Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 4

INOVASI SANITASI DENGAN EPIDEMIOLOGI,


KEDARURATAN, BENCANA ALAM DAN MIGRASI
PENDUDUK

DISUSUN OLEH :

GUSTI MAULADI

1902011017

SEMESTER I

MATA KULIAH: KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KESELAMATAN


KERJA

DOSEN :

Dr. Indah Anggraini, M.Si

Endang Maryanti, SKM, M.Si

PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

2019
GAMBARAN UMUM TENTANG SANITASI

Sanitasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata sanitation yang diartikan sebagai penjagaan
kesehatan (Echols dan Shadily, 2003). Ehler dan Steel dalam Anwar (1999) mengemukakan
bahwa sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor lingkungan yang
dapat menjadi mata rantai penularan penyakit. Sedangkan menurut Azawar (1990)
mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada
pengawasan teknik terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang mengawasi
beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal
yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup
(Yula, 2006).
Sanitasi lingkungan juga merupakan salah satu usaha untuk mencapai lingkungan sehat
melalui pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal-hal yang mempunyai dampak
merusak perkembangan fisik kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.
Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian
semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-
hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Umar,
2003).
Dari defenisi tersebut, tampak bahwa sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi
persyaratan lingkungan yang sehat dan nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi
sumber berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pada akhirnya jika
kesehatan terganggu, maka kesejahteraan juga akan berkurang. Karena itu upaya sanitasi
lingkungan menjadi penting dalam meningkatkan kesejahteraan (Setiawan, 2008).
Slamet (2001) mengungkapkan bahwa sanitasi lingkungan lebih menekankan pada pengawasan
dan pengendalian / kontrol pada faktor lingkungan manusia seperti:
a. Penyediaan air menjamin air yang digunakan oleh manusia bersih dan sehat.
b. Pembuangan kotoran manusia, air buangan dan sampah.
c. Individu dan masyarakat terbiasa hidup sehat dan bersih.
d. Makanan (susu) menjamin makanan tersebut aman, bersih dan sehat.
e. Anthropoda binatang pengerat dan lain-lain.
f. Kondisi udara bebas dari bahan-bahan yang berbahaya dari kehidupan manusia.
g. Pabrik-pabrik, kantor-kantor dan sebagainya bebas dari bahaya-bahaya kepada masyarakat
sekitar.
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka sanitasi berkaitan langsung dengan lingkungan
hidup manusia di dalamnya. Mawardi dalam Riyadi (1994) menyatakan bahwa, lingkungan
adalah sesuatu yang berada disekitar manusia secara lebih teperinci dapat dikategorikan dalam
beberapa kelompok:
1. Lingkungan Fisik, yang termasuk dalam kelompok ini adalah tanah dan udara serta interaksi
satu sama lainnya diantara faktor-faktor tersebut.
2. Lingkungan biologis, yang termasuk dalam hal ini adalah semua organisme hidup baik
binatang, tumbuhan maupun mikroorganisme kecuali manusia sendiri.
3. Lingkungan sosial yaitu termasuk semua interaksi antara manusia dari makhluk sesamanya
yang meliputi faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan psikososial.
Berdasarkan kategori di atas dapat pula diartikan bahwa lingkungan adalah kumpulan dari
semua kondisi atau kekuatan dari luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan dari
suatu organisme hidup (manusia). Kesehatan lingkungan merupakan salah satu displin ilmu
kesehatan masyarakat dan merupakan perluasan dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi.
Definisi lingkungan sangatlah luas, namun kesehatan lingkungan hanya concern kepada
komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit. Apabila seseorang berdiri di suatu
tempat, maka berbagai benda hidup mapun benda mati di sekelilingnya disebut sebagai lingkungan
manusia, namun belum tentu memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2005).
WHO mendefinisikan bahwa kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi
yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia,
keadaan sehat mencakup manusia seutuhnya dan tidak hanya sehat fisik saja tetapi juga sehat
mental dan hubungan sosial yang optimal di dalam lingkungannya (Mawardi, 1992).
Bahtiar (2006) menyatakan bahwa suatu penyakit dapat timbul bila terjadi gangguan dari
keseimbangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dari suatu faktor lingkungan di suatu
tempat, faktor lingkungan ini merupakan salah satu dari bagian segitiga epidemiologi.
Gambar Segitiga Epidemiologi

Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara faktor-faktor yang menentukan terjadinya


penyakit, yaitu manusia sebagai tuan rumah (host), kuman penyebab penyakit (agent) dan
lingkungan (environment). Perubahan dari salah satu faktor tersebut akan merubah keseimbangan
antara ketiganya yang berakibat pada bertambahnya atau berkurangnya penyakit yang
bersangkutan.
1. Manusia (host)
Host atau tempat tinggal sementara merupakan unsur manusia yang berkaitan dengan penyakit
antara lain: umur, jenis kelamin, kekebalan dan sifat lain yang berhubungan dengan kekebalan dan
resistensi atau tingkah laku (kebiasaan dan adat istiadat).
2. Penyebab penyakit (agent)
Penyebab penyakit ini terjadi karena adanya interaksi antara manusia (host), penyebab
penyakit (agent) dan lingkungan (environment). Penyebab penyakit ini dikelompokkan menjadi:
a. Penyebab primer, yang terdiri dari unsur biologis, nutrisi, kimia, fisik dan unsur psikis.
b. Penyebab sekunder, merupakan unsur pembantu atau penambah di dalam proses sebab akibat
terjadinya penyakit, yaitu dari tempat atau lingkungan tempat tinggal seperti penyakit non
infeksi (penyakit jantung).
3. Lingkungan (environment)
Faktor lingkungan mencakup semua aspek di luar agent dan host, karena faktor lingkungan
ini sangat beraneka ragam dan umumnya digolongkan dalam tiga unsur utama, yaitu:
a. Lingkungan biologis, termasuk flora dan fauna yang ada di sekitar manusia.
b. Lingkungan sosial, yaitu semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi bagi
setiap individu yang berada di masyarakat, misalnya bentuk organisasi, sistem pelayanan
kesehatan dan kebiasaan.
c. Lingkungan fisik meliputi: udara, panas sinar, air dan lain-lain.
A. Situasi Kedaruratan
Disebabkan oleh berbagai kejadian atau peristiwa yang mennimbulkan korban jiwa,
kerusakan harta benda, sarana dan prasarana lingkungan serta pengungsian bagi masyarakat
yang terdampak. Penyebab situasi kedaruratan antara lain :
a. Kejadian bencana baik bencana alam, bencana non alam dan bencana social.
b. Kegiatan atau peristiwa lain yang berpotensi menimbulkan resiko kesehatan, kerusakan
sarana dan prasarana lingkungan pemukiman seperti rusaknya sistem penyediaan air
bersih, pembuangan kotoran dan limbah, pembuangan sampah serta kekurangan pangan
menyebabkan meningkatnya faktor – faktor resiko atau ancaman terhadap timbulnya
beberapa penyakit menular tertentu.
B. Siklus Kedaruratan
Prinsip dasar upaya penanggulangan pada situasi kedaruratan dititik beratkan pada tahap
kesiap siagaan sebelum bencana terjadi. Bencana alam tersebut tidak dapat dicegah, namun
faktor resiko dampak buruk akibat bencana dapat ditanggulangi semaksimal mungkin dengan
kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi.
1. Pra kedaruratan
Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerugian harta dan korban
jiwa yang diebabkan oleh bahaya dan memastikan bahwa kerugian yang dapat
diminimalisasi pada saat terjadi bencana. Hal hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Menyiapkan fasilitator penanggulangan bencana di bidang kesehatan lingkungan di
berbagai tingkatan
2) Adanya simulasi penanggulangsn bencana dibidang kesehatan lingkungan.
3) Menyiapkan buku petunjuk teknis/pelaksanaan/pedoman tentang penanggulangan
bencana di bidang kesehatan lingkungan.
4) Menyiapkan stok logistik kesehatan lingkungan di berbagai tingkatan
5) Menyiapkan banggaran penanggulangan bencana dibidang kesehatan.
6) Advokasi kepada pemangku penentu kebijakan.
7) Meningkatkan kemitraan dalam penanggulangan bencana dibidang kesehatan
lignkungan
8) Memfasilitasi alat komunikasi cepat.
2. Saat kedaruratan
Pada saat bencana terjadi petugas kesehatan lingkungan segera bergabung dengan
tim penilaian cepat kesehatan yang dibentuk Dinas kesehatan untuk melakukan analisis
situasi bidang kesehatan lingkungan padaa wilayah yang terkena situasi kedaruratan serta
wilayah sekitarnya.
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
dibidang kesehatan lingkungan meliputi :
1) Pengawasan dan perbaikan kualitas, kuantitas air bersih / air minum.
2) Kualitas sarana sanitasi jamban
3) Pengelolaan sampah domestik.
4) Pengendalian vektor.
5) Kualitas udara
6) Penanganan/pengolahan limbah cair
7) Pengelolaan limbah medis
8) Higiene dan sanitasi pangan.

3. Pasca kedaruratan
Kegiatan utama kesehatan lingkungan pada tahap pasca kedaruratan adalah
surveilans faktor risiko dan pengawasan serta perbaikan kualitas kesehatan lingkungan
untuk mencegah munculnya KLB penyakit yang diakibatkan oleh kondisi kesehatan
lingkungan.
C. Resiko Kesehatan Akibat Situasi Kedaruratan

Jenis Risiko yang Risiko Kesehatan


No. Risiko Penyakit
Kedaruratan Terjadi Lingkungan
1 Banjir / Banjir a. Pencemaran sumber air Diare, demam
a. Kerusakan
Bandang bersih atau air minum berdarah dengue,
rumah dan
b. Pencemaran lingkungan ISPA, campak,
lingkungan
c. Sampah berserakan penyakit kulit,
b. Pengungsian a. Kepadatan hunian Leptospirosis, dll
b. Keterbatasan air bersih /
minum
c. Keterbatasan jamban
d. Sampah berserakan
e. Peningkatan kepadatan
lalat
f. Peningkatan limbah cair
g. Sanitasi makanan
2 Tanah Longsor Kerusakan a. Pencemaran sumber air Diare, penyakit
bangunan / b. Pencemaran lingkungan kulit, dll
rumah dan
c. Sampah berserakan
lingkungan
a. Udara tercemar ISPA, diare, dll
Kebakaran Pencemaran
3 b. Pencemaran sumber air
Hutan udara
bersih / minum
4 Letusan a. Pencemaran sumber air Diare, demam
a. Kerusakan
Gunung Berapi bersih atau air minum berdarah dengue,
rumah /
b. Keterbatasan air bersih / ISPA, campak,
bangunan dan
minum penyakit kulit,
lingkungan
c. Sampah berserakan Leptospirosis, dll
b. Kerusakan a. Air tercemar
sumber -
b. Keterbatasan air bersih /
sumber air
minum
bersih / minum
a. Kepadatan hunian
b. Keterbatasan air bersih /
minum
c. Pengungsian
c. Keterbatasan jamban
d. Peningkatan kepadatan
sampah & lalat
e. Peningkatan limbah cair
f. Sanitasi makanan
5 Gempa Bumi a. Pencemaran sumber air Diare, demam
a. Kerusakan
minum berdarah dengue,
rumah /
b. Keterbatasan air bersih / ISPA, campak,
bangunan dan
minum penyakit kulit,
lingkungan
c. Sampah berserakan Leptospirosis, dll
b. Kerusakan a. Air tercemar
sumber -
b. Keterbatasan air bersih /
sumber air
minum
bersih / minum
c. Pengungsian a. Kepadatan hunian
b. Keterbatasan air bersih /
minum
c. Keterbatasan jamban
d. Peningkatan kepadatan
sampah & lalat
e. Peningkatan limbah cair
f. Sanitasi makanan
6 Tsunami a. Kerusakan a. Pencemaran sumber air Diare, demam
rumah / bersih atau air minum berdarah dengue,
bangunan dan b. Pencemaran lingkungan ISPA, campak,
lingkungan c. Sampah berserakan penyakit kulit,
a. Kepadatan hunian Leptospirosis, dll
b. Keterbatasan air bersih /
minum
b. Pengungsian c. Keterbatasan jamban
d. Sampah berserakan
e. Peningkatan kepadatan
lalat
f. Peningkatan limbah cair
g. Sanitasi makanan
7 Kerusuhan a. Kerusakan a. Pencemaran sumber air Diare, demam
Sosial bangunan / b. Pencemaran lingkungan berdarah dengue,
rumah dan ISPA, campak,
c. Sampah berserakan
lingkungan penyakit kulit,
a. Kepadatan hunian Leptospirosis, dll
b. Keterbatasan air bersih /
minum
c. Keterbatasan jamban
b. Pengungsian d. Sampah berserakan
e. Peningkatan kepadatan
lalat
f. Peningkatan limbah cair
g. Sanitasi makanan
8 Angin Puting Kerusakan a. Pencemaran sumber air Diare, malaria
Beliung bangunan / b. Pencemaran lingkungan
rumah dan
c. Sampah berserakan
lingkungan

D. Upaya Kesehatan Lingkungan


Kesiapsiagaan dalam mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit menular dengan
mengendalikan kondisi kesehatan lingkungan sebagai faktor risiko terutama pada saat
sebelum maupun sesudah terjadinya kedaruratan perlu dilakukan secara terpadu dan terencana
dengan baik yang melibatkan pemerintah, pihak donatur, maupun masyarakat sendiri. Peran
masyarakat dalam upaya penyehatan lingkungan, antara lain adalah :
1. Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup berih dan sehat merupakan salah satu upaya untuk mencegah dan
meningkatkan kesehatan yang lebih murah dan mudah dibandingkan dengan upaya
pengobatan. Dalam bidang kesehatan lingkungan, PHBS meliputi minum air yang telah
dimasak, buang kotoran di jamban, membuang sampah pada tempat sampah dan cuci
tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar. PHBS ini sangat perlu
dipraktekan, baik pada kehidupan sehari – hari maupun situasi kedaruratan. Perilaku hidup
bersih dan sehat masih merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penyakit.
2. Penyediaan dan perbaikan kualitas air bersih
Tahap awal setelah kejadian kedaruratan yang mengakibatkan adanya pengungsian,
yang sangat perlu mendapat perhatian adalah ketersediaan air bersih, karena tanpa adanya
air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan akan dapat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit menular.
3. Pengelolaan pembuangan kotoran
Jika terjadi situasi kedaruratan, ketersediaan sarana pembuangan kotoran menjadi
sangat penting yang dapat digunakan oleh pengungsi untuk membuang kotoran. Sarana
pembuangan kotoran, yang bisa disebut jamban dapat dibangun yang sederhana dan dapat
cepat dimanfaatkan, yang bertujuan untuk mengamankan kotoran manusia agar tidak
mencemari sumber air bersih dan makanan atau minuman.

4. Pengelolaan sampah dan limbah


Pengelolaan sampah di tempat penampungan pengungsi harus mendapat perhatian
semua pihak, mengingat risiko yang dapat diitimbulkan apabila tidak dikelola dengan baik,
seperti munculnya lalat, tikus, bau, serta dapat mencemari penyediaan air bersih yang ada,
sedangkan masalah limbah biasanya terdiri atas limpahan air hujan dan air dari bekas
kegiatan pengungsian sehari – hari, seperti kegiatan di dapur dan kegiatan rumah tangga.
Tujuan pengamanan terhadap air limbah adalah untuk menghindarkan menjadi tempat
perindukan atau perbiakkan nyamuk.
5. Pengawasan dan pengamanan pengelolaan makanan dan dapur umum
Pengawasan dan pengamanan penyediaan makanan dan minuman di pengungsian
dilakukan termasuk pengolahannya yang disediakan bagi pengungsi bertujuan untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit melalui makanan atau minuman dengan menjaga
kebersihan pengolahan makanan yang memenuhi syarat kesehatan dan dengan cara – cara
penanganan yang benar.
6. Pemberantasan serangga dan binatang penular penyakit
Keberadaan vektor seperti nyamuk, lalat, tikus berhubungan dengan kondisi
lingkungan fisik dan kebersihan lingkungan. Mengurangi kepadatan vektor pada situasi
emergency dan pengungsi tidaklah mudah. Dan semuanya harus didasarkan pada kebiasaan
hidup masing – masing vektor yang merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan
pemberantasan.
7. Penyusunan rencana kesiapsiagaan penanggulangan kesehatan lingkungan
Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan rencana kesiapsiagaan merupakan hal
yang sangat penting dan dengan keterlibatannya ini akan menumbuhkan sikap ikut
memiliki dan ikut melaksanakannya.
8. Penyediaan alat pelindung diri
Ketersediaannya alat pelindung diri (contoh : masker, pakaian khusus kerja, topi,
helm, dll) merupakan sarana yang perlu disediakan dan penyediaannya dapat dilakukan
sendiri oleh masyarakat.
9. Penyediaan tempat pengungsian
Tempat untuk mengungsi dapat berupa bangunan tenda, bangunan permanen yang
cukup luas. Bagi masyarakat yang memiliki bangunan tempat tinggal yang cukup luas, bila
terjadi pengungsian diharapkan dapat membantu masyarakat pengungsi yang memerlukan
untuk ditampung.
Daftar Pustaka

Achmadi, dkk, 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Buku Kompas, Jakarta.

Anwar Musadad, 2003, Sanitasi rumah sakit sebagai investasi, http://www.kalbe. co.id/
files/cdk/files/10SanitasiRS083.pdf/0SanitasiRS083.html, diakses tanggal 20 Januari 2011.

Anwar, M. S. H Saaludian, 1999, Studi Lingkungan Perairan air Sungai di Kecamatan Gambut
dan Kertak Hanyu Kalimantan Selatan, Jakarta, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, 10;3 :
183 – 192, 1990.

Azwar, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Bahtiar, 2006, Kondisi Sanitasi Lingkungan Kapal penumpang PT. Pelni KM. Lambelu, Makassar,
Sulawesi Selatan.

Depkes RI, 1999, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi, Ditjen PPM dan PL, Jakarta.

Echols dan Shadily, 2003, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Ehler, V and Steel, 1986, Municipal and Rural Sanitation, 6 th Edition, Mc Graw Hill Book, New
York.

Mawardi, 1992, Standar sanitasi World Health Organization, http://www.depkes.


go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=946&Itemid=2, diakses tanggal 23
Januari 2011.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat “Prinsip-prinsip dasar”, Rineka


Cipta, Jakarta.

Putranto, Haryanto 1993, Kesehatan Lingkungan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,


Universitas Indonesia, Jakarta.

Rantetampang, A.L., 1985, Pengaruh Penyakit Cacing pada Murid Kelas III dan IV Sekolah
Dasar II Abepura, http://digilib.unikom.ac.id/print.php?id= ijptuncen-gdl-res-1985-al-1127,
diakses tanggal 20 Januari 2011.

Slamet Purwanto, Sudiharjo, Bambang Ristanto, dkk, 2001, Penyediaan Air Bersih, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai,
Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Soemirat. S, 2004, Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta.

WHO, 2002, Linking Program Evaluation to User Needs, The Politics of Program Evaluation,
Sage, USA.

Anda mungkin juga menyukai