Proposal skripsi
M. SYAEFULLAH. A
16.01.031.054
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
saat ini pembahasan tentang roko bukan hal yang tabuh dan asing di
kalangan mayarakat muda maupun tua saat ini, Begitu pun pengentahuan
masyarakat tentang bahaya dan begitu banyak penyakit yang di sebabkan oleh
roko baik peroko aktif maupun pasif, mirisnya pembahasan tentang bahaya
tersebut di anggap wajar dan biasa saja oleh masyarakan saat ini, sehingga hal
tersebut berdampak buruk bagi kehidupan jika di biarkan.
Badan kesehatan dunia atau world healt organization (WHO)
melaporkan, kebiasaan meroko merupakan salah satu penyebab kematian yang
paling dominan dan sangat besar di dunia. Dalam laporan WHO jumlah
kematian dini yang di sebabkan oleh berbagai macam penyakit terkai t dengan
kebiasaan dan prilaku seperti strok, penyakit liver, penyakit jantung,kangkar
serta gangguan kehamilan bahkan mencapai angka 5 juta jiwa pertahun
(sugiharti, 2015).
Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak, maka dari itu sangat wajar jika kebiasaan meroko sudah menyebar
luas dan semakin banayak para pengguna roko dari kalangan orang tua bahkan
anak muda. Kondisi ini sudah sangat memprihatinkan dan perlu adanya
penangulangan dari pihak-pihak tertentu. Informasi dari data WHO, Indonesia
berada di urutan ketiga terbesar di dunia lebih dari 60juta orang stelah china
dan india (amelia, 2018)
Menurut Setyoadi (2011) Indonesia merupakan Negara yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak dan menempati urutan pertama jumlah proko
terbanyak dan yang mendominasi adalah para remaja.Sekitar 80% peroko di
Indonesia memulai kebiasaan meroko pada kisaran umur 19 tahun, dalam
(chotidjah, 2012). Fenomena tersebut sangat memprihatinkan mengingat
dampak keshatan yang akan terganggu akibat faktor resiko merokok.
Grafik 1.1
8. 5.
6 3
47.
43. 6
8 75.
5
1990 2017
PTM
PM
Kecelakaan
Sumber: Institute Health Metric and Evaluation (IHME), 2020.
Di tinjau dari grafik di atas dalam Atlas tembakau Indonesia 2020 juga
mempublikasikan bahwa adanya transisi epidemiologi tingkat kematian
tertinggi pada tahun 1990 disebabkan oleh penyakit menular sekitar 43,8
persen. Sedangkan kematian yang diakibatkan penyakit tidak menular sekitar
47,6 persen, peningkatan kematian terjadi di tahun 2017 yang diakibatkan oleh
penyakit tidak tidak menular menyentuh angka 75,5 persen, aspek resiko
penyebanya adalah prilaku serta gaya hidup, diantaramya prilaku gaya
hidup,salah satunya ialah meroko.
Dari sumber yang sama juga di jelaskan dan di paparkan bahwa tingkat
angka kematian nasional yang di akibatkan dari faktor resiko meroko pada
tahun 2017 mencapai angka 88 orang per 100.00 penduduk di Indonesia.fakta
ini menunjukan adanya hubungan dari bahaya meroko terhadap tingginya
jumlah kematian, hal ini menjadi hal yang cukup memprihatinkan. Sebuah
informasi yang dia ambil dari riset Kesehatan dasar pada tahun 2013 terkait
tembakau menjelaskan tentang klasifikasi jumlah kasus berdasarkan gender
(jenis kelamin), dalam riset tersebut di tahun 2013 menyentuh angka 962,403
dari jumlah keseluruahan dengan masing-masing rincian 570,342 di alami pada
laki-laki dan 387,885 di alami pada wanita, pada tahun tersebut jumlah
penyakit terbanyak terkait dampak dari tembakau ialah penyakit paru obstruktif
kronik dan kenudian disusul dengan penyakit berat bayi rendah,jantung
coroner,penyakit struk,tumor paru, brounchus serta trachea (IAKMI, 2020)
Dalam riset (Kendal dan Hammen,1998) menjelaskan. Di lihat dari sisi
Kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang terkandung dalam roko seperti
nikotin, CO (karbonmonoksida) serta tar, kandungan-kandungan tersebut akan
memicu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan detak jantung. Menurut
(Kaplan dkk, 1993) senyawa kimia yang terkandung dalam roko menyebabkan
stimulus penyakit kangker dan berbagai penyakit yang lain seperti
penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi,jantung paru-paru serta
brounchitis kronis. Dan di kutip dari sumer yang sama menurut (Davidson &
Neale,1990),bagi ibu hamil kanndungan yang di hasilkan roko akan
menyebabkan kecacatan berat badan pada bayi,kelahiran prematur dan
mengalami dangguan dalam perkembangan (Dina komasari, 2000).
Kebijakan yang di tempuh oleh pemerintah pada taun 2018 atas dana
bagi hasil cukai hasil tembakau atau cukai roko sekitar Rp 5 triliun untuk
mengatasi defisit pendanaan badan penyelenggaraan jaminan social (BPJS)
Kesehatan yang berpotensi mengalami kerugian yang sebesar Rp. 9 triliun, hal
ini seolah menjadi tidak terpikirkan dan menjadi angin segar bagi industri roko
di Indonesia. Fakta yang lebih mengejutkan ialah mengenai peran cukai roko
di harapkan untuk mengatasi defisit penyelenggaraan jaminan sosisal
Kesehatan (BPJS) ternyata tidak sebanding dengan kerugian yang disebabkan
akibat roko, berdasarkan informasi dari Atlas tembakau Indonesia memaparkan
penerimaan dari cukai roko tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulka
akibat roko,hal tersebut didukung oleh data yang di publikasikan pada tahun
2010 adanya beben ekonomi akibat konsumsi roko yaitu pengeluaran konsumsi
roko sebesar Rp 138 triliun dan biaya perobatan medis yang diakibatkan oleh
roko mencapai 2,11 triliun (amelia, 2018).
Fakta-fakta di atas dapat di simpulkan bahwa dampak dan bahaya dari
roko sudh sangat memprihatinkan dan menghawatirkan baik dari segi
Kesehatan maupun di lihat dari segi ekonomi. Menurut keterangan dari Tempo
(2015), bahwasannya Indonesia adalah penghasil tembakau terbesar ke empat
setelah China,Brazil,USA (Antik Suprihati, 2018).
Dalam atlas tembakau Indonesia 2020, menunjukan adanya peningkatan
produksi pada roko dari tahun 2011-2018 yaitu, pada tahunn 2011 tingkat
produksi roko sebesar 317,81 milyar batang, sedangkan pada tahun 2018
meningkat menjadi 332,28 milyar batang. Sedangkan angka tersebut jauh dari
melampaui jumlah target yang di targetkan pada peta jalan produksi industri
hasil tembakau tahun 2015-2020, peta jalan produksi hasil industr hasil
tembakau tahun 2015-2020 yang di keluarkan oleh kementrian perindustrian,
telah mengatur produksi roko maksimal 260 milyar batang, daerah industri
roko tersebar tersebar di pulau jawa meliputi, jawa timur terdapat 290
unit,jawa tengah 110 unit, sedangkan di pulau Sumatra,Sulawesi dan jawa barat
setidaknya masing-masing memiliki sedikitnya 10 unit tempat industri roko.
Akan tetap sentralisasi perkebunan tembakau terbesar hanya ada di pulau jawa
dan nusa tenggara barat yang memiliki total luas perkebunan tembakau di atas
10.000 Ha. Fakta lain juga menunjukan nusa tenggara barat adalah propinsi
yang tercatat dalam 10 besar tingkat kematian akibat resiko meroko dan
menempati urutan ke empat (IAKMI, 2020)
Perusahaan-perusahaan besar produksi roko di Indonesia ternyata sudah
menganggarkan biaya yang cukup besar dalam kegiatan promosi, promosi
yang mereka lakukan di antarnya melalui media-media elektronik dan melalui
media cetak yang sangat masif, sehingga paparan iklan roko di raskan oleh
semua kalangan setiap saat dan sangat impresif , hal ini akan berdampak
kepada masyarakat dan terjadi peningkatan konsumsi roko di karnakan
intensitas paparan iklan yang sanagat sering di terima dan intesitas paparan
iklan roko.
Di kutip dari sebuah penelitian yang di lakukan oleh ikatan ahli
Kesehatan masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) serta tobacco control support
tentang data ststistik masyarakat yang terpapr iklan roko dan sumber ini
menunjukan bahwa berdasarkan hasil penelitian tersebut masyarakat umum
lebih banyak terpapar iklan roko melalui televisi sekiatar (83,1%),dan yang
terpapar media banner sekitar (77,50%), billboar sekitar (69,90%), poster
(67,80%) dan tembok publik (56,50%). Hal ini membuktikan bahwasannya
adanya keterkaitan intensitas paparan iklan roko yang sanagat masif dengan
intensitas konsumsi roko pada masyarak.
Menanggapi hal ini ternyata pemerintah sudah melakukan upaya anti
smoking camapaigns dan juga sesuai peraturan pemerintah no.8 tahun 1999
tentang penganturan dan reklame roko serta peringatan yang bersifat permanen
dan tertuang di setiap kemasan roko. Tetapi kampanye anti roko yang di
lakukan pemerintah kurang persuasif di lakukan. Hal ini dikarnakan kampanye
anti roko di Indonesia di tayangkan sebagai iklan layanan masyarakat di televisi
nasianal dan media digital, kamapnye anti roko di Indonesia berfokus pada
tingkat bahaya yang di sebabkan oleh roko, sementara disisi lain perusahaan-
perusahaan besar yang memprouksi roko mendisain iklan roko pada promosi
mereka dengan pesan bahwa orang yang mengkonsumsi roko akan terlihat
keren dan terlihat maskulin serta bernada positif yang mengajak serta merekrut
remaja untuk mengkonsumsi roko bertujuan membuat pangsal pasar menjadi
besar, karna itu, menggunakan teoru komunikasi yang sangat tepat guna
merancang kampanye anti roko yang lebih efesien dan efektif yang
menargetkan para konsumen roko berusia muda (sumarno, 2011).
Menurut aspek bidang ilmu pemasaran, salah satu cara untuk
meningkatkan intensitas dan agar mengurangi konsumsi roko (intention to
reduce smoking) yaitu melalui media komunikasi pemasaran yang beragam
dengan tujuan mempengaruhi sikap konsumen terhadap roko (Attitude toward
smoking) tujuannya adalah dapat mempengaruhi prilaku kebiasaan meroko
pada masyarakat sehingga adanya penurunan pada tinkat konsumsi roko, setiap
Tindakan dan upaya dapat mengurangi konsumsi roko melalui aktivitas
pemasaran, termasuk pada konteks penelitian ini intention to reduce smoking
terkiat dalam bidang ilmu pemasaran disebut sebagai aktivitas demarketing (E.
shiu, 2009).
Agar dapat menghasilkan yang lebih optimal, usaha komunikasi
pemasaran ini harus dilakukan melalui beberapa media sekaligus yang
terintegrasi untuk memperoleh efek sinergis. Kebijakan pemerintah tentang
kebijakan regulasi pengaturan rokok melalui peraturan sudah di terapkan, akan
tetapi mengenai riset yang mengkaji tentang demarketing jumlahnya masih
sangat minim sekali, terlebih lagi penenlitian yang mengkaji tentang
demarketing serta pengaruhnya terhadap kontek produk hasil tembakau atau
rokok.
Dalam hal ini konsep demarketing harus difahami dan diterapkan dengan
intensi yang lebih oleh pemerintah dan juga perusahaan-perusahaan produksi
rokok. Terlebih dalam produk rokok karna melihat dari efek dan bahaya rokok.
Dengan menerapkan demarketing peredaran roko mamapu dikurangi sehingga
terjadi efektifitas tehadap pengurangan jumlah konsumsi rokok, dengan cara
lebih menenerapkan konsep demarketing melalui bauran pemasaran. Seperti
yang kita ketahui iklan layanan bahaya meroko yang disiarkan pada televisi
sekitar jam 22:00 sampai 06:00, tentu waktu sangat minim sekali jika
pemerintah berharap konsep demarketing dapat berjalan dan intensitas
konsumsi rokok dapat di kurangi. Maka diantara konsep yang harus diterapkan
adalah dari segi promosi layanan peringatan bahaya meroko, melalui media-
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pemasaran (marketing)
Pada umumnya banyak orang yang menyatakan bahwa konsep
pemasaran sama dengan konsep penjualan atau promosi atau periklanan.
Padahal pada dasarnya penjualan dan promosi/periklanan hanyalah
bagian kecil dari pemasaran, perlu difahami arti pemasaran sangatlah
luas, definisi pemasaran adalah pross social dan menejerial yang
membuat individua tau kelompok memeperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik
produk dan nilai dengan orang lain, artinya pemasran bertujuan
mengevaluasi dan memenuhi semua kegiatan dan kebutuhan serta
memberikan apa yang di inginkan oleh konsumen.
Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller
(2009) bahwa pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian
proses untuk mencptakan, mengkomunkasikan dan memberikan nilai
kepada pelanggan untuk memengelola hubungan pelanggan dengan cara
yang menguntungkan organisasi ndan pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap organisasi. Dikutip dalam (M. yusuf saleh, 2019).
Jadi dapat ditarik kesimpulan salah satu tujuan pemasaran adalah
untuk menarik perhatian pembeli dalam mengkonsumsi produk yang
ditawarkan, oleh karna itu pemasaraan memiliki peranan penting dalam
pengembangan strategi bisnis, pada intinya pemasaran memeiliki tujuan
untuk mencapai sasaran dengan mengenali kebutuhan dan keinginan
konsumen dngan cara yang lebih efektif yaitu dengan merancang,
menentukan harga promosi dan pada akhirnya secara tidak langsung
memberikan kepuasan kepada konsumen.
2.1.2 Pemasaran Sosial (Social marketing)
Pada umumnya pemasaran di gunakan sebagai strategi untuk
mendapatkan permintaan dari para calon konsumen dan memperluas
pangsal pasar agar dapat meningkatkan penjualan dan akhirnya
berbuakan keuntungan bagi perusahaan. Pemasaran juga tidak hanya
bertujuan untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan akan tetapi
pemasaran juga dgunakan sebagai kepentingan atau kebutuhan sosial
Table 1.1
Penelitian terdahulu
Nama peneliti Judul penelitian Hasil
No
Canitgia Keefektifan upaya Berdasarkan hasil dari
1
Tambariki demarketing anti analisis dapat disimpulkan
(2015) smoking campaigns bahwa
dan tobacco - anti smoking campaigns
package warning berpengaru positif dan
labels terhadap signifkan terhadap attitude
intention to quite toward smoking pada
smoking. konsomen rokok putih di
Jakarta.
- tobacco package warning
labels berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
attitude toward smoking.
-implikasi variabel attitude
toward smoking
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap intention
to quit smoking.
- variabel yang paling
dominan mempengaruhi
attitude toward smoking
adalah tobacco warning
labels.
ANTI SMOKING H1
CAMPAIGNS (X1)
INTENSI
MENGURANGI
ROKOK (y)
ATTITUDE
TOWARD
SMOKING (X2)
H2
Keterangan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan pada penelitian ini merupkan penelitian yang menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan jeneis penelitian asosiatif. Adapun metode
penelitian kuantitatif dapat diarttikan sebagai metode yang berlandaskan pada
filsafat positifme, digunakan untuk meneliti pada populasi, analisis data yang
bersifat statistk, yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiyono, 2016). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
penedekatan kuantitatif yang berfokus pada anti smoking campaigns, terhadap
intensi (attitude toward smoking) untuk mengurangi konsumsi rokok (intention
to reduce smoking).
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian asosiatif. Penelitan asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan
menggunakan penelitian asosiatif ini maka akan dapat dibangun teori yang
dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala
(Sugiyono, 2016). Dalam judul penelitian ini, peneliti menjelaskan apakah ada
pengaruh antara anti smoking campaigns serta intensi atau sikap terhadap
rokok (attitude toward smoking ) untuk mengurangi konsumsi rokok (intention
to reduce smoking).
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
kuantitatif. Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur atau dihitung
secara langsung yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan atau
bilangan yang berbentuk angka (Sugiyono., 2015). Pada penelitian ini data
kuantitatif yang diperlukan adalah jumlah konsumen rokok dan angket.
3.2.1 Sumber Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua yaitu:
Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh menggunakan survei
lapangan melalui metode kuisioner dalam penumpulan data, baik secara
Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber,
seperti buku, media internet, jurnal-jurnal penelitian yang berhubungan
dengan penelitian ini (Malhotra, 2010). Data sekunder adaah data yang
bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud
yang berbeda, namun data tersebut dapat dimanfaatkan (Kountur.R.,
2007). Pada penelitian ini peneliti mendapat data sekunder melalui
metode literature review yang berasal dari buku,jurnal-jurnal, artikel dan
kepustakan lainnya yang terkait dengan penelitian.
3.3 Populasi, Sempel dan tehnik sampling
3.3.1 populasi
Popuasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2016). Berdasarkan teori tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa populasi dari penelitian ini adalah seluruh perokok di daerah
Sumbawa besar yang termasuk kedalam kategori usia 15 tahun ke atas
yang jumlah populasinya belum diketahui,
3.3.2 sampel dan tehnik sampling
dalam penelitian kuantitatif, sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono., 2015). Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah
nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling.
nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono., 2015). Sedangkan
sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu.
Keterangan :
N = Jumlah sampel
z21-α/2 = Z adalah skor pada 1-α/2tingkat kepercayaan
p = Estimasi proporsinya
d = Presisi yang digunakan
Pernyataan Skor
Sangat tidak setuju 1
Tidak setuju 2
Netral 3
Setuju 4
Sangat setuju 5
sumber (Sugiyono., 2015).
3.6 Analisis data
Kata analysis berasal dari bahasa Greek, terdiri dari kata “ana” dan
“lysis”. Ana artinya atas (above), lysis artinya memecahkan atau
menghancurkan. Secara definitive ialah: “analysis is a process of resolving data
into its constituent components to reveal its characteristic elements and
structure” yang dikemukakan oleh Ian Dey (kasiram, 2010).
Kerlinger adalah tokoh penelitian kuantitatif, dia mendefinisikan analisis
data sebagai berikut “analysis means the categorizing, ordering, manipulating
and summarizing of data to obtain answer to research questions”. Dari definisi
analisis data Kerlinger di atas ternyata bahwa analisi data mencakup banyak
kegiatan, yaitu mengkategori data, mengatur data, memanipulasi data,
menjumlahkan data, mentabulasi data yang diarahkan untuk memperoleh
jawaban dari problem penelitian. Dalam penelitian kuantitatif, tujuan utama
dari analisis data ialah untuk meringkaskan data dalam bentuk yang mudah
dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan antara problem penelitian
dapat dipelajari dan di test.
Y= a + b1X1 + b2X2 + E
Keterangan :
E = Standar Eror
Y = variable dependent (Intensi
menguranngi konsumsi rokok)
X1 = variable independent (Demarketing
anti smoking campagns)
X2 = variable independent (sikap
terhadap rokok)
a = Konstanta
B = Koefisien regresi variabel independen
Daftar pustaka
amelia, R. (2018). KRIKITIK MANFAAT INDUSTRI ROKO. ESA jurnal ekonomi syariah, 1,
228-246.
Dickel, G. B. (2011). attitudes and attitude change. the annual riview of psychology, 391-
147.
Dina komasari, A. f. (2000). faktor-faktor penyebab prilaku meroko pada remaja. jurnal
psikologi, 37-47.
Idris. (2010). aplikasi model analisis data kuantitatif dengan program spss (hal, 93).
padang: FE-UNP.
K. Astuti & R, s. (2007). hubungan antara sikap terhadap prilaku merokok dan kontol diri
dengan intensi berhenti merokok. jurnal prilaku konsumen, 37-48.
kasiram, M. (2010). metode penelitian kuantitatif & kualitatif (hal 257). Yogyakarta:
sukses offset.
Kountur.R. (2007). metode penelitian untuk penulisan skripsi dan tesis (2nd edition).
Jakarta: PPM.
M.R. Harandi, S. S. (2014). the study of adoption rateof internet banking in rural
communities based on the theoryof reasoned action and theory of planned
behaviour. international journal of oprational research and decision science, 25-
33.
R.R, K. &. (2005). Hubungan antara sikap dengan peringatan bahaya merokok dengan
intensi berhenti merokok . academia, 1-28.
rezkisari, i. (2014, 12 november rabu). berita gaya hidup sehat, info sehat . Retrieved
from Republika.co.id: www.republika.co.id https://republika.co.id
Sugiyono. (2016). metode penelitian kuantitatif R&D. bandung: Alfabeta cet. hal 8.
Tangari A. H & Burton S. (2016). How to antitobacco campaigns adversiting and smoking
status effect belief and intention . journal behaviour , 537-548.
widarjono, A. (2005). ekonometriks teori dan aplikasi untukekonomi dan bisnis (hal,
182). Yogyakarta: Ekonisia press.