Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH METODOLOGI

PENELITIAN
“ Jenis Pendekatan Kualitatif Dan Sampling “

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Fitrianola Rezkiki, S.Kep,M.Kep

KELOMPOK 7 :
Fegi Ami Jefone
Yanastasya
Muhammad Ghufran

PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan petunjuknya kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah dengan judul “Jenis Pendekatan Penelitian Dan
Sampling Kualitatif “.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian
data dalam makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca.
Demikianlah makalah ini penulis susun. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf.

Bukittinggi, 2 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……....ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….....…....1
1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………..........1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………….2
1.3 TUJUAN PENULISAN……………………………………….……......2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….…….2
2.1 Pendekatan Fenomenology………………………………………….… 2
2.2 Pendekataan Grounded Theory…………………………………..….... 2
2.3 Pendekatan Etnografi…………………………………………….…… 3
2.4 Pendekatan Studi Kasus………………………………………..……... 4
2.5 Pendekatan Naratif……………………………………………………. 6
2.6 Sampling Purposeful………..………………………………………….7
2.8 Jenis Sample Pada Penelitian Kualitatif…………………………….… 7
2.9 Istilah Sample Atau Responded Kualitatif………...…………………. 8

BAB III PENUTUP………………………………………………………….……13


3.1 KESIMPULAN………………………………………………………...13
3.2 SARAN………………………………………………………...……….13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan fenomenologi


dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Moleong (2004:10-
13) menjabarkan sebelas karakteristik pendekatan kualitatif yaitu: menggunakan latar alamiah,
menggunakan manusia sebagai instrumen utama, menggunakan metode kualitatif (pengamatan,
wawancara, atau studi dokumen) untuk menjaring data, menganalisis data secara induktif,
menyusun teori dari bawah ke atas (grounded theory), menganalisis data secara deskriptif, lebih
mementingkan proses daripada hasil, membatasi masalah penelitian berdasarkan fokus,
menggunakan kriteria tersendiri (seperti triangulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci, dan
sebagainya) untuk memvalidasi data, menggunakan desain sementara (yang dapat disesuaikan
dengan kenyataan di lapangan), dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama oleh
manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

Oleh karena itu penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa
bertanya, menganalisis, dan mengkontruksi objek yang diteliti menjadi lebih jelas. Untuk itulah,
maka seorang peneliti kualitaif hendaknya memiliki ke mampuan brain, skill, keberanian, da
selalu menjaga networking, dan memilki rasa ingin tahu yang besar atau open mended.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana pendekatan fenomenology pada penelitian kualitatif?


b. Bagaimana pendekataan grounded theory pada penelitian kualitatif?
c. Bagaimana pendekatan etnografi pada penelitian kualitatif?
d. Bagaimana jenis pendekatan studi kasus pada penelitian kualitatif?
e. Bagaimana pendekatan naratif pada penelitian kualitatif?
f. Bagaimana sampling purposeful pada penelitian kualitatif?
g. Bagaimana jenis sample pada penelitian kualitatif?
h. Bagaimanaistilah sample atau responded kualitatif?
C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

a. Mengetahui pendekatan fenomenology pada penelitian kualitatif


b. Mengetahui Bagaimana pendekataan grounded theory pada penelitian kualitatif
c. Mengetahui Bagaimana pendekatan etnografi pada penelitian kualitatif
d. Mengetahui Bagaimana jenis pendekatan studi kasus pada penelitian kualitatif
e. Mengetahui Bagaimana pendekatan naratif pada penelitian kualitatif
f. Mengetahui Bagaimana sampling purposeful pada penelitian kualitatif
g. Mengetahui Bagaimana jenis sample pada penelitian kualitatif
h. Mengetahui Bagaimanaistilah sample atau responded kualitatif
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Pendekatan Penelitian Kualitatif

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan fenomenologi


dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Moleong (2004:10-
13) menjabarkan sebelas karakteristik pendekatan kualitatif yaitu: menggunakan latar alamiah,
menggunakan manusia sebagai instrumen utama, menggunakan metode kualitatif (pengamatan,
wawancara, atau studi dokumen) untuk menjaring data, menganalisis data secara induktif,
menyusun teori dari bawah ke atas (grounded theory), menganalisis data secara deskriptif, lebih
mementingkan proses daripada hasil, membatasi masalah penelitian berdasarkan fokus,
menggunakan kriteria tersendiri (seperti triangulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci, dan
sebagainya) untuk memvalidasi data, menggunakan desain sementara (yang dapat disesuaikan
dengan kenyataan di lapangan), dan hasil peneli tian dirundingkan dan disepakati bersama oleh
manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

B. Jenis Penelitian Kualitatif

1. Pendekatan fenomenologi
a. Pengertian fenomenologi
Merupakan studi yang berusaha mencari "esensi" makna dari suatu fenomena yang
dialami oleh beberapa individu. untuk menerapkan riset fenomenologis, peneliti bisa
memilih antara fenomenologi hermeneutik yaitu yang berfokus pada "penafsiran" teks-
teks kehidupan dan pengalaman hidup atau fenomenologi transendental dimana peneliti
berusaha meneliti suatu fenomena dengan mengesampingkan prasangka tentang
fenomena tersebut.
Prosedurnya yang terkenal adalah Epoche (pengurungan), yakni suatu proses di
mana peneliti harus mengesampingkan seluruh pengalaman sebelumnya untuk
memahami semaksimal mungkin pengalaman dari para partisipan.Analisisnya berpijak
pada horizonalisasi, di mana peneliti berusaha meneliti data dengan menyoroti
pernyataan penting dari partisipan untuk menyediakan pemahaman dasar tentang
fenomena tersebut.
b. Prosedur riset fenomenologis

Riset fenomenologis selalu berusaha untuk mereduksi pengalaman-pengalaman


personal ke dalam kesamaan pemaknaan atau esensi universal (essentializing) dari suatu
fenomena yang dialami secara sadar oleh sekelompok individu. Peneliti mengumpulkan
cerita dari sekelompok individu untuk dicari kesamaan maknanya.
Bila melakukan studi fenomenologi, maka cerita oral tentang pengalaman hidup
menjadi bentuk data primer yang wajib dikumpulkan. Untuk memperoleh data tersebut
tentu saja dibutuhkan keterbukaan informan untuk mengungkapkan apa yang dialaminya
di masa lalu. Beberapa langkah perlu dipahami ketika melaksanakan riset fenomenologis.
Merujuk pada pendapat pakar metodologi Creswell dalam pemaparan langkah-langkah
ini:

a) Peneliti memastikan bahwa apakah rumusan masalah yang dibuat relevan


untuk diteliti menggunakan pendekatan fenomenologis. Rumusan masalah
penelitian yang relevan menerapkan fenomenologi adalah masalah penelitian
dimana sangat penting untuk memahami pengalaman pribadi yang dirasakan
sekelompok individu terhadap suatu fenomena yang dialaminya. Pemahaman
terhadap pengalaman tersebut sekiranya nanti dapat membantu proses
mengembangkan kebijakan atau untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam terhadap fenomena yang diteliti.

b) Dalam menyusun masalah penelitian, peneliti menangkap fenomena untuk


dipertanyakan maknanya bagi sekelompok individu yang mengalaminya.
Misalnya, apa maknanya menjadi seorang profesional, apa maknanya menjadi
korban HIV/AIDS, apa maknanya kehilangan sesuatu atau orang yang
disayangi, dan lain sebagainya.

c) Peneliti sebagai manusia harus sejauh mungkin meninggalkan pengalaman


pribadinya terkait dengan fokus penelitiannya. Upaya ini disebut dengan
”bracket out”. Bracket out dilakukan untuk membantu peneliti memperoleh
pemahaman sedalam dan se-objektif mungkin fenomena yang dialami secara
personal oleh informan tanpa terkontaminasi oleh pengalaman peneliti
sendiri. Sebagai contoh studi fenomenologis tentang orang-orang yang baru
saja patah hati. Fenomenolog harus sejauh mungkin menginggalkan
pengalamannya patah hati, misalnya.

d) Data fenomenologis berupa narasi deskriptif yang dikumpulkan dari cerita


individu yang mengalami suatu fenomena yang diteliti. Data riset
fenomenologis diperoleh dari wawancara mendalam dengan sekelompok
individu. Jumlahnya tidak dapat ditentukan. Beberapa peneliti
merekomendasikan antara 5-25 orang. Pertanyaan yang diajukan seorang
fenomenolog bisa beragam. Tipikalnya, peneliti menanyakan tentang apa
yang dialami dan bagaimana fenomena tersebut bisa dialami.

e) Proses analisis data pada prinsipnya mirip dengan analisis kualitatif lainnya,
yaitu data ditranskrip, lalu dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti
melakukan koding, klastering, labelling secara tematik dan melakukan
interpretasi. Proses tersebut berlangsung bolak-balik sebagaimana analisis
data kualitatif pada umumnya.

f) Masing-masing tema yang muncul dalam proses analisis mengandung narasi


verbatim. Secara garis besar berupa deskripsi tekstual tentang apa yang
dialami oleh partisipan dan bagaimana mereka mengalaminya. Dari deskripsi
tekstual tersebut peneliti mendeskripsikan esensi universal dari fenomena
yang ditelitinya. Tipikal deskripsi tektual yang disusun dalam riset
fenomenologi adalah terdiri dari paragraf yang cukup panjang dan mendalam.

2. Pendekatan grounded theory


a. Pengertian

Studi grounded theory menekankan upaya peneliti dalam melakukan analisis


abstrak terhadap suatu fenomena, dengan harapan bahwa analisis ini dapat menciptakan
teori tertentu yang dapat menjelaskan fenomena tersebut secara spesifik. Grounded
theory  bisa dilakukan dengan berpijak pada pendekatan prosedur sistematis yang
memanfaatkan kausalitas, konsekuensi, coding selektif, dan sebagainya dari fenomena
yang diteliti atau prosedur konstruktivis yang memanfaatkan pengumpulan data dengan
cara memoing terhadap pandangan, keyakinan, nilai, atau idelogi daripara partisipan.
Prosedur grounded theory umumnya berpijak pada coding terbuka atas kategori data,
selanjutnya coding aksial di mana data disusun dalam suatu diagram logika, dan terakhir
mengidentifikasi konsekuensi dari proses coding tersebut, agar bisa sepenuhnya
mengembangkan suatu model teoritis tertentu.

b. Karakteristik Model Penelitian Grounded Theory
Ciri-ciri groundedtheory (dalam http://warungbelajarbebas.blogspot.com/2012/05/g
ounded theory.html) sebagaimana penjelasan Strauss dan Corbin adalah sebagai berikut:
a) Grounded theory dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil
pengembangan teori yang sudah ada.
b) Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data secara induktif bukan
secara deduktif seperti analisis data yang dilakukan pada penelitian kuantitatif.
c) Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar, harus dipenuhi 4 (empat)
kriteria yaitu:
a. cocok (fit), yaitu apabila teori yang dihasikan cocok dengan kenyataan
sehari-hari sesuai bidang yang diteliti.
b. dipahami
  (understanding), yaitu apabila teori yang dihasilkan
menggambarkan realitas (kenyataan) dan bersifat komprehensif, sehingga
dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti.
c. berlaku umum (generality), yaitu apabila teori yang dihasilkan meliputi
 

berbagai bidang yang bervariasi sehingga dapat diterapkan pada fenomena


dalam konteks yang bermacam-macam.
d. pengawasan (controll), yaitu apabila teori yang dihasilkan mengandung
 

hipotesis-hipotesis yang dapat digunakan dalam kegiatan membimbing


secara sistematik untuk mengambil data aktual yang hanya berhubungan
dengan fenomena terkait.
Dalam teori ini juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical
sensitivity) dari si peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si
peneliti yang memiliki pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang
diteliti, mempunyai pengalaman penelitian dalam bidang yang relevan.
Dengan pengetahuan dan pengalamannya tersebut si peneliti akan mampu
memberi makna terhadap data dari suatu fenomena atau kejadian dan
peristiwa yang dilihat dan didengar selama pengumpulan data.
Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori berdasarkan hasil
analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan dengan teori-
teori lain dapat disusun teori baru.
d) Kemampuan peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat diperngaruh
oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian dari bidang
yang relevan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan
si peneliti memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif terhadap kejadian-
kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang diteliti.

c. Prinsip- prinsip Penelitian Grounded Theory


Prinsip-prinsip grounded theory dalam http://warungbelajarbebas.blogspot.
com/2012/05/grounded-theory.html dikatakan sebagai metode ilmiah meliputi sebagai
berikut:
a) Perumusan Masalah
Pemilihan dan perumusan masalah merupakan pusat terpenting dari suatu
penelitian ilmiah. Dengan memasukkan semua batasan dalam perumusan masalah,
masalah tersebut memungkinkan peneliti untuk mengarahkan penyelidikan secara
efektif dengan menunjukkan jalan ke pemecahan itu sendiri. Dalam pengertian
nyata, masalah adalah separuh dari pemecahan.
b) Deteksi Fenomena
Fenomena stabil secara relatif, ciri umum yang muncul dari dunia yang kita lihat
untuk dijelaskan. Yang lebih menarik, keteraturan penting yang dapat dibedakan
ini kadang-kadang disebut “efek”. Fenomena meliputi suatu cakupan ontologis
yang bervariasi yang meliputi objek, keadaan, proses dan peristiwa, serta ciri-ciri
lain yang sulit digolongkan.
c) Penurunan Teori (theory Generation)
Menurut Gleser dan Strauss, grounded theory dikatakan muncul secara induktif
dari sumber data sesuai dengan metode “constant comparison” atau perbandingan
tetap. Sebagai suatu metode penemuan, metode perbandingan tetap merupakan
campuran pengodean sistematis, analisis data, dan prosedur sampling teoritis yang
memungkinkan peneliti membuat penafsiran pengertian dari sebagian besar pola
yang berbeda dalam data dengan pengembangan ide-ide teoritis pada level
abstraksi yang lebih tinggi, daripada deskripsi data awal.
d) Pengembangan Teori
Gleser dan Strauss memegang suatu perspektif dinamis pada konstruksi teori. Ini
jelas dari klaim mereka bahwa strategi analisis komparatif untuk pnurunan teori
meletakkan suatu tekanan yang kuat pada teori sebagai proses; yaitu, teori sebagai
satu kesatuan yang pernah berkembang, bukan sebagai suatu produk yang
sempurna.
e) Penilaian teori  (Theory Appraisal)
Gleser dan Strauss menjelaskan bahwa ada yang lebih pada penilaian teori
daripada pengujian untuk kecukupan empiris. Kejelasan, konsistensi, sifat hemat,
kepadatan, ruang lingkup, pengintegrasian, cocok untuk data, kemampuan
menjelaskan, bersifat prediksi, harga heuristik, dan aplikasi semua itu disinggung
sebagai kriteria penilaian yang bersangkutan.
f) Grounded theory yang direkonstruksi.
Sama halnya konstruksi suatu makalah yang merupakan kelengkapan suatu
penelitian dibandingkan perhitungan naratif penelitian tersebut, maka rekonstruksi
filosofis metode merupakan konstruksi yang menguntungkan.
Prinsip˗prinsip utama dari model penelitian Grounded Theory menurut Charmaz
(2006) yang dikuti oleh Pickard (Pickard, 2007: 157) dalam adalah:
a) Pertanyaan penelitian
b)  Pengumpulan dan analisa datasecra terus menerus
c) Melakukan proses sampling hingga membangun teori
d) Membangun kategori data dari data empiris
e) Mengembangkan teori pada setiap langkah pengumpulan dan analisa data
f) Melakukan “memo writing” sebagai cara untuk meningkatkan teori
d. Langkah- langkah Penelitian Grounded  Theory
Kategori inti yang diidentifikasi kemudian dikembangkan dan dirumuskan
menjadi teori. Selama melakukan penelitian, peneliti membuat catatan-catatan (memo)
untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan dengan data dan kategori-
kategori yang dikodekan.
a) Langkah Teoretisasi Penelitian Grounded
Karena tujuan akhir penelitian Grounded ialah untuk menghasilkan teori
berdasarkan data, maka terdapat tiga langkah penting untuk menghasilkan teori
tersebut, yaitu:
a. Konseptualisasi adalah langkah memahami data secara jeli untuk
melahirkan konsep. Caranya, semua data dibaca dengan cermat untuk
diperoleh kata-kata kunci. Dari kata-kata kunci akan diperoleh label secara
konseptual. Misalnya, konsep tentang “kepemimpinan”, “etos kerja”,
“idealisme”, “reward and punishment”  dan sebagainya.
b. Kategorisasi konsep. Jika konsep berangkat dari pelabelan data dari kata-
 

kata kunci, maka kategorisasi adalah tahap mengumpulkan konsep-konsep


secara lebih abstrak. Langkah untuk memperoleh kategori adalah dengan
cara mencari perbedaan dan persamaan masing-masing konsep. Data
dengan ciri-ciri yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok
kategori. Yang berbeda untuk sementara disingkirkan sambil mencari jika
ada data yang memiliki ciri-ciri yang sama lagi dalam pembacaan data
lebih lanjut.
c. Melahirkan proposisi. Proposisi adalah pernyataan yang mengandung
hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai atau benar atas
sesuatu yang relevan dengan keadaan di lapangan. Penyusunan konsep,
kategori, dan proposisi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan
teori, sebagai tujuan akhir dari grounded research.
b) Pengumpulan data dan penyampelan teoriti
Pada dasarnya instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory
adalah peneliti sendiri. Dalam proses kerja pengumpulan data itu, ada 2 (dua)
metode utama yang dapat digunakan secara simultan, yaitu observasi dan
wawancara mendalam (depth interview). Metode observasi dan wawancara dalam
Grounded Theory tidak berbeda dengan observasi dan wawncara pada jenis
penelitian kualitatif lainnya.
Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian
Grounded Theory dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan
fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory sangat
ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history)
untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat
kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan “mengapa
suatu kondisi terjadi?”, “apa konsekwensi yang timbul dari suatu
tindakan/reaksi?”, dan “seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan
konsekwensi itu berlangsung”?.
ampel dalam Grounded Theory masalah sampel penelitian tidak didasarkan
pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam
bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan
teoritik.
Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-
konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang
disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang
menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab masalah
penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti “warna kuning” yang di
dimensinya terdiri atas “intensitas corak” dan “kecerahan”, maka peneliti
memutuskan untuk mendalami “intensitas corak” saja (tidak lagi membahas
tentang ‘kecerahan”), berarti ia sudah melakukan penyampelan. Penegasan ini
memberi makna, bahwa pada dasarnya yang di sampel itu bukan obyek formal
penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang berupa
fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Namun demikian, karena
fenomena itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya
obyek formal juga ikut di sampel dalam peroses pengumpulan atau penggalian
fenomena.
Berkenaan dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang telah
terpilih itulah yang dicari atau digali oleh peneliti ketika proses pengumpulan
data. Karena fenomena itu melekat dengan subyek yang diteliti, maka jumlah
subyek pun terus bertambah sampai tidak ditemukan lagi informasi baru yang
diungkap oleh beberapa subyek yang terakhir. Itulah sebabnya, penentuan sampel
subyek dalam penelitian Grounded Theory, seperti halnya penelitian kualitatif
pada umumnya, tidak dapat direncanakan dari awal. Subyek-subyek yang diteliti
secara berproses ditentukan di lapangan, kaetika pengumpulan data berlangsung.
Cara penyampelan inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow
bowl sampling.
Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam
Grounded Theory diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar
prosedur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus
menandai tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b)
penyampelan relasional dan variasional, serta (c) penyampelan pembeda.
Penyampelan ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan terdahulu menjadi
dasar bagi penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut sejalan dengan
tingkat kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang berkenaan dengan tiga pola
penyampelan ini dapat diringkas sebagai berikut:
a. Penyampelan Terbuka
Penyampelan ini bertujuan untuk menemukan data sebanyak
mungkin sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat
pada awal penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum
yakin tentang konsep mana yang relevan secara teoritik, maka obyek
pengamatan dan orang-orang yang diwawncarai juga masih belum
dibatasi. Data yang terkumpul dari kegiatan pengumpulan data awal
inilah kemudian dianalisis dengan pengkodean terbuka.
b. Penyampelan Relasional dan Variasional
Sebagaimana diutarakan di atas, tujuan pengkodean terporos adalah
menghubungkan secara lebih khusus kategori-kategori dengan sub-
subkategorinya. Untuk maksud ini perlu dilakukan penyampelan
yang berfokus pada pengungkapan dan pembuktian hubungan-
hubungan tersebut. Kegiatan itu dinamakan penyampelan relasional
dan variasional. Pada penyampelan relasional dan variasional
diupayakan untuk menemukan sebanyak mungkin perbedaan tingkat
ukuran di dalam data. Hal pokok yang perlu pada penemuan
perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses dan variasi. Jadi,
inti utama penyampelan di sini adalah memilih subyek, lokasi, atau
dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang
bertalian dengan perubahan.
c. Penyampelan Pembeda
Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean
terpilih. Karena itu tujuan penyampelan pembeda di sini adalah
penetapan subyek yang diduga dapat memberi peluang bagi peneliti
untuk membuktikan atau menguji hubungan antarkategori.
e. Analisis Data
Pada esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data dalam Grounded
Theory adalah proses yang saling berkaitan erat, dan harus dilakukan secara bergantian
(siklus). Karena itu kegiatan analisis yang dibicarakan pada bagian berikut telah
dikerjakan pada saat pengumpulan data sedang berlangsung. Kegiatan analisis dalam
penelitian ini dilakukan dalam bentuk pengkodean (coding). Pengkodean merupakan
proses penguraian data, pengonsepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru.
Tujuan pengkodean dalam penelitian Grounded Theory adalah untuk menyusun teori,
memberikan ketepatan proses penelitian, membantu peneliti mengatasi bias dan asumsi
yang keliru, dan memberikan landasan, memberikan kepadatan makna, dan
mengembangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.
Terdapat dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses pengkodean, yaitu:
pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the constant comparative methode of
analysis) dan pengajuan pertanyaan. Dalam konteks penelitian Grounded Theory, hal-
hal yang diperbandingkan itu cukup beragam, yang intinya berada pada sekitar relevansi
fenomena atau data yang ditemukan dengan permasalahan pokok penelitian dan posisi
dari setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat atau ukurannya dalam suatu tingkatan garis
kontinum. Analisis data dilakukan dalam tiga tahap antara lain pengodean terbuka,
pengodean poros, dan pengodean selektif .
a) Pengkodean Terbuka (Open Coding)
a. Pelabelan fenomena (konseptualisasi data)
Pelabelan fenomena merupakan langkah awal dalam analisis. Yang
dimaksud dengan pelabelan fenomena adalah pemberian nama
terhadap benda, kejadian atau informasi yang diperoleh melalui
pengamatan dan atau wawancara. Pada hakikatnya, pelabelan itu
merupakan suatu pembuatan nama dari setiap fenomena dengan
konsep-konsep tertentu. Jadi pelabelan fenomena itu tidak lain
adalah satu kegiatan konseptualisasi data
b. Penemuan dan penamaan kategori (kategorisasi konsep)
Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah
unit-unit data yang masih berserakan. Kapasitas intelektual manusia
tidak cukup kuat untuk sekaligus memproses dan menganalisis
informasi yang jumlahnya besar seperti itu. Untuk menyederhanakan
data tersebut perlu dipisahkan ke dalam beberapa kelompok.
Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan cara
mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan padat, kemudian
membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok tertentu
(kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini
pada dasarnya tergantung pada tujuan penelitian yang sudah
ditetapkan pada rancangan penelitian.
c. Penyusunan Kategori
Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang
dimaksud dengan sifat di sini adalah karakteristik atau atribut suatu
kategori (yang berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional range),
sedangkan ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu kontinium.
Lambang-lambang Partai Golkar dalam suatu kampanye, misalnya,
berupa kaos, jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-umbul, dan
sebagainya, semua dikategorikan dengan “warna kuning”. “Warna
kuning” (kategori) dari lambang-lambang yang tampak itu
sesungguhnya tidak persis sama, di sana ada perbedaan baik dari
segi intensitas coraknya, maupun kecerahannya. Intensitas corak dan
kecerahan itulah sifat dari “warna kuning” tersebut. Masing-masing
sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap dimensinya
dapat ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium.
Intensitas corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari
yang “kuning tebal” (orange) sampai pada “kuning tipis” (keputih-
putihan). Demikian seterusnya, setiap kategori data bisa ditempatkan
di mana saja di sepanjang kontinua dimensional secara bervariasi
b)  Pengkodean Terporos (Axial Coding)
Pengkodean terporos adalah seperangkat prosedur penempatan data kembali
dengan cara-cara baru dengan membuat kaitan antarkategori. Pengkodean ini
diawali dari penentuan jenis kategori kemudian dilanjutkan dengan penemuan
hubungan antar kategori atau antarsubkategori. Dalam Grounded Theory,
setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam satu jenis kategori berikut
yaitu kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, strategi aksi/interaksi, dan
konsekuensi. Sistem pengelompokan kategori ini disebut dengan model
paradigma Grounded Theory. Tugas peneliti pada tahap ini adalah memberi
kode terhadap setiap kategori data, dengan mengajukan pertanyaan,
“termasuk jenis kategori apa data ini”? Model paradigma inilah yang menjadi
dasar untuk menemukan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.
c) Pengkodean Terpilih (Selective Coding)
Mengingat masalah penelitian dalam Grounded Theory masih bersifat umum,
mungkin sekali peneliti menemukan sejumlah besar data dengan kategori dan
hubungan antarkategori/subkategori yang banyak dan bervariasi. Kenyataan
ini tentu dapat membingungkan, karena datanya masih belum terfokus pada
titik tertentu. Untuk menyederhanakannya perlu dilakukan proses
penggabungan dan atau seleksi secara sistematis.
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menyederhanakan data adalah
dengan menggabungkan semua kategori, sehingga menghasilkan tema
khusus. Penggabungan tidaklah banyak berbeda dengan pengkodean terporos,
kecuali tingkat abstraksnya. Konsep-konsep yang digunakan dalam
penggabungan lebih abstrak dari konsep pengkodean terporos. Cara ini
merupakan tugas peneliti yang paling sulit. Kepekaan teoritik dari peneliti
amat penting di sini. Inti dari proses penggabungan itu adalah, bagaimana
peneliti dapat menemukan spirit teoritis dari semua kategori. Menyimpulkan
dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat sebagai kategori inti.
Keriteria kategori inti yang disimpulkan itu ialah bahwa ia merupakan inti
masalah yang dapat mencakup semua fenomena/data
d) Analisis Proses
Menganalisis proses merupakan bagian penting dalam Grounded
Theory.Yang dimaksud dengan analisis proses adalah pengaitan urutan
tindakan/interaksi.Kegiatan analisis ini terdiri dari penelusuran terhadap; (a)
perubahan kondisi, (b) respon (strategi aksi/interaksi) terhadap perubahan; (c)
konsekuensi yang timbul dari respon, dan (d) penjabaran posisi konsekwensi
sebagai bagian dari kondisi.

3. Pendekatan etnografi
a. Pengertian
Studi etnografis berusaha meneliti suatu kelompok kebudayaan tertentu
berdasarkan pada pengamatan dan kehadiran peneliti di lapangan dalam waktu yang
lama. pada umumnya, ada dua tipe etnografi yaitu etnografi realis dimana peneliti
berperan sebagai pengamat "objektif", merekam fakta dengan sikap yang tidak memihak
dan etnografi kritis dimana studinya diarahkan untuk meneliti sistem kultural dari
kekuasaan, hak istimewa, dan otoritas dalam masyarakat untuk menyuarakan aspirasi
kaum marjinal dari berbagai kelas, ras dan gender. Prosedurnya sering kali berdasar pada
pendekatan holistik untuk memotret kelompok kebudayaan tertentu yang analisisnya
memanfaatkan data emik (pandangan partisipan) dan data etis (pandangan peneliti) untuk
tujuan praktis dan/atau advokatoris demi kepentingan kelompok kebudayaan itu sendiri.
b. Prinsip dan Ciri dalam Penelitian Etnografi
Dalam penelitian etnografi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip
prinsip yang harus diperhatikan adalah meliputi:
a) Mempertimbangkan tentang informan. Artinya peneliti harus secara selektif
dalam meimilih informan yang akan diwawancarai dan diteliti. Peneliti
harus melindungi informan dan akibat-akibat yang ditimbulkan bila memilih
mereka.
b)   Mengerti informan. Mengerti di sini memiliki arti bahwa peniliti harus
memperhatikan hak-hak asasi, kepentingan dan sensivitas. Seorang peneliti
memiliki tanggung jawab untuk melindungi mereka terhadap konsekuensi
yang akan muncul.
c) Menyampaikan tujuan penelitian. Peneliti harus menympaikan kepada
informan sehingga mereka dapat membantu penelitian yang ada.
d) Melindungi privasi informan. Setiap kerahasiaan informan harus dilindungi,
bila mereka tidak mau disebutkan identitas mereka maka kitapun harus
menjaga kerahasiaan mereka (prinsip anonimitas) dan peneliti juga harus
memperhatikan keberatan-keberatan dari pihak informan.
e)   Jangan mengeksploitasi informan. Peniliti tidak boleh hanya menfaatkan
informan untuk mencapai tujuan penelitian, tetapi setelah penelitian selesai
harus memberikan balas jasa kepadanya karena telah menjadi informan
yang membantu selama penelitian berlangsung sehingga penelitian dapat
berjalan dengan baik.
f) Memberikan laporan kepada informan. Setelah penelitian selesai etnografer
harus memperlihatkan (melaporkn kepada informan). Agus, (2010)
Menurut Nur Syam, (2013) ciri-ciri penelitian etnografi adalah :
a) Deskripsi etnografis sepenuhnya disusun sesuai dengan pandangan,
pengalaman warga pribumi (emic view)
b) Memanfaatkan metode wawancara mendalam dan observasi terlibat.
c) Peneliti tinggal di lapangan untuk belajar tentang budaya yang dikajinya.
  
d) Analisis datanya bercorak menyeluruh (holistik) yaitu menghubungkan
  

antarasuatu fenomena budaya dengan fenomena budaya lainya atau


menghubungkan antara suatu konsep dengan konsep lainnya.

4. Pendekatan studi kasus


a. Pengertian
Studi kasus merupakan salah satu jenis pendekatan kualitatif yang menelaah
sebuah "kasus" tertentu dalam konteks atau setting kehidupan nyata kontemporer. Peneliti
studi kasus dapat memilih tipe penelitiannya berdasarkan tujuan, yakni studi kasus
instrumental tunggal yang berfokus pada satu isu atau persoalan tertentu, studi kasus
kolektif yang memanfaatkan beragam kasus untuk mengilustrasikan suatu persoalan
penting dari berbagai perspektif, studi kasus intrinsik yang fokusnya adalah pada kasus
itu sendiri, karena dianggap unik atau tidak biasa.
Prosedur utamanya menggunakan sampling purposeful (untuk memilih kasus
yang dianggap penting), yang kemudian dilanjutkan dengan analisis holistik atas kasus
tersebut melalui deskripsi detail atas pola-pola, konteks dan setting di mana kasus itu
terjadi.
b. Ciri Khas Studi Kasus
a) Dimulai dengan mengidentifikasi satu kasus yang spesifik dengan dibatasi
oleh tempat dan waktunya
b) Tujuan studi kasus kualitatif sebagai pengilustrasian kasus yang unik yang
perlu diperinci dan dideskripsikan, disebut kasus instrinsik (Stake, 1995).
c) Ciri utama dari studi kasus kualitatif adalah memperlihatkan pemahaman
mendalam tentang kasus tersebut. Untuk menyempurnakannya, peneliti
mengumpulkan beragam bentuk data kualitatif seperti wawancara,
pengamatan, dokumen, hingga bahan audiovisual. Satu data saja tidak
cukup untuk mengembangkan pemahaman ini
d) Riset studi kasus melibatkan deskripsi tentang kasus tersebut yang berlaku
baik untuk studi kasus intrinsic maupun instrumental
e) Tema atau masalah dapat diorganisasikan menjadi kronologi oleh peneliti,
menganalisi keseluruhan kasus untuk mengetahui berbagai persamaan dan
perbedaan di antara kasus tersebut, atau menyajikannya dalam suatu
model teoretis.
f) Diakhiri dengan kesimpulan yang dibentuk peneliti tentang makna
keseluruhan yang diperoleh dari kasus tersebut.
c. Karakteristik Studi Kasus
Creswell dalam bukunya penelitian kualitatif dan desain riset memilih
diantara lima pendekatan :
a) Riset studi kasus dimulai dengan mengidetifikasi satu kasusyang spesifik.
Kasus ini dapat berupa entitas yang konkret, misalnya individu,
kelompok kecil, organisasi atau kemitraan. Pda level yang kurang
konkret, kasus ini mungkin komunitas, relasi, proses keputusan, atau
proyek yang spesifik (Yin, 2009). Jadipada intinya untuk mendefinisikan
kasus yang dapat dibatasi atau dideskripsikan dalam arameter tertentu,
misalnya tempat dan waktu yang spesifik.
b) Tujuan dari pelaksanaan studi kasus. Studi kasus kualitatif dapat disusun
untuk mengilustrasikan kasus yang unik, kasus yang memilki kepentingan
yang tidak biasa dalam dirinya dan perlu dideskibsikan atau diperinci.
Kasus ini disebut kasus intrinsik (Stake 1995). Atau, tujuan dari
studi kasus tersebut adalah memahami isu, problem, atau keprihatinan
yang spesifik (misalnya, kehamilan remaja) dan kasus atau beberapa
kasus diseleksi untuk dapat memahami permasalahan tersebut dengan
baik. Kasus ini disebut dengan kasus instrumental (Stake, 1995)
c) Ciri studi kasus yang baik yaitu kasus itu memperlihatkan pemahaman
mendalam tentang kasus tersebut. Untuk menyempurnakan
penelitian, peneliti mengumpulkan beragam bentuk data kualitatif,
mulai dari wawancara, pengamatan, dokumen, hingga bahan
audiovisual. Apabila bersandar pada satu data saja tidak cukup untuk
mengembangkan pemahaman mendalam.
d) Pemilihan pendekatan untuk analisis data yang berbeda-beda. Sebagian
studi kasus melibatkan analisis terhadap unit-unit dalam kasus tersebut
(misalnya, sekolah, distrik sekolah), sementara itu sebagian yang lainn
melaporkan tentang keseluruhan kasus (misalnya distrik sekolah).
Demikian juga, pada sebagian studi, eneliti memilih kaus majemuk
untuk dianalisis dan diperbandingkan, sementara itu dalam studi kasus
yang lain dipilih kasus tunggal untuk dianalisis.
e) Agar analisisnya dapat dipahami dengan baik, riset studi kasus yang baik
juga melibatkan deskripsi tentang kasus tersebut. Deskripsi ini berlaku
untuk studi kasus intrinsik maupun instrumental. Peneliti dapat
mengidentifikasikan tema atau isu/masalah atau situasi spesifik yang
hendak dipelajari dalam masing- masing kasus. Studi kasus dapat
menghasilkan temuan yang lengkap maka harus melibatkan deskripsi
tentang kasus tersebut dan tema atau masalah yang telah diungkap oleh
penelitiketika kasus tersebut dipelajari.
f) Tema atau masalah dapat diorganisasikan menjadi kronologi oleh
peneliti, menganalisis keseluruhan kasus untuk mengetahui berbagai
persamaan dan perbedaan di antara kasu tersebut, atau menyajikannya
dalam suatu model teoritis.
g) Studi kasus sering diakhiri dengan kesimpulan yang dibentuk oleh peneliti
tentang makna keseluruhan yang diperoleh dari kasus atau kasus tersebut.
Stake (1995)menyebutnya sebagai “penegasan” atau pembentukan
“pola”, sedangkan Yin (2009) disebut sebagai “penjelasan”, dan
Creswell (2015) sebagai “pelajaran umum” yang diperoleh dari studi
kasus tersebut
d. Tipe Studi Kasus
Tipe Studi Kasus menurut Creswell dalam bukunya penelitian kualitatif dan
desain riset memilih diantara lima pendekatan :
a) Tipe studi kasus kualitatif dibedakan berdasarkan ukuran batasan dari
kasus tersebut. Misalnya, apakah kasus tersebut melibatkan satu
individu, bebrapa individu, suatu kelompok, suatu program besar, atau
suatu aktivitas.
b) Studi kasus dibedakan dalam hal tujuan dari analisis kasusnya. Terdapat
tigavariasi dalam hal tujuan :
1. Studi kasus eksperimental tunggal, peneliti memfokuskan pada
isu atau persoalan, kemudian memilih satu kasus terbatas
untuk mengilustrasikanpersoalan ini. .
2. Studi kasus kolektif atau majemuk, satu isi atau persoalan juga dipilih
tetapi peneliti memilih beragam studi kasus untuk
mengilustrasikan isu atau persoalan tersebut. Peneliti sering kali
memilih hal ini untuk memperlihatkan beragam perspektif tentang isu
tersebut.Studi kasus intrinsik, yang fokusnya pada kasus itu
sendiri (misalnya mengevaluasi program, mempelajari seorang siswa
untuk memiliki kesulitan –Stake 1995) karena kasus tersebut
menghadirkan situasi yang tidak biasa atau unik.
Tipe studi kasus oleh Yin (2003) :
a) Studi kasus eksploratori (exploratory case-study)Studi kasus yang
bertujuan untuk mendukung studi yang lebih besar (makro). Hal ini
dilakukan peneliti merencanakan studi yang luas dan komperhensif,
sementara penelit membutuhkan plot study atau studi pendahuluan
untuk memperkuat studi yang mendalam tersebut. Studi kasus
ksploratori digunakan dalam pilot study atau studi pendahuluan tersebut.
Dalam melakukan studi kasus studi kasus eksploratori, studi lapangan,
dan koleksi data yang dilakukan dilakukan sebelum menentukan
pertanyaan penelitian pada studi makro. Hasil dari studi kasus
eksloratori akan memperkuat landasan bagi riset makro tersebut.
b) Studi kasus eksplanatori (explanatory case study) Studi ini digunakan
ketika peneliti melakukan penelitian sebab-akibat. Contoh yang
dikemukakan oleh Berg (2001) adalah studi kasus eksplanatori digunakan
untuk mendapatkan penjelasan (explanation) mengenai banyak
faktor atau kasus yangmempengaruhi sesuatu yang diteliti.
c) Studi kasus deskriptif (descriptive case study) Dilaukan ketika peneliti
mengangkat sebuah teori yang melandasi riset yang dilakukan dengan
mengacu kepada pendekatan terori tersebut. Teori tersebut digunakan
sebagai landasan berfikir dan landasan bertindak bagi peneliti untuk
merumuskan pertanyaan penelitian dan digunakan sebagai pedoman
dalamm melakukan analisis yang dilakukan.
e. Prosedur Pelaksanaan Studi Kasus
a) Peneliti menemukan terlebih dahulu apakah pendekatan studi kasus sudah
tepat untuk mempelajari permasalahan risetnya.
b) Peneliti perlu mengidentifikasi kasus atau beberapa kasus mereka. Dalam
memilih kasus mana yang hendak dipelajari, tersedia banyak
kemungkinan bagi sampling purposeful.
c) Pengumpulan data meluas, dari berbagai informasi, seperti pengamatan,
wawancara,dokumen, rekaman arsip, dll
d) Tipe analisis data dapat berupa analisi holistik dan keseluruhan kasus
atau analisis melekat dari salah satu aspek kasus tersebut. Peneliti
memperinci berbagai aspek seperti sejarah kasus, kronologi peristiwa, atau
perkembangan kasus dari hari ke hari.
e) Pada tehap penafsiran akhir, peneliti melaporkan makna dari kasus
tersebut, baik dari pembelajaran tentang persoalan dari kasus tersebut atau
pembelajaran tentang situasi yang tidak biasa, yang kemudian membentuk
pelajaran yang dapat diambil dari kasus tersebut.
f. Tantangan
Tantangan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan studi kasus kualitatif
adalah peneliti harus mengidentifikasi kasus tersebut. Kasus terpilih mungkin
memiliki ruang lingkup yang luas (organisasi) atau ruang lingkup yang
sempit (pengambilan keputusan). Peneliti harus memutuskan sistem terbatas
mana yang hendak dipelajari, mempertimbangkan apakah akan mempelajari kasus
tunggal atau kasus majemuk. Peneliti juga harus menetapkan dasar pemikiran
bagi strategi sampling purposeful-nya untuk memilih kasus dan
mengumpulkan informasi tentang kasus tersebut.

5. Pendekatan Naratif
a. Pengertian
Studi naratif bisa didefinisikan sebagai studi yang berfokus pada narasi, cerita, atau
deskripsi tentang serangkaian peristiwa terkait dengan pengalaman manusia. studi ini bisa
mencakup banyak hal, antara lain
a) Biografi yaitu narasi tentang pengalaman orang lain.
b) Auto-etnografi atau autobiografi yaitu pengalaman yang ditulis sendiri
oleh subjek penelitian.
c) Sejarah kehidupan yaitu rekaman sejarah utuh tentang kehidupan
seseorang.
d) Sejarah tutur yaitu sejarah kehidupan yang diperoleh dari hasil ingatan
peneliti.

Prosedur yang digunakan biasanya berupa restoring, yakni penceritaan kembali


cerita tentang pengalaman individu, atau progresif-regresif, di mana peneliti memulai
dengan suatu peristiwa penting dalam kehidupan sang partisipan. Pengumpulan datanya
dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Analisisnya berpijak
pada kronologi peristiwa yang menekankan pada titik-balik atau ephiphanies dalam
kehidupan partisipan.

b. Struktur Naratif
Gaya naratif merupakan kekuatan dari riset kualitatif, tekniknya sama dengan
bentuk story telling dimana cara penguraian yang menghablurkan batas-batas fiksi,
jurnalisme dan laporan akademis, “narratives in story telling modes blur the lines
between fiction, jurnalism and scholarly studies. Bentuk penelitian naratif antara lain:
a) Menggunakan pendekatan kronologis seperti menguraikan peristiwa demi
peristiwa dibentangkan secara perlahan mengikuti proses waktu (slowly
over time), ketika menjelaskan subyek studi mengenai budaya saling-
berbagi di dalam kelompok (a ulture-sharingg group), narasi kehidupan
seseorang (the narrative of the life of on individual) atau evolusi sebuah
program atau sebuah organisaasi (evolution of a program or an
organization).
b) Menyempitkan dan memfokuskan pembahasan. Laporan juga bisa seperti
pendeskripsian berbagai kejadian, berdasarkan tema-tema atau persepektif
tertentu. Gaya naratif, dari studi kualitatif bisa juga mengerangkakan sosial
tipikal keseharian hidup seseorang (a typical day in the life)  dari sosok
individu atau kelompok.
c. Tipe Kajian Naratif
Jika seorang peneliti berencana melaksanakan kajian naratif maka ia perlu
mempertimbangkan tipe kajian naratif yang akan dilaksanakannya. Pendekatan pertama
yang digunakan dalam penelitian naratif adalah membedakan tipe penelitian naratif
melalui strategi analisis yang digunakan oleh pengarang (Creswell,2007).
Polkinghorne dalam Cresswell menyebutkan strategi tersebut menggunakan paradigma
berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang menggenggam sekaligus melintasi
cerita atau sistem klasifikasi tipe cerita. Analisis naratif ini menekankan peneliti untuk
mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya
ke dalam cerita menggunakan sebuah alur cerita (plot).
Chase dalam Cresswell menyajikan pendekatan yang tidak jauh berbeda dengan
definisi analisis naratif milik Polkinghorne. Chase menyarankan bahwa peneliti boleh
menggunakan alasan paradigmatik untuk kajian naratif, seperti bagaimana individu
dimampukan dan dipaksa oleh sumberdaya sosial, disituasikan secara sosial dalam
penampilan interaktif, dan bagaimana pencerita membangun interpretasi.
Pendekatan kedua menekankan pada ragam bentuk yang ditemukan dalam praktik-
praktik penelitian naratif. Kajian biografi adalah bentuk kajian naratif di mana peneliti
menulis dan mencatat pengalaman kehidupan seseorang. Autobiografi ditulis dan dicatat
oleh individu sebagai subjek kajian. Sejarah hidup (life histories) memotret seluruh
kehidupan seseorang. Cerita pengalaman seseorang adalah kajian naratif terhadap
pengalaman personal seseorang yang ditemukan dalam episode majemuk atau tunggal,
situasi pribadi, atau cerita rakyat komunal (communal folklore). Sejarah lisan terdiri dari
kumpulan refleksi personal terhadap kejadian dan sebab akibat kejadian tersebut dari satu
atau beberapa individu. Kajian naratif bisa jadi memiliki fokus kontekstual yang spesifik,
seperti guru atau murid di kelas, cerita tentang organisasi, atau cerita yang diceritakan
tentang organisasi.
d. Proses penelitian Naratif
Menulis narasi adalah kolaborasi antara peserta dan peneliti. Hubungan antara peneliti
dan peserta harus menjadi salah satu yang saling dibangun yang peduli, hormat, dan
ditandai dengan kesetaraan suara. Peserta dalam Penelitian narasi harus merasa
diberdayakan untuk menceritakan kisah mereka. Langkah-langkah melaksanakan
penelitian kualitatif (Clandinin dan Connelly, 2000) adalah sebagai berikut:
a) Menentukan problem penelitian atau pertanyaan terbaik yang tepat untuk
penelitian naratif. Penelitian naratif adalah penelitian terbaik untuk menangkap
cerita detail atau pengalaman kehidupan terhadap kehidupan tunggal atau
kehidupan sejumlah individu.
b) Memilih satu atau lebih individu yang memiliki cerita atau pengalaman
kehidupan untuk diceritakan, dan menghabiskan waktu (sesuai pertimbangan)
bersama mereka untuk mengumpulkan cerita mereka melalui tipe majemuk
informasi.
c) Mengumpulkan cerita tentang konteks cerita tersebut.
d) Menganalisa cerita partisipan dan kemudian restory (menceritakan ulang)
cerita mereka ke dalam kerangka kerja yang masuk akal. Restorying adalah
proses organisasi ulang cerita ke dalam beberapa tipe umum kerangka kerja.
Kerangka kerja ini meliputi pengumpulan informasi, penganalisaan informasi
untuk elemen kunci cerita (misalnya: waktu, tempat, alur, dan scene/adegan)
dan menulis ulang cerita guna menempatkan mereka dalam rangkaian secara
kronologis.
e) Berkolaborasi dengan partisipan melalui pelibatan aktif mereka dalam
penelitian. Mengingat para peneliti mengumpulkan cerita, maka mereka
menegosiasikan hubungan, transisi yang halus, dan menyediakan cara yang
berguna bagi partisipan.
e. Jenis-Jenis Penelitian Naratif
Menurut Polkinghorne ada dua pendekatan yang bisa diambil yaitu pendekatan dengan
membedakan antara analisis narasi dan analisis naratif dapat di pahami juga degan
narasi sebagai data: data sebagai narasi. Adapun Jenis narasi (narrative) dapat dilihat
dengan mengetahui pendekatan apa yang digunakan:
a) Analisis narasi
Analisis narasi adalah sebuah paradigma dengan cara berpikir untuk membuat
deskripsi tema yang tertulis dalam cerita atau taksonomi.
b) Analisis naratif
Analisis naratif adalah sebuah paradigma dengan mengumpulkan deskripsi
peristiwa atau kejadian dan kemudian menyusunya menjadi cerita dengan
menggunakan alur cerita.
Dari kedua pendekatan tersebut Pendekatan kedua adalah untuk menekankan berbagai
bentuk yang ditemukan pada praktek penelitian naratif. Misalnya: sebuh otobiografi,
biografi, dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, otoetnografi.
Jika peneliti merencanakan melakukan studi naratif, maka perlu mempertimbangkan jenis
studi naratif apa yang akan dilakukan. Dalam studi naratif, untuk mengetahui jenis naratif
apa yang akan digunakan memang penting, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui
karakteristik esensial dari tiap-tiap jenis.
f. Karakteristik Kunci Penelitian Narasi
a) Penelitian Narasi berfokus pada pengalaman individu dan kronologi mereka.
b) Penelitian Narasi menggunakan teknik restorying untuk membangun account
narasi berdasarkan data yang dikumpulkan melalui wawancara.
c) Penelitian Narasi menggabungkan konteks dan tempat dalam cerita.
d) Pembangunan narasi selalu melibatkan menanggapi pertanyaan, “Lalu apa
yang terjadi?” (James Schreiber dan Kimberly Asner-Self, 2011)
C. Sampling Pada Penelitian Kualitatif

1. Sampling purposeful atau purposive


a. Pengertian
Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling
dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-
ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat
menjawab permasalahan penelitian. Berdasarkan penjelasan purposive sampling
tersebut, ada dua hal yang sangat penting dalam menggunakan teknik
sampling tersebut, yaitu non random sampling dan menetapkan ciri khusus sesuai
tujuan penelitian oleh peneliti itu sendiri Non random sampling adalah teknik
sampling yang tidak memberikan kesempatan yang sama pada setiap anggota
populasi untuk dijadikan sampel penelitian. Sedangkan ciri khusus sengaja dibuat
oleh peneliti agar sampel yang diambil nantinya dapat memenuhi kriteria-kriteria
yang mendukung atau sesuai dengan penelitian. Kriteria tersebut biasa diberi
istilah dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
b. Tujuan Purposive Sampling
Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat mengambil poin-poin penting perihal
pengertian teknik sampling tersebut serta indikasi penggunannya. Menurut
statistikian, purposive sampling lebih tepat digunakan oleh para peneliti apabila
memang sebuah penelitian memerlukan kriteria khusus agar sampel yang diambil
nantinya sesuai dengan tujuan penelitian dapat memecahkan permasalahan
penelitian serta dapat memberikan nilai yang lebih representatif. Sehingga teknik
yang diambil dapat memenuhi tujuan sebenarnya dilakukannya penelitian
c. Contoh Purposive Sampling
Contoh mudah dalam penerapan teknik ini pada penelitian menggunakan metode
kohort adalah sebagai berikut: apabila peneliti akan meneliti dengan judul
“Pengaruh konsumsi tablet besi selama hamil terhadap kadar hemoglobin pasca
melahirkan.” Maka peneliti menetapkan kriteria khusus sebagai syarat populasi
(ibu hamil) yang dapat dijadikan sampel, yaitu apabila ibu tersebut tidak
mempunyai berbagai jenis penyakit anemia. Alasannya ditetapkan kriteria
tersebut adalah karena kadar hemoglobin tidak hanya disebabkan oleh konsumsi
tablet besi, melainkan oleh berbagai penyebab lainnya yang mendasar seperti
penyakit anemia megaloblastik, anemia aplastik atau berbagai jenis anemia
lainnya.
Contoh diatas menunjukkan pada kita, bahwa ditetapkannya kriteria tersebut
adalah agar tidak terjadi bias hasil penelitian. Sehingga hasil penelitian dengan
menggunakan teknik purposive tersebut dapat lebih memberikan hasil yang
representatif.
d. Langkah-langkah purposive sampling dan syaratnya
Langkah dalam menerapkan teknik ini adalah sebagai berikut:
1. Tentukan apakah tujuan penelitian mewajibkan adanya kriteria tertentu pada
sampel agar tidak terjadi bias.
2. Tentukan kriteria-kriteria.
3. Tentukan populasi berdasarkan studi pendahuluan yang teliti.
4. Tentukan jumlah minimal sampel yang akan dijadikan subjek penelitian serta
memenuhi kriteria.
Syarat digunakannya teknik ini antara lain:
1.Kriteria atau batasan ditetapkan dengan teliti.
2.Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah sampel yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan.
e. kelebihan dan Kekurangan Purposive Sampling
Kelebihan:
1. Sampel terpilih adalah sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk dilaksanakan.
3. Sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah ditemui
atau didekati oleh peneliti.

2. Jenis sampel pada penelitian kualitatif


a. Purposive Sampling
Purposive Sampling adalah teknik sampling yang cukup sering digunakan.
Metode ini menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh peneliti dalam memilih
sampel. Kriteria pemilihan sampel terbagi menjadi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi merupakan kriteria sampel yang diinginkan peneliti berdasarkan
tujuan penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi merupakan kriteria khusus yang
menyebabkan calon responden yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan
dari kelompok penelitian. Misalnya, calon responden mengalami penyakit
penyerta atau gangguan psikologis yang dapat memengaruhi hasil penelitian.
Contoh Purposive Sampling: penelitian tentang nyeri pada pasien diabetes
mellitus yang mengalami luka pada tungkai kaki. Maka kriteria inklusi yang
dipakai antara lain:
a) Penderita Diabetes Melitus dengan luka gangrene (luka pada tungkai kaki)
b) Usia 18-59 tahun
c) Bisa membaca dan menulis
Kriteria eksklusi:

a) Penderita Diabetes Melitus yang memiliki penyakit penyerta lainnya


seperti gangguan ginjal, gagal jantung, nefropati, dan lain sebagainya.
b) Penderita Diabetes Melitus yang mengalami gangguan kejiwaan

b. Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan wawancara
atau korespondensi. Metode ini meminta informasi dari sampel pertama untuk
mendapatkan sampel berikutnya, demikian secara terus menerus hingga seluruh
kebutuhan sampel penelitian dapat terpenuhi. Metode pengambilan
sampel Snowball atau Bola salju ini sangat cocok untuk penelitian mengenai hal-
hal yang sensitif dan membutuhkan privasi tingkat tinggi, misalnya penelitian
tentang kaum waria, penderita HIV, dan kelompok khusus lainnya.

c. Accidental Sampling
Pada metode penentuan sampel tanpa sengaja (accidental) ini, peneliti mengambil
sampel yang kebetulan ditemuinya pada saat itu. Penelitian ini cocok untuk
meneliti jenis kasus penyakit langka yang sampelnya sulit didapatkan.Contoh
penggunan metode ini, peneliti ingin meneliti tentang penyakit Steven Johnson
Syndrom yaitu penyakit yang merusak seluruh mukosa atau lapisan tubuh akibat
reaksi tubuh terhadap antibiotic Kasus Steven Johnson Syndrome ini cukup langka
dan sulit sekali menemukan kasus tersebut. Dengan demikian, peneliti mengambil
sampel saat itu juga, saat menemukan kasus tersebut. Kemudian peneliti
melanjutkan pencarian sampel hingga periode tertentu yang telah ditentukan oleh
peneliti.ehnik pengambilan sampel dengan cara ini juga cocok untuk penelitian
yang bersifat umum, misalnya seorang peneliti ingin meneliti kebersihan Kota
Bandung. Selanjutnya dia menanyakan tentang kebersihan Kota Bandung pada
warga Bandung yang dia temui saat itu.

d. Quota Sampling
Metode pengambilan sampel ini disebut juga Quota Sampling. Tehnik
sampling ini mengambil jumlah sampel sebanyak jumlah yang telah ditentukan
oleh peneliti. Kelebihan metode ini yaitu praktis karena sampel penelitian sudah
diketahui sebelumnya, sedangkan kekurangannya yaitu bias penelitian cukup
tinggi jika menggunakan metode ini.Teknik pengambilan sampel dengan cara ini
biasanya digunakan pada penelitian yang memiliki jumlah sampel terbatas.
Misalnya, penelitian pada pasien lupus atau penderita penyakit tertentu. Dalam
suatu area terdapat 10 penderita lupus, maka populasi tersebut dijadikan sampel
secara keseluruhan , inilah yang disebut sebagai Total Quota Sampling.
e. Teknik Sampel Jenuh
Teknik Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel yang menjadikan semua
anggota populasi sebagai sampel. dengan syarat populasi yang ada kurang dari 30
orang.

3. Istilah sampel atau responden pada penelitian kualitatif


Sampel di dalam penelitian kualitatif tidak dinamakan responden tetapi sebagai
narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian berikut ini :
a. Partisipan
Partisipan digunakan terutama apabila subyek mewakili suatu kelompok tertentu,
dan hubungan antara peneliti dengan subyek penelitian dianggap bermakna bagi
subyek. Partisipan menunjukkan bahwa peran yang paling ktif adalah pada
individu yang diteliti. Istilah ini biasa digunakan dalam riset kualitatif. Hubungan
antara partisipan dengan peneliti dapat bersifat setara atau tidak setara (misalnya
dokter dengan pasien).
b. informan atau narasumber
informan adalah narasumber yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan penelitian. Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-
benar tahu dan menguasai masalah, serta terlibat lansung dengan masalah penelitian.
Informan sangat penting bagi penelitian, karena akan memberikan informasi secara
mendalam yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti .
Istilah yang diturunkan dari antropologi, dan istilah ini digunakan karena peneliti
dianggap naif dan harus diberi penjelasan atau arahan tentang apa yang terjadi,
tentang aturan budaya, dan sebagainya. Budaya sebagai fenomena yang kompleks
harus ditafsirkan dan informan adalah orang yang terpilih sebagai penghubung
antara antropolog dengan kelompok budaya yang dipelajari.

BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian (inquiry), menghimpun data, mengadakan
pengukuran, analisis, sintesis, membandingkan, mencari hubungan, menafsirkan hal-hal yang
bersifat teka-teki.Banyak jenis pencarian yang dapat dilakukan, berdasarkan pendekatannya
dibedakan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kegiatan pencarian ini biasa juga
dibedakan berdasarkan cara atau metode pencariannya (mode of inquiry) atau metode penelitian.
       Metode penelitian merupakan rangkaian cara atu kegiatan pelaksanaan penelitian yang
didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan
isu-isu yang dihadapi. Penelitian kuantitatif didasari oleh filsafat positivisme yang menekankan
fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Ada beberapa metode penelitian yang
dapat dimasukkan ke dalam penelitian kuantitatif yang bersifat noneksperimental, yaitu metode:
deskriptif, survai, eksposfakto, komparatif, korelasional dan penelitian tindakan. Penelitian
kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
fenomena, peristiwa aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda


Studi kasus desain dan metode. Robert K. Yin. Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2015
Penelitian kualitatif & desain Riset memilih diantara lma pendekatan. John W.
Creswell. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2015
Creswell, John. (2007). Qualiitative Inquiry and Research Design. London: Sage.

Anda mungkin juga menyukai