Anda di halaman 1dari 77

KEPERAWATAN KOMPERHENSIF

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAR DARURAT

Dosen Pembimbing :
NS. Rahmat Syukri, S.Kep, M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 1

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
DAN PENDIDIKAN NERS
2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Komperhensif ini.

Makalah ini merupakan bahan materi untuk proses belajar mengajar, Dimana
makalah ini membahas tentang system pelayanan kesehatan. Dan makalah ini juga telah
disusun oleh kelompok dengan semaksimal mungkin dan juga mendapat bantuan dari
beberapa pihak dan sehingga memperlancar kelompok dalam membuat makalah ini.
Untuk itu kelompok menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan dan membantu dalam pembuatan mahalah ini.

Akhir kata kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan, untuk itu dengan rendah hati dan lapang dada, kelompok kami menerima
segala saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan bagi Penulis sendiri
dan pembaca sekalian, Terimakasih.

Bukittinggi, 18 november 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………..
B. Rumusan masalah………………………………………………………………….
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat
2. Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat?
3. Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat?
4. Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat?
5. Dokumentasi?
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa
saja. Orang lain, teman dekat, keluarga ataupun kita sendiri dapat menjadi korbannya.
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya.
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Pelayanan gawat darurat tidak
hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien
tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan
keluarga. Sistem pelayana bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya
harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi
dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan
kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya.

B. Rumusan Masalah
6. Bagaiman Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat?
7. Apa Saja Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat?
8. Apa Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat?
9. Bagaimana Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat?
10. Bagaimana Dokumentasi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat.
2. Mengetahui Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat.
3. Mengetahui Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat.
4. Mengetahui Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat.
5. Mengetahui Dokumentasi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat

a. Pengkajian
Standard : perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan
klien dalam lingkup kegawatdaruratan. Keluaran : adanya pengkajian keperawatan
yang terdokumentasi untuk setiap klien gawat darurat Proses : pengkajian merupakan
pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat.
Proses pengkajian dalam dua bagian : pengkajian primer dan pengkajian skunder.
Pengkajian primer  Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
actual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien
untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan
berdasarkan :  
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
2. Breathing dan ventilasi
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
4. Disability
5. Exposure control, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi  

Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal Kaji :


1) Bersihkan jalan nafas
2)  Adanya / tidaknya sumbatan
jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan
nafas, muntahan, edema laring

Breathing dan ventilasi Kaji :


1. Frekuensi nafas, usaha nafas
dan pergerakan dinding dada
2. Suara pernafasan melalui
hidung atau mulut
3. Udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
C. Circulation dengan kontrol
perdarahan

Circulation dengan kontrol perdarahan Kaji :


1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan
eksternal dan internal

Disability Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) Glasgow coma scale (GCS),
atau pada anak tentukan : Alert
(A), Respon verbal (V), Respon
nyeri/pain (P), tidak berespons/un
responsive (U)
4) Ukuran pupil dan respons pupil
terhadap cahaya

Exposure Kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada
Pengkajian sekunder Pengkajian
sekunder dilakukan setelah
masalah airway, breathing, dan
circulation yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi.
Pengkajian sekunder meliputi
pengkajian objektif dan subjektif
dari riwayat keperawatan (riwayat
penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai
kaki.

Fahrenheit (suhu tubuh) Kaji :


1. Suhu tubuh
2. Suhu lingkungan

Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara Kaji :


kontiny 1. Tekanan darah
2. Irama dan kekuatan nadi
3.Irama, kekuatan dan penggunaan
otot bantu
4. Saturasi oksigen
Head to assesment (pengkajian dari kepala a. Riwayat Penyakit
sampai kaki) Pengkajian Head to toe
1) Keluhan utama dan alasan klien
ke rumah sakit
2) Lamanya waktu kejadian
sampai dengan dibawah ke rumah
sakit
3) Tipe cedera, posisi saat cedera,
lokasi cedera
4) Gambaran mekanisme cedera
dan penyakit seperti nyeri pada
organ tubuh yang mana, gunakan :
provoked (P), quality (Q), radian
(R), severity (S) dan time (T)
5) Kapan makan terakhir
6) Riwayat penyakit lain yang
pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
7) Riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang
dilakukan dan riwayat alergi klien.
8) Riwayat keluarga yang
mengalami penyakit yang sama
dengan klien.

b. Pengkajian kepala, leher


dan wajah

1) Periksa wajah, adakah luka dan


laserasi, perubahan tulang wajah
dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
2) Periksa mata, telinga, hidung,
mulut. Adakah tanda-tanda
perdarahan, benda asing,
deformitas, laserasi, perlukaan
serta adanya keluaran
3)  Amati bagian kepala, adakah
depresi tulang kepala, tulang
wajah, kontusio/jejas, hematom,
serta krepitasi tulang.
4) Kaji adanya kaku leher
5) Nyeri tulang servikal dan tulang
belakang, deviasi trachea, distensi
vena leher, perdarahan, edema,
kesulitan menelan, emfisema
subcutan dan krepitas pada tulang.

c. Pengkajian dada

1) Pernafasan : irama, kedalaman


dan karakter pernafasan
2) Pergerakan dinding dada
anterior dan posterior
3) Palpasi krepitas tulang dan
emfisema subcutan
4)  Amati penggunaan otot bantu
nafas
5) Perhatikan tanda-tanda injuri
atau cedera : petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi.

d. Abdomen dan pelvis Hal-hal


yang dikaji pada abdomen
dan pelvis :

1) Struktur tulang dan keadaan


dinding abdomen
2) Tanda-tanda cedera eksternal,
adanya luka tusuk, laserasi, abrasi,
distensi abdomen, jejas.
3) Masa : besarnya, lokasi dan
mobilitas
4) Nadi femoralis
5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi
nyeri (gunakan PQRST)
6) Bising usus
7) Distensi abdomen
8) Genitalia dan rectal :
perdarahan, cedera, cedera pada
meatus, ekimosis, tonus spinkter
ani

e. Ekstremitas Pengkajian di
ekstremitas meliputi :
1) Tanda-tanda injuri eksternal
2) Nyeri
3) Pergerakan dan kekuatan otot
ekstremitas
4) Sensasi keempat anggota gerak
5) Warna kulit
6) Denyut nadi perifer

f. Tulang belakang Pengkajian


tulang belakang meliputi :

1) Jika tidak didapatkan adanya


cedera/fraktur tulang belakang,
maka pasien dimiringkan untuk
mengamati : - Deformitas tulang
belakang - Tanda-tanda
perdarahan - Laserasi - Jejas -
Luka
2) Palpasi deformitas tulang
belakang

g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :

1) Radiologi dan scanning


2) Pemeriksaan laboratorium :
Analisa gas darah, darah tepi,
elektrolit, urine analisa dan lain-
lain

2. Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat


Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masalah potensial dan aktual. Tetapi
perawat tetap harus mengkaji pasien secara berkala karena kondisi pasien dapat terus
berubah-ubah terus menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah atau bertambah
setiap waktu. Prioritas masalah ditentukan oleh ancaman terhadap kehidupan pasien.
Kondisi yang mengganggu fungsi fisiologis vital lebih diutamakan daripada kondisi
luar pasien. Luka pada bagian leher, dan dada merupakan prioritas tinggi karena
dapat mengganggu pernapasan.
Prinsip dalam penatalaksanaan keperawatan gawat darurat adalah :
1. Memelihara jalan napas dan menyediakan ventilasi yang adekuat, malakukan
resusitasi pada saat dibutuhkan. Kaji cedera pada obstruksi jalan napas.
2. Kontrol pepndarahan dan konsekuensi nya.
3. Evaluasi dan pemulihan curah jantung.
4. Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi.
5. Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau
penyakit serius dari pasien tidak statis.
6. Menetukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan
aktivitas pupil dan resspon mototrik nya.
7. Lakukan penatalaksaan jika ada dugaan fraktur cervikal dengan cedera kepala
Diagnosa keperawatan yang sering 1. Ketidakefektifan bersihan jalan
muncul pada keperawatan gawat napas.
darurat: Batasan karakteristik berupa :
a. Dispneu, atau penurunan suara
napas.
b. Kelainan suara napas (rales,
wheezing)
c. Kesulitan berbicara
d. Batuk tidak efektif
e. Mata melebar
f. Produksi sputum gelisah

2. Ketidakefektifan pola napas.


Batasan karakteristik :
a. Penurunan tekanan
inspirasi /ekspirasi
b. Penurunan tukaran udara per
menit
c. Menggunakanototpernapasan
tambahan
d. Nasal farinx
e. Dyspnea
f. Perubahan penyimpangan
dada
g. Nafas pendek
h. Tahap ekspirasi berlangsung
lama
i. Peningkatan diameter
anterior dan posterior
j. Timing rasio
3. Hipertermia
Batasan karakteristik :
a. Kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal(kejang)
b. Pertambahan respirasi
c. Takikardia
d. Anggota ekstermitas teraba hangat

4. Gangguan pertukaran gas


Batasan karakteristik :
a. Gangguan pengliahtan
b. Penurunan CO2
c. Takikardia
d. Hiperkapnia
e. Keletihan
f. Kesadaran somnolen
g. Hipoksia
h. AGD nornal
i. Warna kulit abnormal (pucat,
atau kehitaman)

5. Kekurangan volume cairan


Batasan karakteristik :
a. Kelemahan
b. Haus
c. Turgor kulit menurun
d. Membran mukosa kering
e. Peningkatan denyut nadi
f. Penuruan tekanan darah
g. Pengisian vena menurun
h. Konsentrasi urine meningkat

6. Kelebihan Volume Cairan


Batasan karakteristik :
a. Berat badan meningkat pada
waktu yang singkat
b. Asupan berlebihan dibanding
output
c. Tekanan darah berubah, tekanan
arteri pulmonalis berubah,
peningkatan CVP
d. Distensi vena jugularis
e. Perubahan pada pola nafas,
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe,
suara nafas abnormal
(rales atau crakles) kongesti
kemacetan paru, pleural effusion
f. Hb dan hematokrit menurun,
perubahan elektrolit, khususnya
perubahan barat jenis
g. Suara jantung SIII
h. Reflek hepatojugular positif
i. Oliguria, azotemia
j. Perubahan status mental,
kegelisahan, kecemasan

7. Resiko Infeksi
Batasan karakteristik :
a. Prosedur infasif
b. Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
c. Ruptur membran lingkungan
d. Agen farmasi
e. Peningkatan paparan lingkungan
patogen
f. Imonusupresi
g. Ketidakadekuatan imun buatan
h. Tidak adekuat pertahanan
sekunder

8. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Batasan karakteristik :
a. Tidak ada nadi
b. Perubahan fungsi motorik
c. Perubahan karakteristik kulit
d. Waktu pengisian kapiler > 3 detik
e. Warna tidak kembali saat tungkai
diturunkan
f. Kelambaan penyembuhan luka
g. Penurunan nadi
h. Edema
i. Nyeri ektremitas
j. Warna kulit pucat saat elavasi

9. Resiko penurunan perfusi


jaringan jantung
Batasan karakteristik :
a. Spasme arteri koronaria
b. Kurang pengetahuan tentang
faktor risiko yang dapat diubah
c. Diabetes melitus
d. Riwayat penyakit arteri koroner
pada keluarga
e. Hipertensi
f. Hipovolemia
g. Hipoksia

3. Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat


Untuk diagnosa prioritas yang biasanya Ketidakefektifan pola napas.
muncul juga sesuai dengan kegawat Batasan karakteristik :
daruratan pasien. Salah satu contoh 1. Penurunan tekanan inspirasi
yang sering muncul : /ekspirasi
2. Penurunan tukaran udara per
menit
3. Menggunakanototpernapasan
tambahan
4. Nasal farinx
5. Dyspnea
6. Perubahan penyimpangan dada
7. Nafas pendek
8. Tahap ekspirasi berlangsung
lama
9. Peningkatan diameter anterior
dan posterior
10. Timing rasio
Hipertermia
Batasan karakteristik :
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang
normal(kejang)
2. Pertambahan respirasi
3. Takikardia
4. Anggota ekstermitas teraba hangat

Kekurangan volume cairan


Batasan karakteristik :
1. Kelemahan
2. Haus
3. Turgor kulit menurun
4. Membran mukosa kering
5. Peningkatan denyut nadi
6. Penuruan tekanan darah
7. Pengisian vena menurun
8. Konsentrasi urine meningkat

Gangguan pertukaran gas


Batasan karakteristik :
1. Gangguan pengliahtan
2. Penurunan CO2
3. Takikardia
4. Hiperkapnia
5. Keletihan
6. Kesadaran somnolen
7. Hipoksia
8. AGD nornal
9. Warna kulit abnormal (pucat, atau
kehitaman)
Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
Batasan karakteristik :
1. Tidak ada nadi
2. Perubahan fungsi motorik
3. Perubahan karakteristik kulit
4. Waktu pengisian kapiler > 3 detik
5. Warna tidak kembali saat tungkai
diturunkan
6. Kelambaan penyembuhan luka
7. Penurunan nadi
8. Edema
9. Nyeri ektremitas

4. Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat

a. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan sesuai dengan pengkajian dan diagnose yang
sesuai dengan keadaaan pasien dan harus dilaksanakan berdasarkan skalprioritas.
Prioritas ditegakkan sesuai dengan tujuan umum dari penatalaksanaan
kedaruratan yaitu untuk mempertahankan hidup, mencegah keadaan yang
memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas ditentukan oleh ancaman
terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi fisiologis vital
lebih diutamakan dari padak ondisi luar pasien. Luka di wajah, leher, dan dada
yang mengganggu pernafasan biasanya merupakan prioritas tinggi.
Prinsip penatalaksaaan keperawatan gawatdarurat :
1) Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat,
melakukan resusitasi pada saat dibutuhkan.
2) Kaji cedera dan obstruksi jalan nafas.
3) Control pendarahan dan konsekuensinya.
4) Evaluasi dan pemulihan curah jantung.
5) Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi.
6) Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau
penyakit yang serius dari pasien tidak statis.
7) Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan
aktivitas pupil dan respon motoriknya.
8) Mulai pantau EKG, jika diperlukan.
9) Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan fraktur cervical dengan cedera
kepala.
10) Melindungi lukadengan balutan steril.
11) Oeriksa apakah pasien menggunakan kewaspadaan medic atau identitas
mengenai alergi dan masalah kesehatan lain.
12) Mulai mengisi alur tanda vital, Tekanan darah dan status neurologic untuk
mendapatkan petunjuk dalam mengambil keputusan.

Prinsip-prinsip di dalam penanganan masalah keperawatan gawat darurat berdasarkan


prioritas adalah:

Diagnose Tujuan dan KriteriaHasil Intervensi Keperawatan

Bersihan jalan nafas tidak Tujuan : jalan nafas efektif 1. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan apakah ada
efektif Kriteria hasil : bunyi nafas abnormal.
1) Pernafasan reguler, dalam 2. Berikan posisi semi fowler
dan kecepatan nafas teratur 3. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk
2) Batuk efektif, reflex menelan efektif
baik 4. Lakukan suction bilaperlu
5. Lakukan jaw trust, chin list
6. Berikanposisi miring sesuaiindikasi
Polanafastidakefektif Tujuan : polanafasefektif 1. Observasi frekuensi pernafasan
Kriteriahasil : 2. Observasi penggunaan otot bantu pernafasan
1) Pengembangan dada 3. Perhatikan pengembangan dada simetris atau
kiridankanansimetris tidak
2) Pernafsanreguler, 4. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontra
dalamdankecepatannyateratu indikasi
r 5. Pemasangan orofaringeal
Gangguanpertukaran gas Tujuan : pertukaran gas 1. Kajifrekuensi, iramadankedalamanpernafsan,
tidakterganggu nafasmulut, penggunaanotot-ototpernafasan,
KriteriaHasil : dypsnoe, ketidakmampuanberbicara.
1) Analisa gas darahdalambatas 2. Awasitanda-tanda vital daniramajantung.
normal 3. Pemberianoksigen
2) Warnakulit normal, 4. Pemeriksaaananalisa gas darah
hangatdankering

Gangguan perfusi jaringan Tujuan : gangguan perfusi jaringan 1. Observasi perubahan yang tiba-tiba
perifer dapat diatasi 2. Kaji adanya pucat
Kriteriahasil : 3. Observasi tanda-tanda vital
1) Akral hangat 4. Kaji kekuatan nadi perifer
2) Tanda-tanda vital dalam 5. Pemeriksaan laboratorium lengkap
batas normal 6. Perekaman EKG
3) Analisa gas darah normal
Penurunan curah jantung Tujuan : sirkulasi miocarad dalam 1. Observasi tanda-tanda vital
batas normal 2. Beri posisi yang nyaman
KeriteriaHasil : 3. Kaji pengisian kapiler
1) Nadi perifer teraba dan kuat 4. Pemberian oksigen
2) Suara jantung normal 5. Rekan EKG pemeriksaan laboratorium darah
3) Hasil EKG normal

b. Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital sign di evaluasi secara
berkala, setelah itu di konsulkan dengan dokter atau bagian diagnostic untuk
prosedur berikutnya, jika kondisi mulai stabil pindahkan keruangan yang sesuai.

5. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan adalah metode sistematis untuk mengidentifikasi
masalah klien, merencanakan, mengimplementasi strategi pemecahan masalah
mengevaluasi efektifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.( Kozier dan
ERB ). Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.Catatan
medis harus mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga
layanan yang diberikan untuk perawatan klien. Dokumentasi yang baik mencerminkan
tidak hanya kualitas perawatan tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap
anggota tim perawatan dalam memberikan perawatan.
Model Dokumentasi Keperawatan adalah merupakan cara menggunakan
dokumentasi dalam penerapan proses asuhan Keperawatan. Ada beberapa model
pendokumentasian yaitu model pendokumentasian secara POR (Problem Oriented
Record), SOR (Source Oriented Record), Progress Notes, CBE (Charting By Exception),
PIE (Problems Intervention & Evaluation), Focus.

a. POR (Problem Oriented Record)


Model ini diperkenalkan oleh Dr. LAWRENCE weed at Cast Wester Reserve
University in Cleveland Introduced pada tahun 1969 dengan nama Problem Oriented
Medical Record (POMR) Kemudian diadopsi oleh dunia kebidanan dan keperawatan
dengan bentuk Problem Oriented Record (POR) kemudian dikembangkan menjadi
SOAP (Subjektif Information, Objektif Information, Assesment and Planning)

b. SOR ((Source Oriented Record)


Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang
mengelola pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber yang terdiri dari 5
komponen:
1. Lembar penerimaan berisi biodata
2. Lembar order dokter
3. Lembar riwayat medic
4. Catatan perawat
5. Laporan khusus

c. Progress Notes
d. Catatan perawat
Harus ditulis oleh perawat tiap 24 jam, meliputi berbagai informasi tentang :
Pengkajian, Tindakan keperawatan mandiri, Tindakan keperawatan kolaboratif /
instruksi dokter, Evaluasi keberhasilan tiap tindakan keperawatan, Tindakan yg
dilakukan oleh dr tetapi mempengaruhi tindakan keperawatan, dan Kunjungan
berbagai team kesehatan misalnya ; visite dokter, pekerja sosial dan lain lain.

e. Lembar alur ( Flowsheet )


Flowsheet merupakan cara paling efektif dan efisien untuk mencatat informasi.
Selain itu tenaga kesehatan dapat dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya
dengan melihat grafik yang ada di Flowsheet.Oleh karena itu Flowsheet lebih sering
digunakan di IGD, terutama data fisiologis.

f. Discharge Notes ( Catatan Pemulangan dan ringkasan rujukan )


Dipersiapkan ketika pasien akan dipulangkan atau dipindahkan pada tempat
perawatan lain guna perawatan lanjutan. Discharge Notes ditujukan untuk tenaga
kesehatan yang akan meneruskan homecare dan juga informasi pada klien.

g. CBE (Charting By Exception)


Dimulai sejak tahun 1983 di St Luke Medikal Center In Milkwankee. Charting by
exception adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif dari hasil
atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau standar.Format naratif
merupakan format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke
hari dalam bentuk narasi

h. Problem Intervention & Evaluation ( PIE )


PIE adalah suatu singkatan dari (Identifikasi Problem, Intervention dan
Evaluation). Sistem pencatatan adalah suatu pendekatan orientasi – proses pada
dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan dan diagnosa keperawatan.

i. FOCUS ( Process Oriented System )


Pencatatan Focus adalah suatu proses orientasi dan klien fokus. Hal ini digunakan
proses keperawatan untuk mengorganisir dokumentasi asuhan. Jika menuliskan
catatan perkembangan, format DAR ( Data – Action – Response ) dengan 3 kolum.
Data: Berisi tentang data subyektif dean obyektif yang mengandung dokumentasi
fokus.
Action: Merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akan dilakukan
berdasarkan pengkajian/evaluasi keadaan klien.
Response: Menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis atau
keperawatan.

1. Dokumentasi Keperawatan Gawat Darurat


 Keperawatan gawat darurat bersifat cepat dan perlu tindakan yang tepat, serta
memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi.Perawat gawat darurat harus mengkaji pasien
meraka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter
gawat darurat.Dan harus mengimplementasikan rencana pengobatan, mengevaluasi
evektivitas pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat
sempit.Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat
catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian.
Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan
menit.Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang
dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional
mereka.

a. Standar keperawatan
Standar keperawatan merupakan tingkat pelaksanaan yang perawatnya memegang
tanggung jawab, dan didefinisikan sebagai cara seorang perawat yang bijaksana akan
memberikan perawatan lingkungan yang sama atau serupa. Pada tahun 1983,Emergency
Nurses Association (ENA) membuat standar keperawatan untuk semua perawat
profesional yang bekerja di lingkungan gawat darurat. Selanjutnya standar tersebut
berfungsi sebagai rujukan untuk menentukan apakah kelalaian perawat gawat darurat
menyebabkan atau berperan terhadap hasil pasien yang merugikan.
b. Rekam Medik
Catatan rekam medik memiliki 3 manfaat utama:
1. Rekam medis gawat darurat adalah catatan penting informasi pasien yang berguna
untuk diagnosis dan pengobatan
2. Rekam medis digunakan untuk mempermudah pengantian biaya untuk institusi
3. Rekam medis merupakan catatan legal tentang pasien. Beberapa informasi mungkin
saja diperlukan tidak dalam kaitannya dengan perjalan klinis, seperti untuk
investigasi forensik yang melibatkan pernyataan korban, mekanisme cedera, pola
luka dan sebagainya.

c. Pentingnya Dokumentasi
Melakukan dokumentasi secara akurat dalam rekam medis adalah salah satu cara
terbaik bagi perawat klinis untuk membela diri dari tuntutan hukum karena kelalaian
dalam pemberian perawatan
Pemahaman perawat dalam tanggung jawab profesionalnya yang dicapai dengan
pembelajaran standar spesialis nasional, akan meningkatkan apresiasi mereka terhadap
nilai dokumentasi sebagai alat pembuktian bahwa perawat telah memenuhi tugas-
tugasnya terhadap pasien.
Pencatatan baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur (FlowSheet)
harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan
komunikasi, perancanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang
diberikan.Serta melaporkan data-data penting kepada dokter selama situasi serius.Catatan
tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat
pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan
pasien.

d. Nilai Kemanusiaan Dan Advokasi Perawat Di Unit Gawat Darurat


Nilai kemanusian merupakan ide mendasar di balik peran perawat gawat darurat
sebagai advokat pasien.Penunjukan rasa hormat terhadap martabat manusia, menghormati
nilai kemanusian salah satu aspek dari tugas perawat sebagai advokat klien.Melindungi
kerahasian dan keselamatan pasien dan juga melindungi dari praktik medik yang tidak
aman, seperti intruksi yang membahayakan dan sesuatu respon obat yang tidak tepat.
e. Penggunaan Diagnosis Keperawatan Di Unit Gawat Darurat
Pasien UGD sering mengalami gejala yang dramatis oleh sebab itu perawat
mempunyai tantangan besar untuk menentukan diagnosis keperawatan. Berdasakan fakta
bahwa diagnosis keperawatan adalah koponen dari proses keperawatan, daftar diagnosis
yang disetujui North American Nursing Diagnosis Assocation (NANDA) dan
digabungkan dalam ENA Core Curriculum pada 1987, Perawat UGD dianjurkan untuk
menyimpan daftar tersebut diunitnya sebagai referensi dan mengetahui cara
penggunaannya.

f. Pengkajian dan Komunikasi


Berdasarkan standar praktik ENA, perawat gawat darurat harus memberlakukan
Triase untuk semua pasien yang masuk ke IGD dan menentukan prioritas perawatan
berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, dan juga faktor-faktor lain yang
memengaruhi pasien sepanjang sistem tersebut.(ENA 1995)

g. Proses Triase
Proses Triase mencakup dokumentasi hal-hal berikut:
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat

h. Wawancara Triase yang Ideal


Wawancara dan dokumentasi triase yang ideal mencakup hal-hal berikut:
1. Nama, usia, jenis kelamin, dan cara kedatangan
2. Keluhan utama
3. Riwayat singkat
4. Pengobatan
5. Alergi
6. Tanggal imunisasi tetanus terakhir
7. Tanggal menstruasi terakhir bagi wanita usia subur (jika perlu)
8. Pengkajian TTV dan berat badan
9. Klasifikasi pasien dan tingkat keakutan

i. Perencanaan dan Kolaborasi


Sumber praktik ENA yang berkaitan dengan perencanaan menyatakan perawat
gawat darurat  harus merumuskan rencana Asuhan Keperawatan yang komprehensif
untuk pasien UGD dan berkolaborasi dalam perumusan keseluruhan rencana perawatan
pasien (ENA 1995).

j. Langkah- Langkah Di Unit Gawat Darurat


1. Kesiapan
Elemen penting dari perencanaan adalah kesiapan. Perawat gawat darurat
harus siap diri untuk hal-hal yang tidak diharapkan, yaitu krisis yang pasti akan
terjadi di lingkungan ini. Perawat harus melakukan hal berikut diawal setaiap jam
yaitu dengan memeriksa brangkar, senter, alat pacu jantung ekternal, pelaratan
gawat darurat pediatri, dan alat isap, mereka harus memestikan alat-alat berfungsi
dengan baik.(hal ini harus di dokumentasikan untuk referensi selanjutnya)
2. Keselamatan
Salah satu standar keperawatan gawat darurat adalah bahwa perawat gawat
darurat harus mempertahankan lingkungan yang aman bagi sesama staf, pasien,
diri sendiri, dan orang lain yang ada di UGD tersebut.

2. Implementasi
Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasi menyatakan,perawat
gawat darurat harus mengimplementasikan rencana perawatan berdasarkan data
pengkajian, diagnosis keperawatan dan diagnosis medis (ENA, 1995)
Berikut ini beberapa contoh tindakan perawat gawat darurat dalam
pendokumentasian:
a. Pemberian Obat
b. Perawat harus mencatat lokasi injeksi IM, jumlah dan jenis obat.
c. Selang Nasogastrik
d. Harus di dokumentasikan pemasangan dan pemeriksaan termasuk warna dan
jumlah haluaran.
e. Akses IV Ketika pemasangan IV perawat harus mendokumentasikan bahwa
teknik aseptik sudah di gunakan,darah belum di ambil, tidak ada
pembengkakan atau kemerahan yang terjadi pada daerah penusukan jarum.

Pendekatan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Perawatan Instalasi Gawat Darurat disamping mempunyai pengetahuan dasar
keperawatan  harus memperoleh tambahan pelatihan PPGD penderita gawat darurat ,
ATLS ( Advance Trauma Life Support ), mampu melakukan resusitasi dari semua system
tubuh dan prinsip tindakan pelayanan keperawatan dalam memberikan pertolongan pasien
dengan tepata, cermat, dan cepat.
Dari ketiga prinsip ini menurut kamus besar bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai
berikut: Tepat adalah melakukan tindakan dengan betul dan benar, Cermat adalah
melakukan tindakan dengan penuh minat, perhatian, sabar, tanggap terhadap keadaan
pasien, penuh ketelitian dan berhati-hati dalam bertindak serta hemat sesuai dengan
kebutuhan sedangkan Cepat adalah tindakan segera dalam waktu singkat dapat menerima
dan menolong pasien, cekatan, tangkas serta terampil.

Sementara itu urutan prioritas penanganan Kegawatan berdasarkan pada 6-B yaitu:
B -1 = Breath – System Pernafasan
B -2 = Bleed – System Peredaran Darah ( Sirkulasi )
B -3 = Brain – System Saraf Pusat
B -4 = Bladder – System Urogenitalis
B -5 = Bowl – System Pencernaan
B -6 = Bone – System Tulang Dan Persendian
Kegawatan pada system B-1, B-2, B-3, adalah prioritas utama karena kematian
dapat terjadi sangat cepat, langkah pertolongan ini disebut “ Live Saving First Aid “ yang
meliputi :
a. Membebaskan jalan napas dari sumbatan
b. Memberikan napas buatan
c. Pijat jantung jika jantung berhenti
d. Menghentikan pendarahan dengan menekan titik perdarahan dan menggunakan
beban
e. Posisi koma dengan melakukan triple airway menuver, posisi shock dengan tubuh
horizontal, kedua tungkai dinaikan 200 untuk auto tranfusi
f. Bersikap tenang tapi cekatan dan berfikir sebelum bertindak, jangan panic
g. Lakukan pengkajian yang cepat terhadap masalah yang mengancam jiwa
h. Lakukan pengkajian yang siatematik sebelum melakukan tindakan secara
menyeluruh.
Dapat disimpulkan, tindakan dilakukan segera dan sesuai dengan standar serta
fasilitas yang tersedia karena faktor waktu dan informasi terbatas untuk mencegah
kematian dan mencegah kecacatan.
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE (IGD)

Hasil Studi Kasus Studi kasus dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes
Kupang. pada tanggal 16-07 2019 di ruang Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang dirawat
berinisial Ny M.S berusia 53 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama kristen protestan,
pekerjaan petani, alamat Alor Selatan, Nomor register 513514, masuk rumah sakit pada
tanggal 16-07-2019 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragic, tanggal pengkajian 16-07-
2019, sumber informasi dari pasien, keluarga dalam hal ini sebagai penanggung jawab
Tn.P.S yakni istri pasien, dan catatan perawatan.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 16-07- 2019 jam 08.00 WITA didapatkan hasil
keluhan utama keluarga Ny.M. S mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki kanan
dan sulit untuk berbicara, sebelum sakit keluarga Ny.M.S mengatakan Ny.M.S pernah
mengalami riwayat hipertensi satu bulan lalu. Riwayat penyakit sekarang: Ny M.S dirujuk
dari Puskesmas Masape dengan keluhan mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki
kanan setelah jatuh di kamar mandi saat mencuci pakaian. Ny. M. S sempat dirawat di
rumah sakit selama 7 hari kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Apoi. Setelah dirawat
selama 10 hari pasien dirujuk kembali ke Kalabahi baru dirujuk ke RSUD Prof. Dr. W.Z
Johannes Kupang. Saat dikaji pasien hanya terbaring di tempat tidur, sulit bergerak karena
mati rasa kedua anggota gerak badan, sulit berbicara, sesak napas tetapi tidak bisa
mengeluarkan sekret, terpasang Nasogastrik Tube dan Dower Cateter. Riwayat penyakit
keluarga: Ny.M.S adalah anak pertama dari 6 bersaudara dan mempunyai 7 anak. Saudara
ketiga Ny.M.S mempunyai riwayat hipertensi, Tekanan darah 140/90 milimeterHg, Nadi:
88 kali per menit, Suhu : 36,5 C, pernapasan : 23 kali per menit. Pengkajian primer:
Airway (jalan napas); tidak ada sumbatan jalan napas, Breathing(pernapasan); pasien
sesak napas tanpa aktivitas, terpasang O2 3 liter per menit/ nasal kanul, frekuensi
pernapasan 23x/menit, irama teratur, kedalaman dalam, batuk non produktif, sputum tidak
ada, bunyi napas ronchi di lobus kanan, Circulation; nadi 88x/menit, irama teratur, denyut
nadi tidak kuat, tekanan darah 140/90 MmHg, ekstremitas hangat, warna kulit pucat, tidak
ada nyeri dada, Capillary Refill Time<3dtk. tidak ada edema, turgo kulit baik, mukosa
bibir lembab, kebutuhan oral: terpasanag Nasogastrik Tube (makan lewat pipa 6x200cc),
parenteral: terpasang Infus Natrium Clorida 0,9% 500cc/ 8 jam 16 tetes per menit, buang
air kecil: terpasangDower Cateter(100cc/6jam), buang air besar: 1-2x hari, Disability:
tingat kesadaran apatisGlasgow Coma Scale: E4M3V1, pupil isokor. Total Glasgow
Coma Scale adalah 8. Pengkajian sekunder: musculoskeletal: kekuatan otot ekstremitas
atas bagian dekstra bernilai 2 dan ekstremitas bagian bawah dekstra 1, ekstremitas bagian
atas dan bawah sinistra . Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan: Eritrosit: 3.17
(normal: 4.36-6.20 10^6/ul), Hematokrit: 23.5 (normal: 40.0-54.0 %), Neutrofil:83.2
(normal: 50-70 %), Limfosit:7.4 (normal: 20-40 %), jumlah neutrofil: 9.30 (normal: 1.50-
7.00 10^3/ul) calcium Ion: 1.260 (normal: 1.120-1.320). Terapi tindakan kolaborasi:
injeksi piracetam 3 kali 3gram lewat Intravena (8 jam) dengan kontra indikasi gangguan
pembekuan darah, penyakit liver, penyakit ginjal dan efek samping cemas, mudah
mengantuk, depresi dan perdarahan. Aspilet 1 kali 1 tablet lewat oral (24jam) dengan
kontraindikasi penyakit asma, maag, perdarahan di bawah kulit dan efek samping
perasaan tidak nyaman pada lambung, perasaan mual atau muntah. Amlodipin 3 kali 10
miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi gangguan liver, jantung, pembuluh
darah jantung dan efek samping merasa lelah, jantung berdegup kencang, merasa mual
dan tidak nyaman. Candesartan 3 kali 8 miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi
gangguan hati, kalsium tinggi dalam darah dan efek samping bengkak pada kedua
tungkai, pusing, lemas, sakit maag, diare, mual. Neurodex 3 kali 1tablet lewat oral (8jam)
dengan kontraindikasi gangguan pembekuan darah dan efek samping kesemutan pada
tangan dan kaki. Simvastatin 3 kali 20 miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi
gangguan hati, gangguan ginjal, nyeri otot dan efek samping sakit kepala, konstipasi,
gangguan tidur, ruam, kram otot.

2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakan berdasarkan data-data yang dikaji dimulai
dengan menetapkan masalah, penyebab dan data pendukung. Masalah keperawatan yang
ditemukan pada Ny M.S adalah Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler ditandai dengan keluarga pasien mengatakan lemah dan mati rasa di tubuh
bagian kanan dan kiri, klien tampak berbaring di tempat tidur. hasil pengukuran kekuatan
otot didapatkan ekstremitas atas bagian dekstra bernilai 2 dan ekstremitas bagian bawah
dekstra 1, ekstremitas bagian atas dan bawah sinistra 1. Diagnosis2: Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat ditandai dengan
keluarga pasien mengatakan sulit berbicara dengan jelas, klien tampak terdengar tidak
jelas saat berbicara, lidah tidak simetris. Diagnosis3: Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan mukus berlebihan ditandai dengan keluarga pasien
mengatakan pasien sesak, klien tampak sesak tanpa aktivitas, pernapasan:dua puluh tiga
kali per menit, batuk non produktif, sptum tidak keluar, pada paruparu pasien terdengar
bunyi nafas ronchi pada lobus kanan atas paru.

3. Intervensi keperawatan
Intervensi yang dibuat pada diagnosis pertama hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.Goal: pasien akan mempertahankan
mobilitas fisik yang efektif selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu sau
kali dua puluh empat jam perawatan pasien akan menunjukan outcomes: Pergerakan
(0208) yang diharapkan meningkat dari 2 (banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit
terganggu) dengan indikator yang diambil yaitu: keseimbangan, kordinasi, gerakan otot
dan berjalan. Nursing Intervention Classification: pengaturan posisi: neurologi (0844)
dengan tujuh aktifitas yang diambil yaitu: 1) imobilisasi atau topang bagian tubuh yang
terganggu dengan tepat, 2) berikan posisi yang terapeutik, 3) jangan berikan tekanan pada
bagian tubuh yang terganggu 4) lindungi bagian tubuh yang terganggu, 5) topang leher
dengan tepat, 6) pertahankan kesejajaran yang tepat, 7) posisikan kepala dan leher dengan
lurus. Intervensi terapi monitor neurologi (2620) dengan lima aktifitas yang diambil yaitu:
1) monitor tanda-tanda vital, 2) monitor terhadap adanya tremor, 3) monitor gangguan
visual: penglihatan kabur,penyempitan lapang pandang dan ketajaman visual, 4) catat
keluhan sakit kepala, 5) hindari kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial.
Diagnosis keperawatan kedua hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan pada sistem saraf pusat. Goal: pasien akan mempertahankan komunikasi verbal
yang efektif selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu satu kali dua puluh
empat jam perawatan pasien akan menunjukan outcomes: komunikasi (0902) yang
diharapkan meningkat dari 2 (banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit terganggu) dengan
empat indikator yang diambil yaitu: menggunakan bahasa lisan, mengunakan bahasa
isyarat, mengenali pesan yang diterima, menggunakan bahasa non verbal. Intervensi
peningkatan komunikasi: kurang bicara (4976) dengan empat aktifitas yang diambil yaitu:
1) monitor kecepatan bicara, tekanan dan kecepatan, 2) monitor pasien terkait dengan
perasaan frustasi, kemarahan, depresi koma atau respon-respon lain, 3) kenali emosi dan
perilaku fisik sebagai bentuk komunikasi, 4) sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi
kebutuhan klien. Diagnosis keperawatan ketiga ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan mukus berlebihan.Goal: pasien akan mempertahankan bersihan jalan
napas yang efektif selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu satu kali dua
puluh empat jam perawatan pasien akan menunjukan outcomes: status pernafasan :
kepatenan jalan nafas (0410) yang diharapkan meningkat dari 2 (berat) menjadi 4 (ringan)
dengan lima indikator yang diambil yaitu: suara nafas tambahan, dispnea saat aktivitas,
penggunaan otot bantu nafas, batuk, dan akumulasi sputum. Intervensi manajemen jalan
napas (3140) dengan lima aktivitas yang diambil yaitu: 1) posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, 2) lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya, 3)
instruksikan bagaimana cara melakukan batuk efektif, 4) auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan. Kelima, monitor status pernapasan dan oksigenasi.

4. Implementasi
Keperawatan Implementasi dilakukan mulai tanggal 16 Juli 2019. Tindakan
keperawatan dilakukan setelah perencanaan kegiatan dirancang dengan baik.
Implementasi pada hari pertamma Selasa, 16 Juli 2019, dilakukan implementasi pada
semua diagnosa keperawatan yang diangkat. Diagnosis 1: Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler tindakan keperawatan yag dilakukan yaitu
1) Jam 08.30 WITA mengatur posisi yang nyaman bagi pasien, 2)Jam 09.00 WITA
mengukur tanda-tanda vital, 3) Jam 09.30 WITA memonitoring terhadap adanya tremor,
4) Jam 10.00 WITA mencatat keluhan sakit kepala, 5) Jam 10.30 WITA menghindari
kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial. Diagnosis 2: Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat dilakukan
tindakan yaitu 1) Jam 08.30 WITA mengukur tanda-tanda vital, 2) Jam 09.00WITA
mengobservasi kecepatan dan tekanan bicara pasien, 3) Jam 09.30WITA memonitoring
perasaan pasien terkait dengan perasaan frustasi, 4) Jam 10.00WITA mengajarkan
keluarga untuk memahami respon yang muncul pada pasien. Diagnosis 3:
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan dilakukan
tindakan yaitu 1) Jam 08.30 WITA yaitu memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi, 2) Jam 09.00 WITA melakukan fisioterapi dada, 3) Jam
09.30WITAmenginstruksikan cara melakukan batuk efektif, 4) Jam 10.00WITA
mengauskultasi suara napas, 5) Jam 10.30WITA memonitoring status pernapasan dan
oksigenasi.
5. Evaluasi
Keperawatan Evaluasi dilakukan pada tanggal 16 Juli 2019. Evaluasi keperawatan
dilakukan setelah dilakukan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan pada
tanggal 16 Juli 2019 untuk diagnosis 1:Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, Subjektif: keluarga pasien mengatakan kaki kiri dan tangan
kanan masih terasa lemah, mati rasadan sulit bergerak, Objektif: pasien hanya
terbaring,belum dapat bergerak dengan aktif, kekuatan otot yang didapatkan tangan:
dekstra 2 sinistra 1, kaki: dekstra 1, sinistra 1, tekanan darah: 150/80 milimeterHg, Nadi :
92 kali per menit, Suhu: 36,7 C, Pernapasan: 23 kali per menit,Assesment: Masalah
belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutkan. Diagnosa 2: Hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat,Subjektif:keluarga pasien
mengatakan pasien masih sulit berbicara, Objektif: pasien tampak berbicara tidak jelas,
ekspresi pasien nampak cemas, kecepatan bicara pasien lambat, lidah tidak
simetris,Assesment: masalah belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutkan.
Diagnosa 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan, Subjektif: keluargapasien mengatakan pasien sesak, Objektif: pasien tampak
sesak tanpa aktivitas, pernapasan: 23 kali per menit, batuk non produktif, sputum tidak
keluar, pada paru-paru pasien terdengar bunyi nafas ronchi pada lobus kanan atas paru.
Assesment: masalah belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutka
JURNAL
ANALISIS KEPUASAN PESERTA TERHADAP KEMAMPUAN INSTRUKTUR PELATIHAN BTCLS
AMBULANS GAWAT DARURAT DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA

SATISFACTION ANALYSIS OF PARTICIPANTS TO THE ABILITY OF BTCLS TRAINING INSTRUCTOR


AMBULANS EMERGENCY SERVICES DEPARTMENT OF HEALTH PROVINCE DKI JAKARTA

Akhmad Furqonudin1 Ns. Lily Herlinah, M.Kep., Sp.Kep.Kom2

1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta Fakultas Ilmu


Keperawatan Jln. Cempaka Putih Tengah, Jakarta Pusat-
10510
2. Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Gmail : furqonudin240475@gmail.com

ABSTRAK
Ukuran keberhasilan sebuah pelatihan adalah hasil evaluasi terhadap peserta,
pelatih/instruktur maupun penyelenggara, hasil evaluasi ini melihat tingkat kepuasan peserta
yang menggambarkan suatu kondisi di mana keinginan, harapan dipenuhi, salah satunya
kemampuan instruktur. Kemampuan intruktur merupakan kapasitas seorang instruktur dalam
melakukan beragam tugasnya mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil
pengamatan dan wawancara dengan lima orang peserta pelatihan menunjukan adanya
ketidakpuasan terkait dengan kemampuan instruktur, disamping itu tingkat penilaian dalam
kuisioner belum komprehensif, kuisioner kepuasan terhadap pengajar/instruktur hanya
memiliki tingkat penilaian dari cukup, baik dan sangat baik, seharusnya dapat diukur dari nilai
terendah sampai tertinggi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
kepuasan peserta terhadap kemampuan intruktur pelatihan dengan rancangan penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, melibatkan 60 responden dengan
pengambilan total populasi terhadap populasi kelas pelatihan BCTLS pada pegawai baru AGD
Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Hasil analisis chi square antara kepuasan peserta dengan
kemampuan instruktur diperoleh bahwa ada sebanyak 26 (76,5%) kemampuan instruktur yang
baik didapatkan tingkat kepuasan responden merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value = 0,000 (p< α 0,005) OR = 8,821 (CI 95% 2,726-28,544) dapat disimpulkan terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat kepuasan dengan kemampuan instruktur dan
responden yang tidak puas mempunyai peluang 8,821 kali untuk menilai kemampuan
instruktur tidak baik dibandingkan dengan responden yang merasa puas. Saran peneliti hasil
ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan kurikulum pendidikan, pengembangan profesi,
pengembangan instrument evaluasi pelatihan dan pengembangan penelitian terhadap pelatihan
keperawatan gawatdarurat.

Kata Kunci : Kepuasan, Kemampuan, Peserta, Instruktur, Analisis.


ABSTRACT
The training measure is evaluation of the participants, trainers and organizers,
results of evaluation look at level of participants satisfaction who describe a condition in
which desire, hope fulfilled, one of the instructor ability. Instructor ability is capacity of
instructor in performing various tasks covering cognitive, affective and psychomotor.
Observations and interviews with five trainees showed discontent related to the instructor
ability, in addition the level of assessment in the questionnaire was not comprehensive, it
should be measured comprehensively from the lowest to the highest value. The aim of this
research is to analyze the participants' satisfaction with the ability of training instructor with
descriptive analytic research design with cross sectional approach, involving 60 respondents
with total sampling on the BCTLS training class population in the new employees of AGD
Dinkes. The result of chi square analysis that there were 26 (76,5%) the good instructor ability
got satisfaction level of respondent was satisfied. The result of statistical test obtained p value
= 0.000 (p<α0,005) OR = 8,821 (95% CI 2,726-28,544) can be concluded there is significant
relation between level of satisfaction with ability of instructor and unsatisfied respondent have
chance 8,821 times to assess ability instructors are not good compared to satisfied
respondents. The researcher's suggestion of these results can be a reference for the
development of educational curriculum, professional, training evaluation instruments and
research development on nursing emergency training.

Keyword : Satisfaction, Ability, Participants, Instructor, Analisys.


PENDAHULUAN
Latar Belakang menurut hasil RISKESDAS Tahun 2013
prevalensi penyakit jantung koroner
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien berdasarkan diagnosis adalah 12.1% permil,
yang membutuhkan tindakan medis segera untuk kasus trauma atau cedera
untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan perbandingan hasil Riskesdas 2007 dengan
kecacatan (Permenkes Nomor 19 Tahun Riskesdas 2013 menunjukkan
2016), kasus kegawat daruratan dapat terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi
kapan saja, dimana saja dan terjadi pada cedera dari 7,5 persen menjadi 8,2 persen.
siapa saja, seperti serangan jantung dan Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal
kejadian trauma akibat kecelakaan lalu jantung, dan stroke terlihat meningkat
lintas, kecelakan kerja ataupun yang lainnya seiring peningkatan umur.
(AGD Dinkes DKI Jakarta, 2015). Kasus Selain kegawatdaruratan yang terjadi sehari-
kematian mendadak akibat hari, negara kita juga rawan dengan kejadian
kegawatdaruratan masih menjadi penyebab kegawatdaruratan bencana, tren kejadian
kematian utama di dunia baik di negara bencana di negara kita dalam 15 tahun
maju maupun berkembang, dua masalah terakhir cenderung meningkat signifikan,
utama yang masih menempati urutan tercatat pada Data Informasi Bencana
tertinggi adalah kasus kematian akibat Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan
kegawatdaruratan jantung dan trauma, henti Bencana Indonesia (BNPB) tahun 2002
jantung bertanggung jawab terhadap 60% kejadian bencana 212 dan pada tahun 2017
angka kematian penderita dewasa yang sejumlah 1911 kejadian. (BNPB, 2017)
mengalami penyakit jantung koroner (PJK), Upaya yang telah dilakukan pemerintah
(PERKI, 2011). beserta segenap elemen masyarakat telah
Kematian akibat henti jantung di Eropa dimulai dengan tercetusnya Deklarasi
diperkirakan mencapai 700.000 kasus pada Makassar pada Tahun 2000 yang
setiap tahunnya. (PERKI, 2011). Kematian diantaranya adalah memasyarakatkan Sistem
akibat kecelakaan lalu lintas diduga Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
berjumlah 1 juta setiap tahunnya diikuti (SPGDT) sehari-hari dan bencana secara
dengan kasus cedera berat yang mencapai efektif dan efisien dan meningkatkan peran
20-50 juta setiap tahunnya dan ini serta masyarakat dalam pelaksanaan SPGDT
merupakan penyebab utama kematian akibat melalui pendidikan dan Pelatihan sehingga
trauma. Di negara-negara berkembang yang diharapkan dapat terlaksananya Sistem
sudah menerapkan perbaikan dalam Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
pencegahan trauma, kematian akibat ini Terpadu (SPGDT) menuju terciptanya
masih merupakan penyebab kematian “Safe Community”, atau terciptanya
utama pada kelompok usia 1-44 tahun. keadaan sehat dan aman.
Angka kematian akibat kecelakaan lalu Program peningkatan layanan
lintas ditemukan di negara-negara kegawatdaruratan kesehatan dalam rangka
berkembang sebesar 90 % dan 80 % pada menurunkan angka kematian, salah satunya
negara yang berpenghasilan rendah dan adalah meningkatkan keterampilan tenaga
menengah, diprediksi pada tahun 2020 1 kesehatan dalam memberikan penanganan
diantara 10 orang meninggal akibat cedera pada kasus kegawatdaruratan. Hal ini akan
(trauma), (American College of Surgeons meningkatkan kepuasan masyarakat
Comittee on Trauma, 2008). terhadap pelayanan, kepuasan masyarakat
Prevalensi nasional penyakit jantung pada terhadap pelayanan kesehatan akan
tahun 2008 adalah 7,2%. Sedangkan

Jurnal Keperawatan
Komunitas
terpenuhi apabila pelanggan adalah kesehatan yang tugas khusus
harapan dilaksanakan seperti salah
masyarakat dapat reliability minimal 30 jam satunya adalah
terpenuhi oleh pembelajaran Tenaga Kesehatan
bentuk pelayanan (kehandalan), (Kemenkes RI, Haji Indonesia
yang diterima. responsiveness 2016). Bentuk (TKHI), (AGD
Peningkatan (daya tanggap), pelatihan Dinkes DKI
keterampilan assurance kegawatdaruratan Jakarta, 2015).
tenaga kesehatan (kepastian), bagi perawat adalah Pelatihan Basic
tidak terlepas dari emphaty (sikap salahsatunya Trauma Cardiac
pelatihan yang empati) dan pelatihan Basic Life Support
diikuti oleh tenaga tangible (berwujud), Trauma Cardiac (BTCLS)
kesehatan. (Kottler dalam Life Support merupakan salah
Keberhasilan dari Tjiptono 2011). (BTCLS), pelatihan satu pelatihan dasar
proses pelatihan Hasil penelitian ini sudah menjadi bagi perawat dalam
harus dapat terukur Henriyanto (2014) sebuah kompetensi menangani masalah
melalui beberapa tentang Analisis dasar bagi perawat kegawatdaruratan
indikator, salah Tingkat Kepuasan yang akan bekerja trauma dan
satunya adalah Peserta Diklat dari di pelayanan gangguan
mengukur Kualitas Pelayanan kesehatan mulai kardiovaskuler.
kepuasan peserta Diklat Badan dari klinik di Penanganan
diklat terhadap Kepegawaian masyarakat, klinik masalah tersebut
pelatihan itu Daerah Kabupaten di perusahaan, ditujukan untuk
sendiri kepuasan Kepulauan Puskesmas, rumah memberikan
merupakan Mentawai sakit maupun yang bantuan hidup
perbedaan antara didapatkan hasil akan menjalankan dasar sehingga
harapan dan unjuk penelitian bahwa tugas- diharapkan dapat
kerja (yang 98% variable menyelamatkan
senyatanya kepuasan peserta nyawa dan
diterima), apabila pelatihan meminimalkan
harapan tinggi dipengaruhi oleh kerusakan organ
sementara unjuk kualitas pelayanan serta kecacatan
kerja rendah, yang diberikan oleh pada penderita
kepuasan tidak lembaga gawatdarurat.
akan tercapai, teori peyelenggara (Kemenkes RI,
kepuasan selalu pelatihan. 2013)
didasarkan pada Pelatihan adalah Berkenaan dengan
upaya peniadaan proses pembelajaran hal ini Pemerintah
atau paling kurang dalam rangka Provinsi DKI
menyempitkan gap Jakarta dalam
antar harapan dan meningkatkan upaya menerapkan
kinerja (Tjiptono, SPGDT pada tahun
2012). Faktor kinerja, 2007 mendirikan
dominan yang professionalisme sebuah Unit
menjadi indikator menunjang Pelayanan
dalam menentukan pengembangan karir Ambulans Gawat
tingkat kepuasan bagi SDM Darurat Dinas
Jurnal Keperawatan
Komunitas
Kesehatan melalui pelatihan maupun praktek, kepuasan terhadap
Provinsi DKI Basic Trauma kemampuan melatih pengajar/instruktur
Jakarta (AGD Cardiac Life meliputi ; hanya memiliki
Dinkes DKI Support (BTCLS) penggunaan media, tingkat/gradasi
Jakarta) yang Menunjang memilih dan penilaian dari cukup,
mempunyai tiga terlaksananya menggunakan baik dan sangat baik.
inti pelayanan pelatihan AGD metoda Seharusnya indikator
yaitu pelayanan Dinkes Provinsi pembelajaran, variabel dapat diukur
ambulans gawat DKI Jakarta memfasilitasi proses dari tingkat gradasi
darurat 24 jam, Jakarta memiliki pembelajaran sesuai yang paling positif
pelayanan 25 orang dengan metode, sampai yang sangat
pendidikan dan pelatih/instruktur mengelola waktu negatif (Sugiyono,
pelatihan yang terdiri dari pembelajaran dan 2013). Selain hal itu
perawat dan kemampuan dalam latar belakang
kegawatdaruratan dokter yang telah proses interaktif, masing-masing
memiliki sertifikat serta kepribadian instruktur yang
dan rekomendasi Training of meliputi ; berbeda terkait masa
standarisasi Trainer (TOT) kemampuan kerja, usia dan
ambulan. Dalam Pelatihan memotivasi peserta, pendidikan akan
menjalankan Kegawatdaruratan empati, gaya dan mempengaruhi
tugasnya terkait baik dari sikap pada kualitas intsruktur
pelayanan Kementerian pembelajar dan dalam mengajar.
pendidikan dan Kesehatan tampilan kehadiran Menurut penelitian
pelatihan Republik secara keseluruhan Rohani dan Erna
kegawatdaruratan Indonesia maupun (Badan PPSDM pada Tahun 2015
AGD Dinkes DKI dari Himpunan Kemenkes RI, terdapat gap antara
Jakarta Perawat Gawat 2013). harapan dan
mempunyai Darurat dan Hasil pengamatan keyataan terkait
beberapa bentuk Bencana Indonesia dan wawancara dengan kepuasan
pelayanan (HIPGABI). dengan lima orang peserta terhadap
pelatihan salah Kwalitas peserta yang telah pemateri dalam hal
satunya Pelatihan instruktur sangat mengikuti pelatihan pencapaian tujuan
Basic Trauma mempengaruhi menunjukan adanya pembelajaran,
Cardiac Life kwalitas ketidakpuasan dari penguasaan materi,
Support penyampaian beberapa hal terkait metodologi yang
(BTCLS). materi kepada dengan kemampuan digunakan,
Pelayanan peserta yang instruktur dalam sistematika
pelatihan selanjutnya akan memberikan penyajian,
kegawatdaruratan berdampak kepada pelayanan keterampilan
bagi perawat kediklatan, menggunakan alat
disamping itu bantu, bimbingan
kepuasan peserta tingkat penilaian pelatih dan
pelatihan. Indikator tujuan dalam kuisioner penugasan
evaluasi belum bimbingan praktek.
kemampuan pembelajaran, komprehensif, hal Dengan demikian
instruktur meliputi penguasaan ini dikarenakan pelatihan BTCLS
pencapaian substansi baik teori instrumen kuisioner merupakan salah

Jurnal Keperawatan
Komunitas
satu upaya penting kegawatdaruratan, hipotesis baru. bulan dari mulai
dalam kualitas instruktur Pemilihan desain November 2017
mempersiapkan atau pelatih ini dikarenakan sampai dengan
perawat untuk BTCLS dapat dapat memberikan Januari 2018,
dapat memberikan menentukan beberapa diawali dengan
pelayanan pada keberhasilan dan kemudahan dan pengajuan proposal
kasus kepuasan peserta keuntungan penelitian,
dalam pelatihan seperti sifatnya pengumpulan data,
ini, atas dasar yang relatif, pengolahan data
tersebut peneliti mudah dan pelaporan hasil
tertarik untuk dilaksanakan, penelitian. Populasi
melakukan analisa sederhana, pada penelitian ini
kepuasan peserta ekonomis, dari adalah pegawai
terhadap segi waktu dan AGD yang telah
kemampuan pada waktu yang mengikuti
instruktur bersamaan banyak pelatihan BTCLS
pelatihan Basic variabel yang pada kelas
Trauma Cardiac dapat pelatihan tanggal 1
Life Support dikumpulkan sampai 5 Januari
(BTCLS) yang (Notoatmodjo, 2018 sebanyak
diselenggarakan 2010). Penelitian 60 orang dengan
oleh Ambulans ini dilakukan di sampel diambil
Gawat Darurat Kantor Ambulans dari seluruh total
Dinas Kesehatan Gawat Darurat populasi sebanyak
Provinsi DKI Dinas Kesehatan 60 orang yang
Jakarta. Provinsi DKI mengikuti
Jakarta, Komplek pelatihan BTCLS
METODE Dinas Kesehatan untuk menjadi
PENELITIAN Provinsi DKI responden.
Desain penelitian Jakarta Jalan Dalam proses
ini menggunakan Kesehatan nomor pengumpulan data
desain deskriptif 10, Blok B, peneliti
analitik dengan Jakarta Pusat. menggunakan alat
pendekatan cross Penelitian pengumpulan data
sectional yaitu dilakukan dalam berupa
rancangan waktu selama tiga
penelitian dengan
melakukan
pengukuran atau
pengamatan pada
saat bersamaan
dengan jangka
waktu pendek
(Aziz Alimul
Hidayat, 2107),
untuk
merumuskan
Jurnal Keperawatan
Komunitas
kuisioner/angket yang memuat pernyataan- dapat memilih jawaban 1-5 tahun, 5-10
pernyataan yang telah dirancang mengacu tahun dan > 10 tahun.
parameter dari literatur, kerangka konsep Bagian B berisi pernyataan-pernyataan
dan tujuan penelitian. Peneliti menggunakan terkait dengan kepuasan terhadap
alat pengumpulan data berupa kemampuan instruktur, terdiri dari lima
kuisioner/angket, kuisioner/angket yang indikator pengukuran kepuasan yaitu
digunakan adalah jenis angket tertutup atau kehandalan (reliability) sebanyak 5
terstruktur yaitu angket yang dibuat pernyataan, ketanggapan (responsiveness)
sedemikian rupa, sehingga responden sebanyak satu pernyataan, jaminan/kepastian
disuruh memilih atau menjawab atas (assurance) sebanyak 3 pernyataan, empati
jawaban yang sudah ada. (M. Aziz Alimul (emphaty) sebanyak 5 pernyataan dan
Hidayat, 2017). Kuisioner yang dipakai keterwujudan (tangible) sebanyak 3
dalam penelitian ini berupa jenis daftar pernyataan. Pernyataan pada bagian ini
pernyataan yang dipilih supaya dapat memiliki empat skor penilaian yaitu; Sangat
diambil data berupa persepsi atau pendapat Puas (SP), Puas (P), Tidak Puas (TP),
responden terkait pengaruh kemampuan Sangat Tidak Puas (STP).
instruktur terhadap kepuasan responden Bagian C berisi pernyataan-pernyataan
dalam mengikuti pelatihan BTCLS. Alasan terkait dengan kemampuan intruktur dalam
peneliti menggunakan kuisioner karena melatih meliputi pencapaian tujuan
melalui kuesioner dapat diambil data tentang pembelajaran sebanyak 3 pernyataan,
persepsi atau pendapat responden tentang penguasaan substansi sebanyak 3
pengaruh kemampuan instruktur terhadap pernyataan, kemampuan melatih sebanyak 2
kepuasan responden setelah mengikuti pernyataan dan kepribadian sebanyak 4
pelatihan BTCLS secara realiabel dengan pernyataan. Pernyataan pada bagian ini
memperhatikan isi peryataan di dalam memiliki empat skor penilaian yaitu; Sangat
kuesioner sehingga walau ditanya berkala- Baik (SB), Baik (B), Tidak Baik (TB),
kali dalam waktu yang berbeda akan Sangat Tidak Baik (STB).
menghasilkan jawaban yang sama. Peneliti mengumpulkan data dengan
Kuisioner yang disusun memuat pernyataan langkah-langkah pengajukan ijin penelitian
terkait hal-hal yang berhubungan dengan kepada Kepala Unit Ambulans Gawat
kepuasan responden terhadap kemampuan Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI
instruktur, terdiri dari tiga bagian yaitu : Jakarta, identifikasi responden perkenalan
Bagian A merupakan pernyataan seputar diri menjelaskan tujuan penelitian,
data responden berupa karakteristik individu menyampaikan jaminan kerahasiaan data
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan serta hak responden untuk menolak
lama bekerja, untuk menjawab pernyataan keikutsertaan dalam penelitian, dari 60
terkait usia, responden dapat mengisi responden semua menyatakan bersedia
jawaban langsung sesuai dengan usia untuk ikut berpartisipasi, selanjutnya
responden, untuk pernyataan terkait jenis peneliti meminta kesediaan responden untuk
kelamin responden dapat menjawab dua menandatangani lembar persetujuan.
pilihan laki-laki atau perempuan, untuk Selanjutnya peneliti menjelaskan cara
pernyataan terkait pendidikan responden pengisian kuesioner. Setelah itu responden
dapat memilih jawaban diploma, sarjana, untuk menjawab pernyataan dalam
profesi dan spesialis. Sedangkanuntuk kuesioner, memeriksa kembali kuesioner
jawaban terkait lama bekerja responden yang telah diisi, kuesioner yang telah diisi
dikumpulkan dan peneliti mengakhiri

Jurnal Keperawatan
Komunitas
pertemuan. 2. Jika r hasil tidak dilakukan dengan responden dengan
Uji validitas dan positif, serta r menyebar kuisioner df = n-2 = 28
reliabilitas hasil < r tabel, ke 30 orang didapatkan nilai r
dilakukan dengan maka butir atau responden yang tabel pada taraf
menyebarkan variabel tersebut tidak dijadikan signifikansi 5 %
kuisioner kepada tidak valid. penelitian, kuisioner sebesar 0,361,
responden yang 3. Jika r hasil > r yang diuji memuat setelah dilakukan
mempunyai 40 pernyataan selain uji validitas
tabel, tapi
karakteristik karakteristik menggunakan
bertanda negatif
hampir sama individu, semua program SPSS
dengan responden maka butir atau pernyataan
variabel tersebut didapatkan hasil
yang akan dilakukan uji hitung dilihat hasil
dijadikan sampel tidak valid validitas dilakukan output SPSS pada
yaitu pegawai Pelaksanaan uji pada 30 tabel corrected
AGD Dinkes lain kuisioner dilakukan
item-total
yang telah dengan menyebar
correlation,
mengikuti kuisioner pada
(Sutanto, 2007),
pelatihan BTCLS orang yang
hasil uji validitas
juga. Uji coba mempunyai
yang pertama
dilakukan untuk karakteristik hampir
menunjukan dari
mengetahui sejauh sama dengan
40 pernyataan
mana pemahaman responden. Setelah
terdapat 10
responden terhadap kuisioner
pernyataan yang
pernyataan- disebarkan,
nilainya lebih
pernyataan dan selanjutnya hasil
rendah dari r tabel
validitas tersebut diolah
(r = 0,361),
pernyataan dari dengan metode
sehingga
kuisioner yang SPSS versi 19.0,
pernyataan tersebut
telah dibuat, untuk menurut Sutanto
tidak valid. Setelah
menguji validitas (2007) jika
mendapatkan 30
menggunakan pernyataan tidak
pernyataan valid,
Spearman rank valid maka
ke sepuluh
correlation pernyataan tersebut
pernyataan yang
coefficient melalui dibuang dan untuk
tidak valid
bantuan komputer pernyataan yang
dibuang.
(Nursalam, 2008). sudah valid
Selanjutnya
Dasar pengambilan kemudian baru
peneliti melakukan
keputusan dari uji secara bersama-
uji validitas kedua
validitas tersebut sama diukur
dan didapatkan
adalah : reliabilitasnya dari
hasil dari 30
1. Jika r hasil hasil uji kuisioner
pernyataan terdapat
positif, serta r maka dapat
satu pernyataan
ditentukan beberapa
hasil > r tabel, yang nilainya lebih
pernyataan yang
maka butir atau rendah dari r tabel
dikurangi.
variabel (r = 0,361),
Uji validitas
tersebut adalah sehingga
penelitian ini
valid. pernyataan tersebut
Jurnal Keperawatan
Komunitas
tidak valid dan alpha croanbanch. Variabel Frequency 21 4
pernyataan Standar yang 22 11
tersebut dibuang. digunakan untuk 23 13
Kemudian menetukan 24 12
peneliti reliabel atau 25 7
melakukan uji tidaknya suatu 26 3
validitas kembali instrumen
27 6
dan didapatkan penelitian.
28 1
hasil 29 Umumnya adalah
pernyataan tidak perbandingan 29 2
terdapat antara nilai r 30 1
pernyataan yang hitung diwakili Total 60
nilainya lebih dengan nilai Sumber, data
primer tahun
rendah dari r Alpha dengan r 2018
tabel (r = 0,361), tabel pada taraf
sehingga semua kepercayaan 95 % Distribusi usia
pernyataan atau tingkat responden
tersebut signifikan 5 menunjukan
dinyatakan valid %. Tingkat bahwa paling
dengan nilai reliabilitas dengan banyak
Croanbach’s metode alpha responden
Alpha 0.939. croanbach diukur berusia 23
Menurut berdasarkan skala tahun yaitu 13
Nursalam (2008), alpha 0 sampai orang
reliabilitas adalah dengan 1. (21,7%).
indeks yang Uji kuisioner yang
menunjukkan dilakukan pada 30 T
sejauh mana orang tersebut a
suatu alat menghasilkan nilai b
pengukuran dapat Croanbach’s e
dipercaya dan Alpha 0.939 l
diandalkan, untuk sehingga dapat
menguji disimpulkan 29 5
reliabilitas adalah pernyataan pada .
dengan kuisioner tersebut 2
menggunakan sangat reliabel. Distribusi
HASIL Distribusi Frekuensi
PENELITIAN Frekuensi Responden
a. Analisa Responden Berdasarkan
Univariat Berdasarkan Jenis Kelamin
Usia Pada Pada Peserta
Data
Peserta Pelatihan BTCLS
Karakteristik
Pelatihan BTCLS Pegawai AGD
Individu Pegawai AGD Dinkes Provinsi
Dinkes Provinsi DKI Jakarta
Tabel 5.1
DKI Jakarta
Variabel Frequency

Jurnal Keperawatan
Komunitas
Laki-laki 34 Profesi 3 responden
Perempuan 26 Spesialis 0 banyak menunjukan
Total 60 responden bahwa paling
Total 60
Sumber, data Sumber, data primer
mempunyai masa banyak
primer tahun tahun 2018 kerja 1-5 tahun responden puas
2018 yaitu 56 orang yaitu 34 orang
Distribusi (93,3%). (56,7%).
Distribusi
pendidikan
jenis kelamin
responden Tingk K
responden
menunjukan at e
menunjukan
bahwa paling Kepua m
bahwa paling
banyak san a
banyak
responden Pesert m
responden
berpendidikan a pu
berjenis
diploma yaitu Tabel 5.5 an
kelamin laki-
56 orang In
laki yaitu 34
(93,3%). Distribusi st
orang (56,7%). Frekuensi Tingkat ru
Tabel 5.4 Kepuasan kt
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi
Distribusi Frekuensi Responden Pada ur
Responden Peserta Pelatihan T
Responden Berdasarkan Masa BTCLS Pegawai a
Berdasarkan Kerja Pada Peserta
Variabel FrequencyPelatihan
Percent AGD Dinkes
Pendidikan Pada BTCLS b
Diploma 56 93,3 Provinsi DKI
Peserta Pelatihan el
Sarjana AGD 1 Pegawai
1,7 AGD Jakarta
BTCLS Pegawai Dinkes Provinsi DKI 5.
Dinkes Provinsi DKI Jakarta
Jakarta 6
Variabel Frequency
Variabel Frequency
Puas 34 Distribusi Frekuensi
1-5 tahun 56 Tidak Puas 26 Kemampuan
5-10 tahun 4
Total 60 Instruktur Menurut
> 10 tahun 0 Sumber, data primer Responden Pada
Total 60 tahun 2018
Peserta Pelatihan
Sumber, data BTCLS Pegawai AGD
Distribusi tingkat
primer tahun Dinkes Provinsi DKI
kepuasan
2018 Distribusi Jakarta

masa menurut responden


Variabel Frequency
menunjukan bahwa
Baik 33
kerja paling banyak
Tidak Baik 27
responden menilai
Total 60
responden baik yaitu sebanyak
Sumber, data
menunjukan primer tahun 2018 33 orang (55,0%).

bahwa Distribusi
kemampuan
paling instruktur

Jurnal Keperawatan
Komunitas
b. Analisa independen kemampuan instruktur, dari hasil analisis
Bivariat dan kepuasan diperoleh pula nilai OR = 8,821 (CI 95%
Pada peserta 2,726- 28,544), artinya responden yang
analisa ini sebagai tidak puas mempunyai peluang 8,821
dijelaskan variabel kali untuk menilai kemampuan
secara dependen instruktur tidak baik dibandingkan
statistik dengan dengan responden yang merasa puas.
hubungan menggunakan
dua uji chi square, H i
variabel hasilnya a a
yaitu analisa yang
s t
kemampua didapatkan
n instruktur adalah i
sebagai sebagai l K
variabel berikut : a
P r
e a
Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Tingkat n k
Kepuasan dan Kemampuan Instruktur e t
pada Peserta Pelatihan BTCLS Pegawai l e
AGD Dinkes Provinsi DKI Jakarta i r
t i
i s
Tingka Kemampuan Instruktur a t
P
t OR n i
Tidak Baik
Kepuas n % (95 n v % N %
Puas 26 76,5 %
k 8,821
an % 8 a 23,5 % 34 100% 0,000
Tidak Puas 7 26,9 % 19 l A %
73,1 26 100% 2,726-28,544
CI)
Jumlah 33 55,0 % 27 u 45,0
n % 60 100% I
e
a n
l d
i i
s v
Sumber, data primer tahun 2018 a i
Hasil analisis hubungan antara tingkat
n d
kepuasan dengan kemampuan
instruktur diperoleh bahwa ada u
sebanyak 26 (76,5%) kemampuan U
instruktur yang baik didapatkan tingkat 1. Usia
n
kepuasan responden merasa puas. Hasil Hasil analisis
i penelitian terkait
uji statistik diperoleh nilai p=0,000
v usia responden
maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan a menunjukan
antara tingkat kepuasan dengan r bahwa paling
banyak responden
Jurnal Keperawatan
Komunitas
berusia 23 tahun menentukan
yaitu 13 orang
(21,7%), usia (psychologyma
responden yang nia.wordpress.c
termuda pada om, 2011).
penelitian ini 21 Kesimpulan
tahun dan tertua yang didapat
30 tahun, usia menunjukan
ini termasuk bahwa semua
dalam tehap responden
perkembangan berada pada
dewasa muda tahap usia
yang dewasa muda
mempunyai dan yang
tugas terbanyak
perkembangan responden
salah satunya berusia 23
meniti karir dan tahun, hal ini
pendidikan atau menunjukan
bekerja dalam pada usia ini
suatu jabatan seseorang
dan pada usia ini sudah mulai
seseorang sudah mencapai
mulai mencapai tingkat
tingkat kematangan
kematangan dalam berfikir
dalam berfikir dan
dan menentukan
pilihan dan
responden
pegawai baru di
AGD Dinkes
Provinsi DKI
Jakarta yang
mulai meniti
karir dan
pendidikannya.
2. Jenis Kelamin
Hasil analisa
penelitian
terkait dengan
jenis kelamin
menunjukan
bahwa paling

Jurnal Keperawatan
Komunitas
banyak responden berjenis kelamin laki- puas, hal ini menunjukan bahwa mayoritas
laki yaitu 34 orang (56,7%), responden responden merasa puas dengan pelayanan
merupakan pegawai baru AGD Dinkes yang diberikan oleh intsruktur. Kesimpulan
Provinsi DKI Jakarta yang telah yang didapat menunjukan bahwa responden
mengikuti pelatihan BTCLS sebelum yang merasa puas sebesar 56,7%,
memulai bekerja di pelayanan. mempunyai interpretasi bahwa peserta
Kesimpulan yang didapat menunjukan menunjukan reaksi yang lebih baik terhadap
bahwa responden terbanyak berjenis pelatihan yang sudah diikuti karena
kelamin laki-laki, hal ini disebabkan menyadari mendapat masukan yang berguna
responden adalah pegawai baru di AGD dari pelatihan ini, tetapi perimbangan
Dinkes Provinsi DKI Jakarta yang mulai dengan responden yang merasa tidak puas
meniti karir, lebih diminati oleh laki-laki. tidak terlalu jauh (43,3%).
3. Pendidikan
Analisa penelitian terkait pendidikan Kemampuan Intruktur Pelatihan
responden menunjukan bahwa paling Hasil analisa kemampuan instruktur menurut
banyak responden berpendidikan diploma responden menunjukan bahwa paling
yaitu 56 orang (93,3%), selebihnya banyak responden menilai baik yaitu
responden dengan pendidikan strata satu. sebanyak 33 orang (55,0%), hal ini
Kesimpulan menunjukan bahwa menunjukan bahwa mayoritas responden
responden penelitian mayoritas menilai inetruktur pelatihan memiliki
berpendidikan Diploma III hal ini kemampuan yang baik. Kesimpulan yang
disebabkan karena responden adalah dapat diambil adalah bahwa kemampuan
pegawai baru AGD Dinkes Provinsi DKI instruktur atau pelatih dalam memberikan
Jakarta yang diterima dengan latar pembelajaran kepada peserta diklat
belakang persyaratan Diploma III merupakan salah satu factor penentu dalam
Keperawatan. keberhasilan sebuah pelatihan.
4. Masa Kerja
Hasil analisa penelitian terkait masa kerja Analisa Bivariat
responden penelitian ini menunjukan Hasil analisis hubungan antara tingkat
bahwa paling banyak responden kepuasan dengan kemampuan instruktur
mempunyai masa kerja 1-5 tahun yaitu 56 diperoleh bahwa ada sebanyak 26 (76,5%)
orang (93,3%) selebihnya diatas lima kemampuan instruktur yang baik didapatkan
tahun. Hasil penelitian terkait masa kerja tingkat kepuasan responden merasa puas.
responden ini menunjukan bahwa paling Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000
banyak responden mempunyai masa kerja maka dapat disimpulkan ada perbedaan
1-5 tahun yaitu 56 orang (93,3%), hal ini proporsi penilaian kemampuan intruktur
dikarenakan bahwa mayoritas responden antara responden yang puas dan tidak puas
adalah pegawai baru AGD Dinkes (ada hubungan yang signifikan antara
Provinsi DKI Jakarta dengan masa tingkat kepuasan dengan kemampuan
pengalaman kerja di bawah lima tahun. instruktur). Dari hasil analisis diperoleh pula
nilai OR = 8,821 (CI 95% 2,726-28,544),
Tingkat Kepuasan Peserta Pelatihan artinya responden yang tidak puas
Hasil penelitian terkait tingkat kepuasan mempunyai peluang 8,821 kali untuk
pada peneilitan ini menunjukan bahwa menilai kemampuan instruktur tidak baik
responden menilai puas yaitu 34 orang dibandingkan dengan responden yang
(56,7%), selebihnya responden menilai tidak merasa puas.
Evaluasi yang dilakukan dalam

Jurnal Keperawatan
Komunitas
pelatihan ini salah Kepuasan adalah Anggoro (2014) diperoleh bahwa
satunya terhadap suatu kondisi dengan judul ada hubungan yang
pelatih/instruktur dimana keinginan, penelitian ”Evaluasi signifikan antara
pelatihan, harapan dipenuhi, Pelatihan dengan tingkat kepuasan
setiap layanan yang Metode Kirkpatrick dengan
evaluasi diberikan dinilai Analisys” kemampuan
memuaskan apabila memberikan instruktur dan
terhadap layanan tersebut masukan mengenai responden yang
pelatih/intsruktur dapat memenuhi peningkatan kualitas tidak puas
ini dimaksudkan keinginan trainer dan materi mempunyai
untuk mengetahui seseorang. yang disesuaikan peluang 8,821 kali
seberapa jauh Meningkatkan dengan tingkat untuk menilai
penilaian yang kepuasam pemahaman awal kemapuan
menggambarkan merupakan faktor peserta merupakan instruktur tidak
tingkat kepuasan yang penting dalam hal yang baik dibandingkan
peserta terhadap mengembangkan berpengaruh dengan responden
kemampuan suatu sistem terhadap efektifitas yang merasa puas.
pelatih/instruktur layanan layanan pelatihan.
dalam yang disediakan, Hasil analisis KESIMPULAN
menyampaikan (Wikipedia, 2017). hubungan antara DAN SARAN
pengetahuan dan Penelitian Yugi tingkat kepuasan Simpulan
keterampilan Mugi Rahayu, dengan kemampuan
kepada peserta (2017) yang instruktur Penelitian ini
dengan baik, dapat berjudul ”Pengaruh dilakukan untuk
dipahami dan Kualitas Pelayanan mengetahui hasil
diserap peserta, dan Ketersediaan analisa kepuasan
meliputi Sarana dan peserta terhadap
; penguasaan Prasarana Terhadap kemampuan
materi, ketepatan Nilai Pelanggan dan instruktur pelatihan
waktu, sistematika Implikasinya pada di Ambulans
penyajian, Kepuasan” Gawat Darurat
penggunaan memberikan Dinas Kesehatan
metode alat bantu kesimpulan bahwa Provinsi DKI
pelatihan, empati, adanya pengaruh Jakarta, dari hasil
gaya dan sikap yang signifikan penelitian terhadap
kepada peserta, antara kualitas 60 responden dapat
pencapaian Tujuan pelayanan (salah disimpulkan bahwa
Pembelajaran satunya :
Umum (TPU), menghadirkan 1. Tingkat
kesempatan tanya instruktur yang kepuasan
jawab, kemampuan handal) terhadap responden yang
menyajikan, nilai pelanggan, paling tertinggi
kerapihan pakaian sedangkan nilai yaitu responden
dan kerjasama pelanggan puas yaitu 34
antar tim pengajar berpengaruh orang atau
(Kemenkes RI, terhadap kepuasan.
sebesar 56,7%.
2013). Sedangkan menurut
2. Kemampuan

Jurnal Keperawatan
Komunitas
instruktur didapatkan peningkatan Ambulans Gawat
menunjukan peneliti kualitas Darurat Dinas
paling banyak menyampaikan pelatihan Kesehatan
responden saran kepada kegawatdarurata
beberapa fihak Provinsi DKI
menilai baik n yang
sebanyak 33 sebagai berikut : diselenggarakan Jakarta, 2015,
orang atau 1. Pendidikan nya dalam upaya BTCLS Basic
sebesar 55,0%. Keparawatan untuk Trauma Cardiac
3. Hasil analisa Pendidikan meningkatkan Life Support,
keperawatan
kepuasan pelayanan Jakarta
dapat
peserta terhadap
menjadikan
terhadap materi dalam kepuasan American College of
kemampuan pelatihan pelanggan, Surgeon
instruktur BTCLS sebagai dalam Committee on
memperlihatk bahan melakukan
Trauma, 2008,
an adanya pengembangan survey tersebut
Advanced
hubungan kurikulum sebaiknya
antara pendidikan menyediakan Trauma Life
kepausan kegawatdarurat ruang bagi Support for
peserta an bagi peserta untuk Doctor, Edisi 8,
dengan mahasiswa dapat Komisi Trauma
kemampuan tingkat akhir memberikan IKABI (Ikatan Ahli
instruktur sebagai penilaian
pembekalan Bedah Indonesia),
pelatihan secara
BTCLS di AGD materi sebelum komprehensif. Chicago.
masuk ke lahan
Dinkes 4. Bagi Peneliti
praktik atau ke Badan PPSDM
Provinsi DKI Hasil penelitian
dunia kerja. Kesehatan
Jakarta dengan ini dapat
2. Bagi Profesi
p value =0,000 dijadikan bahan Pusdiklat
Keparawatan untuk menambah
< α 0,005. Aparatur
Pelatihan ini wawasan dan
dapat dijadikan Kementrian
Saran pengetahuan
sebagai salah serta dapat
Kesehatan RI,
Berdasarkan hasil satu bahan 2013, Standar
penelitian yang menjadi bahan
acuan dalam kajian/informasi Kurikulum
pengembangan Provinsi DKI dasar untuk Pelatihan BTCLS,
profesi, Jakarta Survey penelitian Jakarta
khususnya kepuasan berikutnya agar
terkait peserta dapat Badan PPSDM
pendidikan pelatihan dikembangkan
berkelanjutan Kesehatan
menjadi salah menjadi lebih
bagi perawat. satu bahan luas lagi. Pusdiklat
3. Bagi institusi rujukan dalam Aparatur
Ambulans pengembangan DAFTAR Kementrian
Gawat Darurat PUSTAKA
kapasitas dan Kesehatan RI,
Dinas Kesehatan

Jurnal Keperawatan
Komunitas
2015, Petunjuk Pelatih pada Kursus Bantuan al. (ed), 2012,
Pelaksanaan Hidup Jantung Basic Trauma
(Juklak) Pelatihan di Lanjutan ACLS Life Support and
Akreditasi (Advanced Basic Cardiac
Pelatihan di Bidang Cardiac Life Life Support,
Bidang Kesehatan, Support) Yayasan
Kesehatan, Jakarta Indonesia, Ambulans
Jakarta Perhimpunan Gawat Darurat
Blanchard, P.N &
Dokter Spesialis 118, Jakarta.
Badan PPSDM Thacker, T.W.,
Indonesia
Kesehatan (2007), Subagjo, Agus.,
(PERKI),
Pusdiklat “Effective Achyar,
Jakarta.
Aparatur Training : Ratnaningsih,
Departemen Systems, Krisanty, P., Endang.,
Kesehatan RI, Strategies, and DKK.,2009, Putranto,
2011, Pedoman Practices”, Asuhan Bondan.,
Sertifikasi Pearson Keperawatan Sugiman,
Peserta dan Education, Inc., Gawat Darurat, Tantani.,
3rd edition. Trans Info Kosasih, Agus.,
Media, Jakarta. Agustinus,
Hidayat, A. Aziz
Reynold., 2014,
Alimul, 2017, Nursalam, et. al.
Bantuan Hidup
Metodologi 2016, Pedoman
Penyusunan Jantung Dasar
Penelitian
Skripsi,
BCLS (Basic
Keperawatan
Fakultas Cardiac Life
dan Kesehatan, Keperawatan Support)
Salemba Universitas
Airlangga, Indonesia,
Medika, Jakarta
Surabaya. Perhimpunan
Sabri, Luknis.,
Dokter Spesialis
Hastono, Nursalam., Efendy
Indonesia
Sutanto Priyo., Ferry, 2008,
(PERKI), Jakarta.
2014, Statistik Pendidikan
Kesehatan, dalam Thygerson, Alton.,
Rajawali Press, Keperawatan, Krohmer, Jon R.,
Jakarta. Salemba Gulli, Benjamin
Medika, (ed), First Aid
Karo-Karo,
Jakarta. Pertolongan
Santoso., et. al.
Pertama, Edisi
(ed), 2011 Pusponegoro,
5, Erlangga,
Panduan Aryono. D., et.
Jakarta

Jurnal Keperawatan
Komunitas
Tim Penyusun PKB Perawat Indonesia DPP PPNI, 2016, Pedoman Pendidikan Keperawatan
Berkelanjutan (PKB) Perawat Indonesia, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (DPP PPNI), Jakarta.

Mergan Naidoo, Mergan (2016), Evaluation Of The Emergency Care Training Wrkshops In The
Province Of KwaZulu- Natal, South Africa.

Erna, Rohani (2015), Analisis Kepuasan Peserta Pelatihan Pertolongan Pertama Gawatdarurat
Obstetri Dan Neonatal (PPGDON) di Balai Pengembangan Tenaga Kesehatan (BPTK) Mataram
Menggunakan Metode Servqual.
Setyo Rukmi, Hendang., Novirani, Dwi., Sahrul, Ahmad (2014), Evaluasi Training Dengan
Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT.
Krakatau Steel Industrial Estate, Cilegon).
Yamin, Sofyan (2012), Mengukur Tingkat Kepuasan Pelayanan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Dalam Diklat Fungsional Calon Peneliti.
Aminah, Hania (2015), Model Evaluasi Kirkpatrick Dan Aplikasinya Dalam Pelaksanaan Pelatihan
(Level Reaksi Dan Pembelajaran) Di Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Perum Jakarta).
Rahayu, Yugi Mugi (2017), Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Ketersediaan Sarana Prasarana
Terhadap Nilai Pelanggan Dan Implikasinya Terhadap Kepuasan (Suatu Survei Pada Peserta
Pelatihan Di Bapelkes Bandung Dalam Pelayanan Pelatihan).

Henryanto (2014), Analisis Kepuasan Peserta Diklat Dari Kualitas Pelayanan Diklat Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.
https://ms.wikipedia.org/wiki/Kepuasan, diakses tanggal 29 Juli 2017
Psychologymania.wordpress.com (2011),
diakses tanggal 2 Desember 2017
Bisnis Tempo (2017), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tahun 2017, diakses tanggal 1
desember 2017

JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019


JURNAL KEPERAWATAN
https://stikesks-kendari.e-journal.id/JK Volume 03| Nomor 01 | JUNI |2019 ISSN: 2407-4801

Efektivitas Metode Audiovisual dan Metode Konvensional Terhadap


Pengetahuan Basic Life Support Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Soropia

Rusna Tahir1
1
Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari

Corespondensi Author
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kendari

Jalan Jend. A.H. Nasution No G 14 Anduonohu Kota Kendari 93231


Email : chunnatahir@yahoo.co.id

JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019


Keyword :
basic life support knowledge, audiovisual method, conventional method,

Abstrak. Kasus gawat darurat yang menyebabkan kematian di daerah pesisir Kecamatan Soropia
pada tahun 2017 diperkirakan sebesar 25%. Angka ini menjadi gambaran rendahnya
pengetahuan dan kemampuan bantuan hidup dasar masyarakat setempat yang belum mampu
melakukan tindakan penyelamatan (bantuan hidup dasar bagi orang awam) bila menemukan
kasus gawat darurat di lingkungan kerja, tempat tinggal dan di tempat umum.Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyuluhan dengan metode audiovisual dan metode
konvensional terhadap pengetahuan basic life support masyarakat pesisir di wilayah kerja
Puskesmas Soropia. Metode penelitian menggunakan desain quasi experiment dengan
pendekatan pre dan post test non equivalent control grup. Populasi dalam penelitian ini adalah
masyarakat pesisir.Teknik pengambilan sampel dengan nonprobability sampling.Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengukur pengetahuan masyarakat
pesisir tentang basic life support. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode konvensional lebih
efektif meningkatkan pengetahuan basic life support masyarakat pesisir (p=0,028). Keberhasilan
metode pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya media, karakteristik
penerima materi serta lama pemberian materi.

Abstract. Emergency cases that cause deaths in the coastal area of Soropia District in 2017 are
estimated at 25%. This figure illustrates the low level of basic life support knowledge and
capabilities of local people who have not been able to carry out rescue actions (basic life support
for lay people) when finding emergency cases in work environments, places of residence and in
public places. This study aims to determine the effectiveness of counseling with audiovisual
methods and conventional methods on basic life support knowledge of coastal communities in the
work area of Soropia Health Center. The research method used

JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019


Rusna Tahir, Efektivitas Metode Audiovisual dan Metode Konvensional Terhadap Pengetahuan Basic Life
Support Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia

a quasi-experimental design with a pre and post non-equivalent control group approach.
The population in this study were coastal communities. Sampling technique with
nonprobability sampling. The instrument used in this study is a questionnaire to measure
the knowledge of coastal communities about basic life support. The results showed that the
conventional method was more effective in improving basic life support knowledge of
coastal communities (p = 0.028). The success of the learning method is influenced by
several factors including the media, the characteristics of the recipient of the material and
the length of material administration

Pendahuluan Kecepatan pemberian pertolongan sangat


berpengaruh kepada keselamatan jiwa korban.
Hal ini kemudian mendasari pergeseran
Kegawatdaruratan merupakan situasi paradigma bahwa pertolongan pertama bagi
yang dapat ditemui oleh masyarakat pada korban gawat darurat tidak lagi ditekankan
berbagai tatanan kehidupan baik di kepada petugas kesehatan semata. Penanganan
lingkungan kerja, lingkungan sosial, secara cepat dan tepat dapat diwujudkan jika
bahkan di lingkungan rumah sendiri.
Sehingga upaya mengatasi kondisi
kegawatdaruratan pada penyelamatan jiwa
(life saving) akan sangat berpengaruh
kepada keselamatan jiwa pasien yaitu
mencegah perburukan maupun terjadinya
kecacatan. Dalam beberapa tahun terakhir,
kondisi kegawatdaruratan yang disebabkan
oleh kasus trauma masih menempati
urutan teratas pencetus perburukan kondisi
klien hingga berujung pada kematian.
Kasus gawat darurat di dunia diperkirakan
sebanyak 500.000 kasus dan 10%
diantaranya tidak dapat diselamatkan 1.
Khususnya di daerah maritim,
kondisi gawat darurat juga selalu menjadi
momok bagi petugas kesehatan yang
menerima kasus tersebut. Meningkatnya
kasus barotrauma akibat penyelaman,
trauma akibat ledakan bom ikan, maupun
luka akibat proses penangkapan ikan
lainnya tidak dapat diprediksikan. Tidak
jarang, petugas kesehatan mendapatkan
situasi korban yang telah mengalami
perburukan hingga yang telah mengalami
kematian. Berdasarkan data yang diperoleh
di Puskesmas Soropia khususnya,
dilaporkan pada periode tahun 2017 telah
terjadi 43 kasus gawat darurat dan 25%
diantaranya tidak dapat terselamatkan. Hal
ini tentunya memberikan gambaran masih
belum optimalnya pengelolaan situasi
gawat darurat atau pemberian bantuan
hidup dasar yang tepat.
JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019
Rusna Tahir, Efektivitas Metode Audiovisual dan Metode Konvensional Terhadap Pengetahuan Basic Life
Support Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia
masyarakat awam mampu Akan tetapi, karena keterbatasan alat bantu
menjadichain of survival saat pembelajaran tidak jarang juga masih ada
menemukan kondisi gawat darurat di yang menggunakan teknik konvensional
luar rumah sakit. Oleh karena itu, yaitu melalui ceramah dan Tanya jawab.
masyarakat yang rentan mengalami Hal ini ditengarai akan memberikan
dan berpotensi menemukan kondisi perbedaan kualitas hasil dari pembelajaran
gawat darurat harus mampu tersebut3.
melakukan tindakan penyelamatan Berdasarkan hasil penelitian yang
dengan cepat dan tepat. Menjawab dilakukan oleh Wiwin dan Haryuni pada
tantangan ini, masyarakat harus 34 responden menemukan bahwa metode
dibekali dengan pengetahuan konvensional lebih efektif dibandingkan
kegawatdaruratan dasar (basic life dengan metode audiovisual dalam
support) pada masalah membantu peserta studi memahami
kegawatdaruratan akibat trauma pemberian bantuan hidup dasar4. Hasil
maupun gangguan kardiovaskuler. penelitian lainnya pada 30 responden yang
Salah satu upaya dalam pembekalan menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan
pengetahuan tersebut dapat dilakukan metode audio visual lebih efektif
melalui penyuluhan dan pelatihan2. dibandingkan dengan metode ceramah
5
Penyuluhan kesehatan dapat . Hasil ini, belum dapat dipastikan metode
dilakukan dalam berbagai metode. apa yang paling tepat diberikan kepada
Seiring perkembangan IPTEK, masyarakat pesisir khususnya di
berbagai metode pembelajaran telah Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe
dikembangkan guna mempermudah yang memiliki karakteristik tersendiri dan
pemahaman peserta dalam menangkap keterbatasan penguasaan teknologi.
materi. Metode pembelajaran yang Sehingga masih diperlukan adanya
digunakan pada umunya ada dua yaitu pengkajian lebih dalam
media elektronik dan media cetak.
melalui penelitian yang komprehensif penelitian dimulai dari tahap persiapan sejak
mengenai keefektifan metode pelatihan bulan Maret sampai evaluasi kegiatan pada
kepada masyarakat pesisir mengenai bulan Agustus 2019.
bantuan hidup dasar dengan metode Sampel dalam penelitian ini berjumlah
audiovisual ataupun metode konvensional. 30 orang. Teknik pengambilan sampel dengan
nonprobability sampling dengan metode
Metode consecutive sampling. Analisis data
Penelitian ini menggunakan desain mengunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui
kuasi eksperimen dengan pendekatan pre efektivitas masing-masing metode penyuluhan
post test non-equivalent control group. serta metode apa yang lebih efektif
Pengumpulan data menggunakan meningkatkan pengetahuan masyarakat pesisir
instrument kuesioner yang telah dilakukan wilayah kerja Puskesmas Soropia.
uji validitas (0,851) yang berisi pertanyaan
untuk mengukur pengetahuan responden
tentang basic life support. Waktu
pengisian kuesioner masing-masing
selama kurang lebih 15 menit. Kuesioner
pre test diisi sebelum kegiatan penyuluhan
basic life support. Penyuluhan BLS
diberikan oleh Instruktur pelatihan BTCLS
selama 40 menit untuk metode
konvensioanl dan 20 menit untuk metode
audiovisual. Sedangkan kuesioner post test
diisi pada hari berikutnya. Waktu
JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019
Rusna Tahir, Efektivitas Metode Audiovisual dan Metode Konvensional Terhadap Pengetahuan Basic Life
Support Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia
adalah 14. Hal ini menunjukkan Metode konvensional berupa
adanya peningkatan rerata nilai mean ceramah bukanlah metode yang baru
pengetahuan. Peningkatan dalam penyuluhan.Metode ini telah
pengetahuan terjadi dikarenakan digunakan dalam berbagai penyuluhan
responden sudah mendapatkan baik yang dilakukan pada individu maupun
penyuluhan tentang BLS melalui kelompok masyarakat. Metode
metode konvensional yaitu ceramah. konvensional berupa ceramah dianggap
Setelah dilakukan uji efektivitas mampu menciptakan suasana kelas yang
dengan uji Wilcoxon, maka metode tenang dan kondusif. Transfer pengetahuan
konvensional dinilai efektif untuk secara penuh dilakukan oleh pengajar yang
meningkatkan pengetahuan memiliki porsi besar dalam mengatur
masyarakat pesisir di Kecamatan kegiatan penyuluhan baik materi maupun
Soropia tentang basic life support teknik presentasi, sehingga peserta lebih
(BLS) dengan nilai p = 0,001. Hal ini mudah memahami materi yang dibawakan
sejalan dengan penelitian yang oleh pemateri 4
dilakukan oleh Malara (2017) yang
menyebutkan bahwa metode Tabel 2.Efektivitas Metode Audiovisual
konvensional berupa ceramah mampu Terhadap Pengetahuan Responden Tentang
meningkatkan pengetahuan tentang
bantuan hidup dasar6. Basic Life Support
Median St.
Pengetahuan N P

Hasil Dan Pembahasan (Min-Maks) Deviasi

Pre tes 15 10 (7 – 13) 1,981


0,001
Penelitian ini bertujuan untuk Post tes 15 13 (7 – 15) 2,187
mengetahui efektivitas metode audiovisual
dan metode konvensional terhadap
Tabel diatas menunjukkan bahwa
pengetahuan basic life support masyarakat
nilai rata-rata median pengetahuan
pesisir.
Tabel 1.Efektivitas Metode Konvensional
masyarakat pesisir tentang basic life
support sebelum dilakukan penyuluhan
Terhadap Pengetahuan Responden Tentang
adalah 10 dan setelah dilakukan
Basic Life Support penyuluhan dengan metode audiovisual
adalah 13. Hal ini menunjukkan
Median
St. P bahwa terdapat peningkatan nilai rata-rata
Pengetahuan n (Min- Deviasi median pengetahuan masyarakat pesisir di
Maks)
Kecamatan Soropia sebelum dan sesudah
Pre Tes 15 8 (7 – 13) 1,885
0,001 dilakukan penyuluhan tentang basic life
Post Tes 15 14 (12 – 15) 1,056 support dengan metode audiovisual. Hasil
uji efektivitas dengan Wilcoxon
menunjukkan bahwa penyuluhan tentang
Tabel diatas menunjukkan bahwa basic life support dengan metode
nilai median rata-rata pengetahuan audiovisual efektif meningkatkan
masyarakat sebelum dilakukan penyuluhan pengetahuan pada masyarakat pesisir di
basic life support (BLS) dengan metode Kecamatan Soropia dengan nilai p =
konvensional adalah 8 dan sesudah
dilakukan penyuluhan
0,001. Hasil ini penelitian diatas sejalan pengetahuan mahasiswa4. Proses belajar
dengan penelitian yang dilakukan oleh dengan menggunakan media video dinilai
Wiwin (2017) yang menyebutkan bahwa lebih atraktif karena menampilkan video
metode audiovisual efektif meningkatkan bergerak berupa demontrasi, melihat
JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019
Rusna Tahir, Efektivitas Metode Audiovisual dan Metode Konvensional Terhadap Pengetahuan Basic Life
Support Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia
rekaman gambar dan mendengar suara cukup akan memungkinkan informasi yang
sehingga memberikan ditangkap juga lebih banyak. Semakin banyak
rangsangan pada berbagai panca indra. informasi yang diterima, pengetahuan
Metode ini dikatakan efektif karena mudah seseorang akan menjadi lebih luas 8.
diingat dan efisien. Terlebih bila
responden penelitian adalah remaja
karena menarik, tidak
membosankan sehingga
meningkatkan
motivasi belajar 3.

Tabel 3.Uji Beda Efektivitas Metode


Konvensional dan Metode Audiovisual
Terhadap Pengetahuan Responden Tentang
Basic Life Support

Pengetahuan n Mean P
Metode konvensional 15 4,4 0,028
Metode audiovisual 15 2,8

Hasil analisis perbedaan efektivitas


metode konvensional dan metode
audiovisuall dengan independent T test
menunjukkan bahwa metode konvensional
lebih efektif meningkatkan pengetahuan
masyarakat pesisir di Kecamatan Soropia
dibandingkan dengan metode audiovisual
dengan nilai p = 0,028. Jika disesuaikan
dengan karakteristik responden yang
kebanyakan berada pada rentang usia
dewasa awal dan akhir maka metode
konvensional yaitu ceramah dan tanya
jawab lebih sesuai. Hal ini disebabkan
karena metode konvesional dinilai lebih
mudah dipahami karena lebih sederhana,
cocok dan praktis. Sedangkan metode
audiovisual lebih tepat jika digunakan
pada penyuluhan dengan responden remaja
karena metode audiovisual dinilai lebih
atraktif yang sesuai dengan kepribadian
remaja
7
.
Penyuluhan dengan
metode
konvensional juga efektif meningkatkan
pengetahuan karena waktu yang digunakan
untuk memaparkan materi tentang basic
life support lebih panjang dibandingkan
dengan metode audiovisual dengan durasi
yang lebih singkat. Alokasi waktu yang
JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019
Rusna Tahir, Efektivitas Metode Audiovisual dan Metode Konvensional Terhadap Pengetahuan Basic Life
Support Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia
Secara teori, metode audiovisual Media Video dan Task Card Tentang BLS
seharusnya lebih efektif dalam Terhadap Perubahan Pengetahuan
meningkatkan pengetahuan karena Remaja Tentang BLS. Repos
penyajian materi lebih menarik dan http//eprints.umm.ac.id. 2016;1–10.
dapat merangsang banyak panca indra 4. Wiwin S, Haryuni S. Perbedaan Efektifitas
dalam proses pembelajatannya, akan Metode Pendidikan Kesehatan Basic Life
tetapi dalam penelitian ini, metode Support ( Bls ) Audiovisual Dengan
konvensional lebih efektif Demonstrasi Terhadap Kemampuan Life
dibandingkan metode audiovisual. Saving Pada Mahasiswa Ilmu
Banyak faktor yang memengaruhi Keperawatan the Differences of
perubahan pengetahuan dalam proses Effectiveness of Health Education
penyuluhan, diantaranya adalah media Method for Audiovisual Basic Li. J Nurs
dan karakteristik penerima Care Biomol 2(1) 31. 2017;2(1):31–5.
penyuluhan. Media pembelajaran
hendaknya sesuai dengan karakteristik
peserta latihan yakni umur dan latar
belakang pendidikan serta pengalaman
9
.

Simpulan Dan Saran

Metode audiovisual dan metode


konvensional merupakan metode yang
efektif dalam meningkatkan
pengetahuan basic life support
masyarakat pesisir di wilayah kerja
Puskesmas Soropia. Namun metode
konvensional lebih efektif karena
sesuai dengan karakteristik
masyarakat setempat.
Dalam melaksanakan
penyuluhan, metode pembelajaran
memberikan kontribusi yang besar.
Untuk itu, kesesuaian antara
karakteristik masyarakat dengan
metode pembelajaran menjadi poin
penting yang berpengaruh terhadap
kemampuan penerimaan dan
pemahaman materi yang dipelajari.

Daftar Rujukan
1. Fatimah, Wulandari IS, Agussafutri
WD. Nursing Care(
Emergency).
http://digilib.stikeskusumahusada.ac
.id/re po/disk1/29/01-gdl-
fatimahnim-1444-1- artikel-h.pdf.
2. AHA. of the 2015 American Heart
Association. 2015;
3. Alfani M. Perbedaan Efektivitas

JURNAL KEPERAWATAN | VOLUME 03| NOMOR 01 | JUNI | 2019


5. Yatma DPA. Efektivitas Metode Penyuluhan Audiovisual. 2015;
6. Malara RT. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Bnatuan Hidup
Dasar (BHD) Pada Kece. 2017;5:1–5.
7. Rahmati H, Yaghoubinia F, Zare Mehrabady R. Comparing the Effect of Lecture-Based Training
and Basic Life Support Training Package on Cardiopulmonary Resuscitation Knowledge
and Skill of Teachers. Heal Scope. 2017;In Press(In Press).
8. Dahlan S, Kumaat L, Onibala F. Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Tentang Bantuan Hidup Dasar ( Bhd ) Terhadap Tingkat
Pengetahuan Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Wori Kecamatan Wori. Ejournal
keperawatan (e-Kp). 2014;2:1–8.
9. Setyawan D, Kurniawan A, Otomotif PT, Purworejo UM. Pengembangan Media Audio
Video Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Smk Pn 2 Purworejo. 59
Vol05/No01/Januari 2015 J Pendidik Tek Otomotif_Universitas Muhammadiyah
Purworejo. 2015;05(01):59–63.
HIGEIA 4 (2) (2020)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Program Public Safety Center (PSC) 119 Mataram Emergency Medical Service
(MEMS)

Pradita Nurmalia 1, Irwan Budiono 1

1
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Univesitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Pemerintah Kota Mataram meluncurkan program PSC 119 MEMS untuk meningkatkan kualitas
Diterima 3 Februari 2020 pelayanan di bidang kesehatan Penelitian dilakukan pada Februari hingga Juli 2019 di RSUD
Disetujui 15 April 2020 Kota Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program PSC 119 MEMS. Jenis
Dipublikasikan 30 April penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan rancangan penelitian studi kasus.
2020 Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara. Fokus penelitian ini yaitu evaluasi
program PSC 119 MEMS di RSUD Kota Mataram. Metode evaluasi menggunakan CIPP
Keywords: (konteks, input, proses, produk). Informan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang yang terdiri
Program Evaluation, dari 5 informan utama yaitu kepala instalasi IGD, 1 dokter, 1 perawat, 1 operator, dan 1 humas
SPGDT, PSC 119 serta 10 informan triangulasi. Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling. Teknik
analisis data menggunakan metode Miles & Huberman. Hasil penelitian ini yaitu terdapat tiga
DOI: ambulan yang belum sesuai dengan standar, mayoritas petugas belum memiliki sertifikat BTCLS
https://doi.org/10.15294 dan tidak terdapat SOP Tindakan. Simpulan penelitian ini adalah evaluasi program dapat
/higeia/v4i2/33673 membantu mengetahui kekurangan dalam pelaksanaan program.

Abstract

The Mataram City Government launched the PSC 119 MEMS program to improve the quality of services in
the health sector. This research was conducted in February to July 2019 in the City Hospital of Mataram.
This
study aimed to evaluate the PSC 119 MEMS program. This type of research used qualitative research
method,
with a case study research design. The research instrument used interview guidelines. This research
focused at
evaluation of the 119 MEMS PSC program in Mataram City Hospital. The evaluation method used CIPP
(Context, Input, Process, Product). There were 15 informants in this study. Informants were determined by
purposive sampled technique. Data analysis techniques used the Miles & Huberman method. There were
three
ambulances that were not in accordance with the standard, the majority of officers did not yet had a BTCLS
certificate and no SOP of Actions were resulted from this study. The conclusion of this research was helped
identify deficiencies in program implementation..

© 2020 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E- e ISSN 1475-222656
mail: praditanurmalia@gmail.com
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)

kasus kegawatdaruratan
PENDAHULUAN
tersebut, mendorong Kementerian Kesehatan
Kejadian gawat darurat dapat terjadi untuk melakukan terobosan baru guna
kapan saja dan di mana saja. Diperlukan meningkatkan layanan kegawatdaruratan yaitu
penanganan segera agar tidak Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
menimbulkan kecacatan permanen. Terpadu (SPGDT). Sistem komunikasi SPGDT
Kejadian gawat darurat dapat disebabkan melalui telepon dengan satu kode akses nomor
antara lain karena bencana alam maupun tertentu, yang disebut dengan Pusat Komando
non alam. Bencana non alam diantaranya Nasional atau disebut National Command
seperti kecelakaan, kebakaran, dan Center (NCC) yang akan memberikan
penyakit Dalam beberapa tahun terakhir pelayanan selama 24 jam untuk mempermudah
terjadi pergeseran pola penyakit dimana akses pelayanan kegawat-
tiga peringkat tertinggi yang menjadi
beban di Indonesia yaitu stroke pada
peringkat pertama, diikuti kecelakaan lalu
lintas dan jantung iskemik.
Selain pergeseran beban penyakit,
Indonesia juga dihadapkan pada ancaman
bencana alam. Indonesia terletak di
pertemuan empat lempeng tektonik dan
barisan gunung berapi dari ujung barat
sampai ujung timur. Keadaan geografis ini
memberikan resiko bencana alam seperti
erupsi gunung berapi, gempa tektonik,
tsunami, dan sebagainya (Pusponegoro,
2016).
Dalam kurun waktu lima terakhir,
proporsi korban meninggal berdasarkan
bencana tertinggi disebabkan oleh gempa
bumi dan tsunami sebanyak 28,6 % atau
2615 jiwa, diikuti dengan kecelakaan lalu
lintas sebanyak 25,1 % atau 2299 jiwa.
Peningkatan signifikan terjadi pada 2017
hingga 2018 yaitu dari 900 jiwa menjadi
4198 jiwa dari total keseluruhan kejadian
bencana. Pada kurun waktu yang sama
menurut BNPB, korban meninggal dan
hilang paling tinggi disebabkan oleh tanah
longsor dengan jumlah korban 1022 jiwa,
diikuti dengan kecelakaan transportasi
sebanyak 986 jiwa.
Dengan meningkatnya
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)

dari bahaya tersebut yang mengakibatkan


daruratan dalam mempercepat respon
kerusakan lebih lanjut. Kondisi khusus
penanganan korban. Dalam
yang memerlukan suatu tindakan tertentu
melaksanakan tugasnya, NCC akan
di luar prosedur dan aturan sehari-hari
berjejaring dengan call center di
disebut gawat darurat (gadar) atau
tingkat Kabupaten/Kota, yang disebut
emergency. Kegawatdaruratan sehari-hari
dengan Public Safety Center (PSC).
dapat berupa kecelakaan di tempat kerja,
PSC tersebut merupakan bagian
di jalan raya, atau dalam rumah tangga
utama dari rangkaian dari SPGDT
yang memerlukan pertolongan segera
pra-Fasilitas Pelayanan Kesehatan
untuk menghindari kematian dan
dan seperti yang dinyatakan dalam
kecacatan. Pertolongan pertama dapat
Lampiran Instruksi Presiden Nomor 4
dilakukan selama the golden hour period,
Tahun 2013, maka setiap
yaitu periode dimana apabila dilakukan
kabupaten/kota disarankan untuk
pertolongan pada periode tersebut akan
membentuk PSC. Di dalam SPGDT,
memberikan hasil yang baik. The golden
PSC akan melakukan pelayanan
kegawatdaruratan dengan hour period adalah jumlah waktu sejak
menggunakan algoritma terjadinya cidera sampai terapi definitive
kegawatdaruratan yang ada dalam yang diperlukan untuk memaksimalkan
sistem aplikasi NCC. Saat ini baru survival dari suatu
disediakan 10 operator di NCC 119 cidera / trauma keberhasilan dan
yang melayani seluruh masyarakat (Pusponegoro, 2016) kegagalan program
Indonesia. Selain itu, PSC 119 yang Evaluasi tidak dapat diketahui.
terkoneksi dengan NCC saat ini baru program adalah Evaluasi pada
27 PSC 119 sehingga memungkinan upaya untuk umumnya mengacu
adanya gangguan dalam mentransfer mengetahui pada upaya
panggilan dari NCC 119 ke PSC efektivitas pengumpulan dan
119 .Di Kota Mataram PSC dikenal komponen program penyajian data sebagai
dengan nama PSC 119 Mataram dalam mendukung masukan untuk
Emergency Medical Service pencapaian tujuan mengambil keputusan.
(MEMS). Berdasarkan data program (Arikunto, Tujuan evaluasi adalah
panggilan pada Januari 2018, tercatat 2014). Dengan untuk mengukur efek
50% panggilan dengan response time demikian, untuk atau dampak dari suatu
> 8 menit. Menurut The NHS mengetahui program dengan
Constitusion For England, response seberapa jauh dan membandingkan antara
time untuk panggilan darurat atau bagian mana dari hasil dengan tujuan
mengancam jiwa adalah 8 menit yang tujuan yang sudah yang telah ditetapkan,
dihitung mulai dari menerima tercapai dan belum sebagai bahan
panggilan hingga ambulan tiba di tercapai serta apa pertimbangan bagi
lokasi. penyebabnya, perlu pembuat keptusan
Kegawatan adalah suatu kondisi adanya evaluasi dalam mengambil
atau situasi keadaan ancaman bahaya program. Tanpa kebijakan baik yang
ataupun sudah terjadi dampak buruk adanya evaluasi, berkenaan dengan
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)

program yang ditunjuk sebagai


Surakarta. penelitian ini
sedang penanggungjawab
Selain itu dibagi dua
berlangsung program, “kapan”
evaluasi dengan kategori yaitu
maupun (when) kegiatan model CIPP informan utama
peningkatan akan selesai. belum diteliti dan informan
perencanaan Evaluasi proses pada penelitian triangulasi.
program yang diarahkan pada sebelumnya. Informan utama
akan datang seberapa jauh Tujuan yang menjadi
(Rifai, 2018). kegiatan yang penelitian ini narasumber dalam
Stufflebeam dilaksanakan yaitu untuk penelitian ini
membagi evaluasi didalam program menganalisis yaitu Kepala
menjadi empat sudah terlaksana aspek konteks, Instalasi IGD, 1
macam, yaitu : a) sesuai dengan input, proses dokter, 1 perawat,
Evaluasi konteks, rencana, d) Evaluasi dan produk 1 operator, 1
adalah upaya produk atau hasil, dalam evaluasi humas sebagai
untuk yaitu mengenai program PSC pelaksana
menggambarkan, pencapaian tujuan 119 MEMS. program.
merinci program, dampak Sedangkan
lingkungan, yang diperoleh dari METODE informan
kebutuhan yang adanya program triangulasi dalam
tidak terpenuhi, (Arikunto, 2014). Jenis penelitian ini
populasi sampel Perbedaan penelitian ini
penelitian diambil dari 10
yang dilayani, dan ini dengan menggunakan penelepon PSC
tujuan proyek, penelitian-penelitian metode 119 MEMS.
b)Evaluasi sebelumnya adalah penelitian Instrumen
masukan, adalah lokasi dan waktu kualitatif, penelitian
kemampuan awal penelitian berbeda dengan menggunakan
organisasi mampu dengan penelitian rancangan pedoman
menunjang sebelumnya. penelitian studi wawancara
program, antara Penelitian ini kasus. mendalam untuk
lain kemampuan dilakukan pada Penilitian ini mewawancarai
organisasi dalam bulan februari dilakukan di narasumber terkait
menyediakan hingga Juli 2019 di RSUD Kota program PSC 119
petugas yang tepat RSUD Kota Mataram pada MEMS Teknik
dan berkualitas. c) bulan Februari pengambilan data
Evaluasi proses, hingga Juli dalam penelitian
merujuk pada 2019. Informan ini yaitu dengan
“apa” (what) ditentukan wawancara dan
kegiatan yang dengan teknik observasi. Pada
dilakukan dalam purposive penelitian ini,
program, “siapa” sampling. teknik wawancara
(who) orang yang Informan dalam yang digunakan
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)

adalah dalam digunakan yaitu produk, upaya yang


wawancara pegumpulan dengan dilakukan dalam
terstruktur. data pada Menginventarisasi pengumpulan data
Teknik aspeks konteks dan menganalisis dilakukan dengan
pengumpulan yaitu dengan sumber daya Mengumpulkan
data dalam melakukan manusia dan sumber deskripsi dan penilaian
evaluasi wawancara dana yang tentang hasil program
program PSC kepada humas digunakan dalam PSC 119 MEMS.
119 MEMS RSUD Kota pelaksanaan Metode yang
dilakukan Mataram, program. digunakan yaitu
dengan Kepala Instalasi Pada evaluasi Mengumpulkan
metode IGD, dokter, proses, upaya yang penilaian-penilaian
evaluasi perawat, dilakukan dalam terhadap hasil program
konteks, operator PSC pengumpulan data PSC 119 MEMS dan
input, proses, 119 MEMS dilakukan dengan menganalisis secara
dan produk. sebagai Mengidentifikasi kualitatif.
Pada informan utama proses pelaksanaan Sumber data yang
evaluasi dan sepuluh program PSC 119 digunakan dalam penelitian
ini berasal dari sumber
konteks, penelepon MEMS meliputi
data primer dan sekunder.
upaya yang sebagai hambatan- hambatan
Data primer yang diperoleh
dilakukan informan dalam pelaksanaan dalam penelitian ini yaitu
dalam triangulasi. program, dan respon dari hasil wawancara
pengumpulan Pada masyarakat terhadap secara mendalam kepada
data evaluasi input, program. Metode pihak yang terlibat dalam
upaya yang yang digunakan pelaksanaan Program
dilakukan
Public Safety Center (PSC)
dengan dilakukan yaitu dengan
119 Mataram Emergency
menentukan dalam melakukan
Medical Service (MEMS) di
tujuan pengumpulan monitoring terhadap RSUD Kota Mataram. Data
program dan data dilakukan potensi hambatan sekunder diperoleh dari
mengidentifi dengan dalam prosedur Laporan Panggilan Masuk
kasi sasaran mengidenifikasi pelaksanaan Public Safety Center (PSC)
program PSC dan menilai program PSC 119 119 Mataram Emergency
119 MEMS. kemampuan MEMS, Medical Service (MEMS) di
Kota Mataram tahun 2019.
Metode yang Tim PSC 119 mendeskripsikan
digunakan MEMS dalam proses pelaksanaan Dalam
program PSC 119 menetapkan keabsahan
menjalankan pelaksanaan
MEMS, berinteraksi (truthworthiness) data
program, strategi program, serta
dengan staf dan diperlukan teknik
yang digunakan sumber daya
mengamati aktifitas pemeriksaan. Pada
untuk mencapai manusia dan sumber
Tim PSC 119 penelitian ini
tujuan program, dana program.
MEMS. menggunakan kriteria
SOP dalam Metode yang
Pada evaluasi derajat kepercayaan
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)

(credibility), Mataram. Pada


memerlukan bawah Instalasi
menggunakan penelitian ini akan penanganan Gawat Darurat.
teknik triangulasi. diaplikasikan gawat darurat PSC 119 MEMS
Peneliti metode analisis yang tepat dan adalah layanan
menggunakan data yang segera, yang berbasis
teknik menggunakan pada teknologi
sehingga
model Miles &
membandingkan pertolongan sehingga
Huberman. Model
data hasil pertama pada memungkinkan
analisis data ini
pengamatan meliputi korban/pasien petugas kesehatan
dengan data hasil pengolahan data dapat dilakukan akan tiba di lokasi
wawancara dari dengan tahapan secara optimal. dengan cepat,
TIM PSC 119 data reduction, RSUD sehingga pasien
MEMS dan warga data display, dan
Kota Mataram dapat segera
Kota conclusion or tertolong, dan
membentuk
verification. dapat
Tim Reaksi
Cepat (TRC) mendekatkan
HASIL DAN pada September pelayanan kepada
PEMBAHASAN 2014. Pada masyarakat.
awal tahun Mataram
Kejadian 2015 Emergency
gawat darurat terintegrasi Medical Service
tidak dapat dengan adalah organisasi
diprediksi, Nasional layanan medis
kapanpun Commmand yang bergerak di
dimanapun Center (NCC) bidang pelayanan
seseorang dapat 119 kesehatan
mengalami kementerian prehospital di
kejadian gawat kesehatan dan wilayah Kota
darurat. Banyak menyesuaikan Mataram. PSC
hal yang dapat nama menjadi 119 MEMS
menyebabkan PSC 119 bertujuan
kejadian gawat Mataram meningkatkan
darurat, antara Emergency akses masyarakat
lain kecelakaan, Medical kota mataram
tindakan Service (PSC terhadap layanan
anarkis yang kegawatdaruratan
119 MEMS).
membahayakan Dalam struktur di bidang
orang lain, organisasi kesehatan
kebakaran, RSUD Kota khususnya dan
penyakit dan Mataram, PSC aktif bekerja sama
bencana alam. 119 MEMS dengan instansi
Kondisi ini berada di terkait seperti
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)

kepolisian,
Badan
Penanganan
Bencana
Daerah
(BPBD),
SAR, dan
Pemadam
Kebakaran
untuk
mewujudkan
safe
community.
PSC 119
MEMS
berupaya
untuk
menjadi
barometer
pelayanan
kegawatdarur
atan di
wilayah
NTB. Selain
itu,
Gambar 1. Alur Penanganan PSC 119 MEMS

PSC 119 MEMS juga berupaya menjadi penanganan PSC 119 MEMS dapat dilihat
pusat pelatihan kegawat daruratan. pada Gambar 1.
Call center PSC 119 MEMS ini Alur PSC 119 MEMS tersebut
merupakan sistem terpadu yang merupakan tahapan dalam proses pelayanan
menangani masalah kesehatan prehospital emergency. Tidak dipungkiri dari penanganan
yang didukung sistem informasi. Petugas yang terstruktur mengalami perubahan yang
dapat memantau secara online melalui terjadi dalam pelayanan PSC 119 MEMS
monitor peta fasilitas kesehatan, GPS
ambulance, laporan tim ambulance PSC
119 MEMS dalam bentuk data maupun
gambar yang dikirim melalui tab android.
Alur penanganan dimulai dari pasien
yang menelepon ke call center PSC 119
MEMS di terima oleh call taker yang
menanyakan kepada pasien mengenai
keluhan atau informasi yang ingin
diperoleh. Apabila panggilan tersebut
merupakan panggilan gawat darurat, maka
call taker akan meneruskan panggilan
tersebut ke call dispatcher agar
menugaskan kepada petugas untuk
mneuju lokasi penelepon, kemudian
pasien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapakan penanganan medis. Alur
selama 5 tahun berturut-turut. PSC 119 MEMS, dimana tujuan program
Perubahan yang terjadi tidak hanya PSC
sumber daya manusianya saja 119 MEMS yaitu memberikan
melainkan dari fasilitas dan pertolongan pertama atas kasus
menejemennya. Terdapat empat kegawatdaruratan medis yang terjadi di
aspek dalam evaluasi program PSC masyarakat.
119 MEMS, yaitu konteks, input, Bedasarkan PERMENKES Nomor
proses, dan produk. Indikator dalam 19 tahun 2016, Sistem Penanggulangan
evaluasi konteks, terdiri dari Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
tujuan dan sasaran bertujuan untuk meningkatkan akses dan
program. Berdasarkan hasil mutu pelayanan kegawatdaruratan.
penelitian tujuan pelaksanaan Bedasarkan PERMENKES Nomor 19
program PSC 119 MEMS yaitu tahun 2016, Sistem Penanggulangan
untuk meningkatkan akses Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
masyarakat terhadap pelayanan bertujuan untuk meningkatkan akses dan
kegawatdaruratan. Hal mutu pelayanan kegawatdaruratan.
tersebut sesuai dengan SPGDT atau yang di negara lain disebut
Peraturan Walikota Mataram Nomor Emergency Medical Service (EMS)
11 Tahun 2019 tentang Pembentukan berfokus pada penyediaan perawatan tepat
waktu untuk para korban cedera penanganan kegawat daruratan di lokasi
mendadak dan mengancam jiwa atau kejadian dan transportasi ke rumah sakit
keadaan darurat untuk mencegah terhadap kasus yang terjadi dalam wilayah
kematian atau kesakitan Kota Mataram. Mekanisme pemberian jaminan
Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana dimaksud sesuai Standar
diketahui sasaran program PSC 119 Operasional Prosedur (SOP) yang diatur
MEMS adalah seluruh warga masyarakat dengan keputusan Direktur RSUD.
yang mengalami kondisi gawat darurat di Dalam evaluasi input, indikator yang
wilayah Kota Mataram, sedangkan warga akan dibahas yaitu ketersediaan sumber dana,
masyarakat yang mengalami kondisi ketersediaan sarana dan prasarana, prosedur
gawat darurat di luar Kota Mataram akan kerja san strategi program. Dalam pelaksanaan
dikenakan biaya. Hal tersebut sesuai program dibutuhkan sumber dana agar
dengan Peraturan Walikota Mataram program dapat berjalan sesuai dengan yang
Nomor 11 Tahun 2019 tentang diharapkan. Sumber dana yang ada digunakan
Pembentukan PSC 119 MEMS dimana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sasaran pelayanan PSC 119 MEMS adalah operasional program. Dalam memenuhi
seluruh masyarakat Kota Mataram dan kebutuhan operasional PSC 119 MEMS,
luar Kota Mataram yang mengalami RSUD Kota Mataram menerapkan pola
kondisi gawat darurat di wilayah Kota keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Mataram. Penerapan pola keuangan Badan Layanan
Pemerintah Kota Mataram Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan Surat
memberikan jaminan pembiayaan untuk Keputusan Walikota Mataram Nomor
565/II/2010.
pemerintah daerah yang dibentuk untuk
Berdasarkan Peraturan Menteri
memberikan pelayanan kepada
Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
masyarakat berupa penyediaan barang
Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
dan/atau jasa yang dijual tanpa
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah,
mengutamakan mencari keuntungan, dan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
dalam melakukan kegiatannya didasarkan
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
atau Unit Kerja pada Satuan Kerja
Oleh karena itu pengadaan barang di
Perangkat Daerah di lingkungan
RSUD Kota Mataram disesuaikan dengan
kebutuhan.
Indikator lain dalam evaluasi input
yaitu ketersedian sarana dan prasarana.
Berdasarkan hasil penelitian sarana yang
digunakan untuk penjemputan pasien
gawat darurat adalah mobil ambulan yang
terdiri dari dua mobil APV, Travello,
Hiace dan Luxio.
Pada mobil APV Baru hanya terdapat
stretcher, selimut, long spine board,scoope
stretcher, head immobilizer, dan suction.
Sedangkan kelengkapan alat pada APV Lama yaitu
stretcher, scope stretcher, tabung oksigen dan
suction. Pada mobil Luxio ketidaklengkapan
terletak dari tidak adanya selimut, traction splint,
dan monitor. Sedangkan ambulan yang terdiri dari
peralatan lengkap yaitu Travello dan Hiace karena
terdiri dari stretcher, selimut, long spine board,
scoope stretcher, cervcal colar, head mobilizer,
streper, kandrik extraction device, air splint/bidai,
traction splint, monitor, tabung oksigen, suction,
defibrillator, dan ventilator.

Hal tersebut sesuai dengan


Keputusan Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia
Nomor 143/MENKES-
KESOS/SK/II/2001 tentang Standarisasi
Kendaraan Pelayanan Medik, dimana
persyaratan medis untuk mobil ambulan
gawat darurat meliputi tabung oksigen,
peralatan medis PPGD, peralatan
resusitasi, alat penghisap manual dan,
monitor, dan defibrillator.
Pada indikator ketersediaan mendapatkan pelatihan Penanganan
sumber daya manusia, petugas PSC Penderita Gawat Darurat. Setiap tim yang
119 MEMS terdiri dari 1 dokter terdiri dari 1 dokter, 1 perawat, 1 driver
spesialis, 5 dokter umum, 22 perawat, yang bertugas untuk melakukan
6 bidan, dan 10 driver. Seluruh penjemputan kegawatdaruratan.
petugas PSC 119 MEMS telah
Hal tersebut sesuai dengan dalam menilai SOP nya. Dimana hasil
Keputusan Menteri Kesehatan dan penilaian kebutuhan SOP akan memberikan
Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia informasi apakah SOP yang telah ada sudah
Nomor 143/MENKES- mampu memenuhi semua kebutuhan dalam
KESOS/SK/II/2001 tentang Standarisasi organisasi, keselarasan dengan misi dan
Kendaraan Pelayanan Medik, dimana lingkungan organisasi serta peraturan yang
persyaratan petugas untuk ambulan gawat berlaku.
darurat meliputi 1 (satu) pengemudi, 1 SPO merupakan suatu proses kerja yang
(satu) perawat, dan 1 (satu) dokter dengan telah ditetapkan dan harusdikerjakan sesuai
kemampuan Penanganan Penderita Gawat urutan kerja untuk menyelesaikan suatu proses
Darurat (PPGD). kerja tertentu agar dapat mengetahui dengan
Pada Indikator prosedur kerja, PSC jelas hambatan-hambatannya dan mudah
119 MEMS meggunakan SOP dilacak. Prosedur yang tidak sesuai dengan
Operasional dan SOP Tindakan dalam SPO dapat diminimalisir atau dapat diatasi
pelaksanaan kegiatan sehari- hari. SOP dengan perawat membagi waktu dan dapat
Operasional terdiri dari SOP transport diperhitungkan antara kegiatan satu dengan
pasien, SOP operator, SOP petugas
ambulan, SOP sopir ambulan. SOP
dokter, SOP menerima pasien rujukan via
telpon, SOP menerima pasien rujukan
ruang intensif (ICU,PICU,NICU), SOP
menerima pangilan darurat via telepon,
SOP menerima panggilan darurat via
aplikasi dan SOP pemeliharaan ambulan.
PSC 119 MEMS belum memiliki
SOP Tindakan, sehingga petugas tidak
memiliki acuan dalam melakukan
tindakan terhadap pasien gawat darurat.
Oleh karena itu petugas berusaha untuk
menyusun SOP tersebut. Dalam
penyusunan SOP, diperlukan uji coba agar
sesuai dengan kondisi di lapangan. Jika
ada kendala dalam pelaksanaannya, maka
SOP tersebut akan di perbaiki. Penilaian
kebutuhan bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kebutuhan suatu organisasi
yang lainnya, perawat harus lebih bujukan himbauan ajakan, memberi
sabar serta memperlakukan pasien informasi, memberikan kesadaran, dan
secara manusiawi, harus lebih sebagainya. Pendidikan nonformal tentang
memupuk kesadaran dalam diri akan Bantuan Hidup Dasar dimaksudkan untuk
tanggungjawab, mengadakan memberikan pengetahuan sehingga terjadi
pelatihan yang diadakan secara perubahan perilaku, pengetahuan atau
berkala dan harus diadakan kognitif merupakan domain penting untuk
pengawasan dari K3 di Rumah Sakit terbentuknya tindakan seseorang. Hasil
yang bersangkutan yang bertujuan penelitian Mutiarasari (2018)
untuk mengawasi petugas dalam menunjukkan terdapat hubungan antara
melakukan tugasnya dan menegur tingkat pengetahuan terhadap
atau menasehati atau memberi sanksi keterampilan tenaga kesehatan Puskesmas
terhadap petugas yang lalai atau tidak Baluase dalam melakukan Bantuan Hidup
melakukan tugasnya sebagaimana Dasar (BHD). Penelitian Lontoh (2013)
mestinya (Rudi, 2017). menunjukkan adanya pengaruh pada
Dalam eveluasi input terdapat pelatihan teori Bantuan Hidup Dasar pada
indikator strategi program. Strategi siswa-siswi SMA tentang Resusitasi
yang digunakan dalam usahanya Jantung Paru (RJP). Sebagian besar
memeperkenalkan program pada mengalami peningkatan pengetahuan dari
masyarakat yaitu dengan melakukan sebelum diberikan pelatihan dan sesudah
sosialisasi rutin dan pelatihan diberikan pelatihan.
Bantuan Hidup Dasar (BHD) di SMA Dalam evaluasi proses, indikator
dan Perguruan Tinggi di Kota yang akan dibahas yaitu ketersediaan data
Mataram. Pendidikan atau panggilan dan sosialisasi program. Data
penyuluhan adalah upaya agar panggilan yang masuk ke call center PSC
individu, kelompok dan masyarakat, 119 MEMS dikategorikan dalam tiga jenis
berperilaku atau mengadopsi perilaku yaitu panggilan gawat darurat, home care
kesehatan dengan cara persuasi, dan poliklinik. panggilan gawat darurat
yaitu panggilan dari
pasien yang membutuhkan penjemputan gawat darurat via telephone, petugas mencatat
gawat darurat menuju rumah. Home care semua informasi di format laporan panggilan
diperuntukkan bagi pasien yang PSC 119 MEMS. Program yang telah
membutuhkan penanganan atau perawatan terkomputerisasi memudahkan petugas dalam
kesehatan di rumah. Sedangkan panggilan pengambilan informasi yang dibutuhkan. Hal
poliklinik yaitu untuk pasien yang tersebut sesuai dengan Sutanta (2010), dimana
menginginkan penjemputan untuk kontrol sistem informasi memiliki tiga unsur atau
ke poliklinik. kegiatan utama, yaitu a) Menerima data
Berdasarkan hasil wawancara, data sebagai masukan (input); b) Memproses data
panggilan dicatat mulai dari pasien dengan melakukan perhitungan, penggabungan
menelepon hingga pasien selesai unsur data, pemutakhiran perkiraan dan lain-
mendapatkan pelayanan. Sesuai dengan lain; c) Memperoleh informasi sebagai
Standar Operasional menerima panggilan
keluaran (output).
gawat darurat. Mayoritas petugas PSC 19
Indikator lain dalam pelaksanaan
MEMS merupakan pegawai baru, selain
program yakni sosialisasi program. Media
itu beberapa petugas merupakan petugas
yang digunakan dalam sosialisasi program
home care ketika belum bergabung
yaitu media sosial Instagram dan
dengan PSC 119 MEMS, sehingga banyak
facebook, radio, dan stiker. Sosialisasi
petugas yang belum memiliki sertifikat
rutin dilakukan tiga kali sehari saat
Basic Trauma Life Support (BTCLS). Hal
patroli. Materi yang disampaikan dalam
tersebut sesuai dengan Karmila (2018)
sosialisasi yaitu mengenai call center 119
yang menunjukkan bahwa masih
yang dapat diakses masyarakat apabila
kurangnya pengetahuan perawat tentang
terjadi kegawatdaruratan di lingkungan
BLS mempegaruhi penanganan pada
sekitarnya.
pasien yang membutuhkan penanganan
Hal tersebut sesuai dengan
yang cepat. Hasil ini menunjukkan bahwa
penelitian Novitaria (2017), bahwa
pentingnya pelatihan gawat darurat untuk
sosialisasi Ambulan Hebat melibatkan
beberapa perusahaan stasiun televisi dan perawat, agar skill perawat menjadi lebih
radio, serta media cetak, namun baik. Berdsarkan penelitian Dahlan (2014)
masyarakat lebih cenderung menggunakan bahwa terdapat pengaruh pendidikan
media sosial dalam memperoleh informasi kesehatan tentang Bantuan Hidup Dasar
daripada media konvensional. Hal-hal (BHD) terhadap tingkat pengetahuan
yang disampaikan seperti pengertian, jenis tenaga kesehatan. Menurut Rubandiyah
layanan yang diberikan, cara mengakses, (2019) faktor pelatihan dan pendidikan,
serta alur kerja yang dilakukan oleh kondisi lingkungan fisik, kemampuaan
seluruh petugas Ambulance Hebat. SDM dan kepemimpinan memiliki
Dalam pelaksanaan program, hubungan dengan kinerja puskesmas.
terdapat hambatan yang menyertai Kecelakaan saat transportasi pasien dapat
jalannya program. Hambatan tersebut terjadi dikarenakan pegetahuan perawat
yaitu kurangnya pengetahuan petugas yang kurang mengenai penguncian roda
dalam penanganan pasien pada kursi roda.
Indikator lain dalam evaluasi proses yaitu
respon masyarakat terhadap program yang
ditinjau dari pengalaman penelepon ketika
menggunakan layanan PSC 119 MEMS
Berdasarkan hasil penelitian penelepon
tidak mengalami kesulitan dalam
menghubungi call center PSC 119
MEMS. Sebelum adanya call center
masyarakat harus menelepon melalui
nomor rumah sakit dan tersambung ke
bagian informasi, baru dari informasi akan
disambungkan ke PSC 119 MEMS
sehingga untuk melakukan panggilan saja
membutuhkan waktu yang lama.
Mayoritas penelepon dering pertama. Hal ini sesuai dengan
menghubungi pada nomor Standar Operasional Prosedur menerima
handphone karena dinilai lebih panggilan gawat darurat via telephone,
mudah dan lebih cepat direspon yaitu menjawab panggilan maksimal 3
daripada call center yang lain. suara dering atau 10 detik. Terdapat satu
Panggilan sudah direspon sejak penelepon yang menyatakan bahwa
panggilannya lama
direspon. Saat itu informan triangulasi 1 menentukan kualitas layanan Emergency
melakukan panggilan ke nomor Medical Service (EMS) adalah perbandingan
handphone PSC 119 MEMS, panggilan antara jumlah permintaan yang dipenuhi pada
tersebut dapat tersambung , hanya saja batas waktu tertentu, yaitu 8 hingga 10 menit.
respon petugas lama sehingga informan Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi
harus menelepon beberapa kali hingga dimana saja, dan kapan saja. Sudah menjadi
direspon oleh petugas. Meskipun terdapat tugas petugas kesehatan untuk menangani
keluhan mengenai respon panggilan, hal masalah tersebut, walaupun begitu, tidak
tersebut tidak menyebabkan perburukan menutup kemungkinan kondisi
pada kondisi pasien. Hal ini tidak sesuai kegawatdaruratan dapat terjadi pada daerah
dengan Zaharudin (2010) yang yang sulit dijangkau petugas kesehatan, maka
menyatakan bahwa tingkat resiko pada kondisi tersebut, peran serta masyarakat
kematian seorang pasien sangat untuk membantu korban sebelum ditemukan
bergantung pada waktu respon ambulans oleh petugas kesehatan menjadi sangat penting.
terhadap permintaan layanan ambulan. Kepuasan penelepon terhadap pelayanan
Waktu dari kedatangan di tempat kejadian PSC
ke sisi pasien merupakan komponen 119 MEMS membuat pihaknya turut
penting dari keseluruhan waktu respons di berpartisipasi dengan menyebarkan
daerah perkotaan besar (Silverman, 2017). informasi
Insiden yang terjadi ketika transportasi
pasien cukup tinggi, tercatat sebanyak 40
insiden terjatuh terjadi saat transportasi
pasien ke tempat tidur, yang menjadi
deretan paling atas di rumah sakit - rumah
sakit Australia (Johnson, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan triangulasi, respon
ambulan sudah baik, rata-rata waktu yang
dibutuhkan ambulan untuk tiba di lokasi
penjemputan adalah 10 menit karena
mayoritas lokasi penjemputan berada di
wilayah Kota Mataram sehingga dekat
dengan kantor PSC 119 MEMS.
Berdasarkan penelitian Sinaga (2015)
Indikator yang sering digunakan dalam
mengenai call center PSC 119 Hasil dari pelaksanaan program
MEMS. Hal tersebut sesuai dengan ditinjau dari response time dan penurunan
Winarso (2010) yang menyatakan angka kematian. Berdasarkan hasil
bahwa salah satu kriteria dari observasi, jumlah panggilan
konsumen yang loyal yaitu konsumen kegawatdaruratan pada periode Januari
yang merekomendasikan dari mulut hingga Juni 2019 yaitu 248 panggilan.
ke mulut. Response time yang dicapai PSC 119
Dalam evaluasi produk, MEMS dari total panggilan tersebut yaitu
indikator yang akan dibahas yaitu 8 menit dengan prosentase sebesar 78%.
dampak pelaksanaan program dan Namun peningkatan terhadap
hasil program. Dampak yang response time tidak dapat dinilai karena
dirasakan penelepon dari layanan data panggilan pada tahun-tahun
PSC 119 MEMS yaitu pasien sebelumnya telah hilang akibat musibah
terbantu dalam transportasi menuju gempa yang menimpa Lombok pada Juli
ke rumah sakit karena aksesnya yang 2018 lalu. Meskipun response time PSC
cepat dan mudah. Selain itu 119 MEMS sudah sesuai dengan standar,
pelayanan yang diberikan sesuai penurunan angka kematian tidak dapat
dengan kebutuhan. Komunikasi, dipastikan. Sejauh ini petugas belum
penolong yang sesuai, efisiensi, pernah menemukan kasus kematian yang
ketepatan dan keselamatan menjadi murni terjadi akibat lamanya response
faktor penting terkait transportasi time. Menurut petugas penurunan angka
pasien (Hains, 2010). Selain itu, kematian disebabkan oleh banyak faktor.
Katkar (2015) mengemukakan bahwa Sedangkan PSC 119 MEMS termasuk
kecelakaan ataupun masalah yang dalam pelayanan prehospital.
terjadi saat transportasi pasien dapat Hal tersebut sesuai dengan
diatasi dengan memantau atau penelitian dari Limantara (2015) yang
membatasi pergerakan pasien yang menyatakan bahwa proses penurunan
mempunyai kemungkinan besar angka kematian di IGD bukanlah proses
untuk terjatuh. yang berdiri sendiri, namun disebabkan
oleh beberapa hal yaitu pengiriman
pasien, kesiapan fasilitas kesehatan yang pendek sebagai faktor utama yang
merujuk, penanda yang kurang, tim mempengaruhi mortalitas.
merujuk pasien yang belum tersedia, Untuk memenuhi kebutuhan pasien
kompetensi sumberdaya IGD yang terhadap pelayanan gawat darurat, tim PSC
kurang, SPO yang belum dilaksanakan 119 MEMS terus berusaha untuk
dengan baik, dan komite mutu yang belum meningkatkan response time. Hal ini sesuai
berfungsi dengan baik. Pengembangan dengan Kelmanutu (2013) Kecepatan dan
sistem penanganan kegawatan berbasis ketepatan pertolongan yang diberikan pada
wilayah yang terintegrasi dan pasien yang memerlukan standar sesuai dengan
komprehensif perlu dikembangkan kompetensi dan kemampuannya sehingga
mengingat pentingnya kecepatan dan dapat menjamin suatu penanganan gawat
ketepatan pelayanan dalam fase yang
darurat dengan response time yang cepat
Umum Daerah. Sarana yang digunakan PSC
dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat
119 adalah mobil ambulan, dari 5 mobil
dicapai dengan meningkatkan sarana,
ambulan yang tersedia, hanya dua mobil
prasarana, sumber daya manusia dan
yang sudah memenuhi standar. Sumber
manajemen rumah sakit/puskesmas sesuai
daya manusia pada setiap tim PSC 119
standar. Penelitian Belway (2010)
MEMS terdiri dari 1 dokter, 1 perawat, 1
menunjukkan hubungan antara waktu
driver. Strategi yang digunakan untuk
yang dibtuhka untuk mengangkut pasien
memperkenalkan program yaitu dengan
yang sakit kritis dan peningkatan lama
melakukan sosialisasi rutin dan pelatihan
tinggal di rumah sakit. Komunikasi,
Bantuan Hidup Dasar (BHD) di SMA dan
penolong yang sesuai, efisiensi, ketepatan
Perguruan Tinggi di Kota Mataram. Pada
dan keselamatan menjadi faktor penting
evaluasi proses, data panggilan diperoleh
terkait transportasi pasien (Hains, 2010).
dari pencatatan data pasien mulai dari
Berdasarkan analisis Gonzales (2009)
pasien menelepon ke call center PSC 119
Motor Vehicle Crash (MVC) di seluruh
MEMS hingga selesai dilayani. Sosialisasi
negara bagian, peningkatan waktu pra-
rutin dilakukan tiga kali sehari saat
rumah sakit Emergency Medical Service
patroli.Pada evaluasi produk, dampak
(EMS) terkait dengan tingkat kematian
yang dirasakan penelepon dari layanan
yang lebih tinggi di daerah pedesaan.
PSC 119 MEMS yaitu pasien terbantu
dalam transportasi menuju ke rumah sakit
PENUTUP
karena aksesnya yang cepat dan mudah.
Simpulan dalam penelitian ini yaitu Rata-rata response time yang telah yaitu 9
pada evaluasi konteks, tujuan dan sasaran menit. Penurunan angka kematian tidak
program sudah sesuai yaitu seluruh warga dapat dipastikan karena penurunan angka
masyarakat yang mengalami kondisi kematian bukan hanya dari faktor
gawat darurat di wilayah Kota Mataram. prehospital saja.
Pada Evaluasi Input, sumber dana dalam Kelemahan penelitian ini yaitu evaluasi
yang dilakukan hanya pada tahun 2019.
pelaksanaan program berasal dari rumah
Saran yang dapat disampaikan pada
sakit sebagai Badan Layanan
peneliti selanjutnya yaitu peneliti dapat
melakukan evaluasi sejak PSC 119
MEMS berdiri yaitu tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2014. Evaluasi Program Pendidikan :


Pedoman Teoritis Praktif Bagi Mahasiswa dan
Praktsi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Belway, D., Dodek P, M., Keenan, S, P. 2010. The role of


transport intervals in outcomes for critically ill
patients who are transferred to referral
centers. J Crit Care, 23(3): 287–290.

Dahlan, Suharty., Kumaat, Lucky., Onibala, F.


2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Tentang Bantuan Hidup Dasar (Bhd)
Terhadap Tingkat Pengetahuan Tenaga
Kesehatan di Puskesmas Wori Kecamatan
Wori Kabupaten Minahasa Utara’, Jurnal
Keperawatan, 2(1): 1–

8.

Hains, I. M., Marks, A., Georgiou, A., & Westbrook,

J. I. 2010. Non-emergency patient transport:


what are the quality and safety issues

Anda mungkin juga menyukai