Disusun oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting (pendek) merupakan tragedi yang tersembunyi. Stunting atau sering disebut
kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun
(balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 hari
pertama kehidupan, yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting
apabila Panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjangnya
atau tinggi anak seumurnya. Dengan demikian periode 1.000 hari pertama kehidupan
seyogyanya mendapatkan perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan
fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang dimasa depan.
Hal ini disebabkan karena stunting salah satu masalah gizi yang dapat menjadi ancaman
bagi kualitas hidup manusia di masa mendatang. Ancaman permasalahan gizi di dunia
adalah terdapat 165 juta anak dibawah 5 tahun dalam kondisi pendek dan 90 persen lebih
berada di Afrika dan Asia. Target global adalah menurunkan stunting sebanyak 40 persen
pada tahun 2025. Prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara.
Dalam laporan sebelumnya, di Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang
mengalami beban ganda gizi, baik kelebihan maupun kekurangan gizi. Di Kawasan Asia
Tenggara, prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua setelah Cambodia
(Global Nutrition Report, 2016)
Terkait stunting, WHO (World Health Organization) telah menetapkan batas maksimal
penderita stunting yaitu 20% dari jumlah keseluruhan balita. Dalam lima tahun terakhir,
pemerintah meningkatkan perhatian dan anggaran untuk mempercepat penurunan angka bayi
pendek (stunting) melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor. 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) dan menetapkan 160 kabupaten
dan kota prioritas penanggulangan stunting.
Pencegahan anak kerdil (stunting) perlu koordinasi antar sektor melibatkan berbagai
pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, dunia usaha, dunia kesehatan, masyarakat
umum, dan lainnya. Pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu,
mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa
penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar keolompok di lokasi prioritas
merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak dan pencegahan
stunting.
Kementerian kesehatan mengangkat lima isu strategis yang menjdai prioritas dalam
pembangunan kesehatan periode 2020-2024. Kelima isu utama tersebut telah diidentifikasi
dalam rakerkesnas (Rapat Kerja Kesehatan Nasional) 2019 yakni angka kematian ibu (AKI)/
angka kematian neonatal (AKN) yang masih tinggi, stunting, tuberculosis (TBC), penyakit
tidak menular (PTM) dan cakupan imunisasi dasar lengkap. Masalah stunting pada 2024
ditargetkan menurun 20 persen dari tahun ini sebesar 27,6 persen. Menteri kesehatan
sebelumnya Nila Moeloek menurunkan angka stunting sekitar 10 persen selama lima tahun
menjabat.
Dengan demikian, kelompok tertarik dengan adanya isu masalah pemerintah untuk saat
ini yaitu salah satunya stunting. Kelompok akan lebih lanjut untuk menganalisa kebijakan
dan strategi nasional percepatan pencegahan stunting di Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
2.2 Mahasiswa mampu memaparkan dan menjelaskan formulasi dan implementasi terkait
kebijakan percepatan pencegahan stunting.
2.3 Mahasiswa mampu membuat rekomendasi dan advokasi terkait kebijakan percepatan
pencegahan stunting.
2.4 Mahasiswa mampu memberikan advokasi dan perubahan KPP yang sesuai untuk
meningkatkan program percepatan pencegahan stunting di Indonesia.
BAB II
ANALISA SITUASI
A. Teori Kebijakan
2.1 Definisi Kebijakan
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone yang
mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan
suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. Kemudian Batasan lain tentang kebijakan
public diberikan oleh Thomas R Dye yang mengatakan bahwa “kebijakan publik adalah
apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Di samping itu,
konsep ini belum bisa mencakup tindakan – tindakan, seperti pengankatan pegawai baru atau
pemberian lisensi. Suatu tindakan yang sebenarnya berada di luar domain kebijakan publik.
Kebijakan Kesehatan adalah sekumpulan keputusan yang dibuat pemerintah berhubungan
dengan kesehatan (Depkes RI,2003).
Kebijakan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat yang
optimal. Kebijakan diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh pihak yang
bertanggungjawab dalam bidang kebijakan kesehatan untuk membuat keputusan atau
bertindak atas suatu permasalahan. Kebijakan dapat disusun dalam semua tingkatan dari
paling bawah sampai pusat dari swasta maupun Negara (Buse et al.,2005). Kebijakan atau
“policy” secara umum digunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor dari munculnya
kebijakan misalnya seorang pejabat, organisasi maupun lembaga atau sejumlah aktor dalam
bidang tertentu (Winarno B,2012). Dalam menyusun kebijakan dikenal kerangka segitiga
kebijakan kesehatan yang digunakan untuk memahami pentingnya mempertimbangkan isi
kebijakan, proses penyusunan kebijakan dan bagaimana kekuatan yang digunakan dalam
kebijakan kesehatan.
D. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
c. UU No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005-2025)
d. UU No. 36/2009 tentang Kesehatan
e. UU No. 18/2012 tentang Pangan
f. PP No. 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
g. PerPres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
h. PerPresNo.2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional 2015-
2019.
i. PerPres No. 83/2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi
j. InPres No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Sehat
BAB III
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mencegah masalah stunting dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan saling
terintegrasi. Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Percepatan Perbaikan Gizi, (2)
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Sehat, (3) Pangan
Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis dan Gizi, harus disikapi
dengan koordinasi yang kuat di tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang jelas di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, hingga pelaksana ujung tombak. Untuk memberikan daya ungkit
dan dorongan kuat yang efektif dan efisien di bidang pangan dan gizi, dilaksanakan
koordinasi lintas sektor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan para pemangku
kepentingan melalui berbagai kebijakan, program, dan kegiatan. Diseminasi informasi dan
advocacy perlu dilakukan oleh unit teknis kepada stake holders lintas sektor dan pemangku
kepentingan lain pada tingkatan yang sama. Untuk jajaran struktural kebawahnya perlu
dilakukan knowledge transfer dan edukasi agar mampu menjelaskan dan melakukan
pemberdayaan dalam meningkatkan status gizi masyarakat.
Pengetahuan ibu sebelum kehamilan atau sebelum menjadi pengantin (calon pengantin)
merupakan target strategis yang paling memungkinkan untuk memberikan daya ungkit.
Kursus singkat menjelang perkawinan harus dijadikan prasyarat untuk memperoleh surat
nikah. Bayi yang lahir sehat dan dirawat dengan benar melalui pemberian ASI eksklusif, pola
asuh sehat dengan memberikan imunisasi yang lengkap, mendapatkan makanan pendamping
ASI (MPASI) yang berkualitas dengan kuantitas yang cukup dan periode yang tepat.
Generasi yang tumbuh optimal alias tidak stunting memiliki tingkat kecerdasan yang lebih
baik, akan memberikan daya saing yang baik dibidang pembangunan dan ekonomi.
Disamping itu, pertumbuhan optimal dapat mengurangi beban terhadap risiko penyakit
degeneratif sebagai dampak sisa yang terbawa dari dalam kandungan. Dengan demikian, bila
pertumbuhan stunting dapat dicegah, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik,
tanpa dibebani oleh biaya-biaya pengobatan terhadap penyakit degeneratif.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah pengalokasian dana desa untuk pengembangan gizi
masyarakat, penguatan peran kader dalam penyebaran informasi dan deteksi gizi masyarakat,
serta pemberian kursus persiapan perkawinan dengan memberikan materi terkait kehidupan
rumah tangga terutama masalah kesehatan dan gizi supaya kelak tidak melahirkan anak
stunting. Pendidikan sejak dini yang dimulai remaja sebelum pra nikah sangat dibutuhkan
karena dibutuhkan saat menjadi ibu hamil yang akan menjaga janin yang ada dikandungan
mendapatkan asupan gizi yang terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA