Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD)
merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding
jantung mengalami pengerasan dan penyempitan (Lyndon, 2014). Arteri yang mensuplai
miokardium mengalami gangguan, sehingga jantung tidak mampu untuk memompa sejumlah
darah secara efektif untuk memenuhi perfusi darah ke organ vital dan jaringan perifer secara
adekuat. Pada saat oksigenisasi dan perfusi mengalami gangguan, pasien akan terancam
kematian. Kedua jenis penyakit jantung koroner tersebut melibatkan arteri yang bertugas
mensuplai darah, oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Saat aliran yang melewati arteri
koronaria tertutup sebagian atau keseluruhan oleh plak, bisa terjadi iskemia atau infark pada
otot jantung.
Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Tahun 2010
penyakit jantung koroner mengakibatkan kematian pada pria sebanyak 13,1 %, di prediksi
tahun 2020 menjadi 14,3 % dan 14,9% pada tahun 2030. Untuk wanita kematian akibat
penyakit jantung koroner pada tahun 2010 mencapai 13,6%, dan diprediksi pada tahun 2020
mencapai jadi 13,9 %.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat,


Negara Eropa, Jepang dan Singapura.

Di negara Amerika Serikat diperkirakan 16.300.000 orang atau 7% dari populasi penduduk
Amerika Serikat yang berumur lebih dari 20 tahun terdiagnosa penyakit jantung koroner.
Dari angka tersebut 18,3% adalah pria dan 6,1% adalah wanita. Di prediksi tahun 2030, 8 juta
warga Amerika serikat lainnya akan terdiagnosa penyakit jantung koroner yang merupakan
presentasi dari peningkatan sebesar 16,6% dari tahun 2010 dan pada tahun 2011 terdapat
785.000 kasus baru penyakit jantung koroner, sementara 470.000 merupakan kasus serangan
berulang.
Berdasarkan laporan WHO (2008) Penyakit jantung menjadi penyebab utama
kematian di negara – negara Asia pada tahun 2010. Untuk wilayah Asia Tenggara ditemukan
3,5 juta kematian penyakit kardiovaskuler, 52% diantaranya disebabkan oleh penyakit infark
miokard. Di negara berkembang seperti Indonesia tingkat kejadian terus meningkat setiap
tahun. Hasil survei dari Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi penyakit jantung
koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah sebesar 1,5%
atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Angka penyakit jantung koroner di wilayah
Sumatera Barat mendekati prevalensi Nasional, yaitu mencapai 1,2%.
Diantara penyakit kardiovaskuler, penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama
kematian, kecacatan, penderitaan dan kerugian materi, serta menyebabkan keterbatasan fisik
dan sosial yang memerlukan penataan kehidupan pasen, komplikasi – komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit jantung koroner tidak hanya masalah bagi pasien tapi juga pada
keluarga. Jika pasien bertahan dalam serangan pertama, masalah berikutnya kemungkinan
peningkatan serangan akan lebih besar lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan agar
tidak terjadi serangan berulang dan terjadi komplikasi, proses penyembuhan bisa lebih cepat
lagi dan meningkatkan kualitas hidup, pencegahan dilakukan dalam bentuk pencegahan
sekunder.
Menurut WHO (2007) upaya pencegahan sekunder PJK terdiri dari perubahan gaya
hidup dan medikamentosa. Perubahan gaya hidup meliputi penghentian merokok, perubahan
pola makan, pengontrolan berat badan, aktivitas fisik, dan kurangi konsumsi minuman
beralkohol. Tindakan medikamentosa terdiri dari pemberian obat antihipertensi, obat
menurunkan kadar kolesterol, antiplatelet / antikoagulan, beta bloker, obat menurunkan gula
darah. Untuk itu pencegahan sekunder sangat diperlukan walaupun pasien telah mendapat
penanganan medis terlebih dahulu.
Rekomendasi WHO (2007) mengenai tindakan pencegahan sekunder PJK menjadi acuan
dalam penanganan pasien PJK rawat jalan, khususnya yang melakukan kontrol berkala.
Mereka tidak saja mendapatkan terapi obat – obatan yang harus teratur mereka konsumsi,
tetapi juga dianjurkan untuk melakukan tindakan pengaturan gaya hidup secara mandiri yang
bertujuan untuk meminimalisir faktor resiko yang ada pada pasien. Pasien yang perokok aktif
disarankan untuk berhenti, pasien yang obesitas dan kelebihan beratbadan dianjurkan untuk
menurunkan dan mengontrol berat badannya. Pasien juga harus mengubah pola makan
menjadi lebih sehat dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak. Pasien yang mempunyai
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol disarankan untuk menguranginya. Aktivitas
fisik yang kurang juga harus ditingkatkan.
Pencegahan sekunder sangat penting dilakukan seseorang dengan riwayat pernah
mendapat serangan jantung. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan berulangnya
serangan. Penelitian Framingham yang dimuat dalam American Heart Association tahun
2000 memprediksi resiko kejadian serangan berulang pada pasien PJK dengan menggunakan
variabel umur, tekanan darah sistolik, kadar kolesterol, status merokok, dan ada atau tidak
adanya penyakit diabetes melitus. Senada dengan Framingham, WHO juga telah memetakan
dalam sebuah grafik yang memprediksi resiko seseorang yang terkena PJK dalam rentang
waktu 10 tahun ke depan dengan variabel umur, jenis kelamin, tekanan darah, kadar
kolesterol, status merokok dan penyakit diabetes melitus.
Upaya pencegahan sekunder meliputi berbagai aktivitas atau upaya yang dilakukan oleh
penderita guna mencegah perburukan kondisi jantungnya atau mencegah terjadinya serangan
berulang. Rehabilitasi jantung bukan hanya menjadi bagian integral dalam menangani
penderita penyakit jantung, tetapi juga merupakan aktivitas penting dalam melaksanakan
pencegahan sekunder. Secara umum konsep rehabilitasi jantung merupakan rangkaian
kegiatan yang mencakup evaluasi medik, penyusunan program latihan, modifikasi faktor
resiko, edukasi dan konseling disertai intervensi terhadap pola hidup tidak sehat yang dijalani
selama ini.
Pada kenyataanya upaya pencegahan tersebut belum berjalan secara optimal terutama
pada pencegahan sekunder. Kurangnya perilaku sehat dalam hal pencegahan sekunder faktor
resiko PJK menjadi salah satu faktor penyebab berulangnya kembali pasien terkena serangan
jantung. Angka kekambuhan di Indonesia mencapai angka 29% (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Shahsavari (2012) dalam penelitiannya mengatakan, meskipun semua upaya dan
penatalaksanaan telah dimasukkan pada program pencegahan oleh para profesional
perawatan kesehatan, ada beberapa hambatan yang membatasi keberhasilan program, salah
satunya adalah perilaku sehat masih sangat rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku pasien yaitu persepsi pasien tentang penyakitnya, kurangnya motivasi internal yang
dapat merubah perilaku tertentu. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku pasien adalah
motivasi, pasien harus diberitahu oleh sumber yang terkait, dan melibatkan dukungan
keluarga pasien dalam melakukan program rehabilitasi, salah satu upaya perubahan perilaku
dapat dilakukan dengan motivasi lewat pendidikan kesehatan.
Menurut Mattias (2014), pengetahuan tentang penyakit jantung koroner merupakan
faktor yang sangat penting dimiliki oleh pasien penyakit jantung koroner dalam
melaksanakan tindakan pencegahan sekunder. Sangat penting bagi pasien PJK untuk
memiliki pengetahuan, sikap yang positifmengenai penyakit jantung koroner dan bagaimana
upaya pencegahannya (Dalusung,2010). Persepsi seseorang terhadap suatu penyakit dapat
memprediksi sejumlah perilaku sehat pada pasien dengan penyakit kronik seperti PJK. Untuk
pasien PJK, persepsi terhadap sakitnya menunjukkan adanya hubungan dengan jumlah
perilaku mencari solusi penyembuhan. Pada pasien infark miokard dengan sejumlah gejala
yang khas akan berusaha mencari pertolongan untuk mengatasi gejalanya. Setelah menyadari
bahwa penyakitnya merupakan suatu hal yang serius, pasien akan melakukan perubahan gaya
hidup dan mengikuti program rehabilitasi jantung.
Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap tindakan pencegahan sekunder penyakit
jantung koroner adalah dukungan keluarga, Menurut Tziallas (2010), seseorang yang
mengalami infark miokard yang dikategorikan sebagai penyakit yang berat, dapat
mempengaruhi sistem keluarga secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh peran keluarga
yang berubah karena ada anggota keluarga yang sakit. Pada saat pasien PJK harus menjalani
program rehabilitasi jantung, keluarga memainkan peran yang dominan. Menurut Indrawati
(2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pengetahuan, sikap, persepsi diri, motivasi,
dan dukungan keluarga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi terlaksananya perilaku
sehat salah satunya tindakan pencegahan sekunder penyakit jantung koroner..
Rumah Sakit Umum Daerah Dr Adnan WD Payakumbuh. merupakan RS rujukan tipe C yang
setiap tahunnya terus mengalami perkembangan dan perubahan pelayanan ke arah yang lebih
baik. Berdasarkan data rekam medik RSUD Dr Adanand WD Payakumbuh diperoleh angka
kunjungan pasien PJK dari tahun ke tahun. Angka kunjungan pasien jantung koroner tahun
2014 sebanyak 988, tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 1.100 dan data terakhir
yang didapat bulan januari sampai Agustus 2016 adalah sebanyak 860 kunjungan pasien.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 14 Agustus 2016 kepada 8
orang pasien di poliklinik jantung RSUD Dr. Adnand WD Payakumbuh. Sebelumnya pasien
mengatakan telah mendapatkan pendidikan kesehatan dari perawat mengenai penyakitnya,
Sebagian dari mereka sudah mengetahui apa itu penyakit jantung, gejala, dan faktor resiko
terjadinya penyakit jantung koroner, tapi walaupun sebagian dari mereka sudah mengetahui
bahaya penyakit jantung koroner, dalam hal menerapkan perilaku sehat dalam hal ini
tindakan pencegahan masih jauh dari yang diiginkan. Keadaan tersebut dapat dilihat dari
hasil wawancara yang dilakukan kepada mereka, diketahui bahwa 5 orang pasien laki – laki
yang mempunyai riwayat merokok sebelum didiagnosa PJK, dua orang mengatakan telah
berhenti merokok, tiga orang mengatakan belum bisa berhenti total. Data lain yang didapat,
lima dari delapan pasien mengungkapkan tidak melakukan olah raga, tiga orang pasien
mengaku berolahraga teratur 1x setiap minggunya. Dua orang pasien mengatakan bahwa
mereka sebisa mungkin mengatur pola makan dengan menghindari konsumsi makanan yang
tidak dianjurkan, sisanya enam orang pasien mengaku masih mengkonsumsi makanan yang
tidak dianjurkan.
Berdasarkan fenomena di atas, dengan beragamnya tindakan pasien PJK dalam usaha
pencegahan masih jauh dari yang diinginkan. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui
faktor - faktor yang berhubungan dengan tindakan pencegahan sekunder Penyakit jantung
koroner di poliklinik jantung RSUD Dr Adnand WD Payakumbuh pada tahun 2016.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jantung Koroner
a. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner. penyempitan atau
penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering
ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi lebih parah kemampuan jantung memompa
darah akan hilang, sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan
selanjutnya bisa menyebabkan kematian.
b. Etiologi Penyakit Jantung Koroner
Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada perinsipnya disebabkan
oleh dua faktor utama yaitu:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri
koroneria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan
penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara
progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi
terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran
darah miokardium.
2) Trombosis
Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lamakelamaan
berakibat robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan
darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegahan
perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya gumpalan darah
dibagian robek tersebut, yang kemudian bersatu dengan keping-keping darah
menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan sumbatan di dalam pembuluh
darah jantung, dapat menyebabkan serangan jantung mendadak, dan bila
sumbatan terjadi di pembuluh darah otak menyebabkan stroke.
c. Patofisiologis penyakit jantung koroner
1) Angina pektoris stabil
Angina pektoris ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri dada yang khas,
yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri
dada terutama saat melakukan kegiatan fisik, terutama dipaksa bekerja keras
atau ada tekanan emosional dari luar. Biasanya serangan angina pektoris
berlangsung 1-5 menit, tidak lebih dari 10 menit, bila serangan lebih dari 20
menit, kemungkinan terjadi serangan infark akut. Keluhan hilang setelah
istirahat.

2) Angina pektoris yang tidak stabil


Pada angina pektoris yang tidak stabil serangan rasa sakit dapat timbul
pada waktu istirahat, waktu tidur, atau aktifitas yang ringan. Lama sakit dada
lebih lama daripada angina biasa, bahkan sampai beberapa jam. Frekuensi
serangan lebih sering dibanding dengan angina pektoris biasa.
3) Angina varian (prinzmetal)
Terjadi hipoksia dan iskemik miokardium disebabkan oleh vaso spasme
(kekakuan pembuluh darah), bukan karena penyempitan progesif arteria
koroneria. Episode terjadi pada waktu istirahat atau pada jam-jam tertentu tiap
hari. EKG peningkatan segmen.
4) Sindrom koroner akut (SKA)
Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi yang sama yaitu
erosi, fisur, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan
thrombosis yang menyebabkan ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen miokard. Termasuk SKA adalah angina pektoris stabil dan infark
miokard akut (Majid, 2007). Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu
manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling
sering mengakibatkan kematian.
d. Gejala umum
Sumber rasa sakit berasal dari pembuluh koroner yang menyempit atau
tersumbat. Rasa sakit tidak enak seperti ditindih beban berat di dada bagian tengah
adalah keluhan klasik penderita penyempitan pembuluh darah koroner. Kondisiyang perlu
diwaspadai adalah jika rasa sakit di dada muncul mendadak dengan
keluarnya keringat dinggin yang berlangsung lebih dari 20 menit serta tidak
berkurang dengan istirahat. Serangan jantung terjadi apabila pembuluh darah
koroner tiba-tiba menyempit parah atau tersumbat total. Sebagian penderita PJK
mengeluh rasa tidak nyaman di ulu hati, sesak nafas, dan mengeluh rasa lemas
bahkan pingsan
e. Faktor Resiko
Secara statistik, seseorang dengan faktor resiko kardiovaskuler akan
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita gangguan koroner
dibandingkan mereka yang tanpa faktor resiko. Semakin banyak faktor resiko
yang dimiliki, semakin berlipat pula kemungkinan terkena penyakit jantung
koroner (Yahya, 2010). Faktor-faktor resiko yang dimaksud adalah merokok,
alkohol, aktivitas fisik, berat badan, kadar kolesterol, tekanan darah (hipertensi)
dan diabetes.

Faktor-faktor resiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat diubah
dan tidak dapat diubah.
1) Faktor resiko lain yang masih dapat diubah
a. Hipertensi
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang akan
mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah
(termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses
pembentukan kerak yang dapat mempersempit liang koroner. Pengidap
hipertensi beresiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Resikojantung menjadi
berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga menderita DM,
hiperkolesterol, atau terbiasa merokok. Selain itu hipertensi juga dapat
menebalkan dinding bilik kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi pompa
jantung (Yahya, 2010). Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan
tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5mmHg
resiko PJK berkurang sekitar 16%.

b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap beberapa
organ dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus dengan
penyakit jantung sangatlah erat. Resiko serangan jantung pada penderita DM
adalah 2-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang
penderita DM pernah mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi
tiga kali lipat lebih tinggi. Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh
kekurangan insulin dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja
dengan baik.
Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi prematuritas, dan
keparahan arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya
arterosklerosis. Diabetes mellitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos
dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan
fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan turunnya kadar HDL juga disebabkan oleh
diabetes milletus. Biasanya penyakit jantung koroner terjadi di usia muda pada
penderita diabetes dibanding non diabetes.

c. Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan
disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama
perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko
terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang
merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua
hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak merokok. Setiap batang
rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia,
diantaranya karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida,
amoniak, oksida nitrogen, senyawa hidrokarbon, tar, nikotin, benzopiren, fenol
dan kadmium. Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau
menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi yang terserap oleh darah melalui proses
difusi.

Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin


dan bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan
dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf simpatik sehingga
jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon
monooksida yang tersimpan dalam asap rokok akan menurunkan kapasitas
penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut
menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami
seranggan jantung karena perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi
lengket sehingga memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner
terkoyak.

d. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol
dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang
penting sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi
terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. Peningkatan
kolesterol LDL, dihubungkan dengan meningkatnya resiko terhadap koronaria,
sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya berperan sebagai faktor
perlindung terhadap penyakit arteri koroneria.

e. Obesitas
Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya beban
ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap
tekanan darah sistolik.

f. Gaya hidup tidak aktif


Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko PJK yang setara dengan
hiperlipidemia, merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki
resiko 30%-50% lebih besar mengalami hipertensi. Aktivitas olahraga teratur
dapat menurunkan resiko PJK. Selain meningkatkan perasaan sehat dan
kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan lain olahraga teratur adalah
meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter
pembuluh darah jantung tetap terjaga sehingga kesempatan tejadinya
pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat dihindari.

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada tahap ini, perawat wajib melakukan pengkajian atas
permasalahan yang ada. Yaitu tahapan di mana seorang perawat harus
menggali informasi secara terus-menerus dari anggota keluarga yang
dibinanya. Dalam proses pengkajian ini, dibutuhkan pendekatan agar
keluarga dapat secara terbuka memberikan data-data yang dibutuhkan.
Selain itu, diperlukan metode yang tepat bagi perawat untuk
mendapatkan data dari pengkajian yang akurat dan sesuai dengan
keadaan keluarga.
Pengkajian merupakan suatu proses berkelanjutan, yang dilakukan
secara terus-menerus dan bertahap. Sehingga proses ini tidak hanya
sekali saja dilakukan. Perawat harus mampu menggambarkan
kondisi/situasi pasien sebelumnya dan saat ini, sehingga informasi
tersebut bisa digunakan untuk memprediksi tindakan di masa yang akan
datang. Hal-hal yang dikaji dalam keluarga adalah :

a. Data umum
Pengumpulan data dapat dilakukan melalui empat cara yaitu
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi.
Cara-cara ini tidak harus dilakukan secara berurutan, melainkan yang
paling memungkinkan lebih dahulu. Data-data umum yang diperoleh
pastilah akan banyak. Oleh sebab itu, perawat perawat perlu
melakukan pemilihan data . beberapa data umum yang perlu dikaji
dalam tahap ini.
1) Informasi dasar
Data ini biasanya merupakan data tertulis, yang mudah kita
peroleh dari kartu keluarga (KK). Dari KK ini, kita akan
mendapatkan informasi dasar berupa alamat lengkap, nama kepala
keluarga dan anggota keluarga, komposisi keluarga, dan lain-lain.
Selain itu, perawat perlu menjelaskan tipe keluarga, masalah apa saja
yang dihadapi, kendala dalam upaya penyelesaian sebelumnya, dan
lain sebagainya.

2) Tipe bangsa
Mengetahui suku dan budaya pasien beserta keluarganya
merupakan hal penting. Dari budaya keluarga tersebut, kita akan
mengetahui bagaimana kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
keluarga.

3) Agama
Semua agama ada bagian tertentu dalam mengajarkan
kebersihan dan kesehatan. Mengetahui agama pasien dan keluarga tidak hanya sebatas nama
agamanya, melainkan bagaimana mereka mengamalkan ajaran-ajaran agama atau
kepercayaan.
4) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga cenderung menentukan
bagaimana sebuah keluarga menjaga kesehatan anggota keluarganya.
Bisa jadi seseorang mendapatkan status sosial karena pengaruhnya di
masyarakat atau komunitas. Selain itu, kebutuhan dan pengeluaran
keluarga juga menjadi penyebab berikutnya. Artinya, perawat juga
perlu mengetahui tingkat konsumsi keluarga beserta anggotanya.
5) Aktivitas rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga bisa menentukan kadar stres keluarga
sehingga menimbulkan beban dan pada akhirnya membuat sakit.
Akan tetapi, bentuk rekreasi tidak hanya dilihat dari mana pergi
bersama keluarga, melainkan hal-hal yang sederhana yang bisa
dilakukan di rumah. Misalnya menonton televisi, membaca buku,
mendengarkan musik, dan hal-hal yang bisa menghibur.
a. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
Keluarga sebagai sebuah kelompok akan senantiasa dinamis, selalu
mengalami perkembangan, baik dari sisi psikologis, sosial, ekonomi,
budaya maupun komposisi nya. Beberapa hal yang perlu dikaji dalam
tahap ini adalah:
1) Tahap perkembangan saat ini.
Bagaimana kondisi paling baru dari keluarga inilah yang
menjadi fokus utama. Tidak hanya dari sisi kesehatan melainkan dari berbagai sisi. Misalnya
faktor ekonomi, karena keluarga tidak
mampu mencukupi kebutuhan makan yang sehat dan aman, maka
anggota keluarga mudah terkena penyakit.
2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Keluarga dan setiap anggota keluarganya memiliki peran dan
tugasnya masing-masing. Setiap tugas itu, sebaiknya dibuat daftar,
mana saja tugas yang sudah diselesaikan. Dengan begitu, akan
tampak tugas apa saja yang belum dilaksanakan. Jika ada beberapa
tugas yang belum diselesaikan, kemudian dikaji kendala apa yang
menyebabkannya. Lalu apakah tugas tersebut harus diselesaikan
segera atau pun bisa ditunda. 3) Riwayat keluarga inti
Bagian riwayat keluarga inti ini, tidak hanya dikaji tentang
riwayat kesehatan. Apakah ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit yang berisiko menurun, bagaimana pencegahan
penyakit dengan imunisasi, fasilitas kesehatan apa saja yang pernah
di akses, riwayat penyakit yang pernah diderita, serta riwayat
perkembangan dan kejadian-kejadian atau pengalaman penting yang
berhubungan dengan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Riwayat keluarga besar dari pihak suami dan istri juga
dibutuhkan. Hal ini karena ada penyakit yang bersifat genetik atau
berpotensi menurun kepada anak cucu. Jika hal ini dapat di deteksi
lebih awal, dapat dilakukan berbagai pencegahan atau antisipasi.
c. Data lingkungan
Lingkungan di mana kita berada sangat memengaruhi keluarga
dalam hal kesehatan. Menciptakan lingkungan yang positif akan
berdampak lebih baik bagi setiap anggota keluarga. Dalam hal ini
beberapa data lingkungan yang diperlukan untuk kajian proses
keperawatan keluarga adalah :
1) Karakteristik rumah
Sebuah rumah bisa memengaruhi kesehatan penghuni. Oleh
sebab itu, perawat membutuhkan data karakteristik rumah yang
dihuni sebuah keluarga dengan melihat luas rumah, tipe rumah,
jumlah ruangan dan fungsinya, sirkulasi udara dan sinar matahari
yang masuk, pendinginan udara AC atau kipas angin, pencahayaan,
banyaknya jendela, tata letak perabotan, penempatan septic tank
beserta kapasitas dan jenisnya, jarak sumber air dari septic tank,
konsumsi makanan olahan dan konsumsi air minum keluarga, dan
lain sebagainya.
2) Karakteristik tetangga
Setelah dari dalam rumah, data yang harus dicari selanjutnya
adalah lingkungan di sekitar rumah. Perawat perlu mencari tahu
lingkungan fisik, kebiasaan, kesepakatan atau aturan penduduk
setempat, dan budaya yang memengaruhi kesehatan.
3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Selain interaksi dengan tetangga dan lingkungan RT-RW, tentu
setiap individu atau keluarga memiliki pergaulan sendiri, baik di komunikasi hobi, kantor,
sekolah, maupun hanya teman main.
Interaksi ini juga bisa digunakan untuk melacak jejak dari mana
penyakit yang didapatkan oleh pasien. Apakah beliau mendapatkan
penyakit dari pergaulan nya dari luar atau bukan. 4) Mobilitas geografis keluarga
Salah satu dari perkembangan keluarga adalah mobilitas
geografis. Apakah pasien beserta keluarga sering berpindah tempah
tinggal atau tidak, paling minimal berpindah dari rumah orang tua
menuju rumah sendiri. Jika merantau, di mana saja beliau pernah
kontrak rumah. Atau sebagai pegawai ditugaskan di berbagai kota
mana saja.
5) Sistem pendukung keluarga
Setiap keluarga tentu menyediakan berbagai fasilitas berupa
perabot bagi anggota keluarganya. Fasilitas-fasilitas ini lah yang
perlu dikaji sistem pendukung keluarga.
d. Struktur keluarga
Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai struktur keluarga.
Dari seluruh struktur itu, perawat harus memiliki data nya. Data yang
dibutuhkan untuk proses keperawatan keluarga ini adalah :
1) Pola komunikasi keluarga
Perawat diharuskan untuk melakukan observasi terhadap seluruh
anggota keluarga dalam berhubungan satu sama lain. Apakah komunikasi
dalam keluarga berfungsi dengan baik atau sebaiknya. Komunikasi yang
berjalan baik mudah diketahui dari anggota keluarga yang menjadi pendengar yang baik, pola
komunikasi yang tepat, penyampaian pesan
yang jelas, keterlibatan perasaan dalam berinteraksi.
2) Struktur kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga diukur dari peran dominan anggota keluarga.
Oleh sebab itu, seseorang perawat membutuhkan data tentang siapa
yang dominan dalam pengambilan keputusan untuk keluarga,
mengelola anggaran, tempat tinggal, tempat kerja, mendidik anak
dan lain sebagainya.
3) Struktur peran keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing.
Tidak ada satu pun anggota keluarga yang terlepas dari perannya,
baik dari orang tua maupun anak-anak. Peran ini berjalan dengan
sendirinya, meski tanpa disepakati terlebih dahulu.
e. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga ini juga telah dibahas pada bab sebelumnya. Namun
dari setiap fungsi, beberapa hal perlu ditekankan dan harus diketahui oleh
perawat.
1) Fungsi efektif
a) Bagaimana pola kebutuhan keluarga dan respon nya,
b) Apakah individu merasakan individu lain dalam keluarga,
c) Apakah pasangan suami istri mampu menggambarkan kebutuhan
personal lain dan anggota yang lain,
d) Bagaimana sensitivitas antara anggota keluarga,
e) Bagaimana keluarga menanamkan perasaan kebersamaan dengan
anggota keluarga,
f) Bagaimana anggota keluarga saling memercayai, memberikan
perhatian dan saling mendukung satu sama lain,
g) Bagaimana hubungan dan interaksi keluarga dengan lingkungan,
2) Fungsi sosial
a) Bagaimana keluarga membesarkan anak, termasuk pula kontrol
perilaku, penghargaan, disiplin, kebebasan dan ketergantungan,
hukuman, memberi dan menerima cinta sesuai tingkatan usia, dan
siapa yang paling bertanggung jawab.
b) Kebudayaan yang dianut dalam menerapkan kesehatan,
c) Apakah keluarga merupakan risiko tinggi mendapat masalah
dalam membesarkan anak dan faktor risiko apa yang
memungkinkan
d) Apakah lingkungan memberikan dukungan dalam perkembangan
anak, seperti tempat bermain dan istirahat di kamar tidur sendiri
3) Fungsi reproduksi
a) Berapa jumlah anak,
b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak
c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam pengendalian.
f. Stres dan koping keluarga
Dalam tahapan ini, seorang perawat harus mengetahui bagaimana
keluarga menghadapi dan merespon stresor, dan strategi apa yang
digunakan untuk menghadapi dan menyelesaikannya.
g. Pemeriksaan kesehatan
Data selanjutnya yang harus dikumpulkan oleh perawat adalah data
tentang kesehatan fisik. Tidak hanya kondisi pasien, melainkan kesehatan
seluruh anggota keluarga. Beberapa bagian yang harus diperiksa adalah
sebagai berikut :
1). Identitas pasien
Data biografi merupakan data yang perlu diketahui, yaitu dengan
menanyakan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan
agama yang dianut oleh pasien.
2). Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan penyakit jantung koroner adalah
kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
3). Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan
utama dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai
kelemahan fisik klien secara PQRST, diantaranya :
i) Provoking insident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada
jantung.
ii) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam
melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan oleh
pasien.
iii) Region : radiation, relief : apakah kelemahan fisik bersifat lokal
atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka atau sering
disertai dengan ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
iv) Saverity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari .
v) Time : sifat awalnya adalah dengan timbulnya (onset), keluhan
kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama
timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap
saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah
sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di konsumsi oleh pasien
pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.
Obat-obatan yang terkait misalnya seperti obat diuretik, nitrat,
penghambat beta, serta anti hipertensi. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat memfokuskan bertanya tentang penyakit yang pernah
dialami oleh anggota keluarga, terutama anggota keluarga yang
meninggal pada usia produktif, dan penyebab kematiannya.
f. Data psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada pasien adalah
biasanya pasien seringkali menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir tentang
keluarga, pekerjaan, dan keuangan dan terjadi perubahan peran yang
kadang menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan depresi (Mutaqqin,
2014b).
g. Pengkajian data terkait aktivitas menurut (Widuri, 2011)
1) Data Obyektif
a) Kaji tingkat ketergantungan : level 0,1,2,3,4
Level 0 : mandiri
Level 1 : membutuhkan penggunaan alat bantu
Level 2 : membutuhkan supervisi/ pengawasan orang lain
Level 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain
Level 4 : ketergantungan / tidak berpartisipasi
b) Tes ROM sendi.
c) Tes kekuatan, tonus dan masa otot.
d) Tes keseimbangan,
e) Palpasi nadi : teraba/tidak, rate, irama dan kualitas,
f) Catat bunyi jantung dan adanya mur mur,
g) Rekam tekanan darah, catat adanya perubahan dengan posisi atau
aktivitas, h) Auskultasi bunyi napas, catat adanya suara napas tambahan
i) Catat rate dan karakter pernapasan, adanya kesulitan/ kelainan
(retraksi, batuk, sputum, penggunaan otot aksesoris, faring) serta
kebutuhan penggunaan O2
j) Kaji status vaskuler, misal : pulsasi perifer, varises, capillary refill,
tanda perubahan kulit atropik, warna kulit dan kuku, edema, kulit
kering/edema.
k) Observasi hygiene umum, penampilan berpakaian dan berhias.
l) Hasil pemeriksaan lab, X-ray, EKG, AGD, enzim jantung, pulse
oksimetri, sputum kultur.
m) Observasi pola istirahat/ tidur
n) Observasi gangguan istirahat/ tidur
o) Observasi kesadaran dan status mental
h. Harapan keluarga
Pada bagian ini perlu diuraikan bagaimana harapan keluarga pasien
terhadap penyakit yang diderita pasien.
BAB III

PENUTUP

PENCEGAHAN
Sebelum terkena jantung koroner, sebaiknya lakukan pencegahan terhadap jantung
koroner. Pencegahan bisa dilakukan dengan tips sederhana dari Yayasan Jantung Indonesia
agar tidak terkena jantung koroner, berikut uraiannya:
 Yang harus dilakukan pertama kali untuk mencegah jantung koroner, Periksalah
tekanan darah secara teratur guna mengontrol tekanan darah .
 Kedua, upayakan jangan merokok. Berhentilah merokok, jika merupakan perokok
berat dan merasa tidak bisa melakukannya, maka kurangi sedikit demi sedikit jumlah
rokok yang dihisap. Dan jangan sesekali menghirup asap rokok dari perokok lain,
karena asap rokok mengandung racun-racun yang sangat berbahaya
 Periksa kadar glukosa darah, guna mengidentifikasi sedang mengidap penyakit
diabetes atau tidak, karena biasanya penyakit diabetes adalah tangga menuju jantung
koroner.
 Menjaga bentuk badan agar tetap ideal, jantung koroner biasa menyerang orang-orang
yang memiliki kelebihan badan atau obesitas. Maka dari itu menjaga berat badan agar
tetap ideal itu penting.
 Lakukanlah diet rendah kolesterol dan hindari makanan yang memiliki kadar lemak
jenuh.
 Berfikiran positif dan hindari stres atau perasaan cemas yang berlebih. Lakukan
relaksasi atau program santai agar tidak merasakan perasaan tersebut.
 Lakukan olahraga yang teratur. Tak perlu olahraga yang berat atau ekstrim, cobalah
untuk melakukan jalan-jalan pagi atai jogging di pagi hari, manfaatkan sinar matahari
di jam 6-8 pagi, karena terdapat kandungan Sinar Far Infra Red, lakukan minimal tiga
kali dalam seminggu, tidak perlu jalan lama-lama, paling tidak 30 menit saja sudah
bisa membantu.
 Lakukan check up yang teratur untuk mengetahui perkembangan tubuh. Agar kita bisa
mengambil langkah selanjutnya.
 Makanlah makanan yang sehat, yang mengandung omega 3 dan serat yang berlimpah.
Sayur dan buah akan memperbaiki saluran pencernaan.
 Mulai perbaiki pola hidup jadi lebih sehat, jangan terlalu sering makan-makanan yang
berpengawet, hindari makanan kemasan.
REFERENSI

1. Taroreh GN, Mpila D, Citraningtyas G. Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien dengan
Penyakit Jantung Koroner di Instalasi Rawat Inap RSUP. Prof. Dr. R. D. Kondou Manado.
Ilm Farm. 2017.
2. Shastry S et al. Pattern of Pharmacotherapy and Assesment of Drug Related Problems in
Ischemic Heart Patients. Int Res J Pharm. 2019
4. Setyaji DY, Prabandari YS, Gunawan IMA. Aktivitas fisik dengan penyakit jantung
koroner di Indonesia. J Gizi Klin Indones. 2018.
5. Putri RD, Nur’aeni A, Belinda V. Kajian Kebutuhan Belajar Klien dengan Penyakit
Jantung Koroner. JNC. 2018;1(1):60–8.
6. Indonesia KKR. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018.

Anda mungkin juga menyukai