Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS 1

HEALTHY COMMUNITY
Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah CNP IV

Dosen Tutor
Tutor
Ketua
Scriber I
Scriber II
Anggota

: Bapak Setiawan
: 3 (Tiga)
: Anisa Hasanah
: Helda Fitria Wahyuni
: Viska Ayu Nirani
: Abdul Aziz
Amalia Dewi Ariyanti
Ranti Asri Lestari
Nindya Rahmanida
Euis Yulianti
Annisa Belladiena R
Gilang Purnama
Hanifah Shalihah A
Retno Ayu P

220110120073
220110120143
220110120026
220110120054
220110120059
220110120066
220110120069
220110120078
220110120084
220110120087
220110120107
220110120130

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia karena menyangkut hak-hak dasar warga negara yang mutlak untuk dipenuhi.
Salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan pembangunan kesehatan melalui
pencanangan Program Indonesia Sehat 2015. Cita-cita dari Indonesia Sehat 2015 adalah
agar masyarakat Indonesia dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup
sehat. Indonesia Sehat 2015 memiliki visi, yaitu masyarakat yang mandiri dan
berkeadilan. Visi ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu; 1)

Meningkatkan

derajat

kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan


masyarakat madani, 2)

Melindungi

kesehatan

masyarakat

dengan

menjamin

tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, 3)


Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, 4)

Menciptakan tata

kelola keperintahan yang baik.


Sedangkan di Amerika Serikat, mereka menggunakan Healthy People sebagai
indikator kesehatan masyarakat. Healthy people merupakan sebuat kumpulan dari tujuan
tujuan dan memiliki sasaran 10 tahun yang dibuat untuk menuntun promosi kesehatan
nasional dan pencegahan penyakit untuk mengembangkan kesehatan semua orang yang
berada di Amerika Serikat.
Dalam dunia internasional indikator kesehatan dirumuskannya ke dalam
Millennium Development Goals (MDGs). MDGs terdiri atas pencapaian pembangunan
bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Ketiganya merupakan indikator yang
mencerminkan sejauh mana negara mampu memenuhi hak-hak dasar warga negara.
Agenda ke depan untuk melanjutkan MDGs, dikembangkan suatu konsepsi dalam
konteks kerangka/agenda pembangunan pasca 2015, yang disebut Sustainable
Development Goals (SDGs). Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka
pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015MDGs
Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan professional yang
ditujukan pada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan

tanpa

mengabaikan

pengobatan

dan

rehabilitasi

dengan

menjamin

keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan masyarakat sebagai


mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan.
Perawat komunitas harus memahami profil kesehatan di Indonesia untuk
membantu perawat dalam mengukur capaian pembangunan kesehatan di Indonesia, serta
sebagai dasar untuk perencanaan program pembangunan kesehatan selanjutnya.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
CNP IV. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu;
-

Mengetahui dan memahami indikator kesehatan : Healthy People dan Indonesia Sehat

Mengetahui dan memahami konsep komunitas dan komunitas sehat

Mengetahui dan memahami pencapaian MDGs Indonesia dan Dunia

Mengetahui dan memahami konsep SDGs

Mengetahui dan memahami profil kesehatan Indonesia

Mengetahui dan memahami masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indikator Kesehatan Masyarakat
2.1.1 Indonesia Sehat
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Departemen
Kesehatan menyusun kebijakan nasional Indonesia Sehat 2015 di mana di dalamnya
terkandung upaya untuk menempatkan kesehatan sebagai prioritas agenda dalam
kebijakan publik yang dalam penyusunannya lebih aktif melibatkan masyarakat. Dalam
kebijakan ini juga terkandung semangat untuk memberikan lebih banyak penekanan dan
alokasi sumber daya bagi upaya promosi kesehatan.
Kemitraan antara sektor publik dan swasta juga menjadi model interaksi dalam
pemeliharaan kesehatan yang akan lebih dikembangkan di masa mendatang. Selain itu,
kesadaran individu untuk berpartisipasi aktif memelihara kesehatan pribadi, keluarga dan
komunitas juga semakin digalang dalam pendekatan ini. Menyadari luasnya tujuan yang
ingin dicapai dalam kerangka Indonesia Sehat 2015 serta keterbatasan sumber daya dari
sektor publik, dalam semangat kemitraan, Departemen Kesehatan mendorong dan
mendukung prakarsa Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS).
Koalisi untuk indonesia sehat, merupakan jaringan terbuka organisasi nonpemerintah, terdiri dari LSM, organisasi massa, asosiasi profesi, akademisi, media
massa, perusahaan dan komponen masyarakat sipil lainnya yang berbasis kesukarelaan,
kesetaraan, independent, tidak berhaluan politik dan sepakat bermitra dengan sektor
publik dalam upaya mencapai individu, keluarga dan masyarakat Indonesia sehat. Visi
nya terwujudnya kesadaran, perilaku sehat di masyarakat dan terciptanya sistem
kesehatan masyarakat yang adil dan merata.
Misi dari indonesia sehat adalah :
1. Melakukan kerja-kerja advokasi untuk mendorong terlaksananya sistem kesehatan
masyarakat yang adil dan merata.
2. Mendorong jaringan untuk melakukan kerja-kerja pemberdayaan masyarakat.
3. Menggalang sumberdaya jaringan dalam dan luar negeri.
4. Melakukan pengembangan kapasitas bagi jaringannya.

2.1.1.1 Menuju Indonesia Sehat 2015


Pemerintah mematok target pertumbuhan penduduk kurang dari 2 persen
mulai tahun 2015. Jumlah penduduk pada tahun itu diperkirakan 248.180.000 jiwa.
Bila jumlah penduduk melebihi dari itu, maka akan muncul persoalan sosial seperti
kemiskinan yang akan membengkak. Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Pusat yaitu dr. Sugiri Syarief, MPA menyatakan
bahwa proyeksi pertumbuhan penduduk pada tahun 2015 diasumsikan berada pada
kondisi penduduk tumbuh seimbang (PTS). Sehingga total jumlah penduduk
Indonesia pada tahun itu tidak lebih dari angka 248 juta jiwa. Sugiri pun merinci,
dengan asumsi PTS, pada tahun 2010 saja penduduk Indonesia sudah mencapai
234,1 juta jiwa. Kelak pada tahun 2020 diprediksi populasi manusia di Indonesia
mencapai angka 248,1 juta dan pada tahun 2025 sebanyak 273,6 juta. Meski
program KB sempat mengalami stagnasi semenjak pasca reformasi, tapi pada
kurun waktu tahun 2000 hingga 2005 mampu menekan kelahiran tercegah hingga
80 juta jiwa. Dan hingga tahun 2009 mampu menekan kelahiran tercegah hingga
330 juta.
Dampak reformasi terhadap program KB sangat luar biasa dalam
pengendalian pertumbuhan penduduk. Bila hal ini tidak segera ditangani,
pertumbuhan penduduk tidak terkontrol dan pada akhirnya akan menimbulkan
berbagai permasalahan berkaitan dengan kependudukan. Sementara itu, Bupati
Purbalingga Triyono Budi Sasonggko, mengungkapkan, pasca otonomi daerah,
pemerintah kabupaten dan kota cenderung mengabaikan program KB. Pembiayaan
APBD lebih cenderung untuk membangun sarana fisik dan program lainnya,
khususnya dalam pengentasan kemiskinan.
2.1.1.2 Permasalahan Masih Terjadi
Pada Pelaksanaan Indonesia Sehat 2010 Upaya kesehatan di Indonesia belum
terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan
upaya kesehatan yang bersifat promotif dan pencegahan (preventif) masih terlihat
sangat kurang. Pemerintah selama ini hanya berfokus dan menghabiskan banyak
anggaran di bidang pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. Pemerintah ternyata
masih belum beranjak dari paradigma sakit. Kualitas pelayanan rumah sakit
sebagai sarana pelayanan rujukan masih dirasakan sangat kurang. Dalam hal
pembiayaan kesehatan masih jauh dari ideal. Target biaya kesehatan yang

seharusnya 15 % per tahun 2010 dalam anggaran ternyata hanya terpenuhi 5,8 %
per 2008. Untuk tahun 2009 ,pemerintah hanya mengalokasikan anggaran
pembangunan kesehatan sebesar 2,5% dari total APBN.
Keadaan ini diperparah dengan tidak meratanya anggaran kesehatan dari
masing-masing daerah akibat desentralisasi. Pembelanjaan dana pemerintah belum
cukup adil untuk mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk
keluarga miskin. Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih
terbatas serta bersifat perorangan (out of pocket). Jumlah masyarakat yang
memiliki jaminan kesehatan masih terbatas, yakni kurang dari 20% penduduk.
Metoda pembayaran kepada penyelenggara pelayanan masih didominasi oleh
pembayaran tunai sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan
kesehatan secara berlebihan serta meningkatnya biaya kesehatan.
Demikian pula penerapan teknologi canggih dan perubahan pola penyakit
sebagai akibat meningkatnya umur harapan hidup akan mendorong meningkatnya
biaya kesehatan tidak dapat dihindari. Tingginya angka kesakitan juga berdampak
terhadap biaya kesehatan yang pada gilirannya akan memperberat beban ekonomi.
Hal ini terkait dengan besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk berobat, serta
hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja. Sebagai contoh beban dan atau
kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit TBC di Indonesia diperkirakan Rp
2,5 triliun/tahun.
Sumber daya tenaga kesehatan dan distribusi tenaga kesehatan masih belum
memadai. Meskipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan
tenaga dokter dan bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio dokter terhadap
Puskesmas untuk kawasan Indonesia bagian barat, jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah bagian timur. Rasio tenaga dokter terhadap Puskesmas di Provinsi
Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi NTT = 0,26 dan Provinsi Papua
= 0,12. Mutu SDM Kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin
dari rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Pembangunan kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan pemberdayaan
masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat
banyak didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa,
serta Pos Upaya Kesehatan Kerja. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pula
dalam bentuk berbagai gerakan, seperti Koalisi Indonesia Sehat, Gebrak Malaria,
Gerdunas TB, Gerakan Sayang Ibu, gerakan anti madat serta gerakan pita putih

(kesehatan ibu) dan gerakan pita merah (HIV/AIDS). Sayangnya pemberdayaan


masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi
masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang
kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan
masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan
masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial
dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan.
2.1.1.3 Visi dan Misi
Rencana Depkes Sejak dilantik menjadi Menteri Kesehatan, dr. Endang R.
Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. telah menetapkan program jangka pendek 100 hari
dan program jangka menengah tahun 2010 2015 yang disusun dalam sebuah
rencana strategis Depkes. Untuk meningkatkan kinerja Departemen Kesehatan,
telah ditetapkan Visi dan Misi Rencana Strategis Depkes tahun 2010 2015.
Visi Rencana Strategis yang ingin dicapai Depkes adalah Masyarakat Yang
Mandiri dan Berkeadilan. Visi ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu;
1)

Meningkatkan

derajat

kesehatan

masyarakat

melalui

pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani


2)

Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya


kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan

3)

Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan

4)

Menciptakan tata kelola keperintahan yang baik.


Visi dan Misi ini akan diwujudkan melalui 6 Rencana Strategi Tahun 2010

2015, yaitu:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan berkeadilan,
serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.
3. Meningkatkan

pembiayaan

pembangunan

kesehatan,

terutama

untuk

mewujudkan jaminan social kesehatan nasional.


4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.

5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat


kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan.
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna
dan

berhasilguna

untuk

memantapkan

desentralisasi

kesehatan

yang

bertanggung jawab.
2.1.1.4 Gambaran Umum Pelaksanaan Indonesia Sehat 2015
Cita-cita dari Indonesia Sehat 2015 adalah agar masyarakat Indonesia dapat
hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat. IS 2015 juga
mendorong masyarakat kita bisa menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu,
adil dan merata guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Pada tahun 2003, Depkes telah mencanangkan 50 indikator sebagai acuan
yang meski bukan sebagai harga mati yang dijadikan sebagai ukuran pencapaian
program IS 2015. Lemahnya pembangunan di sektor kesehatan dapat kita lihat dari
angka Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) negara kita
selalu stagnan pada kisaran 117-112 dari sekitar 175 negara, meskipun pada tahun
2008 sempat naik ke peringkat 109 tetapi pada tahun 2009 justru kembali turun
pada posisi 112. Sebagai catatan, HDI adalah ukuran keberhasilan pembangunan
nasional suatu bangsa yang dilihat dari parameter pembangunan ekonomi,
kesehatan dan pendidikan. Indikator yang ada membuktikan bahwa ada empat hal
di bidang kesehatan yang mempengaruhi yakni IMR (Infant Mortality Rate), MMR
(Maternal Mortality Rate), gizi kurang balita dan umur harapan hidup yang
mempengaruhi tingkat kesehatan di Indonesia.
Menurut Budiyono (Depkes) Program Indonesia Sehat 2015 belum bisa
dipastikan berhasil atau tidaknya karena evaluasi baru akan diadakan di akhir 2015.
Data yang ada menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas dari tahun 2006
misalnya angka IMR (Infant Mortality Rate) per 1000LH menurun dari 30,8
menjadi 26,9 pada tahun 2007 dengan indikator 40/1000 LH pada tahun 2015 dan
untuk MMR (Maternal mortality Rate) per 1000LH menurun dari 253 menjadi 228
dengan indikator 114/1000 LH pada tahun 2010 sedangkan pada gizi kurang balita
dari 23,6 % menjadi 18,4% serta untuk Umur Harapan Hidup (UHH) melampui
target IS 2010 dengan 67,9 tahun menjadi UHH 71,2 tahun pada tahun 2009. Hal
ini menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan bayi sudah

meningkat dengan menurunnya kematian anak dan ibu. Sedangkan presentase


umur harapan hidup menunjukkan bahwa semakin meningkatnya harapan hidup
bagi ibu dan anak. Jumlah penderita gizi buruk juga mengalami penurunan sekitar
empat persen dari 25,8% di tahun 2003 menjadi 21,3% di tahun 2007. Akan tetapi,
jika ditinjau lebih lanjut, pelayanan kesehatan yang sekarang ini belum sepenuhnya
mendukung, sehingga pemerintah perlu melakukan beberapa program untuk
peningkatan pelayanan kesehatan seperti penguatan manajemen rumah sakit dan
peningkatan SDM.
Masalah kesehatan di Indonesia menurut guru besar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) Prof Firman Lubis, belum menjadi prioritas
pembangunan. Padahal kesehatan merupakan modal dasar pembangunan ekonomi.
Angka kematian ibu yang masih sangat tinggi menunjukan pembangunan
kesehatan di Indonesia belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini merupakan
pelanggaran hak asasi manusia, karena pemerintah sesungguhnya mampu
mencegah kematian ibu dan bayi jika sistem kesehatan dijalankan secara terarah
dan mengikuti sebuah sistem baku. Penyakit menular seperti tuberkulosis, malaria,
demam berdarah dan HIV/AIDS, serta berbagai penyakit tidak menular makin
mengancam. Menurutnya, hampir tidak ada anggaran pemerintah untuk promosi
hidup dan lingkungan sehat, serta pencegahan penyakit-penyakit itu. Kondisi ini
terjadi karena pemerintah belum melihat kesehatan sebagai investasi sumber daya
manusia (SDM) dari segi produktivitas maupun kualitasnya. Indonesia juga belum
konsisten dengan amanat konstitusi yang menempatkan kesehatan dan jaminan
sosial untuk seluruh rakyat.
Belanja kesehatan sektor publik belum mencapai satu persen dari produk
domestik bruto. Belanja kesehatan juga masih dibawah 3 persen dari APBN.
Dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Sri Lanka,
angka kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia jauh lebih tinggi. Pendapat
tersebut juga didukung oleh Prof.Dr.Dewi Fortuna Anwar (Deputi Bidang IPSK,
LIPI) yang menyatakan bahwa angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB) di Indonesia masih tertinggi di Asia. Angka kematian ibu melahirkan di
Indonesia mencapai 307 per 100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di
Singapura ; 9,5 kali dari Malaysia dan bahkan 2,5 kali lipat dari Filipina.
Menurutnya, MMR merupakan indikator utama yang membedakan suatu negara
digolongkan sebagai negara maju atau berkembang. Rata-rata MMR di dunia dari

100.000 kelahiran tingkat kematian ibu mencapai 400. Sedangkan, negara maju
indeks MMR-nya 20 kematian per 100.000 kelahiran dan rata-rata pada negara
berkembang 440 kematian ibu per 100.000 kelahiran. Penyebab tingginya tingkat
kematian ibu di Indonesia adalah budaya patriaki yang masih kental, kemiskinan,
rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya akses informasi, tingginya peranan
dukun dan terbatasnya pelayanan medis.
Pembangunan kesehatan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negaranegara lain di Asia Tenggara, menurut Prof Hasbullah Thabrany guru besar
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hal ini disebabkan karena
belum ada upaya kuat dari Depkes untuk melakukan program preventif dan
promotif kesehatan. Dia berpendapat Depkes tidak bisa hanya menyalahkan
masyarakat terus bahwa faktor budaya sehat di masyarakat belum berubah, tanpa
berusaha mengubah kultur itu. Perubahan budaya di masyarakat membutuhkan
waktu 10 sampai 15 tahun. Sebagai contoh permasalahan penyakit demam
berdarah dimana seharusnya apabila setiap tahun datang musim hujan, jauh
sebelum itu seharusnya ada usaha mengingatkan gerakan 3M (menguras,
mengubur dan menutup) dimasyarakat dan seharusnya ada usaha dari Depkes
untuk melakukan pemberdayaan di masyarakat.
Permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia akan mengalami beban
ganda. Hal ini diakibatkan bahwa penyebab kematian telah bergeser dari penyakit
menular ke arah penyakit tidak menular. Ini terjadi lantaran meningkatnya berbagai
kasus penyakit degeneratif tidak hanya di wilayah perkotaan tetapi juga melanda
wilayah pedesaan. Di sisi lain, kejadian kasus penyakit menular belum berhasil
dituntaskan dan bahkan bisa dikatakan masih tinggi tingkatannya, seperti yang
diungkapkan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) Depkes dr. Triono Sundoro pada Simposium Nasional IV.
Berdasarkan hasil penelitian Rinkesdas (2008) pada Agustus 2007 hingga
September 2008, penyebab kematian perinatal (0 hingga 7 hari) yang terbanyak
dipicu oleh gangguan pernapasan (35,9%) dan kelahiran prematur (32,3%).
Sedangkan untuk usia 7-28 hari, penyebab kematian terbanyak adalah infeksi
bakteri (sepsis), sebesar 20,5% dan kelainan pada janin, 18,1%. Penyebab kematian
bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Sedangkan
untuk kematian pada balita paling banyak disebabkan oleh sakit diare. Di atas usia

5 tahun, penyulut kematian terbanyak kembali diambil oleh penyakit degeneratif


yakni stroke dimana fenomena ini terjadi di pedesaan maupun di perkotaan.
Kesimpulan dari Riskesdas dapat diartikan bahwa pengidap penyakit
degeneratif tidak hanya menyerang pada kalangan berduit di perkotaan saja.
Stroke, hipertensi, obesitas dan penyakit degeneratif lainya ternyata tidak
berhubungan dengan tingkat pendapatan dan sosial ekonomi. Di samping itu, mulai
banyak ditemui penyakit degeneratif pada usia muda 15-17 tahun (8,3%). Tercatat
pada usia di atas 5 tahun, baik di wilayah kota dan desa, lima besar penyebab
kematian masih dipegang oleh penyakit degeneratif. Yakni, stroke, diabetes
melitus, hipertensi, TB dan penyakit jantung untuk wilayah perkotaan. Sementara
di desa adalah, stroke, TB, hipertensi, penyakit saluran nafas bawah dan tumor
ganas. Penyebab kematian dari penyakit menular juga masih sangat menonjol.
Pada kelompok usia 5-14 tahun di perkotaan tercatat, demam berdarah
dengeu, tifoid dan meningitis menjadi penyebab kematian utama. Sedang di desa
bagi kelompok usia ini, diare, pneumonia dan malaria masih belum bisa tuntas
diberantas dan kembali menjadi penyebab kematian utama. Pada saat ini, sebagian
besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan menderita kekurangan gizi
yang secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka
kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup yang
dapat diprediksi pada proyeksi kecenderungan gizi seperti berikut (sumber
Depkes):
1. Proyeksi prevalensi gizi kurang pada balita Penurunan prevalensi gizi kurang
pada balita yang dikaji berdasarkan Susenas 1989 sampai dengan 2003 adalah
sebesar 27% atau penurunan prevalensi sekitar 2% per tahun. Pada hasil kajian
Susenas 2003, prevalensi gizi kurang adalah 19,2% dan gizi buruk 8,3%.
Dengan asumsi penurunan 30%, diperkirakan pada tahun 2015 prevalensi gizi
kurang menjadi 13,7% dan prevalensi gizi buruk menjadi 5.7%
2. Proyeksi KEK pada Wanita Usia Subur Berdasarkan kajian Susenas 1999-2003,
penurunan proporsi risiko KEK berkisar antara 5-8% dalam kurun waktu 4
tahun tergantung pada kelompok umur. Kelompok wanita usia subur sampai
dengan tahun 2003 belum menjadi prioritas program perbaikan gizi. Untuk
peningkatan status gizi penduduk, kelompok umur ini terutama pada WUS usia
15 19 tahun harus menjadi prioritas untuk masa yang akan datang. Dengan
posisi proporsi resiko KEK 35% pada tahun 2003, pada tahun 2015 asumsinya

akan menjadi 20%. Asumsi penurunan proporsi KEK pada kelompok WUS 1519 tahun 2015 diharapkan dapat menekan terjadinya BBLR, menurunkan
prevalensi gizi kurang pada balita dan juga mempercepat kenaikan tinggi badan
anak Indonesia.
3. Proyeksi masalah gizi mikro Masalah gizi mikro yang sudah terungkap sampai
dengan tahun 2003 adalah masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi. Mayoritas
intervensi yang telah dilakukan untuk mengurangi masih berkisar pada
suplementasi atau pemberian kapsul vitamin A, kapsul yodium, maupun tablet
besi. Pemberian kapsul vitamin A pada balita diasumsikan belum mencapai
seluruh balita. Intervensi KVA dengan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi
untuk 5 tahun kedepan masih dianggap perlu, selain strategi lain (fortifikasi,
penyuluhan, dan penganekaragaman makanan) mulai diintensifkan. Diharapkan
dengan multiple strategy 50% KVA pada balita dapat ditekan menjadi 25%
pada tahun 2015. Pada evaluasi penanggulangan GAKY mengalami penurunan
50%, akan tetapi penurunan ini secara nasional tidak terjadi, masih banyak
masalah yang belum teratasi secara tuntas dalam penanggulangan ini, antara
lain konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga masih belum universal
(SUSENAS 2003 menunjukkan hanya 73% rumah tangga mengkonsumsi
garam beryodium). Selain itu pemantauan pemberian kapsul yodium pada
daerah endemik berat dan sedang tidak diketahui sampai sejauh mana kapsul
ini diberikan pada kelompok sasaran.
Diharapkan TGR pada tahun 2015 dapat ditekan menjadi kurang dari 5%.
Penanggulangan anemia sampai dengan 2002 masih difokuskan pada ibu
hamil. Seperti yang diungkapkan pada uraian sebelumnya prevalensi anemia
pada ibu hamil menurun dari 50,9% (1995) menjadi 40% (2001).
Penanggulangan anemia untuk yang akan datang diharapkan tidak saja untuk
ibu hamil, akan tetapi juga untuk wanita usia subur dalam rangka menekan
angka kematian ibu dan meningkatkan produktivitas kerja. Angka prevalensi
anemia pada WUS menurut SKRT 2001 adalah 27,1%. Diproyeksikan angka
ini menjadi 20% pada tahun 2020. Asumsi penurunan hanya sekitar 30%
sampai dengan 2015, karena sampai dengan tahun 2002, intervensi
penanggulangan anemia pada WUS masih belum intensif.

Kejutan lain dalam bidang kesehatan di Indonesia adalah merebaknya kasus


virus Hl Nl (flu babi). Flu babi yang masuk Indonesia pada akhir April 2009 hingga
Agustus 2009 tercatat menulari 1.005 orang yang tersebar di 24 provinsi dengan
korban meninggal dunia lima orang. Masalah kesehatan lain yang patut mendapat
perhatian adalah penyakit HIV-AIDS.Jumlah penderita di Indonesia dalam empat
tahun terakhir ini telah meningkat hingga enam kali lipat Pada Desember 2004,
jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 2.682 kasus, meningkat menjadi 16.110
kasus pada Desember 2008. Hingga akhir Maret 2009, jumlahnya bertambah
menjadi 16.964 kasus. Anggaran kesehatan yang dialokasikan oleh pemerintah
hanya berkisaran 2,3% dari total APBN setiap tahunnya. Meskipun WHO telah
menyarankan agar setiap negara mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5%
dari total APBN. Dari APBN 2009 yang berjumlah Rp1.037,1 triliun, anggaran
Departemen Kesehatan mendapatkan Rp 20,3 triliun atau 2,8 persen dari total
APBN 2009. Salah satu cara untuk mensiasati dengan minimnya dana Depkes
tersebut adalah diperlukan adanya dukungan dari Pemerintah Daerah melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mencatat, jumlah
rumah sakit di Indonesia sebanyak sebanyak 1.268 unit, baik yang dikelola oleh
pihak swasta, pemerintah, TNI dan Polri, BUMN, maupun departemen lain. Jumlah
tersebut memang masih belum memadai untuk melayani masyarakat Indonesia
yang jumlahnya lebih dari 200 juta jiwa. Di sinilah pentingnya Puskesmas yang
tersedia di tingkat bawah, untuk melayani langsung kebutuhan kesehatan
masyarakat. Pada saat ini terdapat 7.237 Puskesmas, 21.267 Puskesmas Pembantu,
dan 6.392 Puskesmas Keliling. Namun demikian pelayanan kesehatan masih
dirasakan belum mencukupi, baik dari segi keterjangkauan, maupun kualitasnya.
Keadaan geografi negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang
terpencar-pencar, merupakan salah satu tantangan dalam upaya pembangunan
nasional terutama dalam pembangunan kesehatan. Apabila dilihat dari ketersedian
jumlah tenaga kesehatan, misalnya jumlah dokter sampai tahun 2009 adalah 40.000
orang sedangkan indikator IS 2015 adalah tersedianya 94.376 dokter dengan
kondisi ideal 1:2000-2500 orang penduduk dan berdasarkan jumlah tersebut sangat
tidak ideal untuk saat ini dimana rasionya adalah 1:4000 orang penduduk.
Demikian juga pada tenaga perawat yang juga tidak ideal dimana sampai tahun

2009 adalah 117 orang per 100.000 penduduk dengan indikator IS 2015 adalah
276.049 perawat.
2.1.2 Healthy People
Healthy People merupakan sebuat kumpulan dari tujuan tujuan dan memiliki
sasaran 10 tahun yang dibuat untuk menuntun promosi kesehatan nasional dan
pencegahan penyakit untuk mengembangkan kesehatan semua orang yang berada di
Amerika Serikat.
Healthy People digunakan sebagai alat manajemen strategis oleh pemerintah pusat,
bagian, komunitas, dan beberapa partner sektor masyarakat dan individu yang lainnya.
Sasaran dan target ini digunakan untuk mengukur capaian masalah kesehatan pada
populasi spesifik, dan disajikan sebagai dasar untuk pencegahan dan kegiatan kesehatan
dari berbagai macam sektor dan pemerintah pusat, serta sebagai model untuk pengukuran
di negara bagian dan level lokal.
Healthy People 2020 menjalankan visi pada masyarakat dimana mereka akan hidup
lama, hidup sehat. Pada dekade ini, beberapa fitur baru ini akan membantu mewujudkan
visi ini menjadi nyata:
1.

Menegaskan ide ide pada keadilan kesehatan yang berdasarkan faktor faktor
kesehatan sosial dan promosi kesehatan kepada seluruh tingkat kehidupan
masyarakat

2.

Mengganti publikasi cetak tradisional dengan web site interaktif sebagai alat utama
untuk diseminasi

3.

Memelihara web site yang menerima pengguna untuk menyesuaikan informasi


yang mereka butuhkan dan mengeksplor bukti bukti berdasarkan sumber untuk
implementasi.
2.1.2.1 Visi, misi dan tujuan dari Healthy People 2020

Visi : Masyarakat yang orang orang nya hidup lama, hidup sehat.
Misi Healthy People 2020 berusaha untuk :
1.

Menidentifikasi prioritas pengembangan kesehatan nasional

2.

Meningkatkan kepedulian dan pengertian masyarakat tentang faktor faktor


kesehatan, penyakit dan kecacatan, serta peluang pencapaian

3.

Mengembangkan target target dan tujuan tujuan terukur yang dapat


diaplikasikan di tingkat nasional, bagian, dan level lokal

4.

Menyatukan sektor sektor untuk mengambil tindakan dalam menguatkan politik


dan mengembangkan praktik yang dijalankan dengan bukti data yang tersedia dan
pengetahuan terbaik

5.

Mengidentifikasi penelitian kritis, evaluasi dan kebutuhan pengumpulan data

Tujuan :
1.

Mencapai kualitas tinggi, hidup lebih lama bebas dari penyakit yang dapa
dicegah, kecacatan, cedera dan kematian prematur

2.

Menerima keadilan kesehatan, meminimalkan perbedaan dan mengembangkan


kesehatan di semua kalangan

3.

Membuat masyarakat dan lingkungan fisik yang memajukan kesehatan yang baik
bagi semua

4.

Memajukan kualitas hidup, pengembangan kesehatan dan kebiasaan kesehatan di


seluruh tingkatan masyarakat.

Topic Areas
1. Akses pelayanan kesehatan

15. Genomik

2. Kesehatan remaja

16. Kesehatan global

3. Arthritis, osteoporosis dan kondisi

17. Infeksi yang berhubungan dengan

punggung kronis
4. Gangguan darah dan keselamatan
darah
5. Kanker

pelayanan kesehatan
18. Komunikasi kesehatan dan
teknologi informasi kesehatan
19. Kesehatan yang berhubungan

6. Penyakit ginjal kronis

dengan kualitas hidup dan hidup

7. Demensia, termasuk penyakit

sehat

alzheimer
8. Diabetes
9. Kesehatan dan kecacatan

20. Gangguan pendengaran dan


sensori lainnya atau komunikasi
21. Penyakit jantung dan stroke

10. Anak usia muda dan menengah

22. HIV

11. Program edukasi dan berbasis

23. Imunisasi dan penyakit infeksi

komunitas
12. Kesehatan lingkungan
13. Perencanaan keluarga
14. Keselamatan makanan

24. Pencegahan cedera dan kekerasan


25. Kesehatan lesbian, gay, biseksual
dan transgender
26. Keselamatan produk medis

27. Kesehatan mental dan gangguan


kesehatan

34. Infrastruktur kesehatan


masyarakat

28. Status nutrisi dan berat badan

35. Penyakit pernafasan

29. Kesehatan dan keselamatan kerja

36. Penyakit menural seksual

30. Dewasa tua

37. Kesehatan tidur

31. Kesehatan mulut

38. Penyalahgunaan zat kimia

32. Aktifitas fisik

39. Penggunaan tembakau

33. Kesiagaan

40. penglihatan

2.2 Konsep Komunitas dan Komunitas Sehat


2.2.1 Konsep Kesehatan
2.2.1.1 Pengertian kesehatan.
Ningtingale mendefinisikan sehat sebagai kondisi baik dan menggunakan
setiap kekuatan yang dimiliki individu seoptimal mungkin (Ningtigale 1964).
World Health Organization (WHO) memandang sehat secara lebih menyeluruh.
Undang-undang WHO mendefinisikan sehat sebagai Keadaan sejahtera fisik,
mental, dan sosial yang utuh dan tidak semata terbebas penyakit atau kelemahan
(WHO,1948). Definisi ini :
a. Mencerminkan perhatian pada individu sebagai manusia utuh yang berfungsi
secara fisik, psikologis, dan sosial. Proses kejiwaan menentukan hubungan
seseorang dengan lingkungan fisik dan sosial disekitarnya, sikapnya terhadap
kehidupan, dan interaksi mereka dengan orang lain.
b. Menempatkan sehat dalam konteks lingkungan . Kehidupan manusia,
demikian juga dengan kesehatannya, dipengaruhi oleh segala sesuatu yang
berinteraksi denganya, tidak hanya pengaruh lingkungan, seperti iklim dan
ketersediaan makanan bergizi, tempat berlindung yang nyaman, udara bersih
untuk dihirup, dan air bersih untuk minum, tetapi juga orang lain, termasuk
keluarga, pasangan , atasan, rekan kerja, teman, dan berbagai macam hal yang
terkait.
c. Menyejajarkan sehat dengan kehidupan produktif dan kreatif. Berfokus pada
kehidupan, bukan pada penggolongan penyakit yang dapat menyebabkan sakit
dan kematian.
2.2.1.2 Indikator sehat

1. Kesehatan yang baik dan usia panjang produktif adalah hak setiap individu tanpa
membedakan suku dan jenis kelamin
2. Semua orang mempunyai kebutuhan belajar
3. Beberapa klien mungkin tidak memahami kebutuhan belajarnya atau kebutuhan
bantuan utk mencapai tingkat sehat yang tinggi
4. Orang akan menerima dan menggunakan informasi yang bermanfaat untuk dirinya,
shg pengetahuan memiliki makna tertentu
5. Kesehatan yang baik dan pelayanan kesehatan memberi kesempatan masyarakat
luas untuk hidup lebih baik sesuai potensi dan pengaruh standar hidup
6. Kesehatan merupakan salah satu nilai saing klien dan memiliki prioritas yang
berbeda pada waktu yg berbeda
7. Nilai dan konsep sehat berbeda tergantung pada budaya, agama dan latar belakang
sosial klien
8. Otonomi individu dan komunitas membri prioritas yang berbeda pada waktu yang
berbeda
2.2.1.3 Karakteristik sehat
1. Anggotanya memiliki tingkat kesadaran yang tinggi sebagai komuntas.
2. Menggunakan sumber daya alam sambil melakukan langkah untuk menghematnya
3.
4.
5.
6.
7.

demi generasi mendatang.


Secara terbuka mengenali dirinya sendiri
Siap menghadapi kritis.
Mempunyai saluran komunikasi yang terbuka.
Koping individu yang efektif.
Meningkatkan derajat kesejahteraan.
2.2.1.4 Perilaku sehat
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan seseorang yg merasa dirinya
sehat, dan bertujuan memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. 3
tujuan yang ingin dicapai dlm perilaku sehat ini adalah : Perilaku preventive,
Protective, Promotive

a. Perilaku preventif: upaya memelihara kesehatannya dengan mencegah datangnya


penyakit. Caranya dapat dlilakukan dengan Medical activities & non-medical
activities Terdapat 2 tingkatan yaitu: Primary preventive: langsung mencegah
penyakit: medical actiities (imunisasi), non medical actities (minum jamu)
Secondary preventive: tidak langsung mencegah penyakit (mandi, rekresi).
Model ini fokusnya adalah perilaku kesehatan preventif. Ada 3 golongan variable
yang diidentifikasi sebagai yang determinan dalam perilaku pencegahan yaitu
motivasi prediposisi, variable kendala dan variable Kondisi.

1. Motivasi predisposisi. Bahwa setiap perilaku ada motivasinya yaitu untuk


mencapai suatu tujuan. Ada 3 tipe tujuan orang melakukan perilaku
pencegahan penyakit ggi yang masing-masing orang berbeda : Untuk
meningkatkan derajat kesehatan atau menghindari kemungkinan sakit. Untuk
mendapatkan persetujuan orang2 terdekat Untuk memperoleh pengertian agar
perilaku tertentu disetujui atau diakui sendiri manfaatnya.
2. Variabel Kendala Yang merintangi orang yang telah termotivasi untuk
melakukan suatu perilaku kesehatan : Internal = kurang pengetahuan tentang
perilaku sehat dan ketakutan dalam pengobatan gigi. Eksternal = kekurangan
sumberdaya (uang, waktu atau dokter yang diperlukan)
3. Variabel Kondisi Tingkat pendidikan sama halnya megurangi kendala
Pengalaman kesehatan sebelumnya Status social ekonomi Melindungi tubuh
dari gangguan penyakit (minum vit, pakai kondom, jas hujan atau payung)
Peningkatan kualitas/ derajat kesehatan, konsumsi vit, olah raga, menu makan
diatur, berat badan diatur.
b. Perilaku protective, yaitu upaya untuk melindungi badan dari rasa sakit, seperti
melakukan pengobatan segera ketika didapatkan rasa sakit pada tubuhnya untuk
mencegah terjadinya komplikasi sejak dini. Misalnya minum oralit ketika
terjadinya diare, sebelum terjadi dehidrasi.
c. Perilaku promotif. Yaitu upaya untuk memelihara kesehatannya dengan ikut serta
melakukan penyuluhan tentang pencegahan penyakit, dengan cara meningkatkan
pengetahuan. Seperti mengikuti penyuluhan tentanng pemeriksaan payudara sejak
dini, meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan stroke dengan rajin mengikuti
penyuluhan yang ada.
2.2.2 Kesehatan Komunitas
Komunitas merupakan kumpulan orang yang berbagi beberapa karakteristik dalam
kehidupan mereka. Kelompok yang membentuk komunitas atas dasar kesamaan minat
anggotannya sering kali disebut sebagai komunitas minat (mis. Kelompok agama atau
budaya). Komunitas juga dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang
anggotanya berinteraksi baik secara formal maupun informal dan membentuk jaringan
yang bekerja untuk kepentingan semua orang di komunitas. Dalam kesehatan komunitas,
komunitas dapat dipandang memiliki masalah kesehatan yang sama, misalnya insiden
mortalitas atau tuberkolosis bayi yang tinggi, infeksi HIV, atau penyakit menular lain.
Keperawatan komunitas berfokus pada promosi dan pemeliharaan kelompok populasi.

Menurut kamus,community adalah masyarakat yaitu sekumpulan orang yang hidup


bersama disuatu tempat dangan ikatan-ikatan aturan tertentu (Poerwadarminta, 1991).
Menurut Effendy N. (1997), unit-unit masyarakat adalah komuniti, keluarga, kelompok
yang mempunyai tujuan dan nilai yang sama. Sedangkan menurut Koentjaraningrat
(1990), komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah
nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh rasa identitas
suatu komunitas.
Dalam kozier dkk (1997) dikatakan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang,
tempat mereka dapat berbagi atribut dalam kehidupannya. Dapat disebabkan karena
mereka tinggal dalam satu lokasi, mempunyai tempat ibadah yang sama, atau adanya
kesamaan minat seperti pekerjaan. Komunitas juga dapat diartikan sebagai sistem sosial
yang setiap anggotanya baik formal maupun informal saling berinteraksi dan bekerja
sama untuk suatu keuntungan bagi seluruh anggotanya. Juga dikatakan bahwa ada lima
fungsi komunitas, yaitu: produksi, distribusi, konsumsi dan pelayanan yang
baik,sosialisasi, kontrol sosial, interpartisipasi sosial serta dukungan mutualistis.
Dalam kesehatan komunitas, komunitas dapat mempunyai pandangan yang sama
terhadap masalah kesehatan yang ada di lingkungannya, contohnya adalah tingginya
insiden kematian bayi atau penyakit menular yang meresahkan seperti tuberkulosis atau
infeksi HIV. Stanhope dan Lancaster (1996), mendefinisikan perawatan dan praktik
kesehatan umum yang diaplikasikan untuk promosi dan melindungi kesehatan
masyarakat. Praktik yang dilakukan bersifat umum dan komprehensif dengan menitik
beratkan pada pertanggung jawaban kepada masyarakat secara keseluruhan.
Menurut Effendy N. (1997), ada dua istilah yang perlu dipahami sebelum
membahas keperawatan kesehatan komunitas, yaitu Publik Health Nursing (PHN)
dan Community Health Nursing (CHN). Kedua istilah tersebut jika diterjemahkan
kedalam bahasa indonesia mempunyai arti yang sama yaitu keperawatan kesehatan
masyarakat. Public Health Nursing dikatakan sebagai istilah lama, sebagai contohnya
adalah buku yang ditulis oleh Ruth B. Freeman dengan judul Public Health Nursing
Practice (1981), Freeman tidak lagi menggunakan istilah Public melainkan diganti
dengan istilah Community (Effendy N., 1977). Menurut Effendy, pembahasan istilah
tersebut disebabkan karena publik mengandung pengertian sangat luas, tidak jelas
batasnya, sulit untuk mengukur sasarannya dan pembinaan.
Berikut lima fungsi utama Komunitas :

1.

Produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa kesemuanya merupakan cara
komunitas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya. Fungsi ini meliputi
tidak hanya berupa penyediaan makanan dan pakaian, tetapi penyediaan air, listrik,

2.

dan perlindungan polisi dan pemadaman kebakaran, dan pembuangan sampah.


Sosialisasi. Sosialisasi merujuk pada proses transmisi nilai, pengetahuan, budaya dan
keterampilan kepada orang lain. Komunitas biasanya memiliki sejumlahinstitusi
yang didirikan untuk sosisalisasi, keluarga, gereja, sekolah, media, organisasi sosial

3.

dan sukarela dan lain sebagainya.


Kontrak sosial. Kontrak sosial merujuk pada cara pemeliharaan tata tertib di dalam
komunitas. Hukum ditegakkan oleh polisi,, regulasi, kesehatan masyarakat dijlankan
untuk melindungi masyarakat dari penyakit tertentu. Kontrak sosial juga dilakukan

4.

dalam keluarga, gereja, dan sekolah.


Interpartisipasi sosial. Interpartisipasi sosial merujuk pada aktivitas komunitas yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap persahabatan, kelurga,
dan gereja sejak lama telah memenuhi kebutuhan ini meskipun demikian berbagai

5.

organisasi negeri dan swasta juga menyediakan fungsi ini.


Dukungan bersama. Dukungan bersama merujuk pada kemampuan komunitas untuk
menyediakan sumber daya saat terjadi penyakit atau bencana. Meskipun keluarga
diandalkan untuk memenuhi fungsi ini, layanan kesehatan dan sosial mungkin
diperlukan untuk menambah bantuan, keluarga, jika bantuan diperlukan untuk waktu
yang lama.

1.

Sepuluh Karakteristik Komunitas Sehat


Merupakan komunitas yang anggotanya memiliki tingkat kesadaran yang tinggi

2.

sebagai komuntas.
Menggunakan sumber daya alam sambil melakukan langkah untuk menghematnya

3.

demi generaasi mendatang.


Secara terbuka mengenali adanya sub kelompok dan menerima partisipasinya dalam

4.
5.

kegiatan komunitas.
Siap menghadapi kritis.
Merupakan kominitas penyelesai masalah, dapat mengidentifikasi, menganalisis,

6.

atau mengatur untuk memenuhi kebutuhannya.


Mempunyai saluran komunikasi yang terbuka yang memungkinkan aliran

7.

komunikasi diantara semua sub kelompok warga komunitas di semua arah.


Selalu berusaha untuk membuat sumber daya sistem selalu tersedia bagi semua

8.

anggota komunitas.
Memiliki cara yang sah dsan efektif untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi
didalam komunitas.

9.

Mendorong partisipasi maksimal dari warga komunitas dalam pengmabilan

keputusan.
10. Meningkatkan derajat kesejahteraan diantara anggota komunitas.
2.2.2.1 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas.
Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan professional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan tanpa mengabaikan pengobatan dan
rehabilitasi

dengan

menjamin

keterjangkauan

pelayanan

kesehatan

yang

dibutuhkan dan melibatkan masyarakat sebagai mitra dalam perencanaan,


pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985 dan Logan and
Dawkin, 1987)
Tujuan dari keperawatan komunitas adalah untuk upaya pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya sebagai berikut:
1. Pelayanan keperawatan langsung (Direct care) terhadap individu, keluarga,
2.

kelompok dalam konteks komunitas


Perhatian langsung terhadap kesehatan

seluruh

masyarakat

dan

mempertimbangkan bagaimana masalah atau issue kesehatan masyarakat


mempengaruhi keluarga, individu dan kelompok
Tabel Perbandingan antara focus kesehatan tradisional dengan promosi kesehatan
dan harapan. (sumber: kozier,1997).
Tradisional
Tujuan utama

Pesan pokok

Lamanya intervensi

Harapan

Identifikasi dan koreksi

Pencegahan penyakit

Peningkatan kesehatan

masalah
Perawatan prefesional

dan mengurangi resiko


Anda akan panjang

Anda bertanggung

kesehatan akan

umur jika terbebas dari

jawab dan akan lebih

melayani anda
Pengobatan

penyakit
Informasi dan

baik dengan dukungan


Pengalaman yang

perubahan perilaku

positif dan pengaruh

Masalah

Individu, keluarga dan

budaya
Klien dan budayanya

Berakhir setelah

masyarakat
Sesuai dengan waktu

Terus menerus

masalahnya selesai

berlangsungnya

Agens perubahan

Target

Promosi Kesehatan

program atau kelas

2.3 Pencapaian MDGs Indonesia dan Dunia


2.3.1 MDGs
Pada September 2000, para pemimpin dunia bertemu di New York mengumumkan
Deklarasi Milenium sebagai tekad untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Dalam rangka mewujudkan hal ini,
kemudian dirumuskan 8 (delapan) Tujuan Pembangunan Milenium (Milennium
Development Goals) yang sebagian besar ditargetkan pada 2015, dengan patokan tahun
1990.
Hanya ada delapan tujuan umum, seperti kemiskinan, kesehatan, atau perbaikan
posisi perempuan. Namun,dalam setiap tujuan terkandung target-target yang spesi k
dan terukur. Terkait perbaikan posisi perempuan, misalnya, ditargetkan kesetaraan
jumlah anak perempuan dan laki-laki yang bersekolah. Begitu pula berapa banyak
perempuan yang bekerja atau yang duduk dalam parlemen. Delapan tujuan umum
tersebut, mencakup kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, angka kematian bayi,
kesehatan ibu, beberapa penyakit (menular) utama, lingkungan serta permasalahan global
terkait perdagangan, bantuan dan utang.
Target 1A

Tujuan 1 : Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrem


Menurunkan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
menjadi setengahnya antara 1990-2015
Menggunakan garis kemiskinan nasional, angka kemiskinan Indonesia pada
1990 adalah 15,1%. Dasar penghitungan berubah pada 1996, sehingga
sebenarnya data setelah itu tidak bisa begitu saja dibandingkan dengan datadata dari tahun-tahun sebelumnya. Seandainya kita menggunakan dasar
penghitungan saat ini, angka pada 1990 akan sedikit lebih tinggi dari 15,1%.
Namun, karena belum ada perhitungan ulang, laporan ini menggunakan angka
15,1%. Pada 2006, terjadi peningkatan kemiskinan yang kemudian sedikit
menurun pada 2008 menjadi 15,4%. Mencermati berbagai kecenderungan
akhir-akhir ini, seharusnya masih mungkin untuk mengurangi kemiskinan
menjadi 7,5% pada 2015. Sementara, menggunakan garis kemiskinan 1 dollar
per hari, situasi sepenuhnya berbeda. Berbasiskan ukuran tersebut, Indonesia
telah mencapai target karena berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dari
21% (1990) menjadi7,5% pada 2006.
Dua indikator lain memberikan informasi pelengkap. Indikator yang lebih
rumit adalah rasio kesenjangan kemiskinan (poverty gap ratio) yang

mengukur perbedaan antara penghasilan rata-rata penduduk miskin dengan


garis kemiskinan. Pada 1990 rasio-nya adalah 2,7% dan 2,8% pada 2008,
menunjukkan bahwa situasi penduduk miskin belum banyak mengalami
perubahan. Indikator yang lebih sederhana adalah indikator penyebaran
penghasilan: total jumlah konsumsi penduduk termiskin secara nasional
adalah 20%. Ini pun belum banyak berubah. Antara tahun 1990 dan 2008,
angkanya berada pada sekitar 9%.
Target 1B

Menyediakan seutuhnya Pekerjaan yang produktif dan layak, terutama untuk


perempuan dan kaum muda
Untuk mengukur kemajuan pencapaian target ini, empat buah indikator
digunakan; yaitu: (i) pertumbuhan PDB per proporsi jumlah pekerja/
produktivitas pekerja, (ii) rasio pekerja terhadap populasi, (iii) proporsi
pekerja yang hidup dengan kurang dari $1 per-hari/ pekerja miskin dan (iv)
proporsi pekerja yang memiliki rekening pribadi dan anggota keluarga bekerja
terhadap jumlah pekerja total/ pekerja rentan.
Kemajuan pencapaian target ini diindikasikan dengan semakin tingginya
rasio, yang artinya semakin tingginya angkatan kerja yang mendapatkan
pekerjaan. Data terakhir terkait pekerja miskin di Indonesia adalah 8,2%
(2006), dan belum beranjak jauh dari pencapaian tahun 2002. Pekerja renran
di Indonesia mengalami sedikit
penurunan semenjak tahun 2003, meskipun mayoritas pekerja (62%) masih
tergolong sebagai pekerja yang rentan. Produktivitas pekerja juga mengalami
peningkatan yang cukup baik, dimana rata-rata per-tahunnya mencapai 4,3%
dalam periode tahun 2000 hingga 2007.

Target 2A

Tujuan 2 : Mewujudkan Pendidikan Dasar untuk Semua


Memastikan bahwa pada 2015 semua anak di manapun, laki-laki maupun
perempuan, akan bisa menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh.
Terdapat dua indikator yang relevan. Pertama, untuk tingkat partisipasi di
sekolah dasar, Indonesia telah mencapai angka 94,7%. Berdasarkan kondisi
ini, kita dapat mencapai target 100% pada 2015. Indikator kedua berkaitan
dengan kelulusan, yaitu proporsi anak yang memulai kelas 1 dan berhasil
mencapai kelas 5 sekolah dasar. Untuk Indonesia, proporsi tahun 2004/2005
adalah 81%. Namun, sekolah dasar berjenjang hingga kelas enam. Karena itu,
untuk Indonesia lebih pas melihat pencapaian hingga kelas enam. Jumlahnya
adalah 77% dengan kecenderungan terus meningkat. Artinya, kita bisa

mencapai target yang ditetapkan. Data kelulusan yang digunakan dalam


laporan ini berasal dari Departemen Pendidikan Nasional berdasarkan data
pendaftaran sekolah. Berbeda dengan Susenas (2004), yang menghitung
angka yang jauh lebih besar, yaitu sekitar 95%.
Indikator ketiga untuk tujuan ini adalah angka melek huruf penduduk usia 1524 tahun. Dalam hal ini, nampaknya kita cukup berhasil dengan pencapaian
99,4%. Meskipun demikian, kualitas melek huruf yang sesungguhnya
mungkin tidak setinggi itu karena tes baca tulis yang diterapkan oleh Susenas
terbilang sederhana.
Tujuan 3 : Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Target 3A
:
Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan
lanjutan, lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling
lambat tahun 2015.
Yang menjadi indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak
laki-laki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya
sudah mencapai target, dengan rasio 100% di sekolah dasar, 99,4% di sekolah
lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan
tinggi.
Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki untuk
usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target dengan
rasio 99,9%.
Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja berupah disektor
non-pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan. Nilainya saat ini hanya
33%.
Indikator keempat adalah proporsi perempuan di dalam parlemen, dimana
proporsinya saat ini hanya 11,3%.

Target 4A

Tujuan 4 : Menurunkan Angka Kematian Anak


Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara 1990 dan
2015.
Karena itu, indikator utama tujuan ini adalah angka kematian anak di bawah
lima tahun (balita). Target MDGs adalah untuk mengurangi dua pertiga angka
tahun 1990. Saat itu, jumlahnya 97 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Target
saat ini adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Dengan demikian,
Indonesia cukup berhasil.
Indikator kedua adalah proporsi anak usia satu tahun yang mendapat

imunisasi campak. Angka ini telah meningkat,menjadi 72% untuk bayi dan
76% untuk anak dibawah 23 bulan pada 2006, namun perlu lebih ditingkatkan
lagi.

Target 5A

Tujuan 5 : Meningkatkan Kesehatan Ibu


Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan
2015.
Data tersedia yang terdekat dengan tahun 1990 berasal dari tahun 1995.
Berdasarkan datadata tersebut, target yang harus dicapai adalah 97. Melihat
kecenderungan saat ini, Indonesia tidak akan mencapai target.
Indikator kedua yaitu proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan

Target 5B

terlatih, saat ini menunjukkan angka 73%


Mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada
2015.
Penggunaan kontrasepsi oleh wanita usia 15-49 tahun meningkat menjadi
61.0%. Perawatan antenatal juga mengalami peningkatan. Akan tetapi, dengan
keterbatasan data, sulit untuk mengukur sejauh mana pencapaian target akses
untuk kesehatan reproduksi.

Target 6A

Tujuan 6 : Memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta Penyakit Lainnya


:
Menghentikan dan mulai membalikkan tren penyebaran HIV dan AIDS pada
2015.
Prevalensi saat ini adalah 5,6 per 100.000 orang di tingkat nasional namun
pada saat ini tidak ada indikasi bahwa kita telah menghentikan laju
penyebaran HIV dan AIDS. Meskipun demikian, kita semestinya bisa
melakukannya. Hampir semua data yang ada berikut ini, terkait dengan
kelompok-kelompok berisiko tinggi.
Prevalensi HIV Para pengguna napza jarum suntik 2003: Jawa Barat, 43%.
PSK perempuan 2003: Jakarta, 6%; Tanah Papua 17%. PSK laki-laki 2004:
Jakarta, 4%. Narapidana 2003: Jakarta, 20%.
Tes Melakukan tes selama 12 bulan terakhir dan mengetahui hasilnya, 20042005: PSK perempuan, 15%; pelanggan pekerja seks, 3%; pengguna napza
jarum suntik 18%; laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, 15%.
Pengetahuan Proporsi kelompok yang tahu bagaimana mencegah infeksi dan
menolak kesalahpengertian utama 2004: PSK, 24%; pelanggan pekerja seks,
24%; laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, 43%; pengguna napza

Target 6B

jarum suntik,7%.
Tersedianya akses universal untuk perawatn terhadap HIV/AIDS bagi yang

memerlukan, pada 2010.


Target 6B

Untuk target ini, belum ada data tersedia.


Menghentikan dan mulai membalikkan kecenderungan persebaran malaria
dan penyakit-penyakit utama lainnya pada 2015.
Malaria Tingkat kejadian hingga 18.6 juta kasus per tahun. Jumlah ini
mungkin sudah turun.
Tuberkulosis (TBC) Prevalensi: 262 per 100.000 atau setara dengan 582.000
kasus setiap tahunnya. Deteksi kasus: 76%. Angka keberhasilan pengobatan
DOTS: lebih dari 91%.

Target 7A

Tujuan 7 : Memastikan Kelestarian Lingkungan


Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan
dan program negaraserta mengakhiri kerusakan sumberdaya alam
Indikator pertama adalah proporsi lahan berupa tutupan hutan. Berdasar citra
satelit, jumlahnya sekitar 49,9%, atau bahkan mungkin sudah lebih rendah
dari angka tersebut. Namun citra Landsat merupakan citra satelit dengan
resolusi rendah dan mungkin tidak terlalu sesuai untuk melacak perubahan.
Indikator lain adalah rasio kawasan lindung untuk mempertahankan
keragaman hayati. Pada 2006 rasio tersebut adalah 29,5% meskipun sebagian
dari jumlah tersebut telah dirambah.
Sejauh ini, angka terkini tentang emisi karbon dioksida per kapita adalah 1,34
sedangkan konsumsi bahan-bahan perusak lapisan ozon masih pada tingkat
6.544 metrik-ton. Proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar

Target 7B

padat pada 2004 adalah 47,5%.


Mengurangi laju hilangnya keragaman hayati, dan mencapai pengurangan
yang signifikan pada 2010

Target 7C

Belum ada data terbaru mengenai hal ini


Menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses yang
berkelanjutan terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar pada 2015
Pada tahun 2006, 57,2% penduduk memiliki akses terhadap air minum yang
aman dan meskipun masih ada jarak, kita hampir berhasil untuk mencapai
target 67%. Untuk sanitasi kita nampaknya telah melampaui target 65%,
karena telah mencapai cakupan sebesar 69.3%, meskipun banyak dari

Target 7D

pencapaian ini berkualitas rendah.


Pada 2020 telah mencapai perbaikan signi kan dalam kehidupan (setidaknya)
100 juta penghuni kawasan kumuh
Meskipun 84% rumah tangga telah memiliki hak penguasaan yang aman, baik
dengan memiliki ataupun menyewa, namun jumlah komunitas kumuh yang

memiliki akses terbatas pada layanan dan keamanan semakin meningkat.


Tujuan 8 : Promote Global Partnership for Development
Tujuan MDGs terakhir ini, terkait dengan kerjasama internasional, yaitu menelaah isu-isu seperti
perdagangan, bantuan dan utang internasional. Namun, dalam kenyataan, sebagian besar target
dan indikator ditujukan untuk negara-negara maju agar membantu negara-negara termiskin dalam
mencapai tujuan-tujuan MDGs lainnya.

2.3.2 Capaian Tujuan MDGs 2011


Capaian tujuan MDGs dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, tujuan yang
telah berhasil dicapai. Kedua, tujuan yang menunjukkan kemajuan bermakna dan
diharapkan dapat dicapai pada atau sebelum tahun 2015. Ketiga, tujuan yang masih
memerlukan upaya keras untuk mencapainya.
Tujuan-tujuan MDGs yang telah tercapai adalah:
1) MDG 1, yaitu proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP)
per kapita per hari.
2) MDG 3, yaitu rasio APM perempuan terhadap laki-laki SMA/MA/Paket C dan rasio
angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki umur 15-24 tahun.
3) MDG 6, yaitu pengendalian penyebaran dan penurunan jumlah kasus baru
tuberkulosis (TB). Pencapaian ini diindikasikan oleh angka kejadian dan tingkat
kematian, serta proporsi tuberkulosis yang ditemukan, diobati dan disembuhkan
dalam program DOTS.
Tujuan-tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan
dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track) adalah:
1) MDG 1, yaitu terdapat kemajuan yang sangat besar dari indeks kedalaman
kemiskinan, proporsitenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga
terhadap total kesempatan kerja, dan prevalensi balita dengan berat badan
rendah/kekurangan gizi.
2) MDG 2, yaitu APM SD, proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah
dasar, serta angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki
yang semuanya sudah mendekati 100 persen.
3) MDG 3, yaitu rasio APM perempuan/laki-laki di tingkat SD/MI/Paket A,
SMP/MTs/Paket B, dan pendidikan tinggi yang hampir mendekati 100 persen serta

kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian, dan proporsi


kursi yang diduduki perempuan di DPR yang meningkat.
4) MDG 4, yaitu penurunan yang sudah mendekati dua pertiga angka kematian
neonatal, bayi, dan balita serta proporsi anak usia 1 tahun yang mendapat imunisasi
campak yang meningkat pesat.
5) MDG 5, yaitu berupa peningkatan angka pemakaian kontrasepsi bagi perempuan
menikah dengan menggunakan cara modern, penurunan angka kelahiran remaja
perempuan umur 15-19 tahun, peningkatan cakupan pelayanan antenatal baik 1
maupun 4 kali kunjungan, dan penurunan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi
(unmet need).
6) MDG 6, yaitu mengendalikan penyebaran dan penurunan jumlah kasus baru HIV
dan AIDS berupa peningkatan proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang
memiliki akses pada obat-obatan Antiretroviral (ARV). Selain itu, pengendalian
penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria yang diindikasikan
oleh peningkatan proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida
belum memadai dalam rangka menurunkan jumlah kasus baru malaria.
7) MDG 7, yaitu berupa penurunan konsumsi bahan perusak ozon, proporsi tangkapan
ikan yang tidak melebihi batas biologis yang aman, serta rasio luas kawasan lindung
untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan
dan rasio rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan teritorial yang
keduanya meningkat.
8) MDG 8, yaitu berupa keberhasilan pengembangan sistem keuangan dan
perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak
diskriminatif yang diindikasikan oleh rasio ekspor dan impor terhadap PDB, rasio
pinjaman terhadap simpanan di bank umum, dan rasio pinjaman terhadap simpanan
di BPR yang semuanya meningkat pesat. Selain itu juga keberhasilan dalam
menangani utang untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang yang
diindikasikan oleh rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dan rasio pembayaran
pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor yang
menurun tajam. Keberhasilan selanjutnya adalah dalam hal pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi, yang diindikasikan oleh peningkatan proporsi penduduk
yang memiliki jaringan telepon tetap dan telepon seluler.

Tujuan-tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan namun masih diperlukan


kerja keras untuk mencapainya adalah:
1) MDG 1, yaitu berupa penurunan hingga setengahnya persentase penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
2) MDG 5, yaitu berupa penurunan hingga tiga perempatnya angka kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup.
3) MDG 6, yaitu mengendalikan penyebaran dan penurunan jumlah kasus baru HIV
dan AIDS berupa penurunan prevalensi HIV dan AIDS, penggunaan kondom pada
hubungan seks berisiko tinggi, dan peningkatan proporsi penduduk usia 15-24 tahun
yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS, baik laki-laki
maupun perempuan menikah dan belum menikah.
4) MDG 7, yaitu berupa rasio luas kawasan tertutup pepohonan, jumlah emisi CO2,
konsumsi energy primer per kapita, elastisitas energi, serta proporsi rumah tangga
dengan akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitasi sanitasi
dasar layak di perkotaan dan perdesaan.
5) MDG 8, yaitu berupa peningkatan proporsi rumah tangga dengan akses internet dan
kepemilikan komputer pribadi yang belum memadai.
Prestasi pembangunan kesejahteraan yang dicapai oleh Indonesia telah berhasil
memperoleh berbagai penghargaan global. Indonesia diundang oleh negara-negara maju
yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) untuk masuk dalam kelompok negara-negara yang makin ditingkatkan
keterlibatannya (enhanced engagement countries) dengan negara-negara maju. Bersamasama dengan keterlibatan internasional dengan negara-negara maju, Indonesia telah
masuk pada forum G-20, yaitu kelompok 20 negara yang menguasai 85 persen dari
pendapatan domestik bruto (PDB) dunia, peran serta Indonesia dalam penetapan
kebijakan global menjadi sangat penting. (BAPPENAS, 2012)
2.4 Konsep SDGs
Tujuan pembangunan dalam Millennium Development Goals (MDGs) sebagai
nomenklatur tidak akan berhenti pada tahun 2015. Agenda ke depan untuk melanjutkan
MDGs, dikembangkan suatu konsepsi dalam konteks kerangka/agenda pembangunan pasca
2015, yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs). Konsep SDGs ini diperlukan
sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi

pasca 2015-MDGs. Terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000
mengenai isu deplation sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin
krusial, perlindungan sosial, food and energy security, dan pembangunan yang lebih berpihak
pada kaum miskin. Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan
SDGs yaitu, pertama indikator yang melekat pembangunan manusia (Human Development),
di antaranya pendidikan, kesehatan. Indikator kedua yang melekat pada lingkungan kecilnya
(Social Economic Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan, serta
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, indikator ketiga melekat pada lingkungan yang lebih
besar (Environmental Development), berupa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas
lingkungan yang baik. Dalam penyusunan indikator dalam konsep SDGs pasca MDGs 2015,
selain memikirkan standar global dalam mengedepankan suatu konsep pembangunan yang
berkelanjutan, tetapi ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan. Di antaranya, segala
sesuatu nya harus terukur, tidak terlepas dari prinsip Environmental Sustainability, Economic
Sustainability dan Social Sustainability. Serta juga ditentukan apakah ini difokuskan pada
negara berkembang atau negara maju.
Alasan mengapa perlunya SDGs untuk dibahas, antara lain adalah
1.

Meningkatnya kebutuhan sustainable development di seluruh dunia

2.

Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia di muka bumi

3.

Pertumbuhan jumlah penduduk bumi yang semakin pesat

4.

Meningkatnya harga makanan dapat menimbulkan kelaparan yang parah

5.

Ketimpangan pendapatan antara mereka yang berpendidikan dengan yang tidak


berpendidikan

2.4.1 SDGs
Pada tanggal 25-27 September 2015 dilaksanakan pertemuan internasional
Sustainable Development Summit yang di dalamnya merupakan kegiatan seremoni
pengesahan dokumen SDGs (Sustainable Development Goals) yang dihadiri perwakilan
dari 193 negara dan bertempat di markas besar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), di
New York, Amerika Serikat. Pertemuan ini merupakan lanjutan dari kesepakatan
dokumen yang dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2015 yang juga berlokasi di New York,
yang berjudul Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable
Development atau Mengalihrupakan Dunia Kita: Agenda Tahun 2030 untuk
Pembangunan Berkelanjutan.

Pertemuan ini merupakan lanjutan dari kesepakatan dokumen tersebut yang terjadi
pada tanggal 2 Agustus 2015 yang juga berlokasi di New York. Saat itu sebanyak 193
negara anggota PBB mengadopsi secara aklamasi dokumen berjudul Transforming Our
World: The 2030 Agenda for Sustainable Development atau Mengalihrupakan Dunia
Kita: Agenda Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan yang kemudian
melahirkan SDGs.
SDGs merupakan kelanjutan dari MDGs (Millenium Development Goals) yang
mulai dijalankan pada September 2000 dan berakhir di tahun 2015. Sustainable
Depelopment Goals (SDGs) ini menawarkan sebuah kemajuan besar dari Millenium
Depelopment Goals (MDGs), karena selain membahas berbagai hambatan untuk
menciptakanperkembangan yang berkelanjutan, SDGs juga menawarkan sebuah cakupan
yang lebih baik anatara tiga dimensi dari perkembangan dan aspek pemerintahan yang
berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
MDGs diubah atau diteruskan oleh konsep SDGs dikarenakan konsep MDGs
hanya cocok untuk negara berkembang dan hanya mencakup tiga dimensi yang ada pada
SDGs. Sebaliknya, konsep SDGs cocok untuk semua negara dan mencakup berbagai
dimensi, meskipun ketepatan dari setiap tujuan itu sendiri akan berbeda-beda pada setiap
negara.
SDGs ini pernah dibahas dalam KTT Rio+20 pada tahun 2012 yang menghasilkan
dokumen The Future We Want. Kemudian dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa
SDGs harus memenuhi prinsip-prinsip:
1) Tidak melemakan komitmen nasional terhadap pencapaian MDGs;
2) Mempertimbangkan perbedaan kondisi, kapasitas, dan prioritas masing-masing
negara;
3) Fokus pada pencapaian ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan; dan
4) Koheren dan terintegrasi dengan pembangunan pasca 2015.
SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan
kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri
kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai tiga
tujuan mulia tersebut, disusunlah 17 Tujuan Global, yaitu:
1) Tanpa Kemiskinan: Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru
dunia.

2) Tanpa Kelaparan: Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan
nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan: Menjamin kehidupan yang sehat serta
mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.
4) Pendidikan Berkualitas: Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin pendidikan yang
inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi
semua orang.
5) Kesetaraan Gender: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu dan
perempuan.
6) Air Bersih dan Sanitasi: Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua orang.
7) Energi Bersih dan Terjangkau: Menjamin akses terhadap sumber energi yang
terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.
8) Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak: Mendukung perkembangan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif,
serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.
9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur: Membangun infrastruktur yang berkualitas,
mendorong peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan serta mendorong
inovasi.
10) Mengurangi Kesenjangan: Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam sebuah negara
maupun di antara negara-negara di dunia.
11) Keberlanjutan Kota dan Komunitas: Membangun kota-kota serta pemukiman yang
inklusif, berkualitas, aman, berketahanan dan bekelanjutan.
12) Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab: Menjamin keberlangsungan konsumsi
dan pola produksi.
13) Aksi Terhadap Iklim: Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya.
14) Kehidupan Bawah Laut: Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan
kehidupan sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang berkelanjutan.
15) Kehidupan

di

Darat:

Melindungi,

mengembalikan,

dan

meningkatkan

keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan,


mengurangi tanah tandus serta tukar guling tanah, memerangi penggurunan,

menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan kerugian


keanekaragaman hayati.
16) Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian: Meningkatkan perdamaian termasuk
masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan
bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab untuk seluruh kalangan,
serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.
17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan: Memperkuat implementasi dan menghidupkan
kembali kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan.
2.5 Profil Kesehatan Indonesia
Tabel Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin tahun 2014

Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar 252.124.458 jiwa, yang
terdiri atas jumlah penduduk laki-laki sebesar 126.921.864 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 125.202.594 jiwa. Jumlah penduduk di Indonesia meningkat dengan relatif cepat.
Karena pada tahun 2013, hasil estimasi jumlah penduduk sebesar jumlah penduduk pada
tahun 2013 sebesar 248.422.956 jiwa . Diperlukan kebijakan untuk mengatur atau

membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan penduduk
makin meningkat.

Struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur penduduk muda. Hal ini dapat
diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda yang masih tinggi. Pada tabel estimasi
jumlah penduduk menurut kelompok umur, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia produktif

terutama pada kelompok umur 25-29 tahun, baik laki-laki maupun perempuan sebesar
22.605.992 jiwa.
No
1
2
3

Usia
0-14 tahun
15-64 tahun
65 tahun ke atas
Jumlah
Angka Beban

Laki-Laki
37.453.815
83.778.142
5.689.907
126.921.864
51,5

Perempuan
35.348.636
82.828.676
7.025.282
125.202.594
51,2

Laki-laki dan
Perempuan
72.802.451
166.606.818
12.715.189
252.124.458
51,3

Angka Beban Tanggungan penduduk Indonesia pada tahun 2014 sebesar 51,3. Hal ini
berarti bahwa 100 penduduk Indonesia yang produktif, di samping menanggung dirinya
sendiri, juga menanggung 51,3 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Apabila
dibandingkan antar jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggungan laki-laki sedikit lebih
besar jika dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2014, angka beban tanggungan lakilaki sebesar 51,5, yang berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, di
samping menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 51,5 penduduk laki-laki yang
belum/sudah tidak produktif lagi.
Kadaan Ekonomi
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan
keberhasilan pembangunan suatu negara. Berdasarkan data dari BPS, Besaran Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai Rp
9.084,0 triliun, naik sebesar Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012. Atas dasar harga
konstan (tahun 2000) Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 mencapai Rp
2.770,3 triliun, naik Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp 2.618,9 triliun).
Produk Domestik Bruto per kapita merupakan Produk Domestik Bruto atas dasar
harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Dalam kurun waktu 2009
2013, Produk Domestik Bruto per kapita atas dasar harga berlaku terus mengalami
peningkatan, tahun 2009 sebesar Rp 23,9 juta, tahun 2010 sebesar Rp 27,0 juta, tahun 2011
sebesar Rp 30,7 juta, tahun 2012 sebesar Rp 33,5 juta, dan tahun 2013 sebesar Rp 36,5 juta.

Sarana Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana
kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan
kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari :
puskesmas, Rumah Sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas
pelayanan

kesehatan

adalah suatu alat

dan/atau

tempat

yang

digunakan

untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun


rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas mendefinisikan puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, dan pusat
pelayanan kesehatan perorangan primer, puskesmas berkewajiban memberikan upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.
Upaya kesehatan wajib terdiri dari;
1. Upaya promosi kesehatan
2. Upaya kesehatan lingkungan
3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana
4. Upaya perbaikan gizi
5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
6. Upaya pengobatan
Jumlah puskesmas di Indonesia sampai dengan September 2014 sebanyak 9.731 unit.
Jumlah tersebut terdiri dari 3.378 unit puskesmas rawat inap dan 6.353 unit puskesmas non
rawat inap. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yaitu sebanyak 9.655 unit.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah puskesmas memang mengalami peningkatan
seperti yang terdapat pada gambar berikut.
Gambar Jumlah Puskesmas tahun 2010 -2014

Gambar di atas menunjukkan peningkatan jumlah puskesmas dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014. Peningkatan jumlah puskesmas tidak mengindikasikan secara langsung
seberapa baik keberadaan puskesmas mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
primer di masyarakat. Indikator yang mampu menggambarkan secara kasar tercukupinya
kebutuhan pelayanan kesehatan primer oleh puskesmas adalah rasio puskesmas terhadap
30.000 penduduk. Rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk pada tahun 2014 sebesar 1,08
puskesmas per 30.000 penduduk. Rasio ini menunjukkan kecenderungan peningkatan dari
tahun 2010 hingga tahun 2013. Namun pada tahun 2014 rasio mengalami purunan yaitu 1,17
puskesmas per 30.000 penduduk menjadi 1,08 puskesmas per 30.000 penduduk. Penurunan
rasio ini ditampilkan pada gambar berikut

Rumah Sakit
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga diperlukan upaya
kuratif dan rehabilitatif selain upaya promotif dan preventif. Upaya kesehatan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai
penyedia pelayanan kesehatan rujukan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan
Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit

publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah
sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh bahan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan
di Indonesia tahun 2012 - 2014
No
1

Pengelola/Kepemilikan
Publik
Kementerian Kesehatan dan Pemerintah
Provinsi/ Kabupaten/Kota

TNI/Polri
Kementerian Lain
Swasta Non Profit
Jumlah Publik
Privat
BUMN
Swasta
Jumlah Privat
Jumlah

2012

2013

2014

656

676

687

154
3
727
1.540

159
3
724
1.562

169
7
738
1.601

75
468
543
2.083

67
599
666
2.228

67
740
1.360
2.408

Jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus pada tahun 2014 adalah 1.855 unit
dan 553 unit. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 yang masing-masing
sebesar 1.725 dan 503. Gambar berikut ini menggambarkan perkembangan jumlah rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus dalam lima tahun terakhir.
Gambar Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus
Di Indonesia Tahun 2010-2014

Kesehatan Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan biasanya memiliki
hubungan darah atau perkawinan, dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga memiliki
fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan diantara anggotanya.
Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan gizi dan
merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya.
Anak dan ibu merupakan dua anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja
upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan Angka
Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk
aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri.
1.

Kesehatan Ibu
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas)
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi
jika dibandingkan dengan negaranegara tetangga.

2.

Kesehatan Anak
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000
kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23
per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2002. Perhatian terhadap upaya
penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian
neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi.

3.

Status Gizi
Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang
terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang.
Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka
prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi
kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi
tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi
buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun
2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran

MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional
harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai 2015.
Pengendalian Penyakit
1. Penyakit Menular
a. Tuberkulosis Paru
Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+)
sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi
yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi
tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.
Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara
laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua
kali lipat dari kasus pada perempuan.
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak
pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok
umur 35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun
sebesar 19,39%.
b. HIV & AIDS
Setelah

tiga

tahun

berturut-turut

(2010-2012)

cukup

stabil,

perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali
mengalami peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35%
dibanding tahun 2012.
Jumlah kasus baru HIV positif di Indonesia sampai tahun 2013

c. Pneumonia
Menurut

hasil

Riskesdas

2013,

period

prevalence

pneumonia

berdasarkan diagnosis selama 1 bulan sebelum wawancara sebesar 0,2%.


Sedangkan berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 1,8%.
Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007 yang sebesar 2,13%, period
prevalence pneumonia berdasarkan diagnosis/gejala pada tahun 2013
mengalami

penurunan

menjadi

1,8%.Pada

balita,

period

prevalence

berdasarkan diagnosis sebesar 2,4 per 1.000 balita dan berdasarkan


diagnosis/gejala sebesar 18,5 per 1.000 balita.
Period Prevalence Pneumonia berdasarkan Diagnosis/Gejala
Menurut provinsi, Riskesdas 2007 dan 2013

d. Kusta
Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada
tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96

per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target <
1 per 10.000 penduduk (< 10 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2013 dilaporkan 16.856 kasus baru kusta, lebih rendah
dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 18.994 kasus. Sebesar 83,4% kasus di
antaranya merupakan tipe Multi Basiler. Sedangkan menurut jenis kelamin,
35,7% penderita berjenis kelamin perempuan.
e. Diare
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum
wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5%
(kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar
6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare pada
seluruh kelompok umur (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%.
Jumlah penderita pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan
dibandingkan tahun 2012 dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun
2013. KLB diare pada tahun 2013 terjadi di 6 provinsi dengan penderita
terbanyak terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 294 kasus. Sedangkan angka
kematian (CFR) akibat KLB diare tertinggi terjadi di Sumatera Utara yaitu
sebesar 11,76%.
2. Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik
lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh
36 juta jiwa per tahun (WHO, 2010). Di Indonesia sendiri, penyakit menular
masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan
morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut menjadi beban
ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang harus dihadapi
dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan PTM
berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM
seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis
PTM merupakan penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu
ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah

terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen. Secara global, regional, dan


nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi transisi epidemiologi dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular.
a. Stroke
Provinsi dengan prevalensi stroke pada umur 15 tahun menurut
diagnosis dokter/gejala yang tertinggi pada tahun 2013 ialah Provinsi Sulawesi
Selatan (17,9), kemudian disusul DI Yogyakarta (16,9), dan Sulawesi
Tengah (16,6). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Riau
(5,2), kemudian disusul oleh Jambi (5,3), dan Lampung (5,4).
Kenaikan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni dari
7,4 pada tahun 2007 menjadi 17,9 pada 2013. Sedangkan penurunan
prevalensi terbanyak terdapat di Provinsi Kepulauan Riau, yaitu dari 14,9
pada 2007 menjadi 8,5 pada 2013.
b. Kanker
Berdasarkan gambar 6.44 tersebut, dapat dilihat bahwa prevalensi
penyakit kanker menurut diagnosis dokter/gejala hasil Riskesdas tahun 2013
yang tertinggi adalah di Provinsi DI Yogyakarta (4,1), kemudian Jawa
Tengah (2,1), dan Bali (2,0). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di
Provinsi Gorontalo (0,2), disusul oleh Nusa Tenggara Barat, dan Papua
Barat (0,6).
c. Diabetes Melitus
Prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara tahun 2013
adalah 2,1%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%).
Sebanyak 31 provinsi (93,9%) menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang
cukup berarti. Prevalensi tertinggi Diabetes pada umur 15 tahun menurut
diagnosis dokter/gejala hasil Riskesdas tahun 2013 adalah di Provinsi Sulawesi
Tengah (3,7%). Kemudian disusul Sulawesi Utara (3,6%) dan Sulawesi
Selatan (3,4%). Sedangkan yang terendah ialah di Provinsi Lampung (0,8%),
kemudian Bengkulu dan Kalimantan Barat (1,0%). Provinsi dengan kenaikan
prevalensi terbesar adalah Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu 0,8% pada tahun
2007 menjadi 3,4% pada 2013. Sedangkan provinsi dengan penurunan

prevalensi terbanyak adalah Provinsi Papua Barat, yakni 1,4% pada tahun
2007 menjadi 1,2% pada 2013.
Kesehatan Lingkungan
1. Air Minum
Komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs) yaitu
memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga
setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum
layak dan sanitasi dasar hingga 2015.
Proporsi Rumah Tangga berdasarkan jenis sumber air minum
Riskesdas 2013

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air minum di Indonesia


terbesar pada sumur gali terlindung sebesar 22,5%, kemudian air isi ulang sebesar 21
% dan sumur bor/pompa sebesar 12,8%. Proporsi rumah tangga yang menggunakan
air isi ulang dan air kemasan mempunyai persentase yang cukup besar. Hal ini terjadi
seiring dengan kemajuan teknologi serta semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan terutama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih untuk minum,
sementara itu persediaan air tanah yang selama ini menjadi sumber utama air minum
telah semakin berkurang, rumah tangga kini mulai beralih kepada produk air minum
dalam kemasan/isi ulang. Produk ini merupakan salah satu solusi untuk konsumsi air
minum karena produk dapat langsung diminum karena telah melalui proses produksi.
Proporsi Rumah Tangga yang mengolah Air Minum sebelum di minum
Riskesdas 2013

Proporsi rumah tangga yang mengolah air minum sebelum diminum. Secara
nasional proporsi rumah tangga yang mengolah air minum sebelum diminum sebesar
70,1%. Proporsi terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara sebesar 92,7%, Nusa
Tenggara Timur sebesar 90,6%. Proporsi terendah rumah tangga yang mengolah air
minum sebelum diminum terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 33,5%,
Kepulauan Riau sebesar 36,6%. Provinsi DKI Jakarta mempunyai proporsi rumah
tangga yang mengolah air minum sebelum diminum relatif kecil (41,6%). Hal ini
dimungkinkan banyaknya rumah tangga yang menggunakan air mineral (air kemasan
dan air isi ulang). Pengolahan air sebelum diminum meliputi dimasak, penyinaran
matahari, ditambah larutan tawas, disaring dan tambah larutan tawas, disaring saja.
2. Sanitasi Layak
Gambar proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar
Riskesdas 2013

Secara nasional, proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air
besar milik sendiri sebesar 76,2%, milik bersama 6,7%, umum 4,2% dan buang air
besar secara sembarangan sebesar 12,9%. Provinsi yang mempunyai persentase
terbesar rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar sendiri terdapat di
Provinsi Riau sebesar 88,4%, menyusul Lampung dan Kepulauan Riau (keduanya
sebesar 88,1%) dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 50,2%, menyusul
Sulawesi Barat sebesar 52,8% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 57,8%.
2.6 Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Berikut masalah kesehatan masyarakat diIndonesia :
1. Pola penyakit yang semakin kompleks
Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit
tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab
penyakit yang utama. Kemudian saat ini penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi
penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara
sepuluh negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan
penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen
kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan
dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum
mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari
setiap 325 kelahiran hidup. Perubahan yang diiringi semakin kompleksnya pola
penyakit merupakan tantangan terbesar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
2. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan

Dibanyak propinsi, angka kematian bayi dan anak terlihat lebih buruk dibandingkan
dengan situasi di beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan
akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan
imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses
melahirkan. Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun dari keluarga termiskin
mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga terkaya.
Tingginya tingkat terkena penyakit, baik yang disebabkan dari penyakit menular
maupun penyakit tidak menular, telah mengurangi kemampuan orang miskin untuk
menghasilkan pendapatan, dan hal ini berdampak pada lingkaran setan kemiskinan.
3. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan
penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta.
Angka penduduk yang diimunisasi mengalami penurunan semenjak pertengahan
1990, dimana hanya setengah dari anak-anak di Indonesia yang diimunisasi. Indonesia
bahkan telah tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Filiphina dan
Bangladesh. Program kontrol penyakit tuberkulosis (TB) diindikasikan hanya
mengurangi kurang dari sepertiga penduduk yang diperkirakan merupakan penderita
baru tuberkulosis. Secara keseluruhan, pengunaan fasilitas kesehatan umum terus
menurun dan semakin banyak orang Indonesia memilih fasilitas kesehatan yang
disediakan oleh pihak swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah
Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini
terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak
swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit
swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh
pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah
kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan nonmedis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat
rendah.
4. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang
Pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana
pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80
persen dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal
dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Secara keseluruhan, total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih
rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga (US $ 16 per orang per tahun

pada 2001). Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengeluaran pemerintah maupun
pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut, cakupan asuransi amat terbatas, hanya
mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar
sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian
mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana
pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum
miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh
pemerintah. Dampaknya, mereka menerima lebih sedikit subsidi dana pemerintah
untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk yang kaya. Sebanyak 20 persen
penduduk termiskin dari total penduduk menerima kurang dari 10 persen total subsidi
kesehatan pemerintah sementara seperlima penduduk terkaya menikmati lebih dari 40
persen.
5. Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru
Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasilitas
kesehatan. Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran
kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada
tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih
responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini
akan berdampak juga pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan
pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang
penting.
6. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih
terlokalisir
Diperkirakan sekitar 120.000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan
konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk
Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas industri,
pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut menyebar lebih lambat
dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi penularan virus
tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu penduduk yang tidak
menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan
kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih
dalam kasus pecandu obat-obatan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Indikator kesehatan masyarakat yang digunakan oleh Indonesia adalah Indonesia
Sehat, sedangkan Healthy People merupakan indikator yang digunakan oleh Amerika
Serikat dalam mengukur pencapaian kesehatan.
Tujuan MDGs yang telah tercapai adalah MDG 1 yaitu proporsi penduduk dengan
pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari, MDG 3 yaitu rasio APM
perempuan terhadap laki-laki SMA/MA/Paket C dan rasio angka melek huruf perempuan
terhadap laki-laki umur 15-24 tahun dan MDG 6 yaitu pengendalian penyebaran dan
penurunan jumlah kasus baru tuberkulosis (TB). Pencapaian ini diindikasikan oleh angka
kejadian dan tingkat kematian, serta proporsi tuberkulosis yang ditemukan, diobati dan
disembuhkan dalam program DOTS.
MDGs diubah atau diteruskan oleh konsep SDGs dikarenakan konsep MDGs
hanya cocok untuk negara berkembang dan hanya mencakup tiga dimensi yang ada pada
SDGs. Sustainable Depelopment Goals (SDGs) ini menawarkan sebuah kemajuan besar
dari Millenium Depelopment Goals (MDGs), karena selain membahas berbagai
hambatan untuk menciptakanperkembangan yang berkelanjutan, SDGs juga menawarkan
sebuah cakupan yang lebih baik anatara tiga dimensi dari perkembangan dan aspek
pemerintahan yang berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
Profil kesehatan Indonesia berisi data-data informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab. Profil kesehatan diupdate setiap tahunnya untuk
membantu pemerintah dan tenaga medis dalam mengukur capaian pembangunan
kesehatan di Indonesia.
5.2 Saran
Berdasarkan profil kesehatan masyarakat, situasi penyakit, baik kesakitan maupun
kematian, merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. Oleh
karena itu perawat komunitas harus mengetahui dan memahami profil kesehatan untuk
membantu perawat dalam mengukur capaian pembangunan kesehatan di Indonesia, serta
sebagai dasar untuk perencanaan program pembangunan kesehatan selanjutnya. Selain
itu, pemerintah beserta tenaga medis harus berkolaborasi dalam memenuhi indikator
kesehatan masyarakat seperti, Indonesia Sehat, MDGs dan SDGs.

DAFTAR PUSTAKA
Andriya, N. (2015, Agustus 27). Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) :
Melampaui Indikator dan Angka. Dipetik November 8, 2015, dari YIPD:
http://www.yipd.or.id/en/kegiatan/sharing-ksi-agenda-tujuan-pembangunanberkelanjutan-sdgs-melampaui-indikator-dan-angka
BAPPENAS. (2012). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Di Indonesia
Tahun 2011.
Bappenas. (t.thn.). Konsep SDGs : Kerangka Pembangunan Pasca 2015. Dipetik November
8, 2015, dari Bappenas: http://old.bappenas.go.id/print/3653/konsep-sdgs--kerangkapembangunan-pasca-2015/
Kemenkes. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes. (2015). Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia). Jakarta:
Kemenkes RI.
Laksono. (2005). Desentralisasi Kesehatan di Indonesia dan Perubahan Fungsi
Pemerintahan 2001 2003. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
Nasrul, E. (1995). Perawatan Kesehatan Keluarga. Jakarta: EGC.
Anonim. (t.thn.). Indonesia Sehat 2010 Apakah Hanya Sebuah Slogan. Dipetik November 8,
2015,
dari
Koalisi:
http://www.koalisi.org/
http://propionagreat.wordpress.com/2010/07/15/indonesia-sehat-2010-apakah-hanya
sebuah-slogan/
Anonim. (t.thn.). Puskel. Dipetik November 8, 2015, dari Sekilas visi Indonesia Sehat 2010:
http://www.puskel.com
Anonim. (t.thn). Health. Dipetik November 8, 2015, pukul 23.45 WIB.
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/2800161106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/health.pdf
http://www.lindungikami.org/tentangkami/koalisi-untuk-indonesia-sehat-kuis/Koalisi Untuk
Indonesia Sehat (KuIS).
Indikator Indonesia Sehat 2010 (http://www.litbang.depkes.com)
Sejarah Promosi Kesehatan (http://www.yulidadewioktafina.blogspot.com)
Promosi Kesehatan Indonesia (http://www.bermenscholl.wordpress.com)
Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tertinggi di Indonesia (http://www.menegpp.go.id)

Anda mungkin juga menyukai