Anda di halaman 1dari 81

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable

Development Goals (SDGs) baru saja digulirkan dan

Indonesia berkomitmen penuh untuk melaksanakan dan

menyukseskannya. Suksesnya implementasi SDGs di

Indonesia tidak terlepas dari masalah ketersediaan

data. Badan Pusat Statistik sebagai instansi yang

berperan penting dalam monitoring dan evaluasi SDGs

indikator SDGs baik melalui survei-survei yang

secararutin dilakukan oleh BPS maupun melalui

kolaborasi dan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga

dalam penyediaan data untuk SDGs.

Berakhirnya MDGs pada 2015 masih menyisakan

sejumlah pekerjaan rumahyang harus diselesaikan pada

periode Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable

Development Goals (SDGs) yang akan dilaksanakan sampai

dengan2030.

SDGs memiliki 17 indikator tujuan,salah satu

tujuannya ialah terdapat pada tujuan ke 3 yaitu

menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan

kesejahteraan seluruh penduduk semua usia. Tujuan 3

berupaya untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan

bagi semua penduduk padasetiap tahap kehidupan.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan


2

reproduksi serta kesehatan ibu dan anak; mengakhiri

epidemi HIV/AIDS, malaria, TBC dan penyakit tropis;

mengurangi penyakit tidak menular dan environmental

mencapai cakupan kesehatan universal; dan menjamin

akses universal untuk aman, terjangkau serta obat-

obatan dan vaksin yang efektif. Para pemimpin dunia

berkomitmen untuk mendukung penelitian dan

pengembangan, meningkatkan pembiayaan kesehatan,dan

memperkuat kapasitas semua negara untuk mengurangi dan

mengelola risiko kesehatan.

Untuk tujuan 3 sendiri memiliki beberapa target,

salah satu target terdapat pada poin 4 yaitu pada

tahun 2030 mengurangi hingga sepertiga angka kematian

dini akibat penyakit tidak menular, melalui pencegahan

dan pengobatan serta meningkatkan kesehatan mental dan

kesejahteraan. Penyakit tidak menular sendiri

diantarannya adalah penyakit kardiovaskuler (jantung).

Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab

kematian di dunia adalah penyakit tidak menular (PTM)

yang membunuh 36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80

persen kematian tersebut terjadi di negara

berpenghasilan menengah danrendah. 73% kematian saat

ini disebabkan oleh penyakittidak menular,

35%diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh

darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit


3

pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15%

disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).

Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM

telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi

global dalam pencegahan dan pengendalian PTM,

khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu

strategis dalam agenda SDGs 2030 sehingga harus

menjadi prioritas pembangunan di setiap negara.

Henti jantung bisa terjadi dimana saja, kapan

saja dan pada siapa saja. peristiwa ini mengharuskan

masyarakat menyadari langkah apa saja yangharus

dilakukan pada korban dalam keadaan henti jantung.

Kejadian gawatdarurat dengan pravelensi tertinggi

adalah penyakit kardiovaskular. Mayoritas masyarakat

yang mengalami serangan jantung terlambat untuk

mendapatkan pertolongan pertama. Kejadian ini menambah

jumlah mortalitas akibat serangan jantung, dikarenakan

kejadian henti jantung banyak ditemukan pada korban

Serangan jantung diluar rumah sakit (OHCA)(Mancini et

al., 2015).

Jumlah kejadian henti jantung menjadi masalah

global yang dihadapi berbagai negara (Marijon et al,

2015). Data yang diperoleh adalah lebih dari 135 juta

orang terkena henti jantung diluar rumah sakit dan

berakibat kematian, dengan angka kejadian antara 20-


4

140 per 100.000 penduduk dengan angka survival rate

2%-11%.

Menurut World Health Organization (WHO), henti

jantung merupakan salah satu penyakit penyebab

kematian nomor satu di dunia dengan presentase jumlah

kematian sebesar 60%. Di perkirakan sekitar 350.000

orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di

Amerika Serikat dan Kanada (AHA, 2015). Sedangkan

prevalensi penderita henti jantung (cardiac arrest) di

Indonesia tiap tahunnya belum didapatkan data yang

jelas, walaupun demikian diperkirakan sekitar 10 ribu

warga, yang berarti 30 orang per hari mengalami henti

jantung. Kejadian terbanyak dialami oleh penderita

jantung koroner (Depkes, 2010). Kejadian OHCA di

beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik

salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir

yakni sebanyak 60.000 kasus (Hock, Pin, & Alhoda,

2014). Sedangkan jumlah prevalensi penderita henti

jantung di Indonesia tiap tahunnya belum didapatkan

data yang jelas, namun diperkirakan sekitar 10 ribu

warga, yang berarti 30 orang per hari. Kejadian

terbanyak dialami oleh penderita jantung koroner

(Depkes, 2006).

Di provinsi Nusa Tenggara Barat sendiri untuk

datahenti jantung tidak ada tercantum secara detail

data untuk kejadian henti jantung. Namun memiliki data


5

untuk kasus yang dapat menyebabkan kejadian henti

jantung, data berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi

PTMseperti penyakit jantung berdasarkan karateristik

umur < 1 – 75+ tahun sebesar 18,9%, berdasarkan

tingkat pendidikan sebesar 10,1%, dan berdasarkan

pekerjaan sebesar 15%. ( Data Riskesdas NTB,2018 ).

Tenaga medis bukan satu- satunya orang yang dapat

melakukan bantuan hidup dasar, tetapi orang yang

menemukan korban dengan henti jantung pertama kali,

maka dialah orang yang seharusnya bertanggung jawab

melakukan pertolongan segera (AHA, 2015).Salah satu

cara untuk meningkatkan kekuatan Chain Of Survival

tentang pengenalan henti jantung dan hand only CPR

adalah dengan cara meningkatkan jumlah penolong

(bystander) dikalangan masyarakat awam. Semakin tinggi

jumlah penolong yang terlatih maka kematian akibat

henti jantung akan menurun.

Henti jantung yang terjadi diluar rumah sakit

(RS) biasa dikenal dengan nama OHCA (Out Of Hospital

Cardiac Arrest). OHCA merupakan penyebab utama

kematian di Amerika dan Eropa. Orang awam sangat

dibutuhkan dalam penatalaksanaan OHCA, akan tetapi

tingkat pengetahuan dan keterampilan orang awam masih

kurang pada saat mengetahui korban henti jantung.

Mereka tidak mengetahui ciri- ciri orang mengalami

henti jantung, bagaimana melakukan pertolongan dan


6

meminta bantuan sekitarnya. Untuk penatalaksanaan OHCA

orang awam harus mempunyai pengetahuan henti jantung,

meminta bantuan dan melakukan hand only CPR

(AHA,2015).

Bantuan hidup dasar merupakan suatu tindakan yang

dapat diajarkankepada semua tingkatan masyarakat,

tidak hanya kepada tenaga kesehatan.Keadaan ini

disebabkan setiap individu mempunyai skill basic life

support atau bantuan hidup dasar (BHD). Kemampuan

pertolongan bantuan hidup dasar menjadi sangat penting

karena didalamnya mengajarkan bagaimana pertolongan

pertama pada korban dari berbagai jenis kejadian yang

tidak diharapkan dalam kehidupan sehari-hari

(Oktarina, 2019).

Masyarakat awam Merupakan orang yang berada di

tempat kejadian di luar rumah sakit saat henti jantung

atau cardiac arrest terjadi, serta dapat dan mau untuk

melakukan CPR pada orang yang mengalami henti jantung

tersebut (Hjm et al. 2020). Pemberian CPR yang

berkualitas dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk

orang awam atau bystander, namun pemberian CPR lebih

baik dilakukan oleh tenaga medis (AHA, 2015).

Dari studi yang dilakukan oleh American Heart

Association (AHA) tahun 2010 melaporkan bahwa orang

dewasa yang menerima CPR dengan jenis kompresi saja

atau disebut sebagai Hands-Only CPR dari seseorang


7

lebih bertahan daripada yang tidak menerima CPR jenis

apapun. Studi lainnya juga memperlihatkan bahwa angka

keselamatan dari orang dewasa yang henti jantung dan

ditolong oleh seseorang yang bukan tenaga kesehatan

hasilnya mirip, baik yang jenis Hands-Only CPR maupun

CPR konvensional (Manik et al,2018). Berdasarkan studi

oleh AHA tahun 2015, kaum awam biasanya panik dan

kepanikan ini menjadi hambatan utama dalam melakukan

CPR. Tehnik Hands-Only CPR yang sederhana dapat

membantu mengatasi kepanikan dan keragu-raguan dalam

bertindak (AHA, 2014).

Aktivitas olahraga merupakan hal yang sangat

menyehatkan,namun pada beberapa kondisi akan memicu

adanya henti jantug,misalnya pada olahraga ekstrim

yang memicu adrenalin. Salah satu olahraga yang dapat

dikategorikan ekstrim adalah olahraga surfing,dimana

olahraga ini membutuhkan stamina yang optimal,namun

tidak jarang olahraga ini membuat para penggiatnya

lalai terhadap kebutuhan hidrasi tubuhnya. Henti

jantung saat olahraga juga bisa terjadi akibat

dehidrasi. Perlu diketahui bahwa dehidrasi membuat

kadar mineral,seperti kalium,dan megnesium menjadi

sangat rendah. Padahal, mieral tersebut mengandung

muatan listrik yang membantu saraf dan otot jantung

bekerja sebagaimana mestinya saat kadar kadar mineral

tersebut sangat rendah,aktivitas pensinyalan listrik


8

dijantung bisa terganggu menyebabkan aritma dan henti

jantung.

Neukai Surfing adalah sebuah komunitas para

surfer di kabupaten Lombok Barat yang telah menyadari

pentingnya belajar Hands only CPR bagi orang awam,

terutama karena kegiatan mereka adalah kegiatan

ekstrim di alam bebas yang memiliki kemungkinan

kemungkinan terburuk termasuk henti jantung, sehingga

memulai untuk belajar melakukan pertolongan pertama

pada henti jantung. Kesadaran awal muncul dari ketua

komunitas yang latar belakangnya seorang WNA asal

Australia dimana disana sudah terbiasa untuk melakukan

latihan Hands only CPR sehingga mengupayakan

komunitasnya mendapatkan pelatihan tentang Hands only

CPR. Selama masa pandemi, mereka telah melaksanakan 2

kali pelatihan Hands Only CPR bagi orang awam sebagai

bentuk komitmen mereka untuk meningkatkan kapasitas

menjadi awam terlatih. Komunitas ini menjadi satu

ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk melihat

kemampuan personal sebelum dan sesudah pelatihan dari

segi usia dan dirasakan cocok untuk menjadi tempat

penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti,

mengingat agenda serupa juga akan terjadwal

berikutnya.

2. Rumusan Masalah
9

Apakah ada perbedaan pengetahuanmasyarakat awam

yang belum endapatkan pelatihan dan sudah mendapatkan

pelatihan hands Only CPR ?

3. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengidentifikasi perbedaan pengetahuan kelompok

yang belum dan sudah diberikan pelatihan tentang hands

Only CPR pada komunitas Neukai surfing Di wilayah

Lombok Barat.

b. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan kelompok yang belum

diberikan pelatihan Hands only CPR

b. Mengidentifikasi pengetahuan kelompok yang sudah

diberikan pelatihan Hand only CPR.

c. Menganalisa perbedaan pengetahuan kelompok yang

belum dan sudah diberikan pelatihan tentang hands

Only CPR pada komunitas Neukai surfing Di wilayah

Lombok Barat.

4. Manfaat penelitian

a. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman kepada peneliti dalam

melakukan penelitian tentang perbedaan pengetahuan

sebelum dan sesudah diberikan pelatihan hands Only

CPR pada komunitas Neukai surfing di wilyah Lombok

Barat

b. Bagi Responden
10

Sebagai bahan informasi serta meningkatkan

kesadaran publik tentang pentingnya memahami Hands

Only CPR bagi masyarakat awam.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil peneltian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan masukan terhadap pembelajaran dalam

pendidikan, khusunya pada mata ajar keperawatan

gawat darurat.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

data dasar ataupun sebagaipembanding bagi peneliti

selanjutnya dalam mengadakan penelitian dengan tema

yang sesuai.
11

5. Keaslian penelitian

Tabel 1.1 keaslian penelitian

No. Nama,tahun Judul Desain Tehnik Hasil


penelitian penelitian pengambilan
sample
1 Lia Puji Efektifitas Pra Total Dari hasil
Lestari, 2020 Pemberian Eksperimen Sampling penelitian
Edukasi Dengan didapatkan tingkat
Demonstrasi Rancangan keterampilan dari
Terhadap Penelitian, semua responden
Penigkatan One Grup sebelum diberikan
Keterampilan Pre test- edukasi demonstrasi
Hands Only Post Test dengan nilai rata-
CPR Pada rata sebesar 16,84.
Anggota PMR Setelah dilakukan
SMAN 1 edukasi demonstrasi
KARANG JATI rata- rata nilai
keterampilan siswa
menjadi 75,26. Maka
rata- rata kenaikan
nilai keterampilan
sebesar 58,42.
Berdasarkan hasil
analisis data
menggunakan uji
wilcoxon didapatkan
p-value sebesar
0,000< 0,05 yang
berarti edukasi
demonstrasi efektif
dalam meningkatkan
keterampilan
anggota PMR SMAN 1
12

Karangjati.
2 Atikah Peningkatan Role play Total
Fatmawati1*, Pegetahua sampling Dalam pelaksanaan
Nurul Bantua Hidup program pelatihan
Mawaddah2, Dasar pada BHD didapatkan
hasil pengetahuan
Ike Prafita Henti
peserta berada
Sari3, Jantung pada kategori
Mujiadi4,2020 diluar Rumah baik, yaitu
sakit da definisi BHD
Resusitasi (74,8%), teori
janntung danger (72,4%),
paru pada teori meminta
bantuan (call for
siswa SMA
help) (75,2%),
teknik kompresi
(72,3%), dan
teori “saat yang
tepat untuk
menghentikan BHD”
(77,4%).
3 Fia bela Manajemen penelitian Dari penelitian
kusuma, 2021 pre-hospital menggunakan didapatkan 5
kasus henti literature artikel, Bahwa
jantung di review manajemen Manajemen
masyarakat. Pre-hospital Kasus
Henti jantung di
masyarakat
menggunakan teknik
CPR (Cardio
pulmonary
Resuscitacion)
memiliki peran
penting dalam
pencegahan
terjadinya kasus
henti jantung
dimasyarakat.
4 Eliana Gambaran penelitian sampel Tingkat pengetahuan
fadiah,2017 pengetahuan ini sebanyak 34 perawat tentang
perawat merupakan orang high quality CPR
tentang high penelitian diambil adalah kurang 1
quality CPR deskriptif dengan (2,9%), cukup 6
dengan teknik (17,6%) dan baik 27
metode total (79,4%).
cross- sampling. Pengetahuan perawat
sectional tentang high
13

quality CPR adalah


baik, akan tetapi
perlu diadakan
penyegaran ulang
mengenai CPR agar
dapat meningkatkan
pelayanan menjadi
lebih baik lagi.
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori

A. Tijauan teori tentang Henti Jantung

1)Definisi Henti Jantung

Cardiac Arrest merupakan kegawatdaruratan dari

penyakit jantung (Suhartanti, dkk, 2017). Henti

jantung atau cardiac arrest merupakan keadaan dimana

terjadinya penghentian mendadak sirkulasi normal

darah ditandai dengan menghilangnya tekananan darah

arteri (Hardisman, 2014).

2)Henti Jantung Pre Hospital

Henti jantung sering terjadi saat pasien berada

diluar lingkungan rumah sakit atau disebut juga out

of hospital cardiac arrest (OHCA). OHCA didefinisikan

sebagai kondisi berhentinya aktivitas mekanik jantung

yang ditandai dengan tidak adanya tanda sirkulasi

jantung dan kejadian terjadi di luar rumah sakit

(Berg et al, 2010). Henti jantung pre hospital atau

out of hospital cardiac arrest (OCHA) adalah suatu

kejadian henti jantung yang terjadi pada insiden

korban diluar rumah sakit. Henti jantung pre hospital

menjadi salah satu fokus permasalahan kesehatan di

dunia dengan angka kejadian yang sangat tinggi yang

dapat mengancam keselamatan jiwa manusia.


15

Pertolongan pertama dari bystandart CPR dapat

mencegah resiko kematian dan kecacatan. Pengetahuan

masyarakat tentang penanganan henti jantung penting

diteliti karena pengetahuan merupakan dasar dalam

melakukan tindakan. Banyak kejadian henti jantung di

masyarakat yang tidak dapat diselamatkan dikarenakan

ketidaktahuan mereka untuk memberikan respon

kegawatdaruratan.

Para orang awam atau bystander yang menyaksikan

seorang dewasa tiba-tiba pingsan harus mengaktifkan

layanan medis darurat (EMS) dan memberikan kompresi

dada berkualitas tinggi dengan mendorong kuat dan

cepat di tengah dada korban. Rekomendasi ini didasari

oleh evaluasi studi ilmiah terbaru dan kesepakatan

dari American Heart Association Emergency

Cardiovascular Care (ECC) Committee yang

dipublikasikan untuk memperbaharui ”Panduan American

Heart Association (AHA) 2005 dalam melakukan

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Emergency

Cardiovascular Care (ECC) ” Pedoman tersebut dapat di

aplikasikan sebagai acuan oleh para orang awam atau

bystander ketika menghadapi orang pingsan dengan

henti jantung atau cardiac arrest (Sayre et al.

2008). Tapi sekarang bystander atau orang awam yang

bukan tenaga medis tidak perlu meng-khawatirkan untuk

melakukan tindakan ventilasi atau rescue breathing


16

lagi, hal ini karena dari berbagai penelitian

membuktikan bahwa pemberian kompresi dada saja tanpa

pemberian rescue breathing, sama efektif nya dengan

CPR yang menggunakan rescuebreathing sehingga tidak

ada perbedaan yang begitu signifikan antara keduanya,

yang terpenting ialah terselamatnya nyawa pasien

dengan cardiac arrest (Girianto, 2020).

3)Tanda-Tanda Henti Jantung

Tanda-tanda seseorang yang mengalami henti

jantung menurut AHA (2015) adalah sebagai berikut:

a.Ketika korban jatuh dan pingsan, saat diberi

rangsangan tidakada respon pada suara, tepukan atau

cubitan pada korban

b.Korban bernapas tidak normal, saat dibuka jalan napas

korban tidak menunjukkan pernapasan normal

c.Napas terhenti atau tersengal, tidak teraba nadi

karotis

4)Penyebab dan faktor resiko

Peristiwa henti jantung secara umum dapat terjadi

baik disebabkan oleh faktor baik cardiac maupun non

cardiac (Robert A. Berg et al, 2010). Suharsono dan

Kartikawati (2009) memaparkan beberapa faktor resiko

terjadinya henti jantung antara lain:

a.Faktor resiko utama yang tidak dapat diubah:

1. Keturunan

2. Jenis kelamin laki laki


17

3. Bertambahnya usia

b.Faktor resiko utama yang dapat diubah:

1.Merokok

Merokok meningkatkan kemungkinan resiko kematian

akibat penyakit hantung dan pembuluh darah dua hingga

tiga kali lipat. Resiko akan berkurang hingga 50%

pada pasien yang berhenti merokok (Suharsono dan

Kartikawati, 2009).

2.Hipertensi dan Diabetes Melitus

Diabetes merupakan faktor utama resiko penyakit

kardiovaskular pada 150 juta orang di seluruh dunia

dengan prevalensi pada usia muda yang diperkirakan

akan terus meningkat dalam 25 tahun ke depan. Jumlah

penderita hipertensi di seluruh dunia yang tidak

diobati dan tidak terkontrol diperkiranakan mendekati

690 juta jiwa (Suharsono dan Kartikawati, 2009).

3.Kadar kolesterol darah yang tinggi

Kadar kolesterol total merupakan prediktor

signifikan terhadap peningkatan resiko terjadinya

henti jantung. Peningkatan 1 mmol/L kadar kolesterol

total dikaitkan dengan kenaikan kemungkinan

terjadinya henti jantung sebanyak 40%. Kadar

trigleserida yang tinggi juga dikatkan erat dengan

fenomena ini (Thorgeirsson, 2005).


18

5)Penanganan Henti Jantung

AHA (2015) merekomendasikan solusi atas henti

jantung, yaitu dengan meningkatkan peran setiap orang

komunitas untuk menjadi seorang bystander resusitasi

jantung paru (RJP) (American Heart Association,2015).

Penolong tidak terlatih harus mengenali serangan,

meminta bantuan, dan memulai CPR, serta memberikan

defibrilasi (misalnya, PAD/Public-acces

defribilation) hingga tim penyedia layanan medis

darurat yang terlatih secara profesional mengambil

alih tanggung jawab lalu memindahkan pasien ke unit

gawat darurat dan/atau laboratorium kateterisasi

jantung (American Heart Associtation, 2015).

Tindakan pertama yang dilakukan pada korban dalam

keadaan henti jantung disebut dengan bantuan hidup

dasar (BHD). Ciri ciriseseorang mengalami henti

jantung ditandai dengan hilangnya

kesadaran,terjadinya henti nafas, tiba-tiba terjatuh

hingga tidak terabanya nadi karotis.Bantuan hidup

dasar (BHD) adalah serangkaian usaha yang harus

dilakukan pada korban henti jantung diluar rumah

sakit (OHCA) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

kecacatan atau bahkan kematian pada korban henti

jantung diluar rumah sakit (OHCA) (Festi Fiki

NiswatuRahmah1, 2019).
19

Para orang awam atau bystander yang menyaksikan

seorang dewasa tiba-tiba pingsan harus mengaktifkan

layanan medis darurat (EMS) dan memberikan kompresi

dada berkualitas tinggi dengan mendorong kuat dan

cepat di tengah dada korban. Rekomendasi ini didasari

oleh evaluasi studi ilmiah terbaru dan kesepakatan

dari American Heart Association Emergency

Cardiovascular Care (ECC) Committee yang

dipublikasikan untuk memperbaharui ”Panduan American

Heart Association (AHA) 2005 dalam melakukan

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Emergency

Cardiovascular Care (ECC) ” Pedoman tersebut dapat di

aplikasikan sebagai acuan oleh para orang awam atau

bystander ketika menghadapi orang pingsan dengan

henti jantung atau cardiac arrest (Sayre et al.

2008). Tapi sekarang bystander atau orang awam yang

bukan tenaga medis tidak perlu meng-khawatirkan untuk

melakukan tindakan ventilasi atau rescue breathing

lagi, hal ini karena dari berbagai penelitian

membuktikan bahwa pemberian kompresi dada saja tanpa

pemberian rescue breathing, sama efektif nya dengan

CPR yang menggunakan rescuebreathing sehingga tidak

ada perbedaan yang begitu signifikan antara keduanya,

yang terpenting ialah terselamatnya nyawa pasien

dengan cardiac arrest (Girianto, 2020).


20

B. Tijauan teori tentang Hands Only CPR

1) Pengertian Hands Only CPR

Cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau

dikenal juga dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

dapat didefinisikan sebagai salah satu metode yang

dapat mengembalikkan pernapasan dan sirkulasi pada

korban yang mengalami henti jantung mendadak.

Melakukan CPR tidak hanya dilakukan di dalam ruang

operasi, tetapi juga bisa dilakukan di luar rumah

sakit apabila menemukan korban dalam keadaan henti

jantung maka melakukaan CPR sangatlah diperlukan

untuk mempertahankan jiwa korban. Melakukan CPR

masuk kedalam hal yang disebut dengan Basic Life

Support (BLS). BLS merupakan pendekatan sistematik

untuk penilaian pertama korban, dalam mengaktifkan

respon gawat darurat (Ganthikumar, 2016).

Dalam bahasa lain CPR merupakan sebuah tehnik

dari bantuan hidup dasar dimana ini merupakan

serangkaian kompresi dada dan ventilasi nafas untuk

pasien dengan henti jantung (Maulidia & Loura,

2019). Karena Hands Only CPR lebih mudah dilakukan

oleh orang awam dan dapat dipandu melalui telepon

oleh petugas operator pelayanan ke gawat daruratan

(Ghuysen et al. 2011).


21

Pada fokus pembaharuan AHA (2018)

merekomendasikan pada saat OHCA terjadi dispatcher

atau penyedia layanan kesehatan gawat darurat harus

menginstruksikan penelpon yang melaporkan kejadian

OHCA untuk melakukan Hands Only CPR atau CPR dengan

kompresi dada saja untuk orang dewasa dengan dugaan

OHCA, pada AHA (2018) juga di sebutkan bahwa orang

awam yang tidak terlatih juga harus melakukan

tindakan Hands Only CPR dengan atau tanpa di

instruksikan oleh tenaga kesehatan (McCarthy et al.

2018). Sedangkan, untuk orang awam terlatih

disarankan melakukan CPR dengan menggunakan kompresi

dada dan ventilasi (rescue breathing) atau CPR

konvensional (Panchal et al. 2018).

Resusitasi jantung paru merupakan prosedur

darurat mendadak yang membutuhkan respon yang cepat

dan efisien, dan membutuhkan personil khusus yang

terlatih dalam menangani pasien dalam keadaan gawat

darurat (Fanshan, et al, 2012). Tujuan utama

resusitasi jantung paru ialah untuk mengoptimalkan

aliran darah ke organ-organ vital, umumnya jantung

dan otak. Tindakan ini dilakukan untuk

mengoptimalkan kemungkinan terjadinya ROSC (Return

Of Spontanius Circulation) dan hasil neurologis yang

lebih baik (Bobrow et al, 2011). Resusitasi jantung

paru mampu menghasilkan 10% - 30% dari aliran darah


22

normal ke jantung dan 30% - 40% dari aliran darah

normal ke otak jika dilakukan dengan efisien

( Meaney et al, 2013). Seperti yang telah

disampaikan sebelumnya, resusitasi jantung paru

(CPR) harus dilakukan dengan tepat baik pelaksana

dan metode pelaksanaannya.

Kompresi akan mengalirkan darah dengan

meningkatkan tekanan intrathoracic yang langsung

menekan jantung. Tekanan ini akan menghasilkan

aliran darah dan oksigen ke miokardium dan otak.

Sedangkan ventilasi atau nafas buatan dilakukan

dengan bantuan maneuver Head Tilt chin lift atau jaw

Trust. Ventilasi efektif diberikan dalam waktu 1

detik tiap ventilasi dengan volume tidal yang cukup

ditandai adanya elevasi dinding dada pasien (Visible

Chest Rise). Namun pada algoritma Hands Only CPR

bagi orang awam tidak direkomendasikan untuk

melakukan ventilasi dikarenakan ada keterbatasan

serta kemungkinan resiko penularan penyakit menular.

Tehnik kompresi tanpa ventilasi ini disebut dengan

Hands Only CPR.

Hands Only CPR merupakan intervensi

penyelamatan nyawa dan merupakan pusat dari

resusitasi pada kasus henti jantung. Keselamatan

pasien dari henti jantung bergantung pada pengenalan

segera dari henti jantung yang terjadi dan aktivasi


23

pelayanan gawat darurat segera serta Hands Only CPR

dengan kualitas yang baik. Penelitian klinis

menunjukan bahwa kualitas resusitasi jantung paru

saat resusitasi memiliki pengaruh signifkan terhadap

angka keselamatan pada pasien. Namun fenomena ini

bergatung pada sistem kesehatan yang tersedia.

resusitasi jantung paru dengan kualitas yang buruk

merupakan kerugian yang dapat dicegah (Preventable

Harm) yang dapat dicegah dengan pemberian resusitasi

jantung paru kualitas tinggi (High Quality CPR)

(Meane et al, 2010).

2) Manfaat Pemberian CPR

Pemberian Cardiopulmonary resuscitation (CPR)

yang berkualitas merupakan salah satu usaha untuk

meningkatkan survival rate pada kejadian henti

jantung (Winarti & Rosiana, 2020). Bahkan pemberian

CPR dapat meningkatkan angka survival rate dari

penderita dua kali bahkan tiga kali lipat (Sutton et

al. 2014). Serta pemberian CPR juga merupakan upaya

mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang

berhenti oleh berbagai sebab dan dapat membantu

memulihkan kembali fungsi jantung dan paru ke

keadaan normal, CPR juga dapat tetap menjaga aliran

oksigen yang adekuat ke otak dan organ vital lainnya

sampai ia dapat memulihkan denyut jantung normal

kembali(Ganthikumar, 2016). Pemberian CPR juga dapat


24

mencegah kematian biologis pada dua fungsi penting

yaitu pernafasan dan sirkulasi yang irreversible

(Jamil, 2010).

3) Indikasi Pemberian CPR

a. Henti Napas

Keadaan henti napas primer dapat disebabkan

oleh banyak hal, seperti serangan Stroke, keracunan

obat, tenggelam, terhirup asap / uap / gas, adanya

benda asing yang menghalangi jalan nafas, sengatan

listrik, sambaran petir, serangan infark jantung,

radang epiglotis, tercekik (mati lemas), trauma, dan

sebagainya (AHA, 2010).

Keadaan berhenti bernapas ini ditandai dengan tidak

adanya gerakan dada dan aliran udara berupa

ekspirasi serta inspirasi yang berasal dari korban,

dengan itu harus segera dilakukan BLS atau Basic

Life Support pada korban (Wiryana et al. 2010). Pada

awal henti napas terjadi, jantung masih berdetak

serta denyut nadi masih bisa diraba, dan oksigen

masih bisa mengalir ke seluruh peredaran darah yang

di sirkulasikan oleh jantung ke organ-organ vital

seperti otak namun hanya terjadi dalam beberapa

menit saja. Dengan memberikan bantuan resusitasi,

maka itu dapat membantu jantung untuk menciptakan

sirkulasi yang lebih baik serta dapat meminimalkan

resiko kegagalan perfusi organ (Ganthikumar, 2016).


25

b. Henti Jantung

Keadaan henti jantung ditandai dengan tidak

adanya atau tidak terdeteksinya nadi dan tanda –

tanda sirkulasi lainnya (Darwati et al. 2015). Henti

jantung atau cardiac arrest adalah ketidakmampuan

curah jantung untuk menyediakan oksigen yang cukup

untukorgan vital seperti otak dan organ lainnya

secara tiba-tiba, namun dapat kembali normal jika di

lakukan tindakan yang tepat dengan segera. Jika

tindakan tidak adekuat maka dapat menyebabkan

kerusakan dan kematian organ otak secara reversibel

(Ganthikumar, 2016). Henti jantung yang terminal

yang di sebabkan oleh usia lanjut atau penyakit

kronis tertentu tidak dapat di kategorikan sebagai

henti jantung atau cardiac arrest (Subagjo et al.

2011).

Dalam beberapa kasus sebagian besar henti

jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau

takikardi tanpa denyut, lalu disusun oleh ventrikel

asistol dan terakhirnya oleh disosiasi elektro-

mekanik. Dua jenis henti jantung yang berakhir lebih

sulit ditanggulangi kerana akibat gangguan pacemaker

jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena

koordinasi aktivitas jantung menghilang

(Ganthikumar, 2016).
26

4) Tatalaksana Hands Only CPR

Hands-Only CPR merupakan RJP tanpa pemberian

bantuan nafas mulut-ke-mulut. Tehnik ini

direkomendasikan penggunaannya untuk orang yang

melihat seorang dewasa atau remaja tiba-tiba kolaps

di luar rumah sakit, entah itu di rumah, tempat

kerja atau mungkin di taman (AHA, 2017). Tehnik ini

terdiri dari dua langkah mudah yakni:

a. Panggil bantuan (nomor telepon emergensi terdekat)

atau minta seseorang untuk memanggil bantuan (Call

119).Pusat bantuan di Indonesia yang saat ini aktif

adalah Call Center 119. Walaupun sistemnya belum

dapat berjalan dengan baik, namun keberadaannya

dapat menjadi sebuah awal system pre hospital yang

baik.Call Center 119 adalah sebuah nomor gawat

darurat yang dapat dihubungi oleh masyarakat untuk

layanan gawat darurat medis termasuk kondisi henti

jantung.

b. langkah kedua adalah melakukan penekanan yang cepat

dan kuat pada tengah dada (push hard and fast in the

center of the chest) (Manik et al. 2018).

Penolong dituntut untuk mampu mengidentifikasi

letak penempatan tumit tangan pada area dada pasien.

Penolong harus mampu meletakkan tumit tangan

ditengah dada pasien (setengah bagian bawah dari


27

sternum) dan satu tumit tangan yang lainnya berada

tepat diatas tangan pertama. Posisi ini memungkinkan

tangan dalam posisi saling overlapping dan parallel

(Berg et al, 2010). Tindakan ini dilakukan untuk

memastikan bahwa titik kompresi yang tepat mampu

memberikan kompresi yang baik guna menghasilkan

Cardiac Output yang cukup saat dilakukannya CPR.

Laju kompresi mudah untuk diukur dan dimodifikasi

(Jantti 2010).

Guideline AHA merekomendasikan laju kompresi

minimal adalah 100-120 x permenit.

Kedalaman kompresi didefinisikan sebagai

defleksi posterior maksimum dari sternum pada recoil

normal dinding dada.(Jantti, 2010). Kompresi dada

merupakan salah satu bagian terpenting dalam CPR

kualitas tinggi (Edelson and Walsh, 2011). Kompresi

dada dapat menghasilkan aliran darah kritis dan

oksigen sebagai sumber energy bagi jantung dan otak.

AHA (2010) merekomendasikan kompresi dada pada

setiap penekanan minimum berkedalaman 2 inci (50

milimeter) pada orang dewasa.(Meaney et al, 2013).

Recoil dada yang sempurna muncul ketika

pengkompresi melepaskan dinding dada secara penuh

saat akhir kompresi. Kompresi dada yang tidak

sempurna dapat muncul ketika seorang penolong

menumpukan tangannya tumit tangannya di dada pasien


28

sehingga mencegah dada mengembang secara maksimal.

Bertumpunya penolong pada dada pasien menyebabkan

menurunnya aliran darah ke jantung, menurunkan

venous return dan cardiac output.(Meaney et al,

2013).

Pada saat melakukan Hands Only CPR penolong

harus sedapat mungkin mengurangi terjadinya gangguan

pada saat terjadinya proses kompresi dan ventilasi.

Gangguan yang dapat ditoleransi adalah tidak lebih

dari 10 detik disetiap 2 menit siklus CPR. Proses

ini akan menghasilkan fraksi kompresi (CCF) >90%

(Edelson and Walsh, 2011). Chest Compression

Fraction (CCF) adalah proporsi waktu dari kompresi

dada yang dilakukan selama penanganan henti jantung.

AHA (2010) merekomendasikan CCF >80% (Meaney et al,

2013). Sebuah penelitian menunjukan bahwa interupsi

80% (Edelson and Walsh, 2011).

5) Faktor yang mempengaruhi Hands Only CPR

Resusitasi jantung paru mampu menghasilkan 10%

- 30% dari aliran darah normal ke jantung dan 30% -

40% dari aliran darah normal ke otak jika dilakukan

dengan efisien ( Meaney et al, 2013). Melalui Hands

Only CPR yang baik, kelangsungan hidup sel otak dan

jantung dapat dipertahankan segi menunggu

penatalaksanaan berikutnya. Usaha pemberian

resusitasi jantung paru kualitas tinggi dapat


29

dilakukan melalui pelaksanaan poin-poin penting

dalam prosedur resusitasi jantung paru kualitas

tinggi meliputi penempatan tangan yang tepat saat

kompresi, kedalaman yang cukup, frekuensi kompresi

yang cukup, recoil dinding dada yang sempurna/penuh,

serta interupsi minimal. Fenomena pemberian

resusitasi jantung paru kualitas tinggi ternyata

tidak selalu sesuai dengan harapan. Beberapa faktor

mampu mempengaruhi dan berkontribusi terhadap

menurunnya kualitas resusitasi jantung paru.

Faktor faktor tersebut antara lain :

a. Gender / jenis kelamin

Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki mampu

memberikan kompresi dada lebih dalam daripada

perempuan ketika menggunakan European Resuscitation

Council (30:2). Sedangkan perempuan melakukan

kompresi dada yang lebih dalam bila menggunakan

rasio 15:2 (Sayee, Nicole dan McCluskey, 2012).

b. Kelelahan

Melakukan resusitasi jantung paru secara manual

merupakan suatu pekerjaan berat. Durasi rata-rata

CPR untuk semua episode resusitasi jantung paru

sekitar 15-22 menit dengan rata rata penatalaksanaan

resusitasi jantung paru intra hospital 14-16 menit

(Jannti, 2010). Kelelahan pada penolong dapat muncul

satu menit setelah Hands only CPR dimulai ,meskipun


30

penyelamat sendiri menunjukkan onset kelelahan

sekitar 4-5 menit kemudian ( Ochoa et al, 1998 dalam

Jannti, 2010). Secara klinis , kedalaman kompresi

dada menurun setelah 90 detik terus kompresi dada ,

namun penurunan ini tidak signifikan secara klinis

(Jannti, 2010).

C. Tinjauan teori surfing

a.Surfing Atau Selancar Air

Surfing atau selancar air adalah termasuk kedalam

jenis olahraga air, surfing sebuah olahraga yang

dilakukan di atas ombak dengan menggunakan sebilah

papan untuk bermanuver di atas ombak, lalu papan yang

dikemudikan oleh peselancar atau surfer akan bergerak

oleh ombak sehingga peselancar tertantang untuk

mengendalikan keseimbangan tubuh di atas papan

(Richard, 2010). Di dalam olahraga selancar air

terdapat dasar-dasar olahraga lainnya seperti renang

dan mendayung.

Selancar air merupakan olahraga ekstrim yang

dikategorikan sebagai olahraga prestasi dan rekreasi,

dan olahraga selancar air juga dapat dijadikan sebagai

hobi maupun profesi (Krisnandar, 2016).

b.Sejarah Olahraga Selancar Air

Olahraga selancar air atau surfing awalnya

merupakan tradisi masyarakat Hawai, yang kemudian

ditemukan oleh Kapten James Cook dalam perjalanannya


31

dari Tahiti menuju Amerika Utara saat melewati Samudera

Pasifik. Tradisi masyarakat Hawaii tersebut menjadi

sebuah hal yang diperhatikan oleh para awak kapal James

Cook, karena orang dapat berjalan di atas ombak

menggunakan sebuah papan. 6 Namun Kapten James Cook

terbunuh saat upaya pembebasan kapal yang disembunyikan

oleh masyarakat Hawai. Salah satu letnan, yang bernama

Letnan James King diberi tugas khusus untuk

menyelesaikan jurnal Kapten James Cook tentang

ekspedisi menuju Amerika Utara tersebut, termasuk

menulis tradisi tentang masyarakat Hawai yang berjalan

di atas ombak menggunakan sebuah papan. Kemudian

olahraga ini diperkenalkan oleh Duke Paoa Kahinu Mokoe

Hulikohola Kahanamoku, seorang atlet asal Hawai.

Selancar air berkembang keseluruh dunia dan pemahaman

khalayak berubah yang awalnya mennganggap bahwa

selancar air itu sebagai hiburan akrobatik berubah

menjadi sebuah aktivitas olahraga yang dapat dinikmati

oleh setiap orang (Marcus, 2010).

c.Perkembangan Olahraga Selancar Air

Olahraga selancar air yang awalnya hanya menyebar

dan berkembang di negara Amerika dan Australia. Tetapi

pada sekitaran tahun 1960-an, perkembangannya mulai

menyebar di seluruh dunia tidak terkecuali di Asia.

Maka mulailah terbentuk sebuah subculture baru yang

berkaitan dengan olahraga selancar air, yang menjadikan


32

para peselancar menjadi sangat fanatik terhadap

olahraga selancar air, sehingga munculah produk-produk

komersil yang mendukung sebuah gaya hidup dalam dunia

selancar air.

Karena pesatnya penyebaran dan perkembangan

olahraga ini, maka para peminat atau pelaku olahraga

ini membentuk sebuah asosiasi yang diberi nama ISA

(International Surfing Association) yang berpusat di

California. ISA juga membuat kejuaraan-kejuaraan

berkelas internasional ataupun lokal, seperti World

Surfing 8 Championship, produk-produk komersil pun ikut

andil dalam membuat kejuaraankejuaraan olahraga

selancar air, seperti Rip Curl Grand Series. Menurut

Fernando Aguerre Presiden Asosiasi Surfing

Internasional, olahraga selancar air ini pun akan mulai

diperlombakan pada Olimpiade 2020 di Jepang.

d.Manfaat Olahraga Selancar Air

Selancar air adalah salah satu jenis olahraga

ekstrim yang bisa dijadikan latihan kardiovaskular.

Hampir semua bagian otot tubuh bekerja ketika melakukan

aktivitas olahraga surfing, mulai dari otot tubuh

bagian atas sampai otot-otot kaki.

Berikut ini manfaat olahraga selancar air (Melinda,

2012):
33

- Olahraga selancar air memungkinkan otot tubuh untuk

terus bergerak sehingga baik untuk membentuk tubuh

lebih sempurna.

- Laut juga merupakan sumber revitalisasi energi

sehingga ketika berselancar, akan menghirup energi

ini terus menerus. Surfing yang dilakukan secara

teratur mampu menjadikan tubuh tetap prima sampai

usia lanjut.

- Selancar air mampu mengurangi stres karena latihan

fisik yang menyenangkan membantu mengimbangi efek

negatif stres.

- Sikap lebih santai menghadapi kehidupanpun menjadi

efek positif dari peselancar.

e.Bahaya olahraga selancar air

Olahraga selancar air memiliki bahaya sebagia

berikut :

- Ombak besar yang tiba-tiba menghantam

- Tenggelam dan pingsan.

- Kehidupan lautan atau ancaman Hiu.

- Bertabrakan dengan peselancar lain.

- Kemungkinan terjadi henti jantung atau henti

napas akibat tenggelam.

- Tali pengikat terputus terlepas.

- Terumbu karang.
34

D. Tinjauan toeri Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi

melalui proses sensori khususnya mata dan telinga

terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman

manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah

sesuai dengan proses pengalaman yang dialaminya

(Mubarak, 2011). Pengetahuan seseorang sebagian

besar diperoleh melalui indra pendegaran dan indra

penglihatan (Notoadmodjo, 2014).

2. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo, 2018

adalah sebagai berikut :

a. Tahu C1

Kemampuan mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali suatu spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima.

b. Memahami C2
35

Kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi C3

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis C4

Kemampuan untuk menjabarkan materi dan suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya anatara satu dengan yang lainnya.

e. Sintesis C5

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

dapat dikatakan suatu kemampuan untuk menyusun

formasi atau bentuk yang baru dari bentuk sebelumnya

yang ada.

f. Evaluasi C6

Suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penelitian terhadap suatu materi atau objek untuk

memperoleh data atau informasi tentang pengetahuan,

cukup dilakukan dengan wawancara baik wawancara

mendalam atau terstruktur dengan kuesioner.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara dalam memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2018) adalah sebagai berikut :


36

a. Cara Coba Salah (Trial And Error)

Kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil maka akan dicoba

dengan kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut

dapat dipecahkan.

b. Cara Kekuasaan (Otoritas)

Teori ini mengacu pada proses kehidupan manusia

yang memiliki banyak kebiasaan-kebiasaan dan tradisi

yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari yang

diturunkan secara turun temurun dari generasi ke

generasi yang berikutnya.

c. Pengalaman Pribadi

Proses untuk memperoleh pengetahuan dan

kebenaran. Pengetahuan diperoleh dengan cara

mengulang lagi pengalaman yang pernah dialami untuk

memecahkan pada masa lalu.

d. Melalui Jalan Pikiran

Berkembangnya manusia, maka cara berpikir manusia

pun akan ikut berkembang.

e. Cara Modern

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis, danilmiah.Cara

ini disebut “Metode Penelitian Ilmiah” atau disebut

sebagai metodologi penelitian.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


37

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang, yaitu:

a. Faktor Internal meliputi:

a) Umur

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan

bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih

dewasa akan lebih percaya dari pada orang yang belum

cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat

dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2011).

b) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience

is the best teacher), pepatah tersebut bisa

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber

pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan cara

untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan

sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan

yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang

dihadapai pada masa lalu (Notoadmodjo, 2010).

c) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya

semakin pendidikan yang kurang akan mengahambat


38

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai

yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2011).

d) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarganya (Menurut Thomas 2007, dalam Nursalam

2011). Pekerjaan bukanlahsumber kesenangan, tetapi

lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan berulang dan banyak tantangan (Frich

1996 dalam Nursalam, 2011).

e) Jenis Kelamin

Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang

dikontruksikan secara sosial maupun kultural.

b. Faktor eksternal

a) Informasi

Menurut Long (1996) dalam Nursalam dan Pariani

(2010) informasi merupakan fungsi penting untuk

membantu mengurangi rasa cemas. Seseorang yang

mendapat informasi akan mempertinggi tingkat

pengetahuan terhadap suatu hal.

b) Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (2010), hasil dari beberapa

pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di

lapangan (masyarakat) bahwa perilaku seseorang


39

termasuk terjadinya perilaku kesehatan, diawali

dengan pengalaman-pengalaman seseorang serta adanya

faktor eksternal (lingkungan fisik dan non fisik)

c) Sosial budaya

Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status

sosial seseorang maka tingkat pengetahuannya akan

semakin tinggi pula.

5. Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala

yang bersifat kualitatif, yaitu :

a. Baik, bila subyek menjawab benar 76% - 100% seluruh

pertanyaan.

b. Cukup, bila subyek menjawab benar 56% - 75% seluruh

pertanyaan.

c. Kurang, bila subyek tidak menjawab benar< 56


40

2. Kerangka Konsep

Komunitas surfer

- Tenggelam
- Terbentur karang
- Kemunkinan terjadi henti jantung atau henti napas akibat
tenggelam.
- Tali pengikat terlepas atau terputus.

Pengetahuan Hands Only CPR

Faktor yang
1. Aktivasi bantuan :
mempengaruhi
call center 119
pengahuan
2. Lakukan kompresi
Faktor internal : high quality

- Umur
- Pengalaman Pengetahuan meningkat
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Jenis kelamin

faktor eksternal :

- Informasi
- Lingkungan
- sosial budaya

Kerangka Konsep 1.1


Yang tidak diteliti

Yang Diteliti
41

3. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai

terbukti melalui data yang dikumpulkan

(Nursalam,2016).

Ha : ada perbedaan pengetahuan kelompok yang belum

dan sudah diberikan pelatihan tentang hands Only CPR

pada komunitas Neukai surfing Di wilayah Lombok Barat.


42

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah

dengan menggunakan meteode keilmuan. Pada bab ini akan

disajikan subjek penelitian, populasi, sampel dan tehnik

pengambilan sampel, tehnik pengumpulan data, identifikasi

variabel, definisi operasional, analisa data, etik, dan

kerengka kerja ( Hidayat, 2017 ).

A. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk

diteliti oleh peneliti atau sasaran peneliti (sugiyono,

2012). Subjek pada penelitian ini adalah komunitas Neukai

surfing Diwilayah Lombok Barat.

B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

dari atas, obyek atau subjek yang mempunyai kwantitas

dan krateristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh Anggota komunitas Neukai surfing Diwilayah

Lombok Barat yang berjumlah 50 orang.


43

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono,

2010). Sampel dalam penelitian adalah anggota komuitas

Neukai surfing Diwilayah Lombok Barat.

3. Tehnik pengambilan sampel

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi

porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi

(Nursalam, 2008).Dalam penelitian ini pemilihan sampel

menggunakan teknik purposive sampling. Dalam hal ini

berjumlah 50 orang.

C. Desain Penelitian

Rancangan atau desain penelitian merupakan kerangka

acuan bagi peneliti untuk mengkaji hubungan antara

variabel dalam suatu penelitian (Ryanto,2011).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan design penelitian quasi eksperimental

dengan pendekatan one grup pre-post test.

D. Tehnik Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas

yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis

sehingga mudah diolah (Arikunto, 2006).

a. Kuesioner pre test


44

Angket/kuesioner merupakan cara pengumpulan

data melalui pemberian angket atau kuesioner

berbentuk pilihan ganda, dengan skor benar 1 dan

salah 0.

Setelah semua nilai terkumpul, kemudian dihitung

prosentasenya dengan rumus sebagai berikut:

Skor didapat x 100 %


Skor Maksimal

Hasil dari perhitungan kemudian dikelompokkan

menjadi 3 kategori berikut :

Prosentase76%– 100% (Baik)

Prosentase 56% - 75% (Cukup)

Prosentase < 56% (Kurang)

b. Kuesioner post test

Angket/kuesioner merupakan cara pengumpulan

data melalui pemberian angket atau kuesioner

berbentuk pilihan ganda, dengan skor benar 1 dan

salah 0.

Setelah semua nilai terkumpul, kemudian

dihitung prosentasenya dengan rumus sebagai

berikut:

Skor didapat x 100 %


Skor Maksimal

Hasil dari perhitungan kemudian dikelompokkan

menjadi 3 kategori berikut :

Prosentase76%– 100% (Baik)

Prosentase 56% - 75% (Cukup)


45

Prosentase < 56% (Kurang)

2. Proses Penggumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara yang

dilakukan dalam pengumpulan data penelitian. Cara

pengumpulan data tersebut meliputi wawancara

berstruktur, observasi, angket, pengukuran, atau

melihat data statistik (data sekunder) seperti

dokumentasi (Hidayat, 2017).

Langkah-angkah pengumpulan data

a. Tahap persiapan

1) Peneliti mengurus perizinan ke bagian

akademik sekolah tinggi ilmu kesehatan

(STIKES)mataram,yang kemudian diserahkan ke

badan perencanaan pembangunan daerah (BAPPEDA)

2) Peneliti menyerahkan surat pengantar BAPPEDA ke

STIKES Mataram.

3) Peneliti menemui responden untuk mengontrak

waktu penelitian yang dilakukan selama

penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Mengumpulkan responden pada satu tempat,

peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud

dan tujuan penelitian

2) Peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi

responden.
46

3) Penenliti memberikan Kuesioner untuk pengumpulan

data pre test sebelum diberikan training.

4) Peneliti mempersilahkan narasumber memulai

training Hands Only CPR untuk orang awam.

5) Peneliti memberikan Kuesioner untuk pengumpulan

data post test sesaat setelah training.

6) Peneliti memberikan koesinoer kepada kelompok

yang sudah mendapatkat pelatihan.

7) Data terkumpul dari masing-masing responden

kemudian disusun dan dibuat rekapitulasi,

selanjutnya diolah dengan uji T-test.

E. Pengolahan Data

Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga

belum memberikan gambaran yang diharapkan, oleh karena

itu perlu di olah untuk mendapatkan hasil yang

diinginkan. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data

yang telah diambil adalah :

1. Editing

Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

didapatkan atau dikumpulkan. Proses editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan kuesioner atau

setelah kusioner terkumpul.

2. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu

memberikan simbol-simbol dari setiap apa yang diamati.

Setelah kuesioner diedit atau diperbaiki, selanjutnya


47

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau huruf

menjadi data angka/bilangan, peneliti melakukan

coding.

3. Processing

Entri data adalah kegiatan memasukan data yang

telah dikumpulkan kedalam master table atau database

computer, kemudian membuat distribusi frekunsi

sederhana.

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah dientri apakah

ada kesalahan atau tidak, pada penelitian saya hasil

pertama berbeda tapi kemudian peneliti melakukan

coding lagi, setelah diinput ulang datanya hasil SPPS

yang didapatkan berbeda.

5. Melakukan teknik analisa

Dalam melakukan teknik analisa, khusus teknik

data penelitian menggunakan uji paired samples T-test

melalui program SPSS Versi 16.

F. Indentifikasi Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

Variabel merupakan gejala yang menjadi focus

penelitian untuk diamati, variabel itu sebagai

atribut dari sekelompok orang atau subjek yang

mempunyai variabel antara satu dengan yang lainnya

dalam kelompok itu (Sugiyono, 2006).

a. Variabel independen
48

Variabel independen adalah variabel yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen

(terikat) ( hidayat,2017 ). Variabel independen dalam

penelitian dalam penelitian ini adalah pelatihan Hands

Only CPR.

b. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang yang

dipengaruhi atau menjadi akibat kara variabel bebas

( hidayat,2017 ). Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah pengetahua Hands Only CPR.


49

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

Definisi
Alat Skala
No Variabel Operasiona Parameter Skor
ukur data
l
1. Independen: Merupakan -Pengenalan - - -
kegiata kondisi henti
pelatihan untuk jantung
hands Only mengebangk
CPR an -Mengaktifkan
keterampil bantuan
an maupun
pegetahuan -Melakukan
terkait kompresi dada
Hands Only
CPR
2. Dependen : -Pengenalan Kuisi ordinal 76%–100%(Baik)
Adalah kondisi henti oner
pengetahuan pengetahua jantung pre 56%-75%(Cukup)
belum n test
diberikan responden -Mengaktifkan < 56% (Kurang)
pelatihan atau bantuan
tentang sampel
Hands Only sebelum -Melakukan
CPR. diberika kompresi dada
pelatihan
tentang
Hands Only
CPR.

Dependen : Adalah -Pengenalan Kuisi ordinal 76%–100%(Baik)


pengetahua kondisi henti noer
Pengetahua n jantung post 56%-75%(Cukup)
sudah responden test
dilakukan atau -Mengaktifkan < 56% (Kurang)
pelatihan sampel bantuan
tentang setelah
Hands Only diberikan -Melakukan
CPR. pelatihan kompresi dada
tentang
Hands Only
CPR
50

G. Analisa Data

Analisa data penelitian merupakan penelitian

dapat melihat dari tujuan penelitian yaitu apakah

penelitian tersebut bertujuan untuk generalisasi ke

populasi atau tidak Nursalam, (2017).

Analisa data penelitian merupakan penelitian

dapat melihat dari tujuan penelitian yaitu apakah

penelitian tersebut bertujuan untuk generalisasi ke

populasi atau tidak Nursalam, (2017).

Analisa data merupakan cara mengolah data agar

dapat disimpulkan atau diinterpretasikan menjadi

informasi. Sebelum dilakukan analisa data terlebih

dulu dilakukan proses pengolahan data yang meliputi

editing, cleanning, coding dan Entry data. Dalam

penelitian ini hasil lembar jawaban kuesioner yang

sudah diisi responden kemudian di buat master tabel

dan lakukan uji analisis independen T-test dengan

taraf kesalahan 5%.


51

H. Kerangka kerja

Populasi seluruh anggota komunitas


neukai surfing berjumlah 50 orang

Purposive sampling

Sampel 50 orang

Informed consent

pre test : kuisioner

penngumpulan data
Memberikan training Hands Only CPR
penelitian

post test : kuisioner

HASIL

Paired sample T-test


52

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian

yang telah dilakukan peneliti terhadap responden

dikomunitas surfing Kabupaten Lombok Barat, yaitu

komunitas neukai surfing dilaksanakan pada hari sabtu

01 Agustus 2022 dengan memberikan pertanyaan berupa

kuisioner sebelum diberikan pelatihan dan sesudah

diberikan pelatihan, kuesioner yang sama juga diberikan

kepada anggota yang sudah mendapatkan pelatihan

sebelumnya pada tanggal 7 september 2022 menggunakan

media google form. Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah anggota neukai surfing yang belum

mendapatkan pelatihan hand only CPR yang berjumlah 50

orang, saat pelatihan dilaksanakan ada 32 anggota yang

terkonfirmasi belum mendapatkan pelatihan dan responden

yang memenuhi kriteria sebanyak 25 responden. Total

keseluruhan responden yang mengkuti pelatihan adalah 32

orang. Selama proses pelatihan peserta mendapatkan

kesempatan untuk mendengarkan ceramah, dan demonstrasi

langsung oleh Fasilitator, peneltian ini dilakukan

dalam sehari saja untuk mendapatkan hasil data sebelum

dan sesudah diberikan pelatihan, serta satu hari untuk

mendapatkan data responden yang sudah mendapatkan

pelatihan.
53

Penyajian data terdiri atas gambaran umum lokasi

penelitian dan data umum distribusi responden

berdasakan umur, serta data khusus yang mengacu pada

tujuan penelitian dan landasan teori.

A.HASIL PENELITIAN

1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Neukai adalah sebuah komunitas yang memiliki

konsep global tentang gaya hidup. Komunitas ini

bertujuan untuk mengubah cara komunitasnya dalam

menjalani kehidupan sehari-hari, cara mereka bekerja,

dan cara menyeimbangkan hidup. Neukai secara harfiah

diartikan sebagai gaya hidup dan salah satu

kegiatannya adalah kegiatan surfing.

Neukai surfing berbasis di Norwegia dan

Indonesia, tim ini berkembang secara global. Di NTB,

neukai surfing berkembang dengan pesat, dan saat ini

memiliki anggota sebanyak 128 orang dengan latar

belakang yang berbeda beda.

Neukai Surfing memiliki homebase di Jln.

Senggigi no 23 Kabupaten Lombok Barat. Kegiatan lain

komunitas ini adalah proyek sosial dengan agenda yang

ramah lingkungan untuk melestarikan alam.

Salah satu Fokus dari komunitas ini adalah

keselamatan laut untuk mendorong masyarakat setempat

dalam mengambil bagian untuk berselancar dan

menikmati alam yang indah, dengan cara yang aman.


54

2.Data Umum

Responden dalam penelitian ini adalah anggota

dari komunitas surfing Lombok barat yang belum

mendapatkan pelatihan hand only CPR, dimana anggota

yang belum mendapatkan pelatihan berjumlah 25 orang,

yang akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

yang belum mendapatkan pelatihan dan sudah

mendapatkan pelatihan 25 responden. Pemaparan

responden akan diuraikan dalam data umum berdasarkan

usia, jenis kelamin,dan pendidikan.

a. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan usia

dikomuntas surfing Kabupaten Lombok Barat.

Belum Sudah Total Persentase


Kategori mendapatkan mendapatkan (%)
NO Rentang usia pelatihan pelatihan
Jumlah % Jumlah %
1. 12-15 0 0 0 0
Remaja awal 0 0
tahun
2. Remaja 16-18 1 4 9 18
8 32
pertengahan tahun
3. Remaja 19-22 11 44 16 32
20
akhir tahun 5
4. 23-35 11 44 23 46
48
Dewasa awal tahun 12
5. Dewasa 36-45 2 8 2 4
0
petengahan tahun 0
6. Dewasa 46-55 0 0 0 0
0
akhir tahun 0
Total
  25 100% 25 100% 50 100%
Sumber : Data Primer, 2022.

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 50

responden dengan kategori usia remaja pertengahan


55

sebanyak 9 orang (18%%), responden dengan kategori usia

remaja akhir sebanyak 16 orang (32%), responden dengan

kategori usia dewasa awal sebanyak 23 orang (46%), dan

responden dengan kategori dewasa pertengahan ada 2(4%)

responden.

b. Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan usia

dikomuntas surfing Kabupaten Lombok Barat.

No Belum Sudah total Persentase


mendapatkan mendapatkan (%)
Jenis pelatihan pelatihan
Kelamin Jumlah (%) jumlah (%)
1. 20 80 22 88 42 84
Laki-laki
2. 5 20 3 12 8 16
Perempuan
Total 100% 25 100% 50 100%
25
Sumber : Data Primer, 2022.

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 50

responden dengan jenis kelamin laki-laki 42 orang

(84%), responden dengan jeni kelamin perempuan sebanyak

8 orang (16%).
56

c. Distribusi Responden Berdasarkan pendidikan

terakhir.

Tabel 4.3 distribusi responden berdasarkan

pendidikan terakhir.

No Belum mendapatkan Sudah mendapatkan Total Persentase


pelatihan pelatihan (%)
Jenis jumlah (%)
Kelamin Jumlah (%)
1. 4 16 8 32 12 24
S1
2. 5 20 0 0 5 10
DIII
3. 11 44 13 52 24 48
SMA
4. 5 20 4 16 9 18
SMP
Total 100 25 25 50 100
25
Sumber : Data Primer, 2022.

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 50

responden dengan pendidikan S1 12 orang (24%),

responden dengan pendidikan DIII sebanyak 5 orang

(10%), responden dengan pendidikan SMA sebanyak 24

(48%), dan responden dengan pendidikan SMP sebanyak 9

orang (18%).

3.Data Khusus

Data khusus ini menyajikan hasil yang

menggambarkan perbedaan tingkat pengetahuan masyarkat

awam yang belum mendapatkan pelatihan dan sudah

mendapatkan pelatihan hand only cpr di komuntas surfing

Lombok barat, menggunakan uji ststisitik independen T-

test, yaitu teknik analisa data yang sering digunakan

untuk melihat perbedaan dua variable.


57

a. Analisa data perbedaan pengetahuan tentang hand only cpr

pada masyarakat awam yang belum mendapatkan pelatihan dan

yang sudah mendapatkan pelatihan.

1) Analisa tingkat pengetahuan masyarakat awam yang belum

diberikan pelatihan.

Tabel 4.3. Tingkat Pengetahaun responden yang belum diberikan

pelatihan.

No Pengetahuan Jumlah Persentase (%)


1. Baik 0 0

2. Cukup 4 16

3. Kurang 21 84

Total 25 100%

(Sumber : Data primer, 2022)

Berdasarkan Tabel 4.3 responden yang memiliki

pengetahuan Baik sebanyak 0 responden (0%), responden yang

memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 4 responden (16%) dan

responden yang memiliki pengetahaun kurang sebanyak 21

responden (84%).

2) Analisa tingkat pengetahuan masyarakat awam yang sudah

diberikan pelatihan.

Tabel 4.4 Tingkat Pengetahaun sesudah diberikan

pelatihan tatap muka.

No Pengetahuan Jumlah Persentase (%)


1. Baik 0 0

2. Cukup 19 76

3. Kurang 6 24

Total 25 100

(Sumber : Data primer, 2022)


58

Berdasarkan Tabel 4.4 responden yang memiliki

pengetahuan Baik sebanyak 0 responden (0%), responden yang

memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 19 responden (76%) dan

responden yang memiliki pengetahaun kurang sebanyak 6

responden (24%).

3) Analisa perbedaan pengetahaun masyarakat awam yang belum

diberikan pelatihan dan sudah diberikan pelatihan dengan uji

ststistin independen T-test.

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the

Sig. (2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

kelompok Equal variances 2.620 .112 -12.419 48 .000 -7.200 .580 -8.366 -6.034
assumed

Equal variances -12.419 39.910 .000 -7.200 .580 -8.372 -6.028


not assumed
Untuk melakukan uji ststisitk independen T-test harus

memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a) Uji normalitas

b) Uji homogenitas

Pengambilan keputusan uji statisitik independen T-test

sebagai berikut:

a) Nilai T hitung sebesar 12,419

b) Nilai T table ssebesar 2,05

c) T hitung > Ttabel = terdapat perbedaan efektifitas, Ha

diterima dan Ho ditolak.

Ada perbedaan pengetahuan responden yang belum

mendapatkan pelatihan dan yang sudah mendapatkan pelatihan


59

dengan uji independen T-test dan didapatkan hasil T hitung

> T table Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan

H0 ditolak.

B. PEMBAHASAN

1. Analisa tingkat pengetahuan masyarakat awam yang belum

diberikan pelatihan.
60

Berdasarkan Tabel 4.3 responden yang memiliki

pengetahuan Baik sebanyak 0 responden (0%), responden yang

memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 4 responden (16%) dan

responden yang memiliki pengetahaun kurang sebanyak 21

responden (84%).

Dari 28 (87,5%) responden dengan pengetahuan kurang,

didaptkan 8 responden dari kategori remaja pertengahan

(32%), 2 (8%) reponden berpengetahuan cukup dari kategori

remaja akhir dan 3 (12%)kategori kurang, 2 responden (8%)

cukup dan 10 (40%) berpengetahuan kurang dari kategori

dewasa awal ada 10 (31%) responden.

Pengetahuan responden tentang hand only CPR kurang,

karena dari 25 responden sebgian besar pendidikan terakhir

reponden adalah SMA sebanyak 11 (44%) dan masih belum

terpapar tentang manajemen henti jantung atau hand only cpr.

Seseorang yang belum terpapar sebuah materi maka pemahaman

terkait materi tersebut kurang dalam hal tersebut, karena

pengetahuan merupakan hasil tahu terhadap objek melalui

indra yang dimilikinya. Hal ini juga disebabkan pendidikan

yang rendah akan memepengaruhi pengetahuan seseorang hal ini

sejalan dengan peneltian Sandra Maria Cornles 2015, Hubungan

Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang

Kehamilan Resiko Tinggi, yang memaparkan bahwa ada hubungan

tingkat pendidikan dengan pengetahuan, dimana dalam

penelitian yang dilakukan pendidikan responden lebih banyak

dalam kategori rendah (72%) hal ini menyebabkan pengetahuan

responden masih kurang.


61

Dan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak

21 orang (84%) dari total keseluruhan, pengetahuan yang

kurang mengenai hand only CPR disebabkan karena belum

terpaparnya informasi mengenai pelatihan hand only CPR.

Penelitian ini sejalan dengan Alwan Wijaya 2019,efek

embelajaran metode simulasi Hands Only CPR terhadap

pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-siswi SMAN 3

MATARAM, yang memaparkan bahwa Ada pengaruh pembelajaran

simulasi Hands Only CPR terhadap tingkat pengetahuan

resusitasi jantung paru dalam keadaan gawat darurat pada

siswa-siswi di SMAN 3 Mataram.

2. Analisa tingkat pengetahuan masyarakat awam yang sudah

diberikan pelatihan.

Berdasarkan Tabel 4.4 responden yang memiliki

pengetahuan Baik sebanyak 0 responden (0%), responden yang

memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 19 responden (76%) dan

responden yang memiliki pengetahaun kurang sebanyak 6

responden (24%).

Saat diberikan kuesioner, responden yang memiliki

pengetahuan baik 1 (4%), dari kategori usia remaja

pertengahan, kategori remaja akhir 4 (16%) pengethuan cukup,

7 (28%) pengetahuan cukup. Responden dan dari ketegori

dewasa awal sebanyak 10 (40%) responden dengan pengetahuan

cukup, dan ada 1 responden (4%) kurang. Dari kategori usia

dewasa pertengahan ada 2 (8%) yang memiliki pengetahuan

kurang.

Pengetahuan responden setelah diberikan pelatihan hand

only cpr lebih tinggi, sebagian besar responden


62

berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 19 responden. Seseorang

yang sudah terpapar sebuah materi maka pemahaman terkait

materi tersebut menjadi lebih baik dalam hal tersebut,

karena pengetahuan merupakan hasil tahu terhadap objek

melalui indra yang dimilikinya.

Penelitian ini sejalan dengan Dalam peneltian A.A Istri

Dalem Hana Yundari, 2020. Pengaruh Pelatihan Hand Only Cpr

Siswa Smk Kesehatan Dalam Penanganan Henti Jantung The

Effectivity Of Hand Only Cpr Training For Student Of Health

Vocational Schools In Handling Cardiac Arrest, dalam

peneltian ini mengatakan Terjadi hubungan bermakna sebelum

dan sesudah diberikan pelatihan hand only CPR. Out-of-

Hospital Cardiac Arrest (OHCA) merupakan kondisi gangguan

jantung yang sering mengancam nyawa seseorang. Penanganan

pada kejadian tersebut sebanyak 40,1 % mendapatkan tindakan

Resusitasi Jantung Paru (RJP) oleh orang orang yang ada di

sekitar korban dengan angka keberlangsungan hidup korban

yang mendapatkan tindakan RJP dilokasi kejadian mencapai

9,5%. Hand only CPR merupakan fondasi dari pertolongan

terhadap henti jantung dan merupakan aspek fundamental dari

Basic Life Support (BLS) dengan mengenali Sudden Cardiac

Arrest (SCA), mencari pertolongan emergency, dan kompresi

dada segera yang dapat dilakukan oleh orang awam. Siswa SMK

Kesehatan merupakan bagian dari orang awam yang pada jenjang

pendidikan tersebut belum memperoleh kompetensi penanganan

henti jantung melalui RJP. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui efektifitas dan pengaruh pelatihan hand

only cpr pada siswa smk kesehatan dalam penanganan henti


63

jantung. Metode yang digunakan Kuantitatif korelasi dengan

uji bivariat pre-post design tanpa control melalui metode

ceramah dan simulasi menggunakan manikin Resusitasi Jantung

Paru (RJP). Hasil: Uji analisis Mac Nemar: p=0,000 (p<0,05)

dengan kategori sebagian besar (24 orang) memiliki

keterampilan baik setelah memperoleh pelatihan Hand Only

CPR. Kesimpulan: Terjadi hubungan bermakna sebelum dan

sesudah diberikan pelatihan hand only CPR.

3. Analisa perbedaan pengetahuan masyarakat awam yang belum

diberikan pelatihan dan sudah diberikan pelatihan dengan uji

ststistin independen T-test.

Dalam penelitian ini hasil kuesioner akan ditabulasi

kemudian dianalisis untuk dibuktikan apakah ada perbedaan

pengetahaun masyarakat awam yang belum diberikan pelatihan

dan sudah diberikan pelatihan dengan uji ststistin

independen T-test.

uji statistic indepeden T-test merupakan alat uji

statistic untuk mengukur tingkat efektifitas atau perbedaan

efektifitas, pengambilan keputusan dengan cara melihat

Rtabel>Rhitung maka Ha diterima. Pengolahan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer melalui

program SPSS Versi 19.

Hasil output SPSS di dapatkan Nilai T hitung sebesar

12,419 dan Nilai T table sebesar 2.05 maka sesuai aturan

pengambilan keputusan didapatkan, Ada ada perbedaan

pengetahaun masyarakat awam yang belum diberikan pelatihan

dan sudah diberikan pelatihan dengan uji independen T-test


64

dan didapatkan hasil T hitung > T table Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak.

Dan dalam penelitian lain juga, penelitian ini sejalan

dengan Tony Suharsono, Riza Fikriana, 2016 Efek Metode

Pembelajaran Tradisional (Tutorial) Terhadap Pengetahuan

Dan Ketrampilan Resusitasi Jantung Paru, Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan sebelum pelatihan

6, 94 (1,8), rata-rata pengetahuan setelah pelatihan 9,13

(1,2), dan p value 0.001. Responden tidak dapat melakukan

seluruh tahapan dalam pertolongan henti jantung. Setelah

pelatihan, rata-rata kedalaman kompresi dada 35,7 mm,

kecepatan kompresi dada 117,6, ventilasi 0,3 kali, dan

durasi 5 kali siklus RJP 142,8 detik. Responden tidak dapat

melakukan kompresi dada dengan kedalaman adekuat dan

ventilasi yang adekuat pada korban henti jantung. Pelatihan

RJP pada masyarakat awam, lebih baik difokuskan pada

pemberian kompresi dada saja tanpa memberikan ventilasi.

C. KETERBATASAN PENELITIAN
65

Peneltian yang telah dilakukan oleh penelti tentunya tidak

luput dari keterbatasan sehingga diperlukan penelitian lebih

lanjut dalam upaya menyempurnakan hasil penelitian yang sudah

dilakukan. keterbatasan pada penelitian ini diantaranya adalah:

1. Terbatasnya jumlah referensi yang bisa digunakan oleh

peneliti.

2. Kesulitan untuk mengkoordinasi responden saat penelitian,

3. metode daring yang digunakan selama pelatihan banyak

terkendala koneksi baik dari responden maupun peneliti.

4. waktu penelitian yang dilakuka harus sesuai dengan jadwal

dari komunitas surfing Lombok barat itu sendiri, sehingga

memperlambat proses pelatihan.


66

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian maka

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Responden yang belum diberikan pelatihan hand only CPR

pengetahuan anggota neukai surfing dominan memiliki pengetahuan

kurang.

2) Responden yang sudah diberikan pelatihan hand only CPR

pengetahuan anggota neukai surfing sedikit yang memilki

pengetahuan kurang.

3) Ada ada perbedaan pengetahuan masyarakat awam yang belum

diberikan pelatihan dan sudah diberikan pelatihan dengan uji

independen T-test dan didapatkan hasil 12.419> 2.05 Sehingga,

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak.


67

B.SARAN

1.Bagi Responden

Dengan diberikan pendidikan kesehatan mengenai hand only

cpr, menambah pengetahuan atau informasi mengenai bagaimana cara

melakukan hand only cpr dengan teknik yang benar.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu institusi pendidikan dapat menggunakan

penelitian ini untuk menambah dan mengembangkan literatur dalam

pendidikan keperawatan gawat darurat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu ada penelitian lebih lanjut tentang hubungan tingkat

pengetahuan tentang henti jantung dan hand only CPR.


68

Daftar pustaka

American Heart association (AHA). 2015. Health Care Research :


Coronary Heart Disease.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktik, Jakarta : Rineka Cipta

Atikah Fatmawati1*, Nurul Mawaddah2, Ike Prafita Sari3,


Mujiadi4,2020, Peningkatan Pegetahua Bantua Hidup

Bobrow, Bently., Leari, Marrion and Heighmen. (2011). CPR between


life and death : closing the CPR knowledge and practice
gap.Elsevier CPR performance count no 1/2011

Dasar pada Henti Jantung diluar Rumah sakit da Resusitasi janntung


paru pada siswa SMA.

Depkes. (2006). Keputusan Mentri kesehatan Republik Indonesia nomor


1555/MENKES/SK/X/2006 tentang kurikulum pendidikan diploma IV
keperawatan medikal bedah dan gawat darurat pp: 57.

Eliana fadiah,2017. Gambaran pengetahuan perawat tentang high


quality CPR.
Fia bela kusuma, 2021. Manajemen pre-hospital kasus henti jantung di
masyarakat.

Hidayat, A. A. (2017). Metode penelitian keperawatan dan teknik


analisa data. Jakarta: Salemba medika.

Hock, M. O. E., Pin, P. P., & Alhoda, M. (2014). Pan-Asian Network


PromotesRegional Cardiac Arrest Research.

Lia Puji Lestari, 2020, Efektifitas Pemberian Edukasi Demonstrasi


Terhadap Penigkatan Keterampilan Hands Only CPR Pada Anggota
PMR SMAN 1 KARANG JATI.

Mancini et al, 2015 Mancini ME, Diekema DS, Hoadley TA, Kadlec KD,
Leveille MH, McGowan JE, Munkwitz MM, Panchal AR, Sayre MR, &
Sinz EH. Part 3: ethical issues: 2015 American Heart
Association Guidelines Update for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.Circulation.
69

2015;132(suppl 2):S383–S396. (Circulation.


2015;132[suppl2]:S383–S396. DOI:
10.1161/CIR.0000000000000254.)

Meaney, Peter., Bobrow, Bently., and Mancini, Marry. (2013). CPR


quality: Improving Cardiac resuscitation Outcomes Both Inside
and Out Site the Hospital : A Concensus Statement From The
American hearth Association. Circulation online jume 25, 2013

Notoatmodjo, S. 2014. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2018. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.

Riskesdas NTB. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar NTB tahun
2018. Mataram: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Sustainable development goals (SDGs).target tahun 2030. 2017


[internet}.

Suharsono, Tony Dan Kartikawati, Dewi.(2009). Penatalaksanaan Henti


Jantung Di Luar Rumah Sakit. malang: UMM

Sugiyono, (2017). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan


R&D. bandung :Alfabeta CV.

Thomshon Thorgeirsson, Gestur., Thorgeirsson, Gudmundur.,


Sigvaldason, helgi and Wittman, Jacqueline. (2005). Risk
factor For Out of Hospital Cardiac Arrest : The Reykjavic
Study.

Travers,Andrew.,Rea, Thomas.,Bobrow.,edelson.,Berg, Robert.,


Sayery., Berg, Marc., Chameides., Connor,Robbet and Swor.
(2010). part 4:CPR Overview,2010 AHA Guideline for CPR and
Emergency Cardiovaskuler Care.cirsculation. 2010;122:S676-684
Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat.
70

WHO (2018). Cardiovascular diseases (CVDs). World Health


Organization.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/ - Diakses
mei 2022.
71

Lampiran 1

JADWAL PENYELESAIAN SKRIPSI

No Kegiatan Tahun 2022


Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Bimbingan √
judul
Proposal

2 Survei √
pendahuluan

3 ACC Judul √
4 Bimbingan √
Materi
Proposal

5 Seminar √
Proposal

6 Revisi √
Proposal

7 Pelaksanaan √
Penelitian

8 Bimbingan √
Skripsi

9 Seminar dan √
Ujian Hasil

10 Revisi √
Skripsi
72

Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Responden yang saya hormati,


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ns. Antoni Eka Fajar Maulana, M.Kep
NIDN : 0828128301
Alamat : BTN Taman Harapan Indah Blok A.1 Baturinggit Selatan - Mataram
Adalah Ketua Tim Peneliti Departemen Keperawatan Gawat Darurat Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram, akan melakukan penelitian tentang: “Perbedaan Sikap
Masyarakat Awam Terlatih dan Tidak Terlatih Terhadap Sikap Hands Only CPR Di Komunitas
Surfer Lombok Barat”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
bapak/ ibu tentang Hands Only CPR sebelum dan setelah sosialisasi yang akan
dilaksanakan.
Oleh karena itu, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden serta
menjawab pertanyaan-pertanyaan pada lembar kuesioner. Jawaban Bapak/Ibu akan saya
jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih.

Mataram,..................2022

Ketua Tim Peneliti,

Ns. Antoni Eka Fajar Maulana,


M.Kep
73

Lampiran 3
Inform concent
74

Lampiran 4
Lembar Kuesioner Peneliti

an
75
76
77

Lampiran 6

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

TOTAL total2

N 32 32
Normal Parameters a,b
Mean 7.5938 14.7500
Std. Deviation 2.47386 1.36783
Most Extreme Differences Absolute .135 .209
Positive .126 .209
Negative -.135 -.166
Kolmogorov-Smirnov Z .762 1.181
Asymp. Sig. (2-tailed) .607 .123

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Data dikatakan berdistribusi normal, apabila nilai sig lebih dari 0,05 atau
5%.

Lampiran 7
78

Analisa data independent T-test

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the

Sig. (2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

kelompok Equal variances 2.620 .112 -12.419 48 .000 -7.200 .580 -8.366 -6.034
assumed

Equal variances -12.419 39.910 .000 -7.200 .580 -8.372 -6.028


not assumed

Dasar pengambilan keputusan:


 Nilai T hitung sebesar 12.419
 Nilai T table ssebesar 2.05
 T hitung > Ttabel = terdapat perbedaan efektifitas, Ha
diterima dan Ho ditolak.
79

Lampiran 8

Surat izin penelitian


80
81

Lampiran 9

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai