Anda di halaman 1dari 29

PAPER

HIPERTENSI RETINOPATHY
Paper ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Mata Rumah Sakit Haji Medan

Oleh :

Khairunisa Utami

102118018

Pembimbing :

dr. Hj. Adelina Hasibuan, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN MATA

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Paper ini guna memenuhi
persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian Mata Rumah Sakit Haji Medan dengan judul
“Hipertensi Retinopati ”.

Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah
figur yang senantiasa menjadi contoh suri tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho
Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen


pembimbing KKS dibagian Mata yaitu dr. Hj. Adelina Hasibuan, Sp.M.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper penulisan maupun penyajian materi
tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan paper selanjutnya. Semoga
pepar ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Anatomi Retina .......................................................................................... 3
2.2 Fisiologi Retina .......................................................................................... 6
2.3 Hipertensi Retinopathy ............................................................................. 7
2.3.1 Definisi ............................................................................................ 7
2.3.2 Epidemiologi ................................................................................... 8
2.3.3 Klasifikasi ........................................................................................ 8
2.3.4 Patofisiologi ................................................................................... 13
2.3.5 Diagnosis ....................................................................................... 16
2.3.6 Diagnosis Banding ......................................................................... 19
2.3.7 Penatalaksanaan ............................................................................. 20
2.3.8 Komplikasi..................................................................................... 22
2.3.9 Prognosis ....................................................................................... 24

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 25


DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain
dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau
vaskularisasi dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan
jaringan. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis,
anemia, diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini
dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.1,2
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau kelainan pada
retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi akan
menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa sklerosis, penebalan dinding
pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.(3)
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada tahap
awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Setelah
itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan ini menyebabkan kehilangan
penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi makula, bagian tengah
retina.1,2,4,5,6

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm
di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch,
koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm
pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara
klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah
makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara
klinis merupakan suatu cekungan yang merupakan pantulan khusus bila dilihat
dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan zona avaskular diretina pada
angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisya lapisan
inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson - akson sel fotoreseptor
(lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina
yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah
pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.8

Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari


sisi dalam adalah sebagai berikut:8,9

1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.

5
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina

Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan


arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal dari
cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial bawah 12

6
mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke dalam bola mata,
arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang superior dan inferior.
Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi arteriol dan kehilangan
lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina yang berada dilapisan
serat saraf akan bercabang-cabang akhirnya menjadi jaringan kapiler yang luas,
yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai membrana limitan eksterna.10
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya lebih
tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus, dikelilingi
oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh darah yang
bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam (inner barrier),
sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan yang erat bagian
lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan zonula occludens
(outer barrier).10
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
endotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri. Pada
tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70% arteri
berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh
darah.10

2.2 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata


harus berfungsi sebagai alat optik, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu tranduser yang elektif. Sel – sel batang dan kerucut di lapisan foto reseptor
mampu mengubah rangsang cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan
oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan pada akhirnya ke korteks
penglihatan.8
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik,
untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea
sentralis terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya
serta serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam.

7
Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan
diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu
adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna
(penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar
terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan
malam (skotopik).8
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang avaskular
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rodopsin adalah
suatu glukolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda
pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak pada rodopsin
terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru – hijau
spektrum cahaya.8
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam – macam nuansa abu-
abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah berdapatasi
sepenuhnya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsi 500
nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna bila
benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang gelombang
tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang gelombang
tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 – 700 nm). Penglihatan siang hari
terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel
batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. Warna retina
biasanya jingga.8

2.3 Retinopati Hipertensi


2.3.1 Definisi
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau
kelainan pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan

8
darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa
sklerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.
Kelainan pembuluh darah yang terjadi sangat mengikuti derajat tingginya dan
lamanya tekanan darah yang diderita pasien. Kelainan ini pertama kali
dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.3,11

2.3.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi
dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas.
Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda
dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang
mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Dalam penelitian yang
dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada orang-orang
yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia lebih tua,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin menyempit dan
kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina.1

2.3.3 Klasifikasi

Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.

Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)9

9
Stadium Karakteristik
Stadium I  Penyempitan ringan, sklerosis, sehingga tampak lebih kurus, lebih
pucat, dan lebih sempit
 Hampir tak ada keluhan
 Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

Lanjutan Tabel 1

Stadium Karakteristik
Stadium II  Tanda arteriosklerotik lebih jelas, konstriksi fokal, sklerosis, dan
crossing phenomena, tampak copper wire arteriola atau silver wire
arteriola
 Tekanan darah semakin tinggi
 Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal
Stadium III  Stadium II + edema retina, perdarahan, eksudat, cottonwoll patch,
starshaped figure, penyempitan arteriola lebih luas.
 Tekanan darah sangat tinggi disertai keluhan sakit kepala, sesak
napas, nokturia
 Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium IV  Stadium III + edema papil yang jelas


 Terdapat hipertensi maligna
 Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953) 1

Stadium Karakteristik

Stadium I Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil

10
Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang

penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh darah arteri

tegang, embentuk cabang keras

Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang

terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat

keluhan berkurangnya penglihatan

Lanjutan tabel 2

Stadium Karakteristik

Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,

disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastol kira-kira

150 mmHg

Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tidak ada perubahan

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-


tanda yang terlihat pada retina.12

11
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan

Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit

atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan

arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan

tanda berikut : Perdarahan retina (blot, penyakit stroke, gagal

dot atau flame-shape), jantung, disfungsi renal dan

mikroaneurisma, cotton-wool, hard mortalitas kardiovaskuler

exudates

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan

dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal

dengan kebutaan

Tabel 5. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM 3

Tipe Funduskopi

Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri


meregang dan percabangan tajam,
Fundus hipertensi dengan atau tanpa
perdarahan ada atau tidak ada, eksudat
retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat
ada atau tidak ada.
pada orang muda.

Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami


penyempitan, pelebaran, dan sheating

12
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati setempat. Perdarahan retina, tidak ada
sklerose senile, pada orang tua. edema papil

Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan bertambah


fenomena crossing, perdarahan
Fundus dengan retinopati hipertensi dan
multiple, cotton wall patches, macula
arteriosklerosis, terdapat pada orang muda.
star figure.

Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches, hard


exudates, soft exudates, star figure yang
Hipertensi progresif
nyata.

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan


penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah
hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).

13
Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah
putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)(B).

14
Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah
hitam) dan papiledema.

2.3.4 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada
tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.1
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler,
arteriol berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan
tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima
pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah, maka
menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi sempit,
sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih pucat.
Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada venula
yang ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang dikenal
sebagai arteriovenous nicking. 1,9,13
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat
sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian
tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari
lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol
akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak
transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar.
Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah tebal, sehingga warna
kuning dari dinding yang tebal bercampur dengan warna kolom darah,

15
memberikan warna seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper wire
arteriola.Jika bertambah tebal lagi, dapat mengalami kalsifikasi dapat terlihat
sebagai garis putih sepanjang kolom darah (sheating). Jika menutupi kolom darah,
maka arteriol akan terlihat sebagai kawat perak(silver-wire).9,14

Gambar 6. Copper Wiring, AV Nicking dan perdarahan retina

Dinding arteriola yang menekan venula pada tempat persilangan arteriola


dan venula dapat menyebabkan oklusi venula, kongesti venula, sehingga venula
tampak lebih besar dan berkelok-kelok, disusul dengan perdarahan berupa garis-
garis yang disebut flame shaped hemorrhage (lidah api), edema retina, eksudat,
edema papil dan ablasio retina jika edema yang terjadi bertambah hebat. Edema
retina dan kongesti venula dapat mendahului timbulnya edema papil, dimana
dimulai dengan perubahan warna papil dari merah jambu menjadi jingga yang
akhirnya berwarna merah tua dengan batas yang tidak jelas.9
Dinding arteriola yang bertambah tebal dapat juga menimbulkan oklusi
dari arteriola itu sendiri, sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi pada area
yang diperdarahinya, disertai dengan edema dan perdarahan. Oklusi dapat terjadi
juga pada tempat prekapiler, sehingga jaringan kapiler dibawahnya tak dapat
dilalui darah, menjadi iskemik dan retina yang diperdarahinya menjadi nekrotik

16
yang dapat dilihat melalui funduskopi sebagai bercak putih seperti kapas yang
disebut cottonwool patch. Akibat gangguan sirkulasi ini, maka didaerah
cottonwool patch dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang
menimbulkan kebocoran perdarahan dan edema.9

Gambar 7. Cottonwool patch, AV Nicking dan Flame shaped hemorrhage

Pada hipertensi maligna, dengan adanya permeabilitas kapiler yang tinggi,


beberapa minggu kemudian dapat terbentuk eksudat keras, terutama terdiri dari
lipid. Jika hal ini terdapat di daerah makula maka akan terbentuk garis-garis radier
berwarna putih, keluar dari makula seperti gambaran bintang sehingga disebut
starshaped figure.9
Derajat gangguan visus tergatung dari lokasi kelainan. Bila terletak
didaerah makula, sekecil apapun dapat menimbulkan gangguan visus yang berat,
sedangkan bila letaknya diluar makula, meskipun besar tidak cepat menimbulkan
penurunan ketajaman penglihatan oleh karena itu mungkin saja kelainan vaskuler
akibat hipertensi baru diketahui secara tidak sengaja. Hilangnya kapiler secara
menetap atau terbentuknya jaringan parut di makula menyebakan gangguan visus
yang menetap pula, meskipun hipertensinya telah diatasi.9

2.3.5 Diagnosis

17
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis
(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi
(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada
anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering
diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang
apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga
tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90 mmHg
dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada pembuluh
darah retina.10
Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan
oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi.
Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada
pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai
berikut.

Gambar 8. Funduskopi pada penderita hipertensi

18
Gambar 9. Hard exudate

Gambar 10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ;
Panah hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam :
papil edema

19
Gambar 11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi
adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan
melalui vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina,
gambaran pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang
menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat lokasi
terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina. 10

20
Gambar 12. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein

Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab


lain retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama
diperiksa kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal.14

2.3.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah : 1

1. Retinopati Diabetik

Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan


retinopati hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma,
dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate, neovaskularisasi,
dan edema retina. Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol
yaitu > 200 mg/dl.

2. Katarak

Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa yang
terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus yang
hitam.

21
3. Glaukoma

Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang


pandang, atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada
pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat warnanya
dari merah kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan pula edema
papil.

4. Kelainan refraksi

Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat


menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior yang
lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat, sehingga
bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak berakomodasi,.
Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar
tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan kornea.

2.3.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi


kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati
faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat
retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika
telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis
yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya. 7,10

Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa


tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar
tekanan darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. 2

22
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan
dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan olahraga yang teratur. 1,2

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas


retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti
oklusi arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan
dari retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi
eksudat di makula, KWB stadium III, dan sudah terjadi komplikasi maka
fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan.7

Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan


komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke
bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi
hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan
mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteriol,
sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut hukum
Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen intravaskular
ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan
onkotik konstan.

23
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina
sentralis (CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang
(BRVO).10,15
CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,
meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang
dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda

24
yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak
putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan pemeriksaan
angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena terdapat edema
retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.16
BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi
putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih,
tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya
lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat
ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi
menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya perfusi.16
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih
pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang
tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan
berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.15,16

Gambar 13. Cherry red spot pada CRAO

25
Penelitian yang dilakukan oleh Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) mendemonstrasikan bahwa keadaan retinopati hipertensi meningkatkan
resiko stroke 2.6 kali lipat, dan 2-4 kali lipat kemungkinan terjadinya insiden
stroke walaupun faktor resiko lain seperti merokok dan kadar lipid dikontrol. Dan
penelitian Mithcell et al menunjukkan hubungan antara retinopati hipertensi
dengan insidensi stroke/Transient Ischemic Attack/kematian serebrovaskular.17
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam
kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena
dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.17

2.3.9 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada
beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol
tekanan darah yang baik. 2,10
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak
diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%,
grade III : 80% , grade IV : 98%.10

26
BAB III
KESIMPULAN

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan


kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau
pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hyalin. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan
ini menyebabkan kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika
mempengaruhi makula, bagian tengah retina.
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan
visus, pemeriksaan tonometri, pemeriksaan USG B-Scan, dan pemeriksaan
laboratorium.
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan
yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi
kecuali terdapat komplikasi oklusi vena atau arteri lokal. Untuk itu mengobati
faktor primer dengan obat hipertensi yang salah satunya adalah golongan ACE
inhibitor (kaptopril) sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat
retinopati arterial. Fotokoagulasi laser juga dapat dipertimbangkan sebagai
penatalaksanaan yang terbukti memperbaiki oksigenasi bagian dalam retina.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong TY, Mitchell P, editors. 2004. Current concept hypertensive retinopathy.


The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. Nov 25 [cited
2008 May 21]: [8 screens]. (Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf, diakses tanggal 26
februari 2016)
2. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. 2007. Hypertension. [Online]. Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens].
(Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm, diakses
tanggal 26 februari 2016)
3. Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI Jakarta
4. Riodan-Eva P. 1996. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors.
Oftalmologi umum: anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit
Widya Merdeka; p. 7-9
5. Lang GK. 2000. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York,
Thieme Stuttgart Germany; p. 299-314, 323-5
6. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. In: Pavan-Langston D, Azar DT,
Azar N, Beyer J, Baruner SC, Burrows A et at, editors. 2008. Manual of ocular
diagnosis and therapy: retina and vitreous. 6th ed. Massachusetts. Lippincotts
Williams and Wilkins; p. 213-22
7. American Academy of Ophtalmology. 2009. Update on General Medicine. USA
: AAO
8. Vaughan DG, Asbury T, Eva-Riordan P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika. Hal. 320-4
9. Wijana Nana, S, D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal. Jakarta 1993
10. Basic and Clinical Science Course. 2002. Retina and Vitreus Section 12. The
Foundation of The American Academy of Ophtalmology
11. Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI Jakarta

28
29

12. Downie et al. 2013. Hypertensive Retinopathy: Comparing the Keith-Wagener-


Barker to a Simplified Classification. Journal of Hypertension 31:000–000.
(http://www.jhypertension.com, diakses tanggal 26 februari 2016)
13. Ilyas, Sidarta., Tanzil, Muzakir., Salamun. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Gaya Baru
14. Wong, Y.T., Mcintosh R. 2005. Hypertensive retinopathy signs as risk
indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical
Bulletin;73-4,57-70. (http://bmb.oxforsjournals.org, diakses tanggal 26 februari
2016)
15. C.D Regillo,et al. 1999. Vitroretinal Disease : The Essentials. Thieme Medical
Publisher, New York.
16. Kanski JJ. 1999. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 4th ed. Oxford.
Butterworth Heinemann
17. Pavan, P.R., Burrows, A.F., Pavan-Langston D. 1998. Retina and vitreous. In:
Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown and
Company.p. 213-22.

Anda mungkin juga menyukai