Anda di halaman 1dari 41

DASAR PENELITIAN ANALISIS KONTEN DAN PENELITIAN NARATIF

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif


yang dibina oleh Dr. Endang Suarsini, M.Ked dan Dr. H. Sueb, M.Kes
Dipresentasikan 5 Oktober 2018

Oleh: Kelompok 5
Kelas B

Ghaziah K. C (180341863055)
M. Amien Rais (180341663060)
Jessy Darmayanti (180341663059)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2018
ii

DASAR PENELITIAN ANALISIS KONTEN DAN PENELITIAN NARATIF

Ghaziah, M.Amien, Jessy, Endang Suarsini, Sueb


Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang
Jalan Semerang Nomor 5 Malang
Email: sueb.fmipa@um.ac.id

ABSTRAK: Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya bersifat deskriptif berupa: kata,
catatan lapangan (pengamatan), foto/gambar, dokumen, dan sejenisnya. Ragam penelitian
kualitatif diantaranya adalah penelitian analisis konten dan penelitian naratif.. Tujuan dari
penulisan makalah ini ialah mengetahui dasar-dasar penelitian naratif dan penelitian analisis
konten. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah studi literatur yang dilakukan dengan
membaca dan menganalisis berbagai jurnal, buku, maupun e-book yang terkait dengan penelitian
naratif dan penelitian analisis konten. Hasil yang diperoleh adalah kajian dari berbagai literatur
yaitu dasar-dasar penelitian naratif, cara melakukan penelitian naratif, jenis-jenis penelitian naratif,
dasar-dasar analisis konten, cara melakukan penelitian analisis konten, dan kelebihan maupun
kekurangan dari penelitian analisis konten.

Kata Kunci: penelitian naratif, analisis konten

ABSTRACT: ABSTRACT: Qualitative research is a research that analyze descriptive data like
words, field notes (observations), photos / images, documents, and the others. Two of many variety
in qualitative research is content analysis and narrative research. The purpose of writing this paper
is to know the basics of narrative research and content analysis research. The method used in this
paper is a literature study conducted by reading and analyzing various journals, books, and e-
books related to narrative research and content analysis research. The results obtained are studies
from various literatures is the basics of narrative research, how to conduct narrative research, types
of narrative research, the basics of content analysis, how to conduct content analysis research, and
the advantages and disadvantages of content analysis research.

Keywords: conten analysis and narrative research


iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat hidayah dan nikmat-Nya berupa kesehatan, waktu dan segala hal yang
kami butuhkan sehingga dapat menyelesaikan makalah untuk mata kuliah Metode
Penelitian Kualitatif yang berjudul Dasar Penelitian Analisis Konten dan
Penelitian Naratif ini dengan lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Endang Suarsini dan Bapak Sueb selaku dosen pembimbing
mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif dan ucapan terimakasih secara khusus
penulis berikan kepada orang tua yang selalu mendukung segala aktifitas
perkuliahan.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Akhir kata penulis
menyampaikan terimakasih.

Malang, September 2018

Penulis
iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................3

C. Tujuan Makalah..........................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

A. Pengertian Penelitian Naratif....................................................................4

B. Penggunaan Penelitian Naratif..................................................................6

C. Karakteristik Penelitian Naratif................................................................7

D. Jenis Penelitian Naratif............................................................................10

Siapa yang Menulis atau Merekam Kisahnya?...............................................10

Berapa Banyak Kehidupan yang Direkam dan Dipresentasikan?..................11

Siapa yang Menyediakan dan memberikan Cerita?........................................11

Apakah Pandangan Teoritis Digunakan?.......................................................12

Bisakah Bentuk Narasi Dikombinasikan?......................................................12

E. Langkah dalam penelitian naratif...........................................................12

Langkah 2. Memilih Narasumber...................................................................13

Langkah 7. Validasi Akurasi Laporan.............................................................15

F. Mengevaluasi Penelitian Naratif..............................................................15

BAB IV..................................................................................................................34

A. Simpulan.......................................................................................................34

B. Saran..........................................................................................................34
v
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian didefinisikan sebagai pencarian ilmiah secara sistematis untuk
menemukan sutau informasi yang terkait pada topik tertentu. Ada yang
menyebutkan bahwa penelitian adalah seni dari penyelidikan yang bersifat ilmiah.
Redman dan Mory (1934) mendefinisikan penelitian sebagai “upaya sistematis
untuk memperoleh pengetahuan baru.” Beberapa orang ada yang menganggap
penelitian sebagai gerakan yaitu gerakan dari yang mengetahui apa dikenal ke
yang tidak diketahui.
Manusia pada hakikatnya memiliki naluri keingintahuan yang vital, ketika
manusia memiliki suatu hal yang tidak diketahui, maka akan membuat manusia
bertanya dan dari keingintahuan manusia akan membuat mereka menyelidiki dan
mencapai pemahaman penuh dan lebih lengkap tentang apa yang tidak diketahui.
Keingintahuan tersebut adalah ibu dari semua pengetahuan dan metode, yang
digunakan manusia untuk mendapatkan pengetahuan tentang apa pun yang tidak
diketahui. Penelitian memerlukan metode penelitian. Pada dasarnya, metode
penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah yang bertujuan untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Suriasumantri, 2009)
Menurut cara memperoleh datanya, penelitian dibagi menjadi dua yaitu
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif dapat
dikatakan sebagai metode penelitian yang baru karena popularitasnya yang masih
belum lama. Metode penelitian kualitatif juga disebut metode naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alami. Selain itu, penelitian kualitatif
juga sering disebut penelitian etnography dikarenakan pada awalnya metide ini
banyak digunakan untuk penelitian pada bidang antropologi budaya. Metode ini
juga disebut kualitatif karena data yang terkumpul dan analisis lebih bersifat
kualitatif (Sugiyono, 2015)
Terdapat berbagai metode di dalam penelitian kualitaif seperti fenomologi,
penelitian, studi kasus, etnografi, dan penelitian naratif. Istilah naratif berasal dari
2

kata kerja "menceritakan" atau "mengatakan" (sebagai cerita) dalam detail atau
rinci. Dalam desain penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan dan
individu, mengumpulkan dan menceritakan cerita mengenai kehidupan orang, dan
menulis naratif dari pengalaman individu (Luthfiyah, 2018)
Sebagai bentuk yang jelas dari penelitian kualitatif, sebuah naratif
biasanya fokus pada penelitian satu orang mendapatkan data dari pengumpulan
cerita, melaporkan pengalaman individu, dan mendiskusikan makna dari
pengalaman-pengalaman tersebut untuk individu (Assjari, 2010).
Penelitian naratif sangat penting untuk dipelajari. Penelitian naratif
menjadi metode yang paling populer. Menurut Amia (1998) terdapat peningkatan
jumlah artikel yang disitasi yang menggunakan metode penelitian naratif. Selain
penelitian naratif, penelitian tentang analisis konten juga penting untuk di pelajari.
Analisis isi berpotensi menjadi salah satu teknik riset terpenting dalam ilmu
sosial. Analis konten memandang data sebagai representasi bukan peristiwa fisik
tetapi teks, gambar, dan ekspresi yang dibuat untuk dilihat, dibaca, ditafsirkan,
dan ditindaklanjuti untuk artinya, dan oleh karena itu harus dianalisis dengan
menggunakan seperti itu dalam pikiran. Menganalisis teks dalam konteks
penggunaannya membedakan analisis konten dari metode penyelidikan lainnya.
Metode dalam ilmu alam tidak peduli dengan makna, isi, niat, dan
referensi. Para ilmuwan hampir tidak merefleksikan konsepsi mereka tentang
alam, mengecualikan konsepsi mereka dari objek studi mereka dengan
mengabaikannya sebagai subjektif berbeda dengan apa yang dapat ditentukan
melalui pengamatan yang tidak terikat dan pengukuran objektif (Wertz, 2011)
Ketika para peneliti sosial mengadopsi metode penyelidikan ilmiah
alamiah, epistemologi yang ditorehkan dalam metode-metode seperti itu
mencegah mereka untuk membahas apa yang paling penting dalam kehidupan
sosial sehari-hari: komunikasi manusia, bagaimana orang mengoordinasikan
kehidupan mereka, komitmen yang mereka buat satu sama lain dan dengan
konsepsi masyarakat yang mereka cita-citakan, apa yang mereka ketahui, dan
mengapa mereka bertindak. Tentu saja, analisis konten bukanlah satu-satunya
metode penelitian yang sangat serius, tetapi itu adalah metode yang kuat dan tidak
3

mengganggu. Masuk akal tentang apa yang dimediasi antara orang, materi
tekstual, simbol, pesan, informasi, konten media massa, dan teknologi yang
mendukung interaksi sosial tanpa mengganggu atau mempengaruhi mereka yang
menangani masalah tekstual itu (Klaus, 2004).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik metodologi penelitian analisis konten dan
penelitian narasi ?
2. Apa saja jenis penelitian dari analisis konten dan penelitian narasi ?
3. Bagaimana langkah dalam penelitian analisis konten dan penelitian narasi?
C. Tujuan Makalah
Tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Mengetahui karakteristik metodologi penelitian analisis konten dan
penelitian narasi.
2. Mengetahui jenis penelitian dari analisis konten dan penelitian narasi.
3. Mengetahui langkah dalam penelitian analisis konten dan penelitian narasi.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Penelitian Naratif


4

Naratif didefinisikan sebagai "wacana, atau contohnya, yang dirancang untuk


mewakili rangkaian kejadian yang terhubung". Penelitian narasi, menurut
definisinya, mengacu pada setiap studi yang menggunakan atau menganalisis
bahan naratif. Data dapat dikumpulkan sebagai cerita (kisah hidup yang
disediakan dalam wawancara atau karya sastra) atau dengan cara yang berbeda
(catatan lapangan antropolog yang menulis pengamatannya sebagai narasi atau
dalam surat pribadi). Hal tersebut bisa menjadi objek penelitian atau sarana untuk
mempelajari pertanyaan lain. Penelitian jenis ini dapat digunakan untuk
perbandingan antar kelompok, untuk belajar tentang fenomena sosial atau periode
sejarah, atau untuk mengeksplorasi kepribadian. Model yang disarankan dapat
digunakan untuk analisis spektrum naratif yang luas, mulai dari karya sastra
hingga buku harian dan otobiografi tertulis, percakapan, atau kisah kehidupan
lisan yang diperoleh dalam wawancara. Tentu saja, studi semacam itu termasuk
dalam beberapa disiplin: sastra, sejarah, psikologi, antropologi, dan sebagainya
(Amia, 1998)
Secara tradisional, literatur yang diterbitkan dan situs elektronik, laporan,
dan basis data semuanya mengarah pada simpulan bahwa penggunaan narasi
dalam penelitian telah berkembang pesat dalam 15 tahun terakhir. Di bidang
psikologi, studi gender, pendidikan, antropologi, sosiologi, linguistik, hukum, dan
sejarah, studi naratif berkembang sebagai sarana untuk memahami identitas
pribadi, gaya hidup, budaya, dan dunia sejarah narator. Ini jelas disajikan pada
Gambar 1.1, yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah publikasi di
lapangan (Amia, 1998)
5

Gambar : 1 Perkembangan sitasi dari penelitian naratif


Sumber : Setyosari, 2010

Dalam suatu kajian naratif, peneliti mengkaji cerita yang disampaikan


oleh seseorang tentang kehidupannya dan melakukan konstruksi secara bersama
suatu analisis yang bersifat narasi tentang cerita itu. Peneliti dan orang yang
menceritakan riwayatnya itu memiliki kesamaan pandangan dalam menentukan
makna yang melekat pada pengalaman orang tersebut. Analisis naratif ini
selanjutnya juga dirujuk dengan menggunakan istilah sebagai cerita kehidupan
atau sejarah kehidupan. Seorang peneliti yang melakukan penelitian atau
investigasi, contohnya tentang menginvestigasi tokoh masyarakat atau perjalanan
hidup seorang tokoh masyarakat dalam memimpin warganya dapat menggunakan
pendekatan penelitian naratif ini (Setyosari, 2010)
Menurut Webster dan Metrova (2007), narasi (narrative) adalah suatu
metode penelitian di dalam ilmu sosial. Inti dari metode ini adalah
kemampuannya untuk memahami identitas dan pandangan dunia seseorang
dengan mengacu pada cerita (narasi) yang ia dengarkan ataupun tuturkan di dalam
aktivitasnya kesehariannya. Dengan demikian penelitian naratif dapat diartikan
sebagai studi tentang cerita yang menceritakan dan menjelaskan suatu kejadian
6

yang menjadi pusat perhatian peneliti berdasarkan urutan waktu tertentu secara
rinci. Cerita ditulis melalui proses mendengarkan dari orang lain atau bertemu
secara langsung dengan informan melalui wawancara.
Istilah narasi berasal dari kata kerja "untuk menceritakan" atau "untuk
diceritakan (sebagai cerita) secara detail". Dalam desain penelitian naratif, peneliti
menggambarkan kehidupan individu, mengumpulkan, bercerita tentang kehidupan
orang, dan menulis narasi pengalaman individu (Connelly & Clandinin, 1990).
Sebagai bentuk berbeda dari penelitian kualitatif, narasi biasanya berfokus pada
mempelajari satu orang, mengumpulkan data melalui kumpulan cerita,
melaporkan pengalaman individu, dan mendiskusikan makna pengalaman tersebut
untuk individu. Buku memberikan informasi penting tentang proses melakukan
bentuk penyelidikan secara kualitatif (Creswell 1994).
B.Penggunaan Penelitian Naratif
Penggunakan riset naratif ketika peneliti memiliki individu yang bersedia
menceritakan kisah mereka dan ingin dibuatkan laporan tantang kisahnya. Bagi
para pendidik yang mencari pengalaman pribadi di lingkungan sekolah yang
sebenarnya, riset naratif menawarkan wawasan praktis dan spesifik. Penggunaan
studi narasi, peneliti membangun ikatan erat dengan para peserta, hal tersebut
dapat membantu mengurangi persepsi yang biasa dipegang oleh praktisi di
lapangan bahwa penelitian berbeda dari praktik dan hanya memiliki sedikit
penerapan langsung. Bagi peserta dalam studi, berbagi cerita mereka dapat
membuat mereka merasa bahwa cerita mereka penting dan bahwa mereka
didengar. Ketika mereka menceritakan sebuah kisah, itu membantu mereka
memahami topik yang perlu mereka proses. Menceritakan cerita adalah bagian
alami dari kehidupan, dan individu memiliki cerita tentang pengalaman mereka
untuk memberi tahu orang lain. Dengan cara ini, penelitian narasi menangkap
suatu bentuk data normal sehari-hari yang akrab bagi individu (Creswell, 1994).
Penelitian naratif adalah bentuk sastra penelitian kualitatif dengan ikatan
yang kuat dengan sastra, dan ini memberikan pendekatan kualitatif di mana
penulis dapat menulis dalam bentuk sastra persuasif. Ini berfokus pada gambar
mikroanalitik cerita individu daripada gambaran yang lebih luas dari norma
7

budaya, seperti dalam etnografi, atau teori abstrak, seperti dalam penelitian
grounded theory. Sebagai contoh dari micropicture ini, pertimbangkan kasus Ms
Meyer, yang memiliki dua anak di kelas lima dan enamnya menulis cerita tentang
kehidupan pribadi mereka. Anthony, seorang anak berusia 9 tahun yang
menganggap dirinya seorang penemu dan penulis, menyimpan jurnal ilmiah dari
penemuannya dan menulis sepotong ekspresif tentang neneknya. Anita, seorang
anak berusia 11 tahun, menulis tentang saat indah yang ia miliki di kolam renang,
belajar bermain bola tendangan, dan bisa berhasil dalam sesuatu (Creswell 1994).
C.Karakteristik Penelitian Naratif
Peneliti naratif mengeksplorasi permasalahan penelitian pendidikan dengan
memahami pengalaman seorang individu. Pembelajaran ini terjadi melalui cerita
yang dikisahkan oleh individu, seperti guru atau siswa. Cerita merupakan data,
dan peneliti mengumpulkannya melalui wawancara atau percakapan informal.
Cerita ini, yang disebut field texts (teks lapangan) (Clandinin & Connelly, 2000).
Menyediakan data kasar bagi peneliti untuk dianalisis ketika mereka menceritakan
kembali kisah itu berdasarkan elemen naratif, seperti permasalahan, tokoh, ranah,
tindakan, dan resolusi (Ollerenshaw & Creswell, 2000). Pada proses ini, peneliti
menarasikan cerita dan sering kali mengidentifikasi tema atau kategori yang
muncul. Jadi, analisis data kualitatifnya mungkin berupa deskripsi cerita dan tema
yang muncul darinya. Peneliti sering kali menuliskan ke dalam cerita yang
disusun kembali kronologi kejadian yang mendeskripsikan pengalaman individu
di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang dalam ranah atau konteks tertentu.
Sepanjang proses mengumpulkan dan menganalisis data ini, peneliti berkolaborasi
dengan partisipan dengan memeriksa ceritanya dan menegosiasikan makna basis
datanya. Peneliti dapat menjalinkan cerita pribadinya ke dalam laporan final.
Berdasarkan Creswell (1994) Salah satu kunci karakteristik yang menonjol dalam
penelitian naratif adalah terdapat pada tujuh karakteristik utama penelitian naratif
yaitu:

1. Pengalaman individu
8

Peneliti naratif berfokus pada pengalaman satu individu atau lebih. Peneliti
mengeksplorasi pengalaman individu. Pengalaman yang dimaksud pengalaman
pribadi dan pengalaman sosial. Clandinin dan Connelly (2000), pengalaman
dalam penelitian naratif ini bersifat personal, yaitu apa yang dialami individu, dan
sosial individu yang berinteraksi dengan orang lain. Jadi, peneliti naratif
memfokuskan pada memahami riwayat atau pengalaman masa lalu individu dan
bagaimana pengalaman itu memberikan kontribusi pada pengalaman saat ini dan
yang akan datang.
2. Kronologi pengalaman.
Memahami masa lalu individu seperti juga masa sekarang dan masa depan
adalah salah satu unsur kunci dalam penelitian naratif. Peneliti naratif
menganalisis suatu kronologi dan melaporkan pengalaman individu. Ketika
peneliti berfokus pada pemahaman pengalaman ini, peneliti memperoleh
informasi tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan partisipan. Kronologi
yang dimaksud dalam penelitian naratif adalah peneliti menganalisis dan menulis
tentang kehidupan individu menggunakan urutan waktu menurut kronologi
kejadian (Delbert, 2002)
3.Pengumpulan cerita.
Peneliti memberi tekanan pada pengumpulan cerita yang diceritakan oleh
individu kepadanya atau dikumpulkan dari beragam field texts. Cerita dalam
penelitian naratif adalah orang pertama langsung secara lisan yang mengatakan
atau menceritakan. Cerita biasanya memiliki awal, tengah dan akhir. Cerita secara
umum harus terdiri dari unsur waktu, tempat, plot dan adegan. Peneliti naratif
mengumpulkan cerita dari beberapa sumber data field texts dapat diwakili oleh
informasi dari sumber lain yang dikumpulkan oleh peneliti dalam desain naratif.
Cerita dikumpulkan dengan cara diskusi, percakapan atau wawancara. Akan
tetapi, cerita juga bisa bersifat autobiografis, di mana peneliti merefleksikan
tentang ceritanya dan menjalinkan cerita itu dengan cerita orang lain. Cerita, foto,
dan kotak kenangan keluarga kumpulan benda yang memicu ingatan adalah
bentuk lain yang digunakan untuk mengumpulkan cerita dalam penelitian naratif
(Creswell, 2007)
9

