Anda di halaman 1dari 55

PEMANFAATAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS

(PROLANIS) PADA MASA PANDEMI COVID-19

DI PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2020

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana


Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh :

ANDI NUR AZIZAH

70200116037

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2020
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL

Naskah proposal yang disusun oleh ANDI NUR AZIZAH dengan NIM

70200116037 ini telah kami disetujui untuk diajukan pada Seminar Proposal

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dalam rangka penyempurnaan

penulisan.

Samata, 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Surahmawati, S.K.M., M.Adm.Kes Dr. Sitti Raodhah, S.K.M.,M.Kes


NIP : 19800704 200604 2 020 NIP : 19760903 200604 2 002

Mengetahui,

Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat

Abd. Majid HR. Lagu, S.K.M., M.Kes

NIP. 19880826 201503 1 004

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................6
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian ..................6
D. Hipotesis Penelitian.....................................................................10
E. Tujuan Penelitian ........................................................................11
F. Manfaat Penelitian ......................................................................12
G. Kajian Pustaka ............................................................................13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................17
A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Kronis..................................17
B. Tinjauan Umum Tentang PROLANIS ........................................28
C. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas ..........................................32
D. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Kesehatan ........................34
E. Kerangka Teori ...........................................................................42
F. Kerangka Konsep ........................................................................43
BAB 3 METODE PENELITIAN .........................................................44
A. Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................44
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan ................................44
C. Instrumen Penelitian ...................................................................46
D. Metode Pengumpulan Data .........................................................46
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................49
LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (non communicable diseases) adalah penyakit

kronis yang tidak dapat ditularkan dari manusia satu ke manusia yang lain.

Penyakit kronis menjadi salah satu masalah kesehatan utama di abad ke-21

yang akan terus berkembang seiring berjalannya waktu, penyakit kronis yang

dimaksud adalah kardiovaskuler, kanker, pernapasan kronis, dan diabetes melitus

(WHO, 2018). Berdasarkan laporan World health Organization kematian yang

disebabkan oleh penyakit kronis pada tahun 2016 sebanyak 71% (41 juta) dari 57

kematian yang terjadi di dunia (WHO, 2018).

Menurut International Diabetes Federation (IDF), diabetes merupakan

salah satu masalah kesehatan di dunia yang berkembang paling cepat dengan

jumlah penderita diabetes melitus meningkat empat kali sejak tahun 1998 dari

sebanyak 108 juta menjadi 422 juta pada tahun 2014, serta pada tahun 2019

ditemukan 463 juta orang menderita diabetes melitus dan diperkirakan pada tahun

2045 akan meningkat sebanyak 700 juta dan sementara Indonesia berada di urutan

ketujuh di dunia (IDF, 2019).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) hipertensi

merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling

banyak di derita oleh masyarakat, pada tahun 2015 sekitar 1,13 milliar orang

di dunia menderita hipertensi yang artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis

menderita hipertensi (WHO, 2018). Jumlah penderita hipertensi akan terus

1
2

meningkat setiap tahunnya, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 milliar

orang yang terkena hipertensi dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang

meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (WHO, 2018).

Di Indonesia, berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) sejak

tahun 2007, 2013 dan 2018 cenderung menunjukkan peningkatan penyakit tidak

menular seperti diabetes, hipertensi, stroke, dan penyakit sendi/rematik.

Prevalensi penduduk diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter pada

penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat pada tahun 2018 sebesar 2% dibandingkan

pada tahun 2013 sebesar 1,5% dengan penderita perempuan 1,8% lebih tinggi

dibandingkan laki-laki 1,2% dan untuk yang berada di daerah perkotaan lebih

tinggi 1,9% dibandingkan dengan daerah pedesaan 1,0% (Riskesdas, 2018).

Data Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi

penduduk dengan tekanan darah tinggi berdasarkan pengukuran tekanan darah

pada penduduk umur ≥18 tahun pada tahun 2013 sebesar 25,8% dan meningkat

pada tahun 2018 sebesar 34,11% dan tekanan darah tinggi pada perempuan

sebanyak 36,85% lebih tinggi dibandingkan laki-laki sebanyak 31,34%, yang

berada di daerah perkotaan sedikit lebih tinggi 34,43% dibandingkan dengan

daerah pedesaan 33,72% (Riskesdas, 2018) .

Meningkatnya penyakit kronis di Indonesia membuat pemerintah

mengatasi terjadinya defisit negara akibat biaya pengobatan BPJS Kesehatan yang

tidak mampu di tutupi dengan iuran peserta saja, meningkatnya penyakit kronis

berhubungan dengan bertambahnya faktor risiko akibat perubahan gaya hidup

serta perkembangan dunia yang semakin modern, pertumbuhan populasi dan


3

peningkatan usia harapan hidup, serta upaya untuk mencegah lebih murah

dibandingkan dengan biaya pengobatan penyakit kronis, maka dari itu BPJS

Kesehatan melakukan upaya preventif dan promotif untuk mencegah terjadinya

komplikasi penyakit degenaratif yaitu melalui Program Pengelolaan Penyakit

Kronis (PROLANIS).

Prolanis merupakan program yang terdiri dari rangkaian kegiatan yang

dikelola oleh BPJS Kesehatan (khusus penderita hipertensi dan diabetes melitus

tipe 2) dengan melibatkan peserta dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

(FKTP) untuk menjaga dan memelihara kesehatan peserta hipertensi dan diabetes

melitus serta mengurangi risiko komplikasi yang dapat timbul dengan tujuan

mencapai hidup yang optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang

berkunjung memiliki hasil pemeriksaan yang “Baik”, dengan bentuk pelaksanaan

kegiatan berupa konsultasi medis dan pemantauan status kesehatan, edukasi,

aktivitas club (senam), reminder sms gateaway, dan homevisit (BPJS Kesehatan,

2014).

Data Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menunjukkan jumlah penderita

hipertensi pada tahun 2018 sebanyak 46.289 kasus dan meningkat pada tahun

2019 sebanyak 47.270 kasus, sedangkan jumlah penderita diabetes melitus pada

tahun 2018 sebanyak 75.181 kasus dan pada tahun 2019 sebanyak 49.396 kasus

(Dinkes Sulawesi Selatan, 2019). Prevalensi penyakit hipertensi dan diabetes

melitus terbanyak berasal dari Kota Makassar .

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar bidang P2P pada

tahun 2018 prevalensi penderita hipertensi meningkat sebesar 59.967 kasus


4

dibandingkan tahun 2017 sebesar 56.092 kasus hipertensi, sedangkan prevalensi

penderita diabetes melitus pada tahun 2018 yaitu sebesar 27.252 Kasus dan

meningkat dibandingkan tahun 2017 yaitu 4.406 kasus baru dan 16.755 kasus

lama (Dinkes Kota Makassar, 2018). Dan turut pula didapatkan bahwa jumlah

kasus penderita hipertensi dan diabetes melitus terbanyak dari 46 puskesmas di

wilayah kerja dinas kesehatan Kota Makassar berada di Puskesmas Tamamaung

yaitu dengan jumlah penderita hipertensi ≥ 15 tahun sebanyak 6.477 orang dan

jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 3.974 orang yang sudah mendapat

pelayanan kesehatan (Dinkes Kota Makassar, 2018).

Puskesmas Tamamaung adalah salah satu Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) non-rawat inap di Kota Makassar yang melakukan kegiatan

Prolanis (Program pengelolaan penyakit kronis) dan memiliki 3 kelurahan yaitu

kelurahan Tamamaung, Pandang dan Masale, dengan jumlah penduduk

51.194 jiwa, Puskesmas Tamamaung berada di wilayah perkotaan dengan

dukungan akses dan transportasi yang mudah di dapat sehingga hal tersebut tidak

menjadi hambatan untuk masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan

(Puskesmas Tamamaung, 2018).

Kegiatan Prolanis di Puskesmas Tamamaung memiliki satu club terdiri

dari club hipertensi dan diabetes melitus, jumlah peserta BPJS Kesehatan

di Puskesmas Tamamaung yang menderita Hipertensi sebanyak 874 orang dan

penderita diabetes melitus sebanyak 441 orang dan yang menjadi anggota Prolanis

(Program pengelolaan penyakit kronis) sebanyak 53 peserta yang terdiri dari 24


5

penderita hipertensi dan 29 penderita diabetes melitus (Puskesmas Tamamaung,

2018).

Adapun rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan Program pengelola

penyakit kronis (Prolanis) diberhentikan sementara dikarenakan pandemi

coronavirus (covid-19) yang dialami Indonesia. Pandemi coronavirus merupakan

peristiwa menyebarnya penyakit diseluruh belahan dunia dan wabah penyakit ini

pertama kali terdeteksi di kota wuhan, provinsi hubei, tiongkok dan pada tanggal

11 maret World Health Organization (WHO) menetapkan coronavirus sebagai

pandemi, hingga pada tanggal 15 juli 2020 telah terdapat lebih dari 13.150.645

kasus covid-19 di 215 Negara Terjangkit dan 163 Negara Transmisi local, dan

sudah mengakibatkan korban meninggal sebanyak 574.464 dan yang sembuh

sebanyak 7.831.200 (WHO, 2020).

Berdasarkan data gugus tugas percepatan penanganan covid-19 di

Indonesia, sudah sebanyak 80.094 orang terkonfirmasi covid-19, sebanyak 39.050

sembuh dan 3.797 korban meninggal dan terjadi lonjakan kasus setiap hari dan

Provinsi Sulawesi Selatan Masih berada di urutan ketiga setelah Dki Jakarta dan

Jawa timur dengan pusat penyebaran covid-19 di Sulawesi Selatan terjadi di Kota

Makassar (Kemenkes RI, 2020). Maka dari itu untuk menekan penyebaran

covid-19 pemerintah memberlakukan Social Distancing (pembatasan sosial) serta

selalu mencuci tangan/handsanitizer , memakai masker jika bepergian dan tidak

melakukan aktivitas sosial yang mendatangkan banyak orang (berkerumun)

(Kemenkes RI, 2020) .


6

Hal ini tentu saja mengacu dari arahan World Health Organization serta

bagi lansia (orang lanjut usia) disarankan untuk dirumah saja apalagi jika

memiliki riwayat penyakit kronis seperti penyakit hipertensi dan diabetes melitus.

Sementara itu program kegiatan yang rutin dilakukan puskesmas untuk memantau

status kesehatan peserta Prolanisnya seperti senam dan edukasi harus dihentikan

sementara setelah sebelumnya selalu di laksanakan setiap minggu.

Sedangkan penelitian Badai Bhatara Tiksnadi dkk (2020) menunjukkan

bahwa olahraga rutin dapat meningkatkan imunitas pasien hipertensi selama masa

pandemi covid-19, dimana manfaat olahraga tidak hanya untuk mengendalikan

tekanan darah, mengurangi risiko kardiovaskular tetapi juga meningkatkan

imunitas.

Penelitan Arga Wildan Syafaat dkk, bahwa faktor domain yang

berpengaruh dengan pemanfaatan Prolanis di FKTP adalah dukungan keluarga,

dukungan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap status kesehatan serta

perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (Syafa’at dkk., 2019) serta penelitian

Eka Puspita dkk, bahwa peran petugas kesehatan memiliki pengaruh terhadap

kepatuhan seseorang dalam menjalani pengobatan.

Berdasarkan latar belakang diatas, oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian mengenai Bagaimana pemanfaatan Program pengelolaan penyakit

kronis (Prolanis) pada masa pandemic covid-19 di puskesmas tamamaung.


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana Pemanfaatan Program Pengelolan Penyakit

Kronis (Prolanis) di Masa Pandemik Covid-19 ?”.

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Penelitian ini membahas tentang pemanfaatan program pengelolaan

penyakit kronis (Prolanis). Dalam penelitian ini, peneliti membatasi dan hanya

membahas mengenai dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan kebutuhan

akan pelayanan kesehatan sebagai referensi yang berperan terhadap pemanfaatan

Prolanis di masa pandemik covid-19 oleh penderita penyakit kronis (khususnya

penderita hipertensi dan diabetes melitus tipe 2).

2. Definisi Konsep

a. Pemanfaatan Prolanis (Program pengelolaan penyakit kronis) yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah kegiatan yang diikuti dan didapatkan oleh

informan mulai dari konsultasi dan pemantauan kesehatan, edukasi, aktivitas

club (senam), reminder sms gateaway, dan homevisit

b. Dukungan Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan

keluarga berupa tindakan dan motivasi kepada informan untuk memanfaatkan

Prolanis.

c. Peran Petugas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peran petugas

kesehatan dalam memberikan informasi, motivasi pada informan untuk

memanfaatkan prolanis.
8

d. Kebutuhan Pelayanan Kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

rasa membutuhkan yang timbul dalam diri informan untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pemanfaatan kesehatan.

D. Kajian Pustaka

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemanfaatan

program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di masa pandemik covid-19 di

puskesmas tamamaung

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga terhadap pemanfaatan

program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di masa pandemik covid-19 di

puskesmas tamamaung

b. Untuk mengetahui gambaran peran petugas terhadap pemanfaatan program

pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di masa pandemik covid-19 di

puskesmas tamamaung
9

c. Untuk mengetahui gambaran kebutuhan akan pelayanan terhadap pemanfaatan

program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di masa pandemik covid-19 di

puskesmas tamamaung

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Informan/Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan serta

pengetahuan pada masyarakat terutama bagi penderita penyakit kronis untuk

memanfaatkan program-program untuk penderita penyakit kronis yang ada di

puskesmas.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber

informasi serta sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan sebagai referensi

untuk membantu penelitian-penelitian selanjutnya mengenai program pengelolaan

penyakit kronis (Prolanis)

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan

ilmu pengetahuan dan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas, BPJS

Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi dalam

mengatasi perkembangan penyakit kronis ke depannya.


10

G. Kajian Pustaka

Tabel 1.1
Karakteristik Variabel
No Nama Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Nama
Tahun
Volume
Edisi
Jurnal :
2 Nama
Tahun
Volume
Edisi
Jurnal :
3 Nama : Anita IMPLEMENTASI Variabel Dependen : Penelitian ini bersifat Perlu pengadaan pelatihan untuk
Meiriana, Laksono PROGRAM Pelaksanaan Prolanis kualitatif dengan meningkatkan keterampilan petugas
Trisnantoro, Retna PENGELOLAAN menggunakan dan mengupdate pengetahuan.
Siwi Padmawati PENYAKIT strategi studi kasus. Kepatuhan pasiennya perlu
Tahun : 2019 KRONIS Variabel Independen : Subjek penelitian ada 18 peningkatan kesadaran dengan
Volume : 18 (PROLANIS) prosedur pelayanan, informan yang dipilih melakukan kegiatan edukasi ke
Edisi : 2 PADA PENYAKIT fasilitas puskesmas, dengan teknik wilayah puskesmas secara rutin. Staf
Jurnal :Jurnal HIPERTENSI DI komitmen petugas, purposive. Analisis data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
Kebijakan PUSKESMAS kepatuhan pasien, dilakukan menyusun perencanaan anggaran
Kesehatan Indonesia JETIS pengetahuan pasien berdasarkan logika dalam fasilitas
KOTA induktif yang diperoleh kesehatan untuk mendukung
11

YOGYAKARTA dari hasil wawancara pelaksanaan prolanis, Staf Dinas


mendalam. Kesehatan Kota Yogyakarta
melakukan pelatihan, pembinaan,
pengawasan dan evaluasi kepada
petugas puskesmas yang
memberikan layanan prolanis.
Adakan koordinasi lintas program
pengelola di puskesmas.
4 Nama : Wieke Serly GAMBARAN Variabel Dependen : Desain penelitian yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Deovia, Febriana PELAKSANAAN Pelaksanaan Prolanis digunakan adalah karakteristik responden paling
Sabrian, Yufitriana KEGIATAN deskriptif. Populasi banyak pada usia 56-65 tahun
Amir PROGRAM Variabel Independen : dalam penelitian adalah (33.3%), jenis kelamin perempuan
Tahun : 2019 PENGELOLAAN Konsultasi medis, pasien yang terdaftar (80%), pendidikan SMA (50%),
Volume : 5 PENYAKIT edukasi, reminder sms sebagai peserta Prolanis tidak bekerja atau ibu rumah tangga
Edisi : 2 KRONIS gateaway, senam, home BPJS Kesehatan di (36.7%). Sebagian besar petugas
Jurnal : (PROLANIS) BPJS visit. Puskesmas Siak Hulu III yang datang perawat (46.7%),
KESEHATAN DI sebanyak 30 peserta. jumlah petugas yang datang pada
PUSKESMAS responden 2 orang (66.7%), dan
SIAK HULU III lama kunjungan petugas puskesmas
15 menit (36.7%).
5 Nama : Ratna Pengaruh Motivasi, Variabel Dependen : Desain penelitian Hasil penelitian menunjukkan 1) ada
Setiyaningsih, Surati Dukungan Keluarga Perilaku pengendalian analitik observasional. pengaruh positif dan secara statistic
Ningsih Dan Peran Kader hipertensi Penelitian dilakukan di signifikan motivasi terhadap
Tahun : 2019 Terhadap Perilaku Kelurahan Sukoharjo perilaku pengendalian hipertensi
Volume : 6 Pengendalian Variabel Independen : wilayah kerja (OR = 9.48, p= 0.008). 2) ada
Edisi : 1 Hipertensi Motivasi, Dukungan Puskesmas pengaruh positif dan secara statistic
Jurnal : Indonesian keluarga, peran kader Sukoharjo pada bulan signifikan dukungan keluarga
Journal On Medical April sampai Mei 2018. terhadap perilaku pengendalian
12

Science Populasinya adalah hipertensi (OR = 11.10, p=0.006). 3)


warga yang mengalami ada pengaruh positif dan secara
hipertensi statistic signifikan peran kader
di Kelurahan Sukoharjo,terhadap perilaku pengendalian
hipertensi (OR = 5.10, p= 0.05).
6 Nama : Bambang ANALISIS Variabel Dependen : Jenis penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Irawan, Asmaripa FAKTOR- Pemanfaatan Pelayanan adalah cross sectional hanya sebesar 43,8% responden
Ainy FAKTOR YANG Kesehatan menggunakan teknik yang memanfaatkan layanan
Tahun : 2018 BERHUBUNGAN pengambilan sampel kesehatan. Paling banyak responden
Volume : 3 DENGAN Variabel Independen : simple random sampling menunjukkan karakteristik sebagai
Edisi : 3 PEMANFAATAN Usia, jenis kelamin, dengan jumlah sampel berikut: usia≤46 tahun (60,7%),
Jurnal : Jurnal Ilmu PELAYANAN pendidikan, status sebanyak 112 orang. perempuan (59,8%), pendidikan
Kesehatan KESEHATAN pekerjaan, persepsi, rendah (76,8%), bekerja (66,1%),
Masyarakat PADA PESERTA aksebilitas pelayanan memiliki persepsi yang baik
JAMINAN mengenai sikap petugas (61,6%),
KESEHATAN memiliki persepsi yang baik
NASIONAL mengenai JKN (55,4%), jarak antara
DI WILAYAH rumah dan puskesmas dekat (67,9%)
KERJA and memiliki persepsi positif
PUSKESMAS mengenai sakit (58,9%). Ada
PAYAKABUNG, hubungan signifikan antara variable
KABUPATEN usia (p-value < 0,0001), jenis
OGAN ILIR kelamin (p-value = 0,016), persepsi
mengenai JKN (p-value = 0,039),
aksesibilitas layanan (p-value <
0,0001) dengan pemanfaatan
layanan kesehatan bagi peserta JKN
di wilayah kerja Puskesmas
13

Payakabung.
Nama : Ita Latifah ANALISIS Variabel Dependen : Penelitian ini Pelaksanaan program prolanis di
dan Husnah Maryati PELAKSANAAN Pelaksanaan Prolanis menggunakan metode puskesmas Tegal gundil Kota Bogor
Tahun : 2018 PROGRAM kualitatif menggunakan sudah cukup baik meskipun masih
Volume : 6 PENGELOLAAN Variabel Independen : metode pengumpulan ada hambatan seperti kendala
Edisi : 2 PENYAKIT sumber daya manusia data survey bersifat terbesar adalah kurangnya sarana
Jurnal : Hearty KRONIS (SDM), anggaran, cross sectional dengan gedung dan alat dalam pelaksanaan
Jurnal Kesehatan (PROLANIS) BPJS standar operasional jenis rancangan kegiatan aktivitas klub peserta
Masyarakat KESEHATAN prosedur (SOP), serta deskriptif. Informan prolanis, kurangnya koordinasi antar
PADA PASIEN sarana dan prasarana. berjumlah 5 orang tim prolanis serta indikator
HIPERTENSI DI keberhasilan masih melihat rasio
UPTD jumlah peserta dengan
PUSKESMAS kedatangan/keaktifan peserta
TEGAL GUNDIL prolanis. Rekomendasi yang
KOTA BOGOR diperlukan adalah koordinasi antara
tim prolanis di puskesmas
ditingkatkan.
Nama : Abdullah, FAKTOR Variabel Dependen : Penelitian ini Hasil penelitan
Elly L, Sjattar, PENYEBAB Kunjungan peserta merupakan penelitian menunjukkan bahwa peserta prolanis
Abdul Rahman TERJADINYA Prolanis kuantitatif dengan yang tidak rutin berkunjung dan
Kadir PENURUNAN desain penelitian cross melakukan kegiatan prolanis,
Tahun : 2017 JUMLAH Variabel Independen : sectional. Subjek maka akan memicuh terjadinya
Volume : 11 KUNJUNGAN Keterjangkauan akses, penelitian adalah 51 komplikasi bagi penderita resiko
Edisi : 4 PESERTA dukungan keluarga, peserta prolanis yang tinggi, sehingga tidak dapat
Jurnal : Jurnal PROGRAM peran petugas kesehatan diperoleh dengan memelihara dan meningkatkan
Ilmiah Kesehatan PENGELOLAAN menggunakan purposive derajat kesehatan yang lebih baik.
Diagnosis PENYAKIT sampling.
KRONIS
14

(PROLANIS) DI
PUSKESMAS
MINASA UPA
KOTA
MAKASSAR
Nama : Exa Puspita, PERAN Variabel Dependen : Penelitian deskriptif Dukungan keluarga dan peran
Eka Oktaviarini, KELUARGA DAN Kepatuhan pengobatan analitik dengan desain petugas kesehatan berhubungan
Yunita Dyah Puspita PETUGAS cross sectional. Populasi dengan kepatuhan penderita
Santik KESEHATAN Variabel Independen : dari penelitian ini hipertensi dalam menjalani
Tahun : 2017 DALAM peran keluarga dan berjumlah 620 pasien. pengobatan.
Volume : 12 KEPATUHAN petugas kesehatan Jumlah sampel yang
Edisi : 2 PENGOBATAN diambil sebanyak 84
Jurnal : Jurnal PENDERITA responden dengan cara
Kesehatan HIPERTENSI accidental sampling.
Masyarakat DI PUSKESMAS
Indonesia GUNUNGPATI
KOTA
SEMARANG
Nama : Ayu Imade IMPLEMENTASI Variabel Dependen : Jenis penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Rosdiana, Bambang PROGRAM Pelaksanaan Prolanis adalah kualitatif implementasi prolanis di Puskesmas
Budi Raharjo, PENGELOLAAN deskriptif. Data Halmahera belum mencapai
Sofwan Indarjo PENYAKIT Variabel Independen : diperoleh dengan indikator 75%. Komunikasi belum
Tahun : 2017 KRONIS Sumber daya (SDM, wawancara mendalam berjalan dengan baik, sumber daya
Volume : 1 (PROLANIS) dana dan fasilitas) kepada empat yang masih kurang berupa tempat
Edisi : 3 narasumber utama dan dan dana, disposisi terhadap prolanis
Jurnal : HIGEIA tiga narasumber cenderung positif, dan belum
JOURNAL OF triangulasi yang terdapat SOP yang dibukukan.
PUBLIC HEALTH ditentukan dengan
15

RESEARCH AND teknik purposive


DEVELOPMENT sampling.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan penggunaan fasilitas

pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan

rumah oleh petugas kesehatan maupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan

pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan

pelayanan, penerimaan masyarakat, dan kewajaran mudah dicapai oleh

masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 2010).

Menurut pendapat Levey dan Loomba (1973) dalam (Azwar, 2010) yang

dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun

masyarakat.

a. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan ditentukan oleh (Azwar, 2010) :

1) Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi,

2) Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan

kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan

penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya,


17

3) Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga,

kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan (Azwar, 2010).

b. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

(Azwar, 2010) :

1) Pelayanan kedokteran

Pelayanan kedokteran (medical services) bertujuan untuk menyembuhkan

penyakit ataupun memulihkan kesehatan dengan sasaran utamanya adalah

individu dan keluarga, pelayanan kedokteran dapat dilaksanakan secara mandiri

maupun bersama-sama dalam suatu organisasi (Azwar, 2010).

2) Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) bertujuan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta upaya pencegahan penyakit

dengan sasaran utamanya adalah kelompok dan masyarakat biasanya pelayanan

kesehatan masyarakat dilaksanakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi

(Azwar, 2010).

c. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat-syarat pokok yang harus dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang

baik menurut (Azwar, 2010) adalah tersedia dan berkesinambungan, dapat

diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau dan bermutu.

d. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut oleh setiap Negara tidaklah

sama, namun secara umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga

macam yakni (Azwar, 2010) :


18

1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health service) adalah

pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health service), yang sangat

dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pada umumnya pelayanan kesehatan

tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (Azwar, 2010).

2) Pelayanan kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health service) adalah

pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (in patient

service) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-

tenaga spesialis (Azwar, 2010).

3) Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service) adalah

pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan

oleh tenaga-tenaga subspesialialis.

2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan suatu proses pendayagunaan

layanan kesehatan oleh masyarakat. Yang dimaksud pelayanan kesehatan menurut

Levey Loomba (1973) dalam buku azwar (2010) merupakan upaya yang

dilakukan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan,

memelihara kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan

kesehatan seseorang, keluarga dan masyarakat (Utari, 2019).


19

Keputusan seseorang memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari

faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu, adapun faktor yang

merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan menggunakan teori

Lawrence Green (1980) dalam (Notoadmodjo, 2010) perilaku dibedakan menjadi

tiga faktor yaitu :

a. Faktor predisposisi (Predisponding factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang menjadi dasar dan motivasi

bagi perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai persepsi

yang berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak (Notoadmodjo, 2010).

b. Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan suatu aspirasi

atau motivasi terlaksana dan terwujud dalam keterampilan, sumber daya pribadi,

dan komunitas seperti tersedianya pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2010).

c. Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang menentukan tindakan kesehatan

memperoleh suatu dukungan atau tidak yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan dan petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari

masyarakat (Notoadmodjo, 2010).

Seseorang akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan saran

pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya (Utari, 2019). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan sarana pelayanan

kesehatan didasarkan pada beberapa kategori yaitu kependudukan, psikologi


20

sosial, struktur sosial, sumber keluarga, organisasi, sumber daya masyarakat dan

model-model sistem kesehatan, menurut Anderson (1974) dalam (Notoadmodjo,

2012) mengammbarkan model sistem kesehatan (health model system) yang

berupa model kepercayaan kesehatan dan terda[at tiga kategori dalam pelayanan

kesehatan yaitu :

a. Karakteristik predisposisi (Predisponding characteristic)

Karakteristik predisposisi merupakan gambaran fakta bahwa individu

mempunyai kecendrungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang berbeda-beda, karakteristik predisposisi terbagi menjadi tiga yaitu:

1) Ciri-ciri demografi termasuk umur, jenis kelamin, status perkawinan,

jumlah anggota keluarga

2) Struktur sosial termasuk jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras dan

agama

3) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan serta dapat

menolong proses penyembuhan penyakit (Notoadmodjo, 2012).

b. Karakteristik pendukung (Enabling characteristic)

Karakteristik pendukung merupakan cerminan bahwa meskipun individu

mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan namun

individu tidak menggunakannya, penggunaan pelayanan kesehatan tergantung

pada kemampuan konsumen untuk membayar, karakteristik pendukung terbagi

menjadi :

1) Sumber daya keluarga (family resources) termasuk penghasilan keluarga

dan kemampuan membeli jasa pelayanan


21

2) Sumber daya masyarakat (community resources) termasuk sarana

pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan

tenaga kesehatan dan akses lokasi pelayanan (Notoadmodjo, 2012).

c. Karakteristik kebutuhan (Need characteristic)

Karakteristik kebutuhan merupakan faktor yang membuat individu untuk

mencari pengobatan yang terwujud berupa tindakan dan apabila itu dirasakan

sebagai kebutuhan, kebutuhan yang dimaksud merupakan stimulus atau dasar

langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, karakteristik kebutuhan akan

pelayanan terbagi menjadi dua yaitu :

a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) termasuk keadaan kesehatan yang

dirasakan

b. Penilaian klinik (Evaluate clinical) termasuk penilaia keadaan sakit

didasarkan pada penilaian petugas (Notoadmodjo, 2012).

B. Tinjauan Umum Tentang Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)

1. Pengertian Prolanis

Program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) merupakan sistem

pelayanan kesehatan berupa program yang terdiri dari beberapa rangkaian

kegiatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan dengan melibatkan peserta dan

fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam rangka memelihara kesehatan untuk

mencapai kualitas hidup yang optimal bagi peserta BPJS Kesehatan yang

menderita penyakit kronis dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan

efisien (BPJS Kesehatan, 2014).

2. Tujuan Prolanis
22

Tujuan dari Program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) yaitu

mendorong agar peserta penderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup

yang optimal serta mencegah timbulnya komplikasi penyakit pada masa yang

akan datang dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke fasilitas

kesehatan tingkat pertama memiliki hasil yang baik pada pemerikasan spesifik

terhadap penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 sesuai dengan panduan

klinis (BPJS Kesehatan, 2014).

3. Sasaran Prolanis

Sasaran dari Program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) adalah

seluruh peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis (hipertensi dan

diabetes melitus tipe 2) dan yang menjadi penganggung jawab adalah kantor

cabang BPJS Kesehatan bagian manajemen pelayanan primer ((BPJS Kesehatan,

2014).

4. Bentuk pelaksanaan/Aktivitas Prolanis

Aktivitas Prolanis dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

a. Konsultasi Medis Dan Pemantauan Kesehatan

Konsultasi medis merupakan cara berkonsultasi antara peserta Prolanis

dengan tim petugas kesehatan dengan jadwal konsultasi disepakati bersama antara

peserta dengan pengelola Prolanis dan fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan,

2014). Pemantauan status kesehatan dilakukan oleh fasilitas kesehatan kepada

peserta yang terdaftar, pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan GDP

(Gula Darah Puasa), GDPP, tekanan darah, IMT, HbA1C oleh petugas kesehatan

(BPJS Kesehatan, 2014).


23

b. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis

Edukasi pada kelompok peserta Prolanis merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan peserta dengan upaya

memulihkan penyakit yang diderita, mencegah timbulnya kembali penyakit serta

meningkatkan status kesehatan bagi peserta Prolanis, sasaran dibenrtuknya

kelompok peserta (klub Prolanis) yaitu minimal satu fasilitas kesehatan dan

pengelompokan berdasarkan kebutuhan peserta dan kebutuhan akan edukasi

(BPJS Kesehatan, 2014).

c. Reminder Sms Gateaway

Reminder (Pengingat) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada fasilitas kesehatan,

pengelola Prolanis memberikan pengingatan jadwal kegiatan untuk datang

berkunjung ke fasilitas kesehatan dengan sasaran tersampaikannya reminder

jadwal berkegiatan peserta (BPJS Kesehatan, 2014).

d. Home Visit

Home Visit merupakan kegiatan dengan melakukan kunjungan rumah

peserta Prolanis untuk memberikan informasi/edukasi kesehatan bagi diri dan

lingkungan peserta Prolanis dan keluarga (BPJS Kesehatan, 2014). Adapun

sasaran dari dilakukannya home visit yaitu peserta Prolanis dengan kriteria :

Peserta yang baru terdaftar, peserta tidak dapat hadir terapi di dokter praktek

perorangan/klinik/puskesmas selama 3 bulan berturut-turut, Peserta yang

menderita diabetes melitus dengan GDP/GDPP dibawah standar 3 bulan secara


24

berturut-turut (PPDM), peserta yang menderita tekanan darah yang tidak

terkontrol 3 bulan secara berturut-turut (PPHT) (BPJS Kesehatan, 2014).

e. Aktivitas Club

Aktivitas club atau aktivitas fisik merupakan kegiatan yang dilakukan

fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan tujuan program yang berbeda-beda

serta salah satu aktivitas fisik yang dilakukan adalah senam (BPJS Kesehatan,

2014). Aktivitas fisik seperti senam pada usia lanjut yang dilakukan secara rutin

dapat meningkatkan kebugaran jasmani, sehingga tidak secara langsung dapat

meningkatkan fungsi jantung, menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko

pemumpukan lemak pada dinding dan pembuluh darah, serta melatih otot jantung

berkontraksi sehingga kemampuan memompanya akan selalu terjaga (Pradyta

dkk., 2017).

5. Langkah Pelaksanaan Prolanis

Adapun langkah persiapan dalam pelaksanaan Prolanis yaitu :

a. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan hasil skrinning

riwayat kesehatan seperti hasil diagnose HT dan DM pada faskes pertama,

b. Menentukan target sasaran serta melakukan pemetaan faskes berdasarkan

distribusi target sasaran peserta

c. Melakukan sosialisasi Prolanis kepada faskes pengelola

d. Melakukan pemetaan jejaring faskes pengelola (Apotik dan laboratorium), dan

meminta persetujuan kesediaan faskes melayani peserta Prolanis

e. Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta seperti di instansi, pertemuan

kelompok pasien kronis di rumah sakit, dan lain-lain


25

f. Melakukan penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang diabetes

melitus tipe 2 dan hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis

g. Melakukan verifikasi kesesuaian data diagnosa dengan form yang diberikan

oleh calon peserta Prolanis

h. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar

Prolanis

i. Melakukan rekapitulasi data peserta yang terdaftar dan melakukan entri data

serta pemberian flag peserta Prolanis

j. Melakukan distribusi data sesuai faskes pengelola dan bersama faskes

melakukan rekapitulasi pemeriksaan status kesehatan peserta, bagi yang belum

melakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan

k. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per

Faskes pengelola (data merupakan luaran aplikasi P-Care)

l. Melakukan monitoring aktivitas Prolanis pada masing-masing faskes

pengelola dengan menerima laporan aktivitas Prolanis serta menyusun umpan

balik kinerja faskes Prolanis

Membuat laporan kepada kantor divisi regional atau kantor pusat (BPJS

Kesehatan, 2014).

C. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Kronis


26

Penyakit kronis atau biasa disebut penyakit tidak menular merupakan

penyakit yang bersifat kronis (menahun) atau lama (Bustan, 2007). Menurut

World Health Organization Penyakit kronis memerlukan waktu yang lama agar

terbentuk sepenuhnya dan waktu yang lama tersebut memberikan banyak

kesempatan untuk melakukan pencegahan namun membutuhkan pendekatan

jangka panjang dan sistematis dalam pengobatannya (WHO, 2014).

Penyakit kronis tidak disebabkan oleh infeksi bakteri namun disebabkan

oleh gaya hidup dan perilaku berisiko yang dilakukan serta pajanan yang

berkaitan dengan proses penuaan dari beberapa faktor risiko penyakit kronis

seperti usia, genetik, penggunaan tembakau, kurangnya aktivitas fisik serta makan

berlebihan (WHO, 2014).

Menjaga serta memelihara kesehatan dari faktor penyebab terjadinya suatu

penyakit bahkan dalam islam terdapat aturan tentang larangan makan-dan minum

secara berlebihan sebagaimana firman allah dalam Qs.Al-A’raf/7:31 :

          
      

Terjemahannya :

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid,

makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Kementrian Agama RI, 2010).

Berdasarkan ayat diatas dijelaskan bahwa makan dan minum lagi tidak

berlebih-lebihan yaitu tidak melebihi batas merupakan tuntunan yang harus

disesuaikan dengan kondisi setiap orang, karena kadar tertentu yang dinilai cukup

oleh seseorang boleh jadi dinilai telah melebihi batas atau belum cukup untuk
27

orang lain. Atas dasar itu kita dapat berkata bahwa penggalan ayat tersebut

mengajarkan kita sikap proporsional dalam makan dan minum (Shihab, 2002).

Maka dari itu kita harus mengatur pola makan, memperhatikan serta

memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dan tidak mengganggu

kesehatan karena mengomsumsi makanan dan minuman berlebihan meningkatkan

risiko terjadinya penyakit-penyakit kronis.

1. Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau biasa disebut tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan

meningkatnya tekanan darah seseorang melebihi batas normal, pada saat

memeriksakan tensi darah dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah

yang ditunjukkan oleh sebuah angka sistolik atau angka dibagian atas dan angka

diastolik atau angka dibagian bawah (Akmal dkk., 2016).

Hipertensi ditandai dengan meningkatnya tekanan darah dengan gejala

yang akan terus berlanjut dan berpengaruh kepada organ lain seperti penyakit

jantung, stroke, dengan target organ tersebut menjadi penyebab utama kematian

(Bustan, 2007). Untuk menentukan nilai normal tekanan darah dapat dikur dengan

mengukur berat badan, tinggi badan, dan tingkat aktivitas normal yang dilakukan,

serta tekanan darah normalnya pada aktivitas sehari-hari secara umum adalah

120/80 mmHg dengan kisaran nilai stabil namun secara umum pemeriksaan

tekanan darah akan menurun saat tidur dan akan meningkat saat beraktivitas

ataupun saat olahraga (Pudjiastuti, 2013).

b. Patofisiologi Hipertensi
28

Mekanisme terjadinya hipertensi yaitu adanya gangguan pada struktur

anatomi pembuluh darah peripher yang terus berlanjut beserta kekakuan pada

pembuluh darah, kekakuan pada pembuluh darah disertai dengan terjadinya

penyempitan dan kemungkinan terjadinya pembesaran plaque yang akan terus

menghambat gangguan peredaran darah peripher, lalu kekakuan dan kelambanan

aliran darah akan meyebabkan beban jantung akan bertambah berat dan pada

akhirnya terjadinya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung

yang memberikan gambaran akan peningkatan tekanan darah dalam sistem

sirkulasi yang terjadi (Bustan, 2007).

c. Jenis-Jenis Hipertensi

Berdasarkan ada tidaknya penyebab hipertensi, hipertensi dibagi menjadi

primer dan sekunder yaitu :

1) Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang dominan

diderita oleh masyarakat yang penyebabnya tidak diketahui walaupun sering

dikaitkan dengan berbagai faktor seperti obesitas, alkohol, merokok, kurang

aktivitas fisik dan pola makan, dimana tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus

tekanan darah tinggi sekitar 95% yang biasanya timbul pada usia 30-50 tahun

(Santoso, 2010).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diketahui jelas

penyebabnya akibat dari penyakit lain, dimana tipe ini jarang terjadi serta hanya

sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi, yang penyebab terjadinya
29

adalah penyakit ginjal, Konsumsi obat-obatan, kelainan hormonal dan kehamilan

(Santoso, 2010).

d. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi

Faktor-faktor risiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi dua faktor yaitu

faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah :

1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu genetik, usia, jenis kelamin,

dan riwayat keluarga (Bustan, 2007).

2) Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko yang dapat diubah yaitu obesitas, Konsumsi alkohol,

Konsumsi makanan asin, Konsumsi makanan berlemak, kurang aktivitas fisik, dan

stress (Bustan, 2007).

e. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksaan hipertensi memang penting untuk dilakukan, salah satu

pencegahan hipertensi dengan memodifikasi gaya hidup sehingga dapat

menurunkan risiko kardivaskuler dengan biaya sedikit dan risiko minimal dengan

cara (Lukito dkk., 2019):

1) Mengintervensi pola hidup

Pola hidup yang sehat dapat memperlambat atau mencegah perkembangan

hipertensi serta mengurangi risiko kardiovaskuler, pola hidup sehat juga dapat

mencegah dan memperlambat kebutuhan terapi obat pada hipertensi, namun tidak

menunda untuk inisiasi terapi obat pada pasien dengan HMOD atau risiko tinggi

kardiovaskuler, terbukti dengan pola hidup yang sehat dapat menurunkan tekanan
30

darah tinggi dengan membatasi Konsumsi garam dan alkohol, serta meningkatkan

Konsumsi buah dan sayuran (Lukito dkk., 2019).

2) Pembatasan Konsumsi garam

Konsumsi garam berlebihan terbukti meningkatkan tekanan darah serta

prevalensi hipertensi, adapun saran untuk menggunakan natrium (Na) sebaiknya

tidak lebih dari 2 gram/hari yaitu setara dengan 5-6 gram NaCl perhari atau satu

sendok teh garam dapur dan sebaiknya menghindari makanan yang mengandung

garam yang tinggi (Lukito dkk., 2019).

3) Perubahan pola makan

Penderita hipertensi disarankan untuk mengKonsumsi makanan yang

seimbang seperti sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu

rendah lemak, gandum, ikan, asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun) serta

membatasi asupan daging merah dan asam lemak jenuh (Lukito dkk., 2019).

4) Berhenti merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskukar dan

kanker sehingga status perokok harus dipertanyakan pada setiap kunjungan pasien

dan penderita hipertensi yang merokok harus diedukasi untuk berhenti merokok

(Lukito dkk., 2019).

5) Olahraga teratur

Olahraga yang teratur bermanfaat untuk mencegah dan mengobati

hipertensi, sekaligus untuk menurunkan risiko dan kematian akibat

kardiovaskular, dengan olahraga yang teratur dengan intensitas dan durasi yang

disarankan setidaknya yaitu 30 menit latihan aerobik dinamik yang berintensitas


31

sedang seperti berjalan, bersepeda, jogging, atau berenang 5-7 hari perminggu

(Lukito dkk., 2019).

2. Diabetes Melitus

a. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan

oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi

insulin, diabetes melitus juga dikenal dengan nama kencing manis (Tjahjadi,

2011). Penyakit ini merupakan keadaan yang mempengaruhi kemampuan

endukrin pangkreas untuk memproduksi atau menggunakan hormone insulin,

insulin adalah hormone yang di produksi oleh pangkreas dan diperlukan untuk

mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh dimana insulin digunakan

sebagai energi (IDF, 2015).

Pengaruh jangka pendek penyakit diabetes melitus tidak begitu terlihat,

namun pada jangka panjang meningkatnya kadar gula darah bisa mengakibatkan

kondisi-kondisi pada tubuh tidak menguntungkan, kadar gula dalam darah yang

tinggi menyebabkan fungsi sel tubuh menurun, dan menurunnya fungsi sel tubuh

juga dapat mengakibatkan gangguan serta penyakit-penyakit berat bermunculan

yang menyebabkan penyakit jantung koroner, stroke dan lain sebagainya

(Helmawati, 2014)

Diabetes melitus tidak dapat disembuhkan namun kadar gula darah dapat

dikendalikan serta penderita diabetes melitus sebaiknya melaksanakan empat pilar

pengelolaan diabetes melitus yaitu seperti edukasi, terapi gizi, latihan jasmani

serta intervensi farmakologis (Pradyta dkk., 2017) .


32

b. Jenis-Jenis Diabetes Melitus

Diabetes Melitus dienal dengan dua jenis utama berdasarkan faktor

etiologisnya terbagi menjadi :

1) Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 merupakan jenis diabetes yang dikarenakan

kekurangan hormon insulin di dalam tubuh atau tidak mampu memproduksi

insulin, kekurangan insulin disebabkan oleh hilangnya sel beta penghasil insulin

pada pulau-pulau Langerhans pangkreas, diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada

balita, anak-anak dan remaja sehingga sering disebut sebagai diabetes kaum muda

(Akmal dkk., 2016).

Pada umumnya, orang yang terkena diabetes melitus tipe 1 memiliki ciri-

ciri : berusia dibawah 40 tahun, kurus, antibody pada sel penghasil hormon (islet-

cells) di pangkreas postif, serta gejala-gejala yang dapat muncul dan terlihat

seperti mual dan mintah, pusing, turunnya berat badan (Tjahjadi, 2011).

2) Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang diakibatkan hormone

insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, penderita

diabetes melitus tipe 2 jauh lebih banyak terjadi daripada diabetes melitus tipe 1

(Akmal dkk., 2016). Ada dua bentuk diabetes melitus tipe 2 yaitu mengalami

kekurangan insulin dan resistensi insulin, penderita yang kekurangan insulin berat

badannya cenderung normal, sedangkan penderita yang mengalami resistensi

insulin memiliki berat badan besar atau gemuk (Utari, 2019).


33

Riwayat keturunan serta obesitas dianggap sebagai faktor diabetes melitus

tipe 2 karena lemak-lemak yang ada dalam tubuh menghalangi jalannya insulin

apalagi diperburuk dengan kurangnya berolahraga, gejala yang tampak pada

diabetes melitus tipe 2 yaitu terdiagnosis lebih dari 40 tahun, tubuh yang gemuk

serta adanya gejala kronik (Tjahjadi, 2011).

3) Diabetes melitus gestational (GDM)

Diabetes melitus gestational merupakan diabetes yang menjangkit pada

wanita yang tengah hamil dan lebih sering menjangkit pada bulan keenam pada

masa kehamilan, diabetes ini banyak ditemukan pada ibu yang melahirkan anak

dengan berat badan lebih dari 4,5 kg, risiko neonatal yang terjadi keanehan sejak

lahir seperti berhubungan dengan jantung, cacat otot jika tidak mampu diatasi

(Utari, 2019).

c. Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus

Meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus setiap tahunnya

diakibatkan oleh beberapa faktor, faktor risiko diabetes melitus dikelompokkan

berdasarkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak

dapat dimodifikasi (Utari, 2019).

Adapun faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu ras, etnik, usia,

jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, sedangkan faktor risiko

yang dapat dimodifikasi yang erat kaittanya dengan perilaku hidup yang tidak

sehat yaitu berat badan lebih (obesitas), kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,

dyslipemia, riwayat TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), GDP (Gula Darah

Puasa) terganggu dan perilaku merokok (Utari, 2019).


34

d. Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus

Tanda atau gejala diabetes melitus tidak dapat dipisahkan dari tiga hal

yaitu polyuria (sering kencing), Poliphagia (cepat lapar) dan polydipsia (sering

haus) (Bustan, 2007). Penderita diabetes akan mudah merasa ingin kencing karena

tubuh mencoba untuk menyesuaikan kadar gula dalam darah sehingga

membuangnya dalam urine, penderita juga sering lapar karena adanya dorongan

tubuh akan kebutuhan energi dikarenakan hormon insulin dalam tubuh tidak

cukup untuk memindahkan insulin dalam tubuh tidak cukup untuk memindahkan

gula ke dalam otot untuk memproses energi dan gejala selanjutnya penderita juga

mudah haus selalu muncul karena kebutuhan akan cairan dalam tubuh, disebabkan

karena tubuh mengeluarkan banyak urine sehingga penderita merasa haus

(Tjahjadi, 2011).

Adapun gejala-gejala lain yang dirasakan yaitu : lemas, berat badan

menurun, sering mengantuk, gatal-gatal terutama didaerah kemaluan, pandangan

mata kabur, impotensia, kesemutan (Tjahjadi, 2011). Penderita rata-rata

mengetahui adanya diabetes melitus pada saat melakukan kontrol kemudian

ditemukan kadar glukosa yang tinggi, adapun gambaran laboratorium yang

menunjukkan tanda-tanda diabetes melitus yaitu (Bustan, 2007) :

1) Gula darah Sewaktu ≥ 200 mg/dl (Bustan, 2007).

2) Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan makanan/kalori

sejak 10 jam terakhir) (Bustan, 2007).

3) Glukosa Plasma 2 jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram

(Bustan, 2007).
35

Kriteria diagnosis DM (konsensus PERKENI 2015) dalam (Kemenkes RI, 2018):

1) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam (Kemenkes RI, 2018).

2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram (Kemenkes RI,

2018).

3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik

(poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya) (Kemenkes RI, 2018).

4) Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP) (Kemenkes RI, 2018).

e. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi penyakit merupakan gangguan kesehatan turunan yang

muncul akibat dari suatu penyakit, penyakit diabetes melitus merupakan penyakit

yang memiliki banyak komplikasi diabetes melitus bisa dikatakan salah satu jenis

penyakit yang paling banyak menimbulkan komplikasi jika tidak dapat

dikendalikan (Helmawati, 2014).

1) Komplikasi Jangka Pendek (Akut)

Komplikasi akut merupakan komplikasi diabetes yang terjadi dalam

jangka waktu pendek atau bersifat mendadak, adapun komplikasi akut diabetes

yaitu hipoglikemia, ketoasidosis diabetic, dan sindrom hyperosmolar diabetic

(Helmawati, 2014).
36

2) Komplikasi Jangka Panjang (Kronik)

Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama

akan menyebabkan komplikasi kronik berupa kerusakan pada pembuluh darah dan

saraf, kerusakan pada pembuluh darah terbagi menjadi yaitu pembuluh darah

besar dan kecil (Helmawati, 2014).

Kerusakan pada pembuluh darah besar yaitu komplikasi penyakit jantung

koroner dan serangan jantung mendadak, komplikasi kaki diabetic, dan

komplikasi stroke sedangkan kerusakan pada pembuluh darah kecil berupa

kerusakan retina, kerusakan ginjal, dan penyakit diabetes juga rentan terhadap

infeksi seperti infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernafasan (Helmawati,

2014).

f. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan diabetes melitus bertujuan meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes, adapun tujuan dari penatalaksaan tersebut menurut

konsensus PERKENI 2015 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) yaitu :

1) Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan diabetes melitus,

memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut

(Soewondo dkk., 2015).

2) Tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan menghambat progrevisitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati (Soewondo dkk., 2015).

3) Tujuan akhir dari pengelolaan yaitu menurunnya mordibitas dan mortalitas

diabetes melitus (Soewondo dkk., 2015).


37

Pencegahan pada diabetes melitus ada tiga titik fokus yang saling

berkaitan, yaitu : mengendalikan berat badan, makana-makanan yang sehatan dan

olahraga teratur, untuk menghindari diri dari berbagai risiko diabetes, seseorang

yang berusia mulai 45 tahun, terutama yang memiliki masalah berat badan yang

berlebih seharusnya dilakukan uji diabetes (Bustan, 2007). Adapun pencegahan

diabetes sepenuhnya yaitu :

1) Pencegahan primordial kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku

positif mendukung kesehatan umum dan menghindarkan diri dari risiko

diabetes melitus,

2) Promosi kesehatan pada masyarakat ditujukan pada kelompok-kelompok

berisiko untuk mengurangi ataupun menghilangkan risiko yang ada,

3) Pencegahan khusus pada masyarakat ditujukan kepada mereka yang

memiliki risiko tinggi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan,

4) Diagnosis awal dilakukan dengan cara penyaringan (screening) berupa

pemeriksaan kadar gula darah kelompok risiko,

5) Pengobatan yang tepat dengan berbagai macam upaya dan pendekatan

pengobatan agar penderita tidak jatuh pada tingkat diabetes melitus yang

lebih berat atau komplikasi,

6) Disability limitation atau pembatasan kecacatan ditujukan berupa upaya

maksimal mengatasi dampak komplikasi sehingga tidak menjadi lebih

berat,

Rehabilitasi sosial maupun medis yaitu mengatasi keadaan yang terjadi

akibat komplikasi atau kecacatan karena diabetes melitus dengan upaya


38

rehabilitasi fisik yang berkaitan dari akibat lanjutan yang telah menyebabkan

adanya amputasi (Bustan, 2007).

D. Tinjauan Umum tentang Coronavirus (Covid-19)

1. Coronavirus (covid-19)

2. Patofisiologi

3. Gejala

4. Komplikasi

5. Pengobatan

6. Pencegahan

E. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan kelompok yang mempunyai peran penting dalam

mencegah, mengembangkan dan memperbaiki masalah kesehatan yang ada dalam

keluarga, untuk meningkatkan perilaku sehat, maka harus dimulai dari tatanan

keluarga (Notoadmodjo, 2010).

Dukungan keluarga merupakan sikap dan tindakan penerimaan terhadap

penderita yang sedang sakit, penyakit hipertensi dan diabetes melitus memerlukan

pengobatan seumur hidup, dukungan sosial dari orang lain yang sangat diperlukan

dalam menjalani pengobatannya (Utari, 2019).

Dukungan keluarga terbagi atas (Friedman,2010):

1. Dukungan Emosional

Dukungan yang melibatkan ekspresi dari empati, kepedulian, dan

perhatian kepada orang lain. Dukungan ini dapat memberikan perasaan

aman dan nyaman, perasaan dimiliki dan dicintai dalam situasi-situasi


39

stress yang dirasakan anak. Beberapa hal yang termasuk interaksi yang

mendukung adalah mendengarkan dengan penuh perhatian,

menawarkan simpati dan meyakinkan kembali, membagi pengalaman

pribadi dan menghindari konflik.

2. Dukungan Penilaian

Dukungan yang terjadi lewat ungkapan penghargaan positif kepada

orang lain, dorongan maju atau pesetujuan dengan pendapat dan

perasaan individu, serta adanya pembandingan positif dari individu

dengan orang lain. Dukungan ini memberikan perasaan berharga bagi

anak yang menganggap bahwa dirinya memiliki kemampuan yang

berbeda dengan orang lain sehingga menimbulkan rasa percaya diri

pada anak.

b) Dukungan instrumental

Dukungan yang berupa pemberian bantuan secara langsung seperti

bantuan uang atau materi lainnya. Dukungan ini berguna untuk melihat

sejauh mana orang tua memberikan materi, fasilitas pendidikan dan lain

sebagainya, yang berhubungan dengan biaya pendidikan maupun biaya

kebutuhan sehari-hari seorang anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota keluarga yang memberikan

dukungan secara baik serta menunjukkan sikap caring kepada anggota keluarga

yang menderita hipertensi memiliki peran penting dalam kepatuhan berobat.

Perhatian anggota keluarga mulai dari mengantarkan ke pelayanan kesehatan,

membantu pembiayaan berobat, mengingatkan minum obat, terbukti lebih patuh


40

menjalani pengobatan dibandingkan dengan penderita hipertensi yang kurang

mendapatkan perhatian dari anggota keluarganya.

Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh seorang penderita, karena

seseorang yang sedang sakit tentunya membutuhkan perhatian dari keluarga.

Keluarga dapat berperan sebagai motivator terhadap anggota keluarganya yang

sakit (penderita) sehingga mendorong penderita untuk terus berpikir positif

terhadap sakitnya dan patuh terhadap pengobatan yang dianjurkan oleh tenaga

kesehatan. Adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan

sejalan dengan penelitian dimana 72% responden yang patuh memiliki dukungan

keluarga yang tinggi.17

F. Tinjauan Umum Tentang Peran Petugas Kesehatan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014

tentang tenaga kesehatan, petugas kesehatan sebaiknya memberikan motivasi serta

pemberian informasi penting terkait penyakit kronis serta komplikasi yang terjadi

apabila tidak dilakukan pencegahan, dan agar penyandang penyakit kronis

khususnya penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 mau mengikuti Program

pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) (Utari, 2019).

Menurut penelitian (Abdullah dkk.,2017) bahwa peran pelayanan

kesehatan dalam penelitian tersebut merujuk pada tingkat kesempurnaan

enampilan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tata cara penyelenggarannya sesuai

dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.


41

Perilaku petugas yang ramah dan segera mengobati pasien tanpa

menunggu lama-lama, serta penderita diberi penjelasan tentang obat yang

diberikan dan pentingnya minum obat secara teratur merupakan sebuah bentuk

dukungan dari tenaga kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku

kepatuhan pasien. Hasil ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan peran

pertugas kesehatan yang baik ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan peran

petugas kesehatan yang kurang. Dukungan dari petugas kesehatan yang baik

inilah yang menjadi acuan atau referensi untuk mempengaruhi perilaku kepatuhan

responden.

G. Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Akan Pelayanan

Menurut Anderson dalam (Notoadmodjo, 2012) menyatakan bahwa

jumlah penggunaan pelayanan kesehatan pada keluarga merupakan kemampuan

serta kebutuhan atas pelayanan medis serta dianggap mempunyai peranan

tersendiri dalam memahami atau mengetahui perbedaan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Dan apabila penderita penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2

berpersepsi bahwa mereka membutuhkan Program Pengelolaan Penyakit Kronis

maka kemungkinan besar pemanfaatan Prolanis akan meningkat dan kebutuhan

akan pelayanan kesehatan tergolong dalam kebutuhan primer sehingga kesehatan

merupakan kunci utama dalam menjalani kehidupan, apabila tubuh dan pikiran

sehat maka apapun aktivitas yang akan dilaksanakan akan berjalan lancar (Utari,

2019).
42

H. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut

Anderson (1974) tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi beberapa

faktor, ialah :

FAKTOR PREDISPOSISI

Usia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Ras

Pengetahuan
PEMANFAATAN
PROLANIS

FAKTOR PENDUKUNG Bentuk aktivitas :


43

I. Kerangka Konsep

Gambar
Kerangka Konsep yang ingin 1. Kerangka
ditieliti Teori ini adalah :
dalam penelitian
Sumber : Teori Anderson (1974) dalam Notoadmodjo (2012)

Peran Petugas
Kesehatan

Pemanfaatan Program
Dukungan Keluarga Pengelolaan Penyakit Kronis
(Prolanis)

Kebutuhan akan
pelayanan
44
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dimana jenis

penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menjelaskan atau

menggambarkan suatu permasalahan yang ada dengan memberikan sebuah

jawaban atau penjelasan atas suatu permasalahan.

Menurut Sugiarto (2015), penelitian kualitatif adalah penelitian

yang temuan-temuannya tidak didapatkan dari prosedur-prosedur statistik

atau suatu bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan suatu

permasalahan atau gejala secara holistik-kontesktual melalui pengumpulan

data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen

kunci.

Penelitian ini dilakukan (pada saat sekarang) atau masalah-masalah

yang bersifat aktual. Dengan demikian untuk memecahkan suatu

permasalahan yang ada, maka dilakukan dengan cara menggambarkan

suatu keadaan data status fenomena berdasarkan fakta-fakta yang ada

tentang Perilaku penyelam pada Kejadian Dekompresi (studi kasus pada

penyelam suku Makassar)

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu peneliti

berusaha untuk mengumpulkan dan merangkum semua informasi secara

terperinci mencakup dimensi-dimensi dari kasus-kasus subjek penelitian.

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian


46

Pemelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2020 dan lokasi yang

menjadi tempat penelitian adalah Puskesmas Tamamaung Kota Makassar.

C. Informan Penelitian

1. Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah orang yang menderita

penyakit kronis (hipertensi dan diabetes melitus tipe 2) dan terdaftar

sebagai peserta program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis).

2. Informan Kunci

Merupakan informan yang mengetahui masalah secara mendalam

serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Adapun

informan kunci dalam penelitian ini adalah petugas pengelola prolanis di

puskesmas tamamaung.

D. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik untuk memperoleh data melalui

percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan

masalah penelitian, dengan menggunakan pedoman wawancara

2. Dokumentasi

Merupakan teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari

informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan

penelitian, seperti buku, jurnal, agenda, arsip dan internet.


47

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan fasilitas atau sarana yang

digunakan peneliti untuk mengumpulkan informasi terkait dengan peneliti

secara sistematis sehingga dapat mempermudah pengumpulan dan

pengolahan data. Instrumen yang digunakan untuk membantu peneliti

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pedoman wawancara, pedoman observasi.

2. Buku catatan, kamera, perekam suara, serta alat lainnya yang mendukung

dalam penelitian ini.

F. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, proses menganalisis data dengan cara

mengumpulkan, mengorganisasikan, memilih-milih dan

mengklasifikasikan untuk mendapatkan data menjadi sebuah informasi.

Setelah peneliti mengumpulkan data, maka tahap selanjutnya adalah

pengolahan data yang dilakukan dengan cara:

1. Reduksi Data

Tahap ini dilakukan dengan merangkum data, memilih hal-hal pokok sesuai

dengan fokus penelitian, mengelompokkan data pada hal-hal yang penting,

mencari tema serta polanya. Mereduksi data untuk menyederhanakan hasil dari

proses wawancara guna mendapatkan data yang lebih fokus.

2. Penyajian Data
48

Tahap ini dilakukan dengan cara menyajikan data bentuk teks naratif dalam

bentuk uraian dan deskriptif. Penelitian ini akan menyajikan uraian tentang

gambaran perilaku pemanfaatan layanan VCT pada ODHA di kota Makassar.

3. Penarikan Kesimpulan

Tahap ketiga dalam proses analisis data dalam penelitian ini adalah

verifikasi data dan penarikan kesimpulan. Varifikasi data dalam penelitian ini

dilakukan secara berkesinambungan guna mendapatkan kesimpulan dengan bukti

kuat dan kredibel.

G. Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif terdiri atas; uji

kreadibiltas data (validitas internal), uji transferabilitas (validitas

eksternal), uji depenabilitas (reliabilitas) dan uji konfirmabilitas

(obyektivitas). Adapun jenis uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji kredibilitas data. Yaitu dilakukan dengan menggunakan teknik

triangulasi sumber, diskusi dengan teman sejawat dan membercheck

(Sugiyono, 2014).

Trianggulasi sumber merupakan tekhnik pengumpulan informasi

dari berbagai macam sumber. Prinsip trianggulasi adalah informasi

mestilah dikumpulkan atau dicari dari sumber-sumber yang berbeda agar

tidak bias dalam sebuah kelompok. Trianggulasi dilakukan untuk

memperkuat data, untuk membuat peneliti yakin terhadap kebenaran dan

kelengkapan data (Afrizal, 2014).


49
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, M., Indahaan, Z., Widhawati, & Sari, S. (2016). Ensklopedi kesehatan

untuk umum (R. Kusumaningtatri, Ed.). AR-RUZZ MEDIA.

Azwar, A. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara.

BPJS Kesehatan. (2014). Panduan praktis prolanis (program pengelolaan

penyakit kronis). BPJS Kesehatan.

Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi: Penyakit tidak menular. Rineka Cipta.

Dinkes Kota Makassar. (2018). Profil kesehatan kota makassar. Dinas Kesehatan

Kota Makassar.

Dinkes Sulawesi Selatan. (2019). Jumlah kasus dan kematian diabetes melitus

dan hipertensi berdasarkan laporan rutin PTM Kab/kota di provinsi

sulawesi selatan tahun 2016-2019. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Selatan.

Helmawati, T. (2014). Hidup sehat tanpa diabetes cara pintar mendeteksi,

mencegah, dan mengobati diabetes,. Notebook.

IDF. (2015). International diabetes federation diabetes atlas 7th edition.

IDF. (2019). IDF DIABETES ATLAS NINTH EDITION 2019.

Kemenkes RI. (2018). Infodatin (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan)

hari diabetes sedunia. Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2020a). Protokol Kesehatan Penanganan COVID-19. Kementrian

Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2020b). Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease

(COVID-19) 15 Juli 2020 di indonesia. Kementrian Kesehatan RI.


51

https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/info-corona-

virus/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-16-juli-

2020/#.XxJa4CgzbDc

Kementrian Agama RI. (2010). Al-Qur’an dan terjemahannya. Mulia Abadi.

Lukito, A. A., Hustrini, N. M., & Harmeiwaty, E. (Ed.). (2019). Konsensus

Penatalaksanaan Hipertensi 2019. Perhimpunan Dokter Hipertensi

Indonesia.

Pradyta, A. D., Masfiah, S., Gamelia, E., Firda, A., & Maqfiroch, A. (2017).

PERILAKU PEMANFAATAN PROLANIS DENGAN STATUS

KESEHATAN PASIEN DIABETES MELLITUS DI KOTA

PURWOKERTO. Jurnal Kesmas Indonesia, 9(2), 10.

Pudjiastuti, R. D. (2013). Penyakit-penyakit mematikan. Nuha Medika.

Puskesmas Tamamaung. (2018). Perencanaan tingkat pertama (Ptp) Puskesmas

Tamamaung. Puskesmas Tamamaung.

Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementrian Kesehatan RI.

Santoso, D. (2010). Membonsai Hipertensi. Jaring Pena.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah Volume 9. Lentera hati.

Soewondo, P., Novida, H., & Rudjianto, A. (2015). Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2015. Pengurus

Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).

Tjahjadi, V. (2011). Mengenal, mencegah, mengatasi silent killer Diabetes.

Pustaka Widyamara.
52

Utari, E. S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan program

pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) oleh penderita diabetes melitus di

wilayah kerja puskesmmas mangkubumi tahun 2019. Fakultas ilmu

kesehatan universitas sliliwangi tasikmalaya.

WHO. (2014). Global Status Report: On noncommunicable diseases 2014. World

Health Organization.

WHO. (2018). Noncommunicable diseases country profiles 2018. World Health

Organization.

WHO. (2020). Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report—177 [Internet].

WHO; 2020. World health Organization.

https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-

reports/20200715-covid-19-sitrep-177.pdf?sfvrsn=b1a193f3_2

Anda mungkin juga menyukai