HEALTHY COMMUNITY
Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah CNP IV
Dosen Tutor
Tutor
Ketua
Scriber I
Scriber II
Anggota
: Bapak Setiawan
: 3 (Tiga)
: Anisa Hasanah
: Helda Fitria Wahyuni
: Viska Ayu Nirani
: Abdul Aziz
Amalia Dewi Ariyanti
Ranti Asri Lestari
Nindya Rahmanida
Euis Yulianti
Annisa Belladiena R
Gilang Purnama
Hanifah Shalihah A
Retno Ayu P
220110120073
220110120143
220110120026
220110120054
220110120059
220110120066
220110120069
220110120078
220110120084
220110120087
220110120107
220110120130
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia karena menyangkut hak-hak dasar warga negara yang mutlak untuk dipenuhi.
Salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan pembangunan kesehatan melalui
pencanangan Program Indonesia Sehat 2015. Cita-cita dari Indonesia Sehat 2015 adalah
agar masyarakat Indonesia dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup
sehat. Indonesia Sehat 2015 memiliki visi, yaitu masyarakat yang mandiri dan
berkeadilan. Visi ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu; 1)
Meningkatkan
derajat
Melindungi
kesehatan
masyarakat
dengan
menjamin
Menciptakan tata
tanpa
mengabaikan
pengobatan
dan
rehabilitasi
dengan
menjamin
Mengetahui dan memahami indikator kesehatan : Healthy People dan Indonesia Sehat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indikator Kesehatan Masyarakat
2.1.1 Indonesia Sehat
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Departemen
Kesehatan menyusun kebijakan nasional Indonesia Sehat 2015 di mana di dalamnya
terkandung upaya untuk menempatkan kesehatan sebagai prioritas agenda dalam
kebijakan publik yang dalam penyusunannya lebih aktif melibatkan masyarakat. Dalam
kebijakan ini juga terkandung semangat untuk memberikan lebih banyak penekanan dan
alokasi sumber daya bagi upaya promosi kesehatan.
Kemitraan antara sektor publik dan swasta juga menjadi model interaksi dalam
pemeliharaan kesehatan yang akan lebih dikembangkan di masa mendatang. Selain itu,
kesadaran individu untuk berpartisipasi aktif memelihara kesehatan pribadi, keluarga dan
komunitas juga semakin digalang dalam pendekatan ini. Menyadari luasnya tujuan yang
ingin dicapai dalam kerangka Indonesia Sehat 2015 serta keterbatasan sumber daya dari
sektor publik, dalam semangat kemitraan, Departemen Kesehatan mendorong dan
mendukung prakarsa Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS).
Koalisi untuk indonesia sehat, merupakan jaringan terbuka organisasi nonpemerintah, terdiri dari LSM, organisasi massa, asosiasi profesi, akademisi, media
massa, perusahaan dan komponen masyarakat sipil lainnya yang berbasis kesukarelaan,
kesetaraan, independent, tidak berhaluan politik dan sepakat bermitra dengan sektor
publik dalam upaya mencapai individu, keluarga dan masyarakat Indonesia sehat. Visi
nya terwujudnya kesadaran, perilaku sehat di masyarakat dan terciptanya sistem
kesehatan masyarakat yang adil dan merata.
Misi dari indonesia sehat adalah :
1. Melakukan kerja-kerja advokasi untuk mendorong terlaksananya sistem kesehatan
masyarakat yang adil dan merata.
2. Mendorong jaringan untuk melakukan kerja-kerja pemberdayaan masyarakat.
3. Menggalang sumberdaya jaringan dalam dan luar negeri.
4. Melakukan pengembangan kapasitas bagi jaringannya.
seharusnya 15 % per tahun 2010 dalam anggaran ternyata hanya terpenuhi 5,8 %
per 2008. Untuk tahun 2009 ,pemerintah hanya mengalokasikan anggaran
pembangunan kesehatan sebesar 2,5% dari total APBN.
Keadaan ini diperparah dengan tidak meratanya anggaran kesehatan dari
masing-masing daerah akibat desentralisasi. Pembelanjaan dana pemerintah belum
cukup adil untuk mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk
keluarga miskin. Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih
terbatas serta bersifat perorangan (out of pocket). Jumlah masyarakat yang
memiliki jaminan kesehatan masih terbatas, yakni kurang dari 20% penduduk.
Metoda pembayaran kepada penyelenggara pelayanan masih didominasi oleh
pembayaran tunai sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan
kesehatan secara berlebihan serta meningkatnya biaya kesehatan.
Demikian pula penerapan teknologi canggih dan perubahan pola penyakit
sebagai akibat meningkatnya umur harapan hidup akan mendorong meningkatnya
biaya kesehatan tidak dapat dihindari. Tingginya angka kesakitan juga berdampak
terhadap biaya kesehatan yang pada gilirannya akan memperberat beban ekonomi.
Hal ini terkait dengan besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk berobat, serta
hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja. Sebagai contoh beban dan atau
kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit TBC di Indonesia diperkirakan Rp
2,5 triliun/tahun.
Sumber daya tenaga kesehatan dan distribusi tenaga kesehatan masih belum
memadai. Meskipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan
tenaga dokter dan bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio dokter terhadap
Puskesmas untuk kawasan Indonesia bagian barat, jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah bagian timur. Rasio tenaga dokter terhadap Puskesmas di Provinsi
Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi NTT = 0,26 dan Provinsi Papua
= 0,12. Mutu SDM Kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin
dari rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Pembangunan kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan pemberdayaan
masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat
banyak didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa,
serta Pos Upaya Kesehatan Kerja. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pula
dalam bentuk berbagai gerakan, seperti Koalisi Indonesia Sehat, Gebrak Malaria,
Gerdunas TB, Gerakan Sayang Ibu, gerakan anti madat serta gerakan pita putih
Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
3)
4)
2015, yaitu:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan berkeadilan,
serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.
3. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
berhasilguna
untuk
memantapkan
desentralisasi
kesehatan
yang
bertanggung jawab.
2.1.1.4 Gambaran Umum Pelaksanaan Indonesia Sehat 2015
Cita-cita dari Indonesia Sehat 2015 adalah agar masyarakat Indonesia dapat
hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat. IS 2015 juga
mendorong masyarakat kita bisa menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu,
adil dan merata guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Pada tahun 2003, Depkes telah mencanangkan 50 indikator sebagai acuan
yang meski bukan sebagai harga mati yang dijadikan sebagai ukuran pencapaian
program IS 2015. Lemahnya pembangunan di sektor kesehatan dapat kita lihat dari
angka Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) negara kita
selalu stagnan pada kisaran 117-112 dari sekitar 175 negara, meskipun pada tahun
2008 sempat naik ke peringkat 109 tetapi pada tahun 2009 justru kembali turun
pada posisi 112. Sebagai catatan, HDI adalah ukuran keberhasilan pembangunan
nasional suatu bangsa yang dilihat dari parameter pembangunan ekonomi,
kesehatan dan pendidikan. Indikator yang ada membuktikan bahwa ada empat hal
di bidang kesehatan yang mempengaruhi yakni IMR (Infant Mortality Rate), MMR
(Maternal Mortality Rate), gizi kurang balita dan umur harapan hidup yang
mempengaruhi tingkat kesehatan di Indonesia.
Menurut Budiyono (Depkes) Program Indonesia Sehat 2015 belum bisa
dipastikan berhasil atau tidaknya karena evaluasi baru akan diadakan di akhir 2015.
Data yang ada menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas dari tahun 2006
misalnya angka IMR (Infant Mortality Rate) per 1000LH menurun dari 30,8
menjadi 26,9 pada tahun 2007 dengan indikator 40/1000 LH pada tahun 2015 dan
untuk MMR (Maternal mortality Rate) per 1000LH menurun dari 253 menjadi 228
dengan indikator 114/1000 LH pada tahun 2010 sedangkan pada gizi kurang balita
dari 23,6 % menjadi 18,4% serta untuk Umur Harapan Hidup (UHH) melampui
target IS 2010 dengan 67,9 tahun menjadi UHH 71,2 tahun pada tahun 2009. Hal
ini menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan bayi sudah
100.000 kelahiran tingkat kematian ibu mencapai 400. Sedangkan, negara maju
indeks MMR-nya 20 kematian per 100.000 kelahiran dan rata-rata pada negara
berkembang 440 kematian ibu per 100.000 kelahiran. Penyebab tingginya tingkat
kematian ibu di Indonesia adalah budaya patriaki yang masih kental, kemiskinan,
rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya akses informasi, tingginya peranan
dukun dan terbatasnya pelayanan medis.
Pembangunan kesehatan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negaranegara lain di Asia Tenggara, menurut Prof Hasbullah Thabrany guru besar
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hal ini disebabkan karena
belum ada upaya kuat dari Depkes untuk melakukan program preventif dan
promotif kesehatan. Dia berpendapat Depkes tidak bisa hanya menyalahkan
masyarakat terus bahwa faktor budaya sehat di masyarakat belum berubah, tanpa
berusaha mengubah kultur itu. Perubahan budaya di masyarakat membutuhkan
waktu 10 sampai 15 tahun. Sebagai contoh permasalahan penyakit demam
berdarah dimana seharusnya apabila setiap tahun datang musim hujan, jauh
sebelum itu seharusnya ada usaha mengingatkan gerakan 3M (menguras,
mengubur dan menutup) dimasyarakat dan seharusnya ada usaha dari Depkes
untuk melakukan pemberdayaan di masyarakat.
Permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia akan mengalami beban
ganda. Hal ini diakibatkan bahwa penyebab kematian telah bergeser dari penyakit
menular ke arah penyakit tidak menular. Ini terjadi lantaran meningkatnya berbagai
kasus penyakit degeneratif tidak hanya di wilayah perkotaan tetapi juga melanda
wilayah pedesaan. Di sisi lain, kejadian kasus penyakit menular belum berhasil
dituntaskan dan bahkan bisa dikatakan masih tinggi tingkatannya, seperti yang
diungkapkan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) Depkes dr. Triono Sundoro pada Simposium Nasional IV.
Berdasarkan hasil penelitian Rinkesdas (2008) pada Agustus 2007 hingga
September 2008, penyebab kematian perinatal (0 hingga 7 hari) yang terbanyak
dipicu oleh gangguan pernapasan (35,9%) dan kelahiran prematur (32,3%).
Sedangkan untuk usia 7-28 hari, penyebab kematian terbanyak adalah infeksi
bakteri (sepsis), sebesar 20,5% dan kelainan pada janin, 18,1%. Penyebab kematian
bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Sedangkan
untuk kematian pada balita paling banyak disebabkan oleh sakit diare. Di atas usia
akan menjadi 20%. Asumsi penurunan proporsi KEK pada kelompok WUS 1519 tahun 2015 diharapkan dapat menekan terjadinya BBLR, menurunkan
prevalensi gizi kurang pada balita dan juga mempercepat kenaikan tinggi badan
anak Indonesia.
3. Proyeksi masalah gizi mikro Masalah gizi mikro yang sudah terungkap sampai
dengan tahun 2003 adalah masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi. Mayoritas
intervensi yang telah dilakukan untuk mengurangi masih berkisar pada
suplementasi atau pemberian kapsul vitamin A, kapsul yodium, maupun tablet
besi. Pemberian kapsul vitamin A pada balita diasumsikan belum mencapai
seluruh balita. Intervensi KVA dengan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi
untuk 5 tahun kedepan masih dianggap perlu, selain strategi lain (fortifikasi,
penyuluhan, dan penganekaragaman makanan) mulai diintensifkan. Diharapkan
dengan multiple strategy 50% KVA pada balita dapat ditekan menjadi 25%
pada tahun 2015. Pada evaluasi penanggulangan GAKY mengalami penurunan
50%, akan tetapi penurunan ini secara nasional tidak terjadi, masih banyak
masalah yang belum teratasi secara tuntas dalam penanggulangan ini, antara
lain konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga masih belum universal
(SUSENAS 2003 menunjukkan hanya 73% rumah tangga mengkonsumsi
garam beryodium). Selain itu pemantauan pemberian kapsul yodium pada
daerah endemik berat dan sedang tidak diketahui sampai sejauh mana kapsul
ini diberikan pada kelompok sasaran.
Diharapkan TGR pada tahun 2015 dapat ditekan menjadi kurang dari 5%.
Penanggulangan anemia sampai dengan 2002 masih difokuskan pada ibu
hamil. Seperti yang diungkapkan pada uraian sebelumnya prevalensi anemia
pada ibu hamil menurun dari 50,9% (1995) menjadi 40% (2001).
Penanggulangan anemia untuk yang akan datang diharapkan tidak saja untuk
ibu hamil, akan tetapi juga untuk wanita usia subur dalam rangka menekan
angka kematian ibu dan meningkatkan produktivitas kerja. Angka prevalensi
anemia pada WUS menurut SKRT 2001 adalah 27,1%. Diproyeksikan angka
ini menjadi 20% pada tahun 2020. Asumsi penurunan hanya sekitar 30%
sampai dengan 2015, karena sampai dengan tahun 2002, intervensi
penanggulangan anemia pada WUS masih belum intensif.
2009 adalah 117 orang per 100.000 penduduk dengan indikator IS 2015 adalah
276.049 perawat.
2.1.2 Healthy People
Healthy People merupakan sebuat kumpulan dari tujuan tujuan dan memiliki
sasaran 10 tahun yang dibuat untuk menuntun promosi kesehatan nasional dan
pencegahan penyakit untuk mengembangkan kesehatan semua orang yang berada di
Amerika Serikat.
Healthy People digunakan sebagai alat manajemen strategis oleh pemerintah pusat,
bagian, komunitas, dan beberapa partner sektor masyarakat dan individu yang lainnya.
Sasaran dan target ini digunakan untuk mengukur capaian masalah kesehatan pada
populasi spesifik, dan disajikan sebagai dasar untuk pencegahan dan kegiatan kesehatan
dari berbagai macam sektor dan pemerintah pusat, serta sebagai model untuk pengukuran
di negara bagian dan level lokal.
Healthy People 2020 menjalankan visi pada masyarakat dimana mereka akan hidup
lama, hidup sehat. Pada dekade ini, beberapa fitur baru ini akan membantu mewujudkan
visi ini menjadi nyata:
1.
Menegaskan ide ide pada keadilan kesehatan yang berdasarkan faktor faktor
kesehatan sosial dan promosi kesehatan kepada seluruh tingkat kehidupan
masyarakat
2.
Mengganti publikasi cetak tradisional dengan web site interaktif sebagai alat utama
untuk diseminasi
3.
Visi : Masyarakat yang orang orang nya hidup lama, hidup sehat.
Misi Healthy People 2020 berusaha untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
Tujuan :
1.
Mencapai kualitas tinggi, hidup lebih lama bebas dari penyakit yang dapa
dicegah, kecacatan, cedera dan kematian prematur
2.
3.
Membuat masyarakat dan lingkungan fisik yang memajukan kesehatan yang baik
bagi semua
4.
Topic Areas
1. Akses pelayanan kesehatan
15. Genomik
2. Kesehatan remaja
punggung kronis
4. Gangguan darah dan keselamatan
darah
5. Kanker
pelayanan kesehatan
18. Komunikasi kesehatan dan
teknologi informasi kesehatan
19. Kesehatan yang berhubungan
sehat
alzheimer
8. Diabetes
9. Kesehatan dan kecacatan
22. HIV
komunitas
12. Kesehatan lingkungan
13. Perencanaan keluarga
14. Keselamatan makanan
33. Kesiagaan
40. penglihatan
1. Kesehatan yang baik dan usia panjang produktif adalah hak setiap individu tanpa
membedakan suku dan jenis kelamin
2. Semua orang mempunyai kebutuhan belajar
3. Beberapa klien mungkin tidak memahami kebutuhan