Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA Tn. V.O DENGAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WATDEK

Oleh

NAMA : CINDI MENORA

NIM : P07120218008

KELOMPOK IX

CI INSTITUSI CI LAHAN

MARTHINA TIVEN, S.SiT.,M.Kes JOALA L.V. THAROB, A.Md.Kep


NIP.19560115 198112 2 001 NIP.19780219 200502 2 014

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
2020

\
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Lanjut usia merupakan kelompok yang paling rentan dan banyak terjangkit
masalah kesehatan. Semakin bertambah usia maka semakin menurun kekuatan dan
daya tahan tubuh orang tersebut. Penurunan daya tubuh hingga tingkat tertentu dapat
mengakibatkan seseorang mengalami masalah kesehatan khususnya pada lansia
(Sutinah & Maulani, 2017). Peningkatan jumlah lansia memberikan suatu perhatian
khusus pada lansia yang mengalami suatu proses menua. Beberapa masalah yang
perlu perhatian khusus terhadap lansia berkaitan dengan berlangsungnya proses
menjadi tua, yang berakibat timbulnya perubahan fisik, kognitif, perasaan, sosial,
dan seksual (Azizah, 2011).
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2017, menyatakan bahwa
dari 53,3 juta kematian didunia didapatkan penyebab kematian akibat penyakit
kardiovaskuler sebesar 33,1%. Data penyebab kematian di Indonesia pada tahun
2016 didapatkan total kematian sebesar 1,5 juta dengan penyebab kematian
terbanyak adalah penyakit kardiovaskuler 36,9%. IHME juga menyebutkan bahwa
dari total 1,7 juta kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan
kematian adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%, Hiperglikemia sebesar
18,4%, Merokok sebesar 12,7% dan obesitas sebesar 7,7%. Saat ini di seluruh dunia
jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 625 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia
lebih dari 60 tahun), pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar.
Data World Health Organization (WHO) 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar
orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
menderita hipertensi, hanya 36,8% diantaranya yang minum obat. Jumlah penderita
hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan
ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4
juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.
Prevalensi hipertensi di Indonesia, berdasarkan data (Kementerian Kesehatan RI
Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018) Sebesar 34,1%. Kasus hipertensi
menurut usianya pada usia (18-24) 13,2% usia (25-34) 20,1% usia (35-44) 31,6%
usia (45-54) 45,3% usia (55-64) 55,2% usia (65-74) 63,2% usia (75 keatas) 69,5%

\
dan kebanyakan laki laki 31,3% perempuan 36,9%. Berdasarkan urutan provinsi,
Jawa Timur menempati urutan ke 15 provinsi dengan kasus Hipertensi terbanyak
yaitu sebesar 26,2%. Menurut Dinkes Lamongan tahun 2018 tercatat jumlah
penduduk Kabupaten Lamongan yang menderita Hipertensi sebanyak 74.266
(17,90%). Di Kecamatan Lamongan jumlah penduduk yang terdiagnosis Hipertensi
sebanyak 3.106 (15,04%).
Obesitas dapat memicu terjadinya Hipertensi akibat terganggunya aliran darah.
Dalam hal ini orang dengan obesitas biasanya mengalami peningkatan kadar lemak
dalam darah (hiperlipidemia) sehingga berpotensi menimbulkan penyempitan
pembuluh darah (atersklerosis). Penyempitan terjadi akibat penumpukan plak
ateromosa yang berasal dari lemak. Penyempitan tersebut memicu jantung untuk
bekerja memompa darah lebih kuat agar kebutuhan oksigen dan zat lain yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah
meningkat (Sari, 2017).
Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dapat menyebabkan perubahan-
perubahan misalnya jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya sehingga daya
tampung besar dan konstruksi atau denyutannya kuat dan teratur, selain itu elastisitas
pembuluh darah akan bertambah karena adanya relaksasi dan vasodilatasi sehingga
timbunan lemak akan berkurang dan meningkatkan kontrksi otot dinding pembuluh
darah tersebut (Marliani & Tantan dalam Karim, 2018).
Konsumsi garam berlebihan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Garam membantu menahan air dalam tubuh. Dengan begitu, akan meningkatkan
volume darah tanpa adanya penambahan ruang. Peningkatan volume tersebut
mengakibatkan bertambahnya tekanan di dalam arteri. Penderita Hipertensi
hendaknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100 mmol/hari atau 2,4 gram
natrium, 6 gram natrium klorida. Rokok mengandung berbagai zat kimia berbahaya
seperti nikotin dan karbon monoksida. Zat tersebut akan terisap melalui rokok
sehingga masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan lapisan endotel
pembuluh darah arteri sehingga mempercepat aterosklerosis. Bagi penderita yang
memiliki aterosklerosis atau penumpukan lemak pada pembuluh darah, merokok
dapat memperparah kejadian Hipertensi (Sari, 2017).
Kesehatan lansia bila tidak cepat di tangani dengan baik, akan menyebabkan
penurunan fungsi fisik dan fisiologis sehingga terjadi kerusakan tubuh yang sangat
parah, menimbulkan banyak komplikasi dan mempercepat kematian. Penyakit

\
hipertensi dominan terjadi pada perempuan, dimulai usia dari usia diatas 45 tahun,
sedangkan laki-laki hanya sebagian kecil yang menderita hipertensi. Alasannya,
karena pada perempuan yang belum menopause dilindungi oleh hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) Kadar HDL
rendah atau tinggi mempengaruhi terjadinya proses aterosklerosis dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Hipertensi secara umum dikenal sebagai
penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah di atas batas
normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan angka kematian.
Menurut WHO (World Health Organization) saat ini terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya.
(Haswan, 2017).
Hipertensi sebenarnya merupakan penyakit yang bisa diatasi dengan perilaku
hidup sehat. Seorang dapat menghindari penyakit tersebut apabila dapat mengontrol
pola makan, pola istirahat, pola aktivitas dengan baik dan juga menghindari hal-hal
yang dapat merusak kesehatan semisal merokok, begadang, maupun makan makanan
yang dapat memacu penyakit Hipertensi. Pengetahuan tentang pola hidup sehat dapat
membantu untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit. Bagi Lansia yang
menderita gangguan penyakit, penerapan pola hidup sehat sesuai dengan jenis
penyakitnya akan sangat membantu dalam mengontrol penyakit yang diderita, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Agar tetap aktif sampai
tua, sejak muda seseorang perlu menerapkan kemudian mempertahankan pola hidup
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara benar dan teratur dan tidak merokok (Kurnianto, 2015).
Peran perawat dalam kasus ini merupakan sebagai pengenal kesehatan (Health
Monitor). Perawat mampu memberikan klien dan keluarga untuk mengenal penyakit
yang dialami klien, anjurkan untuk perilaku hidup bersih dan sehat, mengatur pola
makan klien (Kementrian Kesehatan, 2017). Pemberihan asuhan keperawatan,
koordinator, sebagai fasilator dengan cara menjadikan pelayanan kesehatan mudah
di jangkau dan sebagai pendidik kesehatan tentang Hipertensi untuk membantu
perilaku yang tidak sehat menuju hidup yang sehat, serta sebagi penyuluh dan
konsultan yang berperan dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik.
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 34,1%, di Maluku mencapai 28,96% atau 10.717 kasus. Dan
kabupaten Maluku tengara 29,48% atau 662 kasus (riskesdas, 2018).

\
Berdasarkan data dari Puskesmas Watdek jumlah penderita hipertensi pada tahun
2018 sebanyak 975 orang, tahun 2019 sebanyak 968 orang dan pada tahun 2020
sebanyak 809 orang (data PKM Watdek, 2019). Dan dari hasil wawancara dengan
klien, faktor penyebabnya adalah karena kurang terpapar informasi tentang
kesehatan. Hal ini yang menjadi alasan penulis mengambil kasus ini.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan Gerontik pada Tn.V.O dengan kasus
Hipertensi di Puskesmas Watdek.

C. Tujuan
Mengambarkan Asuhan Keperawatan Gerontik pada Tn.V.O yang mengalami
Hipertensi di Puskesmas Watdek.

\
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
menyebabkan penyakit degenerative misal, hipertensi, arterioklerosis, diabetes
mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).
2. Batasan Lansia
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia
meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun.
c. Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun
3. Klasifikasi Lansia
Depkes RI (2013) mengklasifikasi lansia dalam kategori berikut :
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berada pada usia antara 45-59 tahun
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun lebih
c. Lansia yang beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang memiliki masalah
kesehatan
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
melakukan kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa mencari
nafkah sehingga dalam kehidupannya bergantung pada orang lain
4. Kebutuhan Dasar Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu

\
kebutuhan makan, perlindungan makan, perlindungan perawatan, kesehatan dan
kebutuhan sosial dalam mengadakan hubunagan dengan orang lain, hubungan
antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan
organisasi-organisasi sosial, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Kebutuhan utama, yaitu :
1) Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi, seksual,
pakaian, perumahan/tempat berteduh
2) Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai
3) Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan
4) Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari orang
lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri, serta status yang
jelas
5) Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan
orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan
organisasi sosial
b. Kebutuhan sekunder, yaitu :
1) Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
2) Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi
3) Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informai dan pengetahuan
4) Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan
hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan di masyarakat dan
Negara atau pemerintah
5) Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami makna
akan keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal yang tidak
diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian.
5. Hipertensi pada lansia
Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan
sistolik. Sedangkan mnurut WHO memakai tekanan diastolik tekanan yang
lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi lebih sempit dan
dinding pembuluh darah kaku, sebagai peningkatan pembuluh darah sistolik.

\
B. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah
tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi
merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini
terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan
kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gagal
ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan penglihatan
dan hipertensi (Andrian Patica N E- journal keperawatan volume 4 nomor 1,
Mei 2016).

2. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi sering
dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris, obesitas, dan diabetes
militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan yaitu (WHO, 2014):
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui
dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara
riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko menderita
penyakit ini. Selain itu juga para pakar menunjukan stres sebagai tertuduh
utama, dan faktor lain yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan dalam penyebab hipertensi
jenis ini adalah lingkungan, kelainan metabolisme, intra seluler, dan faktor-
faktor ynag meningkatkan resikonya seperti obesitas, merokok, konsumsi
alkohol, dan kelainan darah.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah diketahui,
yaitu gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal, penyakit

\
pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang sering
terjadi adalah karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan
memperburuk resiko hipertensi tetapi bukan faktor penyebab.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Kategori Sistolik Diastolik

mmHg mmHg

Normal < 130 < 85

mmHg mmHg

Normal Tinggi 130-139 85-89

mmHg mmHg

Stadium 1 140-159 90-99

(Hipertensi Ringan) mmHg mmHg

Stadium 2 160-179 100-109

(Hipertensi Sedang) mmHg mmHg

Stadium 3 180-209 110-119

(Hipertensi Berat) mmHg mmHg

Stadium4 (Hipertensi Sangat Berat atau 201 120


Maligna)
mmHg atau lebih mmHg atau lebih

\
Sumber : Heniwati, 2008

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi


a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol :
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita. Wanita
diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pria
ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada wanita
ketika berumur 55 tahun, sekitar 60% menderita hipertensi berpengaruh
pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormon pada wanita
setelah menopause (Endang Triyanto, 2014).
2) Umur
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah di
usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehingga, semakin bertambah usia seseorang maka tekanan darah
semakin meningkat. Jadi seorang lansia cenderung mempunyai tekanan
darah lebih tinggi dibandingkan diusia muda (Endang Triyanto, 2014).
3) Keturunan (genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang
telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium individu sehingga pada orang tua cenderung
beresiko lebih tinggi menderita hipertensi dua kali lebih besar
dibandingan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga
dengan hipertensi (Buckman, 2010).
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan
darah. Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan yang rendah,
kemungkinan kurangnya pengetahuan dalam menerima informasi oleh
petugas kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup
sehat (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R., 2007).
b. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikonrol
1) Obesitas

\
Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung kurangnya melakukan
aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi kebutuhan energi,
sehingga akan terjadi peningkatan berat badan atau obesitas dan akan
memperburuk kondisi (Anggara, F.H.D., & N. Prayitno, 2013).
2) Kurang olahraga
Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah untuk mengurangi
peningkatan tekanan darah tinggi yang akan menurunkan tahanan
perifer, sehigga melatih otot jantung untuk terbiasa melakuakn
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.

3) Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan di
dalam kandungan nikotik yang dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.
4) Konsumsi garam berlebihan
WHO merekomendasikan konsumsi garam yang dapat mengurangi
peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah
tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram) (H.
Hadi Martono Kris Pranaka, 2014-2015).
5) Minum alkohol
Ketika mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang tergolong parah karena dapat
menyebabkan darah di otak tersumbat dan menyebabkan stroke.
6) Minum kopi
Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200 mg, dimana dalam satu
cangkir kopi dapat meningkatakan tekanan darah 5- 10 mmHg.
7) Kecemasan
Kecemasan akan menimbulkan stimulus simpatis yang akan
meningkatkan frekuensi jantung, curah jantung dan resistensi vaskuler,
efek samping ini akan meningkatkan tekanan darah. Kecemasan atau
stress meningkatkan tekanan darah sebesar 30 mmHg. Jika individu
meras cemas pada masalah yang di hadapinya maka hipertensi akan
terjadi pada dirinya. Hal ini dikarenakan kecemasan yang berulang-

\
ulang akan mempengaruhi detak jantung semakin cepat sehingga
jantung memompa darah keseluruh tubuh akan semakin cepat.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum
tinggal di panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan sebelumnya,
pendidikan terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan penanggung jawab.
b. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses nya
sehingga dapat bertempat tinggal di panti.
c. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung,
pasangan, dan anak-anak)
d. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan sumber-
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
e. Riwayat Lingkup Hidup
Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di
rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
f. Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
g. Sumber/ Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat atau klinik

\
h. Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia
dengan hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun
aktivitas sebelum tidur.
i. Status Kesehatan Saat Ini
Meliputi : status kesehatan umum selama stahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan utama, serta
pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
j. Obat-Obatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas
nama dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep
k. Status Imunisasi
Mengkaji status imunisasi klien pada waktu dahulu
l. Nutrisi
Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan minum, pola
konsumsi makanan dan riwayat peningkatan berat badan. Biasanya pasien
dengan hipertensi perlu memenuhi kandungan nutrisi seperti karbohidrat,
protein, mineral, air, lemak, dan serat. Tetapi diet rendah garam juga
berfungsi untuk mengontrol tekanan darah pada klien.
m. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis
dari suatu penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan perkusi.
Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan bentuk kepala,
penyebaran rambut, warna rambut, struktur wajah, warna kulit, kelengkapan
dan kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera,
pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung,
lubang hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai ukuran telinga,
ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga, ketajaman pendengaran,
keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan lidah, palatum dan orofaring, posisi
trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla mammae
menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada

\
pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan,
pembesaran kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan pengkajian
nyeri tekan).
Pada pemeriksaan thoraks meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (bentuk dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi
(penilaian vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat
kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara nafas
tambahan).
Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada
tidaknya pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung
untuk mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung,
bunyi jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak
kelainan berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh
darah, warna kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau
peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat nyeri
tekan, benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran hepar dan lien) dan
perkusi (penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus uretra,
anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak.
Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.
Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna,
turgor kulit, tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat
lesi atau tidak.
Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran
(GCS), pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta
pemeriksaan reflex.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (D.0077)
b. Resiko Penurunan Curah Jantung (D.0011)
c. Defisit pengetahuan (D.0111)
d. Gangguan pola tidur (D.0055)
3. Intervensi

\
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah
perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018) Menurut Nurarif & Kusuma (2015) dan
Tim pokja SDKI PPNI (2017).

\
NO SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1.08238)
(D.0077) keperawatan 3x24 jam observasi:
diharapkan tingkat nyeri 1) Identifikasi lokasi, karakteristik
menurun nyeri, durasi, frekuensi, intensitas
nyeri
Kriteria hasil : 2) Identifikasi skala nyeri
1) Tingkat nyeri menurun 3) Identifikasi faktor yang
2) Pasien mengatakan memperberat dan memperingan
nyeri berkurang dari nyeri
skala 7 menjadi 3 Terapeutik:
3) Pasien menunjukan 4) Berikan terapi non farmakologis
ekspresi wajah tenang untuk mengurangi rasa nyeri (mis:
4) Pasien dapat akupuntur,terapi musik hopnosis,
beristirahat dengan biofeedback, teknik imajinasi
nyaman terbimbing,kompres hangat/dingin)
5) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,kebisingan)
6) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
7) Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi:
8) Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung (1.02075)
penurunan curah keperawatan 3x24 jam Observasi:
jantung diharapkan curah jantung 1) Identifikasi tanda/gejala primer
(D.0011) meningkat penurunan curah jantung (mis:
dispnea, kelelahan, edema,ortopnea,
Kriteria hasil : paroxymal nocturnal dyspnea,
1) Tanda vital dalam peningkatan CVP)
rentang normal 2) Identifikasi tanda/gejala sekunder
2) Nadi teraba kuat penurunan curah jantung ( mis:
3) Pasien tidak mengeluh peningkatan berat badan,
lelah hepatomegali,distensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat)
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor keluhan nyeri dada
\ Terapeutik:
6) Berikan diet jantung yang sesuai
(Sumber: SIKI dan SLKI tahun 2018)

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi (Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga
jenis implementasi keperawatan, yaitu:
a. Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai sendiri
oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai
dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily
living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi,
pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.
b. Interdependen/Collaborative Implementations Adalah tindakan keperawatan
atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan
lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal 47 pemberian obat oral, obat
injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
c. Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan
dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya,
misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yang
telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan
anjuran dari bagian fisioterapi.
5. Evaluasi Keperawatan

\
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang
membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan menilai
efektif tidaknya dari proses keperawatan yang dilaksanakan serta hasil dari
penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan selanjutnya
apabila masalah belum teratasi.

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses


keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dinarti &Muryanti, 2017).
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan 48 dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanaan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif
(data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori) dan
perencanaan. Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut:
Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan
perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.
1) S (Subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
2) O (Objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
3) A (Analisis/assessment): Berdasarkan data yang terkumpul kemudian
dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi,
dan sebagian teratasi) sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.
Oleh karena itu, seing memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan

\
perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
4) P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan dating
(hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki
keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang
spesifik dan priode yang telah ditentukan.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai
dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien dan keluarga
terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien
menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak menunjukan
perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru.

\
DAFTAR PUSTAKA

Andrian Patica N. (E-journal keperawatan volume 4 nomor 1 Mei 2016). Hubungan


Konsumsi Makanan dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Ranomut
Kota Manado.

Anggara, F.H.D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012.
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES MH. Thamrin. Jakarta. Jurnal
Ilmiah Kesehatan. 5 (1) : 20-25.

Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. (2007). Hipertensi dan Faktor Resikonya Dalam


Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanudin Makasar.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: EGC.

Azizah, L. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Buckman. (2010). Apa yang Anda Ketahui Tentang Tekanan Darah Tinggi.

Data Puskesmas Watdek. Penyakit Hipertensi 2019.

Depkes (2017) Sebagian Besar Penderita Hipertensi tidak Menyadarinya, Biro


Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI.

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan
Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–172.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp- content/uploads/2017/11/Praktika-
Dokumen-Keperawatan-Dafis.Pdf

H. Hadi Martono Kris Pranaka. (2014-2015). Geriatri Edisi ke-5. Jakarta: FKUI.

Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan.

Hazwan, A., Indraguna, P., 2017. Gambaran karakteristik penderita hipertensi dan
tingkat kepatuhan minum obat di wilayah kerja puskesmas Kintamani I, Directory
of Open Access Journals

\
Heniwati. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan
Posyandu Lansia Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.
Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

IMHE. 2017. The global burden of disease study. Institute for Health Metrics and
Evaluation.

Irianto, Koes. (2014). Anatomi dan Fisiologi.Bandung: Alfabeta.


Karim, N.S. (2018) Hubungan Aktivitas Fisik dengan Derajat Hipertensi pada Pasien
Rawat Jalan di Wilayah Kerja Puskesmas Tugulandang Kabupaten Sitaro. Jurnal
Universitas Sam Ratulangi, 6(1). Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/19468/19019

Kurnianto, D. 2015. Menjaga Kesehatan di Usia Lanjut. Prodi Ilmu Keolahragaan PPS
UNY. Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 11, 19–30.

Nurrahmani. (2012). Stop Hipertensi. Jogjakarta: Familia

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI. PPNI, Tim Pokja SIKI
DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.

Sari, A., Lolita, & Fauzia . (2017). Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Di
Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Menggunakan European Quality Of Life 5
Dimensions (Eq5d) Questionnaire Dan Visual Analog Scale (Vas). Jurnal Ilmiah
Ibnu Sina, 1-12.

Sutinah, & Maulani. (2017). Hubungan Pendidikan, Jenis Kelamin dan Status
Perkawinan Dengan Depresi Pada Lansia. Journal Endurance, 3(1), 210.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Triyanto, Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi


Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wartonah, T. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (5th ed.).
Salemba Medika.

WHO. (2014). Global Target 6:A 25% relative reduction in the prevalence of reise
blood pressure or contain the according to national circumstances Yogyakarta:
Citra Aji Parama.

\
WHO. 2015. Global Health Observatory (GHO) data: Raised blood pressure, Situation
and Trends. Availableat:
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_text/en/ (diakses 1
februari 2017

WHO. World Health Statistic Report 2015. Geneva: World Health Organization; 2015.

Anda mungkin juga menyukai