Anda di halaman 1dari 48

Penyakit Tidak menular (PTM)

No. Dokumen : 440/002/PDM/I/2023


No. Revisi : 00
PEDOMAN Tanggal Terbit : 04/01/2023
Halaman : 1/46

Kepala UPTD Puskesmas Gekbrong

RATNA WINARSIH, SKM, M.Kes.


NIP. 19690320 198901 2 001

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia adalah


penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80
persen kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. 73%
kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena
penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit
pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15% disebabkan oleh PTM lainnya (data
WHO, 2018).
Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya
kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan pengendalian PTM,
khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs
2030 sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara.
Indonesia saat ini menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular dan
Penyakit Tidak Menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi antara
lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi
demogra , teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan beban akibat
PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya tekanan
darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang
aktivitas sik, dan merokok serta alkohol.
Program Kemenkes lainnya yang disinergikan dengan program PTM utama adalah
pengendalian gangguan indera serta yang berfokus pada gangguan penglihatan dan
pendengaran serta gangguan disabilitas. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi
gangguan pendengaran secara nasional sebesar 2,6% dan prevalensi ketulian sebesar
0,09%. Hasil survei Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) menunjukkan
bahwa prevalensi kebutaan atas usia 50 tahun Indonesia berkisar antara 1,7% sampai
dengan 4,4%. Dari seluruh orang yang menderita kebutaan, 77,7% kebutaan disebabkan
oleh katarak. Penyebab lain dari kebutaan di Indonesia adalah kelainan di segmen
posterior bola mata (6%), glaucoma (2,9%), dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
(2,3%). Pada prevalensi gangguan pendengaran ditemukan 2,6 % dan ketulian sebesar
0,09 %. Sedangkan pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2
2018 disebutkan prevalensi disabilitas pada penduduk umur 18 – 59 tahun sebesar 22%.
Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator-
indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, sebagai berikut :
Prevalensi tekanan darah tinggi pada penduduk usia 18 tahun keatas meningkat dari
25,8% menjadi 34,1%;
Prevalensi obesitas penduduk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 14,8
% menjadi 21,8%;
Prevalensi merokok penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2%. menjadi 9,1%.
Untuk data PTM lainnya menunjukkan hasil sebagai berikut :
Prevalensi Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi 2,4%;
Prevalensi Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil;
Prevalensi Stroke pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 7 menjadi 10,9
per mil;
Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥ 15 tahun meningkat dari 2,0 per mil
menjadi 3,8 per mil;
Prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 6,9 %
menjadi 10,9%;
Prevalensi aktivitas sik kurang pada penduduk umur ≥ 10 tahun
meningkat dari 26,1% menjadi 33,5%;
Prevalensi konsumsi buah/sayur kurang pada penduduk umur ≥ 5 tahun
meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%.
Meningkatnya kasus PTM secara signi kan diperkirakan akan menambah
beban masyarakat dan pemerintah, karena penanganannya membutuhkan biaya yang
besar dan memerlukan teknologi tinggi. Hal ini dapat terlihat dari data Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) tahun 2017, sebanyak 10.801.787 juta
orang atau 5,7% peserta JKN mendapat pelayanan untuk penyakit katastropik dan
menghabiskan biaya kesehatan sebesar 14,6 triliun rupiah atau 21,8% dari seluruh biaya
pelayanan kesehatan dengan komposisi peringkat penyakit jantung sebesar 50,9% atau
7,4 triliun, penyakit ginjal kronik sebesar 17,7% atau 2,6 triliun rupiah.

3
Untuk itu, dibutuhkan komitmen bersama dalam menurunkan morbiditas,
mortalitas dan disabilitas PTM melalui intensi kasi pencegahan dan pengendalian
menuju Indonesia Sehat, sehingga perlu adanya pemahaman yang optimal serta
menyeluruh tentang besarnya permasalahan PTM dan faktor risikonya pada semua
pengelola program disetiap jenjang pengambil kebijakan dan lini pelaksanaan. Atas
dasar hal tersebut di atas, maka dipandang sangat penting untuk diterbitkannya
Pedoman Manajemen Program Pencegahan dan Pengendalian PTM (P2PTM) sebagai
acuan penyelenggaraan program yang berkesinambungan sehingga upaya yang
dilakukan kepada masyarakat lebih tepat dan berhasil guna meskipun pejabat pengelola
program yang ditunjuk nantinya juga akan berganti.
B. Tujuan Pedoman
1. Tersedianya acuan secara berjenjang bagi pengelola program untuk dapat
menyelenggarakan program P2PTM secara optimal.
2. Tercapainya kesinambungan penyelenggaraan program.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
1. Meningkatkan advokasi keijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan
sosialisasi P2PTM.
2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara
komprehensif.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat.
D. Batasan Operasional
1. Meningkatkan advokasi kebijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan
sosialisasi P2PTM.
a. Mendorong penguatan komitmen dari pengambil kebijakan untuk mendukung
program P2PTM terutama dalam alokasi sumber daya daerah.
b. Memberikan informasi dan pemahaman potensial produkti tas serta potensial
ekonomi yang hilang akibat P2PTM kepada para pengambil kebijakan lintas
sektor.
c. Menumbuhkan kesadaran bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab
bersama.

4
d. Mendorong advokasi lintas sektor untuk mewujdukan pembangunan
berwawasan kesehatan (Health in All Policy = HiAP).

2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif


secara komprehensif.
a. Menyebarluaskan secara masif sosialisasi pencegahan dan pengen- dalian
faktor risiko PTM kepada seluruh masyarakat.
b. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui penerapan budaya perilaku
CERDIK.
c. Melakukan deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM baik di
Posbindu maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Melakukan penguatan tata laksana kasus sesuai standar.
e. Meningkatkan program peningkatan kualitas hidup (perawatan paliatif) sesuai
ketentuan.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
a. Meningkatkan kapasitas SDM sesuai jenjang fasilitas pelayanan kesehatan dan
kompetensi didukung dengan penganggaran pusat maupun secara mandiri oleh
daerah.
b. Mendorong ketersediaan SDM secara kualitas maupun kuantitas.
c. Mendorong pemanfaatan SDM yang ada di masyarakat baik dilingkup awam,
akademisi, pegawai pemerintah dan swasta maupun organisasi profesi.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans
a. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan.
b. Mengoptimalkan dan mengintegrasikan sistem informasi yang dibangun oleh
pusat maupun yang diupayakan oleh daerah.
c. Melakukan evaluasi dan menindaklanjuti hasil pendataan secara berkala dan
dijadikan bahan pengambilan keputusan secara berjenjang untuk perbaikan
program.
d. Mendorong dilakukannya penelitian PTM yang diperlukan.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat
a. Melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan kelompok potensial lainnya.

5
b. Mengintegrasikan kegiatan program dalam pelaksanaan hari-hari besar yang
diwilayah masing-masing untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
P2PTM terutama pencegahan terhadap faktor resiko (mis. melakukan deteksi
dini faktor resiko massal pada hari-hari besar).
c. Berkoordinasi dengan lintas program terkait untuk memastikan ketersediaan
sarana prasarana, obat dan SDM, penerapan mutu pelayanan meliputi
akreditasi dan tatalaksan kasus sesuai standar.
d. Berkoordinasi dan menguatkan kemitraan dengan pihak swasta lainnya.
E. Landasan Hukum
1. Instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM.
3. Buku Pintar Kader.
4. Buku Monitoring Faktor Risiko PTM
5. Buku RENSTRA RPJMN 20115-2019.
6. Permenkes No 43 tahun 2019 tentang Puskesmas.
7. KMK Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
8. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No 11 tahun 2012 tentang Standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
9. Pedoman Pengendalian PTM terpadu.
10. Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
11. PerMenkes No 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi
Rokok Bagi Kesehatan.
12. Permendikbud No 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di
Lingkungan Sekolah.
13. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tahun
2016.
14. Peraturan bersama Menkes & Mendagri No 188/Menkes/PB/I/2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan KTR.
15. Pedoman Teknis Penegakan Hukum KTR tahun 2015.
16. Pedoman Penyakit Terkait Rokok tahun 2018.

6
17. PerMenkes No 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi
Rokok Bagi Kesehatan.
18. PerMenkes No 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi
Rokok Bagi Kesehatan.
19. Petunjuk Teknis Konseling Berhenti Merokok pada anak usia sekolah/Madrasah
bagi guru pembina Usaha Kesehatan Sekolah/Ma- drasah (UKS/M) tahun 2016.
20. Pedoman Pengendalian Penyakit Thalasemia di FKTP.
21. Permenkes No 29 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Mata
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
22. Buku Pedoman Penanggulangan Gangguan Indera (RPM).
23. Undang - Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
24. Buku Pedoman Penanggulangan Gangguan Fungsional (RPM).
25. Peta Jalan Layanan Kesehatan Inklusi Disabilitas.
26. Pedoman dan Modul Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat.

7
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Adapun sumber daya manusia sebagai tenaga kompeten dalam upaya
kesehatan dalam kegiatan Penyakit Tidak Menular meliputi :
1. Dokter Umum dengan kualifikasi pendidikan S1 Kedokteran
2. Dokter Gigi dengan kualifikasi pendidikan S1 kedokteran Gigi
3. Bidan dengan kualifikasi pendidikanminimal D3 Kebidanan
4. Perawat dengan kualifikasi pendidikan minimal D3 Keperawatan
5. Tenaga kesehatan lain yang terkait ( Nutritons Hyggiene Sanitasi )
6. Tenaga Laboratorium dengan kualifikasi pendidikan minimal S1
7. Tenaga Farmasi dengan kualifikasi pendidikan minimal D3
8. Tenaga Promkes dengan kualifikasi pendidikan minimal S1 Kesehatan
masyarakat.

B. Distribusi Ketenagaan

Ketenagaan di UPTD UPTD Puskesmas Gekbrong


PENDIDIKAN STATUS KEPEGAWAIAN
NO KETENAGAAN SM TKD JML
D3 S1 PNS PTT TKS
A
1 Dokter Umum 2 2 2
2 Dokter Gigi 1 1 1
3 Ka TU 1 1 1
4 TU
5 Administrasi 1 3 3 1 4
6 Perawat 15 2 12 5 17
7 Perawat Gigi 1 1 2
8 Bidan Puskesmas
4 1 5 5
9 Bidan Desa 16 10 6 16
10 Sanitarian 1 1 1
11 Promosi 1
1 1
Kesehatan
12 Ahli Gizi PKM 1 1 1
13 Apoteker
14 Asisten
1 1 1
Apoteker

8
15 Cleaning
2 2 2
Service
16 Security 1 1 1
17 Sopir 1 1 1
Jumlah 5 41 9 32 8 12 3 56

C. Jadwal Kegiatan
Kegiatan pelayanan Penyakit Tidak Menular dilaksanakan setiap harinya pada unit BP
umum

Hari Pukul
Senin s/d Sabtu 07.30 - 14.00

Kegiatan pelayanan penyakit tidak menular di luar gedung dilaksanakan sesuai jadwal
( jadwal terlampir ).

No Kegiatan Bulan
P2PTM jan feb mar apr mei jun jul agust sept okt nov des
1 Pembinaan 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x
POSBINDU
(HT, DM, KTR,
KESWA)

9
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

PULANG

Tempat parkir
GEDUNG UTAMA
LANTAI SATU
U
Halaman
Depan

IGD
GUDANG
Garasi
UMUM

10
R.KONSELING
TANGGA

R. R. R. KIA, KB,

R. BP GIGI
Imunisasi
USG, MTBS
LANSIA

GEDUNG UTAMA LANTAI 1


R. tunggu

R. Obat

R.PENDAFTARAN
R. TB, LABORATORIUM
R. Gudang Obat Umum
PINTU

11
R. Kepala Tata Usaha
R. Kepala Puskesmas WC
R.
UKM, UKP

GEDUNG UTAMA LANTAI 2

R. AULA R. ADMIN

12
Wc. Pasien R. PONED
R. DAPUR

R. IGD

R.OBAT IGD
R. MUSHOLA
Wc.

Kamar Jaga

R. IGD R. GUDANG
Wc. Pasien

R. Obat

R. Nifas / Rawat Gabung R. Persalinan


Wc. Pasien

R. Sterilisasi

13
B. Standar Fasilitas
Standar Fasilitas Pelayanan Kesehatan mengacu pada Standar
Fasilitas Pemeriksaan Umum menurut Permenkes Nomer 4 Tahun 2019 :
1. Ruangan di UPTD Puskesmas Gekbrong sudah memenuhi standar
Luas, Atap, Langit-langit, dinding, lantai, pintu dan jendela sudah
memenuhi syarat.
2. Sanitasi, Ventalasi, Pencahayaan dan listrik cukup
3. Peralatan/Perlengkapan yang tersedia di ruang konsultasi antara lain :
4. Meja
5. Kursi
6. Media KIE (Poster)
7. Alat pemeriksaan PTM (HT, DM, KTR, IVA, INDERA)
8. Buku register pasien dan Alat tulis kantor

14
BAB IV TATALAKSANA
PELAYANAN

A. PROGRAM DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO PTM DI POSBINDU


1. Pengertian
a. Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan
berbasis masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan
terpadu (Posbindu).
b. Kegiatan meliputi :
Pengukuran tekanan darah. Pengukuran gula darah.

Pengukuran indeks massa tubuh. Wawancara perilaku berisiko.


Edukasi perilaku gaya hidup sehat.
3. Sasaran
a. Setiap warga negara berusia 15 tahun keatas di suatu desa /
kelurahan / institusi.
b. Sasaran pemeriksaan gula darah adalah setiap warga negara
berusia 40 tahun ke atas atau kurang dari 40 tahun yang memiliki
faktor risiko obesitas dan atau hipertensi.
4. Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Pelaksanaan
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi. 15
5. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota menetapkan jumlah target
sasaran yang harus dicakup dalam 1 tahun. Penetapan
sasaran peserta Posbindu di wilayah desa / kelurahan /
institusi menggunakan data yang telah ditetapkan secara
bersama oleh pengelola program, petugas puskesmas dan
institusi.
- Pengelola Program Kab/Kota bersama Pengelola Program
Puskesmas menetapkan target dan sasaran puskesmas sesuai
jumlah penduduk di wilayahnya.
- Pengelola Program Puskesmas bersama Kader menetapkan
jumlah dan target sasaran di desa sesuai jumlah penduduk di
wilayahnya.
- Kegiatan dilaksanakan paling kurang 1 kali perbulan.
- Pengelola Program Puskesmas bersama Kader menetapkan
jadwal kegiatan Posbindu.
- Kader mensosialisasikan kepada masyarakat jadwal Posbindu.
- Pengelola Program Puskesmas dan Kader memastikan keter-
sediaan bahan habis pakai.
b. Tahap Pelaksanaan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan kegiatan dilakukan tercatat 16
dan dilaporkan.
- Kegiatan dilaksanakan oleh kader terlatih.
- Setiap sasaran/klien Posbindu memiliki buku monitor faktor risiko
PTM yang diisi pada setiap kunjungan.
- Kader melakukan rujukan ke FKTP sesuai ketentuan.
c. Tahap Pembinaan Dan Monev
- Melakukan Monev dan Bintek berkala.
- Mengkoordinir pencatatan dan pelaporan secara berjenjang.
- Pengelola Program Kab/Kota memastikan kegiatan dilakukan
tercatat dan dilaporkan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
puskes- mas melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi
secara berjenjang dan berkala.
- Pelaksana Kader terlatih

B. PROGRAM GERAKAN NUSANTARA TEKAN ANGKA OBESITAS (GENTAS)


1. Pengertian
a. Kegiatan GENTAS adalah suatu gerakan yang melibatkan
masyarakat dalam rangka pencegahan obesitas sebagai faktor
risiko PTM.
b. Kegiatan meliputi :
Pengukuran Indeks
Massa Tubuh (BB, Lingkar
perut dan tinggi badan).
Wawancara Perilaku
berisiko.
Edukasi perilaku gaya hidup sehat.
2. Sasaran
Setiap warga negara usia 15 tahun keatas yang berada di wilayah
tersebut.
3. Tahapan Kegiatan 17
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Pelaksanaan
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota menetapkan jumlah target
sasaran yang harus dicakup dalam 1 tahun. Penetapan
sasaran di wilayah desa / kelurahan / institusi menggunakan
data yang telah ditetapkan secara bersama oleh pengelola
program, petugas puskesmas dan institusi.
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan sosialisasi
program GENTAS di masyarakat dengan kriteria :
lingkar perut laki-laki < 90 cm lingkar perut wanita
< 80 cm IMT ≥ 25 kg/m2
- Pengelola Program Kab/Kota berkoordinasi dengan lintas
sektor, mengintegrasikan GENTAS pada kegiatan hari besar
di daerah misalnya HUT Pemda, HUT RI, pada saat olah raga
bersama, yang memobilisasi masyarakat dan lain lain.
- Pengelola Program Kab/Kota bekerja sama dengan Pengelola
Program Puskesmas menyiapkan tim pelaksana.
- Petugas yang ditunjuk sebagai pelaksana menyiapkan alat
pendukung dan catatan.
- Alat pendukung terdiri dari timbangan, pita meteran dan buku
catatan serta buku-buku KIE yang terkait.
b. Tahap Pelaksanaan
- Tim Pelaksana memberikan edukasi perilaku gaya hidup
sehat disampaikan pada penyandang obesitas sesuai
indikasi. 18
- Tim pelaksana mencatat dan melaporkan kegiatan.
- Tim pelaksana melakukan rujukan ke FKTP sesuai ketentuan
apabila diperlukan.
c. Tahap Pembinaan dan Monev
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas menganalisis laporan dan memberikan umpan
balik kepada pelaksana.
5. Pelaksana
a. Dokter
b. Perawat
c. Kader Terlatih
d. Pengelola Program Puskesmas
e. Masyarakat.

C. PROGRAM PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM


1. Pengertian
a. Kegiatan PANDU PTM adalah kegiatan penemuan dan
penanganan kasus PTM dan manajemen faktor risiko PTM di
FKTP secara terpadu.
b. Kegiat
an
manaj
emen
faktor
risiko
melipu
ti
pemeri
ksaan 19
:

perilak
u
merok
ok.
obesitas.
TD > 120/80 mmHg.
gula darah sewaktu > 200 mg/dL. kolesterol atau kolesterol rata-
rata.
wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang pernah berhubungan
seksual.
c. Penanganan penyandang PTM dan Program Rujuk Balik (PRB)
2. Sasaran
Setiap warga negara yang menyandang dan memiliki faktor risiko PTM
yang berkunjung ke FKTP

20
3. Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Pelaksanaan
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Penetapan sasaran menggunakan data angka kesakitan PTM,
PRB, temuan dan rujukan faktor risiko di FKTP.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas memastikan ketersedian alat kesehatan, bahan
habis pakai dan obat-obatan yang mendukung PANDU.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan ketersedian pedoman PPK 1 dan Pedoman
pengendalian PTM terpadu sebagai acuan bagi petugas di
FKTP.
b. Tahap Pelaksanaan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan kegiatan tercatat di dalam Rekam Medis dan
dilaporkan sesuai ketentuan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan rujukan FKRTL sesuai indikasi medis dan
menangani kasus rujuk balik sesuai standar.
5. Pelaksana 21
a. Dokter
b. Perawat
c. Bidan
D. PROGRAM PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI SEKOLAH
1. Pengertian
a. Kegiatan penerapan KTR di sekolah adalah suatu kegiatan pence-
gahan perilaku merokok pada warga sekolah.
b. Kegiatan meliputi :
Penetapan KTR.
pembentukan satgas.
memenuhi 8 indikator penerapan KTR.
2. Sasaran
Setiap warga yang berada di sekolah (siswa, guru, penjaga sekolah,
penjaja makanan dan pengunjung lainnya) di SD, SMP, SMA, dan
sederajat di suatu wilayah.
3. Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Pelaksanaan
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota menetapkan jumlah target
sasaran sekolah yang harus dicakup dalam 1 tahun
menggunakan data jumlah sekolah di suatu wilayah.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas menetapkan target dan sasaran sekolah
22 di wilayah kerja
Puskesmas.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas bekerjasama dengan Dinas Pendidikan
mensosialisasikan Permendikbud No. 64 tahun 2015 tentang
KTR kepada sekolah yang dijadikan target.
b. Tahap Pelaksanaan
- Pengelola Program Kab/Kota bekerjasama dengan Dinas
Pendidikan membuat usulan pembentukan Satgas tingkat
kabupaten/kota melalui Kadinkes kepada Bupati/Walikota.
- Satgas terdiri dari unsur : Dinkes, Disdik, Satpol PP, masyarakat
dan lainnya sesuai kebutuhan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas mendorong agar Kepala Sekolah yang menjadi target
menetapkan kebijakan KTR di sekolahnya.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas mendorong terbentuknya satgas KTR di
sekolah yang terdiri dari unsur : guru, orangtua murid, satpam,
murid dan warga sekolah lainnya.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas memastikan aturan KTR disekolah telah
disosialiasasikan dan dideklarasikan sebagai komitmen
bersama.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas melatih guru dan siswa sebagai agen
perubahan di sekolah.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan kegiatan dilakukan tercatat dan dilaporkan.
c. Tahap Pembinaan Dan Monev
23
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi secara berkala.
- Pengelola Program provinsi, kab/Kota dan puskesmas
melakukan pendampingan dan penilaian penerapan KTR di
sekolah secara berjenjang.
5. Pelaksana
a. Satgas Kab/Kota (meliputi unsur-unsur : dinas pendidikan, dinas
kesehatan, satpol pp, bagian hukum pemda, kanwil agama).
c. Satgas sekolah (meliputi unsur : Guru BK, Satpam, Kader Murid).
E. PROGRAM LAYANAN UPAYA BERHENTI MEROKOK (UBM)
1. Pengertian
a. Kegiatan Layanan UBM adalah pemberian konseling kepada
perokok untuk berhenti merokok di FKTP dan di sekolah.
b. Kegiatan meliputi :
- Identifkasi klien.
- Evaluasi dan motivasi .
- Penentuan pilihan terapi yang akan diberikan.
- Penyusunan rencana untuk menindaklanjuti/follow up yang sudah
dilakukan.
2. Sasaran
Setiap warga negara perokok yang berkunjung ke faskes/ klinik UBM.
3. Tahapan Kegiatan
Penetapan sasaran menggunakan data pengunjung FKTP yang memiliki
perilaku merokok dan data warga sekolah yang merokok.
a. Tahap Persiapan.
b. Tahap Pelaksanaan.
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan pedoman Tata laksana mengacu pada
Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok
24
di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tahun 2016 dan Petunjuk Teknis
Konseling Berhenti Merokok pada anak usia sekolah/Madrasah
bagi guru pembina Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah
(UKS/M) tahun 2016 tersedia di FKTP dan sekolah.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan ketersediaan alat kesehatan dan bahan habis
pakai untuk mendukung pelaksanaan UBM.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas mensosialisasikan layanan UBM kepada
perokok.
b. Tahap Pelaksanaan
- Pengelola Program Puskesmas membuat tanda rokok
pada rekam medis pasien yang merokok, untuk
memudahkan petugas kesehatan memberikan layanan UBM.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan kegiatan tercatat dalam rekam medik dan
dilaporkan sesuai ketentuan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan rujukan berjenjang dari sekolah ke fasyankes
sesuai indikasi.
c. Tahap Pembinaan dan Monev
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi
secara berkala.
5. Pelaksana
a. Dokter
b. Perawat 25
c. Bidan
d. Guru Bimbingan dan Konseling (BK).
F. PROGRAM DETEKSI DINI KANKER
1. Pengertian
a. Kegiatan Deteksi Dini Kanker adalah kegiatan deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim pada wanita usia 30-50 tahun
atau wanita yang pernah berhubungan seksual, yang dilakukan di
FKTP.
b. Kegiatan ini meliputi :
- Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS).
- Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).
2. Sasaran
Setiap warga negara wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang pernah
berhubungan seksual.
3. Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan.
b. Tahap Pelaksanaan.
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas menetapkan target dan sasaran di satu wilayah.
Penetapan sasaran menggunakan data wanita usia 30-50
tahun atau wanita yang pernah berhubungan seksual.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola26Program Puskes-
mas melakukan sosialisasi kepada target untuk mau
mendatangi FKTP melakukan deteksi dini kanker.
- Pengelola Program Kab/Kota memastikan ketersediaan tenaga
terlatih sebagai pelaksana.
- Pengelola Program Kab/Kota dan puskesmas memastikan
ketersediaan alat dan bahan habis pakai yang dibutuhkan.
b. Tahap Pelaksanaan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan pelaksanaan sesuai standar yang ditetapkan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan kegiatan tercatat dalam rekam medik dan
dilaporkan sesuai ketentuan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas memastikan tatalaksana IVA positif
menggunakan krioterapi oleh dokter terlatih.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan rujukan sesuai indikasi medis.
c. Tahap Pembinaan dan Monev
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi secara berjenjang dan berkala.
- Pelaksana
- Dokter
- Bidan

G. PROGRAM PENGENDALIAN THALASEMIA


Penertian 27
a. Kegiatan Deteksi Dini Thalasemia adalah suatu gerakan skrining
pada kelompok risiko Thalasemia.
b. Kegiatan ini meliputi :
- identifkasi populasi berisiko.
- pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht. MCV dan hapus darah tepi).
2. Sasaran
Setiap warga negara yang merupakan saudara kandung penderita
Thalasemia.
3. Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan.
b. Tahap Pelaksanaan.
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Penetapan sasaran menggunakan data penderita Thalasemia
yang telah ditangani di rumah sakit.
- Pengelola Program Kab/Kota bekerjasama dengan RS yang
menjadi rujukan Thalasemia, organisasi profesi terkait dan
LSM menetapkan jumlah target sasaran.
- Pengelola Program Kab/Kota menetapkan Puskesmas yang
mampu menjadi lokus deteksi dini Thalasemia.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskesmas menghitung biaya yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan deteksi dini.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan ketersediaan alat kesehatan dan bahan habis
pakai.
b. Tahap Pelaksanaan 28
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas memastikan pelaksanaan skrining sesuai
standar.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan rujukan ke RS sesuai dengan standar dan
indikasi medis.
c. Tahap Pembinaan dan Monev
- Pengelola Program Kab/Kota memastikan kegiatan tercatat
dalam rekam medik dan dilaporkan sesuai ketentuan.
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi secara berkala.

Pelaksana
- Dokter
- Perawat
- Analis Teknik Lab Medik (ATLN).

H. PROGRAM DETEKSI DINI DAN RUJUKAN KASUS KATARAK


1. Pengertian
a. Kegiatan Deteksi Dini dan Rujukan Kasus Katarak adalah kegiatan
pengukuran gangguan tajam penglihatan di UKBM dan FKTP
b. Kegiatan ini meliputi :
metode hitung jari.
Pemeriksaan Tumbling-E di UKBM.
pemeriksaan gangguan tajam penglihatan di FKTP.
2. Sasaran
Setiap warga negara berusia 40 tahun keatas di suatu wilayah.
4. Tahapan Kegiatan 29
a. Tahap Persiapan.
b. Tahap Pelaksanaan.
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.
5. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas menetapkan target dan sasaran di satu
wilayah. Penetapan sasaran menggunakan data populasi
penduduk berusia 40 tahun ke atas di suatu wilayah.
b. Tahap Pelaksanaan
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program
Puskes- mas memastikan deteksi di UKBM dan FKTP
dilakukan sesuai standar.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan rujukan secara berjenjang ke Fasyankes
sesuai indikasi medis.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas memastikan kegiatan dilakukan tercatat dan dilaporkan.
c. Tahap Pembinaan dan Monev
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi secara berkala.
- Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berkala.
.6. Pelaksana
a. Dokter
b. Perawat
c. Kader Terlatih 30
I. PROGRAM LAYANAN KESEHATAN INKLUSI DISABILITAS
1. Pengertian
a. Program Layanan Kesehatan Inklusi Disabilitas merupakan
Pelayanan kesehatan inklusif bagi penyandang Disabilitas, hal ini
terjadi jika seluruh lapisan masyarakat termasuk penyandang
Disabilitas mendapatkan pelayanan kesehatan secara sama.
Layanan kesehatan inklusif Disabilitas dilakukan untuk mencapai
kesetaraan hak-hak asasi manusia bagi penyandang Disabilitas
dan memastikan partisipasi penuh, serta akses terhadap
pelayanan kesehatan.
b. Kegiatan ini meliputi :
- Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan dan
nakes.
- Peningkatan kapasitas petugas dan kader.
- Pemberdayaan keluarga dan penyandang disabilitas.
- Pemenuhan standar layanan kesehatan bagi Penyandang
Disabilitas, seperti gedung, sarpras dan petugas serta kader
yang terlatih.
2. Sasaran
Setiap warga negara penyandang disabilitas yang berkunjung ke FKTP.
3. Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Pelaksanaan 31
c. Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi
4. Mekanisme Pelaksanaan
a. Tahap Persiapan
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan advokasi dan
sosialisasi lintas program dan lintas sektor tentang
pelayanan kesehatan ramah disabilitas.
b. Tahap Pelaksanaan
- Penetapan sasaran menggunakan data penyandang disabilitas
yang berkunjung ke FKTP.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas melakukan orientasi kepada kader, keluarga dan
penyandang disabilitas.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskes-
mas mengidenti kasi dan mengusulkan sarana dan prasarana
yang ramah disabilitas.
- Dokter dan nakes melayani penyandang disabilitas sesuai
standar.
- Dokter dan nakes melakukan rujukan secara berjenjang ke
Fasyankes sesuai ketentuan.
- Pengelola Program Kab/Kota memastikan kegiatan dilakukan
tercatat dan dilaporkan.
c. Tahap Pembinaan Dan Monev
- Pengelola Program Kab/Kota melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi secara berkala.
- Pelaksana
- Dokter
- Tenaga Kesehatan
- Kader terlatih

32
BAB V LOGISTIK

Manajemen logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan mengenai


perencanaan, penetuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan
serta penghapusan material atau alat-alat kesehatan. Tujuan dari manajemen
logistik adalah tersedianya setiap bahan setiap saat dibutuhkan, baik mengenai
jenis, jumlah maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Dengan demikian
manjemen logistik dapat dipahami sebagi proses pergerakkan dan pemberdayaan
semua sumber daya yang memiliki dan atau potensial untuk dimanfaatkan, untuk
operasional, secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk menilai apakah
pengelolaan logistik sudah memadai adalah dengan menilai apakah sering terjadi
keterlambatan dan atau bahan yang dibutuhkan tidak tersedia, berapa kali
frekuensinya, berapa banyak persediaan yang menggangur (idle stock) dan
berapa lama hal itu terjadi, berapa banyak bahan yang kadaluarsa atau rusak
atau tidak dapat dipakai lagi.
Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan :
A. Perencanaan Kebutuhan
Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar
kebutuhan bahan logistik yang diperlukan untuk periode waktu tertentu,
biasanya untuk satu tahun. Ada dua cara pendekatan yang digunakan dalam
perencanaan kebutuhan obat, yaitu :
1. Dengan memenuhui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan
nyata dipergunakan dalam periode waktu yang lalu :
33
a. Jumlah sisa/persediaan pada awal periode
b. Jumlah pembelian pada periode waktu
c. Jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode
d. Membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistik, dikaitkan
dengan kinerja yang dicapai
e. Membuat analisa kelancaran penyediaan bahan logistik, misalnya
frekuensi barang yang diminta ”habis” atau tidak ada penyediaan
jumlah barang yang menumpuk, serta penyebab terjadinya
keadaan tersebut.
f. Dengan melihat program kerja yang akan datang :
1. Membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang
pelaksanaan kegiatan pelayanan, pola penyakit, target
kinerja kerja
2. Memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisasi
bahan, ataupun kebijakan dlam pengaduan. (untuk obat
misalnya ada formularium, untuk pengadaan di puskesmas)
3. Menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan
persediaan awal, baik meliputi jenis, jumlah maupun
spesifikasi logistik)
4. Memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan
barang
B. Penganggaran
Fungsi berikutnya adalah penganggaran, yaitu menghitung kebutuhan sesuai
dengan kebutuhan pengadaan bahan logistik
C. Pengadaan
Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan
untuk mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan
D. Penyimpanan
34
Fungsi berikutnya adalah penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi
penerimaan barang. Secara garis besar yang harus dicek kebenarannya
adalah :
1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu
penyerahan barang terhadap surat pesan (SP) dan surat perintah
kerja (SPK)
2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna, kemasan,
bau, noda dan sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas
bahan
3. Kesesuaian waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu surat
pesan (SP)
Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita cara
penerimaan (BAP) barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan
barang/bahan logistik ada beberapa jenis barang logistik, yaitu
biasanya tidak langsung disimpan digudang, akan tetapi diterimakan
langsung kepada pengguna. Yang penting adalah bahwa mekanisme
ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check
(saling uji secara otomatis) yang memadai, yang dietetapkan oleh
yang berwenang (pimpinan).
Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi. Beberapa
keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif, karena sering terjadi
kesulitan memperkirakan kebutuhan secara akurat
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga
bahan
4. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai
5. Untuk mempercepat pendisribusian
Metode yang sering digunakan dalam pengendalian persediaan di Puskesmas
adalah
dengan meprhatikan sifat barang/obat, apakah termasuk barang vital,
esensial atau normal (VEN System). Digabungkan dengan apakah barang
35
tersebut fast atau slow moving. Selama periode tertentu kemudian dihitung
kebutuhan atau penggunaan, sehingga diketahui rata-rata penggunaan per
bulan juga fluktuasi permintaannya. Dari perhitungan itu secara empiris,
dapat ditentukan berapa besar jumlah.
1. Persediaan minimal/jenis barang perbulan
2. Persediaan maksimal/jenis barang perbulan
3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock)
Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first out). Khusus di
Puskesmas seharusnya FIFO juga dibaca sebagai first expired first out
(FEFO). Mana yang mempunyai masa kadaluarsa pendek/singkat harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang.
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan Ibu
dan Anak tersebut direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas
program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan kegiatan yang akan
dilaksanakan.

36
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien ( patient safety ) adalah suatu system dimana
psukesmas membuat asuhan kebiadan lebih awal. Hal ini termasuk asesmen
resiko, identifikasi dan pengolahan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan anilsa insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya implementasi solusi untuk menimbulkan timbulnya resiko. System ini
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oelh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
1. Tujuan
Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas
pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh
aspek pelayanan yang disediakan oelh fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien
Kriteria standar keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
meliputi :
1. Pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan
2. Koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan
3. Koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk memfasilitasi
37
dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi,
rujukan, dan tindak lanjut lainnya
4. Komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga
tercapai proses koordinasi yang efektif.
5. Standar Keselamatan Pasien fasilitas Pelayanan Kesehatan
Standar keselamatan pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan
dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi,
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien untuk mendapat informasi
2. Mendidik pasien dan keluarga tentang hak dan kewajiban pasien
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
8. Sasaran Keselamatan Pasien
Untuk meningkatkan keselamatan pasien perlu dilakukan pengukuran terhadap
sasaran-sasaran keselamatan pasien. Indikator pengukuran sasaran
keselamatan pasien seperti pada tabel berikut ini :
No Indikator Sasaran Keselamatan Pasien Puskemas Gekbrong Target
1 Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien 100%
2 Peningkatan komunikasi efektif 100%
3 Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien 100%
4 Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan 100%
keperawatan
5 Pengurangan terjadinya risiko infeksi di Puskesmas 100%
6 Mengurangi resiko cedera pasien akibat terjatuh 100%

1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien


Identifikasi pasien yang tepat meliputi tiga detail wajib,38yaitu: nama, umur,
nomor rekam medis pasien. Kegiatan identifikasi pasien dilakukan pada
saat pendaftaran, pemberian obat, pengambilan spesimen atau pemberian
tindakan
2. Peningkatan komunikasi efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang
dipahami oleh resipien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah
mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang
diberikan melalui telpon. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan
adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan klinis, seperti laboratorium
klinis menelpon unit pelayanan untuk melaporkan hasil pemeriksaan
segera/cito
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien
Ketepatan pemberian obat kepada pasien dimaksudkan agar tidak
terjadi kesalahan identifikasi pada saat memberikan obat kepada
pasien. Pengukuran indikator dilakukan dengan cara menghitung jumlah
pasien yang dilayani oleh bagian farmasi dikurangi kejadian kesalahan
pemberian obat dibagi jumlah seluruh pasien yang mendapat pelayanan
obat.
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
Dalam melaksanakan tindakan medis dan keperawatan, petugas harus
selalu melaksanakannya dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Identifikasi pasien yang akan mendapatkan tindakan medis dan
keperawatan perlu dilakukan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian prosedur.
39
5. Pengurangan terjadinya risiko infeksi di Puskesmas
Agar tidak terjadi risiko infeksi, maka semua petugas UPTD Puskesmas
Gekbrong wajib menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci
tangan 7 langkah dengan menggunakan sabun dan air mengalir. 7
langkah cuci tangan pakai sabun (CTPS) harus dilaksanakan pada
keadaan, yaitu :
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Setelah kontak dengan pasien
c. Sebelum tindakan aseptik
d. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
6. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat
menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang
lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien, melalui
perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh
langkah ini akan membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan
seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa
segera diambil tindakan yang tepat.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan
budaya adil dan terbuka
b. Memimpin dan mendukung staf. Tegakkan fokus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien diseluruh fasilitas pelayanan
kesehatan anda
c. Mengintegrasikan

aktivitas
pengelolaan
risiko.
Bangun
sistem
dan
40
proses
untuk
mengelola
risiko
dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan
d. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda mudah
untuk melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun
eksternal (naisonal)
e. Melibatkan

dan
berkomunikasi

dengan

pasien

kembangkan

cara-cara

berkomunikasi

cara

terbuka

dan mendengarkan pasien


f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna
pembelajaran tentang bagaimana terjadi insiden.
g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasien. Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam
41
praktek, proses atau sistem.
BAB VII KESELAMATAN KERJA
Dalam mengurangi dan mencegah bahaya yang akan terjadi, setiap pemegang
program harus mengerjakan pekerjaannya dengan hati-hati, mengenali bahan
potensial berbahaya dan penanggungannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja di UPTD Puskesmas Gekbrong adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi
sumber daya manusia di Puskesmas, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Puskesmas melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja di Puskesmas.
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan rawat jalan, dan kasus darurat di ruang tindakan. Standar pelaksanaan
K3 di Puskesmas, yaitu :
1. Pengenalan potensi bahaya dan pengendalian resiko K3 di fasyankes
2. Penerapan kewaspadaan standar
3. Penerapan prinsip ergonomi
4. Pemeriksaan kesehatan berkala
5. Pemberian imunisasi
6. Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di Puskesmas
7. Pengelolaan sarana dan prasarana puskesmas dari aspek keselamatan dan
kesehatan kerja
8. Pengelolaan peralatan medis puskesmas dari aspek keselamatan dan
42
kesehatan kerja
9. Kesiap siagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana termasuk
kebakaran
10. Pengelolaan bahan berbahaya, beracun dan limbah bahan berbahaya dan
beracun
11. Pengelolaan limbah domestik
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu pelayanan klinis merupakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya masalah terkait pelayanan pengobatan atau mencegah terjadinya
kesalahan pengobatan/medikasi (mediction error), yang bertujuan untuk
keselamatan pasien.
Unsur-unsur yang mempengaruhui mutu pelayanan sebagai berikut :
1. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana, dan standar prosedur operasional
2. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama
3. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manjemen, buadaya, respon,
dan tingkat pendidikan masyarakat.
Pengendalian mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program pengendalian
mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu pelayanan klinis meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu standar
2. Pelaksanaan, yaitu :
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksana rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja)
2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar
2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah 43
memuaskan
Indikator Renstra Kemenkes (P2PTM) 2020-2024

INDIKATOR RPJMN TAHUN 2020-2024


Target

No Indikator 2020 2021 2022 2023 2024

1 Persentase merokok penduduk usia 10-18 tahun (%) 9,1%*) 9,0 % 8,9 % 8,8 % 8,7 %

21,8%
2 Prevalensi Obesitas pada penduduk Umur > 18 tahun **) 21,8% 21,8% 21,8% 21,8%

*) Capaian: Riskesdas 2018 = 9,1%. Untuk Capaian tahun 2020-2022 tidak tersedia
**) Capaian Riskesda 2028 = 21,8 %. Untuk Capaian tahun 2020-2022 tidak tersedia
PMK no 13 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 >>Renstra Kemenkes 2020-2024

44
Indikator Renstra 2020-2024
 Indikator Kinerja Program (IKP)

Target

Indikator Kinerja Program 2020 2021 2022 2023 2024

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan 50 100


perokok usia < 18 tahun

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan


dan pengendalian PTM 52 129

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan deteksi dini


faktor risiko PTM 514 514 514

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pengendalian


faktor risiko 43 63 90

45
 Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

Target

Indikator Kinerja Kegiatan 2020 2021 2022 2023 2024

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan deteksi dini


faktor risiko PTM ≥ 80% populasi usia ≥ 15 tahun 52 129

Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi


dini gangguan indera pada ≥ 40% populasi
155 206

Persentase penduduk sesuai kelompok usia yang


dilakukan skrining PTM prioritas 45 70 90

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pelayanan


terpadu (Pandu) PTM di ≥ 80% puskesmas
103 205 308 411 514

46
Persentase penyandang hipertensi yang tekanan
darahnya terkendali di puskesmas/FKTP 43 63 90

Persentase penyandang diabetes melitus yang gula


darahnya terkendali di puskesmas/FKTP 36 58 90

Jumlah kabupaten/kota yang menerapkan Kawasan


Tanpa Rokok (KTR) 324 374 424 474 514

Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pelayanan


Upaya Berhenti Merokok (UBM) 50 100 175 275 350

47
BAB IX PENUTUP

Pedoman Penangulangan Penyakit Tidak Menular (PTM) UPTD Puskesmas


Gekbrong ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan penangulangan Penyakit tidak menular
(PTM) di UPTD Puskesmas Gekbrong. Untuk keberhasilan pelaksanaan pelayanan
diperlukan komitmen dan kerja sama semua pihak.
Hal tersebut akan menjadikan pelayanan Penyakit Tidak Menular (PTM) di UPTD
Puskesmas Gekbrong semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan
masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra puskesmas dan kepuasan terhadap
proses penangulangan Penyakit Tidak Menular (PTM) kepada pasien maupun masyarakat.

48

Anda mungkin juga menyukai