Anda di halaman 1dari 10

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/322713399

Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi


Verbal Anak Usia Dini melalui Pembelajaran
Berbasis P....

Conference Paper · October 2017

CITATIONS READS

0 27

1 author:

Eka Oktavianingsih
Universitas Negeri Yogyakarta
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Eka Oktavianingsih on 26 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Verbal Anak Usia Dini
melalui Pembelajaran Berbasis Proyek

Eka Oktavianingsih1a
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Yogyakarta
Email: 1a oktavianingsiheka@gmail.com

ABSTRAK. Tuntutan abad-21 menjadi sebuah tantangan yang mengharuskan seseorang


menguasai berbagai macam keterampilan, salah satunya adalah keterampilan berkomunikasi.
Keterampilan berkomunikasi khususnya komunikasi verbal dipelajari seseorang sejak mereka
berada pada usia dini melalui interaksi dengan orang lain. Usia dini (usia 0 sampai 8 tahun)
merupakan usia emas di mana pada periode tersebut anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat dan cepat. Stimulasi dari lingkungan luar seperti lingkungan
keluarga maupun sekolah sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sekolah sebagai salah
satu lingkungan luar dituntut untuk dapat memberikan pembelajaran yang inovatif untuk
menstimulasi keterampilan berkomunikasi anak. Pembelajaran berbasis proyek merupakan
salah satu inovasi yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Pembelajaran
ini memberikan kesempatan anak secara berkelompok untuk memecahkan persoalan sehari-
hari. Interaksi yang bermakna antara guru dengan anak maupun antara satu anak dengan anak
lain dalam pembelajaran berbasis proyek memungkinkan anak untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi, khususnya komunikasi verbal.
Kata kunci: keterampilan berkomunikasi verbal, pembelajaran berbasis proyek, anak usia dini

Pendahuluan
NCREL dan Metiri Group tahun 2003 (Turiman, Omar, Daud, & Osman, 2012) telah
mengidentifikasi beberapa keterampilan abad-21 yang perlu dimiliki oleh generasi masa depan
agar dapat mempertemukan tantangan dari globalisasi yang berkaitan dengan percepatan
kemajuan teknologi serta informasi. Terdapat empat domain utama keterampilan abad 21 yang
mencakup literasi digital, berpikir kreatif, komunikasi efektif, serta produktivitas tinggi.
Dengan kata lain keterampilan abad-21 diperlukan untuk memecahkan berbagai masalah yang
kompleks, berkolaborasi dan berkomunikasi baik dengan orang lain, mendapatkan
keterampilan baru dan informasi secara mandiri, dan cepat beradaptasi terhadap perubahan
kondisi untuk bersaing pada ekonomi global (Gewertz, 2008; Tindowen & Bassig, 2017).
Keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki anak
untuk menghadapi tantangan abad-21. Keterampilan berkomunikasi dapat diajarkan ketika
anak berada pada masa golden age (usia 0-8 tahun), di mana pada masa tersebut otak anak
berkembang sampai dengan 80%. Anak mudah mendapat stimulasi atau rangsangan dari dunia
luar, termasuk stimulasi atau rangsangan untuk mengembangkan keterampilan
berkomunikasinya.
Sebagai salah satu tugas perkembangan utama di masa usia dini, belajar berkomunikasi
merupakan kunci anak untuk berinteraksi dengan orang-orang di dunia dan agar kebutuhan
mereka diketahui. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahyuddin & Elias (2010)
bahwa terdapat hubungan positif antara keterampilan komunikasi dengan keterampilan sosial
pada anak usia dini. Apabila keterampilan komunikasi anak baik, maka keterampilan sosialnya
juga akan baik. Akan tetapi, sebaliknya jika anak memiliki keterbatasan dalam keterampilan
komunikasinya, maka yang terjadi adalah keterampilan dalam berinteraksi dengan orang lain
juga akan terganggu. Keterampilan komunikasi anak usia dini mencakup kemampuan untuk
memahami dan kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi (Gooden &
Kearns, 2013). Keterampilan tersebut ditandai dengan perkembangan pengetahuan dan
keterampilan anak yang mencakup keterampilan anak untuk memahami dan menggunakan
bahasa dengan berbagai cara (gestur, bahasa isyarat, bahasa lisan, dan keefektifan komunikasi).
Pada artikel ini, pokok yang akan dibahas adalah keterampilan komunikasi verbal pada anak
usia 5-6 tahun, di mana anak pada usia tersebut seharusnya mulai dapat berkolaborasi dan
berkomunikasi di lingkungan sosialnya. Keterampilan komunikasi dikembangkan dengan cara
anak berkolaborasi memecahkan masalah, terlibat dalam aktivitas penemuan (eksperiman
sains), atau topik eksplorasi lingkungan secara sederhana (Larson & Miller, 2012).
Berkaitan dengan sudut pandang anak dalam Pendidikan Anak Usia Dini yang berada
di lingkungan sekolah (Sommer, Pramling Samuelsson, & Hundeide, 2010; Jonsson &
Williams, 2013), guru dituntut untuk lebih sensitif, peka, dan mendukung keterampilan
komunikasi anak, dengan kata lain guru harus mendukung kesempatan anak untuk belajar dan
berkembang. Kesempatan tersebut dapat diciptakan oleh guru dengan merancang pembelajaran
yang tepat, salah satunya yaitu pembelajaran berbasis proyek. Selama ini upaya yang telah
dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi anak adalah melalui metode
bermain peran (Choiriyah, Samidi, & Rukayah, 2014), metode bercerita dengan buku
bergambar (Fatmawati, 2014), dan metode menggambar (Andari, 2013). Pembelajaran
berbasis proyek merupakan sebuah model pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan
konstruktivis, di mana anak menemukan sendiri pengetahuannya melalui eksplorasi.
Pembelajaran berbasis proyek memungkinkan anak prasekolah mendapatkan beragam
pengetahuan dan keterampilan sosial dasar serta keterampilan berkomunikasi (Masseti, 2009;
Rahman, Yasin, Fatimah, & Yassin, 2012). Model pembelajaran ini memiliki beberapa konsep
kunci, antara lain: pembelajaran discovery, zone of proximal development (ZPD), scaffolding,
belajar kognitif, kontekstual, pembelajaran kolaboratif, dan kealamiahan penilaian (Duffy &
Cunningham, 2005; Tamim & Grant, 2010). Melalui pembelajaran yang bersifat kolaboratif
tersebut, anak dapat terlibat dalam aktivitas sosial dengan teman sebayanya untuk memecahkan
masalah maupun bereskplorasi, sehingga memungkinkan terjadi interaksi maupun komunikasi
secara verbal dalam proses tersebut. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk memaparkan
model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi verbal
pada anak usia 5-6 tahun.

Kajian Pustaka
A. Keterampilan Berkomunikasi Verbal
1. Pengertian Keterampilan Berkomunikasi Verbal
Komunikasi berarti suatu pertukaram pikiran dan perasaan (Hurlock, 1978:176).
Pertukaran tersebut dapat dilalukan dengan setiap bentuk bahasa, seperti isyarat, ungkapan,
emosional, bicara, atau bahasa tulisan. Selanjutnya, Arum (Choiriyah et al., 2014)
mendefinisikan komunikasi sebagai proses pengiriman pesan atau informasi dari
komunikator (orang yang mengirimkan pesan kepada komunikan) (orang yang menerima
pesan). Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Nurbiana Dhieni dkk (2008: 14) menyatakan
bahwa komunikasi merupakan pemindahan suatu arti melalui suara, tanda bahasa tubuh, dan
juga simbol. Lebih lanjut, keterampilan berkomunikasi dideskripsikan sebagai keterampilan
untuk menransfer informasi dan menegosiasi makna antara orang yang mengirimkan pesan
dan orang yang menerima pesan (Lamb, Bibby, Wood, & Leyden, 1997). Dari beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampilan dalam menyampaikan atau memindahkan informasi serta menegosiasi
informasi melalui suara/bicara, tanda bahasa tubuh (gesture), serta simbol-simbol.
Komunikasi verbal merupakan proses dua langkah antara penutur dan pendengar yang
melibatkan keterampilan produktif dalam berbicara dan keterampilan reseptif dalam
pemahaman (Alam & Uddin, 2013). Komunikasi verbal merupakan salah satu keterampilan
penting dalam komunikasi karena baik berbicara maupun mendengarkan merupakan aktivitas
jangka panjang manusia, dimulai sejak lahir. Menurut Bishop (Yliherva, Loukusa, Väisänen,
Pyper, & Moilanen, 2009), secara khusus, biasanya anak-anak memulai perkembangan
komunikasinya dengan cara memanfaatkan konteks sesaat setelah mereka memahami atau
mengerti bahasa. Namun demikian, mereka terus belajar memanfaatkan beragam informasi
kontekstual dalam komunikasinya. Seiring bertambahnya usia, jawaban yang tidak relevan
anak-anak terhadap konteks tertentu akan berkurang dan mereka mulai menghubungkan
menghubungkan beragam faktor kontekstual yang lebih spesifik. Hurlock (1978: 177)
menjelaskan bahwa selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak, tidak semua bicara
digunakan anak dalam komunikasi. Pada saat bermain anak seringkali berbicara dengan
dirinya sendiri atau dengan mainannya. Meskipun demikian, pada saat tertarik dalam
kelompok sosial, anak juga akan bicara untuk berkomunikasi dengan yang lain dan hanya
sewaktu-waktu berbucara terhadap diri mereka dan terhadap mainan mereka.
2. Aspek-aspek Keterampilan Berkomunikasi Verbal
Hurlock (1978: 177) menjelaskan esensi dari keterampilan komunikasi pada anak yang
terdiri dari dua unsur. Pertama bahwa anak harus menggunakan bentuk bahasa yang
bermakna bagi orang yang mereka ajak berkomunikasi. Sebagai contoh, apabila komunikasi
dilakukan dengan berbicara, maka harus dilakukan dalam kata dan struktur tata bahasa yang
dapat dipahami oleh pendengar. Unsur kedua dalam keterampilan berkomunikasi adalah
bahwa anak harus memahami bahasa yang digunakan oleh orang lain (Hurlock, 1978: 177).
Sebagai contoh, anak harus mengerti apa yang dikatakan kepada anak dalam bahasa tersebut.
Yliherva et al. (2009) menjelaskan ada tujuh aspek keterampilan berkomunikasi verbal,
antara lain: keterampilan berbicara, sintaks, koherensi, penggunaan konteks, kesesuaian,
hubungan sosial serta ketertarikan. Keterampilan berbicara merupakan kemampuan untuk
berbicara dengan jelas, lancar, dan tepat. Sintaks dijelaskan sebagai kemampuan untuk
menggunakan tatabahasa secara tepat dan dapat memproduksi kalimat yang kompleks dengan
aturan yang sesuai. Koherensi merupakan kemampuan bercerita logis mengenai kejadian
yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Penggunaan konteks merupakan kemampuan anak
untuk memahami dan mengungkapkan ucapan dalam konteks yang berbeda dengan cara yang
relevan. Kesesuaian mencakup kemampuan untuk menggunakan komunikasi nonverbal
seperti kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan lain sebagainya. Hubungan sosial
didefinisikan sebagai kemampuan berkomunikasi dengan cara yang tepat dengan teman
sebaya dan orang dewasa. Ketertarikan merupakan kecenderungan untuk fokus kuat pada
kepentingan spesifiknya sendiri.
Di sisi lain, Alam & Uddin (2013) menjelaskan bahwa ada dua unsur dalam
keterampilan komunikasi verbal, yaitu keterampilan mendengarkan dan berbicara.
Mendengarkan merupakan proses aktif dari penyusunan makna dan hal ini memerlukan
keterlibatan mental. Biasanya keterampilan mendengarkan dapat ditingkatkan melalui
pembelajaran yang memberikan kesempatan untuk diskusi bermakna di kelas. Keterampilan
berbicara merupakan aktivitas linguistik yang terdiri dari beberapa elemen antara lain: suara,
morfologi, kata, tata bahasa dan sintaks, semantiks, ujaran, pragmatik, kelancaran, dan
kesesuaian topik atau tema pembicaraan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek keterampilan komunikasi verbal antara lain: suara, sintaks dan tata bahasa,
kelancaran, kesesuaian dan penggunaan konteks, koherensi, semantiks, dan pragmatik.
Secara khusus, indikator keterampilan berkomunikasi verbal anak usia 5-6 tahun
mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD. Di dalam peraturan tersebut memuat
standar pencapaian perkembangan anak usia dini yang kemudian dijabarkan dalam bentuk
indikator pencapaian.
Tabel 1. Indikator Keterampilan Berkomunikasi Verbal Anak Usia 5-6 tahun
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Indikator
Perkembangan
Mengungkapkan Bahasa Berkomunikasi secara Melakukan percakapan
lisan sederhana.
Menyampaikan pendapat
dengan jelas.
Menjawab pertanyaan dengan
jelas

3. Manfaat Keterampilan Berkomunikasi Verbal


Keterampilan berkomunikasi secara verbal memiliki manfaat bagi anak usia 5-6 tahun,
di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Mempermudah anak untuk berdiskusi. Melalui diskusi, anak akan belajar
bagaimana menjawab, memberikan komentar, mendengar, dan menyanggah
pendapat anak lain.
b) Memberikan kesempatan anak untuk dapat mengungkapkan keinginannya secara
verbal daripada menggunakan perilaku yang tidak sesuai untuk komunikasi
(Ostrosky, M.L.Hemmeter, J.Murry, & G.Cheatham, 2005). Anak dapat
memanfaatkan keterampilan komunikasi verbalnya ketika menginginkan sesuatu
kepada orang lain, misalnya anak akan meminjam mainan temannya, maka ia akan
bernegosiasi dengan teman secara verbal, bukan langsung merebut saja.
c) Meningkatkan keterampilan sosial anak. Melalui komunikasi verbal, anak akan
dapat berpartisipasi dalam sebuah kelompok sebaya, berinisiasi untuk memulai
percakapan, negosiasi dengan sebaya dalam beragam situasi sosial (Mahyuddin &
Elias, 2010).
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan memiliki
keterampilan berkomunikasi verbal, maka anak usia 5 sampai 6 tahun akan mudah untuk
berdiskusi, mudah mengungkapkan keinginannya, dan mudah dalam bersosialisasi dengan
teman sebaya.
B. Peran Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Keterampilan Berkomunikasi
Verbal
1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek
Menurut Katz dan Chard (Nurhalimah, 2012) pembelajaran berbasis proyek adalah an
in-depth investigation of a topic worth learning more about. The investigation is usually
undertaken by a small group of children within a class, sometimes by a whole class, and
occasionally by an individual child. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran
berbasis proyek merupakan suatu metode pembelajaran yang mendalami suatu topik tertentu
yang dipelajari oleh anak secara individu maupun kelompok.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu bentuk dari experiental education.
Pendidikan eksperiental biasanya dideskripsikan sebagai praktek pembelajaran berbasis
penemuan (inquiry) yang didukung oleh beberapa teori seperti teori learning by doing oleh
John Dewey dan teori outward bound oleh Hann (Efstratia, 2014). Gagasan inti dari
pembelajaran berbasis proyek adalah bahwa masalah dunia nyata menarik minat anak dan
memprovokasi pemikiran serius ketika anak memperoleh dan menerapkan pengetahuan baru
dalam konteks pemecahan masalah Hann (Efstratia, 2014). Peran guru adalah sebagai
fasilitator, bekerja dengan anak dengan cara menyusun pertanyaan yang bermanfaat,
menyusun tugas yang bermakna, melatih pengembangan pengetahuan dan keterampilan
sosial, dan menilai dengan cermat apa yang telah dipelajari siswa dari pengalaman.
Pembelajaran berbasis proyek dapat berlangsung baik di dalam maupun di luar ruang kelas.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek
merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran yang mendalami suatu topik tertentu yang
menarik minat anak untuk mempelajarinya baik secara individu maupun kelompok.
2. Manfaat Pembelajaran Berbasis Proyek
Beragam penelitian telah menunjukkan pengaruh positif dari pembelajaran berbasis
proyek terhadap hasil belajar anak (Akinoglu, 2008; Chu, Tse, & Chow, 2011; Griva,
Semoglou, & Geladari, 2010; Tamim & Grant, 2010). Melalui pembelajaran proyek, anak
akan mampu untuk menguasai pengetahuan baru. Kemampuan berpikir kritis, keterampilan
presentasi, keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan bekerja secara efektif dalam
kelompok juga akan meningkat. Di samping itu, anak akan menilai bahwa proyek mereka
sesuai dengan konteks kehidupan nyata.
Masitoh, dkk (2005:200) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam bersosialisasi, bekerjasama,
tolong menolong, disiplin dan aspek moral anak. Bersosialisasi dengan anak yang lain dalam
satu kelompok untuk mengadakan hubungan yang dapat menimbulkan kecenderungan
berfikir, merasakan, bertindak lebih kepada tujuan kelompok daripada diri sendiri untuk
mencapai tujuan bersama dengan cara bekerjasama, saling tolong menolong dalam
pemenuhan kebutuhan dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok, berempati dan saling
menghargai antara satu dengan yang lainnya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Hanney
dan Savin Baden bahwa aktivitas anak berpusat pada rangkaian yang rumit dari interaksi antar
anggota kelompok selama kegiatan pembelajaran berbasis proyek akan mengasah beragam
keterampilan seperti komunikasi, perencanaan, dan kerjasama (Harmer & Stokes, 2014).
Bagi anak usia dini, terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui
pembelajaran berbasis proyek (Rachmawati, 2010:61) antara lain:
a) Memberikan pengalaman kepada anak dalam mengatur dan mendistribusikan
kegiatan.
b) Belajar bertanggung jawab terhadap pekerjaan masing-masing.
c) Memupuk semangat gotong royong dan kerjasama diantara anak yang terlibat
d) Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan
dalam melaksanakan pekerjaan dengan cermat.
e) Mampu mengeksplorasi bakat, minat dan kemampuan anak.
f) Memberikan peluang kepada setiap anak baik individual maupun kelompok untuk
mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek
Rais (2010) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai
berikut.
a) Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang. Pembelajaran dimulai dengan
sebuah pertanyaan driving question yang dapat memberi penugasan pada anak untuk
melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai dengan realita dunia
nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
b) Merencanakan proyek. Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan
anak. Dengan demikian anak diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung
dalam menjawab pertanyaan esensial dengan mengintegrasikan berbagai subjek yang
mendukung, serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menyelesaikan proyek.
c) Menyusun jadwal aktivitas. Guru dan anak secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian proyek harus jelas, dan anak diberi
arahan untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan anak mencoba menggali sesuatu yang
baru, akan tetapi guru juga harus tetap mengingatkan apabila aktivitas anak melenceng
dari tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh anak adalah proyek yang membutuhkan
waktu yang lama dalam pengerjaannya, sehingga guru meminta anak untuk
menyelesaikan proyeknya secara berkelompok.
d) Mengawasi jalannya proyek. Guru bertanggungjawab untuk mengawasi aktivitas anak
dalam menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi anak
pada setiap proses. Dengan kata lain, guru berperan sebagai mentor bagi aktivitas anak.
Guru mengajarkan kepada anak bagaimana bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap
anak berhak memilih perannya masing-masing dengan tidak mengesampingkan
kepentingan kelompok.
e) Penilaian terhadap produk yang dihasilkan. Penilaian dilakukan untuk membantu guru
dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-
masing anak, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh
anak, serta membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian
produk dilakukan saat masing-masing kelompok mempresentasikan produknya di depan
kelompok lain secara bergantian.
f) Evaluasi. Pada akhir proses pembelajaran, guru dan anak melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini, anak diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.
4. Peran Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Peningkatan Keterampilan
Berkomunikasi Verbal
Beberapa kajian literatur menyarankan bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat
diterapkan pada semua jenjang pendidikan, termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (Rahman
et al., 2012). Tujuan dari pembelajaran ini dalam konteks PAUD adalah untuk
mempertemukan kealamiahan anak yang menyukai eksplorasi dan investigasi. Meskipun ide
kegiatan diinisiasi oleh guru, akan tetapi anak juga diberikan peran untuk menentukan apa
yang mereka ingin ketahui dan pelajari lebih dalam. Dalam hal ini, guru akan menggali
pendapat-pendapat anak melalui pertanyaan yang menantang. Hal ini bertujuan untuk
mengarahkan ke kegiatan diskusi yang melibatkan keterampilan verbal anak. Anak akan
mencoba mengungkapkan pendapatnya, dan sekaligus pula mendengar dan memahami
pendapat teman lain. Ada kalanya, anak juga diperbolehkan untuk menanggapi komentar atau
pendapat temannya.
Kegiatan dalam pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan
berkomunikasi verbal karena kegiatan dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
kepada anak usia dini. Kegiatan tersebut melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan proyek
yang dapat dilakukan secara kelompok yang terdiri dari beberapa anak. Meskipun demikian,
kerja kolaboratif yang dibutuhkan dalam pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu
aspek paling sulit (Kapp, 2009; Tamim & Grant, 2010). Oleh karena itu, penting bagi guru
untuk membuat budaya dan suasana kelas menjadi kolaboratif, di mana anak merasakan
tanggungjawab untuk membantu satu sama lain, sehingga akan terjadi interaksi, komunikasi
antar anak dalam kelompok proyek. Kolaborasi dilakukan ketika perencanaan proyek,
penyusunan jadwal aktivitas, serta pelaksanaan proyek. Peranan pembelajaran berbasis
proyek adalah memberikan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi dengan orang lain dalam
berbagai pekerjaan dan tanggungjawab yang dilaksanakan secara kelompok dalam rangka
mencapai tujuan bersama.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran berbasis
proyek, keterampilan komunikasi verbal anak akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan
pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada anak untuk berdiskusi secara
verbal dengan guru dan teman sebaya ketika ingin menentukan topik yang akan diinvestigasi
lebih dalam. Di samping itu, ketika perencanaan proyek, penentuan jadwal aktivitas, serta
pengerjaan proyek, anak juga akan terlibat dalam interaksi sosial dengan anak lain maupun
guru. Dalam pengerjaan proyek secara berkelompok, anak juga memiliki kesempatan untuk
bernegosiasi, bercakap-cakap, dan mengungkapkan keinginannya kepada teman lain.

Kesimpulan
Keterampilan berkomunikasi verbal merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki
oleh anak usia 5-6 tahun. Keterampilan tersebut diperlukan anak untuk bercakap-
cakap/berdiskusi, mengungkapkan keinginan, dan bersosialisasi dengan teman sebaya maupun
orang dewasa. Keterampilan berkomunikasi pada anak usia 5-6 tahun dapat ditingkatkan
dengan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek memberikan
kesempatan kepada anak untuk berdiskusi secara verbal dengan guru dan teman sebaya ketika
ingin menentukan topik yang akan diinvestigasi lebih dalam. Di samping itu, ketika
perencanaan proyek, penentuan jadwal aktivitas, serta pengerjaan proyek, anak juga
berkesempatan untuk berkomunikasi dengan anak lain maupun guru.

Referensi
Alam, Q., & Uddin, A. B. (2013). Improving english oral communication skilss of Pakistan
public school’s students. International Journal of English Language Teaching, 1(2), 17–
36.
Andari, D. S. (2013). Upaya peningkatan kemampuan komunikasi verbal anak melalui metode
menggambar berbasis bimbingan pada siswa kelompok 3-4 tahun PAUD Clarista Kudus
2012/2013. Skripsi.
Choiriyah, S., Samidi, & Rukayah. (2014). Upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi
lisan melalui metode bermain peran pada anak kelompok b TKIT NUR HIDAYAH
SURAKARTA tahun ajaran 2013/2014, (1), 1–14.
https://doi.org/10.1074/jbc.M114.593616.
Efstratia, D. (2014). Experiential education through project based learning. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 152, 1256–1260. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.09.362.
Elizabeth B. Hurlock. (1978). Perkembangan Anak (Jilid 1 Edisi keenam). Jakarta : Erlangga.
Fatmawati, D. (2014). Pengembangan kemampuan komunikasi anak melalui metode bercerita
dengan buku cerita bergambar pada kelompok A di TK PERTIWI JANTI,
POLANHARJO, KLATEN.
Gooden, C., & Kearns, J. (2013). The Importance of Communication Skills in Young Children.
Research Brief.
Harmer, N., & Stokes, A. (2014). The benefits and challenges of project-based learning A
review of the literature.
Jonsson, A., & Williams, P. (2013). Communication with young children in preschool: The
complex matter of a child perspective. Early Child Development and Care, 5(183), 589–
601. https://doi.org/10.1080/03004430.2012.678488
Lamb, S., Bibby, P., Wood, D., & Leyden, G. (1997). Communication skills, educational
achievement and biographic characteristics of children with moderate learning
difficulties. Special Issue: Children with Special Needs., 12(4), 401–414. Retrieved from
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc3&NEWS=N&A
N=1997-39121-004
Larson, L. C., & Miller, T. N. (2012). 21st Century skills: Prepare students for the future.
Kappa Delta Pi Record. https://doi.org/10.1080/00228958.2011.10516575
Mahyuddin, R., & Elias, H. (2010). The Correlation between Communication and Social Skills
among Early Schoolers in Malaysia. Pertanika Journal Social Science, 18, 167–174.
Masithoh.(2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: DEPDIKNAS,
Ditjen Dikti, Dit.PPTK & KPT.
Nurbiana, Dhieni, dkk. (2008). Metode pengembangan bahasa. Jakarta : Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Nurhalimah, V. (2012). Pengaruh metode proyek terhadap kemampuan kerjasama anak usia
dini kelompok B di RA Perwanida 03 Mojo Andong Boyolali Tahu Pelajaran 2011/2012.
Ostrosky, M. M., M.L.Hemmeter, J.Murry, & G.Cheatham. (2005). Helping children express
their wants and needs. Center on Social and Emotional Foundations for Early Learning.
Rahman, S., Yasin, R. M., Fatimah, S., & Yassin, M. (2012). Project-based approach at
preschool setting. World Applied Sciences Journal, 16, 106–112.
Rachmawati, Yeni & Euis Kurniati. (2010). Strategi Pengembangan kreativitas Anak Usia
Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Prenada Media Group.
Rais, M. (2010). Project-Based Learning: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi Soft Skills.
Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya, Tanggal 11 Desember 2010 di Surabaya.
http://digilib.unm.ac.id/ files/disk1/1/universitas%20negeri%20makassar -digilib-unm-
drmuhraiss-20-1-makalah-a.pdf.
Tamim, S., & Grant, M. M. (2010). How Teachers Use Project-based Learning in the
Classroom, 452–461.
Tindowen, D. J. C., & Bassig, J. M. (2017). Twenty-First-Century Skills of Alternative
Learning System Learners. https://doi.org/10.1177/2158244017726116
Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., & Osman, K. (2012). Fostering the 21 st century skills
through scientific literacy and science process skills. UKM Teaching and Learning
Congress 2011, 59, 110–116. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.253
Yliherva, A., Loukusa, S., Väisänen, R., Pyper, A., & Moilanen, I. (2009). Development of
communication skills in Finnish pre-school children examined by the Children’s
Communication Checklist (CCC). Child Language Teaching and Therapy, 25(2), 235–
249. https://doi.org/10.1177/0265659009102978

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai