Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan kemajuan ekonomi negara yang terus berubah tentu dapat mempengaruhi

tingkat gaya kehidupan masyarakat. Perubahan gaya hidup ini, dapat diikuti juga dengan

perubahan penyakit terutama perubahan penyakit tidak menular (PTM), hal ini banyak terjadi

pada negara-negara berpenghasilan tinggi seperti Amerika serikat dan negara-negara Eropa,

peningkatan penyakit degeneratif yang paling banyak kasus adalah penyakit jantung dan

pembuluh darah (kardiovaskuler)(1), Sementara itu di negara-negara sedang berkembang

memiliki beban ganda dalam penanganan peningkatan penyakit menular dan peningkatan

penyakit PTM. Dalam kajian World health organization (WHO), memaparkan bahwa PTM

menyebabkan sekitar 71 % kematian di seluruh dunia atau sama dengan 41 juta orang

meninggal. Yang termasuk PTM adalah penyakit kardiovaskuler, diabetes, penyakit

pernapasan kronis, kanker.(2)

Lebih dari 75% kematian dunia diakibatkan oleh penyakit kardiovaskular, kebanyakan terjadi

di negara-negara yang sedang berkembang dengan berpenghasilan rendah dan sedang. Saat

ini penyakit kardiovaskular menjadi salah satu penyakit yang dapat diperhatikan secara

khusus. penyakit kardiovaskuler terus mengancam dunia (global threat) dan merupakan

penyakit penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Penyakit kardiovaskuler yang

dapat menyebabkan kematian terbanyak adalah PJK dan stroke.(2,)(3)

PJK dan stroke memiliki banyak faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan

merokok. ACS didiagnosis ketika pasien datang dengan angina tidak stabil, infark miokard

tanpa elevasi ST (NSTEMI), atau infark miokard dengan elevasi ST (STEMI). Pasien

tersebut memiliki spektrum yang luas dari risiko kematian dan kejadian iskemik
kardiovaskular. Penilaian risiko yang hati-hati dari pasien ACS membantu dokter untuk

menentukan prognosis dan, oleh karena itu, berguna dalam memandu manajemen dan

memberikan informasi yang berharga kepada pasien Agar praktis secara klinis, model

stratifikasi risiko harus langsung dan menggunakan faktor risiko klinis yang siap dipastikan

di rumah sakit.

Menurut riset World Health Organization, meluncurkan laporan bahwa sekitar 31%

penduduk dunia atau 17,9 juta orang di dunia dapat meninggal akibat penyakit jantung dan

pembuluh darah(2). Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),

menyatakan angka penemuan penyakit jantung dan pembuluh darah insidenssinya semakin

meningkat seiring dengan kemajuan dan perubahan perkembangan negara dari tahun ke

tahun. Di Indonesia kurang lebih, 15 dari 1000 orang, menderita penyakit kardiovaskular.(4)

Penyakit jantung di Indonesia, sesuai karakteristik menurut usia, paling tinggi sekitar 4,6 % -

4,7% terjadi pada usia 65-75 tahun, disusul 4%- 3,9% terjadi pada usia diatas 45-64 tahun.

Kejadian sesuai Karakteristik lingkungan perkotaan berkisar 1,6% sementara perkampungan

1,3%. Yang artinya perkotaan lebih tinggi dari perkampungan. Sebentara itu sesuai

karakteristik gender penyakit jantung pada perempuan lebih 1,6% dan pada laki-laki 1,3%.(4)

Menurut Ghani dan kawan-kawan, penyakit jantung koroner adalah penyakit yang dapat

terjadi oleh karena plak yang menumpuk di dalam arteri koroner yang mensuplai oksigen ke

miokardium jantung.(5) Sementara itu, PJK adalah penyakit jantung yang terutama

dikarenakan oleh penghambatan pada arteri koronaria jantung akibat penyempitan yang

disebabkan aterosklerosis atau spasme, juga bisa dari kedua kombinasi tersebut.(6)

Proses Aterosklerosis koroner adalah perubahan variabel intima arteri yang dapat membentuk

akumulasi lipid, sel-sel darah, jaringan fibrous dan deposit kalsium yang kemudian lapisan
pada arteri koroner ikut mengalami perubahan. Selain itu, pada Aterosklerosis terjadi suatu

proses disfungsi endotel dan inflamasi kronis yang dapat melibatkan dinding vaskuler dan

sel-sel imun.(7) Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemik akibat kekurangan suplai darah

otot miokardium jantung. Iskemik dapat menyebabkan angina pektoris, merupakan

kemunculan nyeri yang memiliki karakteristik nyeri retrosternal Aterosklerosis ditandai

dengan lesi yang disebut atheroma (atheromathosa atau plak aterosklerotik).(8)

Prevalensi faktor risiko PJK berbeda pada seluruh etnis kelompok didunia. sesuai penelitian

yang dilakukan oleh Lembaga penelitian dan inovasi kesehatan dari beberapa universitas di

Australia, telah mengemukakan bahwa Tingkat hipertensi berada sekitar dua kali lebih besar

di Asia Selatan jika dibandingkan dengan populasi umum di London. Dalam studi Kolaborasi

Kohort Asia Pasifik, dapat mengungkapkan bahwa tekanan darah sistolik dan kolesterol total

lebih kuat terkait dengan risiko PJK di Asia dari pada wanita Kaukasia. khususnya, dalam

prediksi risiko PJK pada orang Asia. Oleh karena itu, Identifikasi PJK sangat penting untuk

perencanaan intervensi pencegahan.(9)

Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasi faktor-faktor resiko PJK diantaranya

adalah, herediter, usia, jenis kelamin, sosio ekonomi, letak geografi, makanan tinggi lemak

dan kalori, kurang mengkonsumsi serat dan buah-buahan, merokok, alkohol, kurang aktivitas

fisik, hipertensi, obesitas, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit arteri perifer, stroke dan

dislipidemia. faktor risiko PJK secara nasional belum ada.(5)(7)

Cardiovascular Diseases Statistic oleh European society of cardiology menyatakan bahwa

hipertensi, diabetes mellitus, dan dislipidemia merupakan faktor risiko utama terhadap

kejadian penyakit jantung koroner. Sedangkan faktor risiko lain yang dapat dicegah adalah

obesitas, merokok, aktifitas fisik yang kurang.(10) Dari semua faktor resiko lebih spesifik lagi,

dapat dikelompokkan oleh World Heart Federation yaitu faktor risiko PJK yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factor) adalah hipertensi, merokok, diabetes mellitus, kurang

aktivitas fisik, diet tidak sehat, dislipidemia dan obesitas, sedangkan non-modifiable risk

factor adalah umur, jenis kelamin dan riwayat keturunan.(11)

ACS dan beberapa subtipe stroke iskemik memiliki patofisiologi yang serupa, termasuk

peradangan dan perkembangan aterosklerosis. Sindrom koroner akut itu sendiri dapat

menjadi faktor risiko stroke akibat tromboemboli, atau fibrilasi atrium akibat iskemia, atau

stasis darah. Beberapa metode penilaian, termasuk GRACE (Global Registry of Acute

Coronary Events), TIMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction), dan PURSUIT (Platelet

glycoprotein IIb/IIIa in Unstable angina: Receptor Suppression Using Integrilin Therapy),

dikembangkan untuk menilai pasien ACS yang berisiko mengalami komplikasi sehingga

dapat dikelola secara efisien dan tepat waktu untuk mengurangi kecacatan. 

Pengetahuan gaya hidup sehat terhadap pencegahan kejadian penyakit jantung koroner sangat

penting untuk diketahui,(1) terutama berkaitan dengan gaya hidup sehat yang dapat

mengendalikan factor-faktor resiko penyakit kardiovaskuler, untuk menghindari kejadian

PJK. Dari berbagai penelitian telah dikemukakan terkait pengaruh relatif dari faktor-faktor

dalam penentuan kesehatan, sekitar 36-50% disebabkan oleh perilaku gaya hidup (6). Dalam

banyak penelitian menyarankan untuk menjalani gaya hidup sehat, diantaranya: rajin

berolahraga, menghindari penggunaan tembakau, mengomsumsi makanan buah-buahan dan

sayur-sayuran yang cukup, Hal ini akan membantu target WHO yang mana telah

mengumumkan untuk menurunkan kejadian PTM sekitar 25% pada tahun 2025(2)
DAFTAR PUSTAKA

1. LaCroix AZ., et al. Association of light physical activity measured by accelerometry

and incidence of coronary heart disease and cardiovascular disease in onlder women.

Jama network. 2019;101001:14-1.

2. World health organization. Cardiovaskular disease. 2017.

3. Siaturi LK, Kurniawati L. Pengaruh pektin terhadap penurunan ridiko penyakit

jantung koroner. Kedokteran unila. 2019;2313:167-162.

4. Kementrian kesehatan republik indonesia, badan penelitian dan pengembangan

kesehatan. Laporan nasional Riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018. Jakarta:

kemenkes indonesia;2018.

5. Ghani L, susilawati MD, Novriani H. Faktor resiko dominan penyakit jantung koroner

di indonesia. Buletin penelitian kesehatan. 2016; hml. 164-153.

6. Benson K., et al. Preventive medicine report. Population- level changes in lifestyle

risk factor for cardiovascular disease in the heart of new ulm project. 2019; hlm. 340-

332.

7. Pudji rusmono adi. Papdi: Pencegahan dan penyatalaksanaan ateroklerosis. Jakarta:

internapublishing; 2014. hlm. 1427-1437.

8. Kumar AV, Abul K, Abbas, jon CA. Robbins basis phatology (ed 9). Canada:

elsevier;2013.

9. Goh LGH., et al. Cardiovascular disease risk score prediction models for woman and

its applicability to asians. International journal of woman’s. 2014;2147(10):267-259.

10. Timmis A., et al. European society of cardiology: cardiovascular disease statistic

2017. European heart journal. 39 (7): 576-508.

11. Djafri D., et al. Efek modifikasi faktor modifiabel penyakit jantung koroner: e

hospital-based matched case control study. Jurnal andalans. 2017; 24 (7): 99-93.

Anda mungkin juga menyukai