Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KESEHATAN GLOBAL

(ANALYSIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS 3 )

OLEH:
AN NISA ELCA PUTRI NIM : 10012681822008
DIAN KURNIA SARI NIM : 10012681822005
NENY HARYANTI NIM : 10012681822006
WAHYU AURORA NIM : 10012611822002

Dosen Pengajar
Dr. Haerawati Idris, S.KM., M.Kes

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................3

1.2 Tujuan.............................................................................................................5

BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 Sistem Kesehatan Nasional............................................................................6

2.1.1Pengertian Sistem Kesehatan Nasional.............................................6

2.1.2 Landasan SKN.................................................................................6

2.1.3 Tujuan SKN.....................................................................................7

2.1.4 Subsistem SKN................................................................................7

2.2 Sistem Kesehatan Nasional dalam Indikator Sustainable Development Goals (SDGS)
9

2.3. Penyakit Tidak Menular..............................................................................11

2.4. Kematian Akibat Penyakit Tidak Menular, faktor risiko dan Program-Program dalam
Menurunkan Angka Kematian akibat PTM.......................................................13

BAB III..................................................................................................................16
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................17

3.2 Saran.............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suistainable Development Goals (SDG’S) adalah singkatan atau kepanjangan dari
sustainable development goals, yaitu sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah acuan dalam
kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara di dunia. Post-2015, juga dikenal
sebagai Sustainabale Development Goals (SDGs) didefinisikan sebagai kerangka kerja untuk 15
tahun ke depan hingga tahun 2030. Berbeda dengan MDGs yang lebih bersifat birokratis dan
teknokratis, penyusunan butir-butir SDGs lebih inklusif melibatkan banyak pihak termasuk
organisasi masyarakat sipil atau Civil Society Organization (CSO). Penyusunan SDGs sendiri
memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat beberapa butir-butir target MDGs yang
belum bisa dicapai dan harus diteruskan di dalam SDGs. Seluruh tujuan, target dan indikator
dalam dokumen SDGs juga perlu mempertimbangkan perubahan situasi global saat ini
(Yohanna, 2015).
Sustainable Development Goals (SDGs) dirancang sebagai kelanjutan dari Milineum
Development Goals (MDGs) yang belum tercapai tujuannya samapai pada akhir tahun 2015.
SDGs adalah suatu rencana aksi untuk umat manusia ,planet dan kemakmuran. Juga tujuannya
untuk memperkuat perdamaian universal dalam kebebasan yang luas selain itu untuk mengatasi
kemiskinan yang ekstrim adalah tantangan global yang paling besar dan merupakan prasyarat
yang tidak dapat dilanjutkan untuk pembangunan berkelanjutan (Bappenas, 2015). Salah satu
tujuan dari SDGS yaitu Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi
semua orang terutama dalam mengurangi kematian akibat Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari
orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis
utama penyakit tidak menular adalah penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan
stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronis dan asma)
dan diabetes melitus (DM). Laporan menunjukkan bahwa data tahun 2013, PTM sejauh ini
merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang mewakili 63% dari semua kematian
tahunan. PTM membunuh lebih dari 36 juta orang setiap tahun. Sekitar 80% dari semua
kematian PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Beberapa fakta penting
lain tentang PTM yaitu lebih dari 9 juta dari semua kematian dikaitkan dengan PTM terjadi
sebelum usia 60 tahun, 90% dari kematian "prematur" terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Kematian akibat penyakit kardiovaskular paling banyak disebabkan oleh PTM
yaitu sebanyak 17,3 juta orang per tahun, diikuti oleh kanker (7,6 juta), penyakit pernafasan (4,2
juta), dan DM (1,3 juta). Keempat kelompok jenis penyakit ini menyebabkan sekitar 80% dari
semua kematian PTM dan ada empat faktor risiko penting yaitu penggunaan tembakau, aktivitas
fisik, penggunaan alkohol berlebihan, dan diet yang tidak sehat (WHO, 2013). Penyakit tidak
menular tetap sebagai masalah kesehatan yang hebat di Iran. Di tahun 2013, 236 ribu kematian di
Iran terjadi karena PTM dan ada 14,5% peningkatan kematian selama dua tahun dekade terakhir
Di beberapa daerah, terutama Afrika Sub-Sahara, karena beban PTM tumbuh, sumber
daya untuk pengobatan mungkin tidak memenuhi kebutuhan populasi. Ini diakui sebagai masalah
prioritas dengan deklarasi politik yang ditandatangani oleh semua Negara Anggota PBB pada
tahun 2011, yang berkomitmen untuk pencegahan dan pengendalian PTM. Atas dasar ini, WHO
mengembangkan target global untuk mengurangi kematian akibat penyakit kardiovaskular,
kanker, diabetes dan penyakit pernapasan kronis sebesar 25% sebelum tahun 2025 (dikenal
sebagai target 25x25) (WHO, 2013). Meningkatnya prevalensi PTM terjadi dalam konteks
populasi urbanisasi yang cepat. Populasi perkotaan dunia telah tumbuh rata-rata 2,6% per tahun
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 6,3 miliar orang, 70% dari total populasi pada tahun
2050. Mayoritas pertumbuhan ini akan terkonsentrasi di LMIC: Asia diproyeksikan peningkatan
populasi perkotaan sebesar 1,4 miliar, Afrika 0,9 miliar, dan Amerika Latin dan Karibia 0,2
miliar. Salah satu pendorong utama dari kecenderungan ini adalah migrasi pedesaan-perkotaan
internal, terutama dilakukan untuk alasan ekonomi. Sebagai contoh, di Cina, 200 juta migran
pedesaan-perkotaan diantisipasi antara tahun 2010 dan 2020 (Wordl Urbanization Prospect,
2011).
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes, pada 1990, angka kematian akibat PTM di
Indonesia berada pada angka 37%. Angka tersebut terus mengalami kenaikan. Pada 2000,
kematian akibat PTM menjadi 49%. Selanjutnya pada 2010 angka tersebut kembali meningkat
menjadi 58%. Terakhir, hingga pertengahan 2015, diketahui kematian akibat PTM telah
mencapai 57% (Kemenkes, 2017). Ada 10 penyakit penyebab terbesar kematian yakni stroke,
kecelakaan lalu lintas, jantung iskemik, kanker, diabetes melitus, tuberkulosis, infeksi saluran
pernafasan atas, depresi, asfiksia dan trauma kelahiran serta penyakit paru obstruksi kronis.
Perubahan fenomena ini terjadi akibat perilaku dalam menjalankan pola hidup sehat. Warga
mengantisipasi penyakit menular, namun mengabaikan perilaku yang berdampak pada
munculnya penyakit tidak menular yang juga memicu kematian (Antara, 2017).
Penyakit tidak menular telah menjadi musuh besar bagi para petugas kesehatan. Ada
beberapa jenis PTM penting contohnya penyakit jantung koroner, ostheoarthritis (OA),
kolesterol, DM dan lainnya. Perlunya kegiatan yang menggerakkan dan memotivasi masyarakat
untuk hidup sehat dan mengubah gaya hidup, yaitu dengan Gerakan Masyarakat Sehat atau
Germas. Germas harus terus digalakkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat menjalankan
pola hidup sehat. Pencegahan jauh lebih baik dibanding melakukan pengobatan ketika sudah
terjangkit penyakit.(Antara, 2017).
Semakin meningkatnya kejadian PTM, maka perlu adanya edukasi dan pendampingan
kepada masyarakat untuk melaksanakan deteksi dini atau skrining terhadap PTM, terutama pada
kelompok yang berisiko. Masyarakat harus selalu diajak untuk mengenali penyakitnya. Penting
untuk melaksanakan pengabdian kepada masyarakat tentang skrining dan pendampingan
pencegahan Penyakit Tidak Menular di masyarakat.

1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai penulis melalui kajian ini adalah untuk menganalisis salah
satu indikator SDGS yaitu Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi
semua orang terutama dalam mengurangi kematian akibat Penyakit Tidak Menular

1.2.1 Tujuan Khusus


Adapun Tujuan Khusus yang ingin dicapai :
1. Untuk Mengetahui retensi Tenaga kesehatan dalam menurunkan angka kematian akibat
Penyakit Tidak Menular
2. Metode/program-progam yang digunakan dalam menurunkan angka kematian akibat
Penyakit Tidak Menular di beberapa negara
3. Pencegahan dan perawatan dalam menurunkan angka kematian akibat Penyakit TidaK
Menular
4. Upaya penurunan dan pengelolaan Risiko Penyakit Tidak Menular
5. Akses ke pelayanan kesehatan dalam pengobatan Penyakit Tidak Menular
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Kesehatan Nasional


2.1.1Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
Sistem kesehatan menurut WHO adalah sebuah proses kumpulan berbagai faktor
kompleks yang berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan
kebutuhan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dalam sebuah sistem
harus terdapat unsur-unsur input, proses, output, feedback, impact dan lingkungan. Sistem
kesehatan yang telah di sahkan sesuai SK Menkes bahwa tujuan yang pasti adalah meningkatkan
derajat yang optimal dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan yang sesuai dengan Pembukaan
UUD 1945.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu
derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
1945. Sistem Kesehatan Nasional perlu dilaksanakan dalam konteks Pembangunan Kesehatan
secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti: kondisi kehidupan
sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber
daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut (Depkes RI, 2009)
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi:
1. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata;
2. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat;
3. Kebijakan pembangunan kesehatan;
4. Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi/terobosan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem rujukan
2.1.2 Landasan SKN
‘Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, khususnya Pasal 28A ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”, Pasal 28B ayat (2) ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”, Pasal
28C ayat (1) ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”, Pasal
28H ayat (1) ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”, Pasal 28H ayat (3) ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”, Pasal 34 ayat (2)
”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, dan Pasal 34
ayat (3) ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak”.
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.

2.1.3 Tujuan SKN


Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh
semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil
guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi
Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku maupun antar
subsistem SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti
pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor
kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
2.1.4 Subsistem SKN
Pendekatan manajemen kesehatan dewasa ini dan kecenderungannya di masa
depan adalah kombinasi dari pendekatan: 1) Sistem, 2) Kontingensi, dan 3) Sinergi yang
dinamis. Mengacu pada substansi perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan
dewasa ini serta pendekatan manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem SKN
meliputi:
1. Subsistem Upaya Kesehatan
Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa
Indonesia. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan upaya peningkatan, pencegahan,
pengobatan, dan pemulihan. Upaya kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk TNI
danPOLRI), pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, dan/ataumasyarakat/swasta melalui
upaya peningkatan kesehatan,pencegahan penyakit, pengobatan, dan pemulihan kesehatan,
difasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan
2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni: Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pembiayaan
kesehatan yang adekuat, terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat
vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan
pembangunan kesehatan. Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan public
goodyang menjadi tanggung-jawab pemerintah, sedangkan untuk pelayanan kesehatan
perorangan pembiayaannya bersifat private, kecuali pembiayaan untuk masyarakat miskin dan
tidak mampu menjadi tanggung-jawab pemerintah. Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan
diselenggarakan melalui jaminan pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial
yang pada waktunya diharapkan akan mencapai universal coveragesesuai dengan Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
3. Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang
mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai
tututan kebutuhan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, SKN juga memberikan fokus
penting pada pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan guna menjamin ketersediaan
dan pendistribusian sumber daya manusia kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan meliputi: 1) perencanaan kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan, 2)
pengadaan yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan, 3)
pendayagunaan SDM Kesehatan, termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan 4) pembinaan
serta pengawasan SDM Kesehatan.
4. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Subsistem kesehatan ini meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek keamanan,
khasiat/ kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar;
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang
rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya
dalam negeri.
5. Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
Subsistem ini meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum kesehatan,
dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan
berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah
koordinasi, integrasi, sinkronisasi, serta penyerasian berbagai subsistem SKN dan efektif, efisien,
serta transparansi dari penyelenggaraan SKN tersebut. Dalam kaitan ini peranan informasi
kesehatan sangat penting. Dari segi pengadaan data dan informasi dapat dikelompokkan
kegiatannya sebagai berikut: 1) Pengumpulan, validasi, analisa, dan diseminasi data dan
informasi, 2) Manajemen sistem informasi, 3) ukungan kegiatan dan sumber daya untuk unit-unit
yang memerlukan, dan 4) Pengembangan untuk peningkatan mutu sistem informasi kesehatan.
6. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan
kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelaku pembangunan
kesehatan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat
termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan.
Dalam pemberdayaan masyarakat meliputi pula upaya peningkatan lingkungan sehat oleh
masyarakat sendiri. Upaya pemberdayaan masyarakat akan berhasil pada hakekatnya bila
kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat dan upaya kesehatan
pada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan kesehatan.

2.2 Sistem Kesehatan Nasional dalam Indikator Sustainable Development Goals (SDGS)
Konsep SDGs diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi
semua perubahan yang terjadi pasca 2015, Millennium Development Goals (MDGs). Konsep
SDGs melanjutkan konsep pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) di mana
konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi, kerangka pembangunan yang berkaitan dengan
perubahan situasi dunia yang semula menggunakan konsep MGDs sekarang diganti SDGs.
Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan SDGs yaitu,
pertama indikator yang melekat pembangunan manusia (Human Development), di antaranya
pendidikan, kesehatan. Indikator kedua yang melekat pada lingkungan kecilnya (Social
Economic Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan, serta
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, indikator ketiga melekat pada lingkungan yang lebih besar
(Environmental Development), berupa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan
yang baik. Sebelumnya sektor kesehatan dalam MDGs terdapat 4 Goals, 8 target dan 31
indikator sedangkan pada SDGs terdapat 4 goals, 19 target dan 31 indikator. Keempat goals
tersebut berada pada posisi 2, 3, 5 dan 6 antara lain :
2. Tanpa Kelaparan, tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan nutrisi,
serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan Menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong
kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.
5. Kesetaraan Gender, mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu dan
perempuan.
6. Air Bersih dan Sanitasi, menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua orang.
Tujuan ke 3 Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
orang di segala usia, yaitu pada 2030 (9 Targets dan 4 means of implementations):
 Mengurangi AKI hingga di bawah 70 per 100.000 KH
 Mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan menurunkan Angka
Kematian Neonatal hingga 12 per 1.000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000 KH;
 Mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria dan penyakit tropis yang terabaikan, serta
memerangi hepatitis, penyakit bersumber air dan penyakit menular lainnya;
 Mengurangi 1/3 kematian prematur akibat penyakit tidak menular melalui pencegahan dan
perawatan, serta mendorong kesehatan dan kesejahteraan mental;
 Memperkuat pencegahan dan perawatan penyalahgunaan zat, termasuk penyalahgunaan
narkotika dan alkohol yang membahayakan;
 Mengurangi setengah jumlah global kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas;
 Menjamin akses semesta kepada pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi;
 Mencapai universal health coverage, termasuk perlindungan risiko keuangan, akses kepada
pelayanan kesehatan dasar berkualitas dan akses kepada obat-obatan dan vaksin dasar yang
aman, efektif, dan berkualitas bagi semua orang;
 Mengurangi secara substansial kematian dan kesakitan akibat senyawa berbahaya serta
kontaminasi dan polusi udara, air, dan tanah.
Targets Sistem Kesehatan Nasional (Means of implementations / perangkat
implementasi)
 Memperkuat implementasi FCTC WHO di seluruh negara sesuai keperluan
 Mendukung penelitian dan pengembangan vaksin, obat penyakit menular maupun tidak
menular terutama di negara-negara berkembang, menyediakan akses obat dan vaksin dasar
yang terjangkau, sesuai Doha Declaration tentang TRIPS Agreement and Public Health,
yang menegaskan hak negara berkembang untuk menggunakan secara penuh ketentuan-
ketentuan dalam kesepakatan atas aspek-aspek terkait Perdagangan pada Hak Properti
Intelektual terkait keleluasaan untuk melindungi kesehatan masyarakat, khususnya
menyediakan akses obat bagi semua orang
 Secara substansial meningkatkan pembiayaan kesehatan serta rekrument, pengembangan,
pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara-negara berkembang, terutama negara-
negara tertinggal dan negara bagian pulau kecil yang sedang berkembang
 Memperkuat kapasitas seluruh negara, khususnya negara-negara berkembang dalam hal
peringatan dini, penurunan risiko serta pengelolaan risiko kesehatan nasional

2.3. Penyakit Tidak Menular


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia dan
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra 2012). Penyakit tidak menular
(PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka
memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013).
Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular mengatakan bahwa
yang tergolong ke dalam PTM antara lain adalah; Penyakit kardiovaskuler (jantung,
atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes melitus serta kanker.

Dua pertiga dari 52,8 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2010 disebabkan oleh
penyakit tidak menular, dengan penyakit jantung iskemik, stroke, obstruktif kronik penyakit
paru-paru, kanker paru-paru, dan peringkat diabetes di antara sepuluh penyebab utama.Laporan
menunjukkan bahwa PTM sejauh ini merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang
mewakili 63% dari semua kematian tahunan. PTM membunuh lebih dari 36 juta orang setiap
tahun. Sekitar 80% dari semua kematian PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Beberapa fakta penting lain tentang PTM yaitu lebih dari 9 juta dari semua kematian
dikaitkan dengan PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, 90% dari kematian "prematur" terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kematian akibat penyakit kardiovaskular paling
banyak disebabkan oleh PTM yaitu sebanyak 17,3 juta orang per tahun, diikuti oleh kanker (7,6
juta), penyakit pernafasan (4,2 juta), dan DM (1,3 juta). Keempat kelompok jenis penyakit ini
menyebabkan sekitar 80% dari semua kematian PTM dan ada empat faktor risiko penting yaitu
penggunaan tembakau, aktivitas fisik, penggunaan alkohol berlebihan, dan diet yang tidak sehat
(WHO, 2013).
Di Indonesia transisi epidemiologi menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit, di
mana penyakit kronis degeneratif sudah terjadi peningkatan. Dalam kurun waktu 20 tahun
(SKRT 1980 – 2001), proporsi kematian penyakit infeksi menurun secara signifikan, namun
proporsi kematian karena penyakit degeneratif (jantung dan pembuluh darah, neoplasma,
endokrin) meningkat 2 – 3 kali lipat. Penyakit stroke dan hipertensi di sebagian besar rumah
sakit cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan selalu menempati urutan teratas. Dalam
jangka panjang, prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan semakin
bertambah.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes, pada 1990, angka kematian akibat PTM di
Indonesia berada pada angka 37%. Angka tersebut terus mengalami kenaikan. Pada 2000,
kematian akibat PTM menjadi 49%. Selanjutnya pada 2010 angka tersebut kembali meningkat
menjadi 58%. Terakhir, hingga pertengahan 2015, diketahui kematian akibat PTM telah
mencapai 57% (Kemenkes, 2017). Ada 10 penyakit penyebab terbesar kematian yakni stroke,
kecelakaan lalu lintas, jantung iskemik, kanker, diabetes melitus, tuberkulosis, infeksi saluran
pernafasan atas, depresi, asfiksia dan trauma kelahiran serta penyakit paru obstruksi kronis.
Klaim BPJS tahun 2014 untuk 4,8 juta kasus penyakit jantung mencapai Rp 8,189 triliun.
Tahun 2015 hingga Triwulan III terdapat 3,9 juta kasus dengan total klaim Rp 5,462 triliun.
Klaim BPJS tahun 2014 untuk 894 kasus penyakit kanker mencapai RP 2 triliun (894 ribu
kasus). Tahun 2015 terdapat 724 ribu kasus dengan total klaim Rp 1,3 triliun. Berdasarkan biaya
kesehatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PTM menjadi ancaman serius bagi
keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Rokok merupakan faktor risiko utama Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti kanker,
penyakit jantung dan pembuluh darah, serta penyakit paru obstruktif kronis. Didukung dengan
Data WHO yang menyatakan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah
China dan India. Prevalensi perokok laki laki dewasa di Indonesia paling tinggi di dunia
(68,8%). Penurunan kualitas dan produktivitas generasi penerus bangsa akibat mengonsumsi
rokok akan menghambat pembangunan.

