Anda di halaman 1dari 18

Spesifikasi Perancangan, Pelaksanaan dan Pelaporan Penelitian dalam

Bidang Pendidikan Biologi Melalui Desain Penelitian Kualitatif


Fenomenologi, Graunded dan Studi Kasus Beserta Sajian Contoh
Permasalahan Yang Dapat Dipecahkannya

Disusun oleh :

1. Burhan Mudzakir 19725251019


2. Dewi Puspo Rini 19725251032
3. Yuaning Tyas Ayu Murti 19725251034

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019

i
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian kualitatif memiliki tujuan, yang berhubungan dengan memahami aspek-aspek


kehidupan sosial, dan metode yang (pada umumnya) menghasilkan kata-kata, bukan angka,
sebagai data untuk dilakukan analisis. Secara umum penelitian kualitatif mempunyai dua
tujuan yaitu, “untuk menggambarkan dan mengungkap serta untuk menggambarkan dan
menjelaskan”. Metode kualitatif umumnya berguna untuk menjawab pertanyaan tentang “apa”,
“bagaimana”, atau “mengapa” dari sebuah fenomena daripada “berapa banyak” seperti yang
dilakukan pada metode kuantitatif. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada deskriptif
holistik yang menjelaskan secara detail tentang kegiatan atau situasi yang sedang berlangsung
daripada membandingkan efek perlakuan tertentu atau menjelaskan tentang sikap atau perilaku
orang.
Penelitian kualitatif adalah penelititan yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dll. Secara garis besar, penelitian dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek. Beberapa
aspek tersebut adalah aspek tujuan, aspek metode, dan aspek kajian. Berdasarkan pendekatan,
secara garis besar dibedakan dua macam penelitian yaitu, penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif. Keduanya memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur penelitian berbeda.
Penelitian kualitatif memiliki 5 jenis penelitian yang dapat digunakan yaitu : etnografis,
fenomenologi, historis, studi kasus, grounded theory dsb. Penelitian kualitatif lebih banyak
digunakan untuk meneliti permasalahan sosial daripada pendidikan. Untuk lebih memahami
bagaimana jenis penelitian kualitatif dilakukan maka akan dibahas 3 jenis penelitian yaitu
fenomenologi, grounded theory dan studi kasus di bidang pendidikan biologi.

B. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud penelitian fenomenologi?
 Bagaimana spesifikasi dan perancangan jenis penelitian fenomenologi?
 Apa yang dimaksud penelitian grounded theory?
 Bagaimana spesifikasi dan perancangan jenis penelitian grounded theory?
 Apa yang dimaksud penelitian studi kasus?
 Bagaimana spesifikasi dan perancangan jenis penelitian studi kasus?

2
C. Tujuan
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penelitian fenomenologi, grounded
theory, dan studi kasus
 Untuk memahami spesifikasi dan perancangan jenis penelitian fenomenologi,
grounded theory dan studi kasus

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penelitian Fenomenologi

Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomenadan


logos.Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai”yang berarti menampak, dan
terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari
kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa indonesia
artinya cahaya. Secara harfiah diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.
Fenomenologi dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu
“menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena
dari sudut kesadaran kita karena fenomenologi berdaa dalam kesadaran kita. Fenomenologi
juga merupakan pendekata filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia..
Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang ada dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode
tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting
yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualias yang
esensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith et al.,
2009). Konsep lain dari fenomenologi yaitu intensionalitas dan intersubyektifitas dan juga
dikenal istilah phenomenologik hermeneutik yang diperkenalkan oleh Heidegger.
Penelitian fenomenologi fokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran
individu yang disebut sebagai intensionalitas. Dalam fenomenologi, pengalaman atau
kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat adalah meelihat sesuatu, mengingta
adalah mengingat sesuatu, menilai adalah eniai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyekdari
kesadaran yang telah distimulasi oleh persepsi dari sebuah obyek yang real atau melalui
tindakan mengingat atau daya cipta (Smith et al., 2009).

Analisis Data dalam Penelitian Fenomenologi


Data dari fenemena sosial yang diteliti dapat dikumpulkan dengan berbagai cara,
diantaranya observasi dan interview, baik interview mendalam (in-depth interview). In
depth dalam penelitian fenomenologi bermakna mencari sesuatu yang mendalam untuk
mendapatkan satu pemahaman yang mendetail tentang fenomena sisoal dan pendidikan
yang diteliti. In-depth juga bermakna menuju pada sesuatu yang mendalam guna

4
mendapatkan sense dari yang nampaknya straight-forward secara aktual secara potensial
lebih complicated. Pada sisi lain peneliti juga harus memformulasikan kebenaran
peristiwa/ kejadian dengan pewawancaraan mendalam ataupun interview. Data yang
diperoleh dengan in-depth interview dapat dianalisis proses analisis data dengan
Interpretative Phenomenological Analysis sebagaiman ditulis oleh Smith (2009).
Tahap-tahap Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan sebagai
berikut: 1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing Emergent themes; 4)
Searching for connections across emergent themes; 5) Moving the next cases; and 6)
Looking for patterns across cases. Masing-masing tahap analisis diuraikan sebagai
berikut:
1. Reading and Re-reading
Dengan membaca dan membaca kembali peneliti menenggelamkan diri dalam data
yang original. Bentuk kegiatan tahap ini adalah menuliskan transkrip interviu dari rekaman
audio ke dalam transkrip dalam bentuk tulisan. Rekaman audio yang digunakan oleh
peneliti dipandang lebih membantu pendengaran peneliti dari pada transkrip dalam bentuk
tulisan. Imaginasi kata-kata dari partisipan ketika dibaca dan dibaca kembali oleh peneliti
dari transkrip akan membantu analisis yang lebih komplit. Tahap ini di laksanakan untuk
memberikan keyakinan bahwa partisipan penelitian benar-benar menjadi fokus analisis.
Peneliti memulai proses ini dengan anggapan bahwa setiap kata-kata partisipant
sangat penting untuk masuk dalam fase analisis dan data kata-kata itu diperlakukan secara
aktif. Membaca kembali data dengan model keseluruhan struktur interviu untuk
selanjutnya dikembangkan, dan juga memberikan kesempatan pada peneliti untuk
memperoleh pemahaman mengenai bagaimana narasi-narasi partisipant secara bersama-
sama dapat terbagi dalam beberapa bagian. Dengan membaca dan membaca kembali juga
memudahkan penilaian mengenai bagaimana hubungan dan kepercayaan yang dibangun
antar interviu dan kemudian memunculkan letak-letak dari bagian-bagian yang kaya dan
lebih detail atau sebenarnya kontradiksi dan paradox.
2. Initial Noting
Analisis tahap awal ini sangat mendetail dan mungkin menghabiskan waktu. Tahap
ini menguji isi/konten dari kata, kalimat dan bahasa yang digunakan partisipan dalam level
eksploratori. Analisis ini menjaga kelangsungan pemikiran yang terbuka (open mind) dan
mencatat segala sesuatu yang menarik dalam transkrip. Proses ini menumbuhkan dan
membuat sikap yang lebih familier terhadap transkrip data. Selain itu tahap ini juga
memulai mengidentifikasi secara spesifik cara-cara partisipan mengatakan tentang

5
sesuatu, memahami dan memikirkan mengenai isu-isu. Tahap 1 dan 2 ini melebur, dalam
praktiknya dimulai dengan membuat catatan pada transkrip. Peneliti memulai aktifitas
dengan membaca, kemudian membuat catatan eksploratori atau catatan umum yang dapat
ditambahkan dengan membaca berikutnya.
Analisis ini hampir sama dengan analisis tekstual bebas. Di sini tidak ada aturan
apakah dikomentari atau tanpa persyaratan seperti membagi teks kedalam unit-unit makna
dan memberikan komentar-komentar pada masing-masing unit. Analisis ini dilakukan
dengan tujuan untuk menghasilkan seperangkat catatan dan komentar yang komprehensif
dan mendetail mengenai data. Beberapa bagian dari interviu mengandung data penelitian
lebih banyak dari pada yang lain dan akan lebih banyak makna dan komentar yang
diberikan. Jadi pada tahap ini peneliti mulai memberikan komentar dengan menduga pada
apa yang ada pada teks.
Aktifitas ini menggambarkan difusi kebijakan gender pada pola-polanya seperti
hubungan, proses, tempat, peristiwa, nilai dan prinsip-prinsip dan makna dari difusi
kebijakan gender bagi partisipan. Dari sini kemudian dikembangkan dan disamping itu
peneliti akan menemukan lebih banyak catatan interpretatif yang membantu untuk
memahami bagaimana dan mengapa partisipan tertarik dengan kebijakan gnder
mainstreaming.
Deskripsi yang peneliti kembangkan melalui initial notes ini menjadi deskripsi inti
dari komentar-komentar yang jelas merupakan fokus dari fenomenologi dan sangat dekat
dengan makna eksplisit partisipant. Dalam hal ini termasuk melihat bahasa yang mereka
gunakan, memikirkan konteks dari ketertarikan mereka (dalam dunia kehidupan mereka),
dan mengidentifukasi konsep-konsep abstrak yang dapat membantu peneliti membuat
kesadaran adanya pola-pola makna dalam keterangan partisipan.
Data yang asli/original dari transkrip diberikan komentar-komentar dengan
menggunakan ilustrasi komentar eksploratory. Komentar eksploratori dilaksanakan untuk
memperoleh intisari. Komentar eksploratori meliputi komentar deskriptif (descriptive
comment), komentar bahasa (linguistic comment) dan komentar konseptual (conceptual
comment) yang dilakukan secara simultan.
Komentar deskriptif difokuskan pada penggambaran isi/content dari apa yang
dikatakan oleh participant dan subjek dari perkataan dalam transkrip. Komentar bahasa
difokuskan pada catatan eksploratori yang memperhatikan pada penggunaan bahasa yang
spesifik oleh participant. Peneliti fokus pada isi dan dan makna dari bahasa yang
disampaikan. Komentar konseptual ini lebih interpretative difokuskan pada level yang

6
konseptual. Koding yang konseptual ini menggunakan bentuk bentuk yang interogatif
(mempertanyakan).
Dalam pelaksanaannya peneliti akan menggunakan catatan berikut untuk
melakukan analisis pada hard copy dari transkrip, sbb:
Tabel 1. Initial comment
Komentar eksploratory, termasuk:
Transkrip Asli komentar deskriptif, komentar bahasa
(linguistic) dan komentar konseptual.
1. Pertanyaan dalam interview .....................................................................
Pertanyaan partisipant .................... ...................................................................
2. ..................................................

Setelah memberikan komentar eksploratori peneliti melakukan dekonstruksi


(deconstruction). Ini membantu peneliti untuk mengembangkan strategi de-kontekstualisasi
yang membawa peneliti pada fokus yang lebih detail dari setiap kata dan makna dari partisipan
penelitian. De-konstekstualisasi membantu mengembangkan penilaian yang secara alamiah
diberikan pada laporan-laporan partisipan dan dapat menekankan pentingnya konsteks dalam
interviu sebagai keseluruhan, dan membantu untuk melihat interrelationship (saling
hubungan) antar satu pengalaman dengan pengalaman lain.
Setelah dekonstruksi peneliti melakukan tinjauan umum terhadap tulisan catatan awal
(overview of writing initial notes). Langkah ini dilaksanakan dengan memberikan catatan-
catatan eksploratory yang dapat digunakan selama mengeksplore data dengan cara: 1) Peneliti
memulai dari transkrip, menggarisbawahi teks-teks yang kelihatan penting. Pada saat setiap
bagian teks digarisbawahi berusaha juga untuk menuliskan dalam margin keterangan-
keterangan mengapa sesuatu itu dipikirkan dan digarisbawahi dan karena itu sesuatu itu
dianggap penting; 2) Mengasosiasi secara bebas teks-teks dari partisipan, menuliskan apapun
yang muncul dalam pemikiran ketika membaca kalimat-kalimat dan kata-kata tertentu. Ini
adalah proses yang mengalir dengan teks-teks secara detail, mengeksplore perbedaan
pendekatan dari makna yang muncul dan dengan giat menganalisis pada level yang
interpretative.
3. Developing Emergent Themes (Mengembangkan kemunculan tema-tema)
Meskipun transkrip interviu merupakan tempat pusat data, akan tetapi data itu akan
menjadi lebih jelas dengan diberikannya komentar eksploratori (exploratory commenting)
secara komphrehensip. Dengan komentar eksploratori tersebut maka pada seperangkat data

7
muncul atau tumbuh secara substansial. Untuk memunculkan tema-tema peneliti memenej
perubahan data dengan menganalisis secara simultan, berusaha mengurangi volume yang
detail dari data yang berupa transkrip dan catatan awal yang masih ruwet (complexity) untuk
di mapping kesalinghubungannya (interrelationship), hubungan (connection) dan pola-pola
antar catatan eksploratori. Pada tahap ini analisis terutama pada catatatan awal lebih yang dari
sekedar transkrip. Komentar eksploratori yang dilakukan secara komprehensip sangat
mendekatkan pada simpulan dari transktip yang asli.
Analisis komentar-komentar eksploratori untuk mengidentifikasi munculnya tema-
tema termasuk untuk memfokuskan sehingga sebagian besar transkrip menjadi jelas. Proses
mengidentifikasi munculnya tema-tema termasuk kemungkinan peneliti mengobrak-abrik
kembali alur narasi dari interviu jika peneliti pada narasi awal tidak merasa comfortable. Untuk
itu peneliti melakukan reorganisasi data pengalaman partisipan. Proses ini merepresentasikan
lingkaran hermeneutik. Keaslian interviu secara keseluruhan menjadi seperangkat dari bagian
yang dianalisis, tetapi secara bersama-sama menjadi keseluruhan yang baru yang merupakan
akhir dari analisis dalam melukiskan suatu peristiwa dengan terperinci.
Untuk memunculkan tema-tema dari komentar eksploratori menggunakan tabel
pencatatan sebagai berikut:
Tabel 2. Mengembangkan Kemunculan Tema-tema
Komentar eksploratory,
Kemunculan tema-tema Transkrip asli termasuk komentar deskriptif,
komentar bahasa (linguistic)
dan komentar konseptual.
1. ................................. 1. Pertanyaan dalam
2. ................................ interview
Pernyataan participant
...........................
Dst .............................. Dst .............................. Dst ............................

4. Searching for connection a cross emergent themes


Partisipan penelitian memegang peran penting semenjak mengumpulkan data dan
membuat komentar eksploratori. Atau dengan kata lain pengumpulan data dan
pembuatan komentar eksploratori di lakukan dengan berorientasi pada partisipan.
Mencari hubungan antar tema-tema yang muncul dilakukan setelah peneliti menetapkan
seperangkat tema-tema dalam transkrip dan tema-tema telah diurutkan secara kronologis.
Hubungan antar tema-tema ini dikembangkan dalam bentuk grafik atau
mapping/pemetaan dan memikirkan tema-tema yang bersesuaian satu sama lain. Level

8
analisis ini tidak ada ketentuan resmi yang berlaku. Peneliti didorong untuk
mengeksplore dan mengenalkan sesuatu yang baru dari hasil penelitiannya dalam term
pengorganisasian analisis. Tidak semua tema yang muncul harus digabungkan dalam
tahap analisis ini, beberapa tema mungkin akan dibuang. Analisis ini tergantung pada
keseluruhan dari pertanyaan penelitian dan ruang lingkup penelitian.
Mencari makna dari sketsa tema-tema yang muncul dan saling bersesuaian dan
menghasilkan struktur yang memberikan pada peneliti hal-hal yang penting dari semua
data dan aspek-aspek yang menarik dan penting dari keterangan-keterangan partisipan.
Hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi yang mungkin muncul dalam Interpretative
Pheno-menology Analysis selama proses analisis meliputi: Abstraction, Subsumtion,
Polarization, Contextualization, Numeration, dan Function.
5. Moving the next cases
Tahap analisis 1- 4 dilakukan pada setiap satu kasus/partisipan. Jika satu kasus
selesai dan dituliskan hasil analisisnya maka tahap selanjutnya berpindah pada kasus atau
partisipan berikutnya hingga selesai semua kasus. Langkah ini dilakukan pada semua
transkrip partisipan, dengan cara mengulang proses yang sama.
6. Looking for patterns across cases
Tahap akhir merupakan tahap keenam dalam analisis ini adalah mencari pola-pola
yang muncul antar kasus/partisipan. Apakah hubungan yang terjadi antar kasus, dan
bagaimana tema-tema yang ditemukan dalam kasus-kasus yang lain memandu peneliti
melakukan penggambaran dan pelabelan kembali pada tema-tema. Pada tahap ini dibuat
master table dari tema-tema untuk satu kasus atau kelompok kasus dalam sebuah
institusi/ organisasi.

B. Penelitian Grounded Theory


Jenis penelitian grounded theory adalah salah satu jenis penelitian kualitatif yang
pertama kali dikembangkan oleh sosiologo yaitu Barney Glaser dan Anselm Strauss.
Kedua sosiolog tersebut menuliskan 4 buku yaitu “The Discovery of Grounded Theory
(1967), Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative Analysis for Social Scientist (1987)
dan Basics of Qualitative Research Technique (1990)”. Salah satu sifat peneapan dari
grounded theory adalah hanya dapat dikembangkan oleh sosiolog – sosiolog yang terlatif
profesional namun pendapat Glaser dan Strauss tidak dapat bertahan lama. Pada tahun
1978, Glaser memperluas posisi penerapan Grounded Theory menjadi pedoman untuk
disertasi pada ilmu polisik, sosial, pendidikan, sosiologi pendidikan, kesehatan

9
masyarakat, dan administrasi, keperawatan, perencanaan kota dan perencanaan wilayah.
Straus dan Glaser kemudian menggemakan pandangan ini sebagai metodologi
dan satu set metode penelitian yang digunakan oleh peneliti pendidikan, keperawatan,
bisnis, pekerjaan sosial, psikologi, arsitektur, ahli komunikasi, antropologi sosial.
Grounded theory ditetapkan sebagai teori umum oleh glaser dan strauss dari metode
ilmiah yang konsern dengan pembangkitan, elaborasi dan validasi teori ilmu sosial.
Tujuan umum dari penelitian Grounded theory adalah mengkonstruksi teori untuk
memahami suatu fenomena. Fenomena yang dimaksud yakni penjelasan teoritis tentang
fenomena sosial yang sedang di teliti untuk mengembangkan konsep.
Grounded theory berhubungan dengan pengumpulan data yang kemudian sering
dikatakan melakukan induksi secara alami (Morse, 2001). Peneliti ke lapangan tidak
membawa ide sebagai pertimbangan untuk membuktikannya atau tidak. Peneliti
melakukan analisis terkait dengan data yang telah diperoleh dengan analisis komparatif
(constant comparison). Mengawali data dengan refleksif, diteruskan dengan
pembandingan interpretasi mereka yang diterjemahkan dala kode dan kategori.
Menurut Noeng Muhadjir (2002) ada enam model penelitian kualitatif interpretif
yaitu: (1) Model interpretif Geertz (mencari makna dibalik data empirik sensual); (2)
Model Grounded Research Glasser & Strauss (mencari dan merumuskan teori berdasar
data empirik, berlaku universal lewat pembuktian empirik, pengembangan teori
substantif menjadi teori formal); (3) Model Ethnometodologi Bogdan (konsep berfikir
kualitatif tetap terpaku pemikiran kuantitaif seperti konsep validitas, reliabilitas); (4)
Model paradigma naturalistik Guba & Lincoln (paling konsekuen dengan konsep berfikir
kualitatif); (5) Model interaksi simbolik Blumer; dan (6) Konstruktivis Goodman (sistem
interpretasi).
Kebanyakan analisis Grounded Theory yang digunakan oleh Strauss dan Corbin
(1998) terdiri dari tiga langkah pengkodean/coding yaitu: terbuka, aksial, dan
pengkodean selektif. Langkah itu secara gradual menemukan kembali hubungan
diantara elemen yang muncul dalam pengumpulan data yang dapat mengangkat teori.
Dalam proses pemilihan data perlu determinasi konteks dan fenomena yang cocok untuk
penyelidikan penelitian. Kemudian mendefinisikan “topic guide” untuk mengarahkan
pengumpulan data. Ketika melakukan analisis data, peneliti dapat menggunakan open
coding yang sudah ada kategori dan properties data yang relevan.
Prosedur pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory yaitu dengan
wawancara, wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan sumber lain

10
seperti dokumen pemerintah, kaset video, surat kabar, surat dan buku yang dapat
memberikan penjelasan mengenai hal yang diteliti. Hasil interview atau
pencatatan/perekaman (audio dan video) interaksi dan atau kejadian dijelaskan atau
dituliskan kembali.
Langkah-langkah dalam penelitian menggunakan Grounded Theory menurut
Corbin dan Strauss yaitu:
1. Data collection and Analysis are Interrelated Process
Pada penelitian grounded theory, analisis dimulai secepatnya setelah data
terkumpul. Banyak penelitian kualitatif yang mengumpulkan data utama terlalu banyak
untuk dianalisis secara sistematis. Namun pada penelitian ini, analisis diperlukan sejak
awal karena selanjutnya akan digunakan secara langsung untuk wawancara dan
observasi.
2. Concepts Are Basic Units of Analysis
Teori tidak dapat etrbangun melalui insiden nyata atau aktivitas yang
diobservasi atau dilaporkan. Itu yang disebut sebagai data mentah. Jadi insiden, event,
dan peristiwa yang sedang terjadi dianalisis sebagai indikator potensi dari fenomena
yang diberi label konseptual. Contohnya : “each day i spread my activities over the
morning, resting between shaving and bathing,” then the researcher might label this
phenomenon as “pacing”.
3. Categories Must Be Developed and Related
Tidak semua konsep diubah menjadi kategori. Level kategori lebih tinggi dan
lebih abstrak daripada konsep yang mewakili. Kategori dihasilkan melalui proses
analisis yang sama kemudian membuat perbandingan untuk menyoroti persmaaan dan
perbedaan yang digunaan untuk menghasilkan konsep dengan tingkatan yang lebih
rendah. Kategori sendiri merupakan “pilar” dari perkembangan teori. Hal tersebut
menunjukkan adanya makna melalui teori yang sudah terintegrasi.
4. Sampling in Grounded Theory Proceeds on Theoritical Grounds
Pengambilan sampel pada penelitian Grounded Theory tidak dilakukan dengan
membentuk sampel yang spesifik dari kelompok, unit satuan waktu dan lain
sebagainya, tetapi melalui konsep, properti, dimensi dan variasi. Ketika proyek dimulai,
peneliti akan memberikan beberapa gagasan berupa ide tentang fenomena yang ingin
diamati. berdasarkan pengetahuan, kelompok dari individu, organisasi, atau komunitas
yang sesuai dengan fenomena dapat dipilih untuk diamati.
5. Analysis makes us of constant comparisons

11
Konsep yang dihasilkan diberi label dan seiring waktu, konsep tersebut dibandingkan
dan dikelompokkan seperti yang telah dideskripsikan. Perbandingan semacam itu juga
membantu mencapai ketepatan yang tingi (mengelompokkan kesukaan dan hanya suka
fenomena) dan konsistensi yang selalu mengelompokkan kesukaan dengan kesukaan.
6. Patterns and variations must be accounted for
Data yang sudah diperoleh perlu untuk diperiksa kembali keteraturannya dan untuk
pemahaman dimana keteraturan itu tidak jelas.
7. Process must be built into the theory
Pada penelitian grounded theory, proses memiliki arti. Proses analisis dapat berarti
memecah fenomena ke dalam tahapan, fase atau langkah.
8. Writing theoritical memos is an integral part of doing grounded theory
Analisis tidak dapat dengan mudah menentukan kategori, properti, hipotesis dan
pertanyaan umum dari proses analisis, harus ada sistem untuk melakukannya. Proses
menunjukkan tindakan atau interaksi yang disengaja tidak selalu progresif, tetapi
perubahan dalam respon untuk kondisi yang masih berlaku.

C. Penelitian Studi Kasus


Studi kasus atau penelitian kasus (case study) adalah penelitian tentang status subjek
penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas (Maxfield, 1930). Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga,
maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta
interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah
untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta
karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari
sifat-sifat khas di atas akan jadikan suatu hal yang bersifat umum.
Studi kasus memiliki batasan dalam pelaksanaannya yaitu :
1. Sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen
2. Sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai
dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami
berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.

Studi kasus banyak dikerjakan untuk meneliti desa. Kota besar, sekelompok
manusia drop out, tahanan-tahanan, pemimpin-pemimpin, dan sebagainya. Jika studi
kasus ditunjukkan untuk meneliti kelompok, maka perlu dipisahkan atau disosialisasikan

12
kelompok-kelompok dalam onggokan yang homogen. Studi kasus mempunyai banyak
kelemahan disamping adanya keunggulan-keunggulan. Studi kasus mempunyai
kelemahan karena anggota sample yang terlalu kecil, sehingga sulit dibuat inferensi
kepada populasi. Disamping itu, studi kasus sangat dipengaruhi oleh pandangan subjektf
dalam pemilihan kasus karena adanya sifat khas yang dapat saja terlalu dibesar-besarkan.
Kurangnya objektivitas, dapat disebabkan karena kasus cocok benar dengan konsep yang
sebelumnya telah ada pada si peneliti, ataupun dalam penempatan serta pengikutsertaan
data dalam konteks yang bermakna yang menjurus pada interpretasi subjektif.
Studi kasus mempunyai keunggulan sebagai suatu studi untuk mengukur studi-
studi yang besar di kemudian hari. Studi kasus mendukung studi-studi besar di kemudian
hari. Studi kasus dapat memberikan hipotesis-hipotesis untuk penelitian lanjutan. Dari segi
edukatif, maka studi kasus dapat digunakan sebagai contoh ilustrasi baik dalam perumusan
masalah, penggunaan statistik dalam menganalisis data serta cara-cara perumusan
generalisasi dalam kesimpulan.
Secara ringkasnya yang membedakan metode studi kasus dengan metode
penelitian kualitatif lainnya adalah kedalaman analisisnya pada kasus yang lebih spesifik
(baik kejadian maupun fenomena tertentu). Biasanya pendekatan triangulasi juga
digunakan untuk menguji keabsahan data dan menemukan kebenaran objektif
sesungguhnya. Metode ini sangat tepat untuk menganalisis kejadian tertentu disuatu
tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula.

Langkah-langkah Penelitian Studi Kasus


1. Pemilihan Kasus
Dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujua (purposive) dan bukan
secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang,
lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas
objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu
dan sumbersumber yang tersedia;
2. Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn
penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai
instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan
lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
3. Analisis Data

13
Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi mengorganisasi, dan
mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses
mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data.
Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi.
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah
semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan.
4. Perbaikan
Meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya
clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori
yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke
lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan
ke dalam kategori yang sudah ada.
5. Penulisan laporan
Laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan
suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk
mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke
dalam situasi kasus kehiclupan seseorang atau kelompik.

Tipe-tipe Studi Kasus dan Implementasinya dalam Penelitian


Bogdan dan Biklen (1982), mencoba mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus ke
dalam enam tipologi. Keenam tipologi ini merupakan single case studies, studi kasus
tunggal. Pertama, studi kasus kesejarahan sebuah organisasi. Yang dituntut dalam studi
kasus jenis ini adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan
sejarah organisasi sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Melakukan studi
macam ini selain memerlukan sumber-sumber informasi dan bahan-bahan yang akurat dan
terpercaya, juga membutuhkan kecermatan dalam merinci secara sistematik
perkembangan dari tahap-tahap sebuah organisasi sosial. Untuk memastikan ketersediaan
bahan-bahan dan sumber informasi yang diper-lukan, agaknya penting studi pendahuluan
dalam studi kasus tipe pertama ini.
Kedua, studi kasus observasi. Yang lebih ditekankan di sini adalah kemampuan
seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan penelitian. Dengan teknik
observasi seperti ini diharapkan dapat dijaring keterangan-keterangan empiris yang detail
dan aktual dari unit analisis atau unit pemikiran (thinking unit) penelitian, apakah itu
menyangkut kehidupan individu maupun unit-unit sosial tertentu dalam masyarakat.

14
Ketiga, studi kasus sejarah kehidupan (life history). Studi ini mencoba menyingkap
dengan lengkap dan rinci kisah perjalanan hidup seseorang sesuai dengan tahap-tahap,
dinamika dan liku-liku yang mengharu biru kehidupannya. Seseorang yang dimaksud
tentu tidak sembarang orang melainkan yang memiliki keunikan yang menonjol dan luar
biasa dalam konteks kehidupan masyarakat. Misalnya, tentang kehadirannya memberi
makna tersendiri sekaligus sangat mewarnai perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Melakukan studi kasus life history ini dapat bersandar pada dokumen-dokumen pribadi
yang bersangkutan serta dengan melakukan wawancara mendalam kepada orang pertama
sebagai sumber utama.
Keempat, studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan. Seorang peneliti yang
berpengalaman serta memiliki kepekaan dan ketajaman naluriah sebagai peneliti
seringkali mampu melihat sisi-sisi unik tapi bermakna dari lingkungan sosial sekitarnya di
dalam komunitas di mana dia hidup dan bergaul sehari-hari. Kenyataan tersebut dapat
dijadikan pusat perhatian untuk melakukan studi kasus komunitas sosial atau
kemasyarakatan.
Kelima, studi kasus analisis situasional. Kehidupan sosial yang dinamis dan selalu
menggapai perubahan demi perubahan tentu saja mengisyaratkan adanya letusan-letusan
situasi dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau katakanlah fenomena sosial tertentu.
Misalnya, krisis politik yang melanda negeri ini disertai berbagai isu berseliweran tak
karuan seperti akan ada kerusuhan, penjarahan massal dan sebagainya, telah membuat
orang-orang keturunan Cina di berbagai kota besar ramai-ramai mengungsi ke kota lain
yang dianggap aman bahkan tidak sedikit yang keluar negeri. Contoh lain, datangnya era
reformasi di tengah badai krisis ekonomi dan politik saat ini justru disikapi oleh kalangan
elite masyarakat dengan mendirikan partai politik. Fenomena demikian sesungguhnya
menggambarkan sebuah situasi sosial macam apa? Hal ini menarik diteliti untuk
menggambarkan sebuah situasi sosial yang telah dan tengah berlangsung.
Keenam, studi kasus mikroemografi. Studi kasus tataran ini dilakukan terhadap
sebuah unit sosial terkecil. Katakanlah sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuah
komunitas atau organisasi atau bahkan seorang individu. Sementara itu, Yin (1996), secara
tegas mengkategorikan studi kasus ke dalam tiga tipologi, yakni: studi kasus ekplanatoris,
eksploratoris, dan deskriptif. Yin meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis
pertanyaan yang harus dijawab dalam studi kasus, yakni pertanyaan "how" (bagaimana)
dan "why" (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan "what"
(apa/apakah). Dengan mengedepankan tiga tipologi tersebut, Yin sekaligus menolak

15
anggapan (atau yang menurutnya kesalahpahaman umum) bahwa studi kasus hanya cocok
diterapkan dalam penelitian yang bersifat eksploratoris, tidak dalam konteks penelitian
yang bersifat eksplanatoris dan deskriptif. Sejalan dengan Yin, Sevilla dkk. (1993)
misalnya, meletakkan studi kasus sebagai penelitian yang bersifat deskriptif. Untuk
mendukung argumentasinya, Yin menyebut salah satu karya bermutu dan terkenal yang
dihasilkan melalui studi kasus. Sebuah buku yang ditulis oleh William F. White (1943),
Street Comer Society, dikedepankannya sebagai contoh sebuah karya klasik dalam
sosiologi komunitas dari studi kasus yang bersifat deskriptif. Juga, karya Graham Allison
(1971), Essence of Decision Making: Eksplaining the Missile Crisis, sebagai contoh studi
kasus eksplanatoris.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan
baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dan tidak dogmatis.
Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga
dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan. Konsep utama dalam fenomenologi adalah
makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran
manusia.
 Tahap-tahap Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan sebagai berikut:
1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing Emergent themes; 4) Searching
for connections across emergent themes; 5) Moving the next cases; and 6) Looking for
patterns across cases.
 Grounded theory ditetapkan sebagai teori umum oleh glaser dan strauss dari metode
ilmiah yang konsern dengan pembangkitan, elaborasi dan validasi teori ilmu sosial.
Tujuan umum dari penelitian Grounded theory adalah mengkonstruksi teori untuk
memahami suatu fenomena.
 Langkah-langkah dalam penelitian menggunakan Grounded Theory menurut
Corbin dan Strauss yaitu: Data collection and Analysis are Interrelated Process,
Concepts Are Basic Units of Analysis, Categories Must Be Developed and Related,
Sampling in Grounded Theory Proceeds on Theoritical Grounds, Analysis makes
us of constant comparisons, Patterns and variations must be accounted for, Process
must be built into the theory, Writing theoritical memos is an integral part of doing
grounded theory
 Studi kasus atau penelitian kasus (case study) adalah penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas
 Langkah-langkah penelitian Studi Kasus yaitu pemilihan kasus, pengumpulan data,
analisis data, perbaikan data, penulisan laporan

17
DAFTAR PUSTAKA

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative & quantitativee approach.


Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage

Glaser, B.G. (1978) Advances in The Methodology of Grounded Theory, Sociology


Press, Mill Valley, CA.

Glaser, B.G. (1992) Basics Of Grounded Theory Analysis, Emergence vs. Forcing,
Sociology Press, Mill
Valley, CA

Glaser, B.G. & Strauss, A.L. (1967) The Discovery of Grounded Theory, Aldine
Publishing Co., New York NY.

Noeng Muhadjir.H. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif (3rd). Yogyakarta : Sarasin.

Miles, M.B. and Huberman, A.M. (1994) Qualitative Data Analysis: An Expanded
Sourcebook, (2nd. Edition)Sage Publications, Thousand Oaks, CA.

Myers, M. D. "Qualitative research in information systems," Journal. MIS Quarterly.


21;2; 1997; pp. 241-242. MISQ Discovery, archival version, http://www.misq.org/
discovery/MISQD_isworld/

Smith, Jonathan A., Flowers, Paul., and Larkin. Michael. 2009. Interpretative
phenomenological analysis: Theory, method and research. Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore, Washington: Sage.

Smith, Jonathan A. (ed.). 2009. Psikologi kualitatif: Panduan praktis metode riset.
Terjemahan dari Qualitative Psychology A Practical Guide to Research Method. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Strauss, A. L. (1987) Qualitative Research For Social Scientists, Cambridge University


Press, Cambridge, UK.

Strauss, A. L., and Corbin, J. (1998) Basics of Qualitative Research: Grounded Theory
Procedures And Techniques. 2nd. edition, Sage Publications, Newbury Park, CA.

18

Anda mungkin juga menyukai