Anda di halaman 1dari 39

Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Bidang Kesehatan
Posted on 25 Maret 2013 by coretan nabila
Standar
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana pembangunan nasional di
bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari RPJPN Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi, misi,
arah dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional.

Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade terakhir telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna. Derajat kesehatan masyarakat telah
menunjukkan perbaikan seperti dapat dilihat dari angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan umur
harapan hidup.

1. Upaya Kesehatan
Dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI), pada tahun 2007 telah dikembangkan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di hampir seluruh kabupaten/kota.

2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Peningkatan prosentase pembiayaan kesehatan tersebut, terutama yang bersumber dari pemerintah telah
diupayakan untuk lebih mengutamakan upaya pencegahan dan promosi kesehatan, sebagai perwujudan
semangat mencegah lebih baik daripada mengobati.

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah saat ini masih rendah, rata-rata nasional masih dibawah
6-9% dari total pembiayaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kesehatan masih belum di
prioritaskan. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, pembangunan kesehatan
merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga penting perannya dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

3. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan


Meskipun upaya pemenuhan kebutuhan SDM Kesehatan telah dilakukan dengan menempatkan tenaga
kesehatan di seluruh Indonesia, namun masih belum mencukupi dari segi jumlah, jenis dan kualitas tenaga
kesehatan yang dibutuhkan untuk dapat tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan Minuman


Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman
telah dilakukan secara komprehensif. Ketersediaan Obat Generik Berlogo tinggi, harga murah tapi akses
masyarakat terhambat karena asymetric information dan praktek pemasaran yang kurang baik.

5. Manajemen dan Informasi Kesehatan


Perencanaan pembangunan kesehatan belum seperti yang diharapkan karena masih terjadinya disparitas
kemampuan tenaga perencana antar wilayah. Secara nasional, keterkaitan alur perencanaan belum optimal
khususnya terkait dengan hubungan antara perencanaan pembangunan kesehatan jangka panjang (RPJPN),
jangka menengah (RPJMN dan Renstra) dan perencanaan tahunan (Renja KL) dengan RPJMD, Renstrada dan
Renja SKPD.
Ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan telah berkembang pesat namun belum dapat dimanfaatkan secara
optimal karena masih rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Pemerintah belum sepenuhnya dapat menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan
bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (Good Governance).
6. Pemberdayaan Masyarakat
TANTANGAN MASA DEPAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN disebutkan bahwa tantangan pembangunan
bidang kesehatan yang dihadapi antara lain adalah mengurangi kesenjangan status kesehatan masyarakat dan
akses terhadap pelayanan kesehatan antarwilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah
dan penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan; dan
mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah
penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta
meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan obat.

1. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan penyelenggaraan pembangunan kesehatan,


terdapat be-berapa tantangan yang dihadapi antara lain: rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang
terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi (AKB), angka kematian anak balita (AKABA) dan
angka kematian ibu melahirkan (AKI) serta tingginya proporsi anak balita yang mengalami gizi kurang.
Menjelang tahun 2025 derajat kesehatan masyarakat akan semakin bertambah baik karena menurunnya AKB
dan AKABA, meningkatnya status gizi masyarakat, serta UHH. Namun demikian upaya penurunan AKI masih
merupakan tantangan yang berat.

1. Masalah kesehatan masyarakat lainnya yang dihadapi adalah beban ganda penyakit yaitu disatu pihak
masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit
tidak menular. Selain itu beberapa penyakit infeksi cenderung meningkat kembali (re-emerging
diseases) seperti penyakit TB, dan malaria. Penyakit infeksi baru (new emerging diseases) juga telah
muncul, utamanya yang disebabkan karena virus seperti: HIV/AIDS, SARS, dan flu burung (avian
influenza). Ke depan Indonesia perlu mewaspadai timbulnya penyakit-penyakit baru yang diakibatkan
oleh virus.
Tantangan lain yang dihadapi adalah adanya kecenderungan meningkatnya masalah kesehatan jiwa, masalah-
masalah yang berkaitan dengan usia lanjut yang akan menyebabkan meningkatnya beban pelayanan dan
pembiayaan kesehatan, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan akibat kerja, dampak perubahan iklim, dan
meningkatnya pencemaran lingkungan serta perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit jantung dan
pembuluh darah (Kardiovaskular), kanker, dan penyakit tidak menular lainnya juga cenderung meningkat.
Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi sangat maju menjelang tahun 2025 sehingga dapat melayani semua
kebutuhan pelayanan kesehatan. Akibat penyalahgunaan Napza juga merupakan tantangan yang berat dalam
pembangunan kesehatan.

3. Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting.
Manajemen kesehatan yang meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, sistem informasi kesehatan,
dan hukum kesehatan yang mencakup perlindungan masyarakat, penegakan dan kesadaran hukum belum
sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Meskipun sistem informasi kesehatan sangat penting untuk
mendukung pembangunan kesehatan, akan tetapi tidak mudah dalam pengembangannya agar berhasil-guna
dan berdaya-guna. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

4. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya masih menempatkan


masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku
serta kemandirian masyarakat untuk hidup sehat masih belum memadai.

5. Kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar wilayah,
gender, dan antar kelompok tingkat sosial ekonomi; pelayanan kesehatan reproduksi yang masih lemah; serta
terbatasnya jumlah dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan.

Dalam pembiayaan kesehatan, hampir seluruh penduduk Indonesia diperkirakan telah dicakup oleh sistem
jaminan kesehatan sosial. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang aman, bermanfaat dan bermutu belum
sepenuhnya tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.

6. Dewasa ini belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi dan mutu tenaga kesehatan. Merupakan
tantangan bagi pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, bahwa menjelang tahun 2025 pemenuhan
seluruh kebutuhan SDM Kesehatan bagi pembangunan kesehatan telah tercapai.

7. Selain itu, dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, beberapa masalah dan
tantangan baru muncul sebagai akibat dari perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik serta perubahan
lingkungan strategis, baik global, regional, maupun nasional. Perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik yang
berpotensi terjadinya konflik sosial dapat menimbulkan masalah kesehatan. Terorisme, utamanya bioterorisme
dapat menjadi ancaman dalam pembangunan kesehatan.

Tantangan global yang dihadapi adalah upaya dalam pencapaian sasaran Millennium
Development Goals (MDGs). Tantangan global lainnya antara lain adalah perdagangan
bebas, dan sumber daya kesehatan yang ikut mengglobal, perlu diantisipasi. Pengaruh

globalisasi dan liberalisasi perdagangan serta pelayanan publik melalui kesepakatan

General Agreement on Trade in Service (GATS) dan Trade-Related Aspects of


Intellectual Property Rights (TRIPS), dimulainya pasar bebas ASEAN pada tahun 2003
dan pasar bebas Asia Pasific pada tahun 2020 akan mempengaruhi berbagai aspek

penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Masuknya modal asing dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, dan tenaga kesehatan asing

perlu diwaspadai. Sedangkan dalam lingkup nasional antara lain adalah upaya penerapan

kebijakan pemerataan pembangunan kesehatan secara lebih luas, yang didukung dengan

sumber daya yang cukup.

DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN


Dasar pembangunan kesehatan adalah norma, nilai kebenaran, dan aturan pokok yang bersumber dari falsafah
dan budaya Bangsa Indonesia, yang dipergunakan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Dasar pembangunan kesehatan meliputi:

1. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Pemberdayaan dan
Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya..

3. Adil dan Merata


Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya.

4. Pengutamaan dan Manfaat


Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan
perorangan atau golongan.

VISI
Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan
yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari
kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman
penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).

MISI
Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2025,
ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:

1. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawas-an Kesehatan


Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

1. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat


Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat meliputi: a) penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah
mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan, b)
organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat lokal makin berfungsi dalam
pembangunan kesehatan, c) advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan, d)
kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan kemitraan dan partisipasi lintas sektor,
swasta, dunia usaha dan pemangku kepentingan, e) sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai spt SDM,
sistem informasi dan dana.

1. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan Terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga
negara Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan
lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan
masyarakat termasuk swasta.
Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial telah berkembang, penyelenggaraan upaya
kesehatan perorangan primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep
dokter keluarga. Di daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh
Puskesmas.

1. Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan


Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan
didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi
dan alat kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting peranannya.

Tenaga kesehatan yang bermutu harus tersedia secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaat-kan
secara berhasil-guna dan berdaya-guna.

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat, swasta, dan pemerintah harus tersedia dalam jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-guna. Jaminan
kesehatan yang diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, bertujuan
untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat harus tersedia secara merata serta
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan
pengawasan yang baik. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan dengan upaya peningkatan
manajemen, pengembangan serta penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan minuman.

STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN


Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, maka strategi pembangunan kesehatan yang
akan ditempuh sampai tahun 2025 adalah:

1. 1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan


Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang sangat
fundamental. Pembangunan kesehatan juga sekaligus sebagai investasi pembangunan nasional, dengan
demikian pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Dalam kaitan ini
pembangunan nasional perlu berwawasan kesehatan. Diharapkan setiap program pembangunan nasional yang
terkait dengan pembangunan kesehatan, dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tercapainya nilai-
nilai dasar pembangunan kesehatan.

Untuk terselenggaranya pembangunan nasional berwawasan kesehatan, perlu dilaksanakan kegiatan advokasi,
sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan, sehingga semua pelaku pembangunan nasional (stakeholders)
memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula
dilakukan penjabaran lebih lanjut dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan, sehingga benar-benar
dapat dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, pengembangan hukum di masa
mendatang menjadi sangat penting, untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum, dan
manfaat hukum.

2. Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah


Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin penting. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh
masyarakat sendiri dan pemerintah. Selain itu, banyak permasalahan kesehatan yang wewenang dan tanggung
jawabnya berada di luar sektor kesehatan. Untuk itu perlu adanya kemitraan antar berbagai pelaku pembangunan
kesehatan. Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah melibatkan masyarakat untuk aktif dalam
pengabdian masyarakat (to serve), aktif dalam pelaksanaan advokasi kesehatan (to advocate), dan aktif dalam
mengkritisi pelaksanaan upaya kesehatan (to watch).
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari
masalah dan potensi spesifik daerah. Oleh karenanya dalam pembangunan kesehatan diperlukan adanya
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada daerah. Kesiapan daerah dalam menerima dan menjalankan
kewenangannya dalam pembangunan kesehatan, sangat dipengaruhi oleh tingkat kapasitas daerah yang
meliputi perangkat organisasi dan sumber daya manusianya, serta kemampuan fiskal. Untuk itu harus dilakukan
penetapan yang jelas tentang peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah di bidang kesehatan, upaya
kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, dan pengembangan serta pemberdayaan sumber daya daerah.

3. Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan


Pengembangan pelayanan atau upaya kesehatan, yang mencakup upaya kesehatan masyarakat dan pelayanan
kesehatan perorangan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (client oriented), dan
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, merata, terjangkau, berjenjang, profesional, dan
bermutu. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin perlu mendapatkan pengutamaan. Penyelenggaraan
upaya kesehatan diutamakan pada upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan upaya
pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan prinsip kemitraan
antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.

////////////
Search:
Search

Soul Medic Plus

Manajemen Puskesmas Dan Posyandu


Posted on February 14, 2010. Filed under: Uncategorized |

Latar Belakang.

Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia oleh karena itu kesehatan adalah hak
azasi manusia. Keberhasilan pembangunan kesehatan secara makro akan
mempengaruhi kinerja pembangunan sektor lain seperti pembangunan ekonomi,
pendidikan, sosial, pertahanan dan keamanan, secara mikro akan meningkatkan derajat
kesehatan individu. Derajat kesehatan yang optimal akan mewujudkan sumber daya
manusia yang sehat dan kuat baik jasmani maupun rohani. Sumber daya manusia yang
demikian ini dibutuhkan dalam kita memasuki abad 21. Abad yang ditandai dengan
persaingan yang ketat baik ditingkat nasional, regional maupun internasional.
Pembangunan kesehatan terus harus diupayakan untuk dapat meningkatkan kualitas,
dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada tahun 1969-1971 Departemen Kesehatan menata kembali strategi pembangunan
kesehatan jangka panjang melalui PAKERNAS I untuk merumuskan rencana
pembangunan kesehatan jangka panjang sebagai awal Repelita I. Kemudian dari sinilah
konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) mulai diperkenalkan.

Pemerintah membangun Puskesmas dengan berbagai strategi antara lain:

Untuk mencegah kecenderungan dokter-dokter bekerja di daerah perkotaan


sedangkan masyarakat sebagian besar tinggal di perdesaan

Untuk meratakan pelayanan kesehatan mendekatkan sarana kesehatan dengan


penduduk. Untuk jangka panjang, pelayanan kesehatan dasar (Primary Health
Care/PHC) yang dikembangkan jauh lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan
pelayanan melalui RS.
Untuk menekan biaya pelayanan kesehatan. Biaya di RS dan dokter praktik
swasta lebih bersifat kuratif (pengobatan) yang lebih mahal dibandingkan dengan
program pencegahan.

Berdasarkan konsep PHC, lahirlah PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa).


PKMD berkembang menjadi salah satu model peran serta masyarakat di bidang
pelayanan kesehatan. Namanya disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas
masyarakat setempat seperti:

Program gizi (UPGK-Upaya Pelayanan Giza Keluarga)

Prosyandu/posyandu (program pelayanan terpadu)

Gizi (penimbangan balita, pemberian vitamin A untuk balita, dan Sulfas Ferrosus
untuk ibu hamil)

POD (Pos Obat Desa)

DUKM (Dana Upaya Kesehatan Masyarakat): asuransi untuk masyarakat desa

Bidan desa dengan polindes (poliklinik bersalin desa)

Pembinaan pengobatan tradisional dan sebagainya

MANAJEMEN PUSKESMAS

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen (subsistem) yang saling
terkait / tergantung satu sama lain dan bekerja untuk mencapai suatu tujuan, Sistem
dapat dianggap sebagai suatu sistem tertutup atau sistem terbuka. Sistem terbuka
sangat dipengaruhi oleh suatu perubahan lingkungan dan harus beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Dalam konsep sistem, ada hubungan hirarkhi antara berbagai
subsistem yang lebih rendah dan suprasistem yang lebih tinggi. Dalam sistem Kesehatan
Propinsi, maka sistem Kesehatan Nasional merupakan suprasistem dan sistem Kesehatan
Kabupaten/Kota merupakan subsistem. Sistem akan berfungsi optimal bila sub
sistemnya berfungsi sebagaimana seharusnya. Secara hubungan dengan lingkungan,
dimana suatu sistem harus berhadapan dengan lingkungan maka system menerima
berbagai masukan (input), kemudian berproses menghasilkan luaran (output) serta hasil
akhir adalah outcome (dampak)

Dalam pendekatan system ada 3 pokok pikiran

1. Fokus pada hubungan

2. Fokus pada pola

3. Hubungan dalam system adalah timbal balik

Melihat dari pendekatan system ini maka suatu sistem menyangkut seluruh aspek
kelembagaan, struktural, pembiayaan, penganggaran, sumber daya manusia, sistem
informasi dan kemitraan dengan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan status
kesehatan masyarakat Kontek di atas berfokus pada hubungan dinamis antara
komponen tersebut yang berinteraksi dan akan menghasilkan suatu hasil akhir
(outcome) sebagai penampilan dari system itu secara keseluruhan

Sifat hubungan dalam sistem

Hubungan antara sub system / komponen-komponen dalam sistem dapat berupa :

1. Memperkuat satu komponen dengan komponen lain

2. Menyeimbangkan satu sama lain

3. Penundaan antara satu komponen dengan komponen lain

Ruang lingkup dan batasan puskesmas

Adapun yang menjadi ruang lingkup atau lingkungan wilayah kerja Puskesmas antara
lain:

Jumlah keluarga miskin yang terus bertambah di wilayah kerja Puskesmas.


Karena kelompok ini akan terus menjadi beban pembangunan kesehatan di daerah
jka Pemda tidak memilii kebijakan khusus untk mengatasi masalah kesehatan
mereka

Kemiskinan dan pengangguran terselubung di wilayah kerja Puskesmas menjadi


trigger munculnya masalah social baru dalam bentuk peningkatan pengguna
narkoba, minuman keras, seks bebas, sehingga akan menimbulkan penyakit menular
seksual, abortus. Hal ini akan mengharuskan adanya pencatatan data di wilayah
kerja Puskesmas untuk dijadikan sebagai acuan dalam kebijakan Pemda

Masalah sampah dan masalah kesehatan lingkungan merupakan masalah yang


harus mendapatkan penanganan yang intensif oleh Pemda dan juga merupakan
tanggung jawab Puskesmas. Hal ini disebabkan karena masalah lingkungan akan
menyebabkan berkembangnya penyakit Gastroenteritis, DHF,dll
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor
kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya
merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas.

Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian

wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, dengan saran teknis dari

kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah
Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan
yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja
Puskesmas bisa meliputi 1 Kelurahan. Puskesmas di ibukota Kecamatan dengan jumlah
penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi
sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.

Program pokok Puskesmas dan kegiatan terpadu program Puskesmas

Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan


masyarakat terkecil. Karenanya, kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan
kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat di wilayah kerjanya. Setiap kegiatan
pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa ( PKMD ). Disamping penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok
Puskesmas seperti tersebut di atas, Puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk
melaksanakan program kesehatan tertentu oleh Pemerintah Pusat (contoh: Pekan
Imunisasi Nasional ). Dalam hal demikian, baik petunjuk pelaksanaan maupun
perbekalan akan diberikan oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah. Keadaan
darurat mengenai kesehatan dapat terjadi, misalnya karena timbulnya wabah penyakit
menular atau bencana alam. Untuk mengatasi kejadian darurat seperti di atas bias
mengurangi atau menunda kegiatan lain.

Program yang dilaksanakan di Puskesmas ada 2 kategori :

a. Program Pokok

Penyelenggaraan program pokok meliputi upaya kesehatan wajib yang ditetapkan


berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global, serta yang mempunyai daya
ungkit tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan yang
wajib diselenggarakan oleh Puskesmas adalah promosi kesehatan, pelayanan
pengobatan, kesehatan ibu dan anak, pemberantasan penyakit menular, kesehatan
lingkungan, dan gizi. Rincian informasi yang dikumpulkan adalah apakah masing-masing
upaya kesehatan wajib tersebut diselenggarakan atau tidak. Program pokok yang
dilaksanakan di Puskesmas sebagai berikut :

a. Promosi Kesehatan.

Promosi Kesehatan adalah informasi mengenai apakah program promosi kesehatan


diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.
b. Pelayanan Pengobatan.

Pelayanan Pengobatan adalah informasi mengenai apakah program pelayanan


pengobatan diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

c. Kesehatan Ibu dan Anak/Keluarga Berencana (KIA/KB).

KIA/KB adalah informasi mengenai apakah program kesehatan ibu dan anak termasuk
keluarga berencana diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

d. Pemberantasan Penyakit Menular (PPM)

PPM adalah informasi mengenai apakah program pemberantasan penyakit menular


diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

e. Kesehatan Lingkungan (Kesling).

Kesehatan Lingkungan adalah informasi mengenai apakah program kesehatan


lingkungan diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

f. Gizi.

Gizi adalah informasi mengenai apakah program gizi diselenggarakan oleh Puskesmas
yang bersangkutan atau tidak.

b. Program Pengembangan

Penyelenggaraan program pengembangan adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan


permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan Puskesmas. Program pengembangan yang diselenggarakan Puskesmas di
antaranya perawatan kesehatan masyarakat (PHN), usaha kesehatan sekolah, usaha
kesehatan usila, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan gigi dan mulut masyarakat
desa (UKGMD), usaha kesehatan jiwa, usaha kesehatan mata, imunisasi, usaha
kesehatan tradisional, laboratorium kesehatan sederhana. Program pengembangan
tersebut sebagai berikut :

a. Perawatan Kesehatan Masyarakat (PHN)

PHN adalah informasi mengenai apakah program perawatan kesehatan masyarakat


(PHN) diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

b. Upaya Kesehatan Sekolah

UKS adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan sekolah


diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

c. Upaya Kesehatan Usia Lanjut


Upaya Kesehatan Usila adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan
usia lanjut diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

d. Upaya Kesehatan Kerja

Upaya Kesehatan Kerja adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan
kerja diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat Desa (UKGMD)

Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut adalah informasi mengenai apakah program upaya
kesehatan gigi dan mulut masyarakat desa (UKGMD) diselenggarakan oleh

Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

f. Upaya Kesehatan Jiwa

Upaya Kesehatan Jiwa adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan jiwa
diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

g. Upaya Kesehatan Mata

Upaya Kesehatan Mata adalah informasi mengenai apakah program upaya kesehatan
mata diselenggarakan oleh Puskesmas yang bersangkutan atau tidak.

h. Upaya Kesehatan Olahraga

Penerapan sistem manajemen di puskesmas

Untuk dapat melaksanakan usaha pokok Puskesmas secara efisien, efektif, produktif, dan
berkualitas, pimpinan Puskesmas harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen. Manajemen bermanfaat untuk membantu pimpinan dan pelaksana program
agar kegiatan program Puskesmas dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penerapan
manajemen kesehatan di Puskesmas terdiri dari Micro Planning (MP) yaitu peraencanaan
tingkat Puskesmas. Pengembangan program puskesmas selama lima tahundisusun
dalam Micro Palanning. Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP) yaitu bentuk penajabaran
Micro Planning ke dalam paket-paket kegiatan program yang dilaksanakan oleh staf, baik
secara individu maupun berkelompok. LKMP dilaksanakan setiap tahun. Local Area
Monitoring (LAM) atau PIAS-PWS (Pemantauan Ibu dan Anak- Pemantauan Wilayah
Setempat)adalah sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauanpenyakit pada ibu
dan anak atau untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. Bagan di
bawah menjelaskan fungsi manajemen yang dijabarkan di puskesmas.

LAM merupakan penjabaran fungsi pengawasan dan pengendalian program. LAM yang
dijabarkan khusus untuk memantau kegiatan program KIA disebut dengan pemantauan
Ibu dan Anak Setempat atau PIAS atau PWS KIA. Sistem pencatatan dan pelaporan
terpadu Puskesmas (SP2TP) adalahkompilasi pencatatan program yang dilkukan secara
terpadu setiap bulan. Stratifikasi Puskesmas merupakan kegiatan evaluasi program yang
dilakukukan setiap tahun untuk mengetahu pelaksanaan manajemen progaram
Puskesmas secara menyeluruh. Penilaian dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dan SP2TP dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk penilaian
stratifikasi. Supervisi rutin oleh pimpinan Puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk
koordinasi dan memantau kegiatan program. Supervisi oleh pimpinan, monitoring dan
evaluasi merupakan penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan pengendalian) di
Puskesmas.

Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kegiatan Manajemen

Pelayanan kesehatan umum :


1. Perencanaan
1. Kunjungan rumah
2. Manajemen personalia
2. Penyuluhan kesehatan
3. Pelatihan staf, dukun, kader,
3. Usaha kesehatan sekolah guru

4. Uji kualitas air minum penduduk 4. Supervisi, monitoring dan


evaluasi

5. Manajemen keunagan

6. Manajemen logistic

7. Monitoring program

8. Kerja sama/koordinasi

9. Kerjasama dengan kelompok


kelompok masyarakat

10. Pencatatan pelaporan

11. Kepemimpinan

Perawatan kesehatan ibu :


5.
1. ANC

2. Pertolongan persalinan

3. Perawatan ibu masa nifas

4. KB

Perawatan anak :
5.
1. Menyusui

2. Penimbangan anak Balita

3. Imunisasi
4. Pemberian Oralit

Pengobatan untuk :Berbagai


penyakit yang dikonsultasikan ke
puskesmas

Kegiatan program lain :


3.
1. Pemeriksaan mutu air minum

2. Surveilan

Contoh pada Bagan di atas untuk menunjukan perbedaan antara kegiatan pelayanan
kesehatan (health services) dengan komponen kegiatan penunjang manajemen
pelayanan (management support service). Di bagian kiri adalah contoh komponen
pelayanan kesehatan dasar untuk pelayanan kesehatan umum, perawatan ibu, dan anak,
upaya pengobatan dan sebagainya. Contoh tersebut dapat dikenbangkan sesuai dengan
kegiatan prorgam Puskesmas. Di bagian kanan adalah contoh komponen penunjang
manajemen. Semua program pelayanan kesehatan dasar di sebelah kiri mempunyai
komponen penunjang manajemen yang sama. Dengan mengembangkan komponen
penunjang manajemen, komponen pelayanan kesehatan dasar akan dapat dilaksanakan
secara efektif, efisien, rasional dan berkualitas. Dalam upaya menunjang pengembangan
program pokok Puskesmas, Puskesmas juga mempunyai empat subsistem manajemen
yaitu:

Subsistem manajemen keuangan

a. Pengertian

Tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan


pembelanjaan sumberdaya keuangansecara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat. Sistem keuangan kesehatan
dalam era desentralisasi (otonomi) maka ini tidak lagi semua tergantung pada
kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemampuan pemerintah dalam
pembiayaan pembangunan kesehatan sangat rendah. Dari standar WHO bahwa
pembiayaan pembangunan kesehatan minimal 5% dari PDRB. Namun pemerintah baru
mampu membiayai 25% dari kebutuhan. Oleh karena itu dalam sistem pembiayaan
kesehatan harus dirancang sumber lain selain dari pemerintah.

b. Tujuan

Tersedianya pembiayaan kesehatan dengan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi


secara adil dan termanfaatkan secara efisien dan efektif.

c. Prinsip

Penggalian dana dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai peraturan


perundangan yang berlaku
Pengalokasian anggaran didasarkan pada paradigma sehat, komitmen global/
nasional/ regional, regulasi dan program prioritas

Pembelanjaan harus transparan, akuntabel, efisien dan mengacu pada peraturan


perundangan yang berlaku

d. Sumber

1. Masyarakat

perorangan dan klmpk dunia usaha, serta dari lembaga non pemerintah

2. Pemerintah

APBN, APBD Prov, APBD kab/kota masing2 sekurang2nya 15% dari total anggaran
pendapatan.

Komponen-komponen pembiayaan kesehatan terhadap program kesehatan :

1. Program kesehatan yang bersifat Privat Goods

2. Program kesehatan yang bersifat Publick Goods

Program Kesehatan bersifat Privat Goods

Medical care

Rujukan spesialis

Hemodialisa

Operasi jantung

Operasi kosmetik

Perawatan Rumah Sakit kelas II, I dan VIV

Penunjang diagnostik

Peranan Propinsi dalam Sub System Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan program kesehatan yang bersifat Publick goods

Program yang berdampak lintas Kabupaten/Kota

Prrogram Kab/Kota yang tidak seluruhnya mampu dibiayai oleh

Kabupaten/Kota tersebut
Program yang bersifat masal

Peranan Kabupaten/Kota dalam Sub System Pembiayaan Kesehatan

Program pelayanan kesehatan dasar

Kesehatan Ibu dan Anak

Keluarga Berencana

Imunisasi

Penyakit Menular

Perbaikan Gizi

Pelayanan Kesehatan Rujukan

Pembangunan sarana Rumah Sakit dan perlengkapannya

Pelayanan Rawat Inap kelas III

Perawatan Rumah Sakit untuk penyakit menular dan KIA yang dirujuk

Pelayanan spesialistik untuk orang miskin

Pelayanan penunjang diagnostik orang miskin

Pelayanan Kesehatan korban bencana

Pelayanan Darurat

Penyelamatan nyawa manusia saat darurat

Program masal untuk masyarakat

Program safe community

Peranan Masyarakat

Pelayanan kesehatan dasar

Penyediaan sarana kesehatan lingkungan

Keluarga berencana

Penyediaan air bersih

Pelayanan Rujukan
Penyediaan sarana Rumah Sakit

Pelayanan spesialistik

Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit kelas II, I, VIV

Pelayan penunjang diagnostik

Jaminan Pemeliharaan kesehatan masyarakat

Subsistem Managemen Logistik

Jenis logistik

Logistik yang tersedia di Pukesmas direncanakan untuk menunjang pelaksanaan


kegiatan program pokok Puskesmas. Setiap program membutuhkan dukungan logistik
yang jumlah dan jenisnya berbeda-beda. Misalnya program P2M membutuhkan termos,
kulkas, jarum dan spuit, termomater, alat semprot nyamuk untuk pembarantasan vektor,
vaksin dan sebagainya. Program KB membutuhkan alat-alat kontrasepsi, spekulum,
obat-obat efek samping, sarung tangan, yodium dan sebagainya. Jenis dan jumlah
logistik ditentukan berdasarkan kebutuhan Puskesmas setahun, disusun dalam suatu
perencanaan. Kebutuhan ini disusun dalam Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP). Standar
minimal jumlah peralatan Puskesmas untuk setiap program harus ditentukan oleh
pimpinan dan staf T.U.

Sumber

Kebutuhan logistic Puskesmas di satu Kabupaten/Kota biasanya disediakan oleh pihak


kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan BKKBN (khusus untuk kebutuhan program
KB). Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan perencanaan yang telah diajukan oleh
masing-masing Puskesmas. Dana proyek untuk pengadaan logistik dan obat-obatan di
Puskesmas biasanya sudah dialokasikan setiap tahun.

Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang harus dibuat oleh petugas dalam
bentuk inventaris Puskesmas. Demikian pula dengan penerimaan dan pemakaian obat-
obatan. Pimpinan Puskesmas mempunyai wewenang dan wajib memeriksa administrasi
barang dan obat secara rutin. Penyusunan perencanaan kebutuhan logistik dan obat
didasarkan pada pencatatan barang dan obat yang habis dan yang masih tersedia (pola
konsumsi). Khusus untuk manajemen obat, penyimpanan dan pengeluarannya mengikuti
system first in and first out (FIFO) untuk mencegah obat kadaluarsa.

Subsistem Manajemen Personalia

Staf adalah sumber daya manusia (SDM) yang utama yang dimiliki Puskesmas. Oleh
karena itu, SDM Puskesmas perlu dibina dan dikembangkan baik motivasi, inisiatif dan
keterampilannya agar mereka dapat bekerja lebih produktif. Sesuai dengan system
manajemen modern, staf Puskesmas merupakan faktor produksi utama untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk meningkatkan motivasi kerja
staf, system intensif perlu diterapkan sesuai dengan ketentuan yang disepakati bersama.
Sistem kerja yang bersifat integratif dan berkelompok juga dapat dikembangkan di
Puskesmas. Selain itu, pemberian penghargaan oleh pimpinan kepada staf yang
berprestasi juga akan membantu untuk meningkatkan motivasi mereka. Keterbukaan
pimpinan dalam pengelolaan keuangan Puskesmas juga akan lebih meningkatkan rasa
kebersamaan staf dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya.

Jumlah dan jenis tenaga yang tersedia di Puskesmas sangan bervariasi. Di bidang
ketenagaan, masalah yang sering dihadapi oleh Puskesmas adalah jumlahnya yang
terbatas, keterampilan rendah dan kualifikasinya tidak sesuai dengan kebutuhan. Tenaga
minimal yang harus dimiliki oleh sebuah Puskesmas adalah dokter umum, bidan,
perawat sanitasi, perawat umum, perawat gigi, tata usaha dan bendahara. Semakin
berkembang pelayanan yang dilaksanakan oleh Puskesmas, semakin banyak jenis dan
jumlah staf yang dibutuhkan. Di Puskesmas yang dilengkapi dengan ruang rawat inap
juga membutuhkan staf yang lebih banyak seperti 2-3 dokter umum, seorang dokter
gigi, 2-3 orang bidan, 3-4 orang perawat umum, 1-2 orang perawat gigi, seorang
perawat jiwa, perawat sanitasi, seorang tenaga analis, seorang asisten apoteker, juru
masak dan supir.

Untuk Puskesmas yang jumlah tenaganya masi terbatas, Puskesmas menganut sistem
kerja integratif. Tiap-tiap staf diberikan satu tugas pokok dan tugas-tugas tambahan
lainnya. Tugas tambahan ini merupakan tugas yang bersifat integratif. Contoh: staf yang
mendapat tugas pokok menangani program KIA, KB atau gizi masih dapat diberikan
tugas tambahan lainnya seperti mengorganiasasikan kegiatan Posyandu, kunjungan ke
sekolah, ke rumah penderita dalam rangka PHN, penyuluhan kepada kelompok-kelompok
masyarakat di wilayah binaan. Keterbatasan jumlah tenaga yang tesedia di Puskesmas
juga dapat diatasi dengan melaksanakan beberapa program prioritas sesuai dengan
masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerja Puskesmas.
Program pokok yang wajib dilaksanakan di puskesmas adalah pengobatan, KIA, PKM,
P2M, Kesehatan lingkungan, gizi dan lab. Puskesmas tidak diwajibkan untuk
melaksanakan semua program pokok Puskesmas yang ada pada Buku Pedoman Kerja
Puskesmas.

Untuk manajemen personalia di Puskesmas, dokter selaku manajer Puskesmas tidak


diberikan wewenang untuk mengangkat staf kecuali Puskesmas dapat menyisihkan dana
sendiri untuk membayar honor staf. Ia berhak mengusulkan kebutuhan staf (jumlah dan
jenis) ke Dinkes Kabupaten/Kota. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah staf, dokter
sebagai pimpinan Puskesmas wajib memberikan bimbingan teknis kepada staf agar
mereka lebih terampil mengatur dan melaksanakan tugas pokok dan tugas integratifnya.
Pimpinan Puskesmas juga wajib mengembangkan motivasi kerja, merencanakan tugas-
tugas dan mensupervisi kegiatan mereka. Untuk menilai perstasi kerja staf, dokter
Puskesmas wajib memantau pelaksanaan kegiatan harian staf. Salah satu cara yang
dapat dikembangkan oleh pimpinan Puskesmas adalah dengan mengevaluasi buku
laporan harian staf atau mengadakan supervisi langsung kepada staf dan unit kerjanya
masing-masing.

Pertemuan antara pemimpin dengan staf sebaiknya diadakan secara rutin. Pertemuan
rutin (rapat bulanan dan mingguan) yang merupakan penjabaran fungsi actuating, perlu
diarahkan untuk mengkaji kemajuan dan hambatan pelaksanaan program untuk
mencapai tujuan operasional program yang sudah disepakati. Pertemuan rutin juga
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan koordinasi tugas-tugas lintas program,
penyampaian hasil supervisi pimpinan terhadap pelaksanaan kegiatan program di
lapangan, atau untuk mengumumkan kebijaksanaan pimpinan, dan umpan balik dari staf
terhadap penerapan kebijakan pimpinan.

Subsistem manajemen pencatatan dan pelaporan program

Setiap progam akan menghasilkan data. Data yang dihasilkan perlu dicatat, dianalisis
dan dibuat laporan. Data yang disajikan adalah informasi tentang pelaksanaan progam
dan perkembangan masalah kesehatan masyarakat. Informasi yang ada perlu dibahas,
dikoordinasikan, diintegrasikan agar menjadi pengetahuan bagi semua staf puskesmas.

Pencatatan kegiatan harian progam puskesmas dapat dilakukan di dalam dan di luar
gedung. Pelaporan yang dibuat dari dalam gedung Puskesmas adalah semua data yang
diperoleh dari pencatatan kegiatan harian progam yang dilakukan dalam gedung
puskesmas seperti tekanan darah, laboratorium, KB dan lain-lain. Data yang berasal dari
luar gedung adalah data yang dibuat berdasarkan catatan harian yang dilaksanakan
diluar gedung Puskesmas seperti Kegiatan progam yandu, kesehatan lingkungan, UKS,
dan lain-lain.

Pencatatan harian masing-masing progam Puskesmas dikompilasi menjadi laporan


terpadu puskesmas atau yang disbut dengan system pencatatan dan pelaporan terpadu
Puskesmas (SP2TP). SP2TP ini dikirim ke dinas kesehatan Kabupaten atau kota setiap
awal bulan, kemudian DINKES kabupaten atau kota mengolahnya dan mengirimkan
umpan baliknya ke DINKES propinsi dan Depkes pusat. Umpan balik tersebut harus
dikirimkankembali secara rutin ke Puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi
keberhasilan progam. Namun sejak otonomi daerah dilaksanakan puskesmas tidak
punya kewajiban lagi mengirimkan laporan ke DEPKES pusat tetapi dinkes
kabupaten/kota lah yang berkewajiban menyampaikan laporan rutinnya ke depkes
pusat.

Ada beberapa jenis laporan yang dibuat oleh Puskesmas antara lain:

Laporan harian untuk melaporkan kejadian luar biasa penyakit tertentu.

Laporan mingguan untuk melaporkan kegiatan penyakit yang sedang ditanggulangi

Laporan bulanan untuk melaporkan kegiatan rutin progam. Laporan jenis ini ada 4
jenis yaitu:- LB1, berisi data kesakitan

LB2, berisi data kematian

LB3, berisi data progam gizi, KIA, KB, dll

LB4, berisi data obat-obatan


Ada juga jenis laporan lain seperti laporan triwulan,laporan semester dan laporan
tahunan yang mencakup data kehiatan progam yang sifatnya lebih komprehensif disertai
penjelasan secara naratif. Yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan semua jenis
data yang telah dibuat dalam laporan sebagai masukan atau input untuk menyusun
perencanaan puskesmas ( micro planning) dan lokakarya mini puskesmas (LKMP).

Analisis data hasil kegiatan progam puskesmas akan diolah dengan menggunakan
statistic sederhana dan distribusi masalah dianalisis menggunakan pendekatan
epidemiologis deskriptif. Data tersebut akan disusun dalam bentuk table dan grafik
informasi kesehatan dan digunakan sebagai masukkan untuk perencanaan
pengembangan progam puskesmas. Data yang digunakan dapat bersumber dari
pencatatan masing-masing kegiatan progam kemudian data dari pimpinan puskesmas
yang merupakan hasil supervisi lapangan.

Standar keberhasilan program puskesmas

Dinkes Kabupaten / Kota dan propinsi secara rutin menetapkan target atau standart
keberhasilan masing-masing kegiatan progam. Standart pelaksanaan progam
merupakan standart untuk kerja (Standart Performance). Staf standart untuk kerja
merupakan ukuran kualitatif keberhasilan progam. Tingkat keberhasilan progam secara
kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output
(cakupan pelayanan) kegiatan progam.

Secara kualitatif keberhasilan progam diukur dengan membandingkan standart prosedur


kerja untuk masing-masing kegiatan progam dengan penampilan (kemampuan) staf
dalam melaksanakan kegiatan masing-masing progam. Cakupan progam dapat dianalisis
secara langsung oleh staf puskesmas dengan menganalisis data harian setiap kegiatan
progam. Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat (effect progam) dan
dampak progam (impact) seperti tingkat kematian, kesakitan (termasuk gangguan gizi),
tingkat kelahiran dan kecacatan tidak diukuar secara langsung oleh puskesmas. Dampak
progam diukur setiap lima tahun melalui survei kesehatan rumah tangga (SKRT) atau
surkesmas (Survei Kesehatan Nasional) Depkes. Khusus untuk perkembangan masalah
gizi dipantau setiap lima tahun, tetapi hanya sampai tingkat kabupaten. Standart
pelayanan minimal progam kesehatan pokok mulai diterapkan oleh Depkes tahun 2003
untuk menjamin bahwa dilaksanakan tugas utama pemerintah menyediakan pelayanan
kesehatan masyarakat yang essensial di daerah.

Indikator derajat kesehatan masyarakat yang paling peka untuk menilai dampak progam
kesehatan adalah IMR (Infant Mortality rate), MMR (Maternal Mortality Rate), dan BR
(Birth Rate). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, empat progam pokok
perlu lebih diprioritaskan oleh puskesmas yaitu KIA, KB, P2M dan gizi. Keempat progam
pokok tersebut juga dilaksanakan secara terpadu diluar gedung puskesmas melalui pos
kesehatan ditingkat dusun atau pos pelayanan terpadu. Sejak tahun 1992/1993,
pemerintah juga telah menempatkan bidan didesa. Bidan yang bertugas di desa,
mengelola pondok bersalin desa.

MANAJEMEN POSYANDU

Pengertian Posyandu
Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Pelaksanaan pelayana
program terpadu dilakukan dib alai dusun, balai kelurahan, RW, dan sebagainya yang
disebut dengan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di Posyandu antara lain: KIA (Keseehatan Ibu dan Anak), KB (Keluarga
Berencana),P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare), dan Gizi (penimbangan balita).
Sedangkan sasaran penduduk posyandu ialah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia
subur (PUS),dan balita.

Program yandu merupakan strategi pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi
(Infant mortality- IMR), angka kelahiran (Birth Rate-BR), dan angka kematian ibu
(Maternal Mortality Rate-MMR). Turunnya IMR, BR, dan MMR di suatu wilayah merupakan
standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu di
wilayah tersebut.Untuk mempercepat penurunan IMR, BR, dan MMR tsb,secara nasional
diperlukan tumbuhnya peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan
posyandu karena posyandu adalah milik masyarakat.Untuk mengembangkan peran serta
masyarakat di posyandu dapat dilakukan dengan penerapan asas-asas manajemen
kesehatan.

Sistem Pelayanan Terpadu

Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan
mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari input, proses,
output, effect, outcome, dan mekanisme umpan baliknya.

Input

Yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu system yang disingkat
dengan 6M yaitu: Man, Money ,Material, Mehod, Minute, dan Market. Man adalah
kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan, Staf Puskesmas,
kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat, dan sebagainya. Money adalah dana
yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang disubsidi oleh
pemerintah. Material adalah vaksin, jarumsuntik, KMS, alat timbang, obat-obatan, dan
sebagainya. Method adalah cara penyimpanan vaksin,cara menimbang, cara
memberikan vaksin, cara mencampur oralit, dan sebagainya. Minute adalah waktu yang
disediakan oleh staf Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan yandu dan waktu yang
disediakan oleh ibu untuk suatu kegiatan dan sebagainya. Market adalah masyarakat
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi kegiatan yandu, transport,
system kepercayaan masyarakat di bidang kesehatan ,dan sebagainya.

Proses

Meliputi semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari persiapan bahan,tempat,dan


kelompok penduduk sasaran sampai dengan evaluasinya.

Output

Merupakan produk program yandu misalnya jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi,
dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah PUS yang
diberikan pelayanan KB.

Effect

Terjadinya perubahan pengetahuan dan sikap perilaku kelompok masyarakat yang


dijadikan sasaran program.

Outcome

Merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses suatu sistem seperti penurunan
angka kematian bayi, penurunan fertilitas PUS, dan jumlah balita kurang gizi.

Fungsi Manajemen Program Yandu

Fungsi manajemen yang dipakai sebagai pokok bahasan dalam makalah ini ialah
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan.Tiga prinsip
pokok penerapan asas-asas manajemen pada pengembangan program kesehatan adalah
upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menunjang pelaksanaan
program,peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target program,
dan setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara rasional karena sudah
didasari pemanfaatan data secara tepat.

Untuk lebih jelasnya bagaimana penerapan keempat fungsi manajemen tersebut pada
program pelayanan terpadu, berikut ini akan dijelaskan keempat fungsi manajemen
tersebut

1. Perencanaan

Dari keempat rangkaian fungsi manajemen tersebut, perencanaan merupakan fungsi


yang terpenting karena awal dan arah dari proses manajemen posyandu secara
keseluruhan. Perencanaan program yandu dimulai di tingkat Puskesmas yang bersifat
operasional karena langsung dilaksanakan di lapangan. Perencanaan program yandu
terdiri dari lima langkah penting yakni:

1. Menjelaskan berbagai masalah

Untuk dapat menjelaskan masalah program yandu diperlukan upaya analisis situasi.
Sasaran analisis situasi adalah berbagai aspek penting pelaksanaan program yandu di
berbagai wilayah Puskesmas. Dari analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam data
yang terdiri dari berbagai aspek.

Aspek epidemiologis yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian
tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang
dapat dicegah dari imunisasi.

Aspek demografis berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah
AKI.
Aspek geografis semua informasi karakteristik wilayah yang dapat mempengaruhi
masalah tersebut.

Aspek sosial ekonomi adlah pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem
kepercayaan masyarakat.

Aspek organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan,
persediaan vaksin, alat KB, dsb.

2. Menentukan prioritas masalah

Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana,
dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas masalaj dijadikan dasar untuk
menentukan tujuan.

3. Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilan

Contoh tujuan program yandu:

Meningkatkan cakupan vaksinasi

Mengintensifkan imunisasi campak di wilayah binaan.

Mengkaji hambatan dan kendala

Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program


kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat,
lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

Menyusun rencana kerja operasional

Dengan RKO akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan
dan sebagai alt pemantau. Contoh format RKO:

1. jenis kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan

2. Lokasi kegiatan

3. Metode pelaksanaan

4. Sasaran penduduk

5. Penanggung Jawab

6. Dana dan sarana

7. Waktu Pelaksanaanya.

Pengorganisasian
Dari struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan wewenang
dari pimpinan kepada staf sesuai tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok terdiri
dari 2 atau 3 staf yang tiap staf disesuaikan dengan jumlah yang tersedia dan jumlah
kelompok yang diperlukan. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh satu orang senior.
Mereka bersama kader akan memberikan pelayanan di Posyandu, membuat laporan,
menganalisis cakupan dan mengevaluasi pelaksanaan program di lapangan. Tugas-tugas
mereka hendaknya dibuat jelas dan sederhana disesuaikan dengan rata-rata tingkat
pendidikan mereka.

Penggerakan-pelaksanaan

Keberhasilan pengembangan fungsi manajemen ini amat dipengaruhi oleh keberhasilan


pimpinan Puskesmas menumbuhkan motivasi kerja staf dan semangat kerja sama antara
staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara staf puskesmas dengan
masyarakat, dan antara staf puskesmas dengan pimpinan instansi di tingkat kecamatan
(lintas sektoral). Mekanisme komunikasi yang dikembangkan oleh pimpinan puskesmas
dengan stafnya, demikian pula antara pimpinan puskesmas dengan camat dan pimpinan
sektor lainnya di tingkat kecamatan, termasuk dengan aparat di tingkat desa akan
sangat berpengaruh pada keberhasilan fungsi manajemen ini. Melalui loka karya mini
puskesmas, kesepakatan kerjasama lintas program dan sektoral dapat dirumuskan.
Perwujudan kerjasama lintas sektoral akan ditentukan oleh peranan camat dan ketua
penggerak PKK di tingkat kecamatan. Keterampilan untuk mengembangkan hubungan
antar manusia sangat diperlukan dalam penerapan fungsi manajemen ini.

Posyandu adalah untuk masyarakat dan perlu dikelola oleh masyarakat oleh kader-kader
di tingkat dusun. Pembinaan kader memang sukar dikerjakan oleh pihak puskesmas
karena merka bekerja secara sukarela sementara mereka dihadapkan pada pilihan
bekerja untuk menanggung kebutuhan ekonomi keluarga dan dirinya sendiri. Tetapi
tanpa kader yang diambil dari masyarakat setempat,konsep posyandu (dari dan untuk
masyarakat) akan kabur. Ironisnya sampai saat ini posyandu masih tetap dianggap
perpanjangan tangan puskesmas. Tanpa staf puskesmas, posyandu jarang sekali
berjalan secara rutin. Ini adalah salah satu bentuk tantangan pelaksanaan dan
pengembangan posyandu terutama di kota-kota.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan program yandu adalah:

Kembangkan mekanisme kerjasama yang positif antara dinas-dinas sektoral di


tingkat kecamatan, antara staf puskesmas sendiri dan organisasi formal dan
informasi di tingkat desa/ dusun.

Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerjasama yang ada (terutama dengan
PKK) untuk dapat menunjang kegiatan program yandu.

Kembangkan motivasi kader dan staf kesehatan sebagai anggota kelompok kerja
program yandu, sehingga peran serta mereka yang optimal dapat ditingkatkan untuk
menunjang pelaksanaan program yandu. Dalam hal ini hubungan antar manusia
(HAM) perlu terus dibina dan dikembangkan untuk menjamin tumbuhnya suasana
kerja yang harmonis dan merangsang inisiatif anggota kelompok kerja posyandu.
Pengawasan dan Pengendalian (WASDAL)

Setelah fungsi pergerakan dan pelaksanaan program yandu, maka fungsi selanjutnya
yang dilakukan adalah fungsi pengawasan dan pengendalian. Dalam hal ini, pimpinan
Puskesmas dan koordinator program Yandu dapat mengevaluasi keberhasilan program
dengan menggunakan Rencana Kerja Operasional sebagai tolak ukur/ standar dan
membandingkan hasil kegiatan program di masing-masing posyandu. Aspek-aspek yang
diawasi selama program yandu di lapangan adalah:

Keterampilan kader melakukan penimbangan program yandu

Membuat pencatatan program yandu

Membuat pelaporan program yandu

Untuk tanggung jawab pengawasan program yandu tetap di tangan pimpinan puskesmas
tetapi wewenang pengawasan di lapangan dilimpahkan pada koordinator program.

Beberapa langkah penting dalam fungsi Wasdal program yandu ini adalah:

1. Menilai apakah ada kesenjangan antara target dan standard dengan cakupan dan
kemampuan staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya (aspek pengawasan).

2. Analisis faktor-faktor penybab timbulnya kesenjangan tersebut.

3. Merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan


yang muncul berdasarkan faktor2 penyebab yang sudah diidentifikasi (aspek
pengendalian).

Pengawasan dan pengendalian program yandu dilaksanakan secara rutin dengan


menggunakan tolok ukur keberhasilan program atau RKO sebagai pedoman kerja dan
hasilnya akan dapat digunakan sebagai umpan balik atau informasi untuk memperbaiki
proses perencanaan program yandu. Pimpinan puskesmas hendaknya selalu
mengadakan pemantauan secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program dengan
menggunakan laporan staf, analisis cakupan program, laporan masyarakat dan hasil
observasi atau supervisi di lapangan sebagai bahan penilaian.

Penilaian Keberhasilan Program Yandu

Pada penjelasan fungsi sebelumnya bahwa untuk mengetahui keberhasilan program


yandu, kajian output (cakupan) masing-masing program yang dibandingkan dengan
targetnya adalah salah satu cara yang dapat dipakai sebagai bahan penilaian.

Cakupan program adalah hasil langsung (output) kegiatan program yandu yang dapat
dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan cakupan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana yaitu jumlah orang yang
mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap program.
Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf puskesmas melalui
pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di Desa atau dusun. Penduduk
sasaran program yandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan (estimasi).
Estimasinya dtetapkan oleh dinas kesehatan tingkat I atau Kanwil Depkes. Jumlah
penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung
dengan menggunakan estimasi sehingga hasil analisis cakupan program di puskesmas
selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang
dicari langsung (riil) dengan yang diperkirakan (estimasi), perhitungan cakupan dengan
menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya,akan
memberikan hasil yang berbeda.

Dalam usaha peningkatanm effiensi dan efektivitas penatalaksanaan program yand, staf
puskesmas perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya mengkaji masalah
program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayah binaannya.
Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat supervisi. Mereka juga
diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai dengan kewenangan yang
diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok masyarakat setempat. Semua
kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses manajemen program yandu.

Pengamatan terhadap persiapan pelaksanaan program yandu, kegiatan di lapangan dan


evaluasinya terhadap laporan program merupakan cara terbaik untuk mengetahui
penerapan manajemen Program Yandu di Puskesmas.

About these ads


Share this:

Share

Make a Comment

Leave a Reply

7 Responses to Manajemen Puskesmas dan Posyandu


Comments RSS Feed

yang menjadi masalah sekarang adalah masih kurangnya kerja sama tim lintas sektoral.
jadi perlu dibentuk pokja kecamatan dan sistem kinerja pokja yang berkelanjutan.
kemudian Pimpinan Puskesmas harus proaktif. dan kalu perlu harus ada tenaga promosi
kesehatan yang membidangi maslah advokasi terhadap pemangku kebijakan di tingkat
kecamatan.
muhammad iman
October 8, 2011

Reply

muhammad iman : setuju pak.

Cinta
February 20, 2012

Reply

bagus

Akademi Farmasi Yppm Mandiri


December 28, 2011

Reply

YPPM Mandiri : terima kasih

Cinta
February 20, 2012

Reply

terimakasih infonya. sangat berguna

rizki kurniadi
February 1, 2012

Reply

rizki kurniadi : terima kasih kembali :)

Cinta
February 20, 2012
Reply

MANTAP THANKS

nasriyanty
November 28, 2012

Reply

Where's The Comment Form?

About

To teach is to learn twice

RSS
o Complete Feed
o Comments

Subscribe Via RSS


o

o
o
o

Meta
o Register

Authors
o dr. Cinta

Top Posts & Pages


o Manajemen Rumah Sakit
o Pengertian Dokter dan Tugas Dokter
o FOLIC ACID
o Chronic Myeloid Leukemia (CML)
o Manajemen Puskesmas dan Posyandu
o Hukum dan Etika Rumah Sakit
o Panggul Sempit
o STROKE ISKEMIK
o GEMFIBROZIL PADA HIPERLIPIDEMIA
o Tanda Bayi Sakit

Archives
Archives

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...

Create a free website or blog at WordPress.com. The Fadtastic Theme.

Follow

Follow Soul Medic Plus

Get every new post delivered to your Inbox.

Sign me up

Build a website with WordPress.com

////////////////
Peran Puskesmas dan Pemberdayaan
Masyarakat dalam Meningkatkan Derajat
Kesehatan Masyarakat Melalui Program
Kesehatan Berbasis Masyarakat
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang kompleks. Mulai
dari ilmu yang digunakan dalam penyelesaian merupakan multidisiplin, sektor
yang terkait pun multisektoral, serta subjek yang melaksanankannya pun berasal
dari berbagai pihak. Pada tulisan ini yang akan penulis bahas mengerucut pada
masalah pelaku kesehatan saja, yaitu masyarakat. Masyarakat memiliki porsi
yang perlu diperhitungkan dalam penyelesaian masalah kesehatan dan
peningkatan derajat kesehatan. Membicarakan pemberdayaan masyarakat tidak
bisa dilepaskan dari fungsi pelayanan kesehatan daerah setempat sebagai
fasilitator masyarakat untuk memainkan perannya dalam pembangunan
kesehatan di daerahnya sendiri. Selain itu, masalah pemberdayaan masyarakat
menjadi hal yang harus dicermati oleh pemerintah mengingat mulai
dikembangkannya paradigma sehat di Indonesia. Penerapan paradigma sehat
merupakan model pembangunan kesehatan dalam jangka panjang agar mampu
mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam memelihara kesehatan,
melalui peningkatan pelayanan promotif dan preventif disamping kuratif dan
rehabilitatif untuk mewujudkan Indonesia Sehat (Castro, 2008). Oleh karenanya
sekarang kita bisa melihat berbagai program kesehatan berbasis masyarakat,
misalnya program Jemantik, Desa SIAGA, ataupun Klinik Sanitasi.

Program berbasis masyarakat ini merupakan stimulant dan bahan


pembelajaran bagi masyarakat agar ikut berpartisipasi dan bertanggungjawab
atas masalah kesehatan di wilayahnya. Untuk tercapainya keberhasilan program-
program kesehatan tersebut, pemerintah pun harus siap untuk memfasilitasi
masyarakat yang mencakup pemberian pengetahuan, pemahaman, dan sarana
prasarana. Pengetahuan dan pemahaman dapat dilakukan dengan penyuluhan
sedangkan sarana prasarana adalah melalui pelayanan kesehatan masyarakat,
dalam hal ini adalah puskesmas, yang merupakan perpanjangan tangan
pemerintah dalam usaha pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan
kesehatan. Lantas apakah dengan demikian menurunkan peran pemerintah
(petugas pelayanan kesehatan puskesmas) sebagai instansi yang
bertanggungjawab akan kesejahteraan (kesehatan) masyarakat? Sejauh apa
peran masyarakat dalam menciptakan kesehatan bagi lingkungan masyarakat di
sekitarnya, dan bagaimana memberdayakan dan mengorganisir masyarkat agar
secara sadar ikut berpartisipasi dalam peningkatan derajat kesehatan? Untuk
menjawab semua pertanyaan tersebut maka penulis mengajak pembaca untuk
memahami peran maupun fungsi dari pelayanan kesehatan dalam meningkatkan
derajat kesehatan terlebih dahulu. Selanjutnya adalah menelaah masalah serta
penjelasan dari berbagai sumber untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di
atas.

Seperti yang telah disebutkan dalam paragraf sebelumnya bahwa


penulis akan menjabarkan arti penting dan peran pelayanan kesehatan,
termasuk di dalamnya adalah puskesmas, dalam meningkatkan derajat
kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan setiap bentuk pelayanan atau
program kesehatan yang ditujukan pada perseorangan atau masyarakat dan
dilaksanakan secara perseorangan atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi, dengan tujuan untuk memelihara ataupun meningkatkan derajat
kesehatan yang dipunyai. Selain itu terdapat lima fungsi utama pelayanan
kesehatan di antaranya adalah; 1)mendorong masyarakat melaksanakan
kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri, 2)memberi
petunjuk kepada masyarakat tentang cara-cara menggali dan menggunakan
sarana yangada secara efektif dan efisien, 3)memberi pelayanan kesehatan
langsung kepada masyarakat, 4)memberi bantuan yang bersifat teknis, bahan-
bahan serta rujukan, 5)bekerja sama dengan sektor lain dalam melaksanakan
program kerja Puskesmas. Dalam teori Blum dijelaskan pula bahwa, status
kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu; lingkungan (45%), perilaku
(30%), pelayanan kesehatan (20%) dan faktor keturunan (5%). Berbagai
penjelasan di atas sudah jelas menggambarkan pentingnya pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia mengakomodir kebutuhan akan pelayanan kesehatan ini. Upaya ini
telah diusahakan pemerintah hampir tiga dasawarsa. Mulai dari
diperkenalkannya Konsep Bandung tahun 1951 dimana mulai diperkenalkan
bahwa pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat
dipisahkan (Notoatmojo, 2007).

Dilanjutkan dengan proyek Bekasi pada tahun 1956 sebagai awal


kegiatan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari upaya pengembangan
kesehatan masyarakat, dan sampai akhirnya rapat kerja kesehatan nasional
tahun 1968 dicetuskan bahwa Puskesmas merupakan sistem pelayanan
kesehatan terpadu. Beralih pada fungsi puskesmas, dalam Sistem Kesehatan
Nasional dijelaskan bahwa Puskesmas memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Sedang pelayanan upaya kesehatan di Puskesmas
tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pokok, yaitu : 1)peningkatan
kesejahteraan ibu dan anak, 2)peningkatan upaya keluarga berncana,
3)perbaikan gizi 4)peningkatan kesehatan lingkungan, 5)pencegahan dan
pemberantasan penyakit, 6)penyuluhan kesehatan masyarakat, 7)pengobatan
termasuk penanggulangan kecelakaan, 8)perawatan kesehatan masyarakat,
9)peningkatan usaha kesehatan sekolah, 10)peningkatan usaha kesehatan gigi
dan mulut, 11)peningkatan kesehatan jiwa, 13)peningkatan kesehatan jiwa,
14)pemeriksaan laboratorium sederhana dan 15)pencatatan dan pelaporan.
Dengan penjabaran upaya kesehatan yang berasal dari Puskesmas tersebut,
tidak mengherankan jika pelayanan kesehatan (puskesmas) menempati posisi
penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Apalagi
dengan adanya desentralisasi permasalahan kesehatan di tingkat nasional ke
daerah merupakan inovasi yang patut disambut dengan baik untuk
menanggulangi berbagai masalah kesehatan seperti disparitas pelayanan
kesehatan yang masih tinggi, rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin,
rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, birokratisasi pelayanan Puskesmas,
dan minimnya kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam mewujudkan visi
Indonesia Sehat 2010. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang
terinstitusionalisasi mempunyai kewenangan yang besar dalam menciptakan
inovasi model pelayanan kesehatan di aras basis. Artinya, puskesmas memiliki
satu peran strategis untuk mengorganisir masyarakat dalam mengupayakan
kesehatan masyarkat. Hal ini pun telah tertuang di dalam Sistem Kesehatan
Nasional, dalanm bab keempat : subsistem upaya kesehatan, disebutkan di
dalamnya bahwa subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan (UKP) secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.

Tujuan dari upaya kesehatan yang saling mendukung ini adalah


terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau
(afforrdable), dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Dengan demikian, pemerintah maupun penyelenggara
pelayanan kesehatan tidak dapat bekerja sendiri untuk membangun kesehatan
masyarakat. Baik masyarakat maupun individu dari masyarakat itu sendiri juga
harus memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah. Oleh karena itulah,
sudah menjadi konsekuensi pemerintah atau petugas pelayanan kesehatan
(puskesmas) untuk memberdayakan dan mengorganisasikan masyarakat.
Seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, puskesmas memiliki
peran untuk memberdayakan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan
pemahaman dalam membangun kesehatan masyarakat. Telah disebutkan pula
pada paragraf awal bahwa masalah pemberdayaan masyarakat ini pun muncul
akibat tercetusnya paradigma sehat demi meningkatkan derajat kesehatan di
masyarakat. Pentingnya pemberdayaan masyarakat pun disebutkan Winslow
(1920) dalam teorinya tentang kesehatan masyarakat. Arti kesehatan
masyarakat menurut Winslow; yaitu ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan,
pemberantasan penyakit-penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan
perorangan, dan pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan untuk
diagnosis dini dan pengobatan. Sebelum beranjak lebih jauh, penulis akan
menjelaskan lebih dulu pengertian dan fungsi pengorganisasian dan
pemberdayaan masyarakat, sebagai bentuk upaya peningkatan fungsi
Puskesmas. Pengorganisasian masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan-
tujuan kesehatan masyarakat, pada hakikatnya adalah menghimpun potensi
masyarakat atau sumber daya (resources) yang ada di dalam masyarakat itu
sendiri untuk upaya-upaya, yaitu: preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif
kesehatan mereka sendiri.

Dari sumber lain, pengorganisasian dan pengembangan masyarakt


diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk melakukan intervensi pada
faktor pendukung (enabling factors) sebagai salah satu prasyarakat untuk
terjadinya proses perubahan perilaku. Dengan teknologi pengorganisasian dan
pengembangan sumber daya yang ada pada masyarakat sehingga mampu
mandiri untuk meningkatkan derajat kesehatannya (Sasongko, 2000).
Pengorganisasian masyarakat bertujuan untuk mendorong secara efektif modal
sosial masyarakat agar mempunyai kekuatan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam hal kesehatan secara mandiri. Melalui proses
pengorganisasian, masyarakat diharapkan mampu belajar untuk menyelesaikan
ketidakberdayaannya dan mengembangkan potensinya dalam mengontrol
kesehatan lingkungannya dan memulai untuk menentukan sendiri upaya-upaya
strategis di masa depan; Memperkokoh kekuatan komunitas basis:
Pengorganisasian masyarakat bertujuan untuk membangun dan menjaga
keberlanjutan kelompok-kelompok kesehatan (Posyandu, Polindes, Dokter Kecil
dan lainnya). Organisasi di area komunitas dapat menjamin tingkat partisipasi,
pada saat bersamaan, mengembangkan dan memperjumpakan dengan
organisasi atau kelompok lain untuk semakin memperkokoh kekuatan komunitas,
serta membangun aliansi untuk menambah proses pembelajaran dan menambah
kekuatan diri. Dari dua hal di atas, yaitu peran pemerintah dan pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, muncul kontroversial bahwa
pemerintah sewajarnya menjadi penanggung jawab dari kesejahteraan termasuk
kesehatan warga negaranya namun haruskah masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan kesehatan ini? Apakah dengan diberdayakannya masyarakat
lantas artinya pemerintah angkat tangan dalam tanggung jawab ini? Perlu kita
pahami bahwa masalah kesehatan merupakan masalah yang perlu diupayakan
oleh semua orang atau semua pihak. Ada ungkapan lebih baik mencegah
daripada mengobati, filosofi ini muncul karena kesehatan menjadi masalah berat
apabila orang atau masyarakat mengalami sakit. Selain itu, kesehatan
sebenarnya dapat diupayakan oleh tiap individu atau masyarakat asalkan mau
berperilaku sehat. Oleh karena itu, akhirnya peran pemerintah tidak hanya
menyediakan pelayanan kesehatan yang accessible, baik dalam hal jarak
maupun penjaminan masyarakat atas pelayanan kesehatan tersebut, tapi juga
memberikan pencerdasan melalui penyuluhan atau pengkaderan masyarakat
agar dapat berupaya untuk hidup sehat, dalam hal ini merupakan peran petugas
kesehatan pelayanan kesehatan (puskesmas) setempat. Dari fungsi Puskesmas
yang telah kita bahas sebelumnya pun jelas peran Puskesmas bukan saja
persoalan teknis medis tetapi juga bagaimana keterampilan sumber daya
manusia yang mampu mengorganisir modal sosial yang ada di masyarakat. Lalu
sejauh apa masyarakat terlibat dalam pembangunan kesehatan demi
tercapainya paradigma sehat? Untuk menjawab pertanyaan ini penulis akan
mengaitkan program-program puskesmas yang berbasis. Satu diantarnya adalah
upaya perbaikan gizi masyarakat: pembinaan pengembangan UPGK dan
pelayanan gizi.

Pembinaan UPGK merupakan kegiatan kunjungan petugas Puskesmas


ke tiap posyandu desa atau RW. Selain itu, Kegiatan ini meliputi penyuluhan,
pemberian nasehat pada masyarakat ataupun kader atau volunter di desa/RW
tersebut. Tindak lanjut dari penyuluhan ini biasanya diterapkan para kader
kesehatan di desa atau RW setempat dalam kegiatan Posyandu, misalnya saja
dengan pemberian makanan tambahan pada masyarakat yang menimbang
anaknya ke posyandu serta transfer ilmu dari kader kesehatan pada masyarakat
setempat. Dengan demikian, harapan dari adanya penyuluhan sekaligus
pemberian makanan yang memenuhi gizi ini dapat menjadi awal dari tindakan
masing-masing keluarga untuk menggalakkan peningkatan gizi kesehatan. Selain
itu, baru-baru ini puskesmas Sukmajaya Depok mengadakan penyuluhan kepada
para kader di Kelurahan Baktijaya dalam rangka Pelaksanaan Klinik Sanitasi dan
Kelurahan Sehat Berbasis Masyarakat.

Klinik sanitasi merupakan suatu upaya kegiatan yang


mengintegrasikan layanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang
difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah
penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman
yang dilakukan oleh petugas Puskesmas bersama masyarakat yang dapat
dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar Puskesmas. Dari
penjelasan tersebut jelas bahwa masing-masing pihak, baik pihak Puskesmas
maupun masyarakat memiliki peran dalam upaya ini. Lebih jelasnya adalah
Puskesmas berperan menyelenggarakan pelaksanaan klinik sanitasi di dalam
dan di luar gedung Puskesmas (terjun langsung ke RW/ daerah binaanya),
mengumpulkan dan mengolah data tentang kualitas lingkungan, melakukan
pengawasan, penilaian dan perbaikan kualitas lingkungan. Bagaimana
karakteristik dan potensi tiap daerah tentu saja lebih diketahui oleh masyarakat
yang terkait bukan? di sinilah peran masyarakat dalam program ini. Selain
menjadi sumber informasi atas kualitas lingkungan yang akan dijadikan
parameter penanggulangan masalah penyakit berbasis lingkungan, masyarakat
juga punya peran untuk membina keluarga yang sadar akan kesehatan, ikut
serta melakukan intentarisasi data sarana kesehatan lingkungan, melakukan
pengorganisasian dan pendanaan, serta mengembangkan cara penilaian oleh
masyarakat sendiri. Dengan begitu, kita kembali menyimpulakan bahwa
Puskesmas perlu memberdayakan dan mengorganisir masyarakat, paling tidak
kader kesehatan di tiap daerah, untuk ikut serta dalam pembangunan kesehatan
di lingkungan tempat tinggal mereka karena pemerintah kita pun memiliki
keterbatasan petugas kesehatan profesional dan pendanaan yang kurang
optimal untuk mendukung semua program kesehatan daerah. Dari contoh-
contoh program kesehatan Puskesmas yang melibatkan pemberdayaan
masyarakat, kita dapat lihat bahwa keterlibatan masyarakat dalam upaya-upaya
kesehatan ternyata cukup besar, mulai dari sebagai sumber informasi dan data,
tataran pelaksanaan termasuk pendanaan, sampai penilaian program itu sendiri.
Apakah lantas artinya pemerintah/Puskesmas lepas tangan? Penulis tidak
melihat indikasi itu meskipun terlihat ketelibatan masyarakat cukup luas. Untuk
mengawali program ini, Puskesmas terlebih dahulu memberikan penyuluhan
kepada kader kesehatan di masyarakat. Selain dari itu, telah disebutkan pula
bahwa petugas Puskesmas-lah yang menyipkan penanganan dari klinik Sanitasi
meskipun dengan keterbatasan sumber daya manusia yang profesional di bidang
medis memaksa petugas puskesmas ini mobile, bisa jadi berada di dalam dan di
luar Puskesmas. Masalah pendanaan, membicarakan pendanaan memang lebih
memicu sensivitas, sumber dana dari klinik sanitasi ini diperoleh dari Dana
Operasional Puskesmas APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, bantuan luar
negeri, Kemitraan dan swadaya masyarakat. Letak Puskesmas yang dekat
dengan tempat tinggal masyarakat dan lebih dijangkau masyarakat
menumbuhkan peran yang lebih dari Puskesmas.

Oleh karena itu pula, pemerintah lebih bisa membuat program-


program kesehatan berbasis masyarakat melaui Puskesmas. Program-program
kesehatan berbasis masyarakat dirasa penulis efektif dalam memberikan
pendidikan kesehatan pada masyarakat karena tidak semua upaya untuk sehat
membutuhkan pelayanan medis tapi juga harus didukung dengan perilaku sehat,
lingkungan yang bersih dan sehat. Meskipun sekarang ini sudah muncul banyak
Posyandu di tiap desa atau RW namun peran Puskesmas tetap dibutuhkan sebab
penyelenggara Posyandu merupakan masyarakat setempat yang masih
membutuhkan pengarahan dari petugas kesehatan, dalam hal ini adalah petugas
Puskesmas. Pemberdayaan masyarakat dalam program-program kesehatan
berbasis masyarakat bukan merupakan upaya lepas tangan seperti apa yang
dilakukan pemerintah dalam perberlakuan BHP, tapi hal ini merupakan hasil
perumusan solusi dari berbagai masalah kesehatan yang kompleks di Indonesia,
mulai darikurangnya sumber daya manusia profesional, dana dan kurangnya
kemampuan pemerintah pusat dalam memantau masalah kesehatan di daerah-
daerah. Seperti yang kita tahu dari teori Blum ataupun Winslow pada
pembahasan sebelumnya bahwa untuk menciptakan kesehatan diperlukan
kerjasama yang baik antara penyelenggara pemerintahan dan masyarakat
sendiri.

Upaya-upaya pencegahan penyakit sebenarnya bisa dilakukan oleh


tiap individu atau keluarga di masyarakat sedangkan upaya kuratif dan
rehabilitaif membutuhkan peran pemerintah yang sebesar-besarnya dalam
penyediaan pelayanan medis di tiap daerah. Meskipun begitu, pemerintah tetap
punya tanggungjawab untuk memberikan fasilitas, sarana, dan prasarana untuk
mencerdaskan dan memberikan pengetahuan pada masyarakat bagaimana
berperilaku sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat untuk mendukung
upaya peningkatan derajat kesehatan mulai dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat sampai akhirnya tingkat negara. Hanya saja, penulis harapkan pada
pertugas Puskesmas agar menjaga maintanance program-program kesehatan
berbasis masyarakat ini. Jangan sampai setelah memberikan penyuluhan dan
pemberian sarana lantas tidak dipantau karena bagaimanapun juga masyarakat
yang terlibat tidak semuanya paham akan pentingnya program-program
tersebut, meskipun sebenarnya program tersebut dimaksudkan untuk
peningkatan kesejahteraan (kesehatan) hidup mereka sendiri. Selain dari itu,
pemantauan yang dilakukan pun haruslah rutin meskipun sudah terlihat adanya
kemandirian dari masyarakat dan juga pemberian reward pada kader kesehatan
yang dianggap bisa dijadikan teladan bagi kader kesehatan lainnya demi
munculnya rasa dihargai oleh petugas Puskesmas yang mereka anggap sebagai
perpanjangan tanngan dari pemerintahan negara. Semoga dengan adanya
kerjasama yang baik antara pemerintah, dalam hal ini adalah Puskesmas, dan
masyarakat dapat mewujudkan derajat kesehatan yang lebih baik untuk
Indonesia yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Arul. 1980. Pengantar
Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT Grafiti Medika Pers. Depkes RI. 1984.
Pedoman Stratifikasi Puskesmas. ---------------.1984 Kumpulan Materi SIAGA Kota
Depok. 2007. Depok: SATLAK PPK-IPM Kota Depok BidKes Materi Pelatihan Kader
Dasawisma Dalam Pelaksanaan Klinik Sanitasi dan Kelurahan Sehat Berbasis
Masyarakat. 2008. Depok: SATLAK PPK-IPM Kota Depok BidKes Muninjaya, A.A
Gde. 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Saleh, Maya Syahria. 2007. Puskesmas Sebagai
Agen Pemberdayaan Masyarakat dalam www.pusdakota.org yang diakses
tanggal 24 Desember 2008, pukul 20.00 WIB. Sasongko, Adi. 2000. dalam Materi
Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Depok: Departemen
Pendidikan dan Promosi Kesehatan, FKM UI. Sistem Kesehatan Nasional *Tulisan
ini pernah dikirim sebagai paper tugas akhir mata kuliah Administrasi Kesehatan
di FKM UI tahun 2008.

/////////

RENSTRA PUSKESMAS MINASATENE


PERIODE 2011 - 2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dokumen Rencana Strategis (Renstra) Puskesmas Minasatene Kabupaten Pangkep ini


adalah dokumen kerja Dinas/SKPD untuk masa kerja lima tahun mendatang. Dokumen ini
menjadi penting karena dalam masa lima tahun tersebut, SKPD berkewajiban untuk
mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai dengan dokumen perencanaan ini. Selain itu
urgensi penyusunan Renstra SKPD ini adalah :

1. Menjadi acuan penyusunan Renja SKPD

2. Dasar penilaian kinerja Kepala SKPD

3. Menjadi acuan penyusunan Lakip SKPD

Renstra SKPD dapat juga dijadikan sebagai bahan evaluasi yang penting agar
pembangunan dapat berjalan secara lebih sistematis, komprehensif dan tetap fokus pada
pemecahan masalah-masalah mendasar yang dihadapi Puskesmas Minasatene khususnya
di bidang kesehatan.

Dokumen Renstra ini bersifat jangka pendek dan menengah namun tetap diletakkan pada
jangkauan jangka panjang, dan mengacu kepada visi misi dan arah kebijakan
pembangunan bidang kesehatan Puskesmas Minasatene untuk lima tahun mendatang.

Usaha mewujudkan visi, misi dan arah kebijakan yang tertuang dalam dokumen renstra ini
perlu didukung dengan strategi umum, yang kemudian diterjemahkan ke dalam program-
program pembangunan kemudian diuraikan kedalam kegiatan-kegiatan yang mendukung
masing-masing program tersebut.

B. Maksud dan Tujuan Penyusunan Renstra


Maksud penyusunan Renstra SKPD ini adalah tersedianya dan tersusunnya dokumen
perencanaan kesehatan. Sedangkan tujuan penyusunan Renstra SKPD ini
adalah tersedianya suatu dokumen yang strategik dan komprehensif yang menjamin adanya
konsistensi perumusan kondisi atau masalah daerah, perencanaan arah kebijaksaan,
pembuatan strategi hingga pemilihan program strategis yang sesuai dengan kebutuhan
daerah di bidang kesehatan.

Dengan demikian ini dapat dijadikan acuan dan pegangan Puskesmas Minasatene dan
jaringannya dalam penyusunan program/kegiatan yang berkaitan dengan upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

C. Landasan Hukum

Pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


menghendaki arah dan tujuan kebijakan pembangunan diselenggarakan berdasarkan
demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
Nasional.

Perencanaan pembangunan nasional disusun secara sistematis, terarah, terpadu,


menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional diselenggarakan berdasarkan atas Asas Umum Penyelenggaraan Negara.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk :

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang,
antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,


dan pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah sebagai penyelenggara


pemerintahan memegang peranan penting dalam melaksanakan pembangunan bagi
kepentingan rakyatnya. Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang mampu
menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab,
perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara.

Landasan hukum yang diberikan adalah UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, sehingga pemerintah
daerah memiliki pedoman dalam menjalankan tugas-tugasnya dan terhindar dari praktek-
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat.

Aspek-aspek pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kedudukan,


pembagian wilayah, kewenangan pemerintahan, bentuk dan susunan pemerintahan,
pembiayaan dan kerjasama antar daerah. Landasan hukum lainnya adalah Inpres No. 7
Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Renstra merupakan dokumen perencanaan taktis-strategis yang menjabarkan potret


permasalahan pembangunan untuk memecahkan permasalahan daerah secara terencana
dan bertahap melalui sumber pembiayaan APBD setempat, dengan mengutamakan
kewenangan yang wajib disusun sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah. Penjelasan
ini berdasarkan PP No. 108 Tahun 2000. Status Hukum Renstra sesuai Peraturan
Pemerintah No. 108 Tahun 2000 pasal 4 (3). Ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).

Renstra memiliki sejumlah indikator sebagai berikut :

1. Analisis tentang situasi, yang meliputi antara lain analisis potensi konflik horisontal,
gangguan kamtibmas serta dinamika dan friksi sosial politik yang berkembang ditengah-
tengah masyarakat.

2. PRB dan proyeksi pertumbuhan ekonomi, baik sektor-sektor ekonomi primer yang
membutuhkan kebijakan yang kondusif bagi pertumbuhannya maupun sektor-sektor
ekonomi kerakyatan yang menumbuhkan intervensi kebijakan berupa pelaksanaan program
dan kegiatan yang memihak pada masyarakat kurang mampu.

3. Indeks Regional, seperti misalnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat
pengangguran, angka kemiskinan, angka putus sekolah, gejala kerusakan ekosistem,
lingkungan hidup dan tata ruang.

4. Kebijakan daerah jangka menengah, sebagaimana dijabarkan di dalam RPJMD.

Rencana Strategis (Renstra) berfungsi sebagai perencanaan taktis strategis, yang disusun
sesuai dengan kebutuhan daerah dengan mengacu pada RPJMD serta indikator
sebagaimana disebutkan diatas.

Arah kebijakan penyelenggaraan daerah dituangkan dalam Renstra yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam lima tahunan.
Selanjutnya, Renstra dirinci dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama DPRD setiap tahun.

D. Hubungan Renstra SKPD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Dokumen Renstra SKPD bersifat partisipatif yang penyusunannya melibatkan stakeholders :


wakil rakyat, masyarakat, pemerintahan kota, pengusaha, LSM dan lain-lain. Metode
partisipatif dinilai efektif dalam menjamin komitmen pemerintah daerah terhadap
kesepakatan program dan kegiatan pembangunan daerah. Partisipasi stakeholders dalam
penyusunan dokumen Renstra SKPD dilakukan hingga saat menjabarkannya ke dalam
RPJMD dan RAPBD. Dengan demikian, setiap program dan kegiatan yang akan
diselenggarakan dalam setiap tahun anggaran harus sesuai dengan visi, misi dan arah
kebijakan yang termasuk di dalam Renstra lima tahunan.
KEP. BUPATI

RINCIAN APBD

Dokumen Renstra juga dipakai untuk memperkuat landasan penentuan program dan
kegiatan tahunan daerah secara strategis dan berkelanjutan.

Rencana Strategis SKPD dapat dikategorikan sebagai dokumen manajerial wilayah yang
bersifat komprehensif karena mampu memberikan program-program strategis sesuai
dengan kebutuhan masing-masing bidang dalam lingkup SKPD.

Keberhasilan usaha pemerintah daerah untuk mempertemukan antara keinginan


masyarakat dengan fakta kondisi daerah diukur melalui indikator perencanaan strategis dari
program dan kegiatan yang tercantum di dalam Renstra yang dievaluasi melalui evaluasi
kinerja Kepala daerah sesuai dengan PP No. 108 tahun 2000, dengan memperhatikan
indikator evaluasi kinerja yang disosialisasikan secara nasional melalui modul pelatihan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan penjelasan
dari Inpres No. 7 tahun 1999 tentang AKIP. Dalam mendukung usaha ini, indikator perlu
disepakati bersama antara pemerintahan. Hal ini menjadi penting karena indikator
pengukuran kinerja akan digunakan oleh DPRD untuk mengukur kinerja tahunan Bupati di
akhir masa jabatannya.

Adapun prinsip-prinsip dalam pembuatan perencanaan strategik yang juga digunakan


sebagai dasar penyusunan Renstrada adalah sebagai berikut :

1. Proaktif, bukan reaktif

Dengan adanya perubahan dalam lingkungan yang semakin kompleks, maka perlu
melakukan perencanaan atas perubahan tersebut secara proaktif dan bukan reaktif.

2. Berorientasi output, bukan input

Untuk mencapai keberhasilan dalam pengelolaan, maka perencanaan strategik diperlukan


agar dapat menuntun diagnosa organisasi kepada pencapaian hasil yang diinginkan secara
obyektif.

3. Visioner

Perencanaan strategik yang dibuat harus berorientasi pada masa depan, sehingga
memungkinkan organisasi untuk memberikan komitmen pada aktivitas dan kegiatan di masa
mendatang.

4. Adaptif dan akomodatif


Perencanaan strategik yang dibuat harus mampu melakukan penyesuaian terhadap
perkembangan yang muncul, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.

Alur Mekanisme Penyusunan

Renstra SKPD 2011 - 2015

E. Sistematika Penyusunan Renstra

Dokumen Renstra SKPD tahun 2011 - 2015 Puskesmas Minasatene ini disusun sebagai
berikut :

BAB I. PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang

B. Maksud dan Tujuan

C. Landasan Hukum

D. Hubungan Renstra SKPD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

E. Sistematika Penyusunan

BAB II. TUGAS DAN FUNGSI SKPD

A. Struktur Organisasi

B. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan

C. Tugas dan Fungsi

D. Peran dan Fungsi UPT Puskesmas

BAB III. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

A. Kondisi Umum Daerah Masa Kini

B. Kondisi yang Diinginkan dan Proyeksi ke Depan

BAB IV. VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Misi

B. Tujuan

/////////////////

Anda mungkin juga menyukai