Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMETER

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


DAN KESEHATAN LINGKUNGAN (K3KL) INTERMEDIATE

DOSEN: DR. H. ACHMAD FICKRY FAISYA, S.K.M., M.Kes

OLEH:
MERRI NURMALA SARRI
NIM : 10012681822006

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2018
1. Keterkaitan antara adanya dinamika bahan kimia di lingkungan, daya dukung
lingkungan rendah dan kualitas udara buruk mempunyai kontribusi terjadi masalah
kesehatan masyarakat khususnya kesakitan dan kematian. Diskripsikan interaksi
antar komponen dimaksud dalam bentuk bagan dan naratif didasarkan telaah
literatur yang terkait.
Jawab:

Keterkaitan antara Dinamika bahan kimia dilingkungan, daya dukung lingkungan dan
kualitas udara yang buruk berkontribusi terkait masalah kesehatan masyarakat bisa dilihat dan
digambarkan dari gambar diatas. Dinamika bahan kimia dilingkungan terutama udara yang
melebihi nilai ambang batas disebut dengan pencemaran. udara Secara umum terdapat 2 sumber
pencemaran udara yaitu pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources), seperti letusan
gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia (antropogenic sources), seperti yang
berasal dari transportasi, emisi pabrik, domestik dan lain-lain yang menghasilkan gas gas seperti
SO2, CO2, CH4, N2O, NHX, CO, NH2, SOX. Senyawa-senyawa ini terlepas ke udara dan berikatan
dengan senyawa lain seperti O2 dan uap air. Pencemaran udara ternyata dapat mempengaruhi
beberspa komponen sumber days alam yang penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia
seperti tanaman, pertanian, vegetasi hutan, perikanan, ternak, satwa liar serta dapat menganggu
pula iklim, tanah dan air. Molekul CO (Karbon monoksida) berasal dari asap kendaraan. Data
mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara terbesar ialah diperkotaan akibat dari
transportasi kendaraan yang membludak, berbahan bakar solar terutama berasal dari Metromini.
Formasi CO merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran
di dalam ruang bakar mesin diesel. CO yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan
turunnya berat janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak.
Gas rumah kaca (CH4, CO2, N2O) merupakan suatu istilah yang tepat digunakan pada gas-
gas yang menyebabkan peningkatan suhu bumi. Gas-gas ini terdapat diudara membentuk suatu
perisai yang membendung panas bumi yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia dan alam itu sendiri,
tetapi panas bumi ini tidak dapat lepas ke udara hingga batas tertinggi sebab adanya gas-gas ini yang
membendungnya sehingga panas bumi terperangkap dan terpantul kembali ke bumi sehingga bumi
semakin tinggi suhunya. Semua gas-gas rumah kaca ini merupakan hasil buang pembakaran bahan
bakar fosil dan aktivitas alam yang sampai saat ini sulit dikendalikan sebab penggunaan bahan bakar
fosil/minyak tetap meningkat dengan pesat. CO2 dapat bertindak menahan radiasi balik
(reradiation) yang dipancarkan oleh permukaan bumi sehingga suhu udara rata-rata harian
meningkat, Gejala seperti ini sering disebut efek rumah kaca (Owen, 2003).
Emisi SOx terbentuk dari fungsi kandungan sulfur dalam bahan bakar, selain itu kandungan
sulfur dalam pelumas, juga menjadi penyebab terbentuknya SOx emisi. Gas yang berbau tajam tapi
tidak berwarna ini dapat menimbulkan serangan asma, gas ini pun jika bereaksi di atmosfir akan
membentuk zat asam. Badan WHO PBB menyatakan bahwa pada tahun 1987 jumlah sulfur dioksida
di udara telah mencapai ambang batas yang ditetapkan oleh WHO.
Nitrogen oksida yang ada di udara yang dihirup oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan
paru-paru. Setelah bereaksi dengan atmosfir zat ini membentuk partikel-partikel nitrat yang amat
halus yang dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Selain itu zat oksida ini jika bereaksi dengan
asap bensin yang tidak terbakar dengan sempurna dan zat hidrokarbon lain akan membentuk ozon
rendah atau smog kabut berawan coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia.

2. Menurut informasi BNPB, beberapa kabupaten/kota di wilyah Provinsi Sumatera


Selatan, mempunyai potensi bahaya bencana, lakukan identifikasi risiko bencana dan
upaya mitigasi pada salah satu daerah tersebut berdasarkan tahapan pra bencana.
Jawab:

Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2013 yang dikeluarkan oleh
BNPB di gambarkan kondisi geografis Provinsi Sumatera Selatan yang terletak di lereng
bagian selatan pulau Sumatera dengan luas 9.716.800 ha dan kepadatan penduduk
mencapai 77 jiwa per km persegi. Posisi geografis Provinsi Sumatera Selatan Bagian
timur, berada di lereng pegunungan Bukit Barisan sehingga terlindung dari bencana alam,
seperti gempa bumi yang sering terjadi di sepanjang kawasan deretan gunung berapi yang
berada di tepi barat, Bagian Selatan, sebagai lereng atas, merupakan daerah perbukitan
dengan luas 769.000 ha (7,70%) dan ketinggian >100 m dpl. Kondisi lahan di wilayah
utara dan timur, banyak di dominasi dengan rawa dan lahan gambut. Provinsi Sumatera
Selatan mempunyai lebih dari 10 sungai besar. Kebanyakan sungai-sungai itu bermata air
dari Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji, Sungai Lalan dan Sungai Banyuasin. Sungai
yang bermata air dari Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Bangka adalah Sungai Musi,
sedangkan Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sunga
Lakitan, Sungai Rupit dan Sungai Rawas merupakan anak Sungai Musi. Dari 15
Kab/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 14 diantaranya berada dalam kelas risiko tinggi.

Dengan kondisi geografis yang demikian ancaman bencana yang dapat terjadi
adalah Banjir, Gempa bumi, Kebakaran Permukiman, Kekeringan, Cuaca Ekstrem,
Longsor, Kebakaran Lahan dan Hutan.

Berikut adalah Tabel Indeks Risiko Bencana Per Kabupaten/Kota Provinsi


Sumatera Selatan:

Berdasarkan tabel tersebut ada 7 kabupaten yang berisiko tinggi terhadap bencana yaitu
Lahat, Empat Lawang, Banyuasin, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Rawasdan
Ogan Komering Ilir.
Dalam kesempatan ini akan dibahas
3. Kualitas udara dalam ruangan yang tidak memenuhi nilai ambang batas yang
ditetapkan mempunyai risiko dapat menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan
kondisi lingkungan dalam ruangan buruk. Berikan argumentasi berdasarkan teori
penyebab penyakit di masyarakat berikut contoh kasus penyakit dimaksud.
Jawab:

4. Penyehatan makanan ditinjau dari aspek kesehatan mempunyai peranan yang cukup
penting dalam upaya pengendalian terjadinya KLB keracunan makanan di
masyarakat. Berikan penjelasan keterkaitan antara penerapan hygiene sanitasi
makanan dengan adanya gangguan kesehatan masyarakat akibat makanan yang tidak
sehat.
Jawab:
Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya kesehatan dalam memelihara dan
melindungi kebersihan makanan, melalui pengendalian factor lingkungan dari makanan
yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit, keracunan dan atau gangguan
kesehatan. Berdasarkan definisi tentangg hygiene sanitasi makanan tersebut jelas bahwa
tujuannya adalah mencegah timbulnya penyakit, keracunan dan atau gangguan kesehatan
yang timbul sebagai akibat dari ketidak amanan, ketidakbersihan makanan melalui
pengendalian factor lingkungan.
Penerapan hygiene sanitasi makanan diterapkan mulai dari sebelum makanan
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai pada
saat dimana makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat. Jika
penerapannya baik dapat meminimalisir KLB akibat keracunan makanan.

Kualitas pangan Tersedia Tempat


Memenuhi Minimalsisir
Orang Pengolahan
prinsip KLB
Tempat Makanan yang
hygiene Keracunan
Peralatan & Laik Higene
sanitasi Pangan
Proses Sanitasi

6 prinsip pengelolaan makanan yang harus diperhatikan:


1. Pemilihan bahan
Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau
pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi
dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. 
2. Penyimpanan bahan
Kerusakan bahan makan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena alam dan
perlakuan manusia, adanya enzim dalam makanan yang diperlukan dalam proses
pematangan seperti pada buah-buahan dan kerusakan mekanis seperti gesekan,
tekanan, benturan dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat
dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan karakteristik bakteri
seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan hidup, kebutuhan oksigen
dan berdasarkan pertumbuhannya. Terdapat empat cara penyimpanan makanan sesuai
dengan suhu yang dipersyaratkan, yaitu penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan
dingin (chilling), penyimpanan dingin sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen).
3. Pengolahan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi
makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti
kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi.
4. Penyimpanan makanan matang
Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen
dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan
makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah. makanan,
kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme
patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme berlipat
ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam.
5. Pengangkutan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya
pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi risikonya
daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang
perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.

6. Penyajian
Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap/laik santap. Laik santap
dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis. Dalam
prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam
wadah terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar makanan tidak
terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan,
serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan.

Berdasarkan Keputrusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor


942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan diatur tentang berbagai hal sebagai berikut:
1. Bab II Pasal 2, tentang penjamah makan bahwa penjamah makanan harus memnuhi
persyaratan
a. tidak menderita penyakit mudah menular seperti batu, pilek, influenza, diare,
penyakit perut sejenisnya,
b. menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya),
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian
d. memakai celemek dan penutup kepala
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau
bagian lainnya)
h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.

2. BAB III Pasal 3 Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene
sanitasi, yaitu:
a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;
b. lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas
pencemaran.
d. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali
pakai.
3. BAB IV Pasal 4 sampai Pasal 11 membahas tentang air, bahan makanan, bahan
tambahan dan penyajian, yaitu
a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang
memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih
atau air minum.
b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai
mendidih.
c. Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik
mutunya, segar dan tidak busuk.
d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan
harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa,
tidak cacat atau tidak rusak.
e. Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan
dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
f. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan
jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah
g. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam
wadah terpisah.
h. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang
bersih, dan aman bagi kesehatan.
i. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau
tertutup.
j. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam
keadaan bersih dan tidak mencemari makanan. Pembungkus sebagaimana
dimaksud dilarang ditiup.
k. Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus
dan dalam wadah yang bersih.
l. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan
mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.
m. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jam apabila
masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.

Higiene sanitasi makanan merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah
kontaminasi bakteri yang akan merusak kualitas makanan dan bahkan menyebabkan penularan
penyakit akibat makanan serta kebersihan untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat
dan perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan atau keracunan.
Penerapan hygiene sanitasi makanan terdiri dari kebersihan diri penjamah makanan,pemilihan
bahan baku makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan masak, pengangkutan
makanan dan penyajian bahan makanan. Keterkaitan antara penerapan hygiene sanitasi makanan
dengan adanya gangguan kesehatan masyarakat akibat makanan yang tidak sehat dan dapat
menyebabkan KLB keracunan makanan yaitu cara penanganan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih. Salah satunya penyebabnya adalah karena
kurangnya pengetahuan dalam memperhatikan kesehatan diri dan lingkungannya dalam proses
pengolahan makanan yang baik dan sehat (Zulaikah, 2012; Musfirah, 2014). Para penjual
makanan yang menjajakan makanan umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang
cukup, khususnya dalam hal hygiene dan sanitasi pengolahan makanan. Pengetahuan penjual
makanan tentang hygiene dan sanitasi pengolahan makanan akan sangat mempengaruhi kualitas
makanan yang disajikan kepada masyarakat konsumen (I Nengah Sujaya dkk, 2009).

Coliform, E. coli, Faecal coliform dalam makanan dan minuman merupakan indika-tor
terjadinya kontaminasi akibat penanganan makanan dan minuman yang kurang baik. Minimnya
pengetahuan para penjaja makanan mengenai cara mengelola makanan dan minu-man yang sehat
dan aman, menambah besar resiko kontaminasi makanan dan minuman yang dijajakannya.
Makanan, yang mengand-ung E. coli dapat menimbulkan penyakit yang pada gilirannya dapat
mengganggu proses belajar mengajar. Masalahnya, berapa besar kontaminasi E. coli dalam
makanan tersebut yang dijajakan pada beberapa kantin dan pedagang Makanan yang telah
dicemari oleh bakteri setelah dikonsumsi biasanya menimbulkan gejala-gejala seperti muntah-
muntah, demam, sakit perut, gejala terjadi 4-12 jam yang memberi kesan langsung pada lapisan usus
dan menyebabkan peradangan. Ada berbagai jenis bakteri yang menyebabkan keracunan makanan,
diantaranya salmonella, staphylococcus, dan escherichia coli yang merupakan faktor keracunan
makanan. Jadi penerapan hygiene sanitasi makanan yang buruk dinilai dari bahan makanan yang baik
dan memenuhi syarat, cara pengolahan bahan makanan, penyajian makanan dan penyimpanan
makanan yang tepat dan sesuai sehingga menurunkan risiko terkena bakteri dan kehilangan gizi dari
makanan tersebut yang dimana makanan tersebut dapat meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat
serta mencegah terjadimya keracunan akibat makanan.

Anda mungkin juga menyukai