik (Uyoh, 2003)
2. Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996:126) menarik garis pemisah yang
tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui , dan pada umumnya cenderung ke arah

11
dualisme atau monisme materialistik. Seorang pengikut materialisme mengatakan bahwa jiwa
dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya sudah tentu dapat juga sama-sama dikatakan
"jiwa adalah materi" seperti halnya mengatakan "materi adalah jiwa".
Sistem kefilsafatan realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara ada hal-hal yang
adanya terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri dan yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh
seseorang.
Definisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran suatu gagasan
mengenai barang (sesuatu) ialah menentukan apakah gagasan itu benar-benar memberikan
pengetahuan kepada kita mengenai barang (sesuatu) itu sendiri, ataukah dengan mengadakan
perbedaan antara apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya
3. Filsafat Pendidikan Materialisme
Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan di
mana benda merupakan sumber segalanya sedangkan yang dikatakan materialistis
mementingkan kebendaan yang menurut materialisme (Poerwadarminta, 1984:638). Aliran ini
berpikir bagaimana adanya kenyataannya, aliran ini memberikan suatu pertanyaan bahwa segala
sesuatu yang ada di semua alam ini adalah yang dapat dilihat atau diobservasi baik wujudnya
maupun gerakan-gerakannya serta peristiwa-peristiwanya.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata "pragma" yang berarti praktik atau berbuat. Hal ini
mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa
yang dapat dilakukan manusia dan lingkungannya, berdampingan dan mempunyai tanggung
jawab yang sama terhadap realitas. Manusia selalu berubah dan berkembang, dan perkembangan
tersebut berlangsung terus-menerus, Karena itu manusia hidup dalam keadaan "menjadi"
(becoming) secara terus-menerus (on goingness)
Pandangan pendidikan menurut pandangan pragmatisme bukan merupakan suatu proses
pembentukan dari luar dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten
dengan sendirinya (unfolding), melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi
dari pengalaman-pengalaman individu; yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari
pengalamannya. Hidup adalah belajar dan kehidupan itu adalah pembelajaran, dengan hidup
berarti manusia selalu mengadakan retropeksi apa yang dilakukan supaya hidup yang dihidupi
menunjukkan harkat dan martabat sebagai manusia mulia dan kehidupan itu sendiri
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Eksistensi adalah cara manusia ada di dunia (Sadulloh 2003). Cara berada manusia berbeda
dengan cara beradanya benda-benda materi, cara beradanya manusia adalah hidup bersama
dengan manusia lain ada kerjasama dan komunikasi dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-
benda materi keberadaannya berdasarkan ketidaksadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat
berkomunikasi antara satu dengan yang lain ada beberapa pandangan penganut filsafat ini
sehubungan dengan eksistensi yakni

a. Eksistensi adalah cara manusia berada hanya manusia lah yang bereksistensi manusia lah
sebagai pusat perhatian sehingga bersifat humanistis

12
b. Bereksistensi tidak statis tetapi dinamis, yang berarti menciptakan dirinya secara aktif
merencanakan berbuat dan menjadi
c. Manusia dipandang selalu dalam proses, menjadi belum selesai dan terbuka serta
realistis. Namun demikian manusia terikat dengan dunia sekitarnya terutama sesama
manusia

Sikun pribadi. 1971 (Sadulloh. 2003) mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan


pendidikan sangat berhubungan erat karena keduanya sama-sama membahas masalah yang sama
yakni manusia, hubungan antar manusia, hidup, hakikat kepribadian, dan kebebasan.

6. Filsafat Pendidikan Progresivisme

Menurut penganut aliran ini bahwa kehidupan manusia berkembang terus-menerus dalam
suatu arah yang positif. Apa yang dipandang benar sekarang belum tentu benar pada masa yang
akan datang, untuk itu peserta didik harus diperlengkapi dengan strategi-strategi menghadapi
kehidupan masa mendatang dan pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi
permasalahan-permasalahan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran
yang relevan pada masa itu.

Guru atau pendidik harus berperan sebagai pemimpin dan fasilitator agar peserta didik
terdorong dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal-hal yang
penting bagi kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi.
Guru atau pendidik harus memfasilitasi peserta didik agar memiliki kesempatan yang luas untuk
bekerja sama atau kooperatif di dalam kelompok memecahkan masalah yang dipandang penting
oleh kelompok bukan oleh guru dalam kelompoknya.

Dalam praktek pelaksanaan pembelajaran hendaknya diberikan kesempatan yang seluas-


luasnya pada peserta didik untuk menemukan pengalaman-pengalaman yang tepat dalam belajar
seperti kunjungan lapangan, proyek kelompok kecil, simulasi, bermain peran, eksplorasi internet,
dan aktivitas lainnya yang menimbulkan pengalaman yang berharga pada peserta didik yang
dapat digunakan pada masa yang akan datang.

7. Filsafat Pendidikan Perenialisme

Perenialisme mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral, intelektual, dan
sosio-kultural. Untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan kembali kepada nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu dan pada
abad pertengahan. Berhubungan dengan itu, dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha
untuk mengamankan lapangan moral, intelektual, dan lingkungan sosio-kultural yang lain.

13
Perenialisme mengambil jalan regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan
lain kecuali kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan
zaman kuno dan abad pertengahan

8. Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensi (essence) ialah hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari suatu
sebagai satuan yang konseptual dan akali. Esensi (essence) adalah apa yang membuat sesuatu
menjadi apa adanya. Esensi mengacu pada aspek-aspek yang lebih permanen dan mantap dari
sesuatu yang berlawanan dengan yang berubah-ubah, parsial, atau fenomenal.

Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang dapat berkembang
dengan baik apabila dilibatkan secara aktif, dengan penuh semangat dan motivasi dalam aktivitas
pembelajaran. Pendidikan di sekolah harus bersifat logis dan praktis guna dapat mempersiapkan
mereka hidup dalam masyarakat. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk
mempersiapkan peserta didik untuk hidup kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan membaca, menulis, berhitung dan berbicara terutama
dikembangkan dalam pendidikan dasar

9. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresivisme
dalam pendidikan tidak cukup kalau individu belajar hanya dari pengalaman-pengalaman
kemasyarakatan di sekolah sekolah bukan hanya masyarakat dalam ukuran mikro sekolah
haruslah mempelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang diinginkan Sesuai dengan
perkembangan hidup dan kehidupan sebagai konsekuensi perkembangan ilmu seni dan teknologi

Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan masalah-
masalah sosial ekonomi dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya nasional regional akan
tetapi juga secara global. Peserta didik juga harus dibekali dengan kemampuan untuk dapat
memecahkan masalah-masalah tersebut, sehingga guru harus dapat membangun timbulnya
kesadaran bagi peserta didik akan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan membantu
mereka agar mampu mengidentifikasi masalah-masalah tersebut dan mampu juga untuk
memecahkannya sehingga mereka memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi manusia dalam hidupnya.

14
BAB IV
FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

A. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia, Masyarakat, Pendidikan, dan Nilai

Pancasila merupakan dasar dari pembentukan negara Indonesia sebagaimana yang


dikemukakan oleh Bung Karno di dalam lahirnya Pancasila. Oleh sebab itu setiap warga negara
wajib mengikuti dan menghormati nilai-nilai tersebut dan secara kolektif ingin mewujudkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya.

1. Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Manusia

Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat bangsa dan negara
Indonesia memandang bahwa manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
yang diajukan kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial. Manusia memiliki pribadi yang monopluralis
yakni jasmani-rohani, individu-sosial, berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang religius. Pribadi
manusia itu harus dipelihara dan dikembangkan dengan baik secara bersama-sama dalam
kesatuan yang seimbang harmonis dan dinamis melalui pendidikan. Pendidikan dalam praksis
dan praktek pelaksanaannya harus memperhatikan kodrati manusia yang monopluralis, setiap
aktivitas pendidikan dimaksudkan untuk memelihara dan mengembangkan kemanusiaan
manusia.

Ketimpangan-ketimpangan atau kesenjangan- kesenjangan yang terjadi harus diminimalisir


dan bahkan harus dihilangkan untuk mencapai tujuan sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini,
manusia membutuhkan manusia lainnya yang berarti manusia harus hidup saling membantu
dalam keberagaman dan latar belakang yang berbeda-beda

2. Pandangan Filsafat Pancasila Terhadap Masyarakat

Aktualisasi nilai filsafat pancasila dalam membangun diformulasikan dalam konsep


pembangunan manusia Indonesia seutuhnya hal ini mengidentifikasikan bahwa manusia
Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke, tinggal di kota di pedalaman, mendiami pulau
besar dan kecil adalah satu yang diikat oleh nilai-nilai Pancasila. Hakikat rakyat adalah bela
negara dan berdaulat, perbedaan yang ada dalam masyarakat adalah sebagai asset dasar untuk
membangun kebhinekaan, kesatuan, langkah dan perbuatan menuju masyarakat adil, makmur,
dan berdaulat

15
3. Pandangan Filsafat Pancasila Terhadap Pendidikan

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa


pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat bangsa dan negara.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 BAB II Pasal 3 dijelaskan tujuan
pendidikan sebagai berikut; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

4. Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai

Menurut Kaelan, 2000 (dalam Surajiyo, 2008, 161) menjelaskan bahwa Pancasila merupakan
satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas
moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sila-sila dalam
Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek seperti berikut ini:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan
sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, sila ini menekankan bahwa pembangunan dan
pelaksanaan pendidikan harus menjaga keseimbangan antar daerah keberadaan
masyarakat dan warga negara letak dan jarak atau geografis sehingga dapat tercapai
berdiri sama tinggi duduk sama rendah dan bahu membahu membangun bangsa ini
3. Sila Persatuan Indonesia, sila ini memberikan kesadaran bagi bangsa Indonesia bahwa
rasa nasionalisme merupakan modal dasar dari persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai
kesatuan dan persatuan mengikat bangsa Indonesia dalam membangun seperti semboyan
bersatu kita teguh bercerai kita runtuh
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan; mendasari bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan
untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan potensinya, masing-masing warga negara
menghormati kebebasan berkarya demi kemajuan dan perkembangan bangsa yang
berdasarkan Pancasila
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sila ini mengandung nilai bahwa
manusia Indonesia harus menjaga keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan
masyarakat bangsa, dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya

16
BAB V
HAKEKAT ILMU PENDIDIKAN
A. Hakekat Pendidikan

Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah
kedewasaan dan kematangan arti kedewasaan dalam konotasi ini sangat luas tidak terbatas hanya
pada usia kalender mereka lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap, nalar baik yang
intelektual maupun emosional sosial, dan spiritual.

Upaya belajar untuk mampu menghadapi perubahan dan permasalahan dalam kaitan ini maka
pengertian pendidikan adalah mempersiapkan seseorang agar dia dapat mandiri mengatasi
perubahan dan masalah-masalah kehidupan yang akan dihadapinya. Jenis-jenis tujuan
pendidikan dapat dibedakan menurut luas dan sempitnya isi tujuan itu, secara hirarki tujuan
pendidikan dapat dirumuskan menjadi

• Tujuan Pendidikan Nasional, tujuan ini berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang
diselenggarakan oleh negara, tujuan pendidikan nasional atau negara Indonesia tercantum
dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab
• Standar Kompetensi Lulusan, tujuan ini merupakan tujuan masing-masing lembaga atau
jenis dan tingkatan sekolah, tujuan ini tercantum dalam kurikulum sekolah atau lembaga
pendidikan yang menggambarkan perilaku atau performa yang harus dimiliki peserta
didik setelah selesai belajar di sekolah tersebut
• Kompetensi Inti, kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas
atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar
• Kompetensi Dasar, kompetensi dasar merupakan tingkat kemampuan dalam konteks
muatan pembelajaran pengalaman belajar atau mata pelajaran yang mengacu pada
kompetensi, tujuan ini merupakan tujuan masing-masing bidang studi atau mata
pelajaran. Tujuan ini merupakan tujuan yang akan dicapai setelah mengikuti
pembelajaran tertentu berapa topik atau tema tertentu
• Indikator, karena tujuan inilah yang harus langsung dimiliki peserta didik setelah selesai
pembelajaran, maka perumusan tujuan ini harus jelas, spesifik, terukur yang berupa hasil
belajar perilaku atau performa peserta didik yang mencakup aspek sikap spiritual, sikap
sosial, pengetahuan, dan keterampilan

17
1. Aliran-Aliran Pendidikan

Berikut ini akan dibahas tentang pendapat para ahli tentang pelaksanaan pendidikan terhadap
anak yang dikemukakan dalam beberapa aliran berikut ini

a. Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer filsuf bangsa Jerman (1788-1860) yang
berpendapat bahwa manusia lahir dengan pembawaan baik dan buruk. Perkembangan
manusia telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir, lingkungan
tidak mempunyai peran apa-apa pembawaan yang menentukan. Menurut kaum nativisme,
pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan, kata lain pendidikan tidak
mempunyai arti apa-apa, merupakan pekerjaan yang sia-sia
b. Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J. J. Rousseau seorang filsuf bangsa Prancis (1712-1778).
Beliau berpendapat dalam bukunya, semua manusia yang baru lahir mempunyai
pembawaan yang baik, tidak ada seorang pun lahir dengan pembawaan yang buruk.
Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang
diterimanya atau yang dipengaruhinya. Jika pengaruh/pendidikan itu baik, akan menjadi
baiklah ia, akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya
c. Empirisme
Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan penganut aliran nativisme, karena
mereka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa sama
sekali ditentukan oleh lingkungannya. Dalam hal ini, pengalaman sangat menentukan
perkembangan anak. John Locke (1632-1704) seorang filsuf bahasa Inggris yang
berpendapat bahwa manusia lahir ke dunia ini sebagai kertas kosong, bersih, putih atau
sebagai sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa) yang belum ada tulisan di atasnya. Jadi
menurut John Locke, manusia lahir ke dunia tanpa pembawaan
d. Konvergensi
Toko aliran atau teori ini adalah William Stern, seorang ahli ilmu jiwa bangsa Jerman
(1871-1939) ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya
menentukan perkembangan manusia. William berpendapat bahwa aliran nativisme dan
empirisme masing-masing terlalu ekstrem kepada pengaruh bawaan atau bakat dan
lingkungan atau pendidikan keduanya mengandung kebenaran dan juga ketidakbenaran,
kenyataan menunjukkan dan telah diakui oleh ilmu pengetahuan bahwa pembawaan dan
lingkungan sama-sama memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan

18
anak. Beliau juga menggambarkan bahwa hasil pertemuan dan perkembangan bergantung
pada pembawaan dan lingkungan

B. Pendidikan Karakter

Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menjelaskan


bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Aqib dan Sujak (2011:2) menjelaskan bahwa berdasarkan beberapa penelitian di luar negeri
bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis
(hard skill) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft
skill). Selanjutnya dinyatakan bahwa keberhasilan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill
dan sisanya 80% oleh soft skill

C. Hakekat Masyarakat

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dan
bahkan merupakan hasil dari proses penyelenggaraan pendidikan, proses pendidikan
menghasilkan perkembangan, pertumbuhan hidup dan kehidupan manusia sebagai konsekuensi
dari kemajuan ilmu dan teknologi serta munculnya teknokrat-teknokrat hasil proses pendidikan
yang merancang dan melaksanakan pembangunan dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat sangat tergantung pada perkembangan tatanan
kehidupan masyarakat yang sudah semakin menyadari fungsi dan peranan masing-masing
anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga demokrasi semakin
menampak dalam kehidupan masyarakat. Demikian juga pengaruh globalisasi sejalan dengan
perkembangan teknologi informasi seolah-olah tidak ada lagi batas atau sekat antar negara

D. Landasan-Landasan Pendidikan

Pendidikan sebagai proses kegiatan pemberdayaan peserta didik menjadi sumber daya
manusia yang berguna untuk dirinya sendiri, lingkungan, masyarakat, bangsa, dan negara harus
dilandasi oleh nilai-nilai yang sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudi
diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa dan makhluk sosial budaya.

1. Landasan Agama
Agama sebagai landasan pendidikan bukan hanya berlaku pada pendidikan formal di
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi,
melainkan juga harus melandasi pendidikan dalam keluarga sebagai lembaga pendidikan
informal dan dalam pendidikan masyarakat atau pendidikan nonformal.
2. Landasan Filsafat

