1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABE
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN……………………………………… 4
1.1 Latar Belakang………………………………… 4
1.2 Dasar Hukum…………………………………. 10
1.3 Tujuan…………………………………………. 11
1.4 Sasaran…………………………………………. 12
1.5 Ruang Lingkup………………………………… 13
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI INTEGRASI LAYANAN
UBM-TUBERKULOSIS DI FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN………………………………………….. 14
2.1 Kebijakan Integrasi Layanan UBM-
Tuberkulosis…………………………………… 14
2.2 Tujuan Pelaksanaan Integrasi Layanan UBM-
Tuberkulosis………………………………….. 15
2.3 Perencanaan Layanan UBM di Daerah/
Integrasi Layanan UBM dalam Dokumen
Perencanaan Di Daerah………………………. 15
BAB III PENGORGANISASIAN DAN JEJARING KOLABORASI
INTEGRASI LAYANAN UBM-TUBERKULOSIS……….. 18
3.1 Organisasi Pelaksanaan Integrasi…………….. 18
3.2 Model Integrasi Layanan UBM di Fasilitas
Kesehatan……………………………………… 24
3.3 Tindak Lanjut dan Sistem Rujukan……………. 61
3.4 Tugas dan Fungsi Petugas Konselor di
Fasyankes……………………………………… 73
BABIV DUKUNGAN LAYANAN UBM-TUBERKULOSIS……… 75
4.1 Dukungan rumah dan lingkungan……………. 75
2
4.2 Jejaring antara layanan Integrasi UBM-
Tuberkulosis…………………………………… 79
4.3 Dukungan untuk layanan Integrasi UBM-
Tuberkulosis……………………………………. 80
BAB V MONITORING DAN EVALUASI………………………. 83
5.1 Ruang Lingkup Monitoring dan Evaluasi…….. 83
5.2 Indikator Untuk Monitoring…………………… 86
5.3 Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Integrasi
UBM-Tuberkulosis…………………………….. 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
REFERENSI
3
KATA PENGANTAR
DIRJEN P2P KEMENKES
4
KATA PENGANTAR
DIRJEN BANGDA KEMENDAGRI
5
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
6
menular meningkat sebesar 82%; dan kematian akibat cedera
menurun 20,4%. Tiga penyakit penyebab kematian dan berkontribusi
terhadap tingginya DALYs pada penyakit tidak menular adalah
stroke, jantung iskemik, dan diabetes. Sedangkan tiga penyakit
penyebab kematian dan tingginya DALYs untuk kondisi maternal
neonatal dan penyakit menular adalah masalah neonatal,
tuberkulosis, diare, dan infeksi saluran pernafasan bawah. Meski
penyakit menular menurun, tantangan masih persisten
(berkontribusi pada 21% kematian).
7
Berbagai Penyakit Tidak Menular (PTM) ini disebabkan karena
perilaku gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, kurang
aktivitas fisik, pola makan dengan tinggi gula, garam, dan lemak
(GGL). Indonesia menghadapi tantangan yang besar dalam
perubahan gaya hidup ini, di mana data Riskesdas 2018 menunjukkan
proporsi penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun yang kurang
melakukan aktivitas fisik jumlahnya meningkat dari 26,1% pada 2013
menjadi 33,5% pada 2018. Kecenderungan peningkatan prevalensi
merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja,
dengan jumlah perokok di atas 15 tahun sebanyak 33,8%, terbagi
menjadi perokok laki-laki sebanyak 62,9% dan perokok perempuan
sebanyak 4.8%. Hal ini merupakan fenomena yang dialami oleh
sebagian besar negara berkembang oleh karena terjadinya
perubahan status sosial ekonomi masyarakat serta berkembangnya
lingkungan dan berbagai aspek kehidupan yang berujung pada
perubahan gaya hidup.
8
berbahaya untuk kesehatan. Sebagai upaya menurunkan prevalensi
perokok, termasuk perokok pemula (remaja), perlu dilakukan upaya:
(i) mengadopsi Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian
Tembakau, (ii) menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), (iii)
program stop merokok (quit smoking), (iv) menaikkan cukai dan
harga rokok (pemberlakuan sin tax), dan (v) pelarangan iklan,
promosi dan sponsor rokok.
9
memprihatinkan adalah rokok dapat dijual bebas secara eceran
terhadap anak-anak. Merokok menimbulkan beban kesehatan,
sosial, ekonomi, dan lingkungan tidak saja bagi perokok tetapi
bagi orang lain. Konsumsi rokok di Indonesia naik tujuh kali lipat dari
33 milyar batang menjadi 240 milyar batang, dengan tingkat
konsumsi 240 milyar batang/ tahun sama dengan 658 juta batang
rokok per hari, atau sama dengan senilai uang 330 milyar rupiah
dibakar oleh para perokok Indonesia setiap hari.
10
Proporsi penduduk yang terkena paparan asap rokok
lingkungan/ Environmental Tobacco Smoke (ETS) adalah sebesar
76,1%. Perokok pasif terbanyak terdapat pada usia balita dan anak
(0-14 tahun) baik laki-laki maupun perempuan dan usia 50 tahun
keatas. Terjadi peningkatan perokok pasif sekitar satu juta orang
dalam kurun waktu 3 tahun ( tahun 2007 – 2010).
11
Berhenti Merokok (UBM). Agar pelaksanaan UBM dapat dijalankan
dengan baik perlu berkolaborasi dengan program lain diantaranya
dengan program Tuberkulosis,
12
2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga Tahun 2020-2024
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2022 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2015 Tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.64 Tahun
2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 40 tahun 2013 tentang
Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi
Kesehatan
13. SE Menteri Dalam Negeri Nomor 523/7818/SJ tentang
Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
1.3 Tujuan
13
kegiatan konseling upaya berhenti merokok yang dilaksanakan di
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan jika tidak dapat
ditanggulangi akan dirujuk ke Rumah Sakit.
Tujuan khusus:
⚫ Memperkuat kolaborasi layanan UBM dan Tuberkulosis di Faskes
⚫ Memperjelas peran masing-masing pemangku kepentingan
dalam pelaksanaan layanan integrasi
⚫ Panduan aspek manajerial (perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan monitoring evaluasi) dalam integrasi
1.4 Sasaran
14
yang bertanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian kegiatan integrasi layanan UBM dan Tuberkulosis pada
tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan
kesehatan, antara lain: Pimpinan program, pengelola program,
petugas di Fasiitas pelayanan Kesehatan, konselor dan Institusi
terkait.
15
BAB II.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI INTEGRASI LAYANAN UBM-
TUBERKULOSIS DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
16
4. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam
pengendalian faktor risiko merokok dan Tuberkulosis
5. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat
untuk deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko
6. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan
7. Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan
8. Mengembangkan dan memperkuat monitoring dan sistem
informasi
9. Meningkatkan dukungan dana yang efektif dan efisien sesuai
kebutuah dan prioritas.
17
Namun, diharapkan pada penyusunan dokumen perencanaan
daerah berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Rencana Strategis Organisasi Perangkat Daerah (Renstra
OPD) dan Rencana Kerja Organisasi Perangkat Daerah (Renja OPD)
sudah memuat arah kebijakan yang mencakup:
1. Perencanaan untuk memperkuat deteksi dini faktor risiko
PTM melalui program Upaya Berhenti Merokok (UBM)
terintegrasi pelaksanaan program Tuberkulosis.
2. Perencanaan untuk meningkatkan manajemen termasuk
kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan program
Upaya Berhenti Merokok (UBM) dan pelaksanaan program
Tuberkulosis.
3. Perencanaan untuk meningkatkan profesionalisme sumber
daya manusia untuk penyelenggaraan program Upaya
Berhenti Merokok (UBM) dan pelaksanaan program
Tuberkulosis.
4. Perencanaan untuk mengembangkan kegiatan layanan
konseling upaya berhenti merokok pada pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan klinik berhenti merokok di
Rumah Sakit,
5. Perencanaan untuk meningkatkan pemantauan program
Upaya Berhenti Merokok (UBM) dan pelaksanaan program
Tuberkulosis.
18
6. Perencanaan untuk mengembangkan dan memperkuat
pengelolaan sistem informasi program Upaya Berhenti
Merokok (UBM) dan pelaksanaan program Tuberkulosis.
7. Perencanaan untuk mengembangkan dan memperkuat
jejaring untuk penyelenggaraan program Upaya Berhenti
Merokok (UBM) dan pelaksanaan program Tuberkulosis.
8. Perencanaan untuk meningkatkan advokasi dan diseminasi
penyelenggaraan program Upaya Berhenti Merokok
(UBM) dan pelaksanaan program Tuberkulosis.
9. Perencanaan untuk mengembangkan dan memperkuat
sistem pendanaan penyelenggaraan program Upaya
Berhenti Merokok (UBM) dan pelaksanaan program
Tuberkulosis.
19
BAB III.
PENGORGANISASIAN DAN JEJARING KOLABORASI
INTEGRASI LAYANAN UBM-TUBERKULOSIS
20
d. Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik
untuk mendukung pelaksanaan kegiatan layanan
integrasi layanan UBM dan Tuberkulosis di fasilitas
pelayanan kesehatan,
e. Melakukan bimbingan teknis dan pembinaan program
f. Melakukan pemantauan dan penilaian.
21
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi kegiatan kepada
Pemerintah Daerah, DPRD, lintas program, lintas sektor,
dan swasta,
d. Memfasilitasi pertemuan baik lintas program maupun
lintas sektor,
e. Membangun dan memantapkan kemitraan dan jejaring
kerja secara berkesinambungan.
f. Memfasilitasi Kabupaten/ Kota dalam mengembangkan
layanan integrasi layanan UBM dan Tuberkulosis di
fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya,
g. Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik
dan perbekalan dalam mendukung pengembangan
layanan konseling upaya berhenti merokok bersumber
dana APBD,
h. Melaksanakan pemantauan, penilaian dan pembinaan,
i. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan serta
mengirimkan kePusat.
22
d. Mensosialisasikan pedoman integrasi UBM dan
Tuberkulosis,
e. Melakukan Advokasi kegiatan layanan konseling
upaya berhenti merokok kepada Pemerintah
Kabupaten/ Kota dan DPRD, lintas program, lintas
sektor, swasta, dan masyarakat,
f. Melaksanakan pertemuan lintas program maupun
lintas sektor,
g. Membangun dan memantapkan jejaring kerja serta
forum masyarakat psecara berkelanjutan,
h. Melaksanakan bimbingan dan pembinaan teknis ke
Puskesmas dan jaringannya,
i. Memfasilitasi Puskesmas dan jaringannya dalam
mengembangkan layanan integrasi layanan UBM dan
Tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya.
j. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan
layanan konseling upaya berhenti merokok,
k. Menyelenggarakan pelatihan penyelenggaran layanan
konseling upaya berhenti merokok bagi petugas
Puskesmas
l. Melaksanakan promosi
m. Melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan
pemberdayaan dan peningkatan partisipasi
masyarakat
23
n. Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan,
o. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan serta
mengirimkan ke Provinsi.
5. Puskesmas
a. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang layanan
upaya berhenti merokok dan tuberkulosis kepada
pimpinan wilayah, pimpinan organisasi, kepala/ ketua
kelompok dan para tokoh masyarakat yang
berpengaruh.
b. Mempersiapkan sarana dan tenaga di Puskesmas
c. Memastikan ketersediaan sarana dan prasarana
termasuk logistik dan perbekalan lainnya untuk
menunjang kegiatan layanan konseling upaya
berhenti merokok
d. Menyelenggarakan pelatihan tenaga kesehatan.
e. Menyelenggarakan pembinaan dan fasilitasi teknis
kepada petugas kesehatan.
f. Melakukan pemantauan dan penilaian
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan dan
mengirimkan ke provinsi.
24
b. Mengadvokasi dan mensosialisasikan kegiatan
layanan konseling upaya berhenti merokok,
c. Menginisiasi terselenggaranya layanan konseling
upaya berhenti merokok,
d. Membina kegiatan layanan konseling upaya berhenti
merokok di suatu wilayah,
e. Memberikan umpan balik pengembangan program
layanan konseling upaya berhenti merokok kepada
Pemerintah Pusat dan Daerah.
f. Melakukan penilaian kebutuhan dan sumber daya
masyarakat, termasuk identifikasi kelompok potensial
di masyarakat untuk menyelenggarakan layanan
konseling upaya berhenti merokok, misalnya swasta/
dunia usaha, PKK/ dasa wisma, LSM, organisasi
profesi, serta lembaga pendidikan misalnya Sekolah,
Perguruan Tinggi.
25
d. Mendukung implementasi kebijakan Pemerintah
Pusat dan Daerah,
e. Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Puskesmas dalam
menyelenggarakan kegiatan,
f. Berpartisipasi mengembangkan rujukan,
g. Berkontribusi melalui dana CSR.
26
seseorang atau beberapa klien (Counselee). Dengan demikian
counselium berarti, ”people coming together to gain an
understanding of problem that best them were evident”, (orang
yang datang bersama-sama untuk mendapatkan pemahaman
tentang masalah yang menimpa mereka yang jelas), yang ditulis
oleh Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An
Introduction to The Counseling Profession.
27
mengemukakan dengan singkat bahwa konseling adalah proses
yang melibatkan seorang profesional berusaha membantu orang
lain dalam mencapai pemahaman dirinya, membuat keputusan dan
pemecahan masalah.
28
g. Tahapan tatap muka konseling terdokumentasi dan
ada pemantauan serta penilaian.
2. Proses Konseling
a. Menggunakan pendekatan yang menghormati semua
klien.
b. Menganggap perilaku merokok merupakan masalah
yang terus -menerus.
c. Memberikan penatalaksanaan yang bersifat individual.
d. Memberikan penatalaksanaan yang bersifat multi
dimensional
e. Tetap terbuka pada metode baru.
f. Menggunakan perspektif multikultural untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari populasi klien
yang berbeda.
g. Apabila konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan
klien, maka sebaiknya konselor mengatakan tidak
29
tahu dan akan memberitahukan jawaban tersebut
pada pertemuan berikutnya.
3. Durasi Konseling
Proses konseling hendaknya dijalankan dengan durasi waktu
15-30 menit. Upayakan untuk selalu memulai konseling dengan
mengulas apa yang telah diperoleh pada sesi sebelumnya dan
sejauh mana keterampilan baru telah diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Klien sebaiknya diberitahu bila waktu
konseling akan habis. Proses konseling yang optimal dilakukan
minimal 6 kali pertemuan untuk setiap klien. Jarak antara satu
sesi dengan sesi lain idealnya 2 minggu.
30
baik antara konselor dan konselii, menanyakan identitas
konselii/ klien).
Wawancara/ konseling inti (mendiskusikan masalah klien—
konselor) mengidentifikasi apakah ada resistensi dan
bagaimana mengatasi teknis resistensi klien. Konseling
terfokus sehingga tidak diperlukan psikoterapi. Sesi
konseling pertama klien dibagi dua (keluhan merokok dan
keluhan lain dengan faktor risiko rokok) sebagai berikut :
a. Bila klien datang dengan keluhan merokok/ingin
berhenti merokok, maka dilakukan evaluasi
mengenai merokok, faktor pencetus merokok,
keinginan berhenti merokok dan alasan berhenti
merokok.
1) Bila klien mau berhenti maka lakukan konseling
dan tingkatkan motivasi untuk berhenti merokok
dengan menghitung keuntungan - keuntungan
berhenti merokok, dampak berhenti merokok
terhadap kesehatan. Konseling mengatasi faktor
pencetus, dan mengatasi masalah negatif yang
berkaitan dengan merokok. Sesi konseling
dilakukan selama 30 menit dan selanjutnya
dilakukan 2 (dua) minggu sekali dengan durasi
20-30 menit setiap sesinya.
2) Bila klien belum mau berhenti (fase pra/
kontemplasi) maka dilakukan konseling dengan
31
mendiskusikan dampak rokok terhadap
kesehatan dan keluarga (diharapkan
pertanyaan terbuka). Konselor jangan
memaksakan kehendak dan pendapat kepada
klien. Sesi konseling lebih banyak meminta
pendapat dan pandangan klien mengenai rokok
dan masalahnya. Sesi konseling dilakukan selama
20- 30 menit dan selanjutnya dilakukan 2 (dua)
minggu sekali sambil merencanakan konseling
kepada keluarga sebagai kelompok pendukung.
b. Bila klien datang dengan keluhan medik dan faktor
risiko merokok, lakukan evaluasi dan tatalaksana
kondisi mediknya terlebih dahulu, kemudian
hubungkan kondisi mediknya dengan faktor risiko
merokok. Lakukan konseling mengenai dampak
rokok terhadap kesehatan dan hubungkan dengan
kondisi medik tersebut. Selanjutnya dilakukan
evaluasi tentang motivasi upaya berhenti merokok.
2. Wawancara Motivasional
Setelah dilakukan identifikasi tahap perilaku klien, konselor
dapat memberikan wawancara motivasional sesuai dengan
tahap perilaku klien tersebut (perilaku pada tahap
Prakontemplasi, Kontemplasi,dan Rumatan).
32
Dalam penerapan teknik konseling berhenti merokok dapat
dilakukan secara khusus membahas pentingnya berhenti
merokok. Namun dapat pula dilakukan secara terintegrasi
dengan masalah lain yang berkaitan dengan masalah
berhenti merokok sebagai berikut :
a. Persiapan Konseling
1) Petugas berpenampilan bersih dan sopan
2) Menguasai materi
3) Bisa menjaga rahasia
4) Mengenal sosial budaya
b. Tempat
1) Tidak bising dan ramai
2) Tidak menjadi tempat lalu lalang orang
3) Aman dan nyaman
c. Etika Petugas
1) Empati
2) Menghormati klien
3) Tidak bergosip
d. Media Konseling
1) Bisaanya lembar balik dan bisa juga jenis media
lainnya
2) Isi media konseling telah dikuasai oleh petugas
33
dasar dalam upaya berhenti merokok. Langkah-langkah
tersebut umumnya meliputi identifikasi awal klien, evaluasi
motivasi klien di setiap pertemuan, menentukan pilihan
terapi dan terakhir adalah tindak lanjut atau follow up
program yang dilakukan. Bentuk UBM dibuat dalam
pendekatan yang mudah dipahami untuk pelaksanaannya
dilapangan. Diantaranya teknik yang diperkenalkan teknik
pendekatan 4T dalam UBM di pelayanan kesehatan primer
di Indonesia yaitu Tanyakan, Telaah, Tolong dan nasehati
dan Tindak lanjut.
34
Tabel
Identifikasi Tipe Klien
35
4. Menilai tingkat adiksi/ ketergantungan nikotin
Penilaian tingkat adiksi/ ketergantungan nikotin penting
untuk memberikan gambaran beratnya adiksi atau
ketergantungan klien terhadap nikotin. Berat ringannya
adiksi seseorang memberikan gambaran strategi yang
akan digunakan dalam upaya berhenti merokok. Disisi
lain, berat ringannya adiksi juga bisa memberikan
gambaran withdrawal effect/ gejala putus nikotin yang
mungkin akan terjadi bila berhenti merokok sehingga
dapat diantisipasi sejak awal. Penilaian tingkat adiksi
bisa menggunakan kuesioner fagerstroom.
5. Menilai tingkat motivasi
a. Motivasi awal merupakan modal awal dalam upaya
berhenti merokok. Penelitian menunjukkan bahwa
tingkat motivasi berperan penting dalam
keberhasilan berhenti merokok, sehingga harus
dilakukan sejak awal. Secara sederhana, klien
ditanyakan mengenai berapa besar motivasi untuk
berhenti merokok dengan skala angka “0“ sampai
“10”.
0 = Tidak ada motivasi sama sekali
10 = Sangat termotivasi/ motivasi sangat
tinggi
36
b. Menilai tahap kesiapan
Grafik
Penilaian Tahap kesiapan Klien
37
lingkungan rumah yang membuat ingin merokok
kembali, serta memberikan rewards and punishment.
7. Pilihan terapi
Secara umum terapi berhenti merokok terdiri atas
terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi
nonfarmakologi adalah pendekatan tanpa pemberian
obat sedangkan terapi farmakologi adalah pemberian
obat untuk membantu berhenti merokok.
a. Terapi nonfarmakologi
Beberapa terapi nonfarmakologi antara lain :
1) Self help (usaha sendiri)
2) Memberikan nasehat singkat (brief
advice)
3) Konseling, baik konseling individu
ataupun kelompok
4) Terapi perilaku
5) Terapi Pendukung/Supporting
a) Hipnoterapi
b) Akupuntur
c) Akupresur
b. Terapi farmakologi
38
patch, inhaler, spray, lozenge), bupropion, dan
varenicline. Terapi NRT memberikan pengganti
nikotin yang berasal dari obat sebagai pengganti
nikotin yang disuplai dari rokok.Dengan memberikan
pengganti nikotin yang berasal dari rokok, maka
diharapkan withdrawal effect yang muncul dapat
diatasi. Bupropion merupakan obat golongan
depresan Norephinphrine Dopamine Reuptake
Inhibitor, dengan mekanisme kerja menghambat
reuptake dari dopamin sehingga dapat mengurangi
gejala withdrawal effect. Varenicline mempunyai
mekanisme kerja sebagai agonis parsial yang
berikatan dengan reseptor sehingga menyebabkan
pelepasan dopamin yang parsial juga sehingga
mengurangi efek adiksi dan withdrawal effect lain
sebagai antagonis yaitu ikatannnya dengan reseptor
mencegah nikotin sehingga akan mengurangi rasa
nikmat yang diperoleh dari rokok.
8. Cara berhenti merokok
Klien dapat mulai berhenti merokok dengan cara :
a. Cold Turkey
Cara ini dapat dilakukan dengan berhenti merokok
seketika. Seorang perokok yang secara tiba-tiba
berhenti merokok sama sekali pada hari yang
39
sudah ditentukan. Banyak perokok yang berhenti
merokok dengan menggunakan cara ini.
b. Cara Penundaan
Dengan cara ini, anda menunda saat merokok
pertama yang anda hisap setiap harinya misalnya
hari pertama merokok jam 7, besoknya jam 9 dan
jam berikutnya jam 11.00 sampai seterusnya
sampai anda tidak merokok sama sekali sehari
penuh.
c. Cara Pengurangan
Dengan cara pengurangan, anda mengurangi
jumlah rokok yang anda hisap setiap harinya,
sebagai contoh: beri waktu 6 hari bagi anda untuk
berhenti merokok. Pada hari pertama anda
merokok seperti bisaa hari ke misalnya 20 batang,
hari ke dua 20 batang, hari ke tiga 15 batang, hari
keempat 10 batang, hari kelima 5 batang, hari
keenam adalah hari tanpa rokok seperti yang anda
tentukan
Catatan :
▪ Pilih cara anda sendiri
▪ Cara apapun yang anda pilih tidak menjadi
soal, yang penting tetapkan hari anda berhenti
merokok dan tepatilah.
40
9. Tindak Lanjut
Tindak lanjut atau follow up merupakan hal penting
dan menentukan keberhasilan jangka panjang dalam
upaya berhenti merokok. Klien harus dijadwalkan
secara reguler/ rutin untuk datang kembali dalam
jangka waktu tertentu misalnya setiap 2 minggu
sekali. Pada tindak lanjut dilakukan penilaian tingkat
keberhasilan berhenti merokok, menilai motivasi,
kendala yang timbul, gejala withdrawal effect dan
penanganannya, penilaian parameter klinis (seperti
berat badan, tekanan darah, pengukuran Arus Puncak
Ekspirasi dengan Peak Flow Meter, kadar CO udara
ekspirasi dengan CO Analyzer). Jika diperlukan terapi
tambahan untuk berhenti, maka dilakukan rujukan ke
fasilitas pelayanan yang lebih tinggi.
10. Pendekatan “4T”
Dalam berbagai pedoman umumnya istilah
pendekatan 5A’s yaitu Ask, Advice, Assess, Assist dan
Arrange untuk membantu seseorang berhenti
merokok. Meskipun begitu ada beberapa pedoman
lain yang memperkenalkan pendekatan ABC yaitu Ask,
Brief advice dan Cessation support. Pada prinsipnya
kedua pendekatan tersebut sama dalam upaya
membantu berhenti merokok.
41
Modifikasi dari kedua pendekatan tersebut di
Indonesia diperkenalkan dengan istilah pendekatan
4T yaitu Tanyakan, Telaah, Tolong dan nasihati serta
Tindak Lanjut dalam membantu kegiatan berhenti
merokok. Hal ini penting dan sangat diperlukan bagi
tenaga medis untuk ber ”Tanya” kepada klien apakah
yang bersangkutan merupakan perokok atau bukan,
tanyakan apakah ada anggota keluarga yang merokok
di rumah. Apabila merokok, ”Telaah” keinginan klien
untuk berhenti merokok, kemudian ”Tolong nasehati
” untuk berhenti merokok dan menciptakan
lingkungan rumah bebas asap rokok. Langkah 3T
pertama ini dilakukan untuk memastikan apakah
seorang klien merupakan perokok dan
mengkaitkannya agar perokok tersebut dapat
berhenti. Jika klien ingin berhenti maka seorang
tenaga medis harus membantu (Tolong) dengan
menyediakan terapi yang tepat dan mengarahkan
klien untuk bergabung dengan suatu konseling,
kemudian susun Tindak lanjut untuk menindaklanjuti
terapi yang sudah diberikan.
42
Penyelenggaraan Layanan Konseling Upaya Berhenti Merokok
43
berasal dari rujukan sekolah, maka akan disampaikan kemajuan setiap
kali kunjungan, sebagai bahan pemantauan guru dalam penerapan
upaya berhenti merokok di sekolah.Jika dalam waktu 3 bulan
pertama klien tidak dapat berhenti merokok, maka klien akan dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.
Konsep ABC
44
5. Penerapan ABC untuk UBM menjadi bagian integral dari edukasi
tentang TBC di layanan kesehatan primer
6. Petugas kesehatan (dokter, petugas TBC, lapangan) berada di
garis depan.
45
Tujuan dari Metode ABC adalah:
a. Membangun layanan kesehatan dalam upaya pengendalian
bahaya rokok untuk menawarkan lingkungan yang sehat kepada
pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan
b. Menawarkan saran singkat untuk membantu perokok berhenti
merokok
c. Mendukung pasien dan pengunjung untuk membuat rumah
mereka sehat tanpa rokok
46
Menerapkan metode ABC untuk Upaya Berhenti Merokok
dilaksanakan dengan tahapan:
A = Ajukan pertanyaan
• Petugas TBC mengajukan pertanyaan (Ask) tentang perilaku
merokok pada terduga, orang dengan TBC dan kontak
melalui tatap muka atau online/interview via telepon
• Pada bulan awal – bulan ke-0 (saat pertamakali
pemeriksaan) tanyakan:
i. Apakah Anda merokok?
ii. Apakah Anda pernah merokok-bahkan hanya mencoba
satu hisapan, dalam 3 bulan terakhir?
iii. Apakah ada seseorang yang merokok di dalam rumah
Anda?
• Pada tindak lanjut bulan berikutnya bulan ke-1, 2, 3, 4, 5, 6,
tanyakan
I. Apakah Anda pernah merokok-bahkan hanya mencoba
satu hisapan dalam 30 hari terakhir?
II. Apakah ada seseorang yang merokok di dalam rumah
Anda?
• Setelah 6 bulan pengobatan TB, pasien di ditindaklanjuti pada
bulan 8, 10 dan 12 untuk menilai status TB dan status
merokok.
i. Apakah Anda pernah merokok-bahkan hanya mencoba
satu hisapan dalam 30 hari terakhir?
47
ii. Apakah ada seseorang yang merokok di dalam rumah
Anda?
48
a) Merokok dan atau menghirup asap rokok orang lain
berbahaya bagi kesehatan Anda dan keluarga; mari
berhenti merokok!
b) Merokok menyebabkan penyakit seperti kanker,
jantung, penyakit paru, asma, pneumonia pada anak
dan TBC. Mari berhenti merokok!
c) Untuk meningkatkan kesehatan Anda dan keluarga,
mari berhenti merokok dan jangan ijinkan siapapun
merokok di dalam rumah!
d) Perokok berisiko lebih besar mengalami COVID-19 dan
jika positif berisiko lebih parah dan meninggal. Mari
berhenti merokok!
e) Berhenti merokok dapat menghemat uang terutama
pada situasi ekonomi dimasa sulit ini.
49
c) Menciptakan rumahnya agar menjadi rumah tanpa
rokok dan menghindari paparan asap rokok orang lain.
d) Selain itu berikan media edukasi berupa leaflet,
pamphlet dan tanda “Dilarang Merokok” untuk
dipasang di rumah mereka.
50
b) Pasien dan pendamping diminta untuk memasang tanda
dilarang merokok di pintu masuk rumah mereka
c) Tanda dan stiker “Dilarang Merokok” diberikan kepada
pasien dan pengantarnya
Gambar
Framework UBM dalam Pengendalian TB
51
Dalam komunikasi perlu juga diberi informasi sebagai berikut:
1. Dampak konsumsi rokok bagi kesehatan
2. Manfaat berhenti merokok
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Tabel
Keterampilan dalam KIE
52
5. Mendorong klien untuk ▪ Memastikan klien/ pasien mengerti
bertanya apa
▪ yang harus dilakukan
terkait dengan terapi dan
6. Berikan pertanyaan upaya pencegahan.
untuk menilai
pemahaman klien
53
b. Mendengarkan
1) Efektif dalam mendengarkan adalah dasar membangun
relasi dalam konseling,
2) Dengarkan bahasa verbal maupun non-verbal klien dan
perhatikan ekspresi wajahnya, gerak tubuh dan kontak
gerakan matanya,
3) Konseling seyogyanya dilakukan dalam ruangan dengan
suasana tenang,
4) Bila klien bicara, berikan semua perhatian anda (jangan
melihat catatan, melayani telepon/ SMS atau membaca
pedoman),
5) Jangan bicara terlalu banyak. Beri waktu untuk klien
menanggapi atau bertanya
6) Gunakan bahasa non-verbal:
7) Pandang klien, lakukan kontak mata,pastikan klien
nyaman,dengan sikap anda
8) Lakukan gerak tubuh dan pandangan mata yang
menyatakandukungan,
9) Arahkan tubuh anda menghadap klien untuk
menunjukkan bahwa anda menaruh perhatian pada apa
yang perlu dikatakannya.
c. Beberapa hal yang perlu dikatakan
1) Mulailah dengan pernyataan pembuka yang umum atau
dengan pertanyaan yang membuat klien memberi
54
penjelasan tentang dirinya atau masalahnya, Contoh: ”Apa
yang dapat saya bantu?”
2) Ulangi apa yang dikatakan klien. Ini akan membantu
memastikan bahwa anda telah memahami apa yang
dikatakan klien,
3) Ucapkan penghargaan, pujian dan dorongan pada apa
yang dilakukan dengan benar oleh klien,
4) Bantu klien untuk melakukan identifikasi dan eksplorasi
beberapa kemungkinan dan alternative upaya berhenti
merokok,
5) Klien menyimpulkan diskusi, mengambil keputusan dan
merencanakan hal-hal perlu dilakukan. Bantu klien
denganmenuliskan daftar upaya yang akan dijalankannya.
d. Cara Berbicara dengan klien
1) Gunakan bahasa sederhana sesuai dengan tingkat
pendidikan klien,
2) Berbicaralah dengan sungguh-sungguh, hangat dan
empati. Empati tak sama dengan simpati. Empati adalah
kemampuan untuk melihat situasi klien sebagaimana
dilihat oleh pasien sendiri,
3) Bantu dan dukung klien bahwa ia diterima dan mampu
mengatasi masalahnya,
4) Berikan pertanyaan untuk jawaban terbuka (yang
membuat klien menguraikan jawaban bukan hanya
55
mengatakan ya atau tidak). Hindari perdebatan dan ajukan
usul, bukan memberikan instruksi.
Grafik
Tahap Perubahan Perilaku
56
1. Tahap pra-perenungan (Precontemplation)
Pada tahap pertama, klien masih menyangkal atau
belum menyadari perlunya upaya berhenti merokok.
Klien tidak mempunyai pikiran untuk berhenti
merokok, klien menggunakan penyangkalan sebagai
mekanisme pertahanan diri yang paling utama.
Precontemplation merupakan taraf kesiapan paling
rendah untuk berubah. Pada tahap ini, strategi paling
baik adalah memberikan informasi, membentuk trust,
dan menjauhkan keraguan.
Tugas konselor menghadapi klien di tahap pra-
perenungan:
a. Konselor dapat mendidik klien mengenai efek dari
perilaku merokok, efek adiksinikotin, bahaya yang
berhubungan dengan adiksi nikotin.
b. Konselor membangkitkan keinginan klien untuk
sebuah gaya hidup yang berbeda,
mengidentifikasikan hambatan untuk kesembuhan,
dan membantu klien untuk mengidentifikasi cara
untuk memperkuat harga diri (self esteem),
c. Konselor melakukan pendekatan 5Rs untuk klien
yang masih menolak/ belum ingin berhenti merokok
sebagai berikut: Relevance: Diskusikan dampak
rokok terhadap kesehatan sendiridan keluarga,
57
Risk: Diskusikan dampak negatif dari rokok
Rewards: Diskusikan keuntungan/ manfaat berhenti
merokok darisisi kesehatan dan finansial,
Readblocks: Tanyakan tantangan yang dihadapi pada
saatberhenti merokok,
Repetition : Berikan perhatian, tanyakan status dan
keluhansecara terus menerus.
58
Tugas konselor menghadapi klien di tahap perenungan:
a. Memelihara proses perubahan dengan
memberikan dukungan.
b. Memberikan umpan balik, melakukan
konfrontasi denganramah, lemah lembut, humor
c. Memberikan penghargaan (reward) untuk
perjuangan dan
keberhasilan klien.
d. Konselor melakukan pendekatan 5Rs untuk klien
yang masihmenolak/belum ingin berhenti merokok
sebagai berikut: Relevance: Diskusikan dampak
rokok terhadap kesehatansendiri dan keluarga,
Risk: Diskusikan dampak negatif dari rokok
Rewards: Diskusikan keuntungan/manfaat
berhenti merokokdari sisi kesehatan dan finansial,
Readblocks: Tanyakan tantangan yang dihadapi
pada saatberhenti merokok,
Repetition: Berikan perhatian, tanyakan status dan
keluhansecara terus menerus.
59
masalahnya, tetapi ia juga memutuskan untuk
memulai berhenti merokok.
Tugas konselor menghadapi klien di tahap persiapan:
a. Membantu klien untuk melakukan upaya berhenti
merokok
b. Mengidentifikasi hambatan yang ada
c. Membantu klien untuk merencanakan berhenti
merokok.
60
Klien dapat mengidentifikasikan faktor yang
mencetuskan kekambuhan.
61
b. Pada saat maintenance ini disampaikan beberapa
kegiatan yang bersifat positif untuk mengatasi
perilaku merokok selama ini misalnya berolah raga
, berkebun, melukis, menulis dll.
c. Dukungan anggota keluarga untuk menciptakan
lingkungan rumah yang kondusif dalam upaya
dalam mempertahankan berhenti merokok.
62
yang ada. Sebuah pertanyaan penting untuk diajukan
di tahap ini adalah: ”Apakah tujuan dari upaya
berhenti merokok saat ini?” .
63
agar keberhasilan berhenti merokok dapat tercapai. Selain itu,
seorang konselor mungkin menemukan kondisi khusus yang
memerlukan penanganan atau rujukan ke layanan kesehatan
sekunder.
64
6. Mengukur ulang beberapa parameter klinis seperti
berat badan, tekanan darah, kadar CO udara
pernapasan, peak flow meter, tes nikotin urin.
65
d. Pengaruh faktor sosial
e. Perasaan tidak nyaman saat berhenti merokok
terkait efek putus nikotin.
66
bangkitkan respons pasien berupa
pernyataan self motivated
b) Ketersediaan pasien untuk terbuka dan
mendapatkan masukan tentang efek
rokok
c) Mengutarakan kemauan kebutuhan
untuk berubah dan mengutarakan
optimisme
d) Pengakuan adanya problem akibat
rokok.
2. Menilai withdrawal effect atau efek putus nikotin
Withdrawal effect bisaanya timbul ketika klien
mulai berhenti merokok. Umumnya terjadi 4
(empat) minggu. Gejala-gejala yang mungkin
timbul akibat efek putus nikotin/ withdrawal
effect adalah sebagai berikut:
Tabel
Efek Putus Nikotin
67
Gangguan tidur/Insomnia,Tidak
sabar, Sulit konsentrasi, dan ≥ 4 Minggu
Depres(dysphoric)
Nafsu makan meningkat ≥ 10
(BeratBadan naik) Minggu
68
Pada tiap pertemuan sebaiknya dilakukan
penilain parameter klinis seperti : seperti berat
badan, tekanan darah, kadar CO udara
pernapasan, peak flow meter, tes nikotinin urin.
Penilaian parameter klinis dapat dijadikan sarana
untuk edukasi dan meningkatkan motivasi klien
terkait keuntungan secara klinis ketika seseorang
berhenti merokok.
5. Memberikan terapi tambahan atau merujuk
Jika diperlukan berikan terapi tambahan sesuai
dengan hasil evaluasi penyebab belum
berhasilnya berhenti merokok. Terapi tambahan
disediakan sesuai dengan kondisi pelayanan
kesehatan setempat. Beberapa contoh terapi
tambahan seperti terapi perilaku, hipnoterapi
dan lain-lain. Seseorang yang menjalani program
berhenti merokok selain berhasil berhenti
merokok, masih memiliki beberapa kemungkinan
yaitu :
a. Putus di tengah jalan (drop out) dari program
berhenti merokok
b. Relaps atau kembali merokok setelah berhasil
berhenti
c. Tidak berhasil berhenti, hanya mengurangi
konsumsi batang rokok.
69
d. Pada kondisi tersebut, maka pasien harus
dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder/
tersier.
70
vertikal pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi atau
horizontal kepada yang lebih kompeten. Sistem rujukan dalam
UBM adalah sistem rujukan vertikal, dimana pelayanan
kesehatan primer merujuk ke fasilitas kesehatan di atasnya,
pelayanan kesehatan sekunder. Pemahaman tentang jenis
rujukan, hasil dan evaluasi tatalaksana/ konseling upaya
berhenti merokok dipelayanan kesehatan primer serta kriteria
klien untuk dirujuk, membantu tenaga konselor dalam
membuat keputusan untuk melakukan rujukan upaya berhenti
merokok kepelayanan kesehatan lebih tinggi.
71
Dalam dal ini, upaya berhenti merokok masih
ditangani dilayanan primer, rujukan hanya untuk
penanganan withdrawal effect.
72
perorangan, umumnya adalah rujukan medis.
Misalnya rujukan dari praktek dokter terkait
kesehatan seseorang ke RS atau laboratorium dan
lainnya.
c. Rujukan kesehatan masyarakat
Rujukan kesehatan masyarakat adalah rujukan
untuk program pencegahan, promosi kesehatan
termasuk masalah teknologi kesehatan dan
peralatannya.
d. Rujukan pelayanan kesehatan (program asuransi
kesehatan).
Rujukan pelayanan kesehatan terkait asuransi
adalah rujukan berjenjang dari primer, skunder dan
tersier dalam sistem asuransi sesuai tingkat
kompetensi fasilitas pelayanan kesehatannya.’
73
a. Depresi
b. Cemas
c. Insomnia
d. Mudah tersinggung dan mudah marah
e. Peningkatan berat badan berlebihan.
Mekanisme Rujukan
Jika klien setelah dilakukan konseling upaya berhenti merokok
di fasilitas pelayanan kesehatan primer sebanyak 6 (enam) kali
pertemuan dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan belum berhasil
74
untuk berhenti merokok, perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan lebih lanjut.
Karakteristik konselor
a. Dapat menjadi pendengar aktif
b. Dapat berempati pada klien. Berempati artinya
konselor mampu menempatkan diri pada posisi
klien.
c. Dapat menjaga kerahasian proses konseling
d. Tidak bersikap menghakimi
e. Menghormati/ menghargai klien
f. Bertanggungjawab
g. Bersikap jujur
h. Memiliki sensitivitas/ peka terhadap kebutuhan
klien
i. Dapat bersikap fleksibel.
75
Konselor harus bisa membangun “Therapeutic Alliance”
dimana terjadi suatu bentuk hubungan profesional yang
terapeutik antara konselor dan klien dengan ciri sebagai
berikut:
1. Adanya kelekatan interpersonal yang positif
antara konselor dan klien,
2. Adanya pengertian yang empatik dalam
keterlibatan konselor,
3. Adanya keterlibatan yang aktif antara konselor
dan klien dalam proseskonseling,
4. Adanya kesepakatan tujuan dari proses konseling
antara konselor danklien,
5. Konselor dan klien memahami batasan hubungan
diantara mereka.
6. Kompetensi Konselor (Counselor Competencies)
76
BAB IV.
DUKUNGAN LAYANAN UBM-TUBERKULOSIS
77
meningkat 10 kali lipat dalam sirkulasi arteri sistemik
setiap hisapan rokok. Saat seseorang menghisap asap
rokok, nikotin terekstraksi dari tembakau, terbawa masuk
ke dalam sirkulasi arteri dan sampai ke otak. Nikotin
berdifusi cepat ke dalam jaringan otak dan terikat dengan
reseptor asetilkolin nikotinik (nAChRs) subtipe α4β2 dan
melepaskan dopamin yang memberikan rasa nyaman.
Perokok regular memicu peningkatan jumlah reseptor α4β2
sebanyak 300%. Kadar nikotin akan turun dalam 2 jam
sehingga kadar dopamin juga turun dan akan terjadi gejala
putus nikotin. Perokok akan ingin mengulang rasa nyaman
tersebut dengan kembali merokok.
2. Efek putus nikotin (Withdrawal Effect Nicotin)
Selain faktor adiksi, faktor withdrawal juga menjadi kendala
berhenti merokok. Rewards fisiologis (produksi dopamin
yang tinggi) dan tidak tahan pada gejala putus nikotin
membuat perokok terus merokok. Pada saat seseorang
berhenti merokok, maka jumlah nikotin yang mencapai
reseptor di otak menurun dan hal ini menyebabkan
penurunan pelepasan dopamin dan neurotransmitter
lainnya sehingga terjadi gejala putus nikotin (withdrawal
effect/ nicotine withdrawal), seperti uring- uringan,
perubahan emosi, perubahan nafsu makan, sakit kepala dan
lain-lain.
78
3. Psikologis dan Perilaku
Berhenti merokok bagi perokok merupakan pengalaman
yang tidak menyenangkan atau lebih ekstrim
menyengsarakan secara psikologis. Bagian paling sulit dari
berhenti merokok adalah kemampuan untuk menahan diri
dari kebisaaan yang dilakukan karena telah menjadi bagian
integral dari kehidupan sehari-hari mereka seperti merokok
setelah bangun pagi, sebelum sarapan dan selama mereka
istirahat di tempat kerja dan lain-lain. Perilaku merokok ini
terbentuk dari waktu/ jam tertentu, jumlah rokok dan jenis
rokok. Gejala yang timbul saat berhenti merokok sangat
erat kaitannya dengan faktor perilaku dan psikologis
sehingga menjadi penting melakukan pendekatan psikologis
dan terapi perilaku.
4. Lingkungan Sosial
Tidak adanya dukungan orang terdekat seperti teman atau
keluarga dapat menurunkan motivasi seseorang untuk
berhenti merokok. Klien akan mencoba kembali merokok
setelah berhasil berhenti untuk sementara waktu atau tidak
juga berhasil mengurangi jumlah rokok yang dihisapnya tiap
hari menjelang tanggal berhenti yang telah ditetapkan. Pada
keadaan ini perlu dipertimbangkan peran teman-teman dan
keluarganya yang mungkin masih bisa membantu.
Lingkungan yang tidak mendukung untuk berhenti
79
merokok akan memberikan stimulasi untuk tetap merokok
sehingga klien akan sulit untuk melepaskan merokok.
80
4.2 Jejaring antara layanan Integrasi UBM-Tuberkulosis
81
8. Penelitian dan pengembangan kesehatan yang menjamin
ketersediaan informasi, insidensi, dan prevalensi PTM dan
determinannya, yang menghasilkan teknologi intervensi
kesehatan masyarakat/ pengobatan/ rehabilitasi dalam
bentuk “Best Practice”, dan intervensi kebijakan yang
diperlukan.
82
Unsur Tim dapat terdiri dari :
• Dokter/ Dokter Gigi
• Perawat
• Bidan
• Nutrisionist
• Tenaga Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
• Tenaga lain yang ditunjuk oleh Pimpinan Fasyankes
Penyediaan Pembiayaan
Biaya penyelenggaraan layanan UBM terintegrasi diperoleh dari
berbagai sumber:
83
a. Pemerintah misalnya dalam bentuk APBN, APBD, Dana
Alokasi Khusus, Dana Desa, pajak rokok daerah atau masuk
dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
b. Non Pemerintah misalnya Corporate Social Responsibility
(CSR), dana kesehatan perusahaan, donor dan lain-lain.
c. Iuran masyarakat yang tergantung dari pemerintah daerah
setempat, serta bantuan yang tidak mengikat lainnya.
d. Pembiayaan klien secara Mandiri
84
BAB V.
MONITORING DAN EVALUASI
85
3. Monitoring kegiatan dilakukan secara periodik setiap 3
(tiga) bulan sekali dan evaluasi indikator dilakukan setiap 1
tahun sekali,
4. Hasil Monitoring dan Evaluasi ini dipergunakan sebagai
bahan evaluasi kegiatan yang lalu dan sebagai bahan
informasi besaran masalah merokok di masyarakat serta
tingkat perkembangan kinerja kegiatan layanan UBM dan
tuberkulosis terintegrasi. Disamping untuk bahan
menyusun perencanaan pengendalian PTM dan program
tuberkulosis di masa akan datang
5. Hasil Monitoring dan Evaluasi disosialisasikan kepada
lintas program, lintas sektor terkait dan masyarakat untuk
mengambil langkah-langkah upaya tindak lanjut.
6. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi hasil pelaksanaan
Kegiatan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi dilakukan
secara profesional berdasarkan analisis data yang
lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian
secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap
pelaksanaan kegiatan layanan integrasi UBM dan
tuberkulosis.
b. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi dilakukan secara
terbuka/ transparan dan dilaporkan secara luas melalui
berbagai media yang ada agar masyarakat dapat
86
mengakses dengan mudah tentang informasi dan hasil
kegiatan pemantauan dan penilaian
c. Pelaksanaan kegiatan Monitoring dan Evaluasi
dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan
interaktif para pelaku layanan konseling.
d. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi harus dapat
dipertanggungjawabkan secara internal maupun
eksternal.
e. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi harus dilakukan
sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
f. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai
umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan.
g. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria kinerja, baik indikator masukan,
proses, keluaran, manfaat maupun dampak.
87
Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi, dan
Pusat. Dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
kegiatan layanan UBM dan Tuberkulosis terintegrasi harus
berjalan optimal untuk menjamin keberlangsungan
penyelenggaraan kegiatan ini termasuk memotivasi dan
memfasilitasi organisasi masyarakat/profesi/swasta/dunia
usaha sesuai dengan kearifan lokal.
88
e. Terlaksananya kegiatan layanan konseling UBM terintegrasi
dengan Tuberkulosis
f. Tercapainya Puskesmas dengan layanan konseling upaya
berhenti merokok
g. Tersedianya quit line layanan konseling upaya berhenti
merokok
89
c) Gambar
d) Suara
2) Kriteria Pencatatan adalah :
a) Sistematis, jelas, dan respon kepada klien
b) Ditulis dengan baik
c) Tepat waktu
d) Mencantumkan nama jelas dan tanda
tangan setelah melakukan pencatatan.
3) Manfaat Pencatatan adalah :
a) Sebagai Bukti Kegiatan
b) Memberikan Informasi Tentang Kegiatan
c) Sebagai Pertanggungjawaban
d) Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
e) Sebagai Alat Komunikasi
f) Bahan Pembuat Laporan
g) Bukti Hukum
Pengertian Pelaporan
Pelaporan adalah Catatan yang memberikan data dan informasi
tentang kegiatan tertentu hasilnya disampaikan ke pihak yang
berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tersebut.
Bentuk Pelaporan adalah :
1. Lisan
▪ Tidak Obyektif
▪ Hal-hal yang baik saja disampaikan
90
▪ Tindak lanjut cepat (+)
2. Tertulis
▪ Waktu lama
▪ Biaya besar
▪ Bersifat Objektif (+).
91
teknis ke Puskesmas dan tindak lanjut untuk meningkat kinerja
program.
Tingkat Provinsi
Laporan mempergunakan formulir sama dengan Kabupaten/
Kota. Laporan dari dinkes Kabupaten/ Kota, diterima oleh Dinas
Kesehatan Provinsi dalam bentuk formulir dikompilasi/
direkapitulasi. Hasil rekapitulasi disampaikan ke pengelola
program PTM dan PPM Provinsi untuk diolah dan dimanfaatkan
serta dilakukan tindak lanjut, bimbingan dan pengendalian.
92
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
REFERENSI
1. Undang-Undang RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah;
2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan
4. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan
5. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024
6. Instruksi Presiden No 1 tahun 2017 Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (GERMAS)
7. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun
2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga Tahun 2020-2024
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2022 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2015 Tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.64 Tahun
2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah
94
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 40 tahun 2013 tentang
Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi
Kesehatan
13. SE Menteri Dalam Negeri Nomor 523/7818/SJ tentang
Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
14. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok Pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan RI 2013,
15. Buku Saku Hidup sehat Tanpa Rokok, Kementerian Kesehatan
RI, 2013
16. Buku Lembar Balik Upaya berhenti Merokok, Kementerian
Kesehatan RI, 2013
17. Modul Pelatihan Konseling Upaya Berhenti Merokok Pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan
2014,
18. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
Kementerian Kesehatan 2008
19. Prevention and Control of Non Communicable Diseases in
Indonesia, Ministry Of Health 2011
20. Berhenti Merokok, Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011
21. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
Kementerian Kesehatan 2008
22. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011, Berhenti Merokok,
Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di Indonesia;
95
23. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4 th.ed.
Washington D.C: Author.175- 191;175-272; American Psychiatric
Association.1994
24. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular; Kementerian
Kesehatan 2008
25. Prevention and Control of Non Communicable Diseases in
Indonesia; Ministry Of Health 2011
26. Berhenti Merokok, Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011
27. Buku Petunjuk Teknis Layanan Konseling Upaya Berhenti
Merokok (UBM di Fasyankes,) 2021, Kementerian Kesehatan
96
97