Dosen Pembimbing :
NS. Rahmat Syukri, S.Kep, M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Komperhensif ini.
Makalah ini merupakan bahan materi untuk proses belajar mengajar, Dimana
makalah ini membahas tentang system pelayanan kesehatan. Dan makalah ini juga telah
disusun oleh kelompok dengan semaksimal mungkin dan juga mendapat bantuan dari
beberapa pihak dan sehingga memperlancar kelompok dalam membuat makalah ini.
Untuk itu kelompok menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan dan membantu dalam pembuatan mahalah ini.
Akhir kata kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan, untuk itu dengan rendah hati dan lapang dada, kelompok kami menerima
segala saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan bagi Penulis sendiri
dan pembaca sekalian, Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………..
B. Rumusan masalah………………………………………………………………….
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat
2. Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat?
3. Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat?
4. Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat?
5. Dokumentasi?
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa
saja. Orang lain, teman dekat, keluarga ataupun kita sendiri dapat menjadi korbannya.
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya.
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Pelayanan gawat darurat tidak
hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien
tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan
keluarga. Sistem pelayana bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya
harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi
dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan
kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya.
B. Rumusan Masalah
6. Bagaiman Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat?
7. Apa Saja Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat?
8. Apa Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat?
9. Bagaimana Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat?
10. Bagaimana Dokumentasi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengkajian Dan Perumusan Masalah Keperawatan Gawat Darurat.
2. Mengetahui Diagnosis Keperawatan Gawat Darurat.
3. Mengetahui Prioritas Diagnosis Keperawatan Darurat.
4. Mengetahui Perencanaan Keperawatan Gawat Darurat.
5. Mengetahui Dokumentasi.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengkajian
Standard : perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan
klien dalam lingkup kegawatdaruratan. Keluaran : adanya pengkajian keperawatan
yang terdokumentasi untuk setiap klien gawat darurat Proses : pengkajian merupakan
pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat.
Proses pengkajian dalam dua bagian : pengkajian primer dan pengkajian skunder.
Pengkajian primer Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
actual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien
untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan
berdasarkan :
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
2. Breathing dan ventilasi
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
4. Disability
5. Exposure control, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi
Disability Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) Glasgow coma scale (GCS),
atau pada anak tentukan : Alert
(A), Respon verbal (V), Respon
nyeri/pain (P), tidak berespons/un
responsive (U)
4) Ukuran pupil dan respons pupil
terhadap cahaya
Exposure Kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada
Pengkajian sekunder Pengkajian
sekunder dilakukan setelah
masalah airway, breathing, dan
circulation yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi.
Pengkajian sekunder meliputi
pengkajian objektif dan subjektif
dari riwayat keperawatan (riwayat
penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai
kaki.
c. Pengkajian dada
e. Ekstremitas Pengkajian di
ekstremitas meliputi :
1) Tanda-tanda injuri eksternal
2) Nyeri
3) Pergerakan dan kekuatan otot
ekstremitas
4) Sensasi keempat anggota gerak
5) Warna kulit
6) Denyut nadi perifer
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
7. Resiko Infeksi
Batasan karakteristik :
a. Prosedur infasif
b. Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
c. Ruptur membran lingkungan
d. Agen farmasi
e. Peningkatan paparan lingkungan
patogen
f. Imonusupresi
g. Ketidakadekuatan imun buatan
h. Tidak adekuat pertahanan
sekunder
8. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Batasan karakteristik :
a. Tidak ada nadi
b. Perubahan fungsi motorik
c. Perubahan karakteristik kulit
d. Waktu pengisian kapiler > 3 detik
e. Warna tidak kembali saat tungkai
diturunkan
f. Kelambaan penyembuhan luka
g. Penurunan nadi
h. Edema
i. Nyeri ektremitas
j. Warna kulit pucat saat elavasi
a. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan sesuai dengan pengkajian dan diagnose yang
sesuai dengan keadaaan pasien dan harus dilaksanakan berdasarkan skalprioritas.
Prioritas ditegakkan sesuai dengan tujuan umum dari penatalaksanaan
kedaruratan yaitu untuk mempertahankan hidup, mencegah keadaan yang
memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas ditentukan oleh ancaman
terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi fisiologis vital
lebih diutamakan dari padak ondisi luar pasien. Luka di wajah, leher, dan dada
yang mengganggu pernafasan biasanya merupakan prioritas tinggi.
Prinsip penatalaksaaan keperawatan gawatdarurat :
1) Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat,
melakukan resusitasi pada saat dibutuhkan.
2) Kaji cedera dan obstruksi jalan nafas.
3) Control pendarahan dan konsekuensinya.
4) Evaluasi dan pemulihan curah jantung.
5) Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi.
6) Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau
penyakit yang serius dari pasien tidak statis.
7) Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan
aktivitas pupil dan respon motoriknya.
8) Mulai pantau EKG, jika diperlukan.
9) Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan fraktur cervical dengan cedera
kepala.
10) Melindungi lukadengan balutan steril.
11) Oeriksa apakah pasien menggunakan kewaspadaan medic atau identitas
mengenai alergi dan masalah kesehatan lain.
12) Mulai mengisi alur tanda vital, Tekanan darah dan status neurologic untuk
mendapatkan petunjuk dalam mengambil keputusan.
Bersihan jalan nafas tidak Tujuan : jalan nafas efektif 1. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan apakah ada
efektif Kriteria hasil : bunyi nafas abnormal.
1) Pernafasan reguler, dalam 2. Berikan posisi semi fowler
dan kecepatan nafas teratur 3. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk
2) Batuk efektif, reflex menelan efektif
baik 4. Lakukan suction bilaperlu
5. Lakukan jaw trust, chin list
6. Berikanposisi miring sesuaiindikasi
Polanafastidakefektif Tujuan : polanafasefektif 1. Observasi frekuensi pernafasan
Kriteriahasil : 2. Observasi penggunaan otot bantu pernafasan
1) Pengembangan dada 3. Perhatikan pengembangan dada simetris atau
kiridankanansimetris tidak
2) Pernafsanreguler, 4. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontra
dalamdankecepatannyateratu indikasi
r 5. Pemasangan orofaringeal
Gangguanpertukaran gas Tujuan : pertukaran gas 1. Kajifrekuensi, iramadankedalamanpernafsan,
tidakterganggu nafasmulut, penggunaanotot-ototpernafasan,
KriteriaHasil : dypsnoe, ketidakmampuanberbicara.
1) Analisa gas darahdalambatas 2. Awasitanda-tanda vital daniramajantung.
normal 3. Pemberianoksigen
2) Warnakulit normal, 4. Pemeriksaaananalisa gas darah
hangatdankering
Gangguan perfusi jaringan Tujuan : gangguan perfusi jaringan 1. Observasi perubahan yang tiba-tiba
perifer dapat diatasi 2. Kaji adanya pucat
Kriteriahasil : 3. Observasi tanda-tanda vital
1) Akral hangat 4. Kaji kekuatan nadi perifer
2) Tanda-tanda vital dalam 5. Pemeriksaan laboratorium lengkap
batas normal 6. Perekaman EKG
3) Analisa gas darah normal
Penurunan curah jantung Tujuan : sirkulasi miocarad dalam 1. Observasi tanda-tanda vital
batas normal 2. Beri posisi yang nyaman
KeriteriaHasil : 3. Kaji pengisian kapiler
1) Nadi perifer teraba dan kuat 4. Pemberian oksigen
2) Suara jantung normal 5. Rekan EKG pemeriksaan laboratorium darah
3) Hasil EKG normal
b. Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital sign di evaluasi secara
berkala, setelah itu di konsulkan dengan dokter atau bagian diagnostic untuk
prosedur berikutnya, jika kondisi mulai stabil pindahkan keruangan yang sesuai.
5. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan adalah metode sistematis untuk mengidentifikasi
masalah klien, merencanakan, mengimplementasi strategi pemecahan masalah
mengevaluasi efektifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.( Kozier dan
ERB ). Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.Catatan
medis harus mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga
layanan yang diberikan untuk perawatan klien. Dokumentasi yang baik mencerminkan
tidak hanya kualitas perawatan tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap
anggota tim perawatan dalam memberikan perawatan.
Model Dokumentasi Keperawatan adalah merupakan cara menggunakan
dokumentasi dalam penerapan proses asuhan Keperawatan. Ada beberapa model
pendokumentasian yaitu model pendokumentasian secara POR (Problem Oriented
Record), SOR (Source Oriented Record), Progress Notes, CBE (Charting By Exception),
PIE (Problems Intervention & Evaluation), Focus.
c. Progress Notes
d. Catatan perawat
Harus ditulis oleh perawat tiap 24 jam, meliputi berbagai informasi tentang :
Pengkajian, Tindakan keperawatan mandiri, Tindakan keperawatan kolaboratif /
instruksi dokter, Evaluasi keberhasilan tiap tindakan keperawatan, Tindakan yg
dilakukan oleh dr tetapi mempengaruhi tindakan keperawatan, dan Kunjungan
berbagai team kesehatan misalnya ; visite dokter, pekerja sosial dan lain lain.
a. Standar keperawatan
Standar keperawatan merupakan tingkat pelaksanaan yang perawatnya memegang
tanggung jawab, dan didefinisikan sebagai cara seorang perawat yang bijaksana akan
memberikan perawatan lingkungan yang sama atau serupa. Pada tahun 1983,Emergency
Nurses Association (ENA) membuat standar keperawatan untuk semua perawat
profesional yang bekerja di lingkungan gawat darurat. Selanjutnya standar tersebut
berfungsi sebagai rujukan untuk menentukan apakah kelalaian perawat gawat darurat
menyebabkan atau berperan terhadap hasil pasien yang merugikan.
b. Rekam Medik
Catatan rekam medik memiliki 3 manfaat utama:
1. Rekam medis gawat darurat adalah catatan penting informasi pasien yang berguna
untuk diagnosis dan pengobatan
2. Rekam medis digunakan untuk mempermudah pengantian biaya untuk institusi
3. Rekam medis merupakan catatan legal tentang pasien. Beberapa informasi mungkin
saja diperlukan tidak dalam kaitannya dengan perjalan klinis, seperti untuk
investigasi forensik yang melibatkan pernyataan korban, mekanisme cedera, pola
luka dan sebagainya.
c. Pentingnya Dokumentasi
Melakukan dokumentasi secara akurat dalam rekam medis adalah salah satu cara
terbaik bagi perawat klinis untuk membela diri dari tuntutan hukum karena kelalaian
dalam pemberian perawatan
Pemahaman perawat dalam tanggung jawab profesionalnya yang dicapai dengan
pembelajaran standar spesialis nasional, akan meningkatkan apresiasi mereka terhadap
nilai dokumentasi sebagai alat pembuktian bahwa perawat telah memenuhi tugas-
tugasnya terhadap pasien.
Pencatatan baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur (FlowSheet)
harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan
komunikasi, perancanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang
diberikan.Serta melaporkan data-data penting kepada dokter selama situasi serius.Catatan
tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat
pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan
pasien.
g. Proses Triase
Proses Triase mencakup dokumentasi hal-hal berikut:
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat
2. Implementasi
Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasi menyatakan,perawat
gawat darurat harus mengimplementasikan rencana perawatan berdasarkan data
pengkajian, diagnosis keperawatan dan diagnosis medis (ENA, 1995)
Berikut ini beberapa contoh tindakan perawat gawat darurat dalam
pendokumentasian:
a. Pemberian Obat
b. Perawat harus mencatat lokasi injeksi IM, jumlah dan jenis obat.
c. Selang Nasogastrik
d. Harus di dokumentasikan pemasangan dan pemeriksaan termasuk warna dan
jumlah haluaran.
e. Akses IV Ketika pemasangan IV perawat harus mendokumentasikan bahwa
teknik aseptik sudah di gunakan,darah belum di ambil, tidak ada
pembengkakan atau kemerahan yang terjadi pada daerah penusukan jarum.
Sementara itu urutan prioritas penanganan Kegawatan berdasarkan pada 6-B yaitu:
B -1 = Breath – System Pernafasan
B -2 = Bleed – System Peredaran Darah ( Sirkulasi )
B -3 = Brain – System Saraf Pusat
B -4 = Bladder – System Urogenitalis
B -5 = Bowl – System Pencernaan
B -6 = Bone – System Tulang Dan Persendian
Kegawatan pada system B-1, B-2, B-3, adalah prioritas utama karena kematian
dapat terjadi sangat cepat, langkah pertolongan ini disebut “ Live Saving First Aid “ yang
meliputi :
a. Membebaskan jalan napas dari sumbatan
b. Memberikan napas buatan
c. Pijat jantung jika jantung berhenti
d. Menghentikan pendarahan dengan menekan titik perdarahan dan menggunakan
beban
e. Posisi koma dengan melakukan triple airway menuver, posisi shock dengan tubuh
horizontal, kedua tungkai dinaikan 200 untuk auto tranfusi
f. Bersikap tenang tapi cekatan dan berfikir sebelum bertindak, jangan panic
g. Lakukan pengkajian yang cepat terhadap masalah yang mengancam jiwa
h. Lakukan pengkajian yang siatematik sebelum melakukan tindakan secara
menyeluruh.
Dapat disimpulkan, tindakan dilakukan segera dan sesuai dengan standar serta
fasilitas yang tersedia karena faktor waktu dan informasi terbatas untuk mencegah
kematian dan mencegah kecacatan.
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE (IGD)
Hasil Studi Kasus Studi kasus dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes
Kupang. pada tanggal 16-07 2019 di ruang Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang dirawat
berinisial Ny M.S berusia 53 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama kristen protestan,
pekerjaan petani, alamat Alor Selatan, Nomor register 513514, masuk rumah sakit pada
tanggal 16-07-2019 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragic, tanggal pengkajian 16-07-
2019, sumber informasi dari pasien, keluarga dalam hal ini sebagai penanggung jawab
Tn.P.S yakni istri pasien, dan catatan perawatan.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 16-07- 2019 jam 08.00 WITA didapatkan hasil
keluhan utama keluarga Ny.M. S mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki kanan
dan sulit untuk berbicara, sebelum sakit keluarga Ny.M.S mengatakan Ny.M.S pernah
mengalami riwayat hipertensi satu bulan lalu. Riwayat penyakit sekarang: Ny M.S dirujuk
dari Puskesmas Masape dengan keluhan mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki
kanan setelah jatuh di kamar mandi saat mencuci pakaian. Ny. M. S sempat dirawat di
rumah sakit selama 7 hari kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Apoi. Setelah dirawat
selama 10 hari pasien dirujuk kembali ke Kalabahi baru dirujuk ke RSUD Prof. Dr. W.Z
Johannes Kupang. Saat dikaji pasien hanya terbaring di tempat tidur, sulit bergerak karena
mati rasa kedua anggota gerak badan, sulit berbicara, sesak napas tetapi tidak bisa
mengeluarkan sekret, terpasang Nasogastrik Tube dan Dower Cateter. Riwayat penyakit
keluarga: Ny.M.S adalah anak pertama dari 6 bersaudara dan mempunyai 7 anak. Saudara
ketiga Ny.M.S mempunyai riwayat hipertensi, Tekanan darah 140/90 milimeterHg, Nadi:
88 kali per menit, Suhu : 36,5 C, pernapasan : 23 kali per menit. Pengkajian primer:
Airway (jalan napas); tidak ada sumbatan jalan napas, Breathing(pernapasan); pasien
sesak napas tanpa aktivitas, terpasang O2 3 liter per menit/ nasal kanul, frekuensi
pernapasan 23x/menit, irama teratur, kedalaman dalam, batuk non produktif, sputum tidak
ada, bunyi napas ronchi di lobus kanan, Circulation; nadi 88x/menit, irama teratur, denyut
nadi tidak kuat, tekanan darah 140/90 MmHg, ekstremitas hangat, warna kulit pucat, tidak
ada nyeri dada, Capillary Refill Time<3dtk. tidak ada edema, turgo kulit baik, mukosa
bibir lembab, kebutuhan oral: terpasanag Nasogastrik Tube (makan lewat pipa 6x200cc),
parenteral: terpasang Infus Natrium Clorida 0,9% 500cc/ 8 jam 16 tetes per menit, buang
air kecil: terpasangDower Cateter(100cc/6jam), buang air besar: 1-2x hari, Disability:
tingat kesadaran apatisGlasgow Coma Scale: E4M3V1, pupil isokor. Total Glasgow
Coma Scale adalah 8. Pengkajian sekunder: musculoskeletal: kekuatan otot ekstremitas
atas bagian dekstra bernilai 2 dan ekstremitas bagian bawah dekstra 1, ekstremitas bagian
atas dan bawah sinistra . Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan: Eritrosit: 3.17
(normal: 4.36-6.20 10^6/ul), Hematokrit: 23.5 (normal: 40.0-54.0 %), Neutrofil:83.2
(normal: 50-70 %), Limfosit:7.4 (normal: 20-40 %), jumlah neutrofil: 9.30 (normal: 1.50-
7.00 10^3/ul) calcium Ion: 1.260 (normal: 1.120-1.320). Terapi tindakan kolaborasi:
injeksi piracetam 3 kali 3gram lewat Intravena (8 jam) dengan kontra indikasi gangguan
pembekuan darah, penyakit liver, penyakit ginjal dan efek samping cemas, mudah
mengantuk, depresi dan perdarahan. Aspilet 1 kali 1 tablet lewat oral (24jam) dengan
kontraindikasi penyakit asma, maag, perdarahan di bawah kulit dan efek samping
perasaan tidak nyaman pada lambung, perasaan mual atau muntah. Amlodipin 3 kali 10
miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi gangguan liver, jantung, pembuluh
darah jantung dan efek samping merasa lelah, jantung berdegup kencang, merasa mual
dan tidak nyaman. Candesartan 3 kali 8 miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi
gangguan hati, kalsium tinggi dalam darah dan efek samping bengkak pada kedua
tungkai, pusing, lemas, sakit maag, diare, mual. Neurodex 3 kali 1tablet lewat oral (8jam)
dengan kontraindikasi gangguan pembekuan darah dan efek samping kesemutan pada
tangan dan kaki. Simvastatin 3 kali 20 miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi
gangguan hati, gangguan ginjal, nyeri otot dan efek samping sakit kepala, konstipasi,
gangguan tidur, ruam, kram otot.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakan berdasarkan data-data yang dikaji dimulai
dengan menetapkan masalah, penyebab dan data pendukung. Masalah keperawatan yang
ditemukan pada Ny M.S adalah Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler ditandai dengan keluarga pasien mengatakan lemah dan mati rasa di tubuh
bagian kanan dan kiri, klien tampak berbaring di tempat tidur. hasil pengukuran kekuatan
otot didapatkan ekstremitas atas bagian dekstra bernilai 2 dan ekstremitas bagian bawah
dekstra 1, ekstremitas bagian atas dan bawah sinistra 1. Diagnosis2: Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat ditandai dengan
keluarga pasien mengatakan sulit berbicara dengan jelas, klien tampak terdengar tidak
jelas saat berbicara, lidah tidak simetris. Diagnosis3: Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan mukus berlebihan ditandai dengan keluarga pasien
mengatakan pasien sesak, klien tampak sesak tanpa aktivitas, pernapasan:dua puluh tiga
kali per menit, batuk non produktif, sptum tidak keluar, pada paruparu pasien terdengar
bunyi nafas ronchi pada lobus kanan atas paru.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi yang dibuat pada diagnosis pertama hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.Goal: pasien akan mempertahankan
mobilitas fisik yang efektif selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu sau
kali dua puluh empat jam perawatan pasien akan menunjukan outcomes: Pergerakan
(0208) yang diharapkan meningkat dari 2 (banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit
terganggu) dengan indikator yang diambil yaitu: keseimbangan, kordinasi, gerakan otot
dan berjalan. Nursing Intervention Classification: pengaturan posisi: neurologi (0844)
dengan tujuh aktifitas yang diambil yaitu: 1) imobilisasi atau topang bagian tubuh yang
terganggu dengan tepat, 2) berikan posisi yang terapeutik, 3) jangan berikan tekanan pada
bagian tubuh yang terganggu 4) lindungi bagian tubuh yang terganggu, 5) topang leher
dengan tepat, 6) pertahankan kesejajaran yang tepat, 7) posisikan kepala dan leher dengan
lurus. Intervensi terapi monitor neurologi (2620) dengan lima aktifitas yang diambil yaitu:
1) monitor tanda-tanda vital, 2) monitor terhadap adanya tremor, 3) monitor gangguan
visual: penglihatan kabur,penyempitan lapang pandang dan ketajaman visual, 4) catat
keluhan sakit kepala, 5) hindari kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial.
Diagnosis keperawatan kedua hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan pada sistem saraf pusat. Goal: pasien akan mempertahankan komunikasi verbal
yang efektif selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu satu kali dua puluh
empat jam perawatan pasien akan menunjukan outcomes: komunikasi (0902) yang
diharapkan meningkat dari 2 (banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit terganggu) dengan
empat indikator yang diambil yaitu: menggunakan bahasa lisan, mengunakan bahasa
isyarat, mengenali pesan yang diterima, menggunakan bahasa non verbal. Intervensi
peningkatan komunikasi: kurang bicara (4976) dengan empat aktifitas yang diambil yaitu:
1) monitor kecepatan bicara, tekanan dan kecepatan, 2) monitor pasien terkait dengan
perasaan frustasi, kemarahan, depresi koma atau respon-respon lain, 3) kenali emosi dan
perilaku fisik sebagai bentuk komunikasi, 4) sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi
kebutuhan klien. Diagnosis keperawatan ketiga ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan mukus berlebihan.Goal: pasien akan mempertahankan bersihan jalan
napas yang efektif selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu satu kali dua
puluh empat jam perawatan pasien akan menunjukan outcomes: status pernafasan :
kepatenan jalan nafas (0410) yang diharapkan meningkat dari 2 (berat) menjadi 4 (ringan)
dengan lima indikator yang diambil yaitu: suara nafas tambahan, dispnea saat aktivitas,
penggunaan otot bantu nafas, batuk, dan akumulasi sputum. Intervensi manajemen jalan
napas (3140) dengan lima aktivitas yang diambil yaitu: 1) posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, 2) lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya, 3)
instruksikan bagaimana cara melakukan batuk efektif, 4) auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan. Kelima, monitor status pernapasan dan oksigenasi.
4. Implementasi
Keperawatan Implementasi dilakukan mulai tanggal 16 Juli 2019. Tindakan
keperawatan dilakukan setelah perencanaan kegiatan dirancang dengan baik.
Implementasi pada hari pertamma Selasa, 16 Juli 2019, dilakukan implementasi pada
semua diagnosa keperawatan yang diangkat. Diagnosis 1: Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler tindakan keperawatan yag dilakukan yaitu
1) Jam 08.30 WITA mengatur posisi yang nyaman bagi pasien, 2)Jam 09.00 WITA
mengukur tanda-tanda vital, 3) Jam 09.30 WITA memonitoring terhadap adanya tremor,
4) Jam 10.00 WITA mencatat keluhan sakit kepala, 5) Jam 10.30 WITA menghindari
kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial. Diagnosis 2: Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat dilakukan
tindakan yaitu 1) Jam 08.30 WITA mengukur tanda-tanda vital, 2) Jam 09.00WITA
mengobservasi kecepatan dan tekanan bicara pasien, 3) Jam 09.30WITA memonitoring
perasaan pasien terkait dengan perasaan frustasi, 4) Jam 10.00WITA mengajarkan
keluarga untuk memahami respon yang muncul pada pasien. Diagnosis 3:
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan dilakukan
tindakan yaitu 1) Jam 08.30 WITA yaitu memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi, 2) Jam 09.00 WITA melakukan fisioterapi dada, 3) Jam
09.30WITAmenginstruksikan cara melakukan batuk efektif, 4) Jam 10.00WITA
mengauskultasi suara napas, 5) Jam 10.30WITA memonitoring status pernapasan dan
oksigenasi.
5. Evaluasi
Keperawatan Evaluasi dilakukan pada tanggal 16 Juli 2019. Evaluasi keperawatan
dilakukan setelah dilakukan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan pada
tanggal 16 Juli 2019 untuk diagnosis 1:Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, Subjektif: keluarga pasien mengatakan kaki kiri dan tangan
kanan masih terasa lemah, mati rasadan sulit bergerak, Objektif: pasien hanya
terbaring,belum dapat bergerak dengan aktif, kekuatan otot yang didapatkan tangan:
dekstra 2 sinistra 1, kaki: dekstra 1, sinistra 1, tekanan darah: 150/80 milimeterHg, Nadi :
92 kali per menit, Suhu: 36,7 C, Pernapasan: 23 kali per menit,Assesment: Masalah
belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutkan. Diagnosa 2: Hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat,Subjektif:keluarga pasien
mengatakan pasien masih sulit berbicara, Objektif: pasien tampak berbicara tidak jelas,
ekspresi pasien nampak cemas, kecepatan bicara pasien lambat, lidah tidak
simetris,Assesment: masalah belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutkan.
Diagnosa 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan, Subjektif: keluargapasien mengatakan pasien sesak, Objektif: pasien tampak
sesak tanpa aktivitas, pernapasan: 23 kali per menit, batuk non produktif, sputum tidak
keluar, pada paru-paru pasien terdengar bunyi nafas ronchi pada lobus kanan atas paru.
Assesment: masalah belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutka
JURNAL
ANALISIS KEPUASAN PESERTA TERHADAP KEMAMPUAN INSTRUKTUR PELATIHAN BTCLS
AMBULANS GAWAT DARURAT DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA
ABSTRAK
Ukuran keberhasilan sebuah pelatihan adalah hasil evaluasi terhadap peserta,
pelatih/instruktur maupun penyelenggara, hasil evaluasi ini melihat tingkat kepuasan peserta
yang menggambarkan suatu kondisi di mana keinginan, harapan dipenuhi, salah satunya
kemampuan instruktur. Kemampuan intruktur merupakan kapasitas seorang instruktur dalam
melakukan beragam tugasnya mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil
pengamatan dan wawancara dengan lima orang peserta pelatihan menunjukan adanya
ketidakpuasan terkait dengan kemampuan instruktur, disamping itu tingkat penilaian dalam
kuisioner belum komprehensif, kuisioner kepuasan terhadap pengajar/instruktur hanya
memiliki tingkat penilaian dari cukup, baik dan sangat baik, seharusnya dapat diukur dari nilai
terendah sampai tertinggi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
kepuasan peserta terhadap kemampuan intruktur pelatihan dengan rancangan penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, melibatkan 60 responden dengan
pengambilan total populasi terhadap populasi kelas pelatihan BCTLS pada pegawai baru AGD
Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Hasil analisis chi square antara kepuasan peserta dengan
kemampuan instruktur diperoleh bahwa ada sebanyak 26 (76,5%) kemampuan instruktur yang
baik didapatkan tingkat kepuasan responden merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value = 0,000 (p< α 0,005) OR = 8,821 (CI 95% 2,726-28,544) dapat disimpulkan terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat kepuasan dengan kemampuan instruktur dan
responden yang tidak puas mempunyai peluang 8,821 kali untuk menilai kemampuan
instruktur tidak baik dibandingkan dengan responden yang merasa puas. Saran peneliti hasil
ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan kurikulum pendidikan, pengembangan profesi,
pengembangan instrument evaluasi pelatihan dan pengembangan penelitian terhadap pelatihan
keperawatan gawatdarurat.
Jurnal Keperawatan
Komunitas
terpenuhi apabila pelanggan adalah kesehatan yang tugas khusus
harapan dilaksanakan seperti salah
masyarakat dapat reliability minimal 30 jam satunya adalah
terpenuhi oleh pembelajaran Tenaga Kesehatan
bentuk pelayanan (kehandalan), (Kemenkes RI, Haji Indonesia
yang diterima. responsiveness 2016). Bentuk (TKHI), (AGD
Peningkatan (daya tanggap), pelatihan Dinkes DKI
keterampilan assurance kegawatdaruratan Jakarta, 2015).
tenaga kesehatan (kepastian), bagi perawat adalah Pelatihan Basic
tidak terlepas dari emphaty (sikap salahsatunya Trauma Cardiac
pelatihan yang empati) dan pelatihan Basic Life Support
diikuti oleh tenaga tangible (berwujud), Trauma Cardiac (BTCLS)
kesehatan. (Kottler dalam Life Support merupakan salah
Keberhasilan dari Tjiptono 2011). (BTCLS), pelatihan satu pelatihan dasar
proses pelatihan Hasil penelitian ini sudah menjadi bagi perawat dalam
harus dapat terukur Henriyanto (2014) sebuah kompetensi menangani masalah
melalui beberapa tentang Analisis dasar bagi perawat kegawatdaruratan
indikator, salah Tingkat Kepuasan yang akan bekerja trauma dan
satunya adalah Peserta Diklat dari di pelayanan gangguan
mengukur Kualitas Pelayanan kesehatan mulai kardiovaskuler.
kepuasan peserta Diklat Badan dari klinik di Penanganan
diklat terhadap Kepegawaian masyarakat, klinik masalah tersebut
pelatihan itu Daerah Kabupaten di perusahaan, ditujukan untuk
sendiri kepuasan Kepulauan Puskesmas, rumah memberikan
merupakan Mentawai sakit maupun yang bantuan hidup
perbedaan antara didapatkan hasil akan menjalankan dasar sehingga
harapan dan unjuk penelitian bahwa tugas- diharapkan dapat
kerja (yang 98% variable menyelamatkan
senyatanya kepuasan peserta nyawa dan
diterima), apabila pelatihan meminimalkan
harapan tinggi dipengaruhi oleh kerusakan organ
sementara unjuk kualitas pelayanan serta kecacatan
kerja rendah, yang diberikan oleh pada penderita
kepuasan tidak lembaga gawatdarurat.
akan tercapai, teori peyelenggara (Kemenkes RI,
kepuasan selalu pelatihan. 2013)
didasarkan pada Pelatihan adalah Berkenaan dengan
upaya peniadaan proses pembelajaran hal ini Pemerintah
atau paling kurang dalam rangka Provinsi DKI
menyempitkan gap Jakarta dalam
antar harapan dan meningkatkan upaya menerapkan
kinerja (Tjiptono, SPGDT pada tahun
2012). Faktor kinerja, 2007 mendirikan
dominan yang professionalisme sebuah Unit
menjadi indikator menunjang Pelayanan
dalam menentukan pengembangan karir Ambulans Gawat
tingkat kepuasan bagi SDM Darurat Dinas
Jurnal Keperawatan
Komunitas
Kesehatan melalui pelatihan maupun praktek, kepuasan terhadap
Provinsi DKI Basic Trauma kemampuan melatih pengajar/instruktur
Jakarta (AGD Cardiac Life meliputi ; hanya memiliki
Dinkes DKI Support (BTCLS) penggunaan media, tingkat/gradasi
Jakarta) yang Menunjang memilih dan penilaian dari cukup,
mempunyai tiga terlaksananya menggunakan baik dan sangat baik.
inti pelayanan pelatihan AGD metoda Seharusnya indikator
yaitu pelayanan Dinkes Provinsi pembelajaran, variabel dapat diukur
ambulans gawat DKI Jakarta memfasilitasi proses dari tingkat gradasi
darurat 24 jam, Jakarta memiliki pembelajaran sesuai yang paling positif
pelayanan 25 orang dengan metode, sampai yang sangat
pendidikan dan pelatih/instruktur mengelola waktu negatif (Sugiyono,
pelatihan yang terdiri dari pembelajaran dan 2013). Selain hal itu
perawat dan kemampuan dalam latar belakang
kegawatdaruratan dokter yang telah proses interaktif, masing-masing
memiliki sertifikat serta kepribadian instruktur yang
dan rekomendasi Training of meliputi ; berbeda terkait masa
standarisasi Trainer (TOT) kemampuan kerja, usia dan
ambulan. Dalam Pelatihan memotivasi peserta, pendidikan akan
menjalankan Kegawatdaruratan empati, gaya dan mempengaruhi
tugasnya terkait baik dari sikap pada kualitas intsruktur
pelayanan Kementerian pembelajar dan dalam mengajar.
pendidikan dan Kesehatan tampilan kehadiran Menurut penelitian
pelatihan Republik secara keseluruhan Rohani dan Erna
kegawatdaruratan Indonesia maupun (Badan PPSDM pada Tahun 2015
AGD Dinkes DKI dari Himpunan Kemenkes RI, terdapat gap antara
Jakarta Perawat Gawat 2013). harapan dan
mempunyai Darurat dan Hasil pengamatan keyataan terkait
beberapa bentuk Bencana Indonesia dan wawancara dengan kepuasan
pelayanan (HIPGABI). dengan lima orang peserta terhadap
pelatihan salah Kwalitas peserta yang telah pemateri dalam hal
satunya Pelatihan instruktur sangat mengikuti pelatihan pencapaian tujuan
Basic Trauma mempengaruhi menunjukan adanya pembelajaran,
Cardiac Life kwalitas ketidakpuasan dari penguasaan materi,
Support penyampaian beberapa hal terkait metodologi yang
(BTCLS). materi kepada dengan kemampuan digunakan,
Pelayanan peserta yang instruktur dalam sistematika
pelatihan selanjutnya akan memberikan penyajian,
kegawatdaruratan berdampak kepada pelayanan keterampilan
bagi perawat kediklatan, menggunakan alat
disamping itu bantu, bimbingan
kepuasan peserta tingkat penilaian pelatih dan
pelatihan. Indikator tujuan dalam kuisioner penugasan
evaluasi belum bimbingan praktek.
kemampuan pembelajaran, komprehensif, hal Dengan demikian
instruktur meliputi penguasaan ini dikarenakan pelatihan BTCLS
pencapaian substansi baik teori instrumen kuisioner merupakan salah
Jurnal Keperawatan
Komunitas
satu upaya penting kegawatdaruratan, hipotesis baru. bulan dari mulai
dalam kualitas instruktur Pemilihan desain November 2017
mempersiapkan atau pelatih ini dikarenakan sampai dengan
perawat untuk BTCLS dapat dapat memberikan Januari 2018,
dapat memberikan menentukan beberapa diawali dengan
pelayanan pada keberhasilan dan kemudahan dan pengajuan proposal
kasus kepuasan peserta keuntungan penelitian,
dalam pelatihan seperti sifatnya pengumpulan data,
ini, atas dasar yang relatif, pengolahan data
tersebut peneliti mudah dan pelaporan hasil
tertarik untuk dilaksanakan, penelitian. Populasi
melakukan analisa sederhana, pada penelitian ini
kepuasan peserta ekonomis, dari adalah pegawai
terhadap segi waktu dan AGD yang telah
kemampuan pada waktu yang mengikuti
instruktur bersamaan banyak pelatihan BTCLS
pelatihan Basic variabel yang pada kelas
Trauma Cardiac dapat pelatihan tanggal 1
Life Support dikumpulkan sampai 5 Januari
(BTCLS) yang (Notoatmodjo, 2018 sebanyak
diselenggarakan 2010). Penelitian 60 orang dengan
oleh Ambulans ini dilakukan di sampel diambil
Gawat Darurat Kantor Ambulans dari seluruh total
Dinas Kesehatan Gawat Darurat populasi sebanyak
Provinsi DKI Dinas Kesehatan 60 orang yang
Jakarta. Provinsi DKI mengikuti
Jakarta, Komplek pelatihan BTCLS
METODE Dinas Kesehatan untuk menjadi
PENELITIAN Provinsi DKI responden.
Desain penelitian Jakarta Jalan Dalam proses
ini menggunakan Kesehatan nomor pengumpulan data
desain deskriptif 10, Blok B, peneliti
analitik dengan Jakarta Pusat. menggunakan alat
pendekatan cross Penelitian pengumpulan data
sectional yaitu dilakukan dalam berupa
rancangan waktu selama tiga
penelitian dengan
melakukan
pengukuran atau
pengamatan pada
saat bersamaan
dengan jangka
waktu pendek
(Aziz Alimul
Hidayat, 2107),
untuk
merumuskan
Jurnal Keperawatan
Komunitas
kuisioner/angket yang memuat pernyataan- dapat memilih jawaban 1-5 tahun, 5-10
pernyataan yang telah dirancang mengacu tahun dan > 10 tahun.
parameter dari literatur, kerangka konsep Bagian B berisi pernyataan-pernyataan
dan tujuan penelitian. Peneliti menggunakan terkait dengan kepuasan terhadap
alat pengumpulan data berupa kemampuan instruktur, terdiri dari lima
kuisioner/angket, kuisioner/angket yang indikator pengukuran kepuasan yaitu
digunakan adalah jenis angket tertutup atau kehandalan (reliability) sebanyak 5
terstruktur yaitu angket yang dibuat pernyataan, ketanggapan (responsiveness)
sedemikian rupa, sehingga responden sebanyak satu pernyataan, jaminan/kepastian
disuruh memilih atau menjawab atas (assurance) sebanyak 3 pernyataan, empati
jawaban yang sudah ada. (M. Aziz Alimul (emphaty) sebanyak 5 pernyataan dan
Hidayat, 2017). Kuisioner yang dipakai keterwujudan (tangible) sebanyak 3
dalam penelitian ini berupa jenis daftar pernyataan. Pernyataan pada bagian ini
pernyataan yang dipilih supaya dapat memiliki empat skor penilaian yaitu; Sangat
diambil data berupa persepsi atau pendapat Puas (SP), Puas (P), Tidak Puas (TP),
responden terkait pengaruh kemampuan Sangat Tidak Puas (STP).
instruktur terhadap kepuasan responden Bagian C berisi pernyataan-pernyataan
dalam mengikuti pelatihan BTCLS. Alasan terkait dengan kemampuan intruktur dalam
peneliti menggunakan kuisioner karena melatih meliputi pencapaian tujuan
melalui kuesioner dapat diambil data tentang pembelajaran sebanyak 3 pernyataan,
persepsi atau pendapat responden tentang penguasaan substansi sebanyak 3
pengaruh kemampuan instruktur terhadap pernyataan, kemampuan melatih sebanyak 2
kepuasan responden setelah mengikuti pernyataan dan kepribadian sebanyak 4
pelatihan BTCLS secara realiabel dengan pernyataan. Pernyataan pada bagian ini
memperhatikan isi peryataan di dalam memiliki empat skor penilaian yaitu; Sangat
kuesioner sehingga walau ditanya berkala- Baik (SB), Baik (B), Tidak Baik (TB),
kali dalam waktu yang berbeda akan Sangat Tidak Baik (STB).
menghasilkan jawaban yang sama. Peneliti mengumpulkan data dengan
Kuisioner yang disusun memuat pernyataan langkah-langkah pengajukan ijin penelitian
terkait hal-hal yang berhubungan dengan kepada Kepala Unit Ambulans Gawat
kepuasan responden terhadap kemampuan Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI
instruktur, terdiri dari tiga bagian yaitu : Jakarta, identifikasi responden perkenalan
Bagian A merupakan pernyataan seputar diri menjelaskan tujuan penelitian,
data responden berupa karakteristik individu menyampaikan jaminan kerahasiaan data
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan serta hak responden untuk menolak
lama bekerja, untuk menjawab pernyataan keikutsertaan dalam penelitian, dari 60
terkait usia, responden dapat mengisi responden semua menyatakan bersedia
jawaban langsung sesuai dengan usia untuk ikut berpartisipasi, selanjutnya
responden, untuk pernyataan terkait jenis peneliti meminta kesediaan responden untuk
kelamin responden dapat menjawab dua menandatangani lembar persetujuan.
pilihan laki-laki atau perempuan, untuk Selanjutnya peneliti menjelaskan cara
pernyataan terkait pendidikan responden pengisian kuesioner. Setelah itu responden
dapat memilih jawaban diploma, sarjana, untuk menjawab pernyataan dalam
profesi dan spesialis. Sedangkanuntuk kuesioner, memeriksa kembali kuesioner
jawaban terkait lama bekerja responden yang telah diisi, kuesioner yang telah diisi
dikumpulkan dan peneliti mengakhiri
Jurnal Keperawatan
Komunitas
pertemuan. 2. Jika r hasil tidak dilakukan dengan responden dengan
Uji validitas dan positif, serta r menyebar kuisioner df = n-2 = 28
reliabilitas hasil < r tabel, ke 30 orang didapatkan nilai r
dilakukan dengan maka butir atau responden yang tabel pada taraf
menyebarkan variabel tersebut tidak dijadikan signifikansi 5 %
kuisioner kepada tidak valid. penelitian, kuisioner sebesar 0,361,
responden yang 3. Jika r hasil > r yang diuji memuat setelah dilakukan
mempunyai 40 pernyataan selain uji validitas
tabel, tapi
karakteristik karakteristik menggunakan
bertanda negatif
hampir sama individu, semua program SPSS
dengan responden maka butir atau pernyataan
variabel tersebut didapatkan hasil
yang akan dilakukan uji hitung dilihat hasil
dijadikan sampel tidak valid validitas dilakukan output SPSS pada
yaitu pegawai Pelaksanaan uji pada 30 tabel corrected
AGD Dinkes lain kuisioner dilakukan
item-total
yang telah dengan menyebar
correlation,
mengikuti kuisioner pada
(Sutanto, 2007),
pelatihan BTCLS orang yang
hasil uji validitas
juga. Uji coba mempunyai
yang pertama
dilakukan untuk karakteristik hampir
menunjukan dari
mengetahui sejauh sama dengan
40 pernyataan
mana pemahaman responden. Setelah
terdapat 10
responden terhadap kuisioner
pernyataan yang
pernyataan- disebarkan,
nilainya lebih
pernyataan dan selanjutnya hasil
rendah dari r tabel
validitas tersebut diolah
(r = 0,361),
pernyataan dari dengan metode
sehingga
kuisioner yang SPSS versi 19.0,
pernyataan tersebut
telah dibuat, untuk menurut Sutanto
tidak valid. Setelah
menguji validitas (2007) jika
mendapatkan 30
menggunakan pernyataan tidak
pernyataan valid,
Spearman rank valid maka
ke sepuluh
correlation pernyataan tersebut
pernyataan yang
coefficient melalui dibuang dan untuk
tidak valid
bantuan komputer pernyataan yang
dibuang.
(Nursalam, 2008). sudah valid
Selanjutnya
Dasar pengambilan kemudian baru
peneliti melakukan
keputusan dari uji secara bersama-
uji validitas kedua
validitas tersebut sama diukur
dan didapatkan
adalah : reliabilitasnya dari
hasil dari 30
1. Jika r hasil hasil uji kuisioner
pernyataan terdapat
positif, serta r maka dapat
satu pernyataan
ditentukan beberapa
hasil > r tabel, yang nilainya lebih
pernyataan yang
maka butir atau rendah dari r tabel
dikurangi.
variabel (r = 0,361),
Uji validitas
tersebut adalah sehingga
penelitian ini
valid. pernyataan tersebut
Jurnal Keperawatan
Komunitas
tidak valid dan alpha croanbanch. Variabel Frequency 21 4
pernyataan Standar yang 22 11
tersebut dibuang. digunakan untuk 23 13
Kemudian menetukan 24 12
peneliti reliabel atau 25 7
melakukan uji tidaknya suatu 26 3
validitas kembali instrumen
27 6
dan didapatkan penelitian.
28 1
hasil 29 Umumnya adalah
pernyataan tidak perbandingan 29 2
terdapat antara nilai r 30 1
pernyataan yang hitung diwakili Total 60
nilainya lebih dengan nilai Sumber, data
primer tahun
rendah dari r Alpha dengan r 2018
tabel (r = 0,361), tabel pada taraf
sehingga semua kepercayaan 95 % Distribusi usia
pernyataan atau tingkat responden
tersebut signifikan 5 menunjukan
dinyatakan valid %. Tingkat bahwa paling
dengan nilai reliabilitas dengan banyak
Croanbach’s metode alpha responden
Alpha 0.939. croanbach diukur berusia 23
Menurut berdasarkan skala tahun yaitu 13
Nursalam (2008), alpha 0 sampai orang
reliabilitas adalah dengan 1. (21,7%).
indeks yang Uji kuisioner yang
menunjukkan dilakukan pada 30 T
sejauh mana orang tersebut a
suatu alat menghasilkan nilai b
pengukuran dapat Croanbach’s e
dipercaya dan Alpha 0.939 l
diandalkan, untuk sehingga dapat
menguji disimpulkan 29 5
reliabilitas adalah pernyataan pada .
dengan kuisioner tersebut 2
menggunakan sangat reliabel. Distribusi
HASIL Distribusi Frekuensi
PENELITIAN Frekuensi Responden
a. Analisa Responden Berdasarkan
Univariat Berdasarkan Jenis Kelamin
Usia Pada Pada Peserta
Data
Peserta Pelatihan BTCLS
Karakteristik
Pelatihan BTCLS Pegawai AGD
Individu Pegawai AGD Dinkes Provinsi
Dinkes Provinsi DKI Jakarta
Tabel 5.1
DKI Jakarta
Variabel Frequency
Jurnal Keperawatan
Komunitas
Laki-laki 34 Profesi 3 responden
Perempuan 26 Spesialis 0 banyak menunjukan
Total 60 responden bahwa paling
Total 60
Sumber, data Sumber, data primer
mempunyai masa banyak
primer tahun tahun 2018 kerja 1-5 tahun responden puas
2018 yaitu 56 orang yaitu 34 orang
Distribusi (93,3%). (56,7%).
Distribusi
pendidikan
jenis kelamin
responden Tingk K
responden
menunjukan at e
menunjukan
bahwa paling Kepua m
bahwa paling
banyak san a
banyak
responden Pesert m
responden
berpendidikan a pu
berjenis
diploma yaitu Tabel 5.5 an
kelamin laki-
56 orang In
laki yaitu 34
(93,3%). Distribusi st
orang (56,7%). Frekuensi Tingkat ru
Tabel 5.4 Kepuasan kt
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi
Distribusi Frekuensi Responden Pada ur
Responden Peserta Pelatihan T
Responden Berdasarkan Masa BTCLS Pegawai a
Berdasarkan Kerja Pada Peserta
Variabel FrequencyPelatihan
Percent AGD Dinkes
Pendidikan Pada BTCLS b
Diploma 56 93,3 Provinsi DKI
Peserta Pelatihan el
Sarjana AGD 1 Pegawai
1,7 AGD Jakarta
BTCLS Pegawai Dinkes Provinsi DKI 5.
Dinkes Provinsi DKI Jakarta
Jakarta 6
Variabel Frequency
Variabel Frequency
Puas 34 Distribusi Frekuensi
1-5 tahun 56 Tidak Puas 26 Kemampuan
5-10 tahun 4
Total 60 Instruktur Menurut
> 10 tahun 0 Sumber, data primer Responden Pada
Total 60 tahun 2018
Peserta Pelatihan
Sumber, data BTCLS Pegawai AGD
Distribusi tingkat
primer tahun Dinkes Provinsi DKI
kepuasan
2018 Distribusi Jakarta
bahwa Distribusi
kemampuan
paling instruktur
Jurnal Keperawatan
Komunitas
b. Analisa independen kemampuan instruktur, dari hasil analisis
Bivariat dan kepuasan diperoleh pula nilai OR = 8,821 (CI 95%
Pada peserta 2,726- 28,544), artinya responden yang
analisa ini sebagai tidak puas mempunyai peluang 8,821
dijelaskan variabel kali untuk menilai kemampuan
secara dependen instruktur tidak baik dibandingkan
statistik dengan dengan responden yang merasa puas.
hubungan menggunakan
dua uji chi square, H i
variabel hasilnya a a
yaitu analisa yang
s t
kemampua didapatkan
n instruktur adalah i
sebagai sebagai l K
variabel berikut : a
P r
e a
Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Tingkat n k
Kepuasan dan Kemampuan Instruktur e t
pada Peserta Pelatihan BTCLS Pegawai l e
AGD Dinkes Provinsi DKI Jakarta i r
t i
i s
Tingka Kemampuan Instruktur a t
P
t OR n i
Tidak Baik
Kepuas n % (95 n v % N %
Puas 26 76,5 %
k 8,821
an % 8 a 23,5 % 34 100% 0,000
Tidak Puas 7 26,9 % 19 l A %
73,1 26 100% 2,726-28,544
CI)
Jumlah 33 55,0 % 27 u 45,0
n % 60 100% I
e
a n
l d
i i
s v
Sumber, data primer tahun 2018 a i
Hasil analisis hubungan antara tingkat
n d
kepuasan dengan kemampuan
instruktur diperoleh bahwa ada u
sebanyak 26 (76,5%) kemampuan U
instruktur yang baik didapatkan tingkat 1. Usia
n
kepuasan responden merasa puas. Hasil Hasil analisis
i penelitian terkait
uji statistik diperoleh nilai p=0,000
v usia responden
maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan a menunjukan
antara tingkat kepuasan dengan r bahwa paling
banyak responden
Jurnal Keperawatan
Komunitas
berusia 23 tahun menentukan
yaitu 13 orang
(21,7%), usia (psychologyma
responden yang nia.wordpress.c
termuda pada om, 2011).
penelitian ini 21 Kesimpulan
tahun dan tertua yang didapat
30 tahun, usia menunjukan
ini termasuk bahwa semua
dalam tehap responden
perkembangan berada pada
dewasa muda tahap usia
yang dewasa muda
mempunyai dan yang
tugas terbanyak
perkembangan responden
salah satunya berusia 23
meniti karir dan tahun, hal ini
pendidikan atau menunjukan
bekerja dalam pada usia ini
suatu jabatan seseorang
dan pada usia ini sudah mulai
seseorang sudah mencapai
mulai mencapai tingkat
tingkat kematangan
kematangan dalam berfikir
dalam berfikir dan
dan menentukan
pilihan dan
responden
pegawai baru di
AGD Dinkes
Provinsi DKI
Jakarta yang
mulai meniti
karir dan
pendidikannya.
2. Jenis Kelamin
Hasil analisa
penelitian
terkait dengan
jenis kelamin
menunjukan
bahwa paling
Jurnal Keperawatan
Komunitas
banyak responden berjenis kelamin laki- puas, hal ini menunjukan bahwa mayoritas
laki yaitu 34 orang (56,7%), responden responden merasa puas dengan pelayanan
merupakan pegawai baru AGD Dinkes yang diberikan oleh intsruktur. Kesimpulan
Provinsi DKI Jakarta yang telah yang didapat menunjukan bahwa responden
mengikuti pelatihan BTCLS sebelum yang merasa puas sebesar 56,7%,
memulai bekerja di pelayanan. mempunyai interpretasi bahwa peserta
Kesimpulan yang didapat menunjukan menunjukan reaksi yang lebih baik terhadap
bahwa responden terbanyak berjenis pelatihan yang sudah diikuti karena
kelamin laki-laki, hal ini disebabkan menyadari mendapat masukan yang berguna
responden adalah pegawai baru di AGD dari pelatihan ini, tetapi perimbangan
Dinkes Provinsi DKI Jakarta yang mulai dengan responden yang merasa tidak puas
meniti karir, lebih diminati oleh laki-laki. tidak terlalu jauh (43,3%).
3. Pendidikan
Analisa penelitian terkait pendidikan Kemampuan Intruktur Pelatihan
responden menunjukan bahwa paling Hasil analisa kemampuan instruktur menurut
banyak responden berpendidikan diploma responden menunjukan bahwa paling
yaitu 56 orang (93,3%), selebihnya banyak responden menilai baik yaitu
responden dengan pendidikan strata satu. sebanyak 33 orang (55,0%), hal ini
Kesimpulan menunjukan bahwa menunjukan bahwa mayoritas responden
responden penelitian mayoritas menilai inetruktur pelatihan memiliki
berpendidikan Diploma III hal ini kemampuan yang baik. Kesimpulan yang
disebabkan karena responden adalah dapat diambil adalah bahwa kemampuan
pegawai baru AGD Dinkes Provinsi DKI instruktur atau pelatih dalam memberikan
Jakarta yang diterima dengan latar pembelajaran kepada peserta diklat
belakang persyaratan Diploma III merupakan salah satu factor penentu dalam
Keperawatan. keberhasilan sebuah pelatihan.
4. Masa Kerja
Hasil analisa penelitian terkait masa kerja Analisa Bivariat
responden penelitian ini menunjukan Hasil analisis hubungan antara tingkat
bahwa paling banyak responden kepuasan dengan kemampuan instruktur
mempunyai masa kerja 1-5 tahun yaitu 56 diperoleh bahwa ada sebanyak 26 (76,5%)
orang (93,3%) selebihnya diatas lima kemampuan instruktur yang baik didapatkan
tahun. Hasil penelitian terkait masa kerja tingkat kepuasan responden merasa puas.
responden ini menunjukan bahwa paling Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000
banyak responden mempunyai masa kerja maka dapat disimpulkan ada perbedaan
1-5 tahun yaitu 56 orang (93,3%), hal ini proporsi penilaian kemampuan intruktur
dikarenakan bahwa mayoritas responden antara responden yang puas dan tidak puas
adalah pegawai baru AGD Dinkes (ada hubungan yang signifikan antara
Provinsi DKI Jakarta dengan masa tingkat kepuasan dengan kemampuan
pengalaman kerja di bawah lima tahun. instruktur). Dari hasil analisis diperoleh pula
nilai OR = 8,821 (CI 95% 2,726-28,544),
Tingkat Kepuasan Peserta Pelatihan artinya responden yang tidak puas
Hasil penelitian terkait tingkat kepuasan mempunyai peluang 8,821 kali untuk
pada peneilitan ini menunjukan bahwa menilai kemampuan instruktur tidak baik
responden menilai puas yaitu 34 orang dibandingkan dengan responden yang
(56,7%), selebihnya responden menilai tidak merasa puas.
Evaluasi yang dilakukan dalam
Jurnal Keperawatan
Komunitas
pelatihan ini salah Kepuasan adalah Anggoro (2014) diperoleh bahwa
satunya terhadap suatu kondisi dengan judul ada hubungan yang
pelatih/instruktur dimana keinginan, penelitian ”Evaluasi signifikan antara
pelatihan, harapan dipenuhi, Pelatihan dengan tingkat kepuasan
setiap layanan yang Metode Kirkpatrick dengan
evaluasi diberikan dinilai Analisys” kemampuan
memuaskan apabila memberikan instruktur dan
terhadap layanan tersebut masukan mengenai responden yang
pelatih/intsruktur dapat memenuhi peningkatan kualitas tidak puas
ini dimaksudkan keinginan trainer dan materi mempunyai
untuk mengetahui seseorang. yang disesuaikan peluang 8,821 kali
seberapa jauh Meningkatkan dengan tingkat untuk menilai
penilaian yang kepuasam pemahaman awal kemapuan
menggambarkan merupakan faktor peserta merupakan instruktur tidak
tingkat kepuasan yang penting dalam hal yang baik dibandingkan
peserta terhadap mengembangkan berpengaruh dengan responden
kemampuan suatu sistem terhadap efektifitas yang merasa puas.
pelatih/instruktur layanan layanan pelatihan.
dalam yang disediakan, Hasil analisis KESIMPULAN
menyampaikan (Wikipedia, 2017). hubungan antara DAN SARAN
pengetahuan dan Penelitian Yugi tingkat kepuasan Simpulan
keterampilan Mugi Rahayu, dengan kemampuan
kepada peserta (2017) yang instruktur Penelitian ini
dengan baik, dapat berjudul ”Pengaruh dilakukan untuk
dipahami dan Kualitas Pelayanan mengetahui hasil
diserap peserta, dan Ketersediaan analisa kepuasan
meliputi Sarana dan peserta terhadap
; penguasaan Prasarana Terhadap kemampuan
materi, ketepatan Nilai Pelanggan dan instruktur pelatihan
waktu, sistematika Implikasinya pada di Ambulans
penyajian, Kepuasan” Gawat Darurat
penggunaan memberikan Dinas Kesehatan
metode alat bantu kesimpulan bahwa Provinsi DKI
pelatihan, empati, adanya pengaruh Jakarta, dari hasil
gaya dan sikap yang signifikan penelitian terhadap
kepada peserta, antara kualitas 60 responden dapat
pencapaian Tujuan pelayanan (salah disimpulkan bahwa
Pembelajaran satunya :
Umum (TPU), menghadirkan 1. Tingkat
kesempatan tanya instruktur yang kepuasan
jawab, kemampuan handal) terhadap responden yang
menyajikan, nilai pelanggan, paling tertinggi
kerapihan pakaian sedangkan nilai yaitu responden
dan kerjasama pelanggan puas yaitu 34
antar tim pengajar berpengaruh orang atau
(Kemenkes RI, terhadap kepuasan.
sebesar 56,7%.
2013). Sedangkan menurut
2. Kemampuan
Jurnal Keperawatan
Komunitas
instruktur didapatkan peningkatan Ambulans Gawat
menunjukan peneliti kualitas Darurat Dinas
paling banyak menyampaikan pelatihan Kesehatan
responden saran kepada kegawatdarurata
beberapa fihak Provinsi DKI
menilai baik n yang
sebanyak 33 sebagai berikut : diselenggarakan Jakarta, 2015,
orang atau 1. Pendidikan nya dalam upaya BTCLS Basic
sebesar 55,0%. Keparawatan untuk Trauma Cardiac
3. Hasil analisa Pendidikan meningkatkan Life Support,
keperawatan
kepuasan pelayanan Jakarta
dapat
peserta terhadap
menjadikan
terhadap materi dalam kepuasan American College of
kemampuan pelatihan pelanggan, Surgeon
instruktur BTCLS sebagai dalam Committee on
memperlihatk bahan melakukan
Trauma, 2008,
an adanya pengembangan survey tersebut
Advanced
hubungan kurikulum sebaiknya
antara pendidikan menyediakan Trauma Life
kepausan kegawatdarurat ruang bagi Support for
peserta an bagi peserta untuk Doctor, Edisi 8,
dengan mahasiswa dapat Komisi Trauma
kemampuan tingkat akhir memberikan IKABI (Ikatan Ahli
instruktur sebagai penilaian
pembekalan Bedah Indonesia),
pelatihan secara
BTCLS di AGD materi sebelum komprehensif. Chicago.
masuk ke lahan
Dinkes 4. Bagi Peneliti
praktik atau ke Badan PPSDM
Provinsi DKI Hasil penelitian
dunia kerja. Kesehatan
Jakarta dengan ini dapat
2. Bagi Profesi
p value =0,000 dijadikan bahan Pusdiklat
Keparawatan untuk menambah
< α 0,005. Aparatur
Pelatihan ini wawasan dan
dapat dijadikan Kementrian
Saran pengetahuan
sebagai salah serta dapat
Kesehatan RI,
Berdasarkan hasil satu bahan 2013, Standar
penelitian yang menjadi bahan
acuan dalam kajian/informasi Kurikulum
pengembangan Provinsi DKI dasar untuk Pelatihan BTCLS,
profesi, Jakarta Survey penelitian Jakarta
khususnya kepuasan berikutnya agar
terkait peserta dapat Badan PPSDM
pendidikan pelatihan dikembangkan
berkelanjutan Kesehatan
menjadi salah menjadi lebih
bagi perawat. satu bahan luas lagi. Pusdiklat
3. Bagi institusi rujukan dalam Aparatur
Ambulans pengembangan DAFTAR Kementrian
Gawat Darurat PUSTAKA
kapasitas dan Kesehatan RI,
Dinas Kesehatan
Jurnal Keperawatan
Komunitas
2015, Petunjuk Pelatih pada Kursus Bantuan al. (ed), 2012,
Pelaksanaan Hidup Jantung Basic Trauma
(Juklak) Pelatihan di Lanjutan ACLS Life Support and
Akreditasi (Advanced Basic Cardiac
Pelatihan di Bidang Cardiac Life Life Support,
Bidang Kesehatan, Support) Yayasan
Kesehatan, Jakarta Indonesia, Ambulans
Jakarta Perhimpunan Gawat Darurat
Blanchard, P.N &
Dokter Spesialis 118, Jakarta.
Badan PPSDM Thacker, T.W.,
Indonesia
Kesehatan (2007), Subagjo, Agus.,
(PERKI),
Pusdiklat “Effective Achyar,
Jakarta.
Aparatur Training : Ratnaningsih,
Departemen Systems, Krisanty, P., Endang.,
Kesehatan RI, Strategies, and DKK.,2009, Putranto,
2011, Pedoman Practices”, Asuhan Bondan.,
Sertifikasi Pearson Keperawatan Sugiman,
Peserta dan Education, Inc., Gawat Darurat, Tantani.,
3rd edition. Trans Info Kosasih, Agus.,
Media, Jakarta. Agustinus,
Hidayat, A. Aziz
Reynold., 2014,
Alimul, 2017, Nursalam, et. al.
Bantuan Hidup
Metodologi 2016, Pedoman
Penyusunan Jantung Dasar
Penelitian
Skripsi,
BCLS (Basic
Keperawatan
Fakultas Cardiac Life
dan Kesehatan, Keperawatan Support)
Salemba Universitas
Airlangga, Indonesia,
Medika, Jakarta
Surabaya. Perhimpunan
Sabri, Luknis.,
Dokter Spesialis
Hastono, Nursalam., Efendy
Indonesia
Sutanto Priyo., Ferry, 2008,
(PERKI), Jakarta.
2014, Statistik Pendidikan
Kesehatan, dalam Thygerson, Alton.,
Rajawali Press, Keperawatan, Krohmer, Jon R.,
Jakarta. Salemba Gulli, Benjamin
Medika, (ed), First Aid
Karo-Karo,
Jakarta. Pertolongan
Santoso., et. al.
Pertama, Edisi
(ed), 2011 Pusponegoro,
5, Erlangga,
Panduan Aryono. D., et.
Jakarta
Jurnal Keperawatan
Komunitas
Tim Penyusun PKB Perawat Indonesia DPP PPNI, 2016, Pedoman Pendidikan Keperawatan
Berkelanjutan (PKB) Perawat Indonesia, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (DPP PPNI), Jakarta.
Mergan Naidoo, Mergan (2016), Evaluation Of The Emergency Care Training Wrkshops In The
Province Of KwaZulu- Natal, South Africa.
Erna, Rohani (2015), Analisis Kepuasan Peserta Pelatihan Pertolongan Pertama Gawatdarurat
Obstetri Dan Neonatal (PPGDON) di Balai Pengembangan Tenaga Kesehatan (BPTK) Mataram
Menggunakan Metode Servqual.
Setyo Rukmi, Hendang., Novirani, Dwi., Sahrul, Ahmad (2014), Evaluasi Training Dengan
Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT.
Krakatau Steel Industrial Estate, Cilegon).
Yamin, Sofyan (2012), Mengukur Tingkat Kepuasan Pelayanan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Dalam Diklat Fungsional Calon Peneliti.
Aminah, Hania (2015), Model Evaluasi Kirkpatrick Dan Aplikasinya Dalam Pelaksanaan Pelatihan
(Level Reaksi Dan Pembelajaran) Di Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Perum Jakarta).
Rahayu, Yugi Mugi (2017), Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Ketersediaan Sarana Prasarana
Terhadap Nilai Pelanggan Dan Implikasinya Terhadap Kepuasan (Suatu Survei Pada Peserta
Pelatihan Di Bapelkes Bandung Dalam Pelayanan Pelatihan).
Henryanto (2014), Analisis Kepuasan Peserta Diklat Dari Kualitas Pelayanan Diklat Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.
https://ms.wikipedia.org/wiki/Kepuasan, diakses tanggal 29 Juli 2017
Psychologymania.wordpress.com (2011),
diakses tanggal 2 Desember 2017
Bisnis Tempo (2017), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tahun 2017, diakses tanggal 1
desember 2017
Rusna Tahir1
1
Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari
Corespondensi Author
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kendari
Abstrak. Kasus gawat darurat yang menyebabkan kematian di daerah pesisir Kecamatan Soropia
pada tahun 2017 diperkirakan sebesar 25%. Angka ini menjadi gambaran rendahnya
pengetahuan dan kemampuan bantuan hidup dasar masyarakat setempat yang belum mampu
melakukan tindakan penyelamatan (bantuan hidup dasar bagi orang awam) bila menemukan
kasus gawat darurat di lingkungan kerja, tempat tinggal dan di tempat umum.Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyuluhan dengan metode audiovisual dan metode
konvensional terhadap pengetahuan basic life support masyarakat pesisir di wilayah kerja
Puskesmas Soropia. Metode penelitian menggunakan desain quasi experiment dengan
pendekatan pre dan post test non equivalent control grup. Populasi dalam penelitian ini adalah
masyarakat pesisir.Teknik pengambilan sampel dengan nonprobability sampling.Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengukur pengetahuan masyarakat
pesisir tentang basic life support. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode konvensional lebih
efektif meningkatkan pengetahuan basic life support masyarakat pesisir (p=0,028). Keberhasilan
metode pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya media, karakteristik
penerima materi serta lama pemberian materi.
Abstract. Emergency cases that cause deaths in the coastal area of Soropia District in 2017 are
estimated at 25%. This figure illustrates the low level of basic life support knowledge and
capabilities of local people who have not been able to carry out rescue actions (basic life support
for lay people) when finding emergency cases in work environments, places of residence and in
public places. This study aims to determine the effectiveness of counseling with audiovisual
methods and conventional methods on basic life support knowledge of coastal communities in the
work area of Soropia Health Center. The research method used
a quasi-experimental design with a pre and post non-equivalent control group approach.
The population in this study were coastal communities. Sampling technique with
nonprobability sampling. The instrument used in this study is a questionnaire to measure
the knowledge of coastal communities about basic life support. The results showed that the
conventional method was more effective in improving basic life support knowledge of
coastal communities (p = 0.028). The success of the learning method is influenced by
several factors including the media, the characteristics of the recipient of the material and
the length of material administration
Pengetahuan n Mean P
Metode konvensional 15 4,4 0,028
Metode audiovisual 15 2,8
Daftar Rujukan
1. Fatimah, Wulandari IS, Agussafutri
WD. Nursing Care(
Emergency).
http://digilib.stikeskusumahusada.ac
.id/re po/disk1/29/01-gdl-
fatimahnim-1444-1- artikel-h.pdf.
2. AHA. of the 2015 American Heart
Association. 2015;
3. Alfani M. Perbedaan Efektivitas
Program Public Safety Center (PSC) 119 Mataram Emergency Medical Service
(MEMS)
1
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Univesitas Negeri Semarang, Indonesia
Sejarah Artikel: Pemerintah Kota Mataram meluncurkan program PSC 119 MEMS untuk meningkatkan kualitas
Diterima 3 Februari 2020 pelayanan di bidang kesehatan Penelitian dilakukan pada Februari hingga Juli 2019 di RSUD
Disetujui 15 April 2020 Kota Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program PSC 119 MEMS. Jenis
Dipublikasikan 30 April penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan rancangan penelitian studi kasus.
2020 Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara. Fokus penelitian ini yaitu evaluasi
program PSC 119 MEMS di RSUD Kota Mataram. Metode evaluasi menggunakan CIPP
Keywords: (konteks, input, proses, produk). Informan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang yang terdiri
Program Evaluation, dari 5 informan utama yaitu kepala instalasi IGD, 1 dokter, 1 perawat, 1 operator, dan 1 humas
SPGDT, PSC 119 serta 10 informan triangulasi. Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling. Teknik
analisis data menggunakan metode Miles & Huberman. Hasil penelitian ini yaitu terdapat tiga
DOI: ambulan yang belum sesuai dengan standar, mayoritas petugas belum memiliki sertifikat BTCLS
https://doi.org/10.15294 dan tidak terdapat SOP Tindakan. Simpulan penelitian ini adalah evaluasi program dapat
/higeia/v4i2/33673 membantu mengetahui kekurangan dalam pelaksanaan program.
Abstract
The Mataram City Government launched the PSC 119 MEMS program to improve the quality of services in
the health sector. This research was conducted in February to July 2019 in the City Hospital of Mataram.
This
study aimed to evaluate the PSC 119 MEMS program. This type of research used qualitative research
method,
with a case study research design. The research instrument used interview guidelines. This research
focused at
evaluation of the 119 MEMS PSC program in Mataram City Hospital. The evaluation method used CIPP
(Context, Input, Process, Product). There were 15 informants in this study. Informants were determined by
purposive sampled technique. Data analysis techniques used the Miles & Huberman method. There were
three
ambulances that were not in accordance with the standard, the majority of officers did not yet had a BTCLS
certificate and no SOP of Actions were resulted from this study. The conclusion of this research was helped
identify deficiencies in program implementation..
Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E- e ISSN 1475-222656
mail: praditanurmalia@gmail.com
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)
kasus kegawatdaruratan
PENDAHULUAN
tersebut, mendorong Kementerian Kesehatan
Kejadian gawat darurat dapat terjadi untuk melakukan terobosan baru guna
kapan saja dan di mana saja. Diperlukan meningkatkan layanan kegawatdaruratan yaitu
penanganan segera agar tidak Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
menimbulkan kecacatan permanen. Terpadu (SPGDT). Sistem komunikasi SPGDT
Kejadian gawat darurat dapat disebabkan melalui telepon dengan satu kode akses nomor
antara lain karena bencana alam maupun tertentu, yang disebut dengan Pusat Komando
non alam. Bencana non alam diantaranya Nasional atau disebut National Command
seperti kecelakaan, kebakaran, dan Center (NCC) yang akan memberikan
penyakit Dalam beberapa tahun terakhir pelayanan selama 24 jam untuk mempermudah
terjadi pergeseran pola penyakit dimana akses pelayanan kegawat-
tiga peringkat tertinggi yang menjadi
beban di Indonesia yaitu stroke pada
peringkat pertama, diikuti kecelakaan lalu
lintas dan jantung iskemik.
Selain pergeseran beban penyakit,
Indonesia juga dihadapkan pada ancaman
bencana alam. Indonesia terletak di
pertemuan empat lempeng tektonik dan
barisan gunung berapi dari ujung barat
sampai ujung timur. Keadaan geografis ini
memberikan resiko bencana alam seperti
erupsi gunung berapi, gempa tektonik,
tsunami, dan sebagainya (Pusponegoro,
2016).
Dalam kurun waktu lima terakhir,
proporsi korban meninggal berdasarkan
bencana tertinggi disebabkan oleh gempa
bumi dan tsunami sebanyak 28,6 % atau
2615 jiwa, diikuti dengan kecelakaan lalu
lintas sebanyak 25,1 % atau 2299 jiwa.
Peningkatan signifikan terjadi pada 2017
hingga 2018 yaitu dari 900 jiwa menjadi
4198 jiwa dari total keseluruhan kejadian
bencana. Pada kurun waktu yang sama
menurut BNPB, korban meninggal dan
hilang paling tinggi disebabkan oleh tanah
longsor dengan jumlah korban 1022 jiwa,
diikuti dengan kecelakaan transportasi
sebanyak 986 jiwa.
Dengan meningkatnya
Pradita, N., Irwan, B. / Program Public Safety / HIGEIA 4 (2) (2020)
kepolisian,
Badan
Penanganan
Bencana
Daerah
(BPBD),
SAR, dan
Pemadam
Kebakaran
untuk
mewujudkan
safe
community.
PSC 119
MEMS
berupaya
untuk
menjadi
barometer
pelayanan
kegawatdarur
atan di
wilayah
NTB. Selain
itu,
Gambar 1. Alur Penanganan PSC 119 MEMS
PSC 119 MEMS juga berupaya menjadi penanganan PSC 119 MEMS dapat dilihat
pusat pelatihan kegawat daruratan. pada Gambar 1.
Call center PSC 119 MEMS ini Alur PSC 119 MEMS tersebut
merupakan sistem terpadu yang merupakan tahapan dalam proses pelayanan
menangani masalah kesehatan prehospital emergency. Tidak dipungkiri dari penanganan
yang didukung sistem informasi. Petugas yang terstruktur mengalami perubahan yang
dapat memantau secara online melalui terjadi dalam pelayanan PSC 119 MEMS
monitor peta fasilitas kesehatan, GPS
ambulance, laporan tim ambulance PSC
119 MEMS dalam bentuk data maupun
gambar yang dikirim melalui tab android.
Alur penanganan dimulai dari pasien
yang menelepon ke call center PSC 119
MEMS di terima oleh call taker yang
menanyakan kepada pasien mengenai
keluhan atau informasi yang ingin
diperoleh. Apabila panggilan tersebut
merupakan panggilan gawat darurat, maka
call taker akan meneruskan panggilan
tersebut ke call dispatcher agar
menugaskan kepada petugas untuk
mneuju lokasi penelepon, kemudian
pasien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapakan penanganan medis. Alur
selama 5 tahun berturut-turut. PSC 119 MEMS, dimana tujuan program
Perubahan yang terjadi tidak hanya PSC
sumber daya manusianya saja 119 MEMS yaitu memberikan
melainkan dari fasilitas dan pertolongan pertama atas kasus
menejemennya. Terdapat empat kegawatdaruratan medis yang terjadi di
aspek dalam evaluasi program PSC masyarakat.
119 MEMS, yaitu konteks, input, Bedasarkan PERMENKES Nomor
proses, dan produk. Indikator dalam 19 tahun 2016, Sistem Penanggulangan
evaluasi konteks, terdiri dari Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
tujuan dan sasaran bertujuan untuk meningkatkan akses dan
program. Berdasarkan hasil mutu pelayanan kegawatdaruratan.
penelitian tujuan pelaksanaan Bedasarkan PERMENKES Nomor 19
program PSC 119 MEMS yaitu tahun 2016, Sistem Penanggulangan
untuk meningkatkan akses Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
masyarakat terhadap pelayanan bertujuan untuk meningkatkan akses dan
kegawatdaruratan. Hal mutu pelayanan kegawatdaruratan.
tersebut sesuai dengan SPGDT atau yang di negara lain disebut
Peraturan Walikota Mataram Nomor Emergency Medical Service (EMS)
11 Tahun 2019 tentang Pembentukan berfokus pada penyediaan perawatan tepat
waktu untuk para korban cedera penanganan kegawat daruratan di lokasi
mendadak dan mengancam jiwa atau kejadian dan transportasi ke rumah sakit
keadaan darurat untuk mencegah terhadap kasus yang terjadi dalam wilayah
kematian atau kesakitan Kota Mataram. Mekanisme pemberian jaminan
Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana dimaksud sesuai Standar
diketahui sasaran program PSC 119 Operasional Prosedur (SOP) yang diatur
MEMS adalah seluruh warga masyarakat dengan keputusan Direktur RSUD.
yang mengalami kondisi gawat darurat di Dalam evaluasi input, indikator yang
wilayah Kota Mataram, sedangkan warga akan dibahas yaitu ketersediaan sumber dana,
masyarakat yang mengalami kondisi ketersediaan sarana dan prasarana, prosedur
gawat darurat di luar Kota Mataram akan kerja san strategi program. Dalam pelaksanaan
dikenakan biaya. Hal tersebut sesuai program dibutuhkan sumber dana agar
dengan Peraturan Walikota Mataram program dapat berjalan sesuai dengan yang
Nomor 11 Tahun 2019 tentang diharapkan. Sumber dana yang ada digunakan
Pembentukan PSC 119 MEMS dimana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sasaran pelayanan PSC 119 MEMS adalah operasional program. Dalam memenuhi
seluruh masyarakat Kota Mataram dan kebutuhan operasional PSC 119 MEMS,
luar Kota Mataram yang mengalami RSUD Kota Mataram menerapkan pola
kondisi gawat darurat di wilayah Kota keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Mataram. Penerapan pola keuangan Badan Layanan
Pemerintah Kota Mataram Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan Surat
memberikan jaminan pembiayaan untuk Keputusan Walikota Mataram Nomor
565/II/2010.
pemerintah daerah yang dibentuk untuk
Berdasarkan Peraturan Menteri
memberikan pelayanan kepada
Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
masyarakat berupa penyediaan barang
Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
dan/atau jasa yang dijual tanpa
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah,
mengutamakan mencari keuntungan, dan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
dalam melakukan kegiatannya didasarkan
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
atau Unit Kerja pada Satuan Kerja
Oleh karena itu pengadaan barang di
Perangkat Daerah di lingkungan
RSUD Kota Mataram disesuaikan dengan
kebutuhan.
Indikator lain dalam evaluasi input
yaitu ketersedian sarana dan prasarana.
Berdasarkan hasil penelitian sarana yang
digunakan untuk penjemputan pasien
gawat darurat adalah mobil ambulan yang
terdiri dari dua mobil APV, Travello,
Hiace dan Luxio.
Pada mobil APV Baru hanya terdapat
stretcher, selimut, long spine board,scoope
stretcher, head immobilizer, dan suction.
Sedangkan kelengkapan alat pada APV Lama yaitu
stretcher, scope stretcher, tabung oksigen dan
suction. Pada mobil Luxio ketidaklengkapan
terletak dari tidak adanya selimut, traction splint,
dan monitor. Sedangkan ambulan yang terdiri dari
peralatan lengkap yaitu Travello dan Hiace karena
terdiri dari stretcher, selimut, long spine board,
scoope stretcher, cervcal colar, head mobilizer,
streper, kandrik extraction device, air splint/bidai,
traction splint, monitor, tabung oksigen, suction,
defibrillator, dan ventilator.
DAFTAR PUSTAKA
8.