4.Restorying
Cerita pengalaman individu yang diceritakan kepada peneliti diceritakan
kembali dengan kalimat tersendiri. Peneliti melakukan ini untuk menghubungkan
dan mengurutkannya. Restorying adalah proses dimana peneliti mengumpulkan
cerita, menganalisisnya dengan unsur kunci cerita (waktu, tempat, plot dan
adegan) dan kemudian menulis kembali cerita itu untuk menempatkannya dalam
urutan kronologis (Alan, 2013). Ada beberapa tahap untuk melakukan restory.
1.Peneliti melakukan wawancara dan mencatat percakapan dari rekaman suara.
2.Peneliti mencatat data kasar/mentah dengan mengidentifikasi unsur kunci cerita.
3.Peneliti menceritakan kembali dengan mengorganisir kode kunci menjadi suatu
rangkaian atau urutan. Rangkaian yang dimaksud adalah latar (setting), tokoh atau
karakter, tindakan, masalah dan resolusi (Creswell, 2007).
5. Coding tema.
Peneliti naratif dapat memberi kode dari cerita atau data menjadi tema atau
kategori. Identifikasi tema memberikan kompleksitas sebuah cerita dan
menambah kedalaman untuk menjelaskan tentang pemahaman pengalaman
individu. Peneliti menggabungkan tema menjadi kalimat mengenai cerita individu
atau memasukannya sebagai bagian terpisah dalam suatu penelitian. Peneliti
naratif secara khusus memberi tema utama setelah menceritakan kembali kisahnya
(Creswell, 2007).
6. Konteks atau latar.
Peneliti mendeskripsikan secara terperinci latar atau konteks dimana
pengalaman individu menjadi pusat fenomenanya. Ketika melakukan restory
cerita partisipan dan menentukan tema, peneliti memasukkan rincian latar atau
konteks pengalaman partisipan. Latar dalam penelitian naratif boleh jadi teman,
keluarga, tempat kerja, rumah dan organisasi sosial atau sekolah (Creswell, 2007).
7.Kolaborasi.
Peneliti dan partisipan berkolaborasi sepanjang proses penelitian. Kolaborasi
dalam penelitian naratif yaitu peneliti secara aktif meliput partisipannya dalam
memeriksa cerita yang dikembangkan. Kolaborasi bisa meliputi beberapa tahap
dalam proses penelitian dari merumuskan pusat fenomena sampai menentukan
10

jenis field texts yang akan menghasilkan informasi yang berguna untuk menulis
laporan cerita pengalaman individu. Kolaborasi meliputi negoisasi hubungan
antara peneliti dan partisipan untuk mengurangi potensi gap atau celah antara
penyampai naratif dan pelapor naratif. Kolaborasi juga termasuk menjelaskan
tujuan dari penelitian kepada partisipan, negoisasi transisi dari mengumpulkan
data sampai menulis cerita dan menyusun langkah untuk berbaur dengan
partisipan dalam penelitian (Creswell, 2007).
D.Jenis Penelitian Naratif
Terdapat beberapa jenis penelitian narasi. Jika kita berencana untuk
melakukan studi naratif, kita perlu mempertimbangkan jenis studi narasi apa yang
harus dilakukan. Penelitian naratif adalah kategori menyeluruh untuk berbagai
praktik penelitian, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15.1. Bagi individu
yang merencanakan studi naratif, setiap jenis narasi menyediakan struktur untuk
melakukan penelitian dan referensi untuk bagaimana melakukan proyek yang
akan dikenali oleh dosen, jurnal, dan penerbit buku. Bagi mereka yang membaca
studi naratif, hal tersebut kurang penting untuk mengetahui jenis narasi apa yang
digunakan dan lebih penting untuk mengenali karakteristik penting dari jenis.
Lima pertanyaan yang dibahas dalam subbagian berikut sangat membantu dalam
menentukan jenis studi naratif yang akan dibuat.

Gambar 15.1: Jenis penelitian naratif Sumber: Frankle, 2011

Siapa yang Menulis atau Merekam Kisahnya?


Menentukan siapa yang akan menulis dan merekam cerita individu
adalah perbedaan mendasar dalam penelitian narasi. Biografi adalah bentuk studi
naratif di mana peneliti menulis dan mencatat pengalaman kehidupan orang lain.
11

Biasanya, peneliti membangun biografi dari catatan dan arsip (Angrosino, 1989),
meskipun peneliti terkadang menggunakan sumber informasi lain, seperti
wawancara dan foto. Dalam otobiografi, individu yang menjadi subjek penelitian
menulis akun tersebut. Meskipun bukan pendekatan yang populer, Anda dapat
menemukan laporan dari akun otobiografi guru sebagai profesional (Connelly &
Clandinin, 1990).

Berapa Banyak Kehidupan yang Direkam dan Dipresentasikan?


Pertanyaan ini memperkenalkan perbedaan kedua di antara studi narasi.
Dalam antropologi, banyak contoh cerita tentang kehidupan individu seseorang.
Riwayat hidup adalah kisah narasi dari seluruh pengalaman hidup seseorang. Para
antropolog, misalnya, terlibat dalam penelitian sejarah kehidupan untuk belajar
tentang kehidupan seseorang dalam konteks kelompok berbagi budaya. Seringkali
fokus termasuk titik balik atau peristiwa penting dalam kehidupan individu
(Angrosino, 1989). Namun, dalam pendidikan, studi narasi biasanya tidak
melibatkan akun dari seluruh kehidupan, melainkan berfokus pada episode atau
peristiwa tunggal dalam kehidupan individu. Kisah pengalaman pribadi adalah
studi naratif tentang pengalaman pribadi seseorang yang ditemukan dalam satu
atau beberapa episode, situasi pribadi, atau cerita rakyat komunal (Denzin, 1989).
Clandinin dan Connelly (2000) memperluas cerita pengalaman pribadi untuk
menjadi pribadi dan sosial, dan menyampaikan sikap ini sebagai esensi dari
pengalaman yang dilaporkan tentang guru dan mengajar di sekolah

Siapa yang Menyediakan dan memberikan Cerita?


Pendekatan ketiga untuk mengidentifikasi jenis narasi adalah memeriksa
secara mendalam siapa yang menyediakan cerita. Faktor ini sangat relevan dalam
pendidikan, di mana jenis pendidik atau peserta didik telah menjadi fokus dari
banyak studi narasi. Misalnya, cerita guru adalah akun pribadi oleh guru dari
pengalaman kelas pribadi mereka sendiri. Sebagai bentuk narasi populer dalam
pendidikan, peneliti melaporkan cerita guru untuk menangkap kehidupan guru
sebagai profesional dan memeriksa pembelajaran di ruang kelas (misalnya,
Connelly & Clandinin, 1988). Studi naratif lainnya fokus pada siswa di kelas.
12

Dalam cerita anak, peneliti naratif meminta anak di ruang kelas untuk menyajikan
secara lisan atau menulis cerita mereka sendiri tentang pengalaman belajar mereka
(misalnya, Ollerenshaw, 1998).

Apakah Pandangan Teoritis Digunakan?


Pertanyaan lain yang membentuk karakter narasi adalah apakah dan
sejauh mana peneliti menggunakan pandangan teoritis dalam mengembangkan
narasi. Penelitian narasi lensin teoritis adalah perspektif pemandu atau ideologi
yang menyediakan struktur untuk mengadvokasi kelompok atau individu dalam
laporan tertulis. Pandangan ini mungkin mengadvokasi bagi orang Amerika Latin
yang menggunakan tesimonios, melaporkan kisah wanita menggunakan lensa
feminis (misalnya, Personal Narratives Group, 1989), atau mengumpulkan kisah
tentang orang pinggiran. Dalam semua contoh ini, peneliti naratif memberikan
suara bagi individu yang jarang terdengar dalam penelitian pendidikan.

Bisakah Bentuk Narasi Dikombinasikan?


Suatu studi naratif mungkin berupa biografi karena peneliti menulis dan
melaporkan tentang partisipan dalam penelitiannya. Penelitian juga dapat berfokus
pada suatu studi pribadi dari seorang guru. Hal ini dapat menunjukkan suatu
peristiwa dalam kehidupan seorang guru, misalnya pemecatan guru dari sekolah,
menghasilkan suatu naratif pribadi. Jika individunyaseorang wanita, peneliti akan
menggunakan perspektif teoretis “feminist” untuk menguji kekuatan dan
mengontrol masalahnya. Pada akhirnya menghasilkan suatu naratif dari kombinasi
beberapa unsur yang berbeda yaitu gabungan dari biografi, personal account,
cerita guru, dan perspektif “feminist”.

E. Langkah dalam penelitian naratif


Terlepas dari jenis atau bentuk penelitian narasi, pendidik yang melakukan
studi naratif melanjutkan melalui beberapa langkah. Tujuh langkah utama terdiri
13

dari proses yang biasanya dilakukan selama studi narasi. Visualisasi proses
sebagai lingkaran menunjukkan bahwa semua langkah saling berhubungan dan
tidak harus linier.
1. Mengidentifikasi masalah
Seperti halnya semua proyek penelitian, proses dimulai dengan berfokus
pada masalah penelitian untuk mempelajari dan mengidentifikasi, dalam
penelitian kualitatif, sebuah fenomena utama untuk dijelajahi. Meskipun
fenomena minat dalam narasi adalah cerita (Connelly & Clandinin, 1990), peneliti
perlu mengidentifikasi masalah atau kekhawatiran. Misalnya, masalah menurut
Huber (1999), dalam studi narasi anak di ruang kelas, terdiri dari cerita tentang
kesulitan guru siswanya meskipun telah memenuhi beragam kebutuhan siswa.
Menggunakan kata yang menyakitkan satu sama lain, dan terus menggunakan
kemarahan dan agresi untuk memecahkan masalah. Ketika menjelajahi masalah
seperti ini, peneliti berusaha untuk memahami pengalaman pribadi atau sosial dari
individu atau dalam lingkungan pendidikan.

Langkah 2. Memilih Narasumber


Peneliti menemukan individu yang dapat memberikan pemahaman tentang
fenomena tersebut. Peserta mungkin adalah seseorang yang tipikal atau kritis
untuk belajar karena dia telah mengalami masalah atau situasi tertentu. Pilihan
lain untuk pengambilan sampel juga tersedia. Meskipun banyak studi naratif
hanya memeriksa satu individu, Anda dapat mempelajari beberapa individu dalam
sebuah proyek, masing-masing dengan cerita yang berbeda yang dapat
bertentangan dengan atau saling mendukung satu sama lain.

Langkah 3. Kumpulkan Data


Maksudnya adalah mengumpulkan teks lapangan yang akan memberikan
kisah pengalaman individu. Cara terbaik untuk mengumpulkan cerita adalah
meminta orang menceritakan tentang pengalamannya, melalui percakapan pribadi
atau wawancara. Pengumpulkan teks bidang lainnya seperti ini.
a. Membuat catatan individu ceritanya dalam jurnal atau buku harian.
b. Mengamati catatan individu dan catatan lapangan.
14

c. Mengumpulkan surat yang dikirim oleh individu.


d. Mengumpulkan cerita tentang individu dari anggota keluarga.
e. Mengumpulkan dokumen seperti korespondensi resmi tentang individu.
f. Mendapatkan foto, kotak memori, dan artifak pribadi/keluarga/sosial lainnya.
g. Mencatat pengalaman hidup individu (Clandinin & Connelly, 2000).

Langkah 4. Menceritakan Kembali Kisah Individu

Meninjau data yang mengandung cerita dan menceritakannya kembali. Proses


ini termasuk memeriksa data mentah, mengidentifikasi elemen cerita di dalamnya,
mengurutkan atau mengatur elemen cerita, dan kemudian menyajikan kisah yang
diceritakan kembali yang menyampaikan pengalaman individu. Peneliti
menggunakan restorying karena pendengar dan pembaca akan lebih memahami
cerita yang diceritakan oleh peserta jika peneliti mengurutkannya menjadi urutan
logis. Elemen apa yang peneliti identifikasi dalam data mentah untuk cerita
narasumber ? Bagaimana peneliti mengatur elemen ini di dalam kisah
narasumber ? Peneliti naratif berbeda tentang unsur yang dipilih, meskipun secara
umum narasumber mungkin menyebutkan unsur narasi yang ditemukan dalam
analisis sastra sebuah novel. Misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan adalah
elemen utama yang terletak di cerita oleh peneliti (Connelly & Clandinin, 1990).
Berfokus pada plot, Kita mungkin mengidentifikasi abstrak dari peristiwa atau
tindakan, mengarahkan pendengar, menyampaikan tindakan yang rumit,
mengevaluasi maknanya, dan menyelesaikan tindakan (Cortazzi, 1993).
Penyelidik lain mungkin memeriksa cerita untuk pengaturan, karakter, tindakan,
masalah, dan resolusi (Ollerenshaw & Creswell, 2000). Meskipun beberapa
strategi analitik ada untuk mencari dan mengurutkan sebuah cerita, semua
prosedur memerintahkan cerita untuk pembaca dan pendengar menggunakan
elemen sastra.

Langkah 5. Berkolaborasi dengan Peserta-Storyteller


Langkah ini adalah langkah yang berinteraksi dengan semua langkah lain
dalam proses. Secara aktif berkolaborasi dengan peserta selama proses penelitian.
Kolaborasi ini dapat mengambil beberapa bentuk, seperti bernegosiasi masuk ke
15

lokasi dan peserta, bekerja erat dengan peserta untuk mendapatkan teks lapangan
untuk menangkap pengalaman individu, dan menulis dan menceritakan kisah
individu dalam rangkaian kalimat peneliti.

Langkah 6. Tulis Kisah Tentang Pengalaman Peserta


Langkah utama dalam proses penelitian adalah bagi penulis untuk menulis
dan menyajikan kisah pengalaman individu. Meskipun tidak ada cara tunggal
untuk menulis laporan naratif, akan sangat membantu untuk memasukkan
beberapa fitur naratif. Peneliti menggabungkan literatur dan studi penelitian
tentang masalah ke bagian akhir dari penelitian. Pembaca sering tidak akrab
dengan narasi, penulis dapat menulis bagian tentang pentingnya penelitian naratif
dan prosedur yang terlibat di dalamnya sehingga peneliti dapat menginformasikan
pembaca tentang penelitian narasi. Seperti halnya semua riset kualitatif, peneliti
hadir dalam laporan naratif.

Langkah 7. Validasi Akurasi Laporan


Validasi data perlu dilakukan untuk keakurasian data. Ketika kolaborasi ada
dengan peserta, validasi ini dapat terjadi di seluruh proyek. Beberapa praktik
validasi seperti pengecekan anggota, triangulasi di antara sumber data, dan
mencari bukti yang tidak sesuai, berguna untuk menentukan akurasi dan
kredibilitas akun naratif.

F. Mengevaluasi Penelitian Naratif


Penelitian naratif yang baik melaporkan cerita tentang pengalaman hidup
individu, mengorganisasikan ke dalam kronologi, menempatkannya dalam ranah
atau konteks, menarik beberapa tema dari cerita itu, dan mendemonstrasikan
kolaborasi yang dekat antara peneliti dan partisipan dalam proyek naratif.
Sebagai bentuk penelitian kualitatif, narasi perlu konsisten dengan kriteria
untuk penelitian kualitatif yang baik. Terdapat aspek naratif tertentu yang
mungkin dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian.
Kriteria untuk penelitian naratif yang berkualitas tinggi ditunjukkan dalam Tabel
16

di bawah ini yang didasarkan pada saran Clandinin dan Connelly (2000) dan
Riessman (2008).
Mengevaluasi Kualitas Penelitian Naratif

Indikator Kualitas yang Indikator Kualitas yang


Kriteria Kualitas
Lebih Tinggi Lebih Rendah

Elemen Kunci

Penelitian naratif Peneliti memfokuskan Peneliti meneliti lebih dari


memfokuskan pada pada seorang individu dua orang individu,
satu atau dua individu. (atau dua orang individu) sehingga kisah yang
dan memberikan alasan diceritakan lebih
mengapa individu ini merupakan cerita kolektif
dipilih untuk potret daripada cerita terperinci
naratif. tentang pengalaman hidup
seseorang.

Peneliti melaporkan Peneliti memberi Peneliti tidak terlalu


pengalaman hidup pembaca pemahaman terperinci menceritakan
individu dengan detail. tentang kehidupan tentang pengalaman hidup
seseorang melalui detail seorang individu sehingga
yang jelas dari pembaca tidak
pengalaman mereka. mendapatkan pemahaman
yang benar dan utuh
tentang pengalaman hidup
individu.

Peneliti mengambil Peneliti menyatukan Peneliti menyajikan


cerita mereka dan banyak cerita dari jalan peristiwa acak yang tidak
menceritakannya cerita individu, yang menyatu dalam suatu jalan
kembali, mungkin sering kali diceritakan cerita tentang kehidupan
untuk dalam suatu kronologi. individu.
mengembangkan Peneliti memahamkan
kronologi kejadian. peristiwa kunci dalam
cerita ini.

Laporan akhir Peneliti mendeskripsikan Peneliti hanya melaporkan


mendeskripsikan konteks yang lebih luas cerita tentang individu
konteks cerita, dari kehidupan individu, tanpa menempatkan
ranahnya, dan misalnya keluarga, kehidupannya dalam
beberapa orang yang teman, pekerjaan, konteks pekerjaan,
17

terlibat. kegiatan, minat, hobi dan keluarga dan sebagainya.


lainnya. Informasi ini Dalam tipe naratif ini, kita
dikumpulkan melalui tidak memahami ranah
wawancara, observasi, yang lebih luas dimana
dokumen yang ada di pengalaman individu itu
luar individu. ada.

Peneliti melaporkan Peneliti, setelah Peneliti membatasi narasi


tema yang muncul di mendeskripsikan pada cerita individu dan
cerita. individu dan konteksnya, tidak menganalisis data
mengemukakan beberapa untuk menyimpulkan tema
tema penting yang yang menyuguhkan
muncul dari ceritanya. peristiwa utama atau ide
Tema ini dapat yang terkandung dalam
diorganisasikan secara cerita itu.
kronologis atau disajikan
untuk mengilustrasikan
berbagai peristiwa yang
signifikan dalam
kehidupan individu.

Peneliti naratif Peneliti mengundang Peneliti menceritakan


berkolaborasi erat partisipan untuk cerita objektif tanpa
dengan partisipan yang memeriksa data yang memeriksa kembali
menyediakan cerita. dikumpulkan dan dengan partisipan tentang
melibatkan partisipan keakuratan ceritanya dan
dalam membentuk cerita bagaimana cerita itu
final yang diceritakan sebaliknya diceritakan.
dalam narasi.
Tabel 2.1 : Cara Mengevaluasi Kualitas Penelitian Naratif

G. Analisis Konten (Isi)


Aktivitas manusia tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung dan tidak
memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari beberapa orang yang mungkin
mengetahui kegiatan tersebut dari pengalaman langsung. Analisis konten adalah
teknik yang memungkinkan peneliti untuk mempelajari perilaku manusia secara
tidak langsung, melalui analisis komunikasi. Keyakinan, sikap, nilai, dan ide sadar
18

dan tidak sadar seseorang sering terungkap dalam komunikasi mereka (Cresswell,
1994).
Dewasa ini, sejumlah besar komunikasi dari satu jenis atau lainnya (editorial
koran, grafiti, komposisi musik, artikel majalah, iklan, film, dll.). Analisis dari
komunikasi semacam itu dapat memberi tahu banyak hal tentang bagaimana
manusia hidup. Untuk menganalisis beberapa pesan ini, seorang peneliti perlu
mengatur sejumlah besar materi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
mengembangkan kategori, peringkat, atau skor yang sesuai yang dapat digunakan
peneliti untuk perbandingan berikutnya serta menerangkan apa yang sedang
diselidiki. Itulah maksud dari analisis konten.
Teknik analisis konten yang digunakan, seorang peneliti dapat mempelajari
(secara tidak langsung) apa pun kecenderungan misalnya dalam praktik
“membesarkan anak” (dengan membandingkannya dari waktu ke waktu atau
dengan membandingkan perbedaan dalam beberapa praktik di antara berbagai
kelompok orang), seperti jenis pahlawan yang disukai orang, seperti kekerasan di
dalam televisi sampai taraf tertentu. Melalui analisis literatur, majalah populer,
lagu, komik, kartun, dan film, berbagai cara di mana jenis kelamin, kejahatan,
agama, pendidikan, etnis, kasih sayang dan cinta, atau kekerasan dan kebencian
telah disajikan pada waktu yang berbeda dapat mengungkapkan. Berdasarkan data
tersebut, peneliti dapat membuat perbandingan tentang sikap dan keyakinan
berbagai kelompok orang yang dipisahkan oleh waktu, lokasi geografis, budaya,
atau negara.
Menurut Krippendorf (1991) Analisis konten adalah metode yang memiliki
penerapan luas dalam penelitian pendidikan. Misalnya dapat digunakan untuk:
1. Mendeskripsikan tren di sekolah dari waktu ke waktu dengan memeriksa
publikasi profesional atau umum.
2. Memahami pola organisasi (misalnya, dengan memeriksa bagan, garis besar,
yang disiapkan oleh administrator sekolah).
3. Menunjukkan bagaimana sekolah yang berbeda menangani fenomena yang
sama secara berbeda (misalnya, pola kurikuler, tata kelola sekolah).
19

4. Ketidaksesuaian, nilai, dan lingkungan budaya negara yang berbeda (misalnya,


melalui pemeriksaan tentang jenis kursus dan kegiatan apa yang atau tidak
disponsori dan diberhentikan).
5. Membandingkan mitos yang orang percaya tentang sekolah dengan apa yang
sebenarnya terjadi di dalamnya (misalnya, dengan membandingkan hasil jajak
pendapat yang diambil dari masyarakat umum dengan sastra yang ditulis oleh
guru dan orang lain yang bekerja di sekolah).
6. Memperoleh rasa bagaimana perasaan guru tentang pekerjaan mereka
(misalnya, dengan memeriksa apa yang telah mereka tulis tentang pekerjaan
mereka).
7. Mendapatkan beberapa gagasan tentang bagaimana sekolah dipersepsikan
(misalnya, dengan melihat film dan program televisi yang menggambarkan hal
yang sama).
Analisis konten juga dapat digunakan untuk melengkapi metode penelitian
lain yang lebih langsung. Analisis konten dapat digunakan untuk memberikan
wawasan peneliti ke dalam masalah atau hipotesis yang kemudian dapat mereka
uji dengan metode yang lebih langsung. Seorang peneliti mungkin menganalisis
konten surat kabar siswa, misalnya, untuk memperoleh informasi untuk
merancang kuesioner atau merumuskan pertanyaan untuk wawancara mendalam
berikutnya dengan anggota badan siswa di sekolah menengah tertentu (Amia,
1998).

H. Kategorisasi dalam analisis Konten (Isi)


Semua prosedur yang disebut analisis konten memiliki karakteristik tertentu
yang sama. Prosedur ini juga bervariasi dalam beberapa hal, tergantung pada
tujuan analisis dan jenis komunikasi yang sedang dianalisis. Semua harus pada
titik tertentu mengkonversi (kode) informasi deskriptif ke dalam kategori. Ada
dua cara yang dapat dilakukan:
a. Peneliti menentukan kategori sebelum analisis dimulai. Kategori ini didasarkan
pada pengetahuan, teori, atau pengalaman sebelumnya.
20

b. Peneliti menjadi sangat akrab dengan informasi deskriptif yang dikumpulkan


dan memungkinkan kategori muncul ketika analisis berlanjut (lihat gambar
20.3) (Eriyanto, 2010).
Tabel 20.3 Contoh Pengkodean Wawancara
Sumber: Cresswell 1994

H. Langkah dalam Analisis Konten


Langkah dalam penelitian analitis konten terdiri dari beberapa langkah.
Menurut (Barelsin, 1912) terdapat lima langkah dalam penelitian konten yaitu.

1. Menentukan Tujuan
Menentukan tujuan spesifik yang ingin dicapai. Ada beberapa alasan
mengapa seorang peneliti mungkin ingin melakukan analisis konten.
Menurut Fraenkel (2008) terdapat 5 alasan mengapa seseorang peneliti
melakukan analisis konten yaitu :
1) Untuk memperoleh informasi deskriptif tentang suatu topik. Analisis
konten adalah cara yang sangat berguna untuk mendapatkan informasi
yang menjelaskan masalah atau topik. Misalnya, analisis konten praktik
membesarkan anak di negara yang berbeda dapat memberikan informasi
21

deskriptif yang mungkin mengarah pada pertimbangan pendekatan yang


berbeda dalam masyarakat tertentu. Demikian pula, analisis konten dari
cara berbagai peristiwa sejarah dijelaskan dalam buku teks sejarah dari
berbagai negara mungkin menjelaskan mengapa orang memiliki
pandangan sejarah yang berbeda (misalnya, peran Adolf Hitler dalam
Perang Dunia II).
2) Merumuskan tema (misalnya, ide utama) yang membantu mengatur dan
memahami sejumlah besar informasi deskriptif. Tema biasanya
merupakan pengelompokan kode yang muncul baik selama atau setelah
proses pembuatan kode.
3) Memeriksa temuan penelitian lainnya. Analisis konten sangat membantu
dalam memvalidasi temuan dari studi atau studi menggunakan
metodologi penelitian lain. Pernyataan penerbit buku teks tentang apa
yang mereka yakini dimasukkan dalam buku teks biologi sekolah
menengah mereka (diperoleh melalui wawancara) misalnya dapat
diperiksa dengan melakukan analisis konten buku teks tersebut.
Wawancara dengan profesor perguruan tinggi tentang apa yang mereka
katakan yang mereka ajarkan dapat diverifikasi dengan melakukan
analisis konten dari rencana pelajaran mereka.
4) Memperoleh informasi yang berguna dalam menangani masalah
pendidikan. Analisis konten dapat membantu guru merencanakan
kegiatan untuk membantu siswa belajar. Analisis konten komposisi
siswa, misalnya, dapat membantu guru menentukan kesalahan tata
bahasa atau gaya. Analisis konten dari tugas matematika mungkin
mengungkapkan kekurangan dalam cara siswa berusaha memecahkan
masalah kata. Meskipun analisis semacam itu serupa dengan praktik
penilaian, mereka berbeda karena mereka memberikan informasi yang
lebih spesifik, seperti frekuensi relatif dari berbagai jenis kesalahan.
5) Untuk menguji hipotesis. Analisis konten juga dapat digunakan untuk
menyelidiki hubungan yang mungkin atau untuk menguji ide. Sebagai
contoh, seorang peneliti mungkin berhipotesis bahwa buku teks studi
22

sosial telah berubah dalam tingkat di mana mereka menekankan peran


individu minoritas dalam sejarah negara kita. Analisis penerimaan
sampel teks yang diterbitkan selama 20 tahun terakhir akan
mengungkapkan apakah ini kasusnya.
2. Menentapkan Syarat
Mendefinisikan istilah penting merupakan sayarat yang penting dlaam
penelitian ini agar tidak menyebabkan kebingungan ketika pembaca
melakukan analisis.
3. Menentukan Unit Spesifik yang Dianalisis
Mementukan beberapa hal yang akan dianalisis, pengguanan kata frasa
serta unit akan digunakan untuk melakukan dan melaporkan analisis harus
ditentukan sebelum peneliti memulai analisis.
4. Mengungkapkan Data yang Relevan
Mencari data (misalnya, buku teks, majalah, lagu, garis besar kursus,
rencana pelajaran) yang akan dianalisis dan yang relevan dengan tujuan.
Hubungan antara konten yang akan dianalisis dan tujuan penelitian harus
jelas. Salah satu cara untuk membantu memastikan kejelasan adalah
memiliki pertanyaan penelitian khusus (dan mungkin hipotesis) dalam
pikiran sebelumnya dan kemudian memilih badan material di mana
pertanyaan atau hipotesis dapat diselidiki.
5. Mengembangkan Alasan
Peneliti membutuhkan kalimat konseptual untuk menjelaskan
bagaimana data terkait dengan tujuan. Pilihan konten harus jelas, bahkan
untuk pengamat yang tidak tertarik. Seringkali, hubungan antara pertanyaan
dan konten cukup jelas. Namun di lain waktu, tautannya tidak terlalu jelas
dan perlu dijelaskan. Dengan demikian, seorang peneliti yang tertarik pada
perubahan sikap terhadap kelompok tertentu (misalnya, petugas polisi) dari
waktu ke waktu mungkin memutuskan untuk melihat bagaimana mereka
digambarkan dalam cerita pendek yang muncul di majalah yang diterbitkan
pada waktu yang berbeda. Peneliti harus berasumsi bahwa perubahan dalam
bagaimana petugas polisi digambarkan dalam kisah ini menunjukkan
23

perubahan sikap terhadap mereka. Banyak analisis konten menggunakan


materi yang tersedia. Tetapi juga umum bagi seorang peneliti untuk
menghasilkan datanya sendiri. Dengan demikian, kuesioner terbuka
mungkin diberikan kepada sekelompok siswa untuk menentukan
bagaimana perasaan mereka tentang kurikulum yang baru diperkenalkan,
dan kemudian peneliti akan menganalisis tanggapan mereka. Atau
serangkaian wawancara terbuka mungkin diadakan dengan sekelompok
siswa untuk menilai persepsi mereka tentang kekuatan dan kelemahan dari
program konseling sekolah, dan wawancara ini akan dikodekan dan
dianalisis.
I. Mengembangkan Rencana Sampling (Pengambilan Sampel)
Peneliti mengembangkan rencana pengambilan sampel. Novel, misalnya,
dapat dicontohkan pada satu atau sejumlah tingkatan, seperti kata, frasa,
kalimat, paragraf, bab, buku, atau penulis. Program televisi dapat dicontohkan
berdasarkan jenis, saluran, sponsor, produser, atau waktu hari yang
ditampilkan. Setiap bentuk komunikasi dapat diambil sampelnya pada tingkat
konseptual apa pun yang sesuai. Salah satu desain purposive sampling yang
paling sering digunakan. Sebagai contoh, seorang peneliti mungkin
memutuskan untuk mendapatkan wawancara tertulis dari beberapa siswa
karena mereka semua adalah musisi yang sangat berbakat. Atau seorang
peneliti dapat memilih dari antara notulen rapat dewan sekolah hanya yang di
dalamnya perubahan kurikulum khusus direkomendasikan. Sebagai contoh,
seorang peneliti mungkin memutuskan untuk memilih sampel acak dari buku
teks kimia, panduan kurikulum, hukum yang berkaitan dengan pendidikan
yang dilewatkan di negara bagian California, rencana pelajaran yang disiapkan
oleh guru sejarah di sekolah menengah di kota, atau kepala sekolah dasar
buletin harian. Kemungkinan lain adalah jumlah semua lagu yang direkam
oleh band besar Benny Goodman dan kemudian pilih sampel acak 50 untuk
menganalisis. Stratified sampling juga dapat digunakan dalam analisis konten.
Seorang peneliti yang tertarik pada kebijakan dewan sekolah di negara
tertentu, misalnya, dapat mulai dengan mengelompokkan distrik sekolah
24

berdasarkan wilayah dan ukuran geografis dan kemudian menggunakan


sampling acak atau sistematis untuk memilih kabupaten tertentu. Stratifikasi
memastikan bahwa sampel mewakili negara dalam hal ukuran dan lokasi
kabupaten. Pernyataan kebijakan kemudian akan diperoleh dari setiap
kabupaten dalam sampel untuk analisis. Pengambilan sampel klaster juga
dapat digunakan. Dalam contoh yang baru saja dijelaskan, jika unit analisis
adalah notulen rapat dewan daripada pernyataan kebijakan formal, notulen
dari semua pertemuan selama satu tahun akademik dapat dianalisis. Setiap
distrik yang dipilih secara acak dengan demikian akan memberikan
sekelompok menit pertemuan. Tentu saja ada cara yang kurang diinginkan
untuk memilih sampel konten yang akan dianalisis. Orang dapat dengan
mudah memilih sampel kenyamanan konten yang akan membuat analisis
hampir tidak berarti. Contohnya adalah menilai sikap warga Amerika terhadap
perdagangan bebas dengan mempelajari artikel yang hanya dipublikasikan di
National Review atau The Progressive. Peningkatan atas sampling
kenyamanan akan, seperti yang disebutkan sebelumnya, purposive sampling
(Creswell, 2011).
J. Merumuskan Kategori yang Relevan
Peneliti merumuskan kategori yang relevan dengan penyelidikan (Gambar
20.2). Kategori harus sangat eksplisit sehingga peneliti lain dapat
menggunakannya untuk memeriksa materi yang sama dan memperoleh hasil
yang sama secara substansial yaitu, menemukan kategori yang sama.
25

Gambar 2.1 Ilustrasi kategori apa yang harus digunakan gunakan


Sumber: Fraenkel (2008)
Proses mengembangkan kategori yang muncul dari data seringkali rumit.
Contoh pengkodean wawancara ditunjukkan pada Gambar 20.3. Ini adalah
transkrip wawancara dengan seorang guru tentang perubahan kurikulum.
Dalam contoh ini, kode kategori dan tema awal diidentifikasi dalam teks dan
dianotasikan di margin, bersama dengan pengingat kepada peneliti.
Seorang peneliti dalam melakukan analisis konten, dapat mengkodekan
salah satu atau kedua manifes dan konten laten dari suatu komunikasi. Konten
nyata dari suatu komunikasi mengacu pada konten permukaan yang jelas
berdasarkan kata, gambar dan sebagainya yang langsung dapat diakses oleh
mata telanjang atau telinga. Tidak ada simpulan tentang makna yang
mendasarinya yang diperlukan. Untuk menentukan beberapa masalah yang
muncul (Pawito, 2008).
Isi laten dokumen pada sisi lain, mengacu pada makna yang mendasari apa
yang dikatakan atau ditunjukkan. Untuk mendapatkan makna yang mendasari
garis besar khusus misalnya, seorang peneliti mungkin membaca seluruh garis
besar atau sampel halaman, terutama yang menggambarkan kegiatan kelas dan
tugas pekerjaan rumah yang siswa akan terkena. Peneliti kemudian akan
membuat penilaian keseluruhan untuk sejauh mana mungkin mengembangkan
pemikiran kritis. Meskipun penilaian peneliti pasti akan dipengaruhi oleh
munculnya kata berpikir dalam dokumen, itu tidak akan bergantung
26

sepenuhnya pada frekuensi dimana kata (atau sinonimnya) muncul. Mengkode


konten laten dari dokumen memiliki keuntungan untuk mendapatkan makna
yang mendasari apa yang tertulis atau ditampilkan, tetapi itu datang dengan
beberapa biaya dalam keandalan. Sangat mungkin bahwa dua peneliti akan
menilai secara berbeda tingkat di mana garis besar kursus tertentu cenderung
mengembangkan pemikiran kritis. Suatu kegiatan atau tugas yang dinilai oleh
satu peneliti sebagai sangat mungkin untuk mendorong pemikiran kritis
mungkin dilihat oleh peneliti kedua sebagai tidak efektif. Kriteria yang umum
digunakan adalah kesepakatan 80 persen. Tetapi bahkan jika seorang peneliti
tunggal melakukan semua pengkodean, tidak ada jaminan bahwa dia akan tetap
konstan dalam penilaian yang dibuat atau standar yang digunakan. Lebih jauh
lagi, pembaca mungkin tidak yakin bagaimana tepatnya penilaian keseluruhan
dibuat. Oleh karena itu, solusi terbaik adalah menggunakan kedua metode
tersebut jika memungkinkan. Bagian atau kutipan tertentu harus menerima
deskripsi yang hampir sama jika pengkodean peneliti tentang konten manifes
dan laten cukup dapat diandalkan dan valid. Namun, jika penilaian peneliti
(atau dua atau lebih peneliti), menggunakan dua metode, tidak cukup dekat
(kemungkinan tidak akan ada kesepakatan yang sempurna), hasilnya mungkin
harus dibuang dan mungkin tujuan keseluruhan dari analisis dipertimbangkan
kembali (Cresswell, 1994).
K. Memeriksa Reliabilitas dan Validitas
Prosedur untuk memeriksa reliabilitas dan validitas bisa diterapkan dalam
beberapa hal pada analisis konten. Selain menilai kesepakatan antara dua atau
lebih kategorisasi, akan berguna untuk mengetahui bagaimana kategorisasi
oleh peneliti yang sama menyetujui periode waktu yang bermakna (metode tes
ulang). Selanjutnya, semacam reliabilitas bentuk setara dapat dilakukan
dengan memilih sampel bahan kedua atau membagi sampel asli menjadi dua.
Orang akan berharap, misalnya, bahwa data yang diperoleh dari satu sampel
editorial akan sesuai dengan yang diperoleh dari sampel kedua. Kemungkinan
lain adalah membagi setiap unit analisis dalam sampel menjadi setengah untuk
perbandingan. Jadi, jika unit analisis adalah sebuah novel, jumlah pernyataan
27

menghina tentang orang asing dalam bab bernomor ganjil harus cukup sesuai
dengan jumlah dalam bab bernomor genap. Sehubungan dengan validitas,
kami pikir itu harus sering tidak hanya untuk memeriksa manifes terhadap
konten laten tetapi juga untuk membandingkan salah satu atau keduanya
dengan hasil dari instrumen yang berbeda. Sebagai contoh, frekuensi relatif
pernyataan menghina dan positif tentang orang asing yang ditemukan dalam
editorial akan diharapkan sesuai dengan yang ditemukan dalam surat kepada
editor, jika keduanya mencerminkan pendapat umum (Weber, 1985).
L. Anlisis Data
Menghitung adalah karakteristik penting dari beberapa analisis konten.
Setiap kali sebuah unit dalam kategori yang relevan ditemukan. Jadi, produk
akhir dari proses pengkodean harus berupa angka. Jelas bahwa menghitung
frekuensi kata, frasa, simbol, gambar, atau konten manifes tertentu
memerlukan penggunaan angka. Tetapi bahkan pengkodean konten laten dari
dokumen mengharuskan peneliti untuk mewakili keputusan pengkodean
dengan angka dalam setiap kategori. Langkah terakhir, kemudian, adalah
menganalisis data yang telah ditabulasikan. Seperti dalam metode penelitian
lain, deskripsi prosedur statistik yang berguna untuk meringkas data dan
membantu peneliti dalam menafsirkan apa yang mereka ungkapkan. Cara
umum untuk menginterpretasikan data analisis konten adalah melalui
penggunaan frekuensi (yaitu, jumlah insiden spesifik yang ditemukan dalam
data) dan persentase dan / atau proporsi kejadian tertentu terhadap kejadian
total (Widyastuti, 2005).
M. Menggunakan Komputer dalam Analisis Konten
Program komputer untuk beberapa waktu menjadi anugerah bagi
penelitian kuantitatif, memungkinkan para peneliti untuk menghitung statistik
yang sangat kompleks dengan sangat cepat. Terdapat program pengolah kata
sederhana dapat digunakan untuk beberapa jenis analisis data. Perintah
"find", misalnya, dapat menemukan berbagai bagian dalam dokumen yang
berisi kata atau frasa kunci. Dengan demikian, seorang peneliti mungkin
meminta komputer untuk mencari semua bacaan yang berisi kata kreatif,
28

nonkonformis, atau hukuman, atau frasa seperti hukuman fisik atau


kreativitas artistik.
Contoh penting dari program komputer kualitatif yang saat ini tersedia
termasuk ATLAS.ti, QSR NUD * IST, Nvivo, dan HyperResearch. Program
ini akan mengidentifikasi kata, frasa, atau kalimat, tabulasi kejadian mereka,
mencetak dan membuat grafik tabulasi, dan menyortir dan menyusun kembali
kata, frasa, atau kalimat sesuai dengan bagaimana mereka cocok dengan set
kategori tertentu.
N. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Analisis Konten
Menurut Zuchi (1993) terdapat kelebihan dan kekuranran dari penelitian
analisis konten yang telah dilakukan yaitu:
1. Keuntungan utama dari analisis konten adalah bahwa itu tidak mengganggu.
Seorang peneliti dapat “mengamati” tanpa diamati, karena isi yang dianalisis
tidak dipengaruhi oleh kehadiran peneliti. Informasi yang mungkin sulit, atau
bahkan tidak mungkin, untuk diperoleh melalui pengamatan langsung atau
cara lain dapat diperoleh secara tidak mencolok melalui analisis buku teks
dan komunikasi lainnya, tanpa penulis atau penerbit yang sadar bahwa itu
sedang diperiksa. Peneliti dapat menyelidiki catatan dan dokumen untuk
mendapatkan beberapa perasaan untuk kehidupan sosial dari waktu
sebelumnya, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu untuk mempelajari
peristiwa tersebut. Kemakmuran diperoleh dari fakta bahwa logistik analisis
konten sering relatif sederhana dan ekonomis berkaitan dengan waktu dan
sumber daya dibandingkan dengan metode penelitian lain karena informasi
itu mudah diakses, seperti di koran, laporan, buku, majalah, dan sejenisnya.
Tersedianya data memungkinkan replikasi sebuah penelitian oleh penelitian
lain namun tetap memperhatikan faktor plagiasi.
2. Kerugian utama dari analisis konten adalah biasanya terbatas pada informasi
yang direkam, meskipun peneliti dapat mengatur rekaman, seperti dalam
penggunaan kuesioner terbuka atau teknik proyektif. Orang tidak akan
mungkin menggunakan rekaman semacam itu untuk mempelajari variabel
karena mereka memerlukan perilaku atau keterampilan yang ditunjukkan.
29

Valisitas yang susah dibuktikan karena berdasarkan asusmsi, meski asumsi


itu kuat namaun teteap harus didukung data seperti analisis kontren dalam
penelitian sejarah, peneliti biasanya hanya memiliki catatan tentang apa yang
bertahan atau apa yang dianggap penting oleh seseorang untuk dituliskan. Hal
tersebut dikarenakan setiap generasi memiliki perspektif yang agak berbeda
tentang kehidupan dan waktunya, apa yang dianggap penting pada waktu
tertentu di masa lalu mungkin dipandang remeh hari ini. Terkadang
interpretasi yang diperoleh dari analisis konten tertentu menunjukkan
penyebab fenomena daripada menjadi cerminannya. Contoh beberapa orang
berpikir bahwa membaca buku dan majalah pornografi menyebabkan
kerusakan moral di antara mereka yang membaca materi tersebut. Pornografi
mungkin memengaruhi beberapa individu, dan kemungkinan itu
memengaruhi orang yang berbeda dengan cara yang berbeda. Hal ini juga
sangat mungkin bahwa itu tidak mempengaruhi individu lain sama sekali,
tetapi bagaimana orang dipengaruhi, dan mengapa atau mengapa tidak, tidak
jelas.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pentingnya Penelitian Naratif


Kita sekarang hidup di zaman naratif, dimana kisah hidup adalah unsur
penting dari hal yang menjadikan manusia seutuhnya. Disamping itu, naratif
30

berperan dalam menentukan manusia seperti apa kita nantinya. Dalam beberapa
tahun terakhir, analisis naratif telah berkembang dan sekarang digunakan di
banyak bidang penelitian. Minat dalam pendekatan yang berkembang secara pesat
ini membutuhkan dukungan teoretis yang kuat sehingga memungkinkan para
peneliti untuk menangani pekerjaan semacam itu dengan cara yang terstruktur
dalam menafsirkan hasil secara efektif.
Cara untuk mengembangkan teori narasi adalah dengan melihat pada
kebutuhan kontemporer yang ada untuk mempelajari narasi kehidupan, dan
menganggap munculnya arti-penting narasi kehidupan dalam budaya
kontemporer. Hal tersebut menunjukkan secara rinci bagaimana wawancara
terhadap cerita kehidupan dilakukan, dan menunjukkan bagaimana proses tersebut
sering kali dimulai dengan koleksi cerita kehidupan yang relatif tidak terstruktur
tetapi bergerak ke pertukaran yang lebih kolaboratif, di mana tema sosiologis dan
pola historis diteliti dan dieksplorasi (Goodson, 2013).
Sesuai dengan fondasi konstruksionis sosial dari narasi, penting untuk
mengingat bahwa kisah manusia selalu terungkap dalam konteks dunia sosial dan
budaya tempat kita hidup (Neimeyer, 2005). Tak satu pun dari kita menceritakan
pengalaman dalam ruang hampa. Ketika kita memikirkan dan terhubung secara
emosional dengan cerita, dan ketika kita menceritakan kisah itu kepada dunia, kita
melakukannya dengan cara yang kita harap akan diterima, dipahami, dan dianut
oleh dunia di sekitar kita. Ketika ini tidak terjadi kita mungkin merasa terisolasi
dan akan menimbulkan salah paham. Sebagian besar, dari kita telah memiliki
pengalaman dengan perasaan salah paham dengan cara ini. Namun, ada banyak
yang rasa sakit yang dihasilkan ketika narasi mereka tidak didukung oleh budaya
adalah beban besar yang tercermin dalam pengalaman marjinalisasi dan
penindasan.
Bagaimanapun bahwa kapasitas untuk evolusi pemahaman (atau narasi) ini
berlaku tidak hanya untuk individu dan keluarga, tetapi juga untuk budaya itu
sendiri. Bahkan di dunia Barat, pikirkan bagaimana pemahaman kita tentang
kesehatan mental dan penyakit telah berevolusi selama berabad-abad. (McTighe,
2015).

B. Pentingnya Penelitian Analisis Konten


31

Berbeda dengan penelitian naratif, penelitian analisis konten atau juga bisa
disebut sebagai analisis isi sudah muncul sekitar 60 tahun yang lalu. Kamus
Webster Bahasa Inggris termasuk istilah dalam edisi tahun 1961,
mendefinisikannya sebagai “analisis isi yang nyata dan laten dari materi yang
dikomunikasikan (sebagai buku atau film) melalui klasifikasi, tabulasi, dan
evaluasi dari simbol utamanya dan tema untuk memastikan maknanya dan
kemungkinan efeknya. ”Namun, akar intelektual dari analisis isi dapat ditelusuri
jauh ke belakang dalam sejarah manusia, ke awal penggunaan simbol dan suara
secara sadar, terutama dalam tulisan (Klaus, 2018). Penggunaan sadar yang
menggantikan penggunaan bahasa magis, telah dibentuk oleh disiplin kuno
filsafat, thorakik, dan kriptografi. Ini juga telah melahirkan inkuisisi agama dan
sensor politik di pihak perusahaan yang berkuasa. Hari tersebut mengakibatkan
fenomena simbolis dilembagakan dalam seni, sastra, pendidikan, dan media
massa, termasuk Internet. Kekhawatiran teoritis dan analitis ditemukan dalam
disiplin akademis seperti antropologi, linguistik, psikologi sosial, sosiologi
pengetahuan, dan yang relatif lebih muda.

C. Analisis Konten Terus Berkembang


Betapa kuno pun akar menganalisis masalah secara simbolis dan tekstual
pada analisis konten hari ini sangat berbeda dalam hal tujuan dan dalam hal
metode, dari masa lalu. Analisis konten kontemporer memiliki tiga karakteristik
yang membedakannya dengan analisis konten yang sekarang. Pertama, analisis isi
adalah metode yang diadili secara empiris, eksplorasi dalam proses, dan prediktif
atau dalam maksud inferensi. Banyak konsep saat ini yang berkaitan dengan
bahasa yang berasal dari Yunani; misalnya, kata tanda, makna, simbol, dan logika
semuanya memiliki akar Yunani. Namun, minat orang Yunani kuno dalam bahasa
sebagian besar bersifat preskriptif dan klasifikasi, bukan empiris. Logika
Aristoteles menetapkan standar untuk ekspresi yang jelas, dan banyak teori retoris
diarahkan menuju konsep normatif argumentasi persuasif. Ilmu yang
mengeksplorasi daripada mendeklarasikan adalah pencapaian yang relatif baru.
Hanya seabad yang lalu, George Boole dan orang sezamannya percaya bahwa
otak bekerja menurut logika (Boolean) dan bahwa perilaku manusia sepenuhnya
32

rasional. Namun, komputer yang dibangun di atas logika ini ternyata juga dapat
mengecewakan sebagai mesin berpikir. Penelitian empiris dalam psikologi
menggantikan kategori Aristoteles yang mendukung “logika psiko”. Dan kita
tidak lagi mengukur komunikasi manusia dengan ideal menurut transmisi
informasi. Sebaliknya, kita menyelidiki apa yang terjadi pada hubungan antara
orang yang berbicara satu sama lain.
Kedua, analisis konten kontemporer melampaui pengertian tradisional
simbol, isi, dan maksud. Ini dapat dilihat dalam evolusi konsep komunikasi,
dalam bagaimana perkembangan teknologi media telah membentuk perhatian kita
terhadap komunikasi, dan dalam peran budaya dalam menetapkan signifikansi
terhadap apa yang sedang dianalisis. Ketiga, analisis konten kontemporer telah
dipaksa untuk mengembangkan metodologi sendiri, yang memungkinkan para
peneliti untuk merencanakan, melaksanakan, mengkomunikasikan, mereproduksi,
dan secara kritis mengevaluasi analisis mereka apa pun hasilnya (Klaus, 2018).
Analisis isi memiliki beberapa kekuatan sebagai metode penelitian.
Pertama, ini adalah metode yang bagus karena tidak mengganggu. Artinya, itu
tidak berpengaruh pada orang yang sedang dipelajari sejak artefak budaya telah
diproduksi. Kedua, relatif mudah untuk mendapatkan akses ke sumber media atau
publikasi yang ingin dipelajari oleh peneliti. Akhirnya, ini dapat menyajikan
laporan obyektif tentang peristiwa, tema, dan masalah yang mungkin tidak
langsung terlihat oleh pembaca, pemirsa, atau konsumen umum.
Analisis isi juga memiliki beberapa kelemahan sebagai metode penelitian.
Pertama, terbatas dalam apa yang bisa dipelajari. Karena hanya didasarkan
pada komunikasi massa baik visual, lisan, atau tertulis ia tidak dapat memberi
tahu kita apa yang benar orang pikirkan tentang gambar ini atau apakah itu
memengaruhi perilaku orang. Kedua, mungkin tidak seobyektif yang
diklaimnya karena peneliti harus memilih dan merekam data secara akurat.
Dalam beberapa kasus, peneliti harus membuat pilihan tentang bagaimana
menafsirkan atau mengkategorikan bentuk perilaku tertentu dan peneliti lain
dapat menafsirkannya secara berbeda. Kelemahan terakhir dari analisis isi
adalah bahwa hal itu dapat memakan waktu (Andersen, 2009).
33

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Karakteristik dari penelitian naratif adalah berdasarkan pengalaman individu,
memiliki kronologi penelitian, melakukan pengumpulan cerita, menceritakan
kembali, mengkoding tema, memliki konteks latar, dan melakukan kolaborasi.
2. Jenis dari penelitian naratif antara lain Autobiografi, Biografi, Riwayat hidup ,
Cerita pengalaman pribadi, Cerita Pribadi, Interview, Dokumen pribadi,
Sejarah hidup, Etnografi, Autoetnografi, Etnopsikologi. Sedangkan analisis
konten tidak memiliki jenis penelitian yang lain, akan tetapi analisis konten
dapat dilakukan pada suatu karya yang berbeda (Buku, Film dan lainnya)
34

3. Langkah penelitian narasi yaitu mengidentifikasi suatu kejadian yang


menjawab permasalahan penelitian untuk dieksplorasi, memilih individu dari
siapa anda bisa belajar tentang suatu kejadian, mengumpulkan kisah dari
individu, pulihkan atau ceritakan kembali kisah individu, berkolaborasi dengan
peserta-storyteller, tulis kisah tentang pengalaman peserta, validasi akurasi
laporan. Langkah penelitian konten yaitu menentukan tujuan/masalah,
menetapkan syarat, menentukan unit spesifik, mengungkap data,
mengembangkan alasan.

B. Saran
Beberapa saran yang diperlukan dalam mempelajari tentang materi
penelitian naratif dan penelitian analisis konten yaitu sebaiknya diberikan
contoh dari penelitian terkait.

DAFTAR RUJUKAN

Amia, Lieblich., Rivka Tuval-Mashiach., Tamar Zilber. 1998. Narrative Research


Reading, Analysis, and Interpretation.USA : Sage Publication.
Alan D. Reid, E. Paul Hart, Michael A. Peters. 2013. A Companion to Research in
Education. USA : Springer
Andersen, ML dan Taylor, HF (2009). Sosiologi: The Essentials. Belmont, CA:
Thomson Wadsworth.
Arif Budiono, Penafsiran Al-Quran melalui pendekatan Semiotika dan
Antropologi (Telaah Pemikiran Muhammad Arkoun), Miyah Vol.XI No.02
Agustus 2015 hal. 281-306

Assjari, Musjafak. 2010. Desain Penelitian Naratif. Journal Assessment dan Anak
Berkebutuhan Khusus. Vol 9. No 2.
35

Barelsin. 1912. Deskriptif Content Analysis. Beverly Hills, California : Sage


Publications Ltd.

Carney, T.F. 1972. Content Analysis A Technique for Systematic Inference from
Communication. London: B.T. Batsford Ltd.

Clandinin, D.J. & Connelly, F.M. 2000. Narrative Inquiry: Experience and Story
Inqualitative Research. San Fransisco : Jossey-Bass.
Cresswell, John W. 1994. Research Design: qualitative, quantitative and mixed
method approaches.USA : SAGE Publications.
Cresswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing
Among Five Approaches. USA: SAGE Publications
Delbert C. Miller, Neil J. Salkind. 2002. Handbook of Research Design and
Social Measurement. London : Sage Publication
Eriyanto. 2010. Analisis Isi: Pengangar Metodologi untuk Penelitian Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya,
Fraenkel, Jack R., Norman E. Wallen.2008. How to Design and Evaluate Research
in Education 7th Edition. USA : McGraw Hill Publisher
Luthfiyah., Muh. Fitrah. 2018. Metodologi penelitian: penelitian kualitatif,
tindakan kelas & studi kasus. Jawa Barat : Jejak Publisher
Goodseon, Vigor. 2013. Developing Narrative Theory. Newyork : Routledge

John W. Creswell. 2011. Educational Research: Planning, Conducting, and


Evaluating Quantitative and Qualitative Research, 4th Edition. USA :
Addison Wesley
Khusnul Khotimah, Semiotika: Sebuah Pendekatan dalam Studi Agama, Jurnal
Komunika, Vol.2 No 2 Jul-Des 2008 pp.277-289

Klaus, Krippendorf. 2004. Content Analysis and Its Methodology. USA : Sage
Publication.
Krippendorff, 1980. Content Analysis An Introduction to Its Methodology. Beverly
Hills, California: Sage Publication Ltd.

Krippendorff, Klaus. 1994. Content Analysis: an introduction ot its Methodology,


SAGE Publucations.
McTighe, J. P. (2015). Narratives of illness, difference, and personhood. In B.
Probst (Ed.), Critical thinking in clinical assessment and diagnosis(pp.
171–188). New York: Springer.
Mulyono, Edi., dkk., Belajar Hermeneutika: Dari Konfigurasi Filosofis
menuju Praksis Islamic Studies Cetakan kedua. Yogyakarta: IRCiSoD.
36

Neimeyer, R. A. (2005). Tragedy and transformation: Meaning reconstruction in


the wake of traumatic loss. In S. Heilman (Ed.), Death, bereavement, and
mourning. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers

Noeng Muhadjir, 1996. Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta.

Pawito, Ph.D. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LkiS.


Redman, L. V.; Mory, A. V. H. 1934. The Romance of Research. Journal
Chemistry Education. 1934, 11 (1), p 62 DOI: 10.1021/ed011p62.1

Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.


Jakarta : Kencana Publisher.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan
Weber, P. 1985. Basic Content Analysis. Beverly Hills, California : Sage
Publications Ltd.

Webster, Leonard & Mertova, Patricie. 2007. Using Narrative Inquiry as a


Research Method An Introduction to Using Critical Event Narrative
Analysis in Research on Learning and Teaching. New York : Roudedge.
Webster, Leonard & Mertova, Patricie. 2007. Using Narrative Inquiry as a
Research Method An Introduction to Using Critical Event Narrative
Analysis in Research on Learning and Teaching. New York : Roudedge.
Wertz, Frederick. 2011. Five Ways Of Doing Qualitative Analysis. USA : Guilford
Publisher
Widyastuti Purbani. Analisis Wacana/ Discourse Analysis. Makalah Lokakarya
Penelitian di UBAYA. Surabaya, 28 Januari 2005. Link.
http://staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/dr-widyastuti-purbani-
ma/discourse-analysis.pdf diunduh 25 April 2018.
Widyastuti Purbani. Analisis Wacana/ Discourse Analysis. Makalah Lokakarya
Penelitian di UBAYA. Surabaya, 28 Januari 2005. Link.
http://staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/dr-widyastuti-purbani-
ma/discourse-analysis.pdf diunduh 25 April 2018.

Zuchdi, Darmiyati. 1993. Panduan Penelitian Analisis Konten. Yogyakarta:


Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai