Anda di halaman 1dari 20

Spektrum Penyakit Kardiovaskuler

Fokus : Hipertensi dan Sindroma Koroner Akut

Prof. DR.dr.H.Idris Idham, SpJP (K) FIHA, FESC, FACC


Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Jantung Harapan Kita
Dibacakan Pada Acara Pelantikan Pengurus PERKI Cabang Mataram
14 Januari 2005

0
Mataram

Spektrum Penyakit Kardiovaskuler


Fokus : Hipertensi dan Sindroma Koroner Akut

Prof. DR.dr.H.Idris Idham, SpJP (K) FIHA, FESC, FACC


Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Jantung Harapan Kita

BAB I
Pendahuluan

Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang vital berupa anyaman
otot yang berongga. Ukurannya kira-kira sebesar tinju masing-masing
pemiliknya. Jantung secara anatomis terdiri dari empat ruang, dua serambi dan
dua bilik, yaitu serambi kiri , bilik kiri, serambi kanan dan bilik kanan. Di
dalamnya terdapat empat buah klep (katup). Dua katup yang menghubungkan
serambi dan bilik. Katup mitral menghubungkan serambi kiri dengan bilik kiri,
katup trikuspid menghubungkan serambi kanan dengan bilik kanan. Dua katup
lainnya terdiri atas katup aorta yang mengatur darah keluar dari jantung kiri untuk
beredar keseluruh tubuh dan katup pulmonal yang mengatur darah dari jantung
kanan keparu-paru untuk diperkaya dengan oksigen sebelum kembali
keserambi kiri sebagai darah yang kaya oksigen untuk kemudian dipompakan
lagi keseluruh tubuh.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada 3 dekade yang lalu, berdasarkan


hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) I Departemen Kesehatan tahun

1
1972 masih menduduki urutan ke-11 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Posisi ini terus beranjak keurutan ke-3 pada SKRT II 1986. Seterusnya menjadi
posisi ke-2 pada SKRT III tahun 1992. Setelah hampir 30 tahun PJK sudah
bertengger pada posisi teratas sebagai penyebab kematian, sama dengan
negara industri maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
PJK yang dikenal dengan simptom angina pektoris yaitu semacam rasa
tidak enak didada atau struktur anatomis disekitarnya yang disebabkan karena
iskemi miokard sebagai akibat aterosklerosis yaitu terbentuknya bercak-bercak
lemak yang tidak beraturan pada intima pembuluh darah koroner.
Aterosklerosis berbeda dengan arteriosklerosis dimana terjadi kelainan
pada jaringan arteri sehingga dinding arteri menjadi keras dan kaku. Sedangkan
aterosklerosis adalah suatu penyakit dari lapisan otot arteri yang berkembang
perlahan-lahan, dimana lapisan dalam arteri menjadi tebal dengan adanya
penimbunan lemak dan jaringan fibrosa. Arteri yang paling sering terlibat adalah
pembuluh koroner dan serebral yang dapat mengakibatkan terjadinya infark
miokard dan infark serebri (stroke).
Sebagai akibat dari infark miokard dan stroke serta komplikasi-komplikasi
lainnya, aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara industri
maju. Di AS lebih dari separuh kematian pertahun disebabkan oleh
aterosklerosis. Walaupun sudah lama diketahui, dan tanda patologisnya sudah
dikenal lebih seabad yang lalu namun patogenesis sebagian besar belum
terungkap secara jelas.
Makalah ini akan membicarakan jenis penyakit jantung yang difokuskaan
membahas tentang hipertensi dan sindroma koroner akut.

2
BAB II
Spektrum Penyakit Kardiovaskuler

Apakah Penyakit Jantung Itu ?


Penyakit jantung yaitu semua jenis penyakit yang dapat terjadi pada semua
bagian jantung dan pembuluh darah yang berhubungan dengan jantung. Oleh
karena itu dikenal banyak sekali jenis penyakit jantung.

Jenis-Jenis Penyakit Jantung


Secara garis besar penyakit jantung terdiri atas :
I . Penyakit Jantung Bawaan
II. Penyakit Jantung didapat
I. Penyakit Jantung bawaan dapat berupa cacat sekat bilik (VSD), cacat
sekat serambi (ASD), PDA, TOF, TGA, dan dapat pula kombinasi dari
bebagai kelainan. Jenis penyakit jantung ini ditemukan sejak lahir,
bahkan sudah ada sejak dalam kandungan.
II. Penyakit Jantung Didapat, antara lain :
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Penyakit Jantung Rematik
c. Penyakit Jantung Paru-paru
d. Penyakit Jantung Hypertensi
e. Kardiomyopati
f. dan lain - lain
Jenis-jenis Penyakit Jantung ini didapat setelah lahir, pada waktu lahir
jantung tidak ada kelainan. Dari berbagai penyakit jantung diatas penyakit
jantung koroner merupakan penyakit jantung yang paling ditakuti dan paling
dikenal oleh masyarakat. Karena sering penderita penyakit jantung ini
diberitakan di media massa, terutama bila yang terkena adalah orang terkenal .

3
EPIDEMIOLOGI FAKTOR RESIKO
Dengan memeriksa mereka yang terkena aterosklerosis kita dapat juga
mempelajari sesuatu tentang patogenesis dari aterosklerosis. Sudah lama
diketahui misalnya, secara klinis kejadian ateroklerosis paling tinggi terjadi pada
masyarakat yang mengkonsumsi daging, dan sangat rendah pada populasi
dengan diet rendah lemak. Perbedaan geografis lain yang menarik, terbukti
misalnya angka kematian akibat PJK lebih rendah pada orang Jepang dari pada
di Amerika Serikat, hal ini mungkin berhubungan dengan perbedaan diet .
Namun demikian, untuk orang orang Jepang yang pindah ke AS dan mengikuti
diet dan gaya hidup Amerika akan menunjukan peningkatan kematian akibat PJK
.
Beberapa studi epidemiologis di AS dan Eropa telah memberikan banyak
informasi tentang kebiasaan dan sifat sifat yang berhubungan dengan
aterosklerosis dan penyakit jantung iskemi. Salah satu di antaranya adalah
Framingham Heart Study, dimana penduduk dari kota Massachussett telah
diteliti selama beberapa dekade untuk menentukan hubungan antara faktor-
faktor resiko tertentu dengan kejadian PJK. Studi ini dan beberapa studi lain
telah menentukan empat faktor resiko yang dapat dimodifikasi yang dapat
menyebabkan aterosklerosis, yaitu hiperlipidemi, hipertensi, merokok dan
diabetes mellitus. Ada pula beberapa faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi
(non modifiable risk factors) telah pula ditentukan, antara lain meningkatnya
umur, jenis kelamin laki-laki dan riwayat PJK pada umur muda.
Di samping itu dikenal pula beberapa faktor resiko minor seperti obesitas,
sedentary life style dan stres psikologis. Telah terbukti dari banyak penelitian
bahwa makin banyak faktor resiko yang terdapat pada seseorang akan
mempercepat terjadinya proses aterosklerosis, yang dapat bermuara pada infark
miokard dan / atau stroke.

4
BAB III
HIPERTENSI

Hasil survai INA-MONICA (Multinational Monitoring of Trends and


Determinants in Cardiovascular Disease) Jakarta tahun 1988, angka hipertensi 14.9
% (laki-laki 13.6 %, wanita 16.0 %). Jumlah penderita hipertensi terus meningkat,
dimana INA-MONICA Jakarta 1993, angka hipertensi 16.9 % (laki-laki 16.5 %,
wanita 17%).
Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15 %, terendah di Baliem
Valley, Irian Jaya sebesar 0.6 %, tertinggi di Silungkang, Sumatera Barat sebesar
19.4 %.
Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) menyebabkan kerusakan organ
tubuh, disebut organ target hipertensi, seperti otak, jantung, ginjal, mata dan
pembuluh darah. Hasil studi jangka panjang dari Framingham selama 20 tahun,
terlihat hubungan semakin tinggi tekanan darah semakin besar risiko menderita
penyakit jantung koroner, stroke dan gagal jantung kongestif (GJK).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk penyakit
jantung koroner, kejadian stroke, gagal ginjal kronis dan gagal jantung kongestif.
Tujuan pengobatan hipertensi bukanlah sekedar untuk menurunkan tekanan
darah, melainkan menurunkan seluruh kerusakan organ target . Untuk mencapai
penurunan morbiditas dan mortalitas yang optimal terhadap penyakit - penyakit
yang berkaitan dengan hipertensi, maka harus dipikirkan pengaruh pemberian
terapi antihipertensi terhadap patogenesa kerusakan masing-masing organ
target.

DEFINISI DAN KLASIFIKASI TEKANAN DARAH

5
The JNC VII 2003 dan WHO-ISH 1999 telah memperbaharui klasifikasi,
definisi , serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.

STRATIFIKASI FAKTOR RISIKO KARDIOVASKULER & KERUSAKAN


ORGAN TARGET
Stratifikasi risiko terhadap prognostik jangka panjang terlihat bahwa JNC
VII memasukkan faktor-faktor risiko kardiovaskular mayor, kerusakan organ
target, serta keadaan klinis penyerta sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis. Waktu terapi antihipertensi harus diberikan, ditentukan oleh stratifikasi
risiko penderita hipertensi.

6
Faktor risiko kardiovaskuler yang perlu dinilai sebagaimana terlihat pada
Tabel dibawah tergolong pada yang dapat diubah (dimodifikasi) dan yang tidak
mungkin diubah. Tentunya hanya faktor risiko yang dapat diubah yang bisa
dikendalikan.
Faktor Risiko utama yang dapat dimodifikasi: Hipertensi, Merokok,
Obesitas (BMI>30), inaktifitas fisik, Dislipidemia, Diabetes melitus, dan
Mikroalbuminuria (GFR < 60 ml/min.
Faktor Risiko utama yang tidak dapat dimodifikasi: Umur (Pria > 55 th,
wanita >65 th), Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular prematur (pria
<55 th, wanita < 65 th).
Perlu dilakukan pula evaluasl terhadap ada tidaknya kerusakan organ
target akibat dari hipertensi serta manifestasi klinis yang mungkin timbul seperti:
Penyakit Jantung, stroke atau TIA, Penyakit Ginjal Kronik, Penyakit Arteri Perifer,
Retinopati.

PEMERIKSAAN PADA HIPERTENSI


1. Riwayat Penyakit
Lama dan klasifkasl hipertensi
Pola hidup
Faktor-faktor resiko kelainan kardiovaskuler
Riwayat penyakit kardiovaskular
Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
Target organ damage
Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah minimal 2x selang 2 menit
Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
Tinggi badan dan berat badan
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan leher, jantung, paru, abdomen & ekstremitas

7
Refleks saraf
3. Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisa
Darah : platelet, fibrinogen
Bokimia : potassium, sodium, creatinine, GDS, lipid profile, asam urat
4. Pemeriksaan Tambahan
Foto rontgen dada
EKG 12 lead
Mikroalbuminuria
Ekokardiografi

PENATALAKSANAAN
Jika modlfikasl gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat
yang diinginkan, terapi farmakologis harus diberikan. Pemilihan terapi
antihipertensi lebih dianjurkan secara individual berdasar pada patofisiologi,
hemodinamik, kerusakan organ target adarrya penyakit penyerta, demografik,
efek samping obat, kepatuhan terhadap regimen pengobatan dan biaya
pengobatan.

Target tekanan darah yang harus dicapai: (mmHg)


- Hipertensi tanpa komplikasi < 140 / 90
- DM, Pernyakit Ginjal < 130 / 80
- Proteinuria (> 1 gr / 24 Jam) <125 / 75
- Aortic dissection < 120 / 80

Prinsip - prinsip pemilihan obat hipertensi:


Gaburgan antara obat-obat yang bekerja dengan target utama sistem
renin angiotensin (ACEI/ARB, -blocker) dikombinasikan dengan obat-obat
yang dapat digunakan pada low renin states (diuretic, CCB)
Pada triple drug digunakan:

8
Vasodilator (ACEI/ARB, CCB)
+
Antiadrenergik (-blocker, centrally active sympatolytic)
+
diuretic (Loop diuretics)

BAB IV
Manajemen Sindrom Koroner Akut
di Unit Gawat Darurat

Penyakit jantung sudah sejak lama merupakan penyebab kematian nomor


satu di negara-negara maju. Di Indonesia penyakit ini sejak bertahun-tahun telah
menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian sesuai laporan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen kesehatan. Penyakit jantung
koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang utama sebagai penyebab
kematian yang diakibatkan oleh penyakit jantung.
Penyakit jantung koroner (PJK) antara lain dapat berupa penyakit jantung
iskemi karena penyempitan pembuluh darah koroner, serangan jantung
mendadak atau istilah akademisnya infark miokard akut dan dapat pula berupa
kematian jantung mendadak (Sudden Cardiac death).
Di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun lebih dari satu juta orang
mengalami serangan jantung, separuhnya mengalami kematian pada jam-jam
pertama setelah adanya gejala. Setengah juta dari yang mengalami serangan
jantung ini berhasil mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dan
dirawat di unit perawatan koroner intensif (ICCU) atau di sebut juga Unit
perawatan kardiovaskuler Intensif (Cardio Vascular Care Unit), seperti di Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita.
Dilaporkan pula bahwa angka kematian di Rumah Sakit (RS) sekitar 15%,
biasanya akibat kematian (necrose) otot jantung yang luas. Sebanyak kira-kira
425.000 dari pasien yang dirawat ini berhasil meninggalkan RS dan kira-kira

9
10% (42.000) dari jumlah ini meninggal setelah satu tahun kemudian. Amerika
Serikat mengeluarkan biaya sebanyak 60 milyar dollar atau kira-kira Rp. 10.000
x 60.000.000.000 = Rp.600.000.000.000.000, sejumlah 600 trilyun rupiah setiap
tahunnya untuk biaya pengobatan, hilangnya produktivitas dan penghasilan.
Mengingat hal di atas sangatlah penting untuk mengetahui apa itu
serangan jantung, pengenalan dini dan bagaimana pertolongannya sehingga
dengan demikian diharapkan agar angka kematian akibat serangan jantung akan
menurun. Apalagi semua orang ada kemungkinan untuk terkena serangan
jantung. Terutama anda yang memiliki banyak faktor resiko koroner yang menjadi
penyebab terjadinya PJK.
Penyakit Jantung Koroner atau Penyakit Jantung Iskemia merupakan
suatu kondisi dengan spektum yang luas mulai dari yang asimtomatis, silent
ischemia, exercise ischemia, angina pektoris tidak stabil , Infark Miokard Akut
(IMA) sampai kematian jantung mendadak (Sudden Cardiac Death) . Sindroma
Koroner Akut (SKA) secara klasik merupakan suatu penyakit yang heterogen,
dengan manifestasi klinis yang luas. Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah
keadaan klinis yang meliputi angina tak stabil, infark miokard akut (IMA) dengan
gelombang Q ataupun tanpa gelombang Q (Non Q wave MCI atau Q Wave MCI).
Konsep penyebab SKA adalah plak koroner yang aktif, yang menyebabkan
timbulnya inflamasi dan pembentukan trombus.
Penanganan penderita-penderita yang datang ke Unit Gawat Darurat
(UGD) dengan keluhan nyeri dada yang dicurigai akibat Sindrom Koroner Akut
(SKA) sampai saat ini masih merupakan permasalahan yang berkepanjangan.
Hal ini disebabkan karena hanya kurang dari 30% dari semua penderita yang
masuk UGD dengan nyeri dada yang dikira akibat iskemi miokard itu yang
secara pasti didiagnosa sebagai SKA. Sekitar 8% dapat didiagnosa sebagai
infark miokard akut (IMA) dari keluhan dan gambaran elektrokardiogram (EKG)
waktu masuk. Lebih 40% kunjungan ini merupakan pemborosan biaya yang tidak
sedikit. Mereka akhirnya dipulangkan, karena bukan penderita SKA. Disamping
itu, sebagai akibat dari kurang sempurnanya strategi penanganan penderita yang
masuk UGD, menyebabkan, 2-10% penderita dengan IMA secara tidak sengaja

10
dipulangkan dari UGD. Demikian juga penderita dengan Angina Pectoris Tidak
Stabil (APTS) yang selanjutnya dapat mengalami komplikasi iskemi banyak yang
dipulangkan. Penderita ini mempunyai mortalitas dua kali lipat bila dibandingkan
dengan yang didiagnosa secara benar pada saat kunjungan pertama.
Kekurang telitian dalam diagnosa dan penanganan penderita yang datang
ke UGD dengan nyeri dada yang diperkirakan akibat SKA ini disamping
merupakan pemborosan biaya juga sering berujung di pengadilan akibat tuntutan
yang diajukan, ini terutama untuk penderita IMA yang dipulangkan dari UGD. Di
Amerika Serikat, klaim atas kekeliruan diagnosa ini mencapai jutaan dollar
terhadap UGD sebagai suatu "Malpractice Claim". Kenyataan tersebut diatas
menyebabkan SKA saat ini merupakan tantangan bagi dokter yang bertugas di
UGD.
Secara umum dokter emergensi bertanggung jawab untuk pengenalan
dini SKA pada semua penderita-penderita dengan nyeri dada yang datang ke
UGD, memilah-milah apakah penderita perlu perawatan dan konsultasi dengan
kardiologis atau spesialis Iainnya, serta menuliskan resep untuk terapi awal.

TRIAGE AWAL DI UGD


Untuk menghindari kekeliruan diagnosa yang berakibat pada pemborosan
biaya dan menghindari tuntutan pengadilan, disamping ketelitian dari dokter
UGD, juga dituntut secara cermat kemampuan mengidentifikasi penderita,
sehingga tidak terjadi pemulangan penderita IMA dan perawatan penderita yang
sebenarnya bisa dipulangkan.
Pemilahan penderita-penderita sedini mungkin sejak awal penderita
datang ke UGD mengimplementasikan prinsip triage kegawatan, yaitu dengan
mengelompokkan penderita yang termasuk emergensi, urgensi dan penderita
biasa yang tidak memerlukan perhatian khusus. Hal ini identik dengan tingkat
kegawatan penderita, ada yang termasuk penderita dengan risiko tinggi, sedang
dan ringan.
Penderita emergensi dengan evaluasi positif segera dirawat dengan
penanganan lebih lanjut. Untuk penderita dengan risiko sedang, yang termasuk

11
dalam kelompok penderita urgensi, dilakukan observasi selama 6 jam dengan
evaluasi EKG berkala. Bila mungkin dengan monitor dan pemeriksaan petanda
cedera sel miokard seperti enzim CKMB, mioglobin dan troponin jantung.
Sedangkan untuk penderita dengan risiko rendah dapat dilakukan Uji Latih
Jantung dengan Beban (ULJB) segera. Bila hasil ULJB negatif penderita dapat
dipulangkan.

PENDEKATAN STRATEGIS PENANGANAN SKA


Strategi dasar yang digunakan untuk triage awal bagi penderita yang
masuk UGD dengan nyeri dada akibat SKA, merupakan penderita gawat untuk
meniadakan kemungkinan IMA, antara lain: gejala klinis, gambaran EKG serial,
petanda cedera sel miokard. Pada beberapa center dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk memastikan ada tidaknya SKA. Test tambahan tersebut antara
lain ULJB, dapat dengan treadmill atau ergocycle, ekokardiografi dan nuklir
imaging. Test ini dapat berada di dalam UGD atau di ruangan yang khusus
disediakan untuk itu yang terletak tidak jauh dari UGD. Dengan konsep diatas
diharapkan dapat mencegah dipulangkannya penderita-penderita IMA dan
mengurangi biaya perawatan bagi penderita yang tidak perlu dirawat.
Pendekatan secara sistimatik penderita SKA dapat membantu dokter yang
bertugas di UGD dalam penanganan penderita nyeri dada dapat dilihat pada
diagram 1.
Diagram 1. Rekomendasi strategi pada SKA

12
Dlkutip derI: European Heart Journal, 21 September 2000
Evaluasi penderita-penderita yang datang ke UGD dengan nyeri dada
yang diduga akibat SKA biasanya menghabiskan banyak biaya dan mahal
sementara sebagian besar penderita yang datang ke UGD tidak menderita SKA.
Stratifikasi risiko dilaksanakan di UGD dengan tujuan utama yaitu
mengidentifikasi penderita, memilah-milah keadaan yang mengancam seperti
penderita dengan IMA dan APTS. Pendekatan sistematis ini dapat dilihat pada
diagram 2.
Diagram 2. Algoritma diagnostik penderita nyeri dada

13
Patients with a history of CAD and atypical chest pain who have a normal
ECG may be candidates for IETT ( Immediate Exercise Treadmill Test)
Dikutip dari: American Journal of Cardiology 2000; 85: 40B-48B
Pendekatan tradisional untuk menilai penderita nyeri dada akibat SKA
meliputi tiga penilaian antara lain:

a. Gejala klinis SKA


Pengalaman selama dua dekade telah menunjukkan bahwa penderita
dengan risiko rendah telah dapat dikenal pada saat datang di UGD dari keluhan,
penilaian klinis dan pemeriksaan EKG 12 sandapan, termasuk anamnesa yang
cermat, pemeriksaan fisik dengan memperhatikan kemungkinan adanya penyakit

