Anda di halaman 1dari 11

PEMBAHASAN IMPLEMENTASI DAN TEORI ADVOKASI

KESEHATAN, PENDANAAN PRIORITAS KESEHATAN,


PENGEMBANGAN DAN PENYAMPAIAN PESAN ADVOKASI
KESEHATAN, PEMBUATAN KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PRIORITAS KESEHATAN DI INDONESIA

Oleh :
Ni Luh Putu Rita Primayuni – 2102561004

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
1. Definisi Advokasi Kesehatan
Advokasi kesehatan merupakan kolaborasi kegiatan individu dan sosial yang
dibentuk untuk mendapatkan komitmen politis, dukungan kebijakan, penerimaan
sosial dan sistem yang mendukung tujuan atau berlangsungnya program kesehatan
tertentu. Dalam advokasi kesehatan akan terjadinya proses dimana orang terlibat
dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi kesehatan dengan berbagai strategis
yang ditujukan untuk memberikan pengaruh pada pembuatan keputusan dalam satu
organisasi ditingkat lokal, nasional, ataupun internasional.
2. Latar Belakang Kesehatan Masyarakat Memerlukan Upaya Advokasi
Kesehatan
Kesehatan masyarakat memiliki berbagai tujuan dalam meningkatkan derajat
kesehatan di masyarakat, seperti melakukan promosi kesehatan yang diharapkan
dapat terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dalam menciptakan
upaya preventif terhadap masalah kesehatan. Dalam mencapai tujuan tersebut,
perlunya advokasi sebagai upaya persuasif yang mencakup kegiatan penyadaran,
rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut terkait penyelesaian
masalah kesehatan.
Dalam menjalankan program kesehatan masyarakat, diperlukannya komitmen atau
dukungan dalam bidang kesehatan, atau yang mendukung pengembangan lingkungan
dan perilaku sehat. Program kesehatan masyarakat tidak bisa dijalankan sendiri.
Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan, tenaga, sarana, dana, kemudahan,
keikutsertaan dalam kegiatan, ataupun berbagai bentuk lain sesuai dengan kondisi.
Dengan adanya advokasi dalam kesehatan masyarakat, maka akan mempermudah
terciptanya pemahaman, pengenalan, kesadaran, ketertarikan, peminatan, tanpa
penolakan, kemauan, kepedulian, kesanggupan untuk membantu dan menerima
perubahan, adanya kegiatan nyata dan kelanjutan kegiatan kesehatan masyarakat.
3. Contoh Advokasi Kesehatan yang Berhasil
• Advokasi Vaksin COVID-19

COVID-19 adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh Severe Acuate


Respiratory Syndrom Coronavirus 2 (SARSCoV-2). Pandemi COVID-19 berdampak
pada aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat. Sampai dengan pertengahan
Desember 2020, secara global terdapat lebih dari 70 juta kasus COVID-19 dengan
angka kematian levih dari 1,5 juta jiwa. Di Indonesia, sejak kasus pertama COVID-
19 diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 hingga pertengahan Desember 2020
terdapat lebih dari 600 ribu kasus terkonfirmasi dengan angka kematian lebih dari 16
ribu jiwa.

Salah satu upaya dalam meminimalkan dampak negatif COVID-19 adalah vaksinasi,
vaksin akan membuat tubuh seseorang mengenali bakteri/virus penyebab COVID-19
sehingga bila terpapar bakteri/virus tidak akan sakit atau mengalami sakit ringan. Jika
70-80% masyarakat melakukan vaksinasi COVID-19 maka akan terciptanya Herd
Immunity (Kekebalan Kelompok) yang merupakan kondisi dimana sebagian besar
masyarakat telah terlindungi dari suatu penyakit.

Dalam mencapai hal tersebut, pemerintah mendukung upaya Advokasi wajib vaksin
COVID-19 sebagai syarat terbang, syarat melakukan pengobatan, hingga syarat
berkunjung ke fasilitas umum. Menurut saya, upaya advokasi tersebut berhasil
dikarenakan terjadinya peningkatan masyarakat yang melakukan vaksinasi. Merujuk
data Kementerian Kesehatan RI per 7 Desember 2021, terdapat 100.033.810 juta
penduduk Indonesia telah mendapatkan dosis lengkap (dosis 1 dan 2) yang berarti
sudah 49% dari total sasaran 208,2 juta orang yng harus divaksin COVID-19.
Berdasarkan rangkuman dari Our World in Data pada 6 Desember 2021 menunjukan
Indonesia menduduki peringkat ke-5 negara dengan jumlah vaksinasi terbanyak dosis
lengkap setelah Cina, India, Amerika Serikat, dan Brazil.

• Advokasi Kesehatan Ibu dan Anak Guna Menurunkan Prevalensi Stunting

Stunting adalah masalah serius bagi pembangunan sumber daya manusia. Stunting
tidak hanya masalah gangguan pertumbuhan fisik saja, namun juga mengakibatkan
ada mudah sakit, terjadinya gangguan perkembangan otak dan kecerdayan, sehingga
masalah stunting menjadi ancaman besar terhadap kualitas sumber daya Manusia di
Indoensia. Stunting tidak hanya dialami oleh anak, namun memberikan pengaruh di
masa yang akan datang dan berisiko terjadinya penurunan tingkat produktivitas.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (2021) kasus stunting di Indonesia
mengalami penurunan menjadi 24.4%, prevalensi stunting yaitu 20% yang
merupakan selisih dari prevalensi terhadap batas masalah kesehatan. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, 2013, 2018, Survei Status Gizi Balita Indonesia
2019, dan Survei Status Gizi Indonesia 2021 terjadi penurunan angka yang
didalamnya terdiri dari 2 kategori yaitu severaly stunted yaitu balita yang panjang
badan atau PB/U dan TB/U menurut umur kurang dibanding standar baku WHO-
MGRS (Multicenter Growth Reference Study) terdapat 36.8% di tahun 2007, 37.2&
di tahun 2013 dan di tahun 2018 sebanyak 30.8%, menurut data Survei Status Gizi
Balita Indonesia (2019) terdapat 27.7% dan Survei Status Gizi Indonesia terdapat
24.4% yang dapat disimpulkan bahwa angka prevalensi stunting dari beberapa tahun
terakhir terjadinya penurunan dari 36.8% menjadi 24.4% untuk balita dengan
kelompok umur 0-59 bulan. Berdasarkan data dari Bappenas (2020), prediksi stunting
untuk tahun 2020 sebesar 26.9% dan di tahun 2021 berdasarkan data Survei Status
Gizi Indonesia yaitu 24.4% menurut RPJMN menurun sebesar 2.7%.

Dari data di atas membuktikan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mengalami


penurunan sejak tahun 2013-2021. Hal tersebut menandakan bahwa kebijakan
pemerintan dalam menekan stunting dengan berbagai strattegi seperti antisipasi
dengan meningkatkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu ataupun di
fasilitas kesehatan lainnya, terlaksananya program untuk ibu hamil, bayi dan balita
seperti pemeriksaan rutin ibu hamil, pemberian vitamin A pada bayi dan balita serta
program imunisasi di fasilitas terdekat.

4. Contoh Advokasi Kesehatan yang Gagal


• Kawasan Tanpa Rokok Menurunkan Prevalensi Perokok Remaja

Di era desentrallisasi saat ini membuat pemerintah lokal mempunyai kewenangan


untuk mencegah dampak negatif dari konsumsi tembakau. Sekitar30%
kabupaten/kota di Indonesia mempunyai Perda KTR, namun efektifitas kebijakan
tersebut dalam upaya penurunan prevalensi merokok perlu diteliti. Isi kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) hanya membatasi area merokok dan iklan rokok di
wilayah yang sebagian besarnya adalah perkotaan. Tidak adanya perbedaan jumlah
perokok usia remaja pada daerah dengan adanya atau tidak adanya peraturan Kawasan
Tanpa Rokok. Contohnya di Jakarta yang mempunyai regulasi Kawasan Tanpa
Rokok namun faktanya dalam pelaksanaan tidak selalu dipatuhi/
Kebijakan KTR yang ada di daerah tidak mempunyai dampak terhadap pengurangan
jumlah perokok remaja. Kawasan yang telah ditentukan dalam kebijakan tersebut
adalah berbagai tempat di perkotaan, seperti sekolah, kantor, restoran, rumah sakit,
dan pasar, namun di pedesaan hampir tidak ada KTR. Namun faktanya, berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), orang yang merokok setiap harinya sebagian
besar (25.5%) tinggal di daerah pedesaan.

• Kebijakan Pembagian Kondom

Adanya gebrakan kebijakan dengan berencana membuat kebijakan penyebaran


kondom bagi pelaku seks berisiko. Seks berisiko yang dimaksud adalah setiap
hubungan seks yang berisiko tertular penyakit dan atau berisiko kehamilan yang tidak
diinginkan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya angka hubungan seks
berisiko. Di beberapa wilayah Indonesia menunjukan hasil survei seks berisiko
remaja diantaranya di Surabaya tercatat 54%, Bandung tercatat 47%, Medan 52%.
Hasil penelitian di Yogya yaitu dari 1.160 mahasiswa sekitar 37% mengalami
kehamilan sebelum menikah.

Data dari BKKBN, perkiraan jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta
jiwa. 800 ribu diantaranya terjadi di kelompok remaja. Namun kebijakan pembagian
kondom mengalami penolakan dari sejumlah organisasi massa islam dikarenakan
dianggap sebagai suatu hal yang keliru. Penolakan juga disampaikan oleh Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama secara tegas dikarenakan menganggap membuka jalan
menuju seks bebas.

5. Contoh Advokasi Kesehatan yang Sedang Berjalan


• Kebijakan Vaksin HPV Gratis

Kementerian Kesehatan mewajibkan vaksin human papillomavirus (HPV) sebagai


langkah untuk mencegah kanker serviks. Kebijakan ini terlaksana secara gratis.
Kementerian Kesehatan mengelompokan vaksin HPV sebagai program imunisasi
wajib bukan tanpa alasan. Faktanya, penyakit kanker serviks adalah salah satu
pembunuh perempuan paling mematikan di Indonesia setelah kanker payudara.

Data Observasi Kanker Dunia (2020) mengungkapkan terdapat 36.633 kasus baru
sekaliagus 21.003 kematian akibat kanker serviks. Data tersebut menunjukan bahwa
terdapat 50 kasus yang terdeteksi setiap harinya dengan lebih dari dua kematian setiap
jam.

Dengan menjalankan program tersebut, pengeluaran negara akan jauh lebih hemat
dikarenakan pengobatan kanker yang lumayan mahal. Oleh sebab itu, harapannya
tindakan preventif melalui vaksinasi HPV dapat menekan biaya perawatan kanker
dengan mencegah seseorang terkena penyakit kanker serviks.

• Kebijakan Pencegahan Penularan HIV/AIDS Dari Ibu ke Anak

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan bahwa 90% kasus HIV yang
terjadi pada anak sebagian besar dikarenakan penularan dari ibu ke janin. Hal tersebut
sesuai dengan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat terdapat
430.000 anak yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu dilakukan program Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), dimana pencegahan HIV, diagnosis, dan
perawatan diberikan kepada remaja perempuan dan perempuan dewasa yang
mempunyai HIV serta perempuan hamil yang belum ditest HIV.

Sejak tahun 2008, UNICEF Indonesia mendukung pemerintah Papua dan Papua Barat
dalam memperkuat program PPIA dalam level kabupaten dan provinsi. Program ini
pertama kali diterapkan di kota Sorong pda tahun 2012 sebagai salah satu kita pilot
selain Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Dikarenakan tingginya risiko kematian sebelum berusia dua tahun dengan HIV, dan
meningkatnya ketersediaan perawatan antiretroviral untuk anak di area dengan
sumber daya terbatas, UNICEF mendukung provisni Papua Barat dalam membangun
jumlah petugas kesehatan untuk melakukan diagnosis dini HIV pada bayi sejak 2018.
Di tahun 2019 program ini berhasil menyelamatkan sekitar 20 anak-anak di kota
Sorong dan Manokwari dari infeksi HIV. Program Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak masih tetap digencarkan hingga saat ini.

6. Teori Advokasi
• Teori Bagan A dari JHU (John Hopkins University)

Upaya untuk memberikan pengaruh terhadap kebijakan publik melalui berbagai


macam diantaranya analisis, strategi, mobilisasi, aksi, evaluasi, dan kesinambungan.
Analisis merupakan usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai
bentuk komunikasi atau penetapan sebuah gerakan yang ditentukan oleh pihak
berwenang untuk membimbing atau mengendalikan perilaku lembaga, masyarakat,
dan individu. Analisis merupakan langkah awal adavokasi yang efektif dengan
adanya ketersediaan informasi yang akurat dan pemahaman mendalam mengenai
permasalahan yang ada. Strategi merupakan tahapan strategi yang dibangun
berdasarkan tahapan analsisi yang mengarahkan, merencanakan, dan memfokuskan
upaya pada tujuan khusus dan menetapkan pada jalur yangjelas dalam mencapai
tujuan yang ditentukan, pada langkah strategi dapat kembangkan tujuan yang
SMART (Spesific, Measurable, Appropriate, Realistic, Timebound).

Mobilisasi merupakan pembentukan koalisi memperkuat advokasi, pada tahap ini


peristiwa, kegiatan, pesan harus sesuai dengan tujuan, kelompok sasaran, kemitraan
dan berbagai sumber yang ada dan organisasikan pelatihann dan praktik advokasi
serta tentukan secara jelas aksi yang akan diadakan dan pentingnya rekomendasi
tersebut. Aksi adalah upaya pengulangan pesan dan penggunaan alat bantu yang
kredibel dapat mempertahankan perhatian terhadap masalah dan mempertahankan
komitmen pembuat kebijakan. Evaluasi adalah upaya dengan monitor secara rutin dan
obyektif terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang masih dikerjakan.
Kesinambungan adalah upaya memperjelas tujuan jangka panjang, mempertahankan
fungsi koalisi dan menyesuaikan data argumentasi seiring perubahan yang terjadi.

Kelebihan teori ini yaitu adanya tahapan untuk mengetahui bagaimana langkah awal
untuk advokasi yang efektif dengan melakukan analisis dan mengarahkan strategi
advokasi yang spesific, measurable, appropriate, realistic, dan timebound. Namun
pada teori ini tidak berisi upaya mengembangkan dan mengirimkan pesan advokasi
kepada audiens yang berbeda yang berpotensi merespond terhadap pesan yang
berbeda.

• Teori Sharma

Teori sharma dalam advokasi berisi berbagai upaya diantaranya penggalangan dana,
koalisi, tujuan, data, sasaran, pesan, presentasi pesan, dan evaluasi. Penggalangan
dana berarti advokasi memerlukan sumber daya, jangka waktu lama sehingga
membutuhkan investasi waktu dan energiuntuuk menggalang dana dan sumber daya.
Koalisi berarti upaya keuatan adcokasi ditemukan pada sejumlah masyarakat yang
mendukung tujuan. Tujuan yaitu upaya agar usaha advokasi sukses harus
mempersempit tujuan. Data adalah upaya untuk memilih masalah yang akan
diselesaikan, mengindentifikasi solusi, menetapkan tujuan yang realistiik,
mendukung argumen yang persuasif. Sasaran yaitu uoaya mengidentifikasi
audiens.khalayak para pembuat keputusan, orang-orang yang mempengaruhi
pembuatan keputusan. Pesan adalah uoaya mengembangkan dan mengirimkan pesan
advokasi. Evaluasi adalah upaya advokasi yang berperan untuk menghasilkan timbal
balik dengan melakukan evaluasi secara terus menerus.

Kelebihan dari teori ini yaitu berisikan banyak upaya penunjang terlaksananya
advokasi yang efektif, mulai dari pendanaan hingga penyampaian pesan. Namun pada
teori ini tidak berisi upaya kesinambungan yang memperjelas tujuan jangka panjang.

7. Dua Pesan Advokasi Kesehatan yang Efektif Berdasarkan Contoh Advokasi di


Atas
• Hampir setengah dari orang perokok saat ini adalah remaja karena mereka
mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap rokok dan ingin terlihat keren
dari teman sebayanya.
• Hampir 100% efektivitas vaksin COVID-19 dapat membantu dalam
meminimalisir dampak negatif COVID-19 bagi tubuh
8. Prioritas Kesehatan dari Kementerian Kesehatan RI pada Lima Tahun
Mendatang dan Dari Segi Advokasi Kesehatan. Bagaimana Memastikan
Pendanaan untuk Prioritas Kesehatan Dimaksud Dapat Terjamin
Kegiatan program kesehatan masyarakat pada RPJM tahun 2020-2024 berfokus pada
penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, penurunan prevalensi stunting
dan wasting pada balita yang berikutnya diikuti dengan berbagai indikator
pendukung. Selain RPJMN, kegiatan program kesehatan masyarakat juga dijabarkan
dalam Rencana Strategis Kementerienan Kesehatan Thaun 2020-2024 yang memuat
indikator program dan mendukung RPJMN Tahun 2020-2024.
Sesuai dengan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, dalam
mewujudkan misi Presiden dalam Bidang Kesehatan Tahun 2020-2045, lima tujuan
strategi Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan program Kesehatan
Masyarakat yaitu peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan
siklus hidup dengan sasaran strategi meningkatnya kesehatan ibu, anak, dan gizi
masyarakat.
Dalam memastikan pendanaan untuk prioritas kesehatan dapat terjamin maka
dilakukan pendekatan sistem penganggaran yang terdapat tiga pendekatann yaitu
penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja, dan kerangka pengeluaran
jangka menengah (KPJM). Dapat juga dilakukan penyusunan perencanaan dan
penganggaran bidang kesehatan yang mempunyai tahapan yang berkesinambungan
mulai dari perencanaan program dan kegiatan sampai dengan pengalokasian
anggaran. Kemudian dapat dilakukan perencanaan dan penganggaran berbasis bukti
sesuai dengan pasal 31 UU Nomor 25 Tahun 2—4 tentang SPPN disebutkan bahwa
“Perencanaan Pembangunan Didasarkan Pada Data dan Informasi yang Akurat dan
Dapat Dipertanggungjawabkan”. Oleh karena itu, penentuan alokasi anggara setiap
program dan kegiatan dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan tahunan. Upaya lainnya yaitu penyusunan perencanaan dan penganggaran
harus ada keterkaitan atau benang merah antara indikator yang ada dalam program
kesehatan prioritas.
9. Proses yang Harus Dilakukan Pengambilan Keputusan dalam Pembuatan
Kebijakan Kesehatan
1. Persiapan, pada tahapan persiapan terdapat proses penyusunan kerangka acuan,
analisis SWOT, interview, pengumpulan data, dan perumusan awal isu strategis
2. Analisis situasi dan kecenderungan upaya kesehatan terhadap perkembangan dan
masalah
3. Analisis situasi dan kecenderungan lingkungan terhadap peluang dan ancaman
4. Perumusan dan pengkajian alternatif (skenario) terhadap isu strategi, dasar-dasar
dorongan tujuan, perumusan skenario, dan pengkajian skenario
5. Penentuan strategis terhadap visi dan misi, kebijakan dan program strategis,
kebutuhan sumber daya, dan pengorganisasian pelaksanaan
6. Pengendalian pelaksanaan terhadap penyusunan umum, pemantauan, dan saran
tindak koreksi
7. Penilaian hasil pelaksanaan terhadap penyusunan desain, penilaian evaluasi, dan
saran tindak lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, N. A. (2018). Sudah efektifkah kebijakan kawasan tanpa rokok di
Indonesia?. Berita Kedokteran Masyarakat, 34(5), 12-2.
Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, LM (2018). Kajian
determinan stunting anak di Indonesia. Gizi ibu & anak , 14 (4), e12617.
Badan, B. (2019). Kejadian Stunting. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 12(1), 21-
29.
Bantas, K. PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT TOPIK: KANKER
SERVIKS.
Ciotti, M., Ciccozzi, M., Terrinoni, A., Jiang, WC, Wang, CB, & Bernardini, S.
(2020). Pandemi COVID-19. Tinjauan kritis dalam ilmu laboratorium
klinis , 57 (6), 365-388.
Firdaus, N. N. (2019). Vaksin HPV Sebagai Alternatif Penurun Risiko Pencegahan
Kanker Leher Rahim. INA-Rxiv. June, 25.
Hirawan, F. B. (Ed.). (2020). Indonesia Dan COVID-19: Pandangan Multi Aspek
Dan Sektoral. Centre for Strategic and International Studies.
INDONESIA, R. (2011). Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok.
Khumairah, P. V., Anggraeni, R., & Darwis, D. (2022). ADVOKASI
KESEHATAN. Jurnal Kesehatan USIMAR, 1(1), 1-13.
Setditjen Farmalkes. (2021). Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2020-
2024.
Setiyawati, N., & Meilani, N. (2015). Determinan Perilaku Tes HIV pada Ibu
Hamil. Kesmas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 9(3), 201-
206.
Tarigan, I. U., Kosen, S., Suryati, T., & Indriasih, E. (2011). Kajian Implementasi
Program Pencegahan Penularan HIV/AIDS Dari Ibu Ke Anak.
UMUM, P. K. B. L. (2013). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014.
Widiyaningsih, D., & Suharyanta, D. (2020). Promosi dan Advokasi Kesehatan.
Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai