Anda di halaman 1dari 7

Studi Fenomena

1. Mayoritas pasien CHF kurang informasi terhadap penyakitnya, akibatnya malas minum
obat atau merasa sudah sembuh. Masalah utama penyakit Gagal jantung adalah beresiko
mengalami kekambuhan yang disebabkan karena kurangnya perawatan diri. Sebagian
besar kekambuhan gagal jantung terjadi karena pasien tidak memenuhi terapi yang
dianjurkan, misalnya tidak melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, melanggar
pembatasan diet, tidak mematuhi tindak lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang
berlebihan, dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan
2. Penyakit jantung merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian di berbagai negara
di dunia
3. Banyaknya obat CHF dan lama sakit pasien, akan mempengaruhi kepatuhan minum obat
pasien
4. Rasio tenaga kesehatan di Indonesia dengan pasien sangat kecil sehingga nakes tidak
cukup waktu untuk mengedukasi
5. Desain sistem edukasi yang kurang mampu mendukung pengelolaan mandiri pasien.
6. Berdasarkan literatur, hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun
non-farmakologi.
7. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan tren peningkatan
penyakit jantung yakni 0,5% pada 2013 menjadi 1,5% pada 2018.
8. Peningkatan jumlah penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dari tahun 1980-2021
sebanyak 600 juta- 1 milyar orang
9. Peningkatan jumlah obesitas dari 14.8% menjadi 21.8%
10. Penderita DM meningkat lebih dari 50% pada 10 tahun terakhir
11. Manifestasi klinis penyakit ini tidak hanya sesak nafas, pembengkakan anggota tubuh dan
penurunan toleransi aktivitas sehari-hari terkait dengan sifat kronis penyakit ini, namun
juga berdampak negative terhadap faktor biologis, sosial, ekonomi dan psikologi
kehidupan (Sousa, et al, 2017) dan menguras sumber sistem layanan kesehatan (Hu Ye, et
al, 2020) tetapi juga menurunkan kualitas hidup pasien (Haji J et al, 2020)
12. Peningkatan mager, orang dewasa semakin banyak yang malas gerak/ malas olah raga
(fenomena konstuktivism)
13. Prognosis yang buruk, angka kematian yang tinggi dan seringnya pasien heart failure
dirawat kembali yang semuanya memberikan beban berat pada sistem layanan kesehatan,
sehingga penyakit ini menjadi masalah serius yang harus diselesaikan. (Kessing et al,
2017 & Ahmadi A, et al, 2014)
14. Bahkan penyakit jantung ini menjadi beban biaya terbesar. Berdasarkan data BPJS
Kesehatan pada 2021 pembiayaan kesehatan terbesar ada pada penyakit jantung sebesar
Rp.7,7 triliun.
15. Data epidemiologi gagal jantung menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar di dunia. Di negara di mana transplantasi jantung belum
dapat dilakukan, seperti di Indonesia, mortalitas gagal jantung meningkat signifikan.
[9,10]
16. Di seluruh dunia diperkirakan ada 64,3 juta penderita gagal jantung. Di Amerika Serikat
dan Kanada, prevalensi gagal jantung dilaporkan sebesar 1,5% hingga 1,9%. Di Eropa,
prevalensi gagal jantung dilaporkan sebesar 1-2% dari populasi.
17. Prevalensi gagal jantung jauh lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua. Prevalensi
dilaporkan mencapai 4,3% pada kelompok usia 65 hingga 70 tahun pada tahun 2012 dan
diproyeksikan meningkat hingga mencapai 8,5% pada tahun 2030.[9,10]
18. Angka mortalitas gagal jantung tetap tinggi meskipun diagnosis dan penanganan dini
semakin membaik. Data yang tersedia menunjukkan bahwa mortalitas akibat gagal
jantung mencapai 50% pada 5 tahun pertama.
19. Selain mortalitas, gagal jantung juga membatasi kapasitas aktivitas penderitanya,
menurunkan produktivitas, menghambat kemandirian, dan meningkatkan kebutuhan
rawat inap. Pasien juga sering mengalami sesak napas, insomnia, dan kecemasan terkait
kondisi kesehatannya.[9,10]
20. Penanda prognosis buruk gagal jantung mencakup ketidakseimbangan neurohormonal,
fraksi ejeksi rendah, aritmia ventrikel, penundaan konduksi intraventrikular, kapasitas
fungsional rendah, tekanan darah sistolik rendah, dan gagal ginjal, komplikasi saluran
pencernaan dan saluran pernafasan. Gagal jantung akan meningkatkan risiko komplikasi,
termasuk kejadian tromboemboli dan kematian. Selain itu bisa terjadi komplikasi
serangan akut: ADHF dan Infark Miokard akibat AF,
21. Mortalitas meningkat pada gagal jantung tahap lanjut. Penurunan fraksi ejeksi ventrikel
kiri yang signifikan, terlebih bila tidak berespon terhadap pengobatan, juga menandakan
prognosis yang kurang baik.[1,2]
22. Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika
disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.1 Prevalensi dari gagal jantung sendiri
semakin meningkat karena pasien yang mengalami kerusakan jantung yang bersifat akut
dapat berlanjut menjadi gagal jantung kronik. World Health Organization (WHO)
menggambarkan bahwa meningkatnya jumlah penyakit gagal jantung di dunia, termasuk
Asia diakibatkan oleh meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan
diabetes. Angka kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya
usia.2,3 Menurut studi yang dilakukan Framingham, insiden tahunan pada laki–laki
dengan gagal jantung (per 1000 kejadian) meningkat dari 3 pada usia 50 - 59 tahun
menjadi 27 pada usia 80 – 89 tahun, sementara wanita memiliki insiden gagal jantung
yang relatif lebih rendah dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih rendah)
(Pedoman tatalaksana gagal jantung. 2020. Kelompok kerja gagal jantung dan
kardiometabolik. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.Edisi kedua
23. Berdasarkan Global Burden of Desease dan Institute for Health Metrics and Evaluation
(IHME) 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
24. Dikatakan Direktur Eva, untuk mengatasi masalah penyakit jantung juga dilakukan
melalui regulasi Permenkes nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit
Tidak Menular (PTM).Dalam Permenkes tersebut tertuang penanggulangan PTM
dilakukan melalui promosi kesehatan dengan mengubah perilaku dan pemberdayaan
masyarakat, deteksi dini dengan mengidentifikasi dan intervensi sejak dini faktor risiko
PTM

25. 2023-01-03 16:18:24


26. Gagal jantung telah menjadi masalah utama di bidang kardiologi dikarenakan
peningkatan prevalensi dimana pasien gagal jantung mengalami readmisi (Lin et al.,
2022). Faktor yang mempengaruhi rawat inap ulang pasien gagal jantung adalah
ketidakpatuhan terapi, ketidakpatuhan terhadap cairan dan ketidakpatuhan terhadap diet
(Majid, 2012). Kepatuhan pengobatan, kontrol diet (pembatasan cairan) dan
penimbangan berat badan menjadi bagian manajemen perawatan diri. PERKI (2020)
memaparkan manajemen perawatan diri pada gagal jantung terdiri dari ketaatan pasien
berobat, pemantauan berat badan, asupan cairan, latihan fisik. Dampak ketidakpatuhan
dan ketidakmampuan penderita mengenai manajemen perawatan diri di rumah
berdampak pada munculnya komplikasi dan peluang readmisi. (Hsu et al., 2021).
27. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi gagal jantung di Jawa
Timur yang didiagnosis dokter adalah sebesar 1,6% dari keseluruhan kasus di Indonesia
atau sekitar 16.277 penduduk (Riskesdas, 2018). Data (Riset Kesehatan Dasar, 2018)
menunjukkan bahwa prevalensi gagal jantung kongestif diIndonesia adalah 1.017.290.
orang dari segala usia, dan prevalensi gagal jantung kongestif di Jawa Timur sebanyak
151.878 orang. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa prevalensi
CHF di Indonesia sejumlah 0,3% dari total penduduk Indonesia. Kota Yogyakarta sendiri
menduduki urutan pertama dengan angka gagal jantung sebesar 0,25%, Jawa Timur
sejumlah 0,19%, dan Jawa Tengah menduduki urutan ke tiga sejumlah 0,18%. Saya
melihat kasus gagal jantung kongestif meningkat setiap tahun khususnya di Jawa Timur,
kemudian kasus ini tersebar di berbagai daerah khususnya di Kabupaten Jember.
Prevalensi penderita gagal jantung di RSUD Bangil kabupaten Pasuruan tercatat
sebanyak 1434 pasien dalam rentang Januari sampai Desember 2021. Tahun 2022 pada
trimester II sebanyak 1935 pasien. Penelitian telah menunjukkan bahwa 50-80% pasien
gagal jantung tidak terlibat perilaku perawatan diri (self-care behaviours) terkait kontrol
diet, penimbangan harian, olahraga teratur, pemantauan gejala bahkan 12% tidak minum
obat seperti yang ditentukan (Hsu et al., 2021). Joselyn Chew memaparkan bahwa
kepatuhan perawatan diri (self-care) penderita gagal jantung bernilai buruk dimana rerata
tingkat kepatuhan kurang dari 50% (Chew et al., 2021).
28. Manajemen perawatan diri (self-care management) terkait gagal jantung sendiri meliputi
kepatuhan pengobatan, kontrol diet (pembatasan cairan, natrium, dan alkohol), olahraga
serta penimbangan berat badan setiap hari (Hsu et al., 2021). Adanya self-
care management yang baik maka pasien gagal jantung akan mempunyai motivasi dalam
penanganan penyakitnya (Hasanpour-Dehkordi et al., 2016). Perawat mempunyai peran
dan kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan yang
baik di rumah sakit. Perawat melakukan atensi intensif yang berfokus pada strategi
perilaku, seperti pengaturan diri (self-regulation) dimana diperlukan untuk meningkatkan
perilaku perawatan diri pasien (Hsu et al., 2021).
29. Clark dan Janz menyimpulkan bahwa pengaturan diri (self-regulation) adalah suatu
model pembelajaran berdasarkan teori kognisi sosial untuk mempromosikan perubahan
perilaku pasien (Hsu et al., 2021). Penelitian menunjukkan bahwa intervensi yang
menerapkan pengaturan diri (self-regulation) sebagai proses efektif dalam
meningkatkan monitoring akan gejala klinis, fungsi fisik, ambulasi dan penurunan berat
badan, meningkatkan aktivitas fisik dan kapasitas latihan, mengurangi readmisi penderita
gagal jantung (Clark et al. dalam Hsu, 2009).
30. Penulis: Shafaat Pranata, S.Kep., Ns
31. Dalam kebanyakan kasus yang diteliti, kualitas hidup yang buruk pada pasien CHF
berasal dari gejala fisik dan psikologis penyakit serta kendala sosial di banyak bidang
seperti pekerjaan dan keluarga (Auld JP, Mudd Jo, 2018 & Dunderdalle K, 2005)
32.

Nah dari Studi diatas… peneliti ingin memotret kualitas hidup dari sudut pandang

spiritual juga

DAPUS

9. Groenewegen A, Rutten FH, Mosterd A, Hoes AW. Epidemiology of heart failure. Eur J Heart
Fail 2020;22:1342–56. https://doi.org/10.1002/ejhf.1858.
10. Roger VL. Epidemiology of Heart Failure: A Contemporary Perspective. Circ Res
2021;128:1421–34. https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.121.318172.
1. Heidenreich PA, Bozkurt B, Aguilar D, Allen LA, Byun JJ, Colvin MM, et al. 2022
AHA/ACC/HFSA Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Joint Committee on Clinical Practice
Guidelines. J Am Coll Cardiol 2022;79:e263–421. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2021.12.012.
2. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M, et al. 2021 ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur Heart J
2021;42:3599–726. https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehab368.
20. Kuo K, Yang Y-X, Zhang Y-R, Chen S-D, Huang S-Y, Wu B-S, et al. Investigating causal
relations between heart failure and Alzheimer’s disease: A two-sample Mendelian randomization
study. Brain Disord 2022;7:100047. https://doi.org/10.1016/j.dscb.2022.100047.
24. Canepa M, Fonseca C, Chioncel O, Laroche C, Crespo-Leiro MG, Coats AJS, et al.
Performance of Prognostic Risk Scores in Chronic Heart Failure Patients Enrolled in the
European Society of Cardiology Heart Failure Long-Term Registry. JACC Hear Fail. 2018
Jun;6(6):452–62. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2213177918301239

Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. 2022.


https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220929/0541166/
penyakit-jantung-penyebab-utama-kematian-kemenkes-perkuat-layanan-
primer/ di adop 13 September 2023

List Fakta dan harapan

No Fakta Harapan
1 Perilaku perawatan diri pasien Perilaku perawatan diri pasien CHF adekuat
CHF kurang tepat
- Rendahnya kepatuhan
minum obat pasien
(Masalah)
- Kurangnya informasi
tentang diit pasien
- Tingginya angka
readmisi CHF
- Kurang optimalnya
discharge planning
pasien CHF

Pengaruh holistic discharge planning terhadap penurunan angka readmissi pasien CHF
di RS Perkebunan Jember Klinik agriculture
Discharge planning :
Mulai dari RS…. Coaching di rumah, Faktor dirumah (bio psiko, sosio, spiritual)
Kajian FINER (Analisa kemungkinan masalah perlu diteliti)
1. Feasible (kemampulaksanaan) pikiran, uang : laborat/ pemeriksaan penunjang, dan
waktu
a. Jumlah sampel pasien CHF banyak
b. Dana yang digunakan relatif terjangkau
c. Penelitian menggunakan intervensi yang mudah dilakukan yaitu dengan edukasi
d. Waktu yang dilakukan singkat
e. Tidak memerlukan alat yang khusus dalam penelitian
2. Interesting (menarik)
a. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan edukasi, pelatihan keterampilan dirumah
yang komprehensif dengan mengkombinasikan sisi spiritual / kesejahteraan
b. Peneliti tertarik untuk mengembangkan metode Congestive heart failure self
management education
3. Novel (kebaruan)
a. Melengkapi penemuan sebelumnya, Bedone opo? Ga ada spiritualnya,
holistiknya ga ada
b. Menemukan sesuatu yang baru:
1) berpusat pada pasien dan melibatkan keluarga dalam penelitian,
2) metode edukasi tidak hanya ceramah, diskusi dan tanya jawab tetapi ada
prakteknya, metode dengan menggunakan booklet,
3) follow up setelah edukasi dengan video call melalui media whats app,
membentuk grup WA
4) melibatkan ahli gizi dalam memberikan penyuluhan

4. Etik
Penelitian tidak bertentangan dengan etik
5. Relevan
Penelitian sangat relevan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Relevan
untuk tatalaksana pasien CHF. Bisa diterapkan dalam keperawatan di komunitas, klinik
atau di rumah sakit… Harus berhubungan dengan keperawatan…..

Anda mungkin juga menyukai