19
Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya perbedaan arah pendidikan yang
diberikan kepada peserta didik. Pandangan hidup terdapat pada masing-masing individu,
namun ada pandangan hidup suatu kelompok orang atau masyarakat dan ada pandangan
hidup suatu bangsa atau negara tentunya. Dalam pelaksanaan pendidikan tidak dipakai
pandangan hidup individu melainkan pandangan hidup bangsa untuk menentukan arah
dalam pelaksanaan pendidikan serta tujuan yang akan dicapai masyarakat bangsa dan
negara sebagai tujuan nasional
3. Landasan Sosiologi
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan atau interaksi antara pendidik dengan peserta
didik antara guru dengan musik dan serta sekolah lainnya pergaulan itu terjadi dalam
situasi formal yaitu dalam proses pembelajaran di kelas maupun dalam situasi yang
kurang formal seperti pergaulan sewaktu istirahat, sewaktu acara perpisahan, acara
peringatan hari besar nasional ataupun hari besar keagamaan. Pergaulan dalam interaksi
proses belajar mengajar di sekolah adalah menyangkut hubungan antar manusia
menyangkut hubungan sosial sekolah sebagai suatu masyarakat kecil tidak lepas dari
kaidah-kaidah yang berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya, sehingga kaidah
mengenai hubungan antar manusia sosial berlaku juga bagi kehidupan masyarakat
sekolah
4. Landasan Hukum
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, oleh
sebab itu dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan ketentuan hukum dan peraturan
oleh negara atau pemerintah penyelenggaraan pendidikan harus didasarkan pada landasan
hak asasi manusia sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penyelenggara
pendidikan termasuk pendidik, guru, sebagai orang yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan perlu memahami landasan hukum penyelenggaraan
pendidikan. Dengan memahami landasan hukum mereka lebih siap menerima
penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan dan kemungkinan dapat diadakan inovasi
dalam pendidikan
5. Landasan Moral
Manusia yang menghendaki hidup damai aman tentram nyaman dan penuh kepuasan
serta sejarah modal dasar terletak pada kadar serta bobot moral (akhlak) yang melekat
pada dirinya. Menjadi individu yang dewasa dan berakhlak mulia bukan merupakan suatu
proses yang mudah dan sederhana, hal tersebut menuntut upaya dan perjuangan yang
sungguh-sungguh dari lingkungan pendidikan keluarga sekolah masyarakat dan pranata -
pranata lainnya itu harus terintegrasi dalam totalitas kehidupan manusia itu yang meliputi
mulia dalam berucap, mulia dalam bergaul, mulia dalam bergagasan, mulia dalam
bekerja, mulia dalam berbisnis, mulia dalam berpolitik, mulia dalam bergaul, mulia
dalam bermasyarakat (Nursid Sumaatmadja 2002:53)

20
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kelebihan Buku
# cover pada buku ini sangat bagus sehingga seseorang tertarik untuk membacanya
# penjelasannya isi buku sangat detail

3.2 Kekurangan Buku


# Bahasa nya sangat bertele tele sehingga seseorang bosan untuk membacanya
# Data buku tidak lengkap salah satunya nomor ISBN yang tidak ada

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Filsafat merupakan ilmu yang mempertanyakan sebab dan akibat dari sesuatu
yang memang harus di pikirkan dengan matang.
Secara singkat orang yang berfilsafat merupakan orang-orang yang
cinta kebijaksanaan. Banyak pendapat dari para ahli dalam menjelaskan apa
itu filsafat. Dari hasil saya mengkritik buku ini saya jadi lebih memahami
bagaimana filsafat yang sebenarnya. Tanpa kita sadari kita selalu berfilsafat.
Filsafat ada karena berpikir oleh sebab itu, saat kita berpikir kita bisa
dikatakan berfilsafat.
Dari hasil yang saya kritik saya menemukan keunggalan dari buku ini
ditulis dengan baik karena mengandung banyak pendapat para ahli,
menjelaskan kelemahan secara khusus. Dan menyadari tak ada gading yang
retak buku inipun memiliki kekurangan dalam materi yang dinilai materi
pembahasan yang kurang mendalam dan tidak spesifik dibandingkan
buku pembanding.

21
4.2 Saran
Isi dari buku filsafat pendidikan ini sangat lengkap akan tetapi, bahasa nya harus lebih
mudah
dimengerti lagi agar para pembaca tertarik untuk membacanya nya.
Dan sebaiknya data dari buku ini harus lengkap

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Edward Purba, Ma. (2023). Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed Press
Prof, Dr. Yusnadi, MS. (2023) Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed Press
Mahfuzi Irwan, S.Pd., M.Pd. (2023) Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed
Press

22

Anda mungkin juga menyukai