Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH EDUKASI KESEHATAN MENGGUNAKAN VIDEO


TERHADAP EFIKASI DIRI LANSIA HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELUR
PEKANBARU

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


Ahli Madya Keperawatan

NURDILA DWI PUTRI

200201050

FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN

KESEHATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

PEKANBARU

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efikasi diri merupakan keyakinan pada satu kemampuan untuk mengatur


dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian
tertentu. Keyakinan sebagai upaya yang telah dilakukan, berapa lama
seseorang dapat bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan,
ketahanan terhadap kesulitan, stres dan depresi yang di alami dalam mengatasi
tuntutan dari lingkungan, dan tingkat pencapaian yang selama ini disadari
mengatur dan melaksanakan perilaku tertentu yang diperlukan untuk
menghasilkan pencapaian tertentu (Heslin & Klehe, 2017) Efikasi diri
berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan bahwa lebih
tinggi pada laki- laki karena sebagian besar reponden menjawab dengan yakin
atau sangat yakin. Pada perempuan lebih dominan memiliki efikasi diri rendah
karena sebagian besar reponden menjawab dengan tidak yakin atau sangat
tidak yakin (Puspita et al., 2019).
Salah satu tanda bahwa seorang individu memiliki efikasi diri yang tinggi
yaitu percaya pada kemampuan diri untuk menguasai berbagai jenis tuntutan.
efikasi diri yang tinggi memungkinkan individu untuk menghadapi tuntutan
stres dengan percaya diri, merasa termotivasi, dan menilai peristiwa positif
yang disebabkan oleh upaya dan peristiwa negatif yang terutama disebabkan
oleh keadaan eksternal (Mittag & Jarusalem, 2019). Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wantiyah (2017) yang menyatakan bahwa laki
laki memiliki efikasi yang tinggi dibanding dengan perempuan karena laki-laki
bersifat mandiri dalam menyelesaikan masalah dan cenderung memiliki
percaya diri yang cukup tinggi (Wantiyah, 2017).

Individu yang dicirikan memiliki persepsi efikasi yang rendah rentan


terhadap keraguan diri dan sering merasa tidak puas terhadap kehidupannya.
efikasi diri yang rendah membuat seseorang rentan terhadap pengalaman yang
tidak menyenangkan karena cenderung merasa khawatir, memiliki harapan
terhadap suatu pencapaian yang lemah, menganggap respon sosial sebagai
evaluasi nilai pribadi, dan merasa lebih bertanggung jawab secara pribadi atas
kegagalan daripada kesuksesan. Sangat penting bagi lansia untuk memiliki
efikasi diri (Park & Shin, 2020).
Lanjut usia adalah seseorang yang usianya mencapai ≥ dengan 60 tahun
Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, (Kemenkes, 2016). Menurut World Health Organization (WHO,
2018 ), lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu, usia lanjut (60-70 tahun),
usia tua (75-89 tahun) dan usia sangat lanjut (>90 tahun). Lansia akan
mengalami kemunduran secara fisik dan psikis. Kemunduran psikis pada
lansia akan menyebabkan perubahan pada sifat dan perilaku yang dapat
memunculkan permasalahan pada lansia Proses penuaan pada lansia akan
menghasilkan perubahan dari fisik, mental, sosial, ekonomi, dan fisiologi.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan pada struktur vena besar
yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi (Kristiawan & Adiputra,
2019).
Lansia merupakan penduduk yang beresiko mengalami berbagai gangguan
kesehatan karena menurunnya status kesehatan lansia disebabkan dengan
bertambahnya usia. Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah
gangguan pendengaran, katarak, nyeri punggung dan leher, diabetes,
osteoarthritis, hipertensi dan depresi. Pada lansia sering juga mengalami
gangguan pola tidur, demensia, jatuh, delirium, osteoporosis dan kehilangan
berat badan (WHO, 2016; World Report on Ageing and Health, 2016).
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup
berbahaya di dunia karena hipertensi merupakan faktor risiko utama yang
mengarah pada penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal
jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit
jantung iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia.
suatu keadaan dimana meningkatnya darah sistolik berada diatas batas normal
yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Kondisi tersebut menyebabkan pembuluh darah terus mengalami peningkatkan
tekanan.Tekanan darah normal sendiri berada pada nilai 120 mmHg sistolik
yaitu pada saat jantung berdetak dan 80 mmHg diastolik yaitu pada saat
jantung berelaksasi. Jika nilai tekanan melewati batas tersebut, maka bisa
dikatakan bahwa tekanan darah seseorang tinggi.Seperti yang diketahui bahwa
darah dibawa keseluruh tubuh dari jantung melewati pembuluh darah. Setiap
kali jantung berdetak untuk memompa darah, maka tekanan darah akan tercipta
dan mendorong dinding pembuluh darah(Tika & Widya, 2019).

Hipertensi merupakan suatu penyakit kardiovaskular kronik yang tidak


menunjukan adanya gejala penyakit, sehingga penyakit ini sering dikenal
dengan sebutan silent killer yang artinya mengakibatkan kematian. Namun
dengan begitu kebanyakan masyarakat Indonesia tidak peduli akan penyakit
hipertensi dan mengabaikannya dengan keadaan tekanan darah yang tinggi.
Bahkan dalam melakukan kontrol tidak dilakukan dengan optimal serta tidak
melakukan pengobatan secara teratur. Bahkan banyak masyarakat Indonesia
yang menganggap bahwa hiperteni yang dialami oleh lansia itu merupakan
suatu penyakit yang lazim diderita oleh lansia, mereka menganggap bahwa
hipertensi tidak perlu dilakukan pengobatan (Hikmah, 2017). Hipertensi
menjadi masalah kesehatan di seluruh belahan dunia dan sebagai salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Hipertensi termasuk penyakit
tidak menular atau menularkan. Penyakit tidak menular adalah penyakit yang
tidak dapat ditularkan ke orang lain. Penyakit tidak menular masih menjadi
salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian di Indonesia saat ini. Hal
ini dikarenakan munculnya PTM secara umum disebabkan oleh pola hidup
tidak sehat (Riskesdas, 2018).

WHO (2017) menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menyandang


hipertensi, yang berarti 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah
ini akan terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan
ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi, dan menurut perkiraan ada 10,44
juta orang akan meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya di setiap tahun
(Thei,dkk 2018).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, baik faktor
yang dapat diubah maupun tidak. Salah satu faktor yang dapat diubah adalah
gaya hidup (life style), dimana gaya hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh
pengetahuannya akan suatu penyakit. Dan faktor yang tidak dapat diubah
adalah genetik. Oleh sebab itu, penderita berusaha melakukan kepatuhan
mendisiplinkan diri terhadap makanan maupun gaya hidupnya.Keluarga
membagi peran secara merata kepada para anggotanya dan peran keluarga
informal yaitu bersifat implisit untuk menjaga keseimbangan keluarga.
(Natama, 2021).
Untuk mendapatkan perilaku yang baik, maka faktor-faktor yang
mempengaruhinya juga harus baik. Untuk meningkatkan perilaku pencegahan
dan perawatan hipertensi , maka sikap dan faktor lain juga harus di tingkatkan.
Salah satu upaya untuk meningkatkannya adalah dengan kegiatan
pembelajaran yang berisi tentang hipertensi dan pencegahan dan pengelolahan
hipertensi seperti, monitoring tekanan darah, mengurangi konsumsi garam,
mengurangi rokok, mengelolah stres, berolah raga, kontrol ke pelayanan
kesehatan secara teratur dan mengkonsumsi obat sehat dan salah satu kegiatan
preventife yang dapat dilakukan adalah menyadarkan masyarakat akan
pentingnya peran keluarga dalam perawatan dan manajemen kesehatan pasien
hipertensi (Imran 2017).
Hasil Riset kesehatan Dasar ( Riskesdas, 2018) menunjukkan
prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk umur ≥ 18 tahun
adalah 8,8% dengan 36,9% pada wanita dan 31,9% pada pria. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) juga didapatkan prevalensi tertinggi
pada kelompok umur > 75 tahun, perkotaan (34,4%) lebih tinggi dari
perdesaan (33,7%). Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan paling rendah dan kelompok tidak bekerja, hal ini
disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki tentang hipertensi kurang
sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang pola makan yang baik
sehingga mereka cenderung terserang hipertensi (Kemenkes RI, 2018).
Risiko hipertensi di Indonesia termasuk ke dalam kategori tinggi, gaya
hidup masyarakat menyebabkan peningkatan prevalensi hipertensi, Kestabilan
tekanan darah di pengegaruhi pengaturan pola diet dan kebiasaan olahraga
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan
serangan jantung dan stroke, yang menyerang sebagian besar penduduk dunia.
Prevalensi hipertensi di negara-negara maju cukup tinggi, yaitu mencapai 37%.
Sedangkan di negara-negara berkembang sebanyak 29,9% (Saputra, dkk,
2017).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54
tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar
34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum
obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya mengalami hipertensi sehingga tidak melakukan
pengobatan sekarang teratur (Riskesdas, 2021).
Salah satu cara meningkatkan Edukasi diri pada lansia hipertensi adalah
pemberian edukasi kesehatan dapat diberikan dengan menggunakan Video
adalah seperangkat alat yang dapat memproyeksikan gambar bergerak yang
merupakan paduan antara gambar dan suara membentuk karakter sama dengan
obyek aslinya.keuntungan media video yaitu lebih menarik dan lebih mudah
dipahami,Video melibatkan dua indra yaitu indra penglihatan dan
pendengaran yang dapat memaksimalkan pener imaan informasi.Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang menunjukan bahwa penyuluhan dengan
media video dapat meningkatkan kepatuhan minum obat hipertensi dengan
nilai p value <0.05) (Nurmayunita &Suratini, 2019).
Berdasarkan uraian diatas peneliti mengembangkan intervesi
keperawatan untuk meningkatkan efikasi diri lansia hipertensi yaitu edukasi
kesehatan mengunakan video sehingga melakukan penelitian terkait
“Pengaruh Edukasi Kesehatan Menggunakan Video Terhadap Efikasi
Diri Lansia Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Melur Pekanbaru “
1.2 Rumusan Masalah

Efikasi diri merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh individu
seperti lansia. Lansia membutuhkan efikasi diri untuk meningkatkan
keyakinannya dalam perawatan kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang
sering terjadi pada lansia adalah hipertensi,lansia hipertensi memerlukan
efikasi diri untuk meningkatkan Perawatan kesehatannya tersebut.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut pertanyaan peneliti yang di rumuskan
adalah: Apakah edukasi kesehatan menggunakan video berpengaruh efikasi
diri lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Melur Pekanbaru.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Apakah Ada Pengaruh Edukasi Kesehatan


Menggunakan Video Terhadap Efikasi Diri Lansia Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Melur Pekanbaru.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Gambaran karakteristik Responden yang terdiri dari: umur, jenis
kelamin, pendidikan terakhir,suku,pekerjaan,status pernikahan dan
lama mengalami hipertensi.
2. Gambaran Efikasi diri sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
intervensi dan kontrol di wilayah kerja Puskesmas Melur Pekanbaru.
3. Perbedaan Efikasi diri sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
intervensi dan kontrol di wilayah kerja Puskesmas Melur Pekanbaru.
4. Pengaruh intervensi edukasi kesehatan menggunakan video terhadap
efikasi diri lansia hipertensi pada kelompok intervensi dan kontrol di
wilayah kerja Puskesmas Melur Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian di harapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:


1.4.1 Pelayanan keperawatan

a. Bagi Puskesmas diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai


informasi dan edukasi kesehatan terhadap efikasi diri lansia hipertensi
dengan menggunakan video apakah berpengaruh edukasi kesehatan
menggunakan video terhadap efikasi diri lansia hipertensi di Puskesmas
Melur Pekanbaru.

b.Bagi Lansia

Sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan lansia tentang efikasi diri


pada lansia hipertensi.

1.4.2 Ilmu keperawatan

a. Instusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi, referensi, dan bacaan bagi setiap
universitas yang ada di Indonesia khususnya Program Studi D-III
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Riau tentang penelitian Apakah
edukasi kesehatan berpengaruh terhadap efikasi diri lansia hipertensi di
Puskesmas Melur Pekanbaru.

b. Peneliti Selanjutnya

Dapat membantu memberikan rekomendasi baru untuk rancangan penelitian


selanjutnya dan di anjurkan peneliti selanjutnya dengan promisi kesehatan
untuk peningkatan pengetahuan untuk meneliti masalah kesehatan lainnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi


2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau


lebih tinggi, dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih tinggi.
Hipertensi dilaporkan menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular di
seluruh dunia.tekanan darah yang tidak terkontrol meningkatkan resiko
penyakit jantung iskemik empat kali lipat dan beresiko pada keseluruhan
kardiovaskular dua hingga tiga kali lipat (Yassine et al, 2016). Hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (Toulasik, 2019).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg, dan peningkatan tekanan diastolik lebih
besar atau sama dengan 90 mmHg. Dampak tekanan darah yang tidak
terkontrol yaitu meningkatkan resiko penyakit jantung iskemik empat kali
lipat dan resiko kerusakan kardiovaskular dua hingga tiga kali lipat (Yassine
et al. 2016).

2.1.2 Etiologi hipertensi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Aspiani,


2016):
1) Hipertensi primer (esensial) Hipertensi primer adalah hipertensi esensial
atau hiperetnsi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
diantaranya :
a). Genetik Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih
tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
b). Jenis kelamin dan usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang
telah menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
c). Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak. Konsumsi garam
yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang
tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit
hipertensi.
d). Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan
ideal sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e). Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan konsumsi
alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi karena
reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya.

2.1.3 Tanda dan gejala hipertensi


Tahap awal hipertensi biasanya ditandai dengan asimtomatik, hanya
ditandai dengan kenaikan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah pada
awalnya sementara tetapi pada akhirnya menjadi permanen. Gejala yang
muncul seperti sakit kepala di tengkuk dan leher, dapat muncul saat
terbangun yang berkurang selama siang hari. Gejala lain yaitu nokturia,
bingung, mual, muntah dan gangguan penglihatan (Lemone, Karen, &
Gerens n.d., 2015).

Menurut (WHO 2013) juga menyatakan sebagian besar penderita


hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Gejala klasik dari hipertensi
yaitu epistaksis, sakit kepala, kelesuan, dan pusing disebabkan tekanan
darah yang meningkat (Shradha, Kapil, & Lobo 2018). Hipertensi dapat
diketahui dengan mengukur tekanan darah karena penyakit ini tidak
memperlihatkan gejala, meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala,
lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang terasa panas atau telinga
mendenging. Pada hipertensi sekunder, akibat penyakit lain, seperti tumor
terdapat keringat berlebihan, Peningkatan frekuensi denyut jantung, rasa
cemas yang hebat, dan penurunan berat badan (Azwar Agoes, Agoes, &
Agoes 2010).

2.1.4 Klasifikasi hipertensi Pada Lansia

Tabel 2.1. Pedoman Praktik Klinis Tekanan Darah Tinggi


(Whelton et al. 2017)

Tekanan darah sistol Tekanan darah


Klasifikasi tekanan darah (mmHg) diastol
(mmHg)
Normal < 120 <80
Tinggi/ elevated 120-129 <80
Hipertensi stage 1 130-139 80-89
Hipertensi stage 2 ≥150 >90
Sumber : Whelton et al (2017).

Klasifikasi Hipertensi menurut Kemenkes RI (2014):


1. Berdasarkan penyebab:
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Essensial.
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang
bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90%
penderita hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Essensial.
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10 %
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu.
2. Berdasarkan bentuk:

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), Hipertensi campuran


(sistol dan diastol yang meninggi) dan Hipertensi sistolik (isolated
systolic hypertension).
2.1.5 Faktor-Faktor Risiko Hipertensi

Menurut Aulia (2017), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2


kelompok, yaitu :
1). Faktor yang tidak dapat diubah faktor yang tidak dapat berubaha adalah :

a). Riwayat keluarga seseorang yang memiliki keluarga seperti,ayah,ibu


kakak kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi
lebi berisiko untuk terkena hipertensi.
b). Usia Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
c). Jenis kelamin dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria dari
pada wanita.
d). Ras/etnik hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar
negeri hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika amerika dari pada
kaukasia atau amerika hispanik.
2). Faktor yang dapat diubah Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat
meningkatkan hipertensi antara lain yaitu :
a). Merokok merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi
karena dalam rokok terdapat kandungan nikotin. nikotin terserap oleh
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. di dalam
otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyemptkan pembuluh darah dan
memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi (Murni & Andrea, 2013).
b). Kurang aktifitas fisik aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk
penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat
menyebabkan kematian secara global (Iswahyuni, S., 2017).
c). Konsumsi alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon
monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi
lebih kental dan jantung dipaksa memompa darah lebih kuat lagi agar
darah sampai ke jaringan mencukupi. maka dapat disimpulkan bahwa
konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
d).Kebiasaan minum kopi Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit
jantung koroner, termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar
kolesterol darah karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium,
dan kafein. Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah
adalah kafein. Kafein didalam tubuh manusia bekerja dengan cara
memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa
didalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah,
pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan
bertahan hingga 12 jam (Indriyani & Kartini Y, 2018).
e). Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam Garam
merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak.
Konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan tekanan darah.
Menurut Sarlina, Palimbong, S., Kurniasari, M.D., Kiha, R.R. (2018),
natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang
berfungsi menjaga keseimbangan cairan. Natrium yang berlebih dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh sehingga menyebabkan edema
atau asites, dan hipertensi.
f). Kebiasaan konsumsi makanan , lemak didalam makanan atau hidangan
memberikan kecenderungan meningkatkan kholesterol darah, terutama
lemak hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi
bertalian dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi ( Jauhari,
2014).

2.1.6 Komplikasi Hipertensi

Menurut Ardiansyah, (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :


1) Stoke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. stroke bisa terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran
darah pada area tersebut berkurang. arteri yang mengalami
aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya
aneurisma.
2) Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik
tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk
thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka
kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.
3) Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-
kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke
unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar
melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang
sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.
4) Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna
(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan
yang tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium
diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya
terjadi koma dan kematian.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Definisi Lansia

Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan


manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
akan melewati tiga tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa
dan juga tua.(Mawaddah, 2020).
Perubahan-perubahan dalam proses “aging” atau penuaan merupakan
masa ketika seorang individu berusaha untuk tetap menjalani hidup dengan
bahagia melalui berbagai perubahan dalam hidup. Bukan berarti hal ini
dikatakan sebagai “perubahan drastis” atau “kemunduran”. Secara definisi,
seorang individu yang telah melewati usia 45 tahun atau 60 tahun disebut
lansia. Akan tetapi, pelabelan ini dirasa kurang tepat. Hal itu cenderung
pada asumsi bahwa lansia itu lemah, penuh ketergantungan, minim
penghasilan, penyakitan, tidak produktif, dan masih banyak lagi (Amalia,
2019).

Pada seseorang yang sudah lanjut usia banyak yang terjadi penurunan
salah satunya kondisi fisik maupun biologis, dimana kondisi psikologisnya
serta perubahan kondisi sosial dimana dalam proses menua ini memiliki
arti yang artinya proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesion atau luka (infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. hal ini dikarenakan fisik lansia
dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh
yang disebabkan bertambahnya umur.( Friska et al, 2020).

2.2.2 Batasan – batasan lanjut usia


Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini
dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, bahwa yang
disebut dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2014). Beberapa
pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut :
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan
yaitu: .
1) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
2) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
3) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.
b. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan
menjadi usia lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi
(lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

2.2.3 Ciri-Ciri Lansia


Menurut Oktora & Purnawan, (2018) adapun ciri dari lansia diantaranya :
a.Lansia merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia
sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga
motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan
tetapi ada juga lansia yang memilikimotivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia prilaku yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat
dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri
yang rendah.
2.2.4 Perubahan Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan
pada jiwa atau diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial dan sexual (National & Pillars, 2020).
a. Perubahan fisik Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami
perubahan seiring umur kita seperti:
1). Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2). Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur,
tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan
sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,
timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver
spot.
b. Perubahan Kognitif Banyak lansia mengalami perubahan kognitif,
tidak hanya lansia biasanya anak- anak muda juga pernah
mengalaminya seperti: Memory (Daya ingat, Ingatan)
c. Perubahan Psikososial Sebagian orang yang akan mengalami hal ini
dikarenakan berbagai masalah hidup ataupun yang kali ini
dikarenakan umur seperti:
1). Kesepian terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan
kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2). Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan: fobia,
panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah
trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan
tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian
mendadak dari suatu obat.
3). Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbilitas yang
signifikan. ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada
lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari,
gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh,
penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan
kualitas hidup. angka kematian, angka sakit jantung dan
kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih
dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan.
dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi
menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer,
gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur
akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
diinduksi oleh zat.

2.3 Konsp Efikasi Diri


2.3.1 Definisi Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan individu dalam menyelesaikan suatu
masalah yang merupakan hasil proses kognitif berupa keputusan,
keyakinan dan pengharapan dalam proses mencapai hasil yang
diinginkan (Ramdhani, Wimbarti, & Susetyo, 2018) dalam (Harfika et
al., 2020).

Efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk


mengelola situasi yang terjadi. Efikasi diri dapat mempengaruhi
bagaimana individu merasa, berperilaku, berfikir, dan memotivasi diri
untuk mencapai suatu tujuan. Apabila individu memiliki efikasi diri kuat
maka semakin besar usaha yangdiakukan untuk meningkatkan perilaku
sehat (Bandura, 1994). Menurut (Alwisol, 2009) menjelaskan efikasi diri
sama seperti persepsi individu tentang dirinya yang berhubungan dengan
keyakinan diri untuk melakukan tindakan yang diharapkan. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan
seseorang terhadap kemampuannya dalam melakukan aktifitas tertentu.

2.3.2 Proses Efikasi Diri

Efikasi diri juga dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Bandura


menjelaskan bahwa efikasi diri mempunyai efek pada perilaku manusia
melalui berbagai proses yaitu proses kognitif, proses motivasi, proses
afeksi dan proses seleksi (Noviani, 2018).
1. Proses kognitif bahwa efikasi diri individu akan berpengaruh terhadap
pola berfikir yang dapat bersifat membantu atau menghancurkan.
(Bandura, 1997). menjelaskan bahwa serangkaian tindakan yang
dilakukan manusia awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Pemikiran
ini kemudian memberikan arahan bagi tindakan yang dilakukan
manusia. keyakinan seseorang akan efikasi diri mempengaruhi
bagaimana seseorang menafsirkan situasi lingkungan, antisipasi yang
akan diambil dan perencanaan yang akan dikonstruk.
2. Proses afektif efikasi diri mempengaruhi berapa banyak tekanan yang
dialami dalamsituasi-situasi yang mengancam. orang yang percaya
bahwa dirinya dapat mengatasi situasi-situasi yang mengancam akan
merasa tidak cemas dan merasa terganggu oleh ancaman tersebut,
sebaliknya individu yang tidak yakin akan kemampuannya dalam
mengatasi stuasi yang mengancam akan mengalami kecemasan yang
tinggi. efikasi diri mempengaruhi stress dankecemasan melalui
perilaku yang dapat mengatasi masalah. Seseorang akan cemas
apabila menghadapi sesuatu diluar kontrol dirinya.
3. Proses seleksi menurut bandura (Bandura, 1997) efikasi memegang
peranan penting dalam penentuan pemilihan lingkungan karena in
dividu merupakan bagian dalam pembentukan lingkungan.
4. Proses motivasi yang mengatakan bahwa individu yang memiliki
efikasi diri yang tinggi akan meningkatkan usahanya untuk mengatasi
tantangan. Menurut (Bandura, 1997) bahwa motivasi seseorang
dibangkitkan secara kognitif. Melalui kognitis seseorang memotivasi
dirinya dan mengarahkan tindakannya berdasarkan informasi yang
dimiliki sebelumnya.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri


Tinggi rendahnya efikasi diri seseorang dalam tiap tugas sangat
bervariasi.Ini disebabkan adanya beberapa faktor yang berpengaruh
dalam mempersepsikan kemampuan diri individu (Bandura, 1994)
dalam (Noviani, 2018). Menurut Bandura ada beberapa yang
mempengaruhi efikasi diri, antara lain:
1. Jenis kelamin
Terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetesi
laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat
membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan
kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua
terhadap anaknya. Orang tua menganggap bahwa wanita lebih sulit
untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walaupun prestasi
akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita
menerima perlakuan ini, maka semakin rendah penilaian mereka
terhadap kemampuan dirinya. Beberapa bidang pekerjaan tertentu
para pria memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibanding dengan
wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam beberapa
pekerjaan dibandingkan dengan pria.
2. Usia
Efikasi diri terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat
berlangsung selama masa kehidupan. Individu yang lebih tua
cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih
banyak dalam mengatasi suatu hal yang terjadi jika dibandingkan
dengan individu yang lebih muda, yang mungkin masih memiliki
sedikit pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya.
Individu yang lebih tua akan lebih mampu dalam mengatasi
rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih
muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang individu
miliki sepanjang rentang kehidupannya.
3. Tingkat pendidikan
Efikasi diri terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima
individu pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki
jenjang yang lebih tinggi biasanya memiliki efikasi diri yang lebih
tinggi, karena pada dasarnya mereka lebih banyak belajar dan lebih
banyak menerima pendidikan formal, selain itu individu yang
memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak
mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan-
persoalan dalam hidupnya.
2.3.5 Pengukuran Efikasi Diri

Untuk mengukur efikasi digunakan instrument skala yang


diadaptasi dan dimodifikasi berdasarkan konsep General Self-
Efficacy Scale (G.S.E.S). Schwarzer dan Jerusalem (1995)
menjelaskan bahwa General Self-Effcacy Scale adalah instrumen
yang bersifat unidimensional, atau hanya mengukur satu faktor yaitu
general selfeffcacy. Berbagai penelitian lain juga menemukan hasil
yang mendukung unidimensionalitas dari General Self-Effcacy,
(Novrianto et al., 2019).
Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan. Penilaian menggunakan
5 poin skala likert. Bentuk pernyataan favorable dan unfavorable
menggunakan 5 pilihan jawaban yakni: SY (Sangat Yakin), Y
(Yakin), KY (Kurang Yakin), TS (Tidak Yakin), STS (Sangan Tidak
Yakin). Pemberian skor untuk setiap pernyataan favorable mulai 4
s/d 0 dan untuk pernyataan unfavorable 0 s/d 4. Dan dapat
dikategorikan sebagai berikut Tinggi >75%, Sedang 56-74%, Kurang
≤55%.

2.4.Konsep Edukasi Kesehatan


2.4.1 Definisi Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk
membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan
kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal (Notoatmodjo,
2010). Semua petugas kesehatan mengakui bahwa pendidikan kesehatan
penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Edukasi kesehatan
adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas
upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, keluarga dan
masyarkat yang merupakan cara perubahan berfikir, bersikap dan berbuat
dengan tujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit
dan promosi hidup sehat (Suhila, 2015).

2.4.2 Tujuan dan Manfaat Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan


kesadaran masyarakat untuk memelihara serta meningkatkan
kesehatannya sendiri. Oleh karena itu, tentu diperlukan upaya penyediaan
dan penyampaian informasi untuk mengubah, menumbuhkan, atau
mengembangkan perilaku positif. Tujuan pendidikan kesehatan menurut
Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 2026 maupun WHO adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan
kesehatan disemua program kesehatan baik pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat pelayanan kesehatan
maupun program kesehatan lainnya (Maulana, 2016).

2.4.3 Sasaran Edukasi Kesehatan

Mubarak et al tahun 2009 mengemukakan bahwa sasaran pendidikan


kesehatan dibagi dalam tiga kelompok sasaran yaitu:
a. Sasaran primer (Primary target) sasaran langsung pada masyarakat
segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan.
b. Sasaran sekunder (Secondary target) sasaran para tokoh masyarakat
adat, diharapkan kelompok ini pada umumnya akan memberikan
pendidikan kesehatan pada masyarakat disekitarnya.
c. Sasaran Tersier (Tersiery target) sasaran pada pembuat keputusan atau
penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah,
diharapkan dengan keputusan dari kelompok ini akan berdampak kepada
perilaku kelompok sasaran sekunder yang kemudian pada kelompok
primer.
2.4.4 Media Edukasi Video
Edukasi diperlukan adanya alat yang dapat membantu dalam kegiatan
seperti penggunaan media agar terjalinnya kesinambungan antara
informasi yang diberikan oleh pemberi informasi kepada penerima
informasi ( Mubarak, 2007).
Video adalah seperangkat alat yang dapat memproyeksikan gambar
bergerak yang merupakan paduan antara gambar dan suara membentuk
karakter sama dengan obyek aslinya (Hujair, 2009). Menurut Majid
(2006) keuntungan media video yaitu lebih menarik dan lebih mudah
dipahami, dengan video seseorang dapat belajar sendiri, diulang, dapat
menampilkan dengan detail, dipercepat atau diperlambat, memungkinkan
utuk membandingkan antara dua adegan berbeda diputar dalam waktu
bersamaan, dapat digunakan sebagai tampilan nyata dari suatu adegan,
suatu situasi diskusi, dokumentasi, promosisuatu produk, interview,dan
menampilkan satu percobaan yang berproses. Media ini dianggap lebih
menarik dan lebih berefek karena melibatkan dua indra yaitu indra
penglihatan dan pendengaran yang dapat memaksimalkan penerimaan
informasi. Dari hasil penelitian media audio visual sudah tidak diragukan
lagi dapat membantu dalam pengajaran apabila dipilih secara bijaksana
dan digunakan dengan baik (Nurmayunita &Suratini, 2019).
2.4.5 Edukasi Kesehatan Menggunkan Video
video terlebih menarik bagi generasi 4.0 yang lebih dekatdan lebih
menyukai penggunaan teknologi canggih, terlebih video dengan
karakter yang lucu dan unik (Szeszak et al., 2016). Penelitian
menunjukkan video khususnya video animasi lebih efektif dibanding
menggunakan media tradisional yang sarat akan tulisan dan
membuat jenuh (Abdullah et al., 2020; Anggraeni et al., 2020).
Hasil studi lain menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan
yang signifikan pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan
menggunakan media video dibanding yang menggunakan simulasi(Adha
et al., 2016).
2.4.6 Peran perawat
Sebagai petugas kesehatan memiliki peran sebagai pemberi perawatan
sebagai educator atau pendidik. Sebagai seorang pendidik ,perawat
membantu klien mengenal kesehatan, dan prosedur asuhan keperawatan
yang perlu mereka lakukan guna memulihkan atau memelihara kesehatan
tersebut agar tidak terjadi penyakit lainnya Peran perawat memberikan
informasi yang benar tentang hipertensi dan menganjurkan untuk diet
garam serta memberikan informasi tentang pencegahannya dapat
meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi untuk melaksanakan
pola hidup sehat dan mencegah terjadinya penyakit lainnya/komplikasi
(Kozier, 2014).
Perawat perannya di dalam lingkup kesehatan selain sebagai pemberi
layanan keperawatan dan advokat adalah sebagai edukator bagi klien dan
keluarga klien Memberikan informasi mengenai kesehatan klien
termasuk menyediakan fasilitas edukasi bagi klien juga merupakan tugas
sebagai perawat. Kurang pengetahuan adalah kekurangan atas informasi
kognitif yang berhubungan dengan masalah/penyakit yang sering kali
dialami oleh pasien dan keluarga pasien dan perlu untuk diselesaikan
oleh perawat (Rahmawati, 2017).

2.4.5 Kerangka Teri


Lansia :
1. Karakteristik Lansia ( Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir,
Suku, Pekerjaan, Status Pernikahandan Lama Mengalami Hipertensi )
2. Perubahan Internal pada lansia ( Fisik, Sosial dan Psikologi )
3. Perubahan Eksternal pada lansia ( Lingkungan )

Efikasi Diri Lansia


BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Konsep

Dari judul yang di ambil serta di latar belakangi konsep yang mendasari
penelitian ini maka, kerangka konsep di gambarkan sebagai berikut:

Variabel Dependen Variabel Indenpenden Variabel Dependen


Pre Test Edukasi kesehatan Post Tes

Efikasi Diri Efikasi Diri

Variabel Pemicu : : Umur, Jenis Kelamin,


Pendidikan Terakhir, Suku, Pekerjaan, Status
Pernikahandan Lama Mengalami Hipertensi

Skema 3.1. Kerangka Konsep

Keterangan:
: Variabel dependen yang diteliti perubahannya
sebelum dan setelah intervensi
: Variabel independen yang mempengaruhi langsung
Terhadap perubahan variabel dependen
: Variabel perancu
3.2 Hipotesis
adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang di harapkan dua
variable atau lebih yang dapat di uji secara empiris (Notoatmodjo, 2005).
Hipotesis adalah jawaban dari suatu penelitian yang telah dirumuskan
(Lapau, 2013). Dari kerangka konsep di atas dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:

1.Ha: Ada pengaruh edukasi kesehatan menggunakan video terhadap


efikasi diri hipertensi lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Melur
Pekanbaru.

2.Ho: Tidak pengaruh edukasi kesehatan menggunakan video terhadap


efikasi diri hipertensi lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Melur
Pekanbaru.
3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Skala Alat Ukur Hasil Ukur


operasional
1 Edukasi Edukasi kesehatan Ordinal Video 1= Tidak berikan
kesehatan adalah suatu usaha
video atau kegiatan untuk intervensi
membantu 2= Di berikan
individu, keluarga intervemsi
dan masyarakat
dalam
meningkatkan
kemampuannya
untuk mencapai
kesehatan secara
optimal
2 Efikasi diri Efikasi diri adalah Interval Kuesioner 1= mean ( 95 % ) cl
lansia keyakinan individu General Apabila data
terhadap Self- berdistribusi
kemampuannya Efficacy normal
untuk mengelola Scale 2= median jika
situasi yang terjadi. (G.S.E.S) data tidak
Terdapat berdistribusi
pertanyaaa normal yang akan
n dengan di tambilakn adalah
skala likert video
:
Sangat
yakin = 1
Kurang
yakin = 2
Tidak
yakin = 3
Sangat
tidak
yakin = 4

3 Umur Lama hidup Ordinal Kuesioner Lanjut usia =


Seseorang mulai 60-74 tahun lanjut
Saat dilahirkan usia tua
sampai usia saat = 74-94 tahun
ini.
4 Jenis kelamin Karekteristik Nominal Kuesioner 1= laki-laki
khusus yang 2= perempuan
membedakan
individu anatara
laki-laki dan
perempuan
5 Suku Golongan Nominal Kuesioner 1= Jawa
manusia dengan 2= Melayu
identitas asal, ras, 3= Minang
keturunan dan 4= Batak
bangsa yang
terikat dalam
kesatuan dan
Kebudayaan
6 Pendidikan Pendidikan Ordinal Kuesioner 1=Tidak tamat/ SD
terakhir terakhir yang sederajat 2=SMP\
ditempuh sampai SLTP
memperoleh 3= SMA\SLTA
ijazah sebagai 4= Perguruan tinggi
bukti kelulusan
7 Pekerjaan Perbuatan atau Nomina Kuesiner 1= Tidak bekerja
kegiatan yang dapat Riwayat 2= Bekerja
memperoleh upah pekerjaan
atau imbalan. Mata
pencahrian atau
pokok penghidupan
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain
penelitian quasy experiment dengan jenis pre test post test with control
group (Dharma, 2015). Intervensi yang akan di berikan edukasi kesehatan
video. Penelitian ini di lakukan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol untuk mengetahui sejauh mana pengaruh edukasi kesehatan
menggunakan video lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Melur
Pekanbaru.

Gambar 3.1 Bentuk Rancangan Pre and Post test Control Group Design:

Kelompok intervensi
R1 : O1X1 O2
(R1) R
R2 : O2X0O2
Kelompok kontrol

(R2)

Keterangan:
R : Responden Penelitian (Lansia yang mempunyai diognosa
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Melur Pekanbaru)
R1 : Responden kelompok Intervensi
R2 : Responde kelompok Kontrol
O1 : Pre test pada kedua kelompok sebelum melaksanakan intervensi
O2` : Post test pada kedua kelompok setelah melaksanakan intervensi
X1 : Uji coba\ intervensi pada kelompok intervensi (edukasi kesehatan viedeo)
XO : Kelompok kontrol tanpa intervensi

4.2 Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Melur
Pekanbaru.

4.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari- Juni 2013

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Me Jun


i
1. Persetujuan surat penelitian
2. Pemilih lokasi dan responden
penelitian
3. Penyusunan proposal penelitian
4. Seminar proposal
5. Uji etik penelitian
6. Pengurusan izin penelitian
7. Pre test
8. Intervensi
9. Post test
10 Penyusunan hasil penelitian
11. Seminar hasil penelitian
12. Publikasi penelitian

Tabel 4.1 Waktu Penelitian

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 populasi

Populasi adalah tempat dimana suatu penelitian akan di terapkan yang


memenuhi kriteria penelitian dan bisa jangkau oleh penelitian serta menjadi
tempat akhir dari penelitian tersebut ( Dharma, 2015). Populasi dalam
penelitian ini adalah sebagaian lansia di wilayah kerja Puskesmas Melur
Pekanbaru yang mempunyai diagnosa hipertensi yang melakukan kunjungan
pertama pada bulan Januari – Juni 2022 di wilayah kerja Puskesmas Melur
Pekanbaru

4.4.2 Sampel Penelitian

Teknik dalam pengembilan sampel penelitian ini menggunakan Non


probability samping yaitu consecutive samping. Non probability
samping adalah pengambilan sampel yang tidak memberikan
kesempatan atau peluang yang sama kepada setiap individu dalam
populasi tersebut untuk menjadi sampel penelitian. Consecutive samping
adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih
semua individu yang di temui dan memenuhi kriteria penelitian, sampai
jumlah sampel yang di ingikan terpenuhi( Dharma, 2015). Sampel dalam
penelitian ini adalah lansia yang mempunyai diagnosa medis hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Melur Pekanbaru.

Rumus untuk perhitungan sampel untuk menguji hipotesis beda 2 mean


kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagai berikut (Dharma, 2015).

[ (Z1-a\2+Z1-)x 
] 2

n=
1-2

Keterangan :

n : Jumlah sampel

Z1-a\2 : Standar normal deviasi untuk a (dapat di lihat pada tabel distribusi

Z) Z1- : Standar normal deviasi untuk  (dapat dilihat pada tabel distribusi Z)

1-2 : Beda mean yang di anggap bermakna secara klinik antara sebelum
perlakuan pre test dan sesudah perlakuan post test

 : Estimasi standar deviasi dari beda mean data pre test dan post test
berdasarkan literature

1. Kriteria Inklusi:
a. Usia lansia  60 tahun.
b. Lansia yang mempunyai diagnosa medis hipertensi
c. Lansia bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Eksklusi:
a. Lansia yang tidak mempunyai diagnosa medis hipertensi.
b. Lansia yang tidak bersedia jadi responden
4.5 Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data


Primer merupakan peneliti melakukan pengumpulan data secara langsung
untuk mendapatkan informasi dari pihak yang bersangkutan dengan
menggunakan kuesioner dan wawancara secara lansung kepada responden
(Dharma, 2015).

Pengumpilan data penelitian ini sebagai berikut:


1. Administratif
a. Menyerahkan surat permohonan izin penelitian yang dikeluarkan
oleh Fakultas MIPA dan Kesehatan Unversitas Muhammadiyah
Riau.
b. Surat rekomendasi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Satu Pintu Provinsi Riau.
c. Surat dari Dinas Sosial Dinkes yang di tujukan kepada
Puskesmas Melur Pekanbaru.

2. Penelitian
a. Melakukan survey awal untuk memilh responden dalam
penelitian.

b. Pengisian data karekteristik responden

c. Proses pengelompokkan kelompok intervensi dan kelompok


kontrol

d. Melakukan pre test kepada kelompok intervensi dan kelompok


kontrol

e. Memberikan intervensi edukasi kesehatan selama 5-10 menit


f. Melakukan post test kepada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
g. Apabila hasil uji berpengaruh p<0,05 maka peneliti akan
memberikan intervensi edukasi kesehatan menggunakan video

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang di gunakan oleh peneliti untuk


mengumpulkan data, alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner. Kuesioner yang di gunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2
bagian :
a. Kuesioner A berisi tentang data demografi responden berupa nama
(inisial), umur, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan
dan masalah kesehatan. Responden kemudian diminta untuk mengisi
dan memilih satu dari pertanyaan yang telah di sediakan dengan cara
memberikan tanda ceklis
b. Video B seperangkat alat yang dapat memproyeksikan gambar
bergerak yang merupakan paduan antara gambar dan suara
membentuk karakter sama dengan obyek aslinyasengan memberika
intervesi 1= Tidak berikan intervensi dan 2 = Di berikan Intervensi
c. Kuesioner C merupakan kuesioner Efikasi diri General Self-Efficacy
Scale (G.S.E.S). Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan. Penilaian
menggunakan 5 poin skala likert. Bentuk pernyataan favorable dan
unfavorable menggunakan 5 pilihan jawaban yakni: SY (Sangat
Yakin), Y (Yakin), KY (Kurang Yakin), TS (Tidak Yakin), STS
(Sangan Tidak Yakin). Pemberian skor untuk setiap pernyataan
favorable mulai 4 s/d 0 dan untuk pernyataan unfavorable 0 s/d 4.
Dan dapat dikategorikan sebagai berikut Tinggi >75%, Sedang 56-
74%, Kurang ≤55%.

4.7 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang di gunakan untuk


setiap kegiatan penelitian yang melibatkan anatar pihak peneliti dan pihak
yang di teliti dan masyarakat akan mendapatkan hasil dari dampak penelitian
tersebut. Tujuan dari etika penelitian adalah untuk memberikan dan
memperhatikan hak-hak responden (Notoatmodjo, 2018). Penelitian yang
menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tersebut, maka tidak boleh
bertentangan dengan etik sehingga diperlukan hal sebagai berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human


dignity). Responden harus mendapatkan hak dan informasi tentang
tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Peneliti juga harus
memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan
informasi atau tidak memberikan informasi. Sebagai tanda peneliti
menghormati harkat dan martabat responden, peneliti harus
mempersiapkan formulir persetujuan (inform concent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality. Setiap orang mempunyai hak-hak dasar
individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam
memberikan informasi. Oleh sebab itu peneliti tidak boleh
menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan
responden. Peneliti cukup menggunakan inisial sebagai pengganti
identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an
inclusiveness). Seorang peneliti harus memiliki prinsip keterbukaan,
kejujuran dan keadilan, yakni dengan menjelaskan proses pelaksaan
penelitian. Prinsip keadilan ini mejamin responden memperoleh
perlakukan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender,
agama, suku, dan sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(balancing harms and benefits) dalam sebuah penelitian peneliti
berusaha memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat
dan khususnya kepada responden. Dalam penelitian ini tidak ada
menimbulkan kerugian melainkan responden hanya meluangkan waktu
untuk di berikan intervensi.

4.8 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul di dalam tahap pengumpulan data,


kemudian perlu diolah kembali. Pengolahan data tersebut memiliki tujuan
agar data lebih sederhana, Adapun tahap-tahap dalam pengolahan data,
secara manual menurut (Notoatmodjo, 2018) yaitu:
1. Editing
Kegiatan memeriksa seluruh daftar pertanyaan yang dikembalikan
responden dan kemudian memeriksa kembali apakah seluruh
pertanyaan telah dijawab secara lengkap oleh responden. Pada
penelitian ini peneliti melakukan editing setelah menerima kuesioner
yang telah diisi oleh responden, diperiksa kebenaran dan
kelengkapannya. Jika ada responden yang belum lengkap dalam
mengisi kuesioner, maka peneliti meminta responden tersebut untuk
melengkapinya dan jika tidak memunkinkan untuk diulang maka
kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).
2. Coding
Kegiatan Setelah dilakukannya penyuntingan data, kegiatan
berikutnya yaitu pengkodean yang dilakukan dengan menggunakan
cara memberikan symbol atau tanda yang berupa angka terhadap
jawaban responden yang diterima untuk mempermudah dalam
pengelolahan dan analisa data.
3. Entry Data
Kegiatan mengolah data yang telah didapat dengan cara
memasukkan data dan mengisi kolom dengan kode sesuai dengan
pertanyaan yang di jawab masing- masing responden.
4. Tabulating
Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari
jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian
dimasukkan ke dalam tabel. Tabulating dilakukan setelah jawaban
kuesioner diberi kode, kemudian peneliti menghitung data dan
memasukkan kedalam tabel.
5. Cleaning
Kegiatan membersihkan data yang tidak di perlukan dan
memeriksa ulang untuk melihat kemungkinan adanya data yang
tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti.

4.8. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan


karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Bentuk analisa
univariat berupa data kategorik dan numerik. Data kategorik berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari hasil data demografi responden
seperti umur, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan dan
masalah kesehatan. data numerik hasil pre test dan post test

Langkah-langkah perhitungan persentase adalah sebagai berikut :

a. Menghitung frekuensi ( f )

b. Menghitung persentase ( P ) jawaban dengan menggunakan rumus :

P = 𝑓 /𝑁 × 100%

Keterangan:
P = Persentase jawaban
F = Frekuensi jawaban responden

N = Total frekuensi
Analisa univariat kategorik terdiri dari data demografi responden
menggunakan distribusi frekuensi dan persentase sedangkan data numerik
rata- rata stres pre test-post test menggunakan mean, SD, CI 95%. Apabila
data berdistribusi normal di sajikan dalam bentuk mean, apabila data
berdistribusi tidak normal disajikan dalam bentuk median. Uji
homogenitas dilakukan sebelum melakukan uji bivariat. Uji homogenitas
dilakukan pada karakteristik menggunakan uji chi square untuk
membandingkan perbedaan proporsi antara kelompok intervensi dan kontrol
(skala nominal dan ordinal). Data pretest stres adalah data numerik sehingga
menggunakan Levene’s test untuk membandingkan mean antara kelompok
intervensi dan kontrol (skala interval). Derajat kemaknaan (α) yang
digunakan pada uji ini adalah 0,05 (5%).
2 Analisa Bivariat

Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidak
nya hubungan antara variabel bebas dan terikat dengan menggunakan uji
statistic (Notoatmodjo, 2018). Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan
untuk mengetahui pengaruh terapi edukasi kesehatan video. Analisa data pada
penelitian ini dilakukan menggunakan uji beda dua mean.
Uji paired t test. Digunakan uji paired t test karena sampel yang
digunakan saling berhubungan, artinya satu sampel akan menghasilkan
dua data. rancangan ini paling umum dikenal dengan rancangan pre- post,
artinya membandingkan rata- rata nilai pre test dan post test dari satu
sampel. Dilakukan uji beda 2 mean atau nilai tengah dependen
dikarenakan kelompok data yang dibandingkan datanya saling
mempunyai ketergantungan, yaitu pengaruh terapi edukasi kesehatan pada
lansia hipertensi sebelum dan sesudah di lakukan intervensi dengan rumus
uji beda 2 mean dependen sebagai berikut :

t = d
𝑆𝑑_𝑑/√𝑛

Keterangan :
d : Rata-rata deviasi / selisih sampel 1 dengan sampel 2
sd-d : Standar deviasi dari deviasi / selisih sampel l
dan sampel 2 n : Jumlah sampel

Hasil uji Paired Sample T Test ditentukan oleh nilai signifikansinya. Nilai
ini kemudian menentukan keputusan yang diambil dalam penelitian.

1. Nilai signifikansi (2-tailed) < 0.05 menunjukkan adanya perbedaan


yang signifikan antara variabel awal dengan variabel akhir. Ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna terhadap
perbedaan perlakuan yang diberikan pada masing-masing variabel.
2. Nilai signifikansi (2-tailed) >0.05 menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara variabel awal dengan variabel
akhir. Ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang bermakna
terhadap perbedaan perlakukan yang diberikan pada masing-
masing variabel.

Anda mungkin juga menyukai