14
jantung katup (stenosis aorta) kardiomiopati, gagal jantung dan penyakit paru.
Evaluasi penderita dengan nyeri dada memerlukan strategi yang khusus karena
konsekuensi potensial terhadap penderita, dokter dan biaya yang harus
dikeluarkan. Gejala utama penderita dengan SKA adalah nyeri dada. Pada
penderita dengan AP15 dapat dipakai klasifikasi Braunwald (lihat diagram 3)
untuk menentukan kelompok risiko. Klarifikasi empiris ini didasarkan pada
severitas dan lamanya nyeri dada sesuai dengan patogenesis iskemia miokard
dan telah diuji oleh beberapa studi prospektif. Penderita dengan APTS pada saat
istirahat (kelas 111) telah dibuktikan mempunyai risiko tertinggi even kardiak (11
% dirumah sakit). Bagaimanapun juga penilaian gejala klinis saja tidak cukup
untuk stratifikasi, karena gejala klinis dapat menimbulkan salah interpretasi.
Diagram 3. Klasiflkasl APTS menurut Braunwald

Dikutip dari: The American Journal of Cardiology, Vol 86 (12B). December 28.
2000

b. Elektrokardiografi pada SKA


Elektrokardiografi harus segera dikerjakan dan juga monitor EKG untuk
mendeteksi aritmia. Monitoring EKG multilead direkomendasikan jika penderita
mengalami episode baru nyeri dada, EKG saat itu harus diamati dan
dibandingkan dengan EKG pada saat gejala hilang secara spontan atau setelah
pemberian nitrat. Perbandingan dengan EKG sebelumnya sangat berharga,
khususnya jika penderita sudah mempunyai kelainan patologis seperti hipertrofi
ventrikel kiri. Untuk penderita-penderita yang diduga menderita SKA yang datang

15
dengan nyeri dada ke UGD, saat datang telah dapat dilakukan triage EKG, yang
terdiri atas penderita dengan; ST segmen elevasi, ST seginen depresi dan EKG
normal. Atas dasar triage EKG ini dapat ditentukan strategi penanganan SKA
selanjutnya. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.
Diagram 4. Pendekatan strategic petanda cedera miokard

Patients at low risk for acute coronary syndrome by clinical criteria may
be candidates for functional testing or imaging after a single set of
negative injury markers is obtained.
Dikutip dari: American Journal of Cardiology 2000; 85: 408-488

EKG merupakan alat evaluasi praktis untuk evaluasi perangai listrik


jantung. Kemampuan untuk melakukan dan menginterpretasikan EKG

16
merupakan ketrampilan yang esensial bagi semua perawat dan tenaga medis
lainnya. Kelompok studi RISC telah mengamati beberapa perubahan segmen ST
pada scat istirahat penderita yang datang dengan nyeri dada yang menunjukkan
kearah APIS atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST. Adanya elevasi dan
depresi yang menetap menunjukkan risiko tertinggi infark miokard terhadap
kematian selama follow up 1 tahun, sedangkan tidak adanya perubahan segmen
ST menunjukkan prognosis yang lebih baik.
Menurut definisi dari populasi penelitian (yaitu penderita dengan evaluasi
nyeri dada raja, APTS saja atau SKA), EKG scat datang mungkin normal pada
26 - 60% penderita dengan nyeri dada. Pada keadaan ini adanya iskemia
transien dalam monitoring EKG mempunyai nilai yang penting dalam stratifikasi
risiko.

c. Petanda biokimia cedera miokard


Identifikasi dial pada penderita SKA difokuskan pada petanda cedera sel
miokard, seperti CK - MB, myoglobin, dan troponin jantung. Meskipun banyak
petanda ini mempunyai predictive value yang independen untuk komplikasi
kardiovaskular, biasanya petanda ini tidak digunakan secara umum untuk
mengidentifikasi penderita risiko rendah dimana penderita seperti ini dapat di-
pulangkan.
Selama lebih dari 20 tahun isoenzim CK-MB merupakan gold standard
untuk mengidentifikasi nekrosis miokard. Tetapi CK - MB tidak hanya abnormal
pada nekrosis dan memerlukan pemeriksaan berulang untuk memastikan
diagnosis. Sehingga CK - MB terbatas untuk triage cepat di emergensi. CK - MB
juga lemah dalam memprediksi outcome jangka panjang, sebagai contoh
penderita dengan non-Q biasanya mempunyai CK - MB yang rendah, tapi tinggi
angka iskemia rekuren. Keterbatasan ini membuat orang ke alternatif lainnya,
termasuk troponin T (TnT). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
peningkatan TnT pada APTS menunjukkan angka morbiditas yang lebih tinggi.
Kompleks troponin dibentuk oleh tiga protein yang berbeda (troponin 1, C
dan T) dan terdapat pada filamen tipis pada aparatus kontraktil pada otot skletal

17
dan jantung. Sehingga deteksi troponin T dan I hanya terdapat pada miosit
jantung. Sehingga deteksi troponin T clan I spesifik untuk kerusakan miokard,
sehingga dapat menjadi "gold standard". Jika pada penggunaan CK - MB banyak
terjadi positif palsu, seperti pada trauma otot skeletal, pads troponin hal ini tidak
terjadi. Pada penderita IMA peningkatan troponin pertama-tama akan terjadi
setelah 3 - 4 jam karena pelepasan dari sitosal dan menetap selama 3 minggu
yang disebabkan proteolisis pada aparat kontraktil.

MANAJEMEN SKA DI EMERGENSI


Pada penanganan iskemi terpadu pada SKA semua penderita dapat diberi
aspirin terkecuali penderita yang hipersensitif terhadap aspirin. Untuk penderita
ini dapat diberikan Clopidogrel. Heparin dengan berat molekul rendah juga
direkomendasikan untuk pemberian 2-3 hari selama di rumah sakit. Untuk
penderita dengan tanda-tanda iskemi dan IMA dapat diberikan penyekat beta
(Beta Blocker) bila tidak ada kontraindikasi.
Golongan penghambat EKA (ACE inhibitor) dapat diberikan untuk
profilaksis jangka panjang. Pada penderita dengan kadar LDL kolesterol > 100
mg/dl, pemberian Statin merupakan salah satu obat yang dianjurkan.
Pada penderita dengan gejala iskemi berulang, penderita yang pernah
mengalami revaskularisasi atau penderita dengan risiko tinggi SKA lain seperti
penderita dengan Troponin I atau T positif, obat-obat anti iskemi harus dinilai
kembali dengan mengoptimalkan dosis Beta Blocker dan nitrat dan kemungkinan
penambahan antagonis kalsium seperti verapamil atau diltiazem.
Daftar Bacaan

1. Donovan D. One Mans Heart Attacks. New House Publisher; New


Zealand, 1990
2. Heyden S. Preventive Cardiology, Results from Intervention Studies.
Department Community and Family Medicine. UK University; Medical
Centre, Durhan MC, 1982.

18
3. Khan MG. Heart Attacks, Hypertension and Heart Drugs. The Complete
up to date: Commense Guide to a Healthy Heart. 1st Edition, Rodale
Press, Emmanuse Pennsylvania, 1986.
4. Murubito JM, Evans, Jc; Larson MG, Levy D: Prognosis after the onset
coronary heart disease: an investigation of differences in outcome
between the sexes according to initial coronary disease presentation.
Circulation. 1993: 88: 2548-2555.
5. Fuster V, Ros R, Topal Ej: Atheroseleron and coronary artery disease.
Reven Publisher, Philadelphia, 1976.
6. Schelar Rc, Alexander Rw: The Heart Arteris and Veins, 8th Edition,
International Edition, McGraw Hill Inc, New York, 1995.
7. Schwartz R. Patophysiology of acute coronary syndromes : platelets are
pivotal. Mayo Clinic 2001
8. Theroux P, Fuster V. Acute coronary syndromes: unstable angina and non-
Q wave myocardial infarction. Circulation 1998;97: 1195-1206
9. Ross R : The Pathogeneis of atherosclerosis in Braunwald E : Heart
Disease Textbook of cardiovascular Medicine vol. II, 4 th ed. WB Saunders
Company, Philadelpia. 1992, 1106-1124
10. Pedoman Tata Laksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia, PERKI
2003

19

Anda mungkin juga menyukai