2.4. Kematian Akibat Penyakit Tidak Menular, faktor risiko dan Program-Program dalam
Menurunkan Angka Kematian akibat PTM
Non Communicable Disease (NCD) salah satu penghalang utama untukpengembangan
dan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Yang mendasarinya penyebab
NCDadalahfaktor risiko, mereka juga merupakan penyebab utama ketidaksetaraan kesehatan
(WHO, 2013). Faktor risiko utama untuk NCD untuk individu dikenal dan serupa di semua
negara (Yusuf et al, 2004). Penggunaan tembakau, makanan tinggi lemak jenuh dan trans,
garam, dan gula (terutama dalam minuman manis), aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol yang
berbahaya menyebabkan lebih dari dua pertiga dari semua kasus baru NCD dan meningkatkan
risiko komplikasi pada orang dengan NCD.Setiap hari lebih dari 1 miliar orang merokok atau
mengunyah tembakau karena kecanduan nikotin mereka, dan sekitar 15.000 orang meninggal
karena penyakit yang berhubungan dengan tembakau; penggunaan tembakau menyumbang
setengah ketidaksetaraan kesehatan, karena dinilai oleh pendidikan, dalam kematian laki-laki
(Zatonski et al, 2008). Penggunaan tembakau telah jatuh di banyak negara berpenghasilan ting\gi
mayoritas laki-laki, tetapi sekarang meningkat pesat di banyak berpenghasilan rendah dan
negara-negara berpenghasilan menengah dengan prevalensi lebih banyak dari 25% pada remaja
di beberapa negara. Kenaikan ini karena aktivitas industri tembakau yang tidak terkendali dan
upaya yang terus-menerus untuk mempengaruhi dan melemahkan kebijakan terkait kontrol
tembakau (Malone, 2010).
Konsumsi makanan tinggi jenuh dan lemak trans, garam, dan gula yang diproduksi
industri adalah penyebab setidaknya 14 juta kematian atau 40% dari semua kematian setiap
tahun dari PTM (WHO, 2011). Sebagai contoh, konsumsi garam yang berlebihan menyebabkan
hingga 30% dari semua kasus hipertensi Ketidakaktifan fisik menyebabkan sekitar 3 juta atau
8% dari semua kematian per tahun dari NCD. Konsumsi alkohol memimpin menjadi 2-3 juta
kematian setiap tahun, 60% diantaranya adalah karena NCD, dan memiliki kesehatan yang
buruk, sosial, dan ekonomi efeknya, dan bukan hanya untuk orang yang minum.Perubahan dalam
lingkungan sosial dan ekonomi telah menghasilkan faktor risiko untuk menjadi NCD luas
(Geneau et al, 2010).
NCD secara tidak langsung mempengaruhi keluarga yang miskin dengan demikian
meningkakan ketidaksetaraan (WHO, 2008). Orang yang miskin hidup dalam pengaturan di
mana kebijakan, legislasi, dan peraturan untuk menangani NCD tidak ada atau tidak memadai.
Selain itu, mengurangi akses ke layanan komprehensif untuk pencegahan dan pengobatan NCD
muncul karena alasan finansial dan sistem kesehatan yang lemah. NCD juga menyebabkan
kemiskinan. Sebagian besar bersifat kronis dan bisa menyebabkan pengeluaran berkelanjutan
yang menjebak rumah tangga miskin dalam siklus hutang dan penyakit, mengancam kesehatan
dan ketidaksetaraan ekonomi. Di India, satu dari empat keluarga di yang mana anggota keluarga
memiliki penyakit kardiovaskular dengan pengeluaran bencana atau besar; sebagai hasilnya,
10% dari ini keluarga menjadi miskin (Mahal, 2010). Hilangnya produktivitas mengurangi daya
kerja manusia yang efektif, yang menghasilkan pengurangan output ekonomi secara keseluruhan.
Untuk setiap 10% peningkatan mortalitas dari NCD, pertumbuhan ekonomi tahunan diperkirakan
dikurangi dengan 0-5% (Stuckler, 2010). Atas dasar bukti ini, maka World Economic Forum
sekarang menempatkan NCD sebagai salah satu dari ancaman global atas terhadap pembangunan
ekonomi

Untuk mengurangi dan menurunkan angka kematian akibat penyakit tidak menular serta
faktor risiko dari PTM maka beberapa negara memprioritaskan hal-hal terkait Sistem Kesehatan
dalam Penyakit Tidak Menular :
A. Kebijakan Kontrol Penggunaan Tembakau
Kontrol tembakau yang dipercepat sebagai prioritas untuk melakukan tindakan segera
adalah mencapai sasaran global yang disarankan pada 2040 dunia yang pada dasarnya bebas dari
tembakau di mana kurang dari 5% dari populasi yang menggunakan tembakau. Implementasi
penuh dari empat Kerangka tentang strategi Framework on Tembakau Control (FCTC) akan
mencegahnya 5,5 juta kematian selama 10 tahun di 23 negara berpenghasilan rendah dan negara
berpenghasilan menengah dengan beban NCD yang tinggi (Asaria, 2007). Hasil penting dari UN
HLM adalah tekad baru untuk mempercepat penerapan penuh semua aspek FCTC. Jika Tindakan
ini akan terjadi maka manfaat kesehatan dan ekonomi membaik karena pengurangan paparan
asap tembakau, baik langsung maupun tangan kedua, akan mengurangi beban kardiovaskular
penyakit dalam 1 tahun dan dengan demikian pengeluaran kesehatan terhadap NCD (Suns et al,
2010).
B. Pengurangan Garam
Pengurangan konsumsi garam adalah prioritas utama lainnya karena itu akan
menyebabkan menurunkan tekanan darah, salah satunya faktor risiko utama untuk stroke dan
penyakit jantung. Pengurangan konsumsi garam kepada seluruh populasi hanya 15% - melalui
kampanye media massa dan reformulasi produk makanan oleh industri - akan terhindar 8,5 juta
kematian kematian selama 10 tahun di 23 negara denganNCD tinggi (Asaria, 2007). Dalam
jangka panjang, pengurangan garam Konsumsi akan memiliki efek yang lebih besar sejak
dikurangi Asupan akan menipiskan tekanan darah terkait usia meningkat, dan setiap risiko kecil
defisiensi yodium dapat ditangani oleh sarana lain (Verkaik et al, 2010) Penggantian garam
dalam negara-negara seperti Cina, di mana banyak garamnya ditambahkan saat memasak dan
makan, akan bermanfaat strategi karena konsumsi makanan olahan meningkat di banyak negara,
perubahan dalam norma industri untuk mengurangi penambahan garam sekarang akan menjadi
penting manfaat di masa depan (Cobiac, 2010). Meskipun peraturan pemerintah mungkin
diperlukan. Tujuan global kami yang disarankan adalah mengurangi asupan garam dunia ke
kurang dari 5 g (atau 2000 mg sodium) per orang per haripada tahun 2025 (WHO,2013)

C. Promotion of healthy diets and physical activity


Kebijakan untuk mempromosikan aktivitas fisik dan konsumsi makanan rendah lemak
jenuh dan trans, garam, dan gula khususnya minuman yang dimaniskan dengan gula akan
mengarah untuk keuntungan kesehatan, termasuk pencegahan kelebihan berat badan (terutama
pada anak-anak), penyakit kardiovaskular, dan beberapa lainnya kanker,dan meningkatkan
kesehatan mulut dan periodontal (Lock et al, 2005). Kebijakan-kebijakan ini sebagian besar
pengurangan biaya perawatan kesehatan mereka di masa depan, terutama di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah (Cecchini et al, 2010). Intervensi utama termasuk metode
fiskal,yaitu meningkatkan harga makanan tinggi jenuh dan lemak trans dan gula yang diproduksi
industri; pelabelan makanan; dan pembatasan pemasaran produk makanan yang tidak sehat,
terutama untuk anak-anak dan orang muda (WHO, 2011). Makanan industri di semua negara
harus mulai merumuskan ulang makanan olahan dan menghentikan promosi yang tidak sehat
produk untuk anak-anak. Dorongan pemerintah yang kuat, termasuk langkah-langkah pengaturan
dan fiskal, akan diperlukan untuk memastikan kemajuan yang cepat. Pencegahan obesitas
seharusnya termasuk dalam program kesehatan dgizi ibu dan anak (Gluckman dan Hanson,
2006). Modifikasi lingkungan binaan untuk mempromosikan aktivitas fisik juga memiliki
potensi untuk mencegah kegemukan,
D. Pengurangan Konsumsi Alkohol Berbahaya
Kebijakan yang memengaruhi harga, promosi, dan ketersediaan alkohol mengurangi
bahaya terkait alkohol (Anderson et al, 2009). Ditegakkan undang-undang yang mengurangi
mengemudi setelah minum alkohol, dan intervensi untuk peminum berisiko juga efektif. Di
negara-negara dengan sejumlah besar produksi dan konsumsi yang tidak tercatat, tujuan yang
penting adalah meningkatkan proporsi alkohol yang dikenai pajak; itu membutuhkan pemolisian
yang efektif dari ilegal dan alkohol yang diproduksi secara tidak resmi. Pengenaan pajak
berdasarkan konten alkohol adalah pelengkap penting untuk pajak meningkat. Di sebagian besar
negara, dan secara global, alkohol pemasaran dan sponsorship tersebar luas dan, seperti halnya
tembakau, tanggapan legislatif diperlukan untuk mengurangi konsumsi alkohol yang berbahaya.

E. Access to essential drugs and technologies


Akses universal untuk obat-obatan yang bermutu tinggi dan terjangkau untuk NCD
merupakan masalah penting bagi semua negara, dan terutama negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Masalah ini juga muncul dalam pengobatan infeksi HIV dan AIDS;
pendekatan terpadu diperlukan untuk pengobatan semua penyakit prioritas dengan perhatian
khusus mengurangi ketidaksetaraan. Pendekatan klinis berbasis bukti terbaik untuk NCD di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah kombinasi multidrug untuk orang
yang diidentifikasi secara oportunistik dalam perawatan primer sebagai berisiko tinggi penyakit
kardiovaskular, atau untuk pasien yang sudah melakukannya dan memiliki kejadian klinis.10
Peningkatan intervensi ini lebih dari 10 tahun, mencegah 18 juta kematian dari penyakit
kardiovaskular (Lim et all, 2009).

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Anderson P, Chisholm D, Fuhr D. Effectiveness and cost-eff ectiveness of policies and
programmes to reduce the harm caused by alcohol. Lancet 2009; 373:2234–46.

Allen, L., Williams, J., Townsend, N., Mikkelsen, B., Roberts, N., Foster, C., &
Wickramasinghe, K. 2017. Socioeconomic status and non-communicable disease
behavioural risk factors in low-income and lower-middle-income countries: a systematic
review. The Lancet Global Health, 5(3), e277-e289.

Antara, 2017. Kemenkes: Penyakit tidak Menular Mendominasi Penyebab Kematian, diakses
pada Antaranews,com, tanggal 12 Agustus 2017

Asaria P, Chisholm D, Mathers C, Ezzati M, Beaglehole R. Chronic disease prevention: health


effects and fi nancial costs of strategies to reduce salt intake and control tobacco
use. Lancet 2007; 70:2044–53

Bappenas.2015. Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2015-2019. Jakarta:

Beaglehole, R., Bonita, R., Horton, R., Adams, C., Alleyne, G., Asaria, P., ... & Cecchini, M.
2011. Priority actions for the non-communicable disease crisis. The Lancet, 377(9775),
1438-1447.

Cecchini M, Sassi F, Lauer JA, et al. Tackling of unhealthy diets, physical inactivity, and
obesity: health eff ects and cost-effectiveness. Lancet 2010; 376:1775–84.

Cobiac LJ, Vos T, Veerman JL. Cost-eff ectiveness of interventions to reduce dietary salt intake.

Heart 2010; 96:1920–25.

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Geneau R, Stuckler D, Stachenko S, et al. Raising the priority of preventing chronic diseases: a
political process. Lancet 2010; 376:1689–98.

Group CSSSC: Salt substitution: a low-cost strategy for blood pressure control among rural
Chinese. A randomized, controlled trial. J Hypertens 2007; 25:2011–18.
Jha P, Peto R, Zatonski W, et al. Social inequalities in male mortality, and in male mortality from
smoking: indirect estimation from national death rates in England and Wales, Poland, and
North America. Lancet 2006; 368:367–70.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI;
2012. hlm. 1-28.

Lim SS, Gaziano TA, Gakidou E, et al. Prevention of cardiovascular disease in high-risk
individuals in low-income and middle-income countries: health eff ects and costs. Lancet
2007; 370:2054–62.

Lock K, Pomerleau J, Causer L, Altmann DR, McKee M. The Global Burden of Disease due to
low fruit and vegetable consumption: implications for the global strategy on diet. Bull
WHO 2005; 83:100–08.

Mahal A, Karan A, Engelau M. The economic implications of non communicable disease for
India. Washington: World Bank, 2010.

Malone R. The tobacco Industry. In: Wiist W, ed. The bottom line or public health: tactics
corporations use to infl uence health and health policy, and what we can do to counter t
hem. New York: Oxford University Press, 2010.

Oyebode, O., Pape, U. J., Laverty, A. A., Lee, J. T., Bhan, N., & Millett, C. 2015. Rural, urban
and migrant differences in non-communicable disease risk-factors in middle income
countries: a cross-sectional study of WHO-SAGE data. PloS one, 10(4), e0122747.

Sims M, Maxwell R, Bauld L, Gilmore A. Short term impact of smoke-free legislation in


England: retrospective analysis of hospital admissions for myocardial infarction. Br Med
J2010; 340:c21

Stuckler D, Basu S, McKee M. Drivers of inequalities in Millennium Development


Goalprogress: statistical analysis. PLoS Med 2010; 7:e1000241.

UN Department of Economic and Social Affairs, Population Division. World Urbanization


Prospects, the 2011 Revision.
Verkaik-Kloosterman J, van ‘t Veer P, Ocké MC. Reduction of salt: will iodine intake remain
adequate in The Netherlands? Br J Nutr 2010; 104:1712–18.

WHO.2015.“Noncommunicable diseases”.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/ .
Diakses tanggal 8 September 2015.
World Health Organisation. NCD Global Monitoring Framework. 2013.

WHO. Commission on the Social Determinants of health. Geneva: World Health Organization,
2008.

World Economic Forum. Global risks 2011. http://riskreport. weforum.org/ (accessed Feb 21,
2011).

WHO. Global strategy on diet, physical activity and health. Geneva: World Health Organization,
2004. http://www.who.int/dietphysicalactivity/publications/recsmarketing/en/index.html
(accessed Feb 21, 2011)

Yohanna, S.2015.. Transformasi Millenium Development Goals(Mdg's) Menjadi Post 2015


Guna Menjawab Tantangan Pembangunan Global Baru.

Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, et al. Eff ects of potentially modifiable risk factors associated
with myocardial infarction in 52 countries (the INTERHEART Study); case control
study.Lancet 2004; 364:937–52

Anda mungkin juga menyukai