HIPERTENSI RETINOPATHY
Paper ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Mata Rumah Sakit Haji Medan
Oleh :
Khairunisa Utami
102118018
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2020
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Paper ini guna memenuhi
persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian Mata Rumah Sakit Haji Medan dengan judul
“Hipertensi Retinopati ”.
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah
figur yang senantiasa menjadi contoh suri tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho
Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper penulisan maupun penyajian materi
tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan paper selanjutnya. Semoga
pepar ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain
dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau
vaskularisasi dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan
jaringan. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis,
anemia, diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini
dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.1,2
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau kelainan pada
retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi akan
menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa sklerosis, penebalan dinding
pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.(3)
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada tahap
awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Setelah
itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan ini menyebabkan kehilangan
penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi makula, bagian tengah
retina.1,2,4,5,6
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
5
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.
6
mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke dalam bola mata,
arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang superior dan inferior.
Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi arteriol dan kehilangan
lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina yang berada dilapisan
serat saraf akan bercabang-cabang akhirnya menjadi jaringan kapiler yang luas,
yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai membrana limitan eksterna.10
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya lebih
tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus, dikelilingi
oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh darah yang
bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam (inner barrier),
sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan yang erat bagian
lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan zonula occludens
(outer barrier).10
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
endotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri. Pada
tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70% arteri
berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh
darah.10
7
Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan
diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu
adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna
(penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar
terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan
malam (skotopik).8
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang avaskular
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rodopsin adalah
suatu glukolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda
pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak pada rodopsin
terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru – hijau
spektrum cahaya.8
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam – macam nuansa abu-
abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah berdapatasi
sepenuhnya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsi 500
nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna bila
benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang gelombang
tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang gelombang
tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 – 700 nm). Penglihatan siang hari
terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel
batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. Warna retina
biasanya jingga.8
8
darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa
sklerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.
Kelainan pembuluh darah yang terjadi sangat mengikuti derajat tingginya dan
lamanya tekanan darah yang diderita pasien. Kelainan ini pertama kali
dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.3,11
2.3.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi
dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas.
Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda
dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang
mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Dalam penelitian yang
dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada orang-orang
yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia lebih tua,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin menyempit dan
kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina.1
2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.
9
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis, sehingga tampak lebih kurus, lebih
pucat, dan lebih sempit
Hampir tak ada keluhan
Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal
Lanjutan Tabel 1
Stadium Karakteristik
Stadium II Tanda arteriosklerotik lebih jelas, konstriksi fokal, sklerosis, dan
crossing phenomena, tampak copper wire arteriola atau silver wire
arteriola
Tekanan darah semakin tinggi
Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal
Stadium III Stadium II + edema retina, perdarahan, eksudat, cottonwoll patch,
starshaped figure, penyempitan arteriola lebih luas.
Tekanan darah sangat tinggi disertai keluhan sakit kepala, sesak
napas, nokturia
Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal
Stadium Karakteristik
10
Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang
Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang
Lanjutan tabel 2
Stadium Karakteristik
Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,
150 mmHg
Stadium Karakteristik
11
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan
exudates
dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan
Tipe Funduskopi
12
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati setempat. Perdarahan retina, tidak ada
sklerose senile, pada orang tua. edema papil
13
Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah
putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)(B).
14
Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah
hitam) dan papiledema.
2.3.4 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada
tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.1
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler,
arteriol berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan
tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima
pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah, maka
menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi sempit,
sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih pucat.
Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada venula
yang ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang dikenal
sebagai arteriovenous nicking. 1,9,13
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat
sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian
tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari
lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol
akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak
transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar.
Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah tebal, sehingga warna
kuning dari dinding yang tebal bercampur dengan warna kolom darah,
15
memberikan warna seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper wire
arteriola.Jika bertambah tebal lagi, dapat mengalami kalsifikasi dapat terlihat
sebagai garis putih sepanjang kolom darah (sheating). Jika menutupi kolom darah,
maka arteriol akan terlihat sebagai kawat perak(silver-wire).9,14
16
yang dapat dilihat melalui funduskopi sebagai bercak putih seperti kapas yang
disebut cottonwool patch. Akibat gangguan sirkulasi ini, maka didaerah
cottonwool patch dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang
menimbulkan kebocoran perdarahan dan edema.9
2.3.5 Diagnosis
17
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis
(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi
(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada
anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering
diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang
apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga
tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90 mmHg
dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada pembuluh
darah retina.10
Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan
oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi.
Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada
pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai
berikut.
18
Gambar 9. Hard exudate
Gambar 10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ;
Panah hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam :
papil edema
19
Gambar 11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi
adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan
melalui vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina,
gambaran pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang
menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat lokasi
terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina. 10
20
Gambar 12. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein
1. Retinopati Diabetik
2. Katarak
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa yang
terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus yang
hitam.
21
3. Glaukoma
4. Kelainan refraksi
2.3.7 Penatalaksanaan
22
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan
dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan olahraga yang teratur. 1,2
23
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina
sentralis (CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang
(BRVO).10,15
CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,
meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang
dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda
24
yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak
putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan pemeriksaan
angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena terdapat edema
retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.16
BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi
putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih,
tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya
lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat
ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi
menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya perfusi.16
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih
pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang
tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan
berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.15,16
25
Penelitian yang dilakukan oleh Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) mendemonstrasikan bahwa keadaan retinopati hipertensi meningkatkan
resiko stroke 2.6 kali lipat, dan 2-4 kali lipat kemungkinan terjadinya insiden
stroke walaupun faktor resiko lain seperti merokok dan kadar lipid dikontrol. Dan
penelitian Mithcell et al menunjukkan hubungan antara retinopati hipertensi
dengan insidensi stroke/Transient Ischemic Attack/kematian serebrovaskular.17
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam
kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena
dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.17
2.3.9 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada
beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol
tekanan darah yang baik. 2,10
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak
diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%,
grade III : 80% , grade IV : 98%.10
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29