Bidang Kesehatan
Posted on 25 Maret 2013 by coretan nabila
Standar
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana pembangunan nasional di
bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari RPJPN Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi, misi,
arah dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional.
Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade terakhir telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna. Derajat kesehatan masyarakat telah
menunjukkan perbaikan seperti dapat dilihat dari angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan umur
harapan hidup.
1. Upaya Kesehatan
Dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI), pada tahun 2007 telah dikembangkan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di hampir seluruh kabupaten/kota.
2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan prosentase pembiayaan kesehatan tersebut, terutama yang bersumber dari pemerintah telah
diupayakan untuk lebih mengutamakan upaya pencegahan dan promosi kesehatan, sebagai perwujudan
semangat mencegah lebih baik daripada mengobati.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah saat ini masih rendah, rata-rata nasional masih dibawah
6-9% dari total pembiayaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kesehatan masih belum di
prioritaskan. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, pembangunan kesehatan
merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga penting perannya dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Pemerintah belum sepenuhnya dapat menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan
bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (Good Governance).
6. Pemberdayaan Masyarakat
TANTANGAN MASA DEPAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN disebutkan bahwa tantangan pembangunan
bidang kesehatan yang dihadapi antara lain adalah mengurangi kesenjangan status kesehatan masyarakat dan
akses terhadap pelayanan kesehatan antarwilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah
dan penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan; dan
mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah
penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta
meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan obat.
1. Masalah kesehatan masyarakat lainnya yang dihadapi adalah beban ganda penyakit yaitu disatu pihak
masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit
tidak menular. Selain itu beberapa penyakit infeksi cenderung meningkat kembali (re-emerging
diseases) seperti penyakit TB, dan malaria. Penyakit infeksi baru (new emerging diseases) juga telah
muncul, utamanya yang disebabkan karena virus seperti: HIV/AIDS, SARS, dan flu burung (avian
influenza). Ke depan Indonesia perlu mewaspadai timbulnya penyakit-penyakit baru yang diakibatkan
oleh virus.
Tantangan lain yang dihadapi adalah adanya kecenderungan meningkatnya masalah kesehatan jiwa, masalah-
masalah yang berkaitan dengan usia lanjut yang akan menyebabkan meningkatnya beban pelayanan dan
pembiayaan kesehatan, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan akibat kerja, dampak perubahan iklim, dan
meningkatnya pencemaran lingkungan serta perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit jantung dan
pembuluh darah (Kardiovaskular), kanker, dan penyakit tidak menular lainnya juga cenderung meningkat.
Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi sangat maju menjelang tahun 2025 sehingga dapat melayani semua
kebutuhan pelayanan kesehatan. Akibat penyalahgunaan Napza juga merupakan tantangan yang berat dalam
pembangunan kesehatan.
3. Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting.
Manajemen kesehatan yang meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, sistem informasi kesehatan,
dan hukum kesehatan yang mencakup perlindungan masyarakat, penegakan dan kesadaran hukum belum
sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Meskipun sistem informasi kesehatan sangat penting untuk
mendukung pembangunan kesehatan, akan tetapi tidak mudah dalam pengembangannya agar berhasil-guna
dan berdaya-guna. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
5. Kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar wilayah,
gender, dan antar kelompok tingkat sosial ekonomi; pelayanan kesehatan reproduksi yang masih lemah; serta
terbatasnya jumlah dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan.
Dalam pembiayaan kesehatan, hampir seluruh penduduk Indonesia diperkirakan telah dicakup oleh sistem
jaminan kesehatan sosial. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang aman, bermanfaat dan bermutu belum
sepenuhnya tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.
6. Dewasa ini belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi dan mutu tenaga kesehatan. Merupakan
tantangan bagi pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, bahwa menjelang tahun 2025 pemenuhan
seluruh kebutuhan SDM Kesehatan bagi pembangunan kesehatan telah tercapai.
7. Selain itu, dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, beberapa masalah dan
tantangan baru muncul sebagai akibat dari perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik serta perubahan
lingkungan strategis, baik global, regional, maupun nasional. Perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik yang
berpotensi terjadinya konflik sosial dapat menimbulkan masalah kesehatan. Terorisme, utamanya bioterorisme
dapat menjadi ancaman dalam pembangunan kesehatan.
Tantangan global yang dihadapi adalah upaya dalam pencapaian sasaran Millennium
Development Goals (MDGs). Tantangan global lainnya antara lain adalah perdagangan
bebas, dan sumber daya kesehatan yang ikut mengglobal, perlu diantisipasi. Pengaruh
penyelenggaraan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, dan tenaga kesehatan asing
perlu diwaspadai. Sedangkan dalam lingkup nasional antara lain adalah upaya penerapan
kebijakan pemerataan pembangunan kesehatan secara lebih luas, yang didukung dengan
1. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Pemberdayaan dan
Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya..
VISI
Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan
yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari
kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman
penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).
MISI
Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2025,
ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:
1. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan Terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga
negara Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan
lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan
masyarakat termasuk swasta.
Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial telah berkembang, penyelenggaraan upaya
kesehatan perorangan primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep
dokter keluarga. Di daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh
Puskesmas.
Tenaga kesehatan yang bermutu harus tersedia secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaat-kan
secara berhasil-guna dan berdaya-guna.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat, swasta, dan pemerintah harus tersedia dalam jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-guna. Jaminan
kesehatan yang diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, bertujuan
untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat harus tersedia secara merata serta
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan
pengawasan yang baik. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan dengan upaya peningkatan
manajemen, pengembangan serta penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan minuman.
Untuk terselenggaranya pembangunan nasional berwawasan kesehatan, perlu dilaksanakan kegiatan advokasi,
sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan, sehingga semua pelaku pembangunan nasional (stakeholders)
memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula
dilakukan penjabaran lebih lanjut dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan, sehingga benar-benar
dapat dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, pengembangan hukum di masa
mendatang menjadi sangat penting, untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum, dan
manfaat hukum.
////////////
Search:
Search
Latar Belakang.
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia oleh karena itu kesehatan adalah hak
azasi manusia. Keberhasilan pembangunan kesehatan secara makro akan
mempengaruhi kinerja pembangunan sektor lain seperti pembangunan ekonomi,
pendidikan, sosial, pertahanan dan keamanan, secara mikro akan meningkatkan derajat
kesehatan individu. Derajat kesehatan yang optimal akan mewujudkan sumber daya
manusia yang sehat dan kuat baik jasmani maupun rohani. Sumber daya manusia yang
demikian ini dibutuhkan dalam kita memasuki abad 21. Abad yang ditandai dengan
persaingan yang ketat baik ditingkat nasional, regional maupun internasional.
Pembangunan kesehatan terus harus diupayakan untuk dapat meningkatkan kualitas,
dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada tahun 1969-1971 Departemen Kesehatan menata kembali strategi pembangunan
kesehatan jangka panjang melalui PAKERNAS I untuk merumuskan rencana
pembangunan kesehatan jangka panjang sebagai awal Repelita I. Kemudian dari sinilah
konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) mulai diperkenalkan.
Gizi (penimbangan balita, pemberian vitamin A untuk balita, dan Sulfas Ferrosus
untuk ibu hamil)
MANAJEMEN PUSKESMAS
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen (subsistem) yang saling
terkait / tergantung satu sama lain dan bekerja untuk mencapai suatu tujuan, Sistem
dapat dianggap sebagai suatu sistem tertutup atau sistem terbuka. Sistem terbuka
sangat dipengaruhi oleh suatu perubahan lingkungan dan harus beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Dalam konsep sistem, ada hubungan hirarkhi antara berbagai
subsistem yang lebih rendah dan suprasistem yang lebih tinggi. Dalam sistem Kesehatan
Propinsi, maka sistem Kesehatan Nasional merupakan suprasistem dan sistem Kesehatan
Kabupaten/Kota merupakan subsistem. Sistem akan berfungsi optimal bila sub
sistemnya berfungsi sebagaimana seharusnya. Secara hubungan dengan lingkungan,
dimana suatu sistem harus berhadapan dengan lingkungan maka system menerima
berbagai masukan (input), kemudian berproses menghasilkan luaran (output) serta hasil
akhir adalah outcome (dampak)
Melihat dari pendekatan system ini maka suatu sistem menyangkut seluruh aspek
kelembagaan, struktural, pembiayaan, penganggaran, sumber daya manusia, sistem
informasi dan kemitraan dengan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan status
kesehatan masyarakat Kontek di atas berfokus pada hubungan dinamis antara
komponen tersebut yang berinteraksi dan akan menghasilkan suatu hasil akhir
(outcome) sebagai penampilan dari system itu secara keseluruhan
Adapun yang menjadi ruang lingkup atau lingkungan wilayah kerja Puskesmas antara
lain:
wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, dengan saran teknis dari
kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah
Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan
yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja
Puskesmas bisa meliputi 1 Kelurahan. Puskesmas di ibukota Kecamatan dengan jumlah
penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi
sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
a. Program Pokok
a. Promosi Kesehatan.
KIA/KB adalah informasi mengenai apakah program kesehatan ibu dan anak termasuk
keluarga berencana diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.
f. Gizi.
Gizi adalah informasi mengenai apakah program gizi diselenggarakan oleh Puskesmas
yang bersangkutan atau tidak.
b. Program Pengembangan
Upaya Kesehatan Kerja adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan
kerja diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut adalah informasi mengenai apakah program upaya
kesehatan gigi dan mulut masyarakat desa (UKGMD) diselenggarakan oleh
Upaya Kesehatan Jiwa adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan jiwa
diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.
Upaya Kesehatan Mata adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan
mata diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.
Untuk dapat melaksanakan usaha pokok Puskesmas secara efisien, efektif, produktif, dan
berkualitas, pimpinan Puskesmas harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen. Manajemen bermanfaat untuk membantu pimpinan dan pelaksana program
agar kegiatan program Puskesmas dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penerapan
manajemen kesehatan di Puskesmas terdiri dari Micro Planning (MP) yaitu peraencanaan
tingkat Puskesmas. Pengembangan program puskesmas selama lima tahundisusun
dalam Micro Palanning. Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP) yaitu bentuk penajabaran
Micro Planning ke dalam paket-paket kegiatan program yang dilaksanakan oleh staf, baik
secara individu maupun berkelompok. LKMP dilaksanakan setiap tahun. Local Area
Monitoring (LAM) atau PIAS-PWS (Pemantauan Ibu dan Anak- Pemantauan Wilayah
Setempat)adalah sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauanpenyakit pada ibu
dan anak atau untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. Bagan di
bawah menjelaskan fungsi manajemen yang dijabarkan di puskesmas.
LAM merupakan penjabaran fungsi pengawasan dan pengendalian program. LAM yang
dijabarkan khusus untuk memantau kegiatan program KIA disebut dengan pemantauan
Ibu dan Anak Setempat atau PIAS atau PWS KIA. Sistem pencatatan dan pelaporan
terpadu Puskesmas (SP2TP) adalahkompilasi pencatatan program yang dilkukan secara
terpadu setiap bulan. Stratifikasi Puskesmas merupakan kegiatan evaluasi program yang
dilakukukan setiap tahun untuk mengetahu pelaksanaan manajemen progaram
Puskesmas secara menyeluruh. Penilaian dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dan SP2TP dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk penilaian
stratifikasi. Supervisi rutin oleh pimpinan Puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk
koordinasi dan memantau kegiatan program. Supervisi oleh pimpinan, monitoring dan
evaluasi merupakan penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan pengendalian) di
Puskesmas.
5. Manajemen keunagan
6. Manajemen logistic
7. Monitoring program
8. Kerja sama/koordinasi
11. Kepemimpinan
2. Pertolongan persalinan
4. KB
Perawatan anak :
5.
1. Menyusui
3. Imunisasi
4. Pemberian Oralit
2. Surveilan
Contoh pada Bagan di atas untuk menunjukan perbedaan antara kegiatan pelayanan
kesehatan (health services) dengan komponen kegiatan penunjang manajemen
pelayanan (management support service). Di bagian kiri adalah contoh komponen
pelayanan kesehatan dasar untuk pelayanan kesehatan umum, perawatan ibu, dan anak,
upaya pengobatan dan sebagainya. Contoh tersebut dapat dikenbangkan sesuai dengan
kegiatan prorgam Puskesmas. Di bagian kanan adalah contoh komponen penunjang
manajemen. Semua program pelayanan kesehatan dasar di sebelah kiri mempunyai
komponen penunjang manajemen yang sama. Dengan mengembangkan komponen
penunjang manajemen, komponen pelayanan kesehatan dasar akan dapat dilaksanakan
secara efektif, efisien, rasional dan berkualitas. Dalam upaya menunjang pengembangan
program pokok Puskesmas, Puskesmas juga mempunyai empat subsistem manajemen
yaitu:
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prinsip
d. Sumber
1. Masyarakat
perorangan dan klmpk dunia usaha, serta dari lembaga non pemerintah
2. Pemerintah
APBN, APBD Prov, APBD kab/kota masing2 sekurang2nya 15% dari total anggaran
pendapatan.
Medical care
Rujukan spesialis
Hemodialisa
Operasi jantung
Operasi kosmetik
Penunjang diagnostik
Kabupaten/Kota tersebut
Program yang bersifat masal
Keluarga Berencana
Imunisasi
Penyakit Menular
Perbaikan Gizi
Perawatan Rumah Sakit untuk penyakit menular dan KIA yang dirujuk
Pelayanan Darurat
Peranan Masyarakat
Keluarga berencana
Pelayanan Rujukan
Penyediaan sarana Rumah Sakit
Pelayanan spesialistik
Jenis logistik
Sumber
Pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang harus dibuat oleh petugas dalam
bentuk inventaris Puskesmas. Demikian pula dengan penerimaan dan pemakaian obat-
obatan. Pimpinan Puskesmas mempunyai wewenang dan wajib memeriksa administrasi
barang dan obat secara rutin. Penyusunan perencanaan kebutuhan logistik dan obat
didasarkan pada pencatatan barang dan obat yang habis dan yang masih tersedia (pola
konsumsi). Khusus untuk manajemen obat, penyimpanan dan pengeluarannya mengikuti
system first in and first out (FIFO) untuk mencegah obat kadaluarsa.
Staf adalah sumber daya manusia (SDM) yang utama yang dimiliki Puskesmas. Oleh
karena itu, SDM Puskesmas perlu dibina dan dikembangkan baik motivasi, inisiatif dan
keterampilannya agar mereka dapat bekerja lebih produktif. Sesuai dengan system
manajemen modern, staf Puskesmas merupakan faktor produksi utama untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk meningkatkan motivasi kerja
staf, system intensif perlu diterapkan sesuai dengan ketentuan yang disepakati bersama.
Sistem kerja yang bersifat integratif dan berkelompok juga dapat dikembangkan di
Puskesmas. Selain itu, pemberian penghargaan oleh pimpinan kepada staf yang
berprestasi juga akan membantu untuk meningkatkan motivasi mereka. Keterbukaan
pimpinan dalam pengelolaan keuangan Puskesmas juga akan lebih meningkatkan rasa
kebersamaan staf dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya.
Jumlah dan jenis tenaga yang tersedia di Puskesmas sangan bervariasi. Di bidang
ketenagaan, masalah yang sering dihadapi oleh Puskesmas adalah jumlahnya yang
terbatas, keterampilan rendah dan kualifikasinya tidak sesuai dengan kebutuhan. Tenaga
minimal yang harus dimiliki oleh sebuah Puskesmas adalah dokter umum, bidan,
perawat sanitasi, perawat umum, perawat gigi, tata usaha dan bendahara. Semakin
berkembang pelayanan yang dilaksanakan oleh Puskesmas, semakin banyak jenis dan
jumlah staf yang dibutuhkan. Di Puskesmas yang dilengkapi dengan ruang rawat inap
juga membutuhkan staf yang lebih banyak seperti 2-3 dokter umum, seorang dokter
gigi, 2-3 orang bidan, 3-4 orang perawat umum, 1-2 orang perawat gigi, seorang
perawat jiwa, perawat sanitasi, seorang tenaga analis, seorang asisten apoteker, juru
masak dan supir.
Untuk Puskesmas yang jumlah tenaganya masi terbatas, Puskesmas menganut sistem
kerja integratif. Tiap-tiap staf diberikan satu tugas pokok dan tugas-tugas tambahan
lainnya. Tugas tambahan ini merupakan tugas yang bersifat integratif. Contoh: staf yang
mendapat tugas pokok menangani program KIA, KB atau gizi masih dapat diberikan
tugas tambahan lainnya seperti mengorganiasasikan kegiatan Posyandu, kunjungan ke
sekolah, ke rumah penderita dalam rangka PHN, penyuluhan kepada kelompok-kelompok
masyarakat di wilayah binaan. Keterbatasan jumlah tenaga yang tesedia di Puskesmas
juga dapat diatasi dengan melaksanakan beberapa program prioritas sesuai dengan
masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerja Puskesmas.
Program pokok yang wajib dilaksanakan di puskesmas adalah pengobatan, KIA, PKM,
P2M, Kesehatan lingkungan, gizi dan lab. Puskesmas tidak diwajibkan untuk
melaksanakan semua program pokok Puskesmas yang ada pada Buku Pedoman Kerja
Puskesmas.
Pertemuan antara pemimpin dengan staf sebaiknya diadakan secara rutin. Pertemuan
rutin (rapat bulanan dan mingguan) yang merupakan penjabaran fungsi actuating, perlu
diarahkan untuk mengkaji kemajuan dan hambatan pelaksanaan program untuk
mencapai tujuan operasional program yang sudah disepakati. Pertemuan rutin juga
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan koordinasi tugas-tugas lintas program,
penyampaian hasil supervisi pimpinan terhadap pelaksanaan kegiatan program di
lapangan, atau untuk mengumumkan kebijaksanaan pimpinan, dan umpan balik dari staf
terhadap penerapan kebijakan pimpinan.
Setiap progam akan menghasilkan data. Data yang dihasilkan perlu dicatat, dianalisis
dan dibuat laporan. Data yang disajikan adalah informasi tentang pelaksanaan progam
dan perkembangan masalah kesehatan masyarakat. Informasi yang ada perlu dibahas,
dikoordinasikan, diintegrasikan agar menjadi pengetahuan bagi semua staf puskesmas.
Pencatatan kegiatan harian progam puskesmas dapat dilakukan di dalam dan di luar
gedung. Pelaporan yang dibuat dari dalam gedung Puskesmas adalah semua data yang
diperoleh dari pencatatan kegiatan harian progam yang dilakukan dalam gedung
puskesmas seperti tekanan darah, laboratorium, KB dan lain-lain. Data yang berasal dari
luar gedung adalah data yang dibuat berdasarkan catatan harian yang dilaksanakan
diluar gedung Puskesmas seperti Kegiatan progam yandu, kesehatan lingkungan, UKS,
dan lain-lain.
Ada beberapa jenis laporan yang dibuat oleh Puskesmas antara lain:
Laporan bulanan untuk melaporkan kegiatan rutin progam. Laporan jenis ini ada 4
jenis yaitu:- LB1, berisi data kesakitan
Analisis data hasil kegiatan progam puskesmas akan diolah dengan menggunakan
statistic sederhana dan distribusi masalah dianalisis menggunakan pendekatan
epidemiologis deskriptif. Data tersebut akan disusun dalam bentuk table dan grafik
informasi kesehatan dan digunakan sebagai masukkan untuk perencanaan
pengembangan progam puskesmas. Data yang digunakan dapat bersumber dari
pencatatan masing-masing kegiatan progam kemudian data dari pimpinan puskesmas
yang merupakan hasil supervisi lapangan.
Dinkes Kabupaten / Kota dan propinsi secara rutin menetapkan target atau standart
keberhasilan masing-masing kegiatan progam. Standart pelaksanaan progam
merupakan standart untuk kerja (Standart Performance). Staf standart untuk kerja
merupakan ukuran kualitatif keberhasilan progam. Tingkat keberhasilan progam secara
kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output
(cakupan pelayanan) kegiatan progam.
Indikator derajat kesehatan masyarakat yang paling peka untuk menilai dampak progam
kesehatan adalah IMR (Infant Mortality rate), MMR (Maternal Mortality Rate), dan BR
(Birth Rate). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, empat progam pokok
perlu lebih diprioritaskan oleh puskesmas yaitu KIA, KB, P2M dan gizi. Keempat progam
pokok tersebut juga dilaksanakan secara terpadu diluar gedung puskesmas melalui pos
kesehatan ditingkat dusun atau pos pelayanan terpadu. Sejak tahun 1992/1993,
pemerintah juga telah menempatkan bidan didesa. Bidan yang bertugas di desa,
mengelola pondok bersalin desa.
MANAJEMEN POSYANDU
Pengertian Posyandu
Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Pelaksanaan pelayana
program terpadu dilakukan dib alai dusun, balai kelurahan, RW, dan sebagainya yang
disebut dengan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di Posyandu antara lain: KIA (Keseehatan Ibu dan Anak), KB (Keluarga
Berencana),P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare), dan Gizi (penimbangan balita).
Sedangkan sasaran penduduk posyandu ialah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia
subur (PUS),dan balita.
Program yandu merupakan strategi pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi
(Infant mortality- IMR), angka kelahiran (Birth Rate-BR), dan angka kematian ibu
(Maternal Mortality Rate-MMR). Turunnya IMR, BR, dan MMR di suatu wilayah merupakan
standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu di
wilayah tersebut.Untuk mempercepat penurunan IMR, BR, dan MMR tsb,secara nasional
diperlukan tumbuhnya peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan
posyandu karena posyandu adalah milik masyarakat.Untuk mengembangkan peran serta
masyarakat di posyandu dapat dilakukan dengan penerapan asas-asas manajemen
kesehatan.
Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan
mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari input, proses,
output, effect, outcome, dan mekanisme umpan baliknya.
Input
Yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu system yang disingkat
dengan 6M yaitu: Man, Money ,Material, Mehod, Minute, dan Market. Man adalah
kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan, Staf Puskesmas,
kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat, dan sebagainya. Money adalah dana
yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang disubsidi oleh
pemerintah. Material adalah vaksin, jarumsuntik, KMS, alat timbang, obat-obatan, dan
sebagainya. Method adalah cara penyimpanan vaksin,cara menimbang, cara
memberikan vaksin, cara mencampur oralit, dan sebagainya. Minute adalah waktu yang
disediakan oleh staf Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan yandu dan waktu yang
disediakan oleh ibu untuk suatu kegiatan dan sebagainya. Market adalah masyarakat
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi kegiatan yandu, transport,
system kepercayaan masyarakat di bidang kesehatan ,dan sebagainya.
Proses
Output
Merupakan produk program yandu misalnya jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi,
dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah PUS yang
diberikan pelayanan KB.
Effect
Outcome
Merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses suatu sistem seperti penurunan
angka kematian bayi, penurunan fertilitas PUS, dan jumlah balita kurang gizi.
Fungsi manajemen yang dipakai sebagai pokok bahasan dalam makalah ini ialah
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan.Tiga prinsip
pokok penerapan asas-asas manajemen pada pengembangan program kesehatan adalah
upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menunjang pelaksanaan
program,peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target program,
dan setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara rasional karena sudah
didasari pemanfaatan data secara tepat.
Untuk lebih jelasnya bagaimana penerapan keempat fungsi manajemen tersebut pada
program pelayanan terpadu, berikut ini akan dijelaskan keempat fungsi manajemen
tersebut
1. Perencanaan
Untuk dapat menjelaskan masalah program yandu diperlukan upaya analisis situasi.
Sasaran analisis situasi adalah berbagai aspek penting pelaksanaan program yandu di
berbagai wilayah Puskesmas. Dari analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam data
yang terdiri dari berbagai aspek.
Aspek epidemiologis yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian
tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang
dapat dicegah dari imunisasi.
Aspek demografis berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah
AKI.
Aspek geografis semua informasi karakteristik wilayah yang dapat mempengaruhi
masalah tersebut.
Aspek sosial ekonomi adlah pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem
kepercayaan masyarakat.
Aspek organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan,
persediaan vaksin, alat KB, dsb.
Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana,
dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas masalaj dijadikan dasar untuk
menentukan tujuan.
Dengan RKO akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan
dan sebagai alt pemantau. Contoh format RKO:
2. Lokasi kegiatan
3. Metode pelaksanaan
4. Sasaran penduduk
5. Penanggung Jawab
7. Waktu Pelaksanaanya.
Pengorganisasian
Dari struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan wewenang
dari pimpinan kepada staf sesuai tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok terdiri
dari 2 atau 3 staf yang tiap staf disesuaikan dengan jumlah yang tersedia dan jumlah
kelompok yang diperlukan. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh satu orang senior.
Mereka bersama kader akan memberikan pelayanan di Posyandu, membuat laporan,
menganalisis cakupan dan mengevaluasi pelaksanaan program di lapangan. Tugas-tugas
mereka hendaknya dibuat jelas dan sederhana disesuaikan dengan rata-rata tingkat
pendidikan mereka.
Penggerakan-pelaksanaan
Posyandu adalah untuk masyarakat dan perlu dikelola oleh masyarakat oleh kader-kader
di tingkat dusun. Pembinaan kader memang sukar dikerjakan oleh pihak puskesmas
karena merka bekerja secara sukarela sementara mereka dihadapkan pada pilihan
bekerja untuk menanggung kebutuhan ekonomi keluarga dan dirinya sendiri. Tetapi
tanpa kader yang diambil dari masyarakat setempat,konsep posyandu (dari dan untuk
masyarakat) akan kabur. Ironisnya sampai saat ini posyandu masih tetap dianggap
perpanjangan tangan puskesmas. Tanpa staf puskesmas, posyandu jarang sekali
berjalan secara rutin. Ini adalah salah satu bentuk tantangan pelaksanaan dan
pengembangan posyandu terutama di kota-kota.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan program yandu adalah:
Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerjasama yang ada (terutama dengan
PKK) untuk dapat menunjang kegiatan program yandu.
Kembangkan motivasi kader dan staf kesehatan sebagai anggota kelompok kerja
program yandu, sehingga peran serta mereka yang optimal dapat ditingkatkan untuk
menunjang pelaksanaan program yandu. Dalam hal ini hubungan antar manusia
(HAM) perlu terus dibina dan dikembangkan untuk menjamin tumbuhnya suasana
kerja yang harmonis dan merangsang inisiatif anggota kelompok kerja posyandu.
Pengawasan dan Pengendalian (WASDAL)
Setelah fungsi pergerakan dan pelaksanaan program yandu, maka fungsi selanjutnya
yang dilakukan adalah fungsi pengawasan dan pengendalian. Dalam hal ini, pimpinan
Puskesmas dan koordinator program Yandu dapat mengevaluasi keberhasilan program
dengan menggunakan Rencana Kerja Operasional sebagai tolak ukur/ standar dan
membandingkan hasil kegiatan program di masing-masing posyandu. Aspek-aspek yang
diawasi selama program yandu di lapangan adalah:
Untuk tanggung jawab pengawasan program yandu tetap di tangan pimpinan puskesmas
tetapi wewenang pengawasan di lapangan dilimpahkan pada koordinator program.
Beberapa langkah penting dalam fungsi Wasdal program yandu ini adalah:
1. Menilai apakah ada kesenjangan antara target dan standard dengan cakupan dan
kemampuan staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya (aspek pengawasan).
Cakupan program adalah hasil langsung (output) kegiatan program yandu yang dapat
dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan cakupan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana yaitu jumlah orang yang
mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap program.
Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf puskesmas melalui
pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di Desa atau dusun. Penduduk
sasaran program yandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan (estimasi).
Estimasinya dtetapkan oleh dinas kesehatan tingkat I atau Kanwil Depkes. Jumlah
penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung
dengan menggunakan estimasi sehingga hasil analisis cakupan program di puskesmas
selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang
dicari langsung (riil) dengan yang diperkirakan (estimasi), perhitungan cakupan dengan
menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya,akan
memberikan hasil yang berbeda.
Dalam usaha peningkatanm effiensi dan efektivitas penatalaksanaan program yand, staf
puskesmas perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya mengkaji masalah
program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayah binaannya.
Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat supervisi. Mereka juga
diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai dengan kewenangan yang
diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok masyarakat setempat. Semua
kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses manajemen program yandu.
Share
Make a Comment
Leave a Reply
yang menjadi masalah sekarang adalah masih kurangnya kerja sama tim lintas sektoral.
jadi perlu dibentuk pokja kecamatan dan sistem kinerja pokja yang berkelanjutan.
kemudian Pimpinan Puskesmas harus proaktif. dan kalu perlu harus ada tenaga promosi
kesehatan yang membidangi maslah advokasi terhadap pemangku kebijakan di tingkat
kecamatan.
muhammad iman
October 8, 2011
Reply
Cinta
February 20, 2012
Reply
bagus
Reply
Cinta
February 20, 2012
Reply
rizki kurniadi
February 1, 2012
Reply
Cinta
February 20, 2012
Reply
MANTAP THANKS
nasriyanty
November 28, 2012
Reply
About
RSS
o Complete Feed
o Comments
o
o
o
Meta
o Register
Authors
o dr. Cinta
Archives
Archives
Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...
Follow
Sign me up
////////////////
Peran Puskesmas dan Pemberdayaan
Masyarakat dalam Meningkatkan Derajat
Kesehatan Masyarakat Melalui Program
Kesehatan Berbasis Masyarakat
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang kompleks. Mulai
dari ilmu yang digunakan dalam penyelesaian merupakan multidisiplin, sektor
yang terkait pun multisektoral, serta subjek yang melaksanankannya pun berasal
dari berbagai pihak. Pada tulisan ini yang akan penulis bahas mengerucut pada
masalah pelaku kesehatan saja, yaitu masyarakat. Masyarakat memiliki porsi
yang perlu diperhitungkan dalam penyelesaian masalah kesehatan dan
peningkatan derajat kesehatan. Membicarakan pemberdayaan masyarakat tidak
bisa dilepaskan dari fungsi pelayanan kesehatan daerah setempat sebagai
fasilitator masyarakat untuk memainkan perannya dalam pembangunan
kesehatan di daerahnya sendiri. Selain itu, masalah pemberdayaan masyarakat
menjadi hal yang harus dicermati oleh pemerintah mengingat mulai
dikembangkannya paradigma sehat di Indonesia. Penerapan paradigma sehat
merupakan model pembangunan kesehatan dalam jangka panjang agar mampu
mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam memelihara kesehatan,
melalui peningkatan pelayanan promotif dan preventif disamping kuratif dan
rehabilitatif untuk mewujudkan Indonesia Sehat (Castro, 2008). Oleh karenanya
sekarang kita bisa melihat berbagai program kesehatan berbasis masyarakat,
misalnya program Jemantik, Desa SIAGA, ataupun Klinik Sanitasi.
/////////
A. Latar Belakang
Renstra SKPD dapat juga dijadikan sebagai bahan evaluasi yang penting agar
pembangunan dapat berjalan secara lebih sistematis, komprehensif dan tetap fokus pada
pemecahan masalah-masalah mendasar yang dihadapi Puskesmas Minasatene khususnya
di bidang kesehatan.
Dokumen Renstra ini bersifat jangka pendek dan menengah namun tetap diletakkan pada
jangkauan jangka panjang, dan mengacu kepada visi misi dan arah kebijakan
pembangunan bidang kesehatan Puskesmas Minasatene untuk lima tahun mendatang.
Usaha mewujudkan visi, misi dan arah kebijakan yang tertuang dalam dokumen renstra ini
perlu didukung dengan strategi umum, yang kemudian diterjemahkan ke dalam program-
program pembangunan kemudian diuraikan kedalam kegiatan-kegiatan yang mendukung
masing-masing program tersebut.
Dengan demikian ini dapat dijadikan acuan dan pegangan Puskesmas Minasatene dan
jaringannya dalam penyusunan program/kegiatan yang berkaitan dengan upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
C. Landasan Hukum
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang,
antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah.
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
Landasan hukum yang diberikan adalah UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, sehingga pemerintah
daerah memiliki pedoman dalam menjalankan tugas-tugasnya dan terhindar dari praktek-
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat.
1. Analisis tentang situasi, yang meliputi antara lain analisis potensi konflik horisontal,
gangguan kamtibmas serta dinamika dan friksi sosial politik yang berkembang ditengah-
tengah masyarakat.
2. PRB dan proyeksi pertumbuhan ekonomi, baik sektor-sektor ekonomi primer yang
membutuhkan kebijakan yang kondusif bagi pertumbuhannya maupun sektor-sektor
ekonomi kerakyatan yang menumbuhkan intervensi kebijakan berupa pelaksanaan program
dan kegiatan yang memihak pada masyarakat kurang mampu.
3. Indeks Regional, seperti misalnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat
pengangguran, angka kemiskinan, angka putus sekolah, gejala kerusakan ekosistem,
lingkungan hidup dan tata ruang.
Rencana Strategis (Renstra) berfungsi sebagai perencanaan taktis strategis, yang disusun
sesuai dengan kebutuhan daerah dengan mengacu pada RPJMD serta indikator
sebagaimana disebutkan diatas.
Arah kebijakan penyelenggaraan daerah dituangkan dalam Renstra yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam lima tahunan.
Selanjutnya, Renstra dirinci dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama DPRD setiap tahun.
RINCIAN APBD
Dokumen Renstra juga dipakai untuk memperkuat landasan penentuan program dan
kegiatan tahunan daerah secara strategis dan berkelanjutan.
Rencana Strategis SKPD dapat dikategorikan sebagai dokumen manajerial wilayah yang
bersifat komprehensif karena mampu memberikan program-program strategis sesuai
dengan kebutuhan masing-masing bidang dalam lingkup SKPD.
Dengan adanya perubahan dalam lingkungan yang semakin kompleks, maka perlu
melakukan perencanaan atas perubahan tersebut secara proaktif dan bukan reaktif.
3. Visioner
Perencanaan strategik yang dibuat harus berorientasi pada masa depan, sehingga
memungkinkan organisasi untuk memberikan komitmen pada aktivitas dan kegiatan di masa
mendatang.
Dokumen Renstra SKPD tahun 2011 - 2015 Puskesmas Minasatene ini disusun sebagai
berikut :
BAB I. PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang
C. Landasan Hukum
E. Sistematika Penyusunan
A. Struktur Organisasi
B. Tujuan
/////////////////