Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG

TREND DAN ISSUE UUD KESEHATAN

“ OMNIBUS LAW ”

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kuliah

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Disusun Oleh :

GIAN NUGRAHA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

DHARMA HUSADA BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Pembuatan Makalah tentang Trend
dan Issue Undang-Undang Kesehatan “ Omnibus Law ” tahun 2023 telah selesai disusun. Makalah ini
dibuat sebagai bahan informasi bagi perawat khusunya dan sekaligus bagi penulis yaitu guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sarjana (S1) Keperawatan, dalam penyusunan makalah ini penulis
mendapatkan informasi dari bacaan artikel dibeberapa situs web site baik milik pemerintah maupun
swasta. serta organisasi profesi dan media sosial lainya,didapatkan hasil ternyata dalam proses
penyusunan dan penetapan UU Omnibus Law tentang kesehatan ini tidak semulus yang diharapkan
oleh pemerintah banyak tantangan serta banyak menyita perhatian masyarakat luas, sebagian ada yang
Pro dan Kontra baik di Masyarakat maupun organisasi profesi kesehatan diseluruh Indonesia, tentunya
dengan tanggapan dan pemikiran yang berbeda-beda. maka dari itu ketertarikan penulis membuat
makalah ini adalah karena rasa keingin tahuan yang tinggi terhadap hasil dari pada pembahasan dan
putusan UU Omnibus Law Tentang Kesehatan ini, dengan demikian penulis meyakini juga akan sangat
memiliki implikasi penting dan strategis yang timbul akibat penerapan sistem baru ini, baik dari aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam penyelenggaraan kesehatan di Indonesia nantinya. saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penyusunan
makalah tentang Pro Kontra Undang-Undang Kesehatan “ Omnibus Law ” dan Perubahan Undang-
Undang Keperawatan tahun 2023. Saya menyadari bahwa hasil penyusunan ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran serta masukan guna perbaikan dan semoga makalah ini
bisa menambah informasi serta ilmu pengetahuan pembacanya.

Bandung, 17 Agustus 2023


Tanda Tangan

GIAN NUGRAHA

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................1

1.1 Rumusan Masalah .........................................................................................................2


1.2 Tujuan.............................................................................................................................2
1.3 Manfaat...........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN MASALAH.....................................................................................6
2.1 Apa itu Omnibus Law ...................................................................................................8
2.2 Tujuan Omnibus Law ....................................................................................................8
2.3 Pro dan Kontra Undang-Undang “Omnibus law” tentang Kesehatan ..........................8
2.4 Apa Saja Hasil Putusan UU Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan....................11
BAB III PENUTUP................................................................................................................14
KESIMPULAN...................................................................................................................14
SARAN...............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tujuan Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945) khususnya dalam Alinea keempat,
diantaranya memuat bahwa negara melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kemudian dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 juga
menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Upaya mewujudkan
hak tersebut pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan Kesehatan
yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk itu Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah perlu melakukan
upaya-upaya untuk menjamin akses yang merata bagi semua
penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Indonesia sebagai negara berkembang masih dihadapkan pada
masalah rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak mampu
menjawab kompleksitas penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan
kesehatan yang semakin tergantung pada teknologi Kesehatan yang
semakin mahal dan rumit. Sistem pelayanan kesehatan yang padat
teknologi dan semakin mahal menuntut penanganan yang profesional
yang diselenggarakan oleh institusi yang handal dan menuntut metoda
penyelenggaraan yang mampu bekerja efektif, efisien, dan sekaligus
memuaskan.
Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Secara
nasional, ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia masih sangat
rendah, lebih rendah dari standar WHO dan rata-rata Asia Tenggara.
Hanya terdapat 0,62 dokter per 1.000 penduduk dibandingkan dengan 1,0
per 1.000, sesuai standar WHO. Jumlah dokter spesialis lebih rendah,
hanya terdapat 0,12 dokter spesialis per 1.000 penduduk dibandingkan
dengan median Asia Tenggara di 0,20/1.000 penduduk. Berdasarkan data
dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), di tahun
2020 masih terdapat 6,9% puskesmas tanpa dokter. Provinsi dengan
persentase Puskesmas tanpa dokter tertinggi adalah provinsi Papua
(48,18%), diikuti oleh provinsi Papua Barat (42,07%) dan provinsi
Maluku (23,45%). Sedangkan provinsi dimana tidak ada Puskesmas tanpa
dokter di wilayahnya (0%) adalah Provinsi Bali, Provinsi DI Yogyakarta,
Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
Bangsa Indonesia tengah mengalami bonus demografi, di mana
populasi usia produktif melampaui usia nonproduktif dengan
persentase 68%. Bonus demografi merupakan pisau bermata dua, apabila
berhasil maka akan negara maju, namun di sisi lain ada ancaman penuaan
populasi (ageing-population) jika tidak bisa melewati era bonus demografi.
Penuaan populasi (ageing-population) telah dialami oleh banyak negara
maju seperti di Jepang dan Jerman. Lansia yang ketika usia produktif
tidak melakukan hal yang produktif, tidak punya tabungan dan lainnya,
akan membebani negara dan masyarakat.
Menyambut bonus demografi tersebut, Indonesia dituntut untuk
memaksimalkan kontribusi bonus demografi untuk mencapai target
perkembangan GDP 8% per tahun. Negara butuh meningkatkan
produktivitas sampai dengan 40%, dan peningkatan tersebut hanya bisa
dicapai dengan kontribusi efisiensi sistem kesehatan. Namun, tantangan
terbesar dalam pencapaian pembangunan kesehatan nasional terjadi
pada tahun 2020 dimana kesehatan mengalami disrupsi besar-besaran
2
dalam skala global dengan adanya pandemi COVID-19.
Dampak pandemi COVID-19 terhadap keberlangsungan pelayanan
kesehatan esensial seperti pelayanan kesehatan ibu dan anak, gizi,
TB/HIV, dan lainnya dialami bukan saja di Indonesia, namun juga secara
global, lebih lanjut, diprediksi akan memperlambat pencapaian SDGs.
Penyebab lain terjadinya disrupsi pelayanan kesehatan esensial ini
termasuk stigma masyarakat terhadap potensi penularan COVID-19,
banyak fasilitas kesehatan yang kemudian dijadikan tempat perawatan
COVID-19, penutupan pelayanan kesehatan oleh otoritas setempat
sebagai strategi pencegahan, minimnya sumber daya, terutama alat
pelindung diri dan tenaga kesehatan karena sebagian besar diarahkan
untuk penanganan pandemi.
Outcome pada sektor kesehatan masih rendah, sehingga masih
sering terjadi ketidak tersediaan obat dan bahan habis pakai di pelayanan
garis depan, termasuk kekurangan peralatan dan pelatihan yang
diperlukan untuk memberikan layanan yang berkualitas.
Penguatan kinerja sektor kesehatan akan memastikan nilai manfaat
pendanaan yang membutuhkan penguatan tata kelola dan akuntabilitas,
mengurangi fragmentasi keuangan dan kelembagaan, serta
memperkenalkan mekanisme penyediaan pelayanan berbasis kinerja yang
lebih baik. Untuk mencapai tujuan cakupan kesehatan di Indonesia, maka
Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah perlu membelanjakan lebih
besar namun juga lebih baik di bidang kesehatan. Pencapaian cakupan
UHC melibatkan seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan berkualitas yang dibutuhkan, tanpa mengalami kesulitan biaya
karena UHC merupakan prioritas kebijakan sub-nasional, nasional dan
global.
COVID-19 menempatkan penguatan pelayanan kesehatan sebagai agenda
prioritas utama. Masyarakat lebih peduli dan menyadari pentingnya
pelayanan kesehatan; lembaga dan organisasi juga memahami pentingnya
menjaga kesehatan dan keamanan tenaga kerja mereka. Pandemi COVID-
3
19 menunjukkan pentingnya penguatan ketahanan sistem kesehatan
sengan menemukan dan menyadari adanya kesenjangan sistemik yang
perlu diperbaiki dalam peningkatan kemampuan sistem kesehatan dan
sistem ketahanan kesehatan. Berdasarkan perkembangan pembangunan
kesehatan dan pembelajaran atas pandemi COVID-19, diperlukan
penguatan sistem kesehatan melalui transformasi kesehatan yang meliputi
pelayanan primer, pelayanan rujukan, ketahanan kesehatan, pendanaan
kesehatan, Sumber Daya Manusia Kesehatan, dan Teknologi kesehatan.
maka dari itu untuk menunjang percepatan Pembangunan dalam bidang
kesehatan pemerintah beranggapan bahwa trasformasi kesehatan harus
cepat dilakukan dengan terobosan Omnibus Law dengan
menyederhanakan undang-undang yang ada saat ini dikementerian
kesehatan, banyaknya regulasi juga telah memunculkan fenomena hyper regulation
saat ini . Karena itu penyelenggara pemerintah berniat merevisi aturan perundang-
undangan yang saling berbenturan. Jika dilakukan secara konvensional, revisi
undang-undang secara satu per satu diperkirakan akan memakan waktu lebih dari 50
tahun. Dengan begitu pemerintah berpikir bahwa skema omnibus law adalah jalan
satu-satunya yang bisa menyederhanakan regulasi dengan cepat. disamping rencana
pemerintah dan DPR akan melaksanakan pembahasan tentang UU Omnibus law
tentang kesehatan ternyata banyak menuai pro dan kontra bahkan tenaga kesehatan
menggelar aksi demonstrasi, demontrasi ini dilakukan oleh lima organisasi profesi
kesehatan, baik yang berasal dari Tenaga Kesehatan (Nakes) maupun Tenaga Medis
mereka beranggapan ini adalah bentuk ekspresi dan kepedulian terhadap RUU
Omnibus Law Kesehatan. Dalam aksi demonstrasi, kelima organisasi profesi dokter-
nakes menuntut pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law untuk segera dihentikan.
Menurut Juru Bicara Aksi saat itu dr Beni Satria, RUU Kesehatan yang sedang
dibahas masih menyimpan banyak masalah. beliau juga menyampaikan terkait
beberapa hal, “Pertama kita fokus pada hak masyarakat atas pelayanan kesehatan
bahwa dengan dihapusnya anggaran 10 persen dalam draft RUU, tentu akan
mencederai pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk masyarakat,". Adapun lebih
lanjut, aksi tersebut juga menyoroti risiko kriminalisasi pada tenaga kesehatan jika
4
RUU Kesehatan disahkan. Menurutnya, RUU Kesehatan dapat menimbulkan rasa
takut di antara para tenaga kesehatan ketika melakukan penanganan pasien.
"Masyarakat saat ini tidak memahami apa itu perbedaan antara resiko medis,
kesalahan medis, dan kelalaian medis. Menyamakan itu dalam suatu persepsi bahwa
sesuatu yang tidak diinginkan oleh dokter dan tenaga kesehatan. Kemudian
dimasukkan dalam unsur pidana, bahkan sampai 10 tahun penjara tentu akan
menimbulkan ketakutan bagi seluruh tenaga kesehatan. Tidak hanya dokter, tetapi
seluruh tenaga kesehatan yang undang-undangnya akan dicabut dalam RUU ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Pengertian Omnibus Low


2. Apa tujuannya pemerintah mengadakan Omnibus Low
3. Pro dan Kontra Undang-Undang “Omnibus law” tentang Kesehatan
4. Apa Aja hasil Putusan lahirnya UU Omnibus law Nomor 17 Tahun 2023 Tentang
Kesehatan

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian Omnibus Low


2. Mengetahui Tujuan Omnibus Law
3. Profesi Kesehatan apa saja yang menentang Perubahan UU Omnibus Law Ini
4. Mengetahui apa saja Perubahan/Putusan UU Omnibus Law Nomor 17 Tahun
2023 Tentang Kesehatan

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil yaitu memberikan informasi dan pemahaman


kepada pembaca umumnya masyarakat luas khususnya bagi perawat, bagaimana
proses Rancangan UU Omnibus Law ini dibuat meskipun pada awalnya
banyaknya profesi tenaga medis yang Pro dan Kontra sampai pada akhirnya UU
Omnibus Law No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan ini ditetapkan dan
5
diberlakukan.

6
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Presiden Joko


Widodo pada penyampaian keterangan RAPBN 2022 tanggal 16 Agustus
2021 di Gedung MPR/DPR/DPD, redistribusi tenaga kesehatan melalui
penguatan pendidikan dan penempatan Tenaga Kesehatan menjadi salah
satu agenda yang menjadi fokus Pemerintah Pusat di samping membenahi
fasilitas layanan kesehatan dari hulu hingga hilir, dari level pusat hingga
level daerah, transformasi layanan primer, layanan rujukan, peningkatan
ketahanan kesehatan, peningkatan kualitas dan, serta pengembangan
teknologi informasi dalam layanan kesehatan. Arahan tersebut
diterjemahkan menjadi transformasi kesehatan yang terdiri atas
transformasi layanan primer, transformasi layanan sekunder, transformasi
sistem ketahanan kesehatan, transformasi pembiayaan kesehatan,
transformasi sumber daya manusia kesehatan, dan transformasi
teknologi kesehatan. Transformasi sumber daya manusia kesehatan
merupakan hal yang esensial, dan apabila sumber daya manusia, dalam
hal ini Tenaga Kesehatan, yang memadai secara kuantitas dan kualitas
tidak dapat terpenuhi, maka transformasi kesehatan tidak akan dapat
diwujudkan secara optimal.
Jawaban atas tantangan reformasi sistem kesehatan nasional, oleh
Kementerian Kesehatan selanjutnya diinterpretasikan menjadi
transformasi kesehatan yang dibutuhkan berdasarkan pada berbagai
kesempatan, yaitu perluasan kebutuhan penggunaan teknologi digital
dalam berbagai sektor layanan termasuk kesehatan di dalamnya,
terbiasanya masyarakat untuk mudah berubah dan akan menuntut
perubahan jika merasa perlu adanya perbaikan layanan kualitas layanan
umum.
Transformasi kesehatan mencakup pada enam (6) pilar atau
prinsip yang menjadi bentuk dalam mengartikan reformasi pada sistem
7
kesehatan nasional tersebut. Cakupan dalam transformasi teknologi
kesehatan, yaitu: integrasi dan pengembangan sistem data kesehatan;
integrasi dan pengembangan sistem aplikasi kesehatan; dan
pengembangan ekosistem teknologi kesehatan yaitu kebijakan berupa
regulasi yang mendukung, memberikan kemudahan, pendampingan,
pembinaan serta pengawasan yang memudahkan dalam proses
pengembangan dan pemanfaatan teknologi kesehatan yang
berkelanjutan disertakan dengan peningkatan tata Kelola dan kebijakan
kesehatan.
Gambar 1.1 Pilar Transformasi Kesehatan

Sumber: Kementerian Kesehatan 2022

Peraturan Perundang-undangan tentang kesehatan yang eksisting


saat ini juga perlu dilakukan penyederhanaan dengan metode Omnibus
Law, tak sedikit tenaga medis bahkan perawat di seluruh indonesia yang
belum mengetahui perubahan dan pengesahan UU No 17 Tahun 2023
Tentang Kesehatan yang baru-baru ini diperbincangkan, atas dasar
permasalahan diatas maka penulis membuat makalah ini.

8
2.1 Apa Pengeritian Omnibus Law

Omnibus Law dapat diartikan sebagai salah satu metode yang


digunakan untuk menyederhanakan aturan-aturan yang ada saat ini, terkait
banyaknya aturan dan regulasi dibidang kesehatan dalam hal ini omnibus
law digunakan sebagai metode terobosan hukum untuk peningkatan
ekonom. karena apabila diubah satu persatu akan membutuhkan waktu
Panjang. Melalui metode omnibus law, yaitu metode yang akan mengubah
beberapa undang-undang dengan membentuk satu undang-undang baru
yang kemudian diusulkan dengan memasukkan dalam agenda prioritas
pemerintahan maka dapat diartikan Omnibus Law terkait dengan
berurusan dengan berbagai obyek termasuk banyak hal atau memiliki
berbagai tujuan. apabila digabungkan dengan kata law maka dapat
dideskripsikan sebagai hukum untuk semua atau yang disebut dengan
undang-undang “sapu jagat”.

2.2 Tujuan Penggunaan Omnibus Law

1) Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-


undangan
2) Efisiensi proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang-
undangan.
3) Menghilangkan ego sektoral yang mengandung dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.

2.3 Terjadi Pro dan Kontra dikalangan Profesi Kesehatan terhadap Undang-
Undang “Omnibus law” No.17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan

KONTRA ( Tidak Setuju ) :

9
Setelah rampung dengan undang-undang “sapu jagat” atau omnibus law yang
pertama dibidang ekonomi ( UU Cipta Kerja ), selanjutnya pemerintah bersama
legislator tengah menyiapkan kelahiran UU sapu jagat kedua dibidang kesehatan.
Sama seperti yang pertama, proses kelahiran yang kedua ini juga mengundang
polemik dan gerakan penolakan dengan aksi turun ke jalan pada saat itu akan tetapi
pemerintah tetep fokus terus lanjut waktu demi waktu membahas UU sapu jagat
kedua, yaitu RUU Kesehatan. RUU ini masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 pada
akhir tahun 2022 lalu. Dalam draf RUU versi DPR, bakal UU sapu jagat kedua ini
merangkum muatan dari 13 UU di bidang kesehatan, terdiri atas 20 bab dan 478
pasal. Secara umum, anatomi draf RUU Kesehatan ini lebih mudah dipahami karena
penyusunannya tidak bertingkat atau tidak mengandung pasal di dalam pasal. Hal ini
berbeda dengan UU Cipta Kerja. Proses pembuatannya juga memicu penolakan dari
masyarakat kesehatan, termasuk organisasi profesi kesehatan. Hal ini serupa dengan
pembahasan UU Cipta Kerja. Alasan utamanya lebih kurang juga sama, yaitu
minimnya pelibatan publik secara bermakna. sebelumnya Draf RUU Kesehatan versi
DPR, jika disetujui ditetapkan menjadi UU, semula akan mencabut sembilan UU
yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Di samping juga
mengubah sebagian empat UU lainnya. Kesembilan UU yang bakal tidak berlaku
tersebut adalah UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor 18
Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, UU Nomor 6 Tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan. Adapun UU yang diubah sebagian adalah UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi.
Omnibus law yang bisa mencabut UU yang sudah ada ini dikhawatirkan akan
menimbulkan kekosongan hukum. Hal ini pulalah yang ditentang oleh masyarakat
10
kesehatan. Dari hasil daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan pemerintah
ke DPR, jumlah UU yang akan dicabut menjadi 10 UU, ketambahan UU Nomor 20
Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Sementara UU yang masih tetap
berlaku, tetapi diubah sebagian, adalah UU SJSN dan UU BPJS.
Mencermati UU yang bakal dicabut, tak heran sejumlah organisasi profesi yang
terkait dengan UU tersebut meradang. Seperti yang sudah diberitakan, Senin
(8/5/2023), massa yang terdiri dari dokter, apoteker, hingga bidan menggelar unjuk
rasa di Patung Kuda, Jakarta Pusat, pagi ini. Dari undangan yang didapat
menyebutkan para massa itu menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Massa yang
terdiri dari 5 organisasi profesi kesehatan yaitu dari Ikatan Dokter Indonesia,
Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan
Apoteker Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia tersebut menyampaikan tuntutan
yang salah satunya meminta pembahasan soal RUU Kesehatan disetop. Kalangan ini
menilai pembahasan yang berlangsung sekarang terlalu terburu-buru dan belum
mengakomodasi masukan dari organisasi profesi kesehatan. Aspirasi mereka ini pun
diluapkan dalam beberapa kali unjuk rasa.

PRO ( Setuju ) :
Kalangan masyarakat umum berpendapat dan menjadi terbelah pandangannya
dalam hal menyikapi RUU Kesehatan ini. di luar tenaga kesehatan yang menyuarakan
penolakan dengan berdemonstrasi juga terdapat sebagian lain yang pro dengan RUU
Kesehatan. Semangatnya adalah transformasi atau perbaikan pelayanan kesehatan
bagi publik menjadi lebih baik. Sistem pelayanan kesehatan harus diperbaiki secara
komprehensif dari hulu ke hilir. Hal itu berangkat dari adanya persoalan ketersediaan
(produksi) dan penempatan (distribusi) tenaga kesehatan.
Ketersediaan tenaga kesehatan sejatinya harus mencukupi dan harus disebar
secara adil ke seluruh wilayah Indonesia yang luas. Tidak boleh ada wilayah yang
kekurangan dokter, baik dokter umum maupun spesialis. Masyarakat harus bisa
mengakses layanan kesehatan dengan mudah dan tentu saja murah. Kondisi ini berarti
terkait dengan sistem pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Agar tenaga
kesehatan mencukupi, tidak boleh ada hambatan untuk masuk ke institusi pendidikan
11
kedokteran/kesehatan. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan tenaga kesehatan,
termasuk didalamnya biaya pendidikan. Biaya pendidikan kesehatan yang tinggi
berpotensi membuat para lulusannya berorientasi pada materi, bukan pelayanan. Hal
ini pula yang menyebabkan penempatan tenaga kesehatan tidak merata.
Banyak yang harus dibenahi dengan sistem pendidikan dan pelayanan
kesehatan. Oleh sebab itu, pembahasannya harus dengan kehati-hatian dan
mendengarkan aspirasi dari semua pemangku kepentingan agar tidak ada yang
dirugikan dan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

2.4 Hasil Putusan/Perubahan dari UU Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan


“Omnibus Law”
Rapat paripurna DPR RI akhirnya memutuskan mengesahkan Rancangan Unda
ng-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang (UU) Kesehatan pada sidang p
aripurna DPR RI pada masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023 pada hari Selasa
11 Juli 2023.

Ada sejumlah aspek yang disempurnakan dalam Undang-undang Kesehatan, yaitu :

1) Dari fokus mengobati menjadi mencegah : Pemerintah sepakat dengan DPR RI,
pentingnya layanan primer yang mengedepankan layanan promotif dan preventif
berdasarkan siklus hidup. Untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat,
Pemerintah menekankan pentingnya standardisasi jejaring layanan primer dan lab
oratorium kesehatan masyarakat disleuruh pelosok indonesia
2) Dari akses layanan kesehatan yang susah menjadi mudah : Pemerintah sepak
at dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan pelayanan kesehatan rujukan mel
alui pemenuhan infrastruktur SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedisin, d
an pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, serta layanan unggulan
nasional berstandar internasional.
3) Dari industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi mandiri di
dalam negeri : Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan
ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan melalui penguatan rantai pasok dari hu
lu hingga hilir. Memprioritaskan penggunaan bahan baku dan produk dalam nege
12
ri, pemberian insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan
dan produksi dalam negeri.
4) Dari sistem kesehatan yang rentan di masa wabah menjadi tangguh mengha
dapi bencana : Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan
kesiapsiagaan pra bencana dan penanggulangan secara terkoordinasi dengan men
yiapkan tenaga kesehatan yang sewaktu-waktu diperlukan dapat dimobilisasi saat
terjadi bencana.
5) Dari pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif : Pemeri
ntah sepakat dengan DPR RI untuk menerapkan penganggaran berbasis kinerja. I
ni mengacu pada program kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana ind
uk bidang kesehatan yang menjadi pedoman yang jelas bagi pemerintah dan pem
erintah daerah.
6) Dari tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata : Pemerintah
sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan percepatan produksi dan pemerataan j
umlah dokter spesialis melalui penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berb
asis rumah sakit.
7) Dari perizinan yang rumit dan lama menjadi cepat, mudah dan sederhana :
Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penyederhanaan proses pe
rizinan melalui penerbitan STR yang berlaku seumur hidup dengan kualitas yang
terjaga
8) Dari tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi menjadi dilindungi secar
a khusus : Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa tenaga medis dan tenaga k
esehatan memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik d
ari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan. Secara khusus bagi tenag
a medis yang diduga melakukan tindakan pidana dan perdata dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu.
9) Dari sistem informasi yang terfragmentasi menjadi terintegrasi : Pemerintah
sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan integrasi berbagai sistem informasi ke
sehatan ke sistem informasi kesehatan nasional yang akan memudahkan setiap or
ang untuk mengakses data kesehatan yang dimilikinya tanpa mengurangi jaminan
perlindungan data individu.
13
10) Diri teknologi kesehatan yang tertinggal menjadi terdepan : Pemerintah sepa
kat dengan DPR RI perlunya akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis untuk p
elayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi.

Pengesahan RUU Kesehatan ini merupakan salah satu langkah dari transforma
si kesehatan. Langkah ini dibutuhkan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesi
a yang tangguh, mandiri dan inklusif. Ada 11 undang-undang terkait sektor kesehatan
yang telah cukup lama berlaku sehingga perlu disesuaikan dengan dinamika perubaha
n zaman. Pemerintah sependapat dengan DPR terkait dengan ruang lingkup dan poko
k-pokok hasil pembahasan yang telah mengerucut berbagai upaya peningkatan keseha
tan Indonesia ke dalam 20 bab dan 458 pasal di RUU Kesehatan. Sebelumnya, pemeri
ntah telah melaksanakan setidaknya 115 kali kegiatan dalam rangka meaningful partic
ipation, baik dalam bentuk forum diskusi maupun seminar yang dihadiri 1.200 peman
gku kepentingan dan 72 ribu peserta. Pemerintah sudah menerima setidaknya 6.011 m
asukan secara lisan dan tulisan, maupun melalui portal partisipasisehat. Pimpinan Ko
misi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan RUU tentang kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. RUU ini menj
abarkan agenda transformasi kesehatan yang bersifat reformis untuk perbaikan pelaya
nan kesehatan di fasilitas kesehatan primer dan sekunder melalui penguatan upaya kes
ehatan dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif rehabilitatif, dan atau paliatif.
“RUU kesehatan memberikan ruang ekosistem untuk pengembangan inovasi kesehata
n, serta penguatan peran kesehatan,”. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin me
ngatakan dengan disahkannya RUU Kesehatan kiranya menjadi awal yang baru untuk
membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia, tidak terke
cuali di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, maupun kepulauan.

14
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam ketentuan penutup, terdapat 9 (sembilan) Undang-Undang dicabut dan


dinyatakan tidak berlaku, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3237).
2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431).
3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063).
4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072).
5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5571).
6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5607).
7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 307, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5612).
8) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6236).
15
9) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6325)

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Organisasi Profesi yang telah
berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui keberadaannya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan harus menyesuaikan dengan ketentuan
Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan Undang-Undang ini kepada Dewan
Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan yang menangani urusan di bidang legislasi
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku. Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

SARAN

Mudah-mudahan setelah disahkannya UU Omnibus Law No 17 Tahun 2023


tentang kesehatan ini nantinya dapat dilaksanakan secara optimal, diharapkan dengan
adanya pembuatan makalah ini, memudahkan pembaca memahami dan mendapatkan
informasi terkini, sehingga dikemudian hari dalam pelaksanaan atas adanya perubahan
atau penyempurnaan Undang-Undang Kesehatan dapat dilakukan dengan meningkatkan
motivasi individu, keluarga, masyarakat, dan dunia usaha secara beriringan dengan
harapan bisa meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jakarta;
Sekretariat Negara.
Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Jakarta
Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta;
Sekretariat Negara
Indonesia. 2011. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Jakarta; Sekretariat Negara.
LEGISLASI, B., & INDONESIA, D. P. R. R. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN.
Baca artikel detiknews, "Isi RUU Kesehatan Omnibus Law yang Dituntut Massa Dokter-
Apoteker" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-6709619/isi-ruu-kesehatan-
omnibus-law-yang-dituntut-massa-dokter-apoteker.Diakses pada 17 Agustus 2023.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes
melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email
kontak@kemkes.go.id (D2). Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti
Nadia Tarmizi, M.Epid

17

Anda mungkin juga menyukai