Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANDIRI

KESEHATAN GLOBAL

NAMA : DEBBY NATALIA GIRI


NIM : 2111080004
MATA KULIAH : KESEHATAN GLOBAL
SEMESTER : II (DUA)
PROGRAM STUDI : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

TAHUN 2022
 Perilaku merokok masih mudah dijumpai di Indonesia, prevalensinya pun masih
tinggi, menurut Riskesdas 2018, 50% laki-laki di Indonesia merokok.
 Salah satu kajian di negara Jepang menunjukkan bahwa prevalensi merokok sebagai
syarat keikutsertaan pada jaminan Kesehatan. Seseorang yang masih merokok
mendapatkan manfaat yang lebih sedikit jaminan kesehatannya dibandingkan dengan
mereka yang tidak merokok. Bagaimana opini saudara bila hal tersebut dilakukan di
Indonesia ?

Jawab :

 Konsumsi tembakau adalah sebuah tantangan kesehatan masyarakat yang penting


bagi negara Indonesia. Konsumsi tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama
pada Penyakit Tidak Menular (PTM), dimana konsumsi tembakau dapat memberikan
dampak pada sumber daya bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia yaitu biaya
pelayanan Kesehatan untuk perawatan kuratif pada PTM meningkat dan
menyebabkan defisit Jaminan Kesehatan Nasional sehingga anggaran kesehatan pun
meningkat untuk menutup defisit tersebut yang akhirnya mengganggu kelangsungan
pembiayaan seluruh sistem kesehatan. Konsumsi tembakau juga menyebabkan angka
kesakitan dan kematian dini yang berdampak langsung pada produktivitas sumber
daya manusia, termasuk daya saing dan inovasi (WHO, 2020).
 Prevalensi merokok di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia, dimana
62,9% laki-laki dewasa merokok. Penggunaan tembakau membunuh sekitar 225.700
orang Indonesia setiap tahun namun konsumsi tembakau tetap tinggi tembakau tetap
tinggi, begitupun konsumsi rokok dikalangan pemuda. Hal ini menghabiskan 6 juta
tahun hidup tuna upaya (disabilityadjusted years of life) setiap tahun dari negara
Indonesia (WHO, 2020). Indonesia memiliki 60,8 juta perokok laki-laki dewasa dan
3,7 juta perokok perempuan dewasa (Global Data, 2019). Berdasarkan data dari Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa 62,9% laki-laki dan 4,8%
perempuan berusia 15 tahun ke atas menggunakan tembakau (Riskesdas, 2018).
Angka Konsumsi tembakau di Indonesia diperkirakan menjadi penyebab kematian
terbesar perokok, yaitu sekitar 225.700 kematian premature tiap tahun (Kemenkes,
2019). Konsumen rokok memiliki kerentanan lebih tinggi untuk sakit sehingga
meningkatkan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pemerintah Indonesia harus

2
menanggung beban premi asuransi untuk kalangan miskin dan hampir miskin di
bawah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Konsumsi tembakau yang tinggi
dikalangan penduduk miskin meningkatkan kerentanan terhadap penyakit kronis,
sehingga menghabiskan anggaran tambahan negara (WHO, 2020). Pengeluaran ini
merupakan seperlima total pengeluaran medis program JKN dan makin memperburuk
defisit JKN, sehingga pemerintah Indonesia harus memberikan dana tambahan
sebesar Rp25,7 triliun untuk JKN selama empat tahun terakhir (BPJS, 2019). Solusi
yang efisien dari segi biaya yang berdampak dalam mengurangi beban Kesehatan dan
ekonomi dari konsumsi tembakau adalah menerapkan kebijakan cukai hasil tembakau
berbasis bukti, dimana dengan tingginya cukai hasil tembakau akan menaikkan harga
produk rokok semakin tidak terjangkau dan akhirnya akan mengurangi prevalensi
merokok di masyarakat (World Bank, 2017).
 Menurut Saya : Penerapan Sistem Jaminan Kesehatan bagi perokok di Jepang juga
dapat menjadi solusi yang dapat diterapkan di Indonesia. Sistem ini didukung oleh
Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya pasal 25 ayat
1 yang berbunyi: "Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: gangguan
kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri". Hal ini sejalan dengan kebiasaan perokok yang
mengakibatkan munculnya gangguan Kesehatan yang menyebabkan penggunaan dana
BPJS meningkat. Artinya system dengan konsep cost sharing untuk pasien akibat
rokok yaitu jika pasien dengan ganguan suatu penyakit yang setelah ditelusur
memang disebabkan karena kebiasaan merokok orang tersebut maka biaya
kesehatannya akan dibagi 75 : 25 yaitu 75% ditanggung BPJS dan 25% ditanggung
pasien itu sendiri. Konsep ini Memang sudah ada dalam Renstra 2024 oleh
pemerintah namun masih menunggu waktu untuk pelaksanaannya karena pemerintah
masih mempertimbangkan mengenai system Kesehatan Covering seperti yang
dilakukan negara maju ini, belum bisa sepenuhnya diterima akan berdampak pada
kenaikan cukai rokok dan juga masih diperlukan SDM yang memadai dibidang
Kesehatan dan fasilitas Kesehatan. Salah satu kesulitan yang sampai sekarang masih
dialami bagi pemerintah karena sisi Clinical Pathway yang mengatakan penyebab
karena rokok pada fasilitas layanan kesehatan. Kenaikan cukai rokok atau cukai bagi
hasil tembakau juga akan berdampak di sektor ekonomi dan perdagangan,
kemungkinan akan berakibat pada industry rokok itu sendiri, bisa terjadi PHK ribuan
pegawai sehingga mengakibatkan bertambahnya penangguran di negara ini. Hal-hal
3
ini yang masih menjadi pertimbangan pemerintah apakah konsep Kesehatan
Covering ini jika diterapkan di Indonesia. Namun saat ini pemerintah sedang
menggencarkan kampanye tidak merokok kepada masyarakat sehingga diharapkan
dapat mengurangi angka penyakit yang disebabkan akibat rokok dan memperpanjang
usia harapn hidup masyarakat Indonesia. Hal ini tidak hanya menjadi tugas
pemerintah namun juga merupakan tugas kita bersama sebagai Tenaga Kesehatan
Masyarakat di bidang preventif dan promotif untuk ikut menyuarakan program
pemerintah kampanye tidak merokok kepada masyarakat lewat edukasi berupa
sosialisasi, membagikan leaflet ataupun brosur-brosur Kesehatan yang menyatakan
akibat atau dampak dari merokok.

Referensi Pustaka :

WHO.2020.e-Book Menaikkan Cukai Dan Harga Harga Produk Tembakau.Untuk


Indonesia Sehat Dan Sejahtera.ISBN:97B-92-9022-774-8

Ronal,Wilfridus setu Embu. 2021. Dewas BPJS Kesehatan: Di Negara Maju, Pasien
Penyakit Akibat Rokok Dibebani Biaya. https://www.merdeka.com/khas/dewas-bpjs-
kesehatan-di-negara-maju-pasien penyakit-akibat-rokok-dibebani-biaya-wawancara-
khusus.html.dikakses Pada Tanggal 13 April 2022 Pukul 09.00.

Data Kementerian Keuangan – Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai. 14 Desember


2021

Anda mungkin juga menyukai