Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT
 
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan
asuhan keperawatan di ruangan gawat darurat. asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi
masalah biologi, psikologi dan sosial klien, baik aktual maupun potensial  yang timbul secara
bertahap maupun mendadak.

Kegiatan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan sistematikan proses keperawatan


yang merupakan suatu metode ilmiah dan panduan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas dalam rangka mengatasi masalah kesehatan pasien

Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A.    Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
B.     Breathing dan ventilasi
C.     Circulation dengan kontrol perdarahan
D.    Disability
E.     Exposure control, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi
 
I. PENGKAJIAN

Standard : perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di
awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam
lingkup kegawatdaruratan.
Keluaran : adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat
Proses : pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah
keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian dalam dua bagian : pengkajian primer
dan pengkajian skunder.

 Pengkajian primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual/potensial dari
kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk
mempertahankan hidup).
A.    Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
Kaji :
1)      Bersihkan jalan nafas
2)      Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3)      Distress pernafasan
4)      Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B.     Breathing dan ventilasi
Kaji :
1.      Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
2.      Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3.      Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C.     Circulation dengan kontrol perdarahan
Kaji :
1)      Denyut nadi karotis
2)      Tekanan darah
3)      Warna kulit, kelembaban kulit
4)      Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D.    Disability
Kaji :
1)      Tingkat kesadaran
2)      Gerakan ekstremitas
3)      Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak
berespons/un responsive (U)
4)      Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
E.     Exposure
Kaji :
 Pengkajian sekunder

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan circulation yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat
keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.

F.      Fahrenheit (suhu tubuh)


Kaji :
1.      Suhu tubuh
2.      Suhu lingkungan

G.    Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny


Kaji :
1.      Tekanan darah
2.      Irama dan kekuatan nadi
3.      Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
4.      Saturasi oksigen

H.    Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki)


Pengkajian Head to toe
a.       Riwayat Penyakit
1)      Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
2)      Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit
3)      Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
4)      Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh yang mana, gunakan : provoked (P),
quality (Q), radian (R), severity (S) dan time (T)
5)      Kapan makan terakhir
6)      Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi pembedahan/kehamilan
7)      Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan
riwayat alergi klien.
8)      Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
b.      Pengkajian kepala, leher dan wajah
1)      Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta
benda asing.
2)      Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan, benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan
serta adanya keluaran
3)      Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah, kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.
4)      Kaji adanya kaku leher
5)      Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena leher, perdarahan, edema, kesulitan
menelan, emfisema subcutan dan krepitas pada tulang.
c.       Pengkajian dada
1)      Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
2)      Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
3)      Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
4)      Amati penggunaan otot bantu nafas
d.      Abdomen dan  pelvis
Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
1)      Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
2)      Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi abdomen, jejas.
3)      Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
4)      Nadi femoralis
5)      Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
6)      Bising usus
7)      Distensi abdomen
8)      Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus, ekimosis, tonus spinkter ani
e.       Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi :
1)      Tanda-tanda injuri eksternal
2)      Nyeri
3)      Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
4)      Sensasi keempat anggota gerak
5)      Warna kulit
6)      Denyut nadi perifer
f.       Tulang belakang
f.       Tulang belakang
Pengkajian tulang belakang meliputi :
1)      Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien dimiringkan
untuk mengamati :
-          Deformitas tulang belakang
-          Tanda-tanda perdarahan
-          Laserasi
-          Jejas
-          Luka
2)      Palpasi deformitas tulang belakang
g.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1)      Radiologi dan scanning
2)      Pemeriksaan laboratorium : Analisa gas darah, darah tepi, elektrolit, urine analisa dan lain-
lain
II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai kategori
urgensi masalah berdasarkan pada sistem triage dan pengkajian yang telah
dilakukan.
Diagnosa Prioritas ditentukan berdasarkan besarnya ancaman
kehidupan : Airway, breathing dan circulation.
keperawatan yang lazim terjadi pada gawat darurat adalah :
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.      Pola nafas tidak efektif
3.      Gangguan pertukaran gas
4.      Gangguan perfusi jaringan perifer
5.      Penurunan curah jantung
6.      Nyeri
7.      Volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan
8.      Gangguan perfusi cerebri
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip di dalam penanganan masalah keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas adalah :
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
a.       Peningkatan produksi sputum
b.      Masuknya benda asing/cairan
c.       Penumpukan sekresi
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
-          Pernafasan reguler, dalam dan kecepatan nafas teratur.
-          Pengembangan dada kiri dan kanan simetris.
-          Batuk efektif, refleks menelan baik.
-          Tanda dan gejala. Observasitruksi pernafasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas (-), wheezing (-)
-          Suara nafas : vesikuler kanan dan kiri
-          Sputum jernih, jumlah normal, tidak berbau dan tidak berwarna.
-          Tanda-tanda sekresi tertahan tidak ada : demam (-), takhikardi (-), takhipneu (-)
Intervensi :
a.       Mandiri
 Auskultasi bunyi nafas, perhatikan apakah ada bunyi nafas abnormal

 Monitor pernafasan, perhatikan rasio inspirasi maupun ekspirasi.

 Berikan posisi semi fowler

 Jauhkan dari polusi lingkungan al : debu, rokok, dll

 Observasiervasi. Karakteristik batuk terus-menerus, atau produksi sputum.

 Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif

 Lakukan suction bila perlu

 Lakukan jaw thrust, chin lift

 Berikan posisi miring sesuai indikasi.


b.      Kolaborasi
-           Berikan O2

-            Pemeriksaan laboratorium analisa gas darah


2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan :
a.       Depresi pernafasan
b.      Kelemahan otot pernafasan
c.       Penurunan ekspansi paru
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
-          Pernafasan reguler, dalam dan kecepatannya teratur
-          Pengembangan dada kiri dan kanan simetris
-          Tanda dan gejala obstruksi pernafasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas   (-), wheezing (-)
-          Suara nafas : vaskuler kiri dan kanan
-          Trakhea midline
-          Analisa gas darah dalam batas normal : PaO2 80-100 mmHg, Saturasi O2 > 95 %, PaCO2 35-45 mmHg, pH 7,35-7,45
Intervensi :
a.       Mandiri
-       Observasi frekuensi, kecepatan, kedalaman dan irama pernafasan.
-       Observasi penggunaan otot bantu pernafasan
-       Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontra indikasi
-       Ajarkan dan anjurkan nafas dalam serta batuk efektif
-       Perhatikan pengembangan dada simetris atau tidak
-       Kaji fokal fremitus dengan meletakkan tangan di punggung pasien sambil pasien menyebutkan angka 99 atau 77
-       Bantu pasien menekan area yang sakit saat batuk
-       Lakukan fisiotherapi dada jika tidak ada kontra indikasi
-       Auskultasi bunyi nafas, perhatikan bila tidak ada ronkhi, wheezing dan erackles.
-       Lakukan suction bila perlu
-       Lakukan pendidikan kesehatan.
 b.      Kolaborasi
-          Pemberian O2 sesuai kebutuhan pasien
-          Pemeriksaan laboratorium / analisa gas darah
-          Pemeriksaan rontgen thorax
-          Intubasi bila pernafasan makin memburuk
-          Pemasangan oro paringeal
-          Pemasangan water seal drainage / WSD
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
a.       Menurunnya suplay O2 (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus)
b.      Kerusakan alveoli
c.       Hipoventilasi
Tujuan : pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil :
-          Analisa gas darah dalam batas normal
-          Warna kulit normal, hangat dan kering
-          Tingkat kesadaran membaik sampai komposmentis
-          Pernafasan reguler, kecepatan dan kedalaman dalam batas normal.
Intervensi :
a.       Mandiri
  Kaji frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan, nafas mulut, penggunaan otot-otot pernafasan, dyspnoe, ketidakmampuan bicara

 Tinggikan tempat tidur 30-45 derajat

 Kaji warna kulit, kuku dan membran mukosa (adanya sianosis)

 Ajarkan mengeluarkan sputum dengan teknik batuk efektif.

 Lakukan suction bila diindikasikan

 Auskultasi bunyi nafas adanya suara ronkhi, wheezing, dan crakles

 Awasi tingkat kesadaran

 Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung

b.      Kolaborasi :
-       Pemberian oksigen
 4.      Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan :
 a.       Menurunnya aliran darah karena vasokontriksi

 b.      Hipovolemik

 c.       Trauma jaringan/tulang

 Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi

 

 Kriteria hasil :

 o   Akral hangat

 o   Tanda-tanda vital dalam batas normal

 o   Capilary fill time < 2 “

 o   Urin output 1 ml/kgBB/jam

 o   Analisa gas darah normal

 Intervensi :

 a.       Mandiri

 §  Observasi perubahan yang tiba-tiba (gangguan mental)

 §  Kaji adanya pucat (akral dingin)

 §  Observasi tanda-tanda vital

 §  Kaji kekuatan nadi perifer

 §  Kaji tanda-tanda dehidrasi

 §  Observasi intake dan output cairan

 §  Meninggikan daerah yang cedera kecuali ada kontra indikasi

 §  Observasi tanda-tanda iskemik ekstremitas tiba-tiba misalnya penurunan suhu, peningkatan nyeri.

 §  Lakukan kompres es pada daerah sekitar fraktur pada saat terjadi bengkak.

 b.      Kolaborasi

 -          Pemeriksaan laboratirum lengkap

 -          Pemberian cairan infus sesuai indikasi

 -          Pemeriksaan radiology

 -          Perekaman elektro kardiogram

 -          Pemberian obat-obatan sesuai indikasi


PENGKAJIAN PRIMER DAN
SEKUNDER
BANTUAN HIDUP LANJUT
(ADVANCED LIFE SUPPORT)
BANTUAN HIDUP DASAR
DEFINISI
 Bantuan hidup lanjut / BHL adalah usaha yang dilakukan
setelah dilakukan bantuan hidup dasar dengan
memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang
hidup pasien.
BANTUAN HIDUP LANJUT
 BHD + DEF
 D = DRUGS

 E= EKG

 F= FIBRILATION
BHD
Cara mempertahankan jalan napas, memberikan bantuan
napas dan mempertahankan sirkulasi yang merupakan
dasar kehidupan tanpa menggunakan peralatan medis.
INDIKASI
 Henti napas
 Henti jantung
TUJUAN
 Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya
respirasi
 Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan
ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau
henti napas melalui RJP
TAHAP BHD
 A = AIRWAY
 B= BREATHING

 C= CIRCULATION
TAHAP AWAL
 Pastikan keamanan lingkungan
 Pastikan kesadaran pasien

 Minta pertolongan

 Perbaiki posisi korban

 Atur posisi penolong


Jika ditemukan masalah pada ABC

RESUSITASI
CHAIN OF SURVIVAL
PERIKSA KESADARAN

SUARA
SENTUH
NYERI
PERIKSA KESADARAN

SUARA
SENTUH
NYERI
BUKA JALAN NAPAS
PASTIKAN JALAN NAPAS TIDAK
TERSUMBAT

ANGKAT DAGU
TEKAN DAHI
PERIKSA PERNAPASAN

L : LIHAT

D : DENGAR

R : RASAKAN

5 – 10 DETIK
JIKA TIDAK BERNAPAS

TIUPAN AWAL 2 KALI


LANJUTKAN DENGAN
RESUSITASI JANTUNG PARU
TAHAPAN RJP

TITIK TEKAN
TAHAPAN RJP
LAKUKAN PIJATAN DADA

Kedalaman 4-5 cm

Kecepatan 100x/mnt

30 Kali Pijatan
TAHAPAN RJP

2 KALI TIUPAN
TAHAPAN RJP

 Lakukan selama 5 Siklus


 Periksa kembali napas dan nadi
 Jika nadi masih tidak teraba, lanjutkan RJP dengan
setiap 2 menit periksa napas dan nadi
 Jika nadi sudah teraba namun napas belum ada,
lanjutkan napas dengan 1 tiupan tiap 5 - 6 detik
TAHAPAN RJP

RJP DIHENTIKAN JIKA

 Penderita pulih
 Digantikan oleh tenaga ahli
 Terdapat tanda – tanda pasti kematian
 Jika penolong sudah kelelahan
POSISI PEMULIHAN
DRUGS
Penting Berguna

 Adrenalin • Isoproterenol
 Natrium bikarbonat
• Propanolol
 Sulfat atropin
• Kortikosteroid
 Lidokain
ADRENALIN
 Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta,
 0,5 – 1 mg iv diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan

 meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi,


fibrilasi ventrikel
 Ketika mengatasi henti jantung VF/VT, adrenaline 1 mg
diberikan begitu kompresi dada dimulai kembali setelah
pemberikan tiga kali kejut listrik dan selanjutnya tiap 3-5
menit (selama perubahan siklus RKP).
NATRIUM BICARBONAT
 melawan metabolik asidosis
 dosis awal : 1 mEq/kgBB IV

 begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian


harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis,
takhiaritmia dan hiperosmolalitas.
SULFAT ATROPIN
 Mengurangi tonus vagus , memudahkan konduksi
atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada
keadaan sinus bradikardi.
 Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan
sinus bradikardi sekunder karena infark miokard,
terutama bila ada hipotensi.
 Dosis ½ mg IV. Sebagai bolus dan diulang dalam
interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit
 Pemberian atropine secara rutin tidak lagi
direkomendasikan untuk kasus asistol atau pulseless
electrical activity (PEA).

Pulseless electrical activity (PEA) merupakan suatu kondisi di mana tidak


terdapat denyut arteri teraba yang mampu menghasilkan curah jantung
meskipun masih ada aktivitas listrik jantung. Pasien masih mengalami
kontraksi miokardial namun terlalu lemah untuk menghasilkan denyut arteri
atau tekanan darah – hal ini kadang disebut sebagai pseudo-PEA. PEA dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi reversibel yang dapat dikoreksi. Pasien
yang bertahan hidup dari henti jantung asistol atau PEA jarang terjadi,
meskipun penyebab reversibel telah ditemukan dan diberi tatalaksana secara
efektif.
LIDOKAIN
 Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek
antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi
listrik dari ventrikel selama diastole.
 efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah
kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang
berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel
prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi
ventrikel.
 Dosis 50-100 mg IV sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa
diulang bila perlu.
 Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg/menit,
biasanya tidak lebih dari 4 mg/menit, berupa lidocaine
500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml)
ISOPROTERENOL
 Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera
(bradikardi hebat karena complete heart block).
 untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi
dengan Atropine
 diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20
mg/menit (1- 10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml
dectrose 5 %)
 untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60
kali/menit.
PROPANOLOL
 Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya
untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang
atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung
tidak dapat diatasi dengan Lidocaine.
 Dosis 1 mg IV, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan
pengawasan yang ketat
KORTIKOSTEROID
 syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung ,
5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1
mg/kgBB dexamethasone fosfat
 edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl
prednisolon sodium succinate tiap 6 jam
 Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post
aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg
tiap 6 jam
E (EKG)
 Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya
fibrilasi ventrikel dan monitoring.

Gelombang listrik tidak teratur baik


amplitudo maupun frekuensinya
F: (FIBRILATION TREATMENT)
 Terapi definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan
belum ada satu obatpun yang dapat menghilangkan
fibrilasi.
 Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
DEFIBRILASI
 Shock awal yang diberikan dari defibrilator bifasik tidak
boleh lebih 150 J. Besarnya energi untuk defibrikator
monofasik tetap 360 J.
 Untuk shock kedua dan selanjutnya bisa tetap atau lebih
ditingkatkan.
 Jumlah shock : tunggal atau tiga shock.
Selama RKP
 RKP harus berkualitas: laju, kedalaman, pengembangan dada/recoil
 Rencanakan tindakan dengan cermat sebelum menginterupsi RKP
 Berikan oksigen
 Pertimbangkan tindakan jalan napas dan kapnografi
 Melakukan kompresi dada secara berkelanjutan ketika jalan napas telah
terpasang
 Akses vaskuler (intravena, intraosseus)
 Berikan adrenaline tiap 3-5 menit
 Koreksi penyebab henti jantung yang reversibel

Penyebab Henti Jantung yang Reversibel


 hipoksia
 hipovolemia
 hipo/hiperkalemia/metabolik
 hipotermia
 trombosis – koroner atau pulmoner
 tamponade – jantung
 Toksin/ racun
 tension pneumothoraks
PENATALAKSANAAN HENTI JANTUNG YANG
DAPAT DIBERI KEJUT LISTRIK (VF/VT)
1. bila terjadi henti jantung – periksa tanda-tanda
kehidupan atau jika terlatih, lakukan pemeriksaan
napas dan denyut secara simultan
2. panggil bantuan tim resusitasi
3. lakukan kompresi dada yang tak terinterupsi sambil
memasang alat defibrilasi sekaligus alat pemantau
jantung – satu di bawah klavikula kanan dan satunya di
posisi lead V6 di garis midaksilaris
4. rencanakan tindakan dengan baik sebelum menghentikan
RKP untuk menganalisis ritme jantung dan berkomunikasi
dengan anggota tim resusitasi lainnya
5. hentikan kompresi dada: konfirmasi tanda-tanda VF dari
EKG lanjutkan kompresi dada sementara
6. pada waktu yang bersamaan, anggota lainnya melakukan
pengaturan defibrilator (150-200 J bifasik untuk kejutan
yang pertama, lalu 150-360 J bifasik untuk kejutan
berikutnya) kemudian menekan tombol isi ulang/charge.
7. Ketika defibrilator sedang mengisi, peringatkan ke
semua penolong kecuali yang sedang melakukan
kompresi dada, agar melakukan “stand clear” dan
melepaskan semua peralatan penghantar oksigen.
Pastikan bahwa penolong yang mengompresi dada
merupakan satu-satunya orang yang menyentuh pasien
8. Ketika defibrilator telah terisi penuh, beritahu penolong
yang sedang mengompresi dada untuk minggir/stand
clear; jika sudah aman, maka berikan kejutan
9. Tanpa memeriksa ulang ritme jantung maupun
mengecek denyut nadi, lanjutkan RKP dengan rasio 30:2,
yang diawali dengan kompresi dada
10. Lanjutkan RKP selama 2 menit; sementara itu, ketua
tim menyiapkan tim untuk jeda RKP berikutnya
11. Hentikan kompresi sesaat untuk mengecek monitor
12. Jika pada monitor terlihat VF/VT, maka ulangi langkah
1-6 lalu berikan kejutan kedua
13. Jika tetap VF/VT, maka ulangi langkah 6-8 lalu berikan
kejtan ketiga. Lanjutkan kompresi dada sesegera
mungkin lalu berikan adrenaline 1 mg IV dan
amiodarone 300 mg IV sambil melanjutkan RKP selama
2 menit
14. Ulangi urutan <RKP 2 menit – cek ritme/denyut –
defibrilasi> ini jika masih VF/VT

15. Berikan adrenaline tambahan 1 mg IV tiap akhir


kejutan (tiap 3-5 menit)
Jika aktivitas elektrik yang teratur serta curah jantung mulai
terdeteksi, maka segera cari tanda-tanda Return Of
Spontaneous Circulation (ROSC):
 Periksa denyut sentral dan jejak end-tidal CO 2 jika

tersedia
 Jika terdapat bukti ROSC, segera mulai perawatan pasca-
resusitasi
 Jika tidak ada tanda-tanda ROSC, lanjutkan RKP dan
segera mulai algoritma untuk kasus henti jantung non-
shockable (ritme jantung yang tak dapat diberi kejut
listrik).
 Ritme jantung yang non-shockable/tidak dapat diberi
kejut listrik (PEA dan asistol)
LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENGATASI
PEA
 Mulai RKP 30:2
 Berikan adrenaline 1 mg sesegera mungkin ketika akses intravaskuler berhasil
didapatkan
 Lanjutkan RKP 30:2 hingga jalan napas berhasil diamankan, lalu lanjutkan
kompresi dada tanpa henti selama memberikan ventilasi
 Pertimbangkan penyebab reversibel PEA dan koreksi penyebab tersebut jika telah
diidentifikasi
 Periksa ulang pasien setelah 2 menit

 Jika tetap tiddak terdapat denyutan dan tidak ada perubahan pada tampilan
EKG, maka:
 Lanjutkan RKP

 Periksa ulang pasien setelah 2 menit dan lakukan secara berurutan

 Berikan adrenaline tambahan 1 mg tiap 3-5 menit (tiap pergantian siklus)

 Jika timbul VF/VT, segera jalankan algoritma shockable

 Jika terjadi denyut, mulai perawatan pasca-resusitasi


LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN ASISTOL
Mulai RKP 30:2
Tanpa menghentikan RKP, pastian lead telah terpasang dengan benar
Berikan adrenaline 1 mg sesegera mungkin saat akses intravaskuler telah ada
Lanjutkan RKP 30:2 hingga jalan napas diamankan, lalu lanjutkan kompresi
dada tanpa jeda selama pemberian ventilasi
Pertimbangkan penyebab PEA dan koreksi sesegera mungkin
Periksa ulang ritme jantung setelah 2 menit dan lakukan secara berurutan
Jika timbul VF/VT, segera jalankan algoritma shockable
Berikan adrenaline 1 mg IV tiap 3-5 menit (tiap pergantian siklus)

Kapanpun diagnosis asistol ditegakkan, periksa EKG secara hati-hati untuk


memastikan adanya gelombang P karena pasien dapat merespon pacu jantung
ketika terdapat gelombang P. Tidak ada gunanya melakukan pacu jantung pada
keadaan asistol sejati.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai