Anda di halaman 1dari 13

Upaya Pencegahan Stunting pada

Balita dan Anak di Indonesia pada


Masa Pandemi COVID-19

Oleh:

DENI NOOR GIANTORO AKHMAD (22.C2.0064)


MARIA HELGA DIAH AYU MUMOUNI (22.C2.0065)
VIA YOVITA ALPIANI (22.C2.0067)

Magister Hukum Kesehatan


Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
2021
PENDAHULUAN

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi yang terjadi pada


anak-anak berusia dibawah lima tahun. Stunting juga didefinisikan sebagai suatu kondisi
dimana keadaan tubuh pendek atau sangat pendek yang didasarkan pada indeks Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang
batas (zscore) antara -3 SD sampai dengan < -2 SD). Anak-anak dikategorikan stunting jika
panjang/tinggi badannya kurang dari -3 SD dari median Standar Pertumbuhan Anak
menurut World Health Organization (WHO) untuk kategori usia dan jenis kelamin yang
sama. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Biro Pusat
Statistik (BPS) melalui program SSGI (Studi Status Gizi Indonesia) melakukan pengumpulan
data pada 34 provinsi di Indonesia, dengan cakupan 153.228 balita dan menemukan bahwa
angka stunting di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 24,4%. Terjadi penurunan angka
stunting jika dilihat dari tahun 2019 yang mencapai angka 27,7% (menurun sebesar 1,6%)
(Kemenkes RI, 2021).

Belum selesai dengan stunting, pada tahun 2019 pandemi COVID-19 melanda
menyebabkan banyak kematian pada awal penyebaran sehingga banyak negara
menerapkan pembatasan sosial bahkan lockdown dalam rangka pencegahan penularan
COVID-19. Tidak terkecuali di Indonesia, Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) dan juga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berenjang
sesuai dengan tingkat penyebaran penyakit. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di luar
rumah, banyak dialihkan untuk dikerjakan di dalam rumah atau terpaksa tidak dapat
berjalan optimal.

Pandemi COVID-19 menjadi faktor penghambat kegiatan-kegiatan pencegahan


stunting. Kebijakan baru yang terus berubah juga menyebabkan terjadinya perubahan dan
penyesuaian pada sistem pelayanan kesehatan. Meningkatnya angka pengangguran, angka
kemiskinan, hambatan produksi dan distribusi pangan, serta penurunan kualitas hidup selama
pandemi membuat anak-anak Indonesia yang dalam masa pertumbuhan lebih rentan
mengalami stunting. Pola konsumsi pangan yang tidak tepat selama periode pandemi
COVID-19 berdampak terhadap munculnya berbagai malnutrisi. Kondisi ini terjadi akibat
ketidakaseimbangan asupan gizi baik kekurangan maupun kelebihan gizi yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit dan meningkatkan risiko terhadap
kematian. Dengan kondisi tersebut, muncul pertanyaan bagaimana mencapai target
penurunan angka stunting pada tahun 2024 dapat terealisasikan bersamaan dengan pemulihan
kondisi masyarakat akibat dampak COVID-19. Maka dari itu, dibutuhkan stategi upaya
pencegahan stunting pada balita dan anak di masa pandemi COVID-19. Upaya pencegahan
stunting tersebut dapat dilakukan berbasis keluarga, masyarakat, dan teknologi.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana latar belakang timbulnya masalah stunting pada bayi dan balita di indonesia
terutama dalam masa pandemi covid-19 ?
2. Bagaimana penatalaksanaan masalah stunting pada bayi dan balita di indonesi terutama
dalam masa pandemic covid 19 ?
PEMBAHASAN

Upaya pencegahan stunting dengan melibatkan ibu dan berbasis keluarga merupakan
langkah awal dalam pencegahan stunting pada balita dan anak. Pentingnya informasi tentang
stunting pada seorang ibu, baik ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu yang mempunyai balita
sangat mempengaruhi gaya asuh ibu dalam memberi asupan dan memenuhi kebutuhan gizi
anak. Adanya pengetahuan yang tidak memadai dan sikap yang salah secara langsung dapat
mempengaruhi praktik ibu dalam memberikan makanan yang bergizi dan perawatan yang
tepat pada balita. Upaya pencegahan stunting dengan melibatkan ibu dan keluarga pada masa
pandemi COVID-19 perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan angka stunting di Indonesia di
khawatirkan akan bertambah akibat pandemi COVID-19 karena kurangnya asupan gizi bagi
anak dan balita (Malfasari, dan Hasanah, 2022). Salah satu upaya yang dapat dilakukan pada
masa pandemi COVID-19 adalah dengan mengupayakan edukasi dan penyuluhan pada ibu
terkait stunting. Kegiatan edukasi dan penyuluhan pada ibu bertujuan untuk menyampaikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai stunting yang meliputi pengertian stunting,
penyebab stunting pada balita, tanda dan gejala anak menderita stunting, serta cara
pencegahan stunting. Sebelum materi disampaikan terlebih dahulu perlu dilakukan apersepsi
mengenai sejauh mana pengetahuan ibu-ibu tentang stunting. Kegiatan edukasi dapat diakhiri
dengan tanya jawab terhadap materi yang belum dipahami oleh para ibu (Malfasari, dan
Hasanah, 2022). Strategi lain dalam upaya pencegahan stunting yang melibatkan ibu adalah
edukasi keliling secara door to door yang dilanjutkan dengan membagikan selebaran materi
tentang stunting dengan bahasa yang mudah dipahami (Priharwanti, dan Riska, 2022). Proses
edukasi pada ibu juga dapat menggunakan media audiovisual. Media audiovisual yang
digunakan adalah berupa video tentang stunting pada balita. Media audiovisual menjadi
pilihan karena audiovisual lebih menarik perhatian peserta dan memberikan
kemudahan bagi peserta untuk menangkap informasi yang disampaikan (Susilowati et al.,
2021). Hasil penelitian sebelumnya menyampaikan bahwa pemberian edukasi menggunakan
metode brainstorming dan media audiovisual terbukti efektif untuk meningkatkan
pengetahuan ibu tentang stunting (Susilowati et al., 2021). Program intervensi lainnya yang
dapat dilakukan adalah membentuk Focus Group Discussion (FGD) dengan tujuan berdiskusi
mengenai parenting dan pencegahan stunting dengan para ibu. Strategi pelaksanaan program
intervensi ini adalah dengan mengumpulkan ibu-ibu yang mempunyai bayi atau pun balita.
Kemudian dalam pertemuan tersebut dipaparkan materi terkait stunting, diskusi, dan tanya
jawab. Selama kegiatan berlangsung pastinya para peserta diharuskan mematuhi protokol
kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Upaya upaya
pencegahan stunting berbasis keluarga ini dapat dilakukan oleh posyandu atau puskesmas
bekerjasama dengan tokoh masyarakat ataupun pemerintah setempat. Melalui kegiatan
edukasi, penyuluhan, dan diskusi ini diharapkan ibu dapat mempraktikkan ilmu yang sudah
diperoleh dan dapat menyebarkan pengetahuan kepada teman sebaya dalam melakukan
perawatan atau pengasuhan kepada anak (Malfasari, dan Hasanah, 2022). Upaya pencegahan
stunting lainnya di masa pandemi COVID-19 adalah dengan melibatkan masyarakat, salah
satunya melalui pemberdayaan dan edukasi kader posyandu, mengingat posyandu merupakan
pelayanan kesehatan dasar yang paling dekat dengan masyarakat. Kader merupakan salah
satu ujung tombak terhadap perubahan yang terjadi didalam masyarakat dan diharapkan
mampu menjadi motivator, pendorong, dan penyuluh masyarakat. Kurangnya pendidikan
kesehatan yang diterima oleh kader selama masa pandemi COVID-19 ini menyebabkan
kurangnya peran kader kepada masyarakat khususnya tentang pencegahan stunting. Dengan
adanya kegiatan pemberdayaan kader yang terstruktur dan komprehensif di masa pandemi
COVID-19, dapat mendukung terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Peran
kader sebagai penggerak utama dan terdepan dalam perubahan pengetahuan dan perilaku
terkait gizi anak diharapkan dapat menurunkan prevalensi stunting di masa pandemi COVID-
19. Keterlibatan kader dalam penanganan stunting ini harus dibekali dengan pengetahuan
yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan stunting (Sutriyawan, dan Valiani,
2021). Salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap kader posyandu adalah
dengan adanya edukasi dan penyuluhan kesehatan. Pendekatan pemberdayaan masyarakat
dengan memberikan edukasi gizi seimbang pada kader posyandu diharapkan dapat
mengoptimalkan perannya sebagai agen dalam mempromosikan gizi dan kesehatan
(Indawati, Agustina, dan Rusman, 2021). Perlu ditekankan, bila sosialisasi, edukasi, dan
pemberdayaan kader posyandu dilakukan secara langsung pada masa pandemi COVID-19,
seluruh sumber daya manusia yang terlibat diharuskan menerapkan protokol kesehatan sesuai
dengan anjuran pemerintah, seperti melakukan pengecekan suhu tubuh sebelum masuk ke
ruangan, mencuci tangan, memakai masker, tidak berkerumun, dan menjaga jarak tempat
duduk.Salah satu strategi edukasi pada kader dapat dilakukan melalui edukasi berbasis media.
Media yang baik dapat menyampaikan pesan dan mencapai sasaran yang baik.

Penyampaian pesan-pesan tersebut melalui poster, leaflet, dan multimedia yang diharapkan
dapat menjadi salah satu cara efektif dalam meningkatkan pengetahuan kader dan
memperbaiki sikap kader dalam mencegah stunting pada masa pandemi COVID-19.
Intervensi peningkatan pengetahuan dan perbaikan sikap kader posyandu yang dilakukan
melalui edukasi berbasis media dapat dilakukan dengan berbagai cara (Sutriyawan, dan
Valiani, 2021). Misalnya, pemberian edukasi berupa penyuluhan stunting dan cara
pencegahannya, penyuluhan tentang bagaimana peran kader dalam mencegah stunting,
penyuluhan tentang bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi
kader dalam mencegah stunting, penyuluhan penggunaan Buku Saku Pencegahan Stunting,
dan pelatihan pembuatan video edukasi (Has, Ariestiningsih, dan Mukarromah, 2021). Materi
dapat disampaikan menggunakan proyektor, poster, secara daring melalui Google Meet, dan
pemberian leaflet kepada kader sebagai pedoman memberikan edukasi kepada masyarakat
serta leaflet tersebut di tempel di posyandu agar mudah dijangkau oleh ibu yang memiliki
balita. Pengukuran pengetahuan dan sikap pada edukasi kader berbasis media ini diperoleh
menggunakan kuesioner pre-test dan post-test. Berdasarkan penelitian yang telah dilakuakan,
upaya ini berhasil meningkatkan rata-rata skor pengetahuan dan sikap kader dalam mencegah
stunting pada masa pandemi COVID-19 (Sutriyawan, dan Valiani, 2021). Selain memberikan
edukasi pada kader, upaya pemberdayaan kader lainnya adalah dengan membentuk Srikandi
PMBA (Praktik Pemberian Makanan Bayi dan Anak). Pada masa pandemi COVID-19
layanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) menjadi
terhambat. Status kesehatan yang tidak dipantau dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
masalah baru pada ibu dan anak. Untuk itu membentuk Srikandi PMBA yang merupakan
kader kesehatan untuk kembali mengaktifkan posyandu sehingga pelayanan kesehatan di
masyarakat kembali berjalan perlu dilakukan (Widaryanti, Maydianasari, dan Maranressy,
2022). Srikandi diibaratkan sebagai sosok perempuan tangguh, sehingga diharapkan sosok ini
akan berjuang dengan tangguh untuk mengkampanyekan program 1000 HPK. Peran kader
posyandu untuk mempromosikan PMBA dalam kondisi darurat merupakan salah satu upaya
yang tepat untuk tetap menjaga kebutuhan nutrisi bayi dan balita pada masa pandemi
COVID-19. Namun sayangnya belum banyak kader yang paham mengenai manajemen
PMBA dalam kondisi normal maupun bencana. Pelaksanaan kegiatan Srikandi PMBA
dilakukan melalui pendidikan masyarakat, pendampingan, serta role play. Kegiatan
pendidikan masyarakat dilakukan melalui pemberian pengetahuan tentang manajemen
laktasi, manajemen PMBA, teknik konseling dan komunikasi efektif, serta pemanfaatan lahan
pekarangan untuk kebun gizi. Kegiatan pendampingan memiliki rincian seperti,
pendampingan konseling nutrisi pada 1000 HPK, misalnya konseling gizi pada ibu hamil,
IMD (Inisiasi Menyusui Dini), konseling ASI eksklusif, pemberian MP ASI (Makanan
Pendamping Asi). Selanjutnya kegiatan role play dilakukan dengan memberikan cara
membuat MP ASI rumahan dengan bahan lokal, menanam sayuran menggunakan vertikal
gaden tobs sehingga tetap dapat menanam sayuran yang berkualitas dengan lahan yang
terbatas. Pembentukan Srikandi PMBA ini terbukti meningkatan pengetahuan kader tentang
pemberian makan bayi dan anak serta teknik komunikasi dan konseling (Widaryanti,
Maydianasari, dan Maranressy, 2022).Pemberdayaan kader posyandu dalam fortifikasi
pangan organik berbasis pangan lokal juga dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
stunting di masa pandemi COVID-19. Pada kegiatannya, kader posyandu diberikan edukasi
mengenai situasi terkini balita stunting, konsep dan dampak stunting, jenis intervensi gizi,
konsep fortifikasi pangan organik, dan angka kandungan gizi dari bahan pangan lokal untuk
fortifikasi pangan. Dalam edukasi ini juga disampaikan mengenai ketersediaan bahan pangan
lokal sebagai ‘kendaraan fortifikasi’, dan strategi produksi untuk tingkat rumah tangga
dengan pemanfaatan dana desa. Untuk mengetahui indikator keberhasilan edukasi, maka
dilakukan pre-test dan post-test dalam menilai rata-rata skor pengetahuan kader posyandu
pada saat sebelum dan setelah diberikan edukasi. Setelah para kader posyandu mendapatkan
edukasi yang cukup, barulah dilakukan pemberian keterampilan dalam membuat produk
fortifikasi pangan organik berbasis pangan lokal. Salah satu contoh produk yang dapat dibuat
adalah abon lele yang dijadikan isi/toping produk makanan fortifikasi lainnya seperti cireng.

Pemberian edukasi terbukti dapat meningkatkan pengetahuan kader posyandu


mengenai pencegahan stunting melalui fortifikasi pangan organik berbasis pangan lokal, juga
meningkatkan keterampilan kader posyandu dalam membuat produk fortifikasi pangan
organik (Permatasari, Chadirin, Yuliani, dan Koswara, 2022). Upaya pencegahan stunting
berbasis masyarakat pada masa pandemi COVID-19 dapat melibatkan generasi muda.
Penyuluhan pencegahan risiko stunting 1000 HPK pada generasi muda, dengan khalayak
sasarannya dalah remaja dan mahasiswa baik perempuan maupun laki-laki diharapkan dapat
menjadi role model dan memberikan pendidikan kepada masyarakat yang mempunyai bayi,
anak balita, dan ibu hamil. Remaja mempunyai andil yang penting dalam mencegah kejadian
stunting, untuk itu remaja perlu diberikan penyuluhan agar bisa berpartisipasi dalam
membantu pemerintah menurunkan kejadian stunting (Ratnasari et al., 2021). Penyuluhan
dapat dilakukan secara daring dalam rangkaian webinar interaktif, dengan bantuan para kader
posyandu dan pemerintah setempat. Penyuluhan kesehatan tentang pencegahan stunting pada
generasi muda terbukti meningkatkan skor pengetahuan peserta penyuluhan. Dengan
peningkatan skor tersebut, diharapkan para generasi muda mampu berkontribusi membantu
pemerintah menurunkan kejadian stunting, dengan cara berperilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), tidak merokok, tidak menggunakan narkoba, tidak melakukan seks bebas dan aktif
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang pencegahan stunting dengan meningkatkan
pengetahuan masyarakat yang mempunyai keluarga dengan ibu hamil, ibu menyusui, anak
dibawah usia dua tahun, untuk diberikan ASI ekslusif dan nutisi yang bergizi sehingga
tercapai derajat kesehatan yang baik (Ratnasari et al., 2021). Selain berbasis keluarga dan
masyarakat, upaya pencegahan stunting pada masa pandemi COVID-19 membutuhkan
strategi modifikasi berbasis teknologi. Perkembangan teknologi dapat membantu
menghambat penyebaran Virus Corona pada manusia, pemanfaatan teknologi mobile menjadi
salah satu solusi yang dapat digunakan (Ariany et al., 2020). Upaya pencegahan stunting
yang melibatkan ibu dan kader posyandu di masa pandemi COVID 19 juga dapat
dimodifikasi dengan berbasis teknologi. Penyuluhan dapat dilakukan secara daring melalui
grup chat WhatsApp, Google Meet ataupun webinar online yang mengangkat topik
pencegahan stunting di masa pandemi (Sutriyawan dan Valiani, 2021). Upaya berbasis
teknologi lainnya adalah pemanfaatan teknologi digital smart case sebagai upaya pencegahan
stunting pada balita di era pandemi COVID-19. Salah satu contoh aplikasi teknologi
digital smart case yang dapat digunakan adalah aplikasi SI JAKS (Sistem Informasi Jaringan
Keluarga Tanpa Stunting). Terdapat tiga fitur utama dalam aplikasi SI JAKS, diantaranya
media informasi stunting, cek stunting bayi dan balita, serta cek berat badan bayi dan balita.
Aplikasi ini mampu menjadi tonggak lahirnya suatu sistem informasi yang dapat
meminimalisir kesalahan pengolahan data dan keterlambatan pelaporan sehingga
permasalahan yang berkaitan dengan masalah gizi dapat diminimalisir seminimal mungkin
(Choliq et al., 2020). Sosialisasi penggunaan aplikasi SI JAKS dapat dilakukan oleh RT/RW
setempat, kelurahan, posyandu, atau puskesmas daerah setempat. Upaya pencegahan stunting
di tengah pandemi COVID-19 lainnya adalah dengan memanfaatkan sistem monitoring
tumbuh kembang balita/batita berbasis mobile. Pada masa pandemi COVID-19, penurunan
layanan kesehatan seperti posyandu dapat berdampak buruk terhadap tumbuh kembang
balita/batita, karena tidak ada pemantauan secara rutin tumbuh kembang mereka. Padahal
pemantauan secara rutin perkembangan balita/batita dan pemberian imunisasi serta
pemberian vitamin dapat menghindari resiko stunting pada balita/batita. Oleh karena itu,
sistem monitoring tumbuh kembang balita/batita berbasis mobile dapat menjadi salah satu
upaya untuk memantau pertumbuhan balita/batita tanpa harus bertemu langsung dengan para
kader posyandu, dan pada akhirnya dapat mencegah dan mengurangi risiko stunting. Sistem
monitoring ini juga diharapkan dapat membantu Poskeskel (Pos Kesehatan Kelurahan) dan
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) untuk melihat dan mencetak laporan penimbangan
tanpa harus meminta laporan data penimbangan balita/batita setiap bulannya ke posyandu
(Ariany et al., 2020). Selain itu, sistem ini diharapkan dapat mempermudah para kader
posyandu dalam melaporkan setiap kegiatan posyandu dan melaporkan tumbuh kembang
balita/batita yang terdaftar pada posyandu.

.
Kesimpulan dan Saran

Prevalensi angka stunting yang masih tinggi perlu ditangain dengan serius dalam
upaya mencegah masalah kesehatan pada anak dikemudian hari. Pandemi COVID-19
menjadi faktor penghambat kegiatan-kegiatan pencegahan stunting. Kebijakan baru yang
terus berubah juga menyebabkan terjadinya perubahan dan penyesuaian pada sistem
pelayanan kesehatan. Meningkatnya angka pengangguran, angka kemiskinan, hambatan
produksi dan distribusi pangan, serta penurunan kualitas hidup selama pandemi membuat
anak-anak Indonesia yang dalam masa pertumbuhan lebih rentan mengalami stunting.
Berbagai upaya pencegahan stunting di masa pandemi COVID-19 berpotensi untuk
diterapkan dalam rangka pencegahan stunting dan penururan prevalensi stunting. Mulai
dari upaya pencegahan stunting di masa pandemi COVID-19 berbasis keluarga dan peran
orang tua, masyarakat, dan teknologi. Upaya pencegahan stunting tersebut di antaranya
adalah edukasi sosialisasi pencegahan stunting pada ibu (ibu hamil, ibu menyusui, ibu
dengan balita), edukasi stunting keliling dengan door to door, edukasi audiovisual pada ibu,
FGD (Focus Group Discussion) dan diskusi ibu terkait stunting, edukasi kader posyandu,
pemberdayaan kader posyandu berbasis media, pembentukan Srikandi PMBA (Praktik
Pemberian Makanan Bayi dan Anak), pemberdayaan kader posyandu dalam fortifikasi
pangan organik berbasis pangan lokal, penyuluhan pencegahan risiko stunting 1000 HPK
(Hari Pertama Kehidupan) pada generasi muda, edukasi pencegahan stunting berbasis
WhatsApp grup, penerapan teknologi digital smart care, serta sistem monitoring tumbuh
kembang balita berbasis mobile. Upaya upaya pencegahan yang telah dilakukan tinjauan
pustaka tersebut berdasarkan hasil analisis penelitian dan kegiatan pengabdian masyarakat
telah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan terkait upaya pencegahan stunting di masa
pandemi COVID-19.Pelaksanaan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) berbasis
keluarga, masyarakat, dan teknologi dalam upaya pencegahan stunting di masa pandemi
COVID-19 perlu dilanjutkan secara berkesinambungan. Diperlukan adanya studi lanjutan
terkait implementasi pelaksanaan kegiatan/program. Kerjasama dari orang tua, masyarakat,
generasi muda, pendidik, perguruan tinggi, sekolah, fasilitas kesehatan, dan pemerintah juga
dibutuhkan sebagai penanganan strategis dalam upaya mensukseskan kegiatan dan
program pencegahan stunting di masa pandemi COVID-19. Pada lingkup perguruan tinggi,
upaya pencegahan stunting dapat dilakukan dalam bentuk praktek lapangan, pengabdian
masyarakat, atau kuliah kerja nyata sehingga diperoleh manfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Ariany, F. et al, 2020. Sistem Monitoring Tumbuh Kembang Balita/Batita di Tengah


Covid-19 Berbasis Mobile. Jurnal Informatika Universitas Pamulang, [online]
5(4), pp.490-497. Available at:
<https://scholar.archive.org/work/64m5747oh5d67dc5n5u6t42lum/access/wayba
ck/http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/informatika/article/download/7067/
pdf> [Accessed 18 June 2022].
Choliq, M. et al, 2020. Pemanfaatan Teknologi Digital Smart Care Sebagai Upaya
Pencegahan Stunting Pada Balita Di Era Pandemi Covid-19 Dikelurahan
Siwalankerto. [online] 1(1). Available at:
<http://conference.um.ac.id/index.php/hapemas/article/view/237/192>
[Accessed 18 June 2022].
Efrizal, W. (2020, September). Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di
Bangka Belitung? Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, 09(3), 154-
157. https://doi.org/10.22146/jkki.58695.
Has, D., Ariestiningsih, E. and Mukarromah, I., 2021. Pemberdayaan Kader Posyandu
dalam Program Pencegahan Stunting pada Balita di Masa Pandemi COVID-19.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, [online] 1(2). Available at:
<http://journal.umg.ac.id/index.php/ijtdh/article/view/2522/1672> [Accessed 18
June 2022].
Indawati, E., Agustina, Y. and Rusman, A., 2021. Edukasi Gizi Seimbang Bagi Kader
Posyandu pada Masa Pandemi Covid-19 Sebagai Pencegahan Balita Stunting di
Kabupaten Bekasi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam Keperawatan, [online]
4(1), pp.1-8. Available at:
<http://www.ojs.abdinusantara.ac.id/index.php/abdimaskep/article/view/552/492
> [Accessed 18 June 2022].
Kementerian Kesehatan RI. (2021, December 28). Angka Stunting Turun di Tahun 2021
| Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kemkes.go.id.
https://www.litbang.kemkes.go.id/angka-stunting-turun-di-tahun-2021/

Malfasari, E. and Hasanah, U., 2022. Edukasi Sosialisasi Pencegahan Stunting di Masa
Pandemi Covid 19 pada Ibu Balita di Posyandu. Journal of Character Education

Anda mungkin juga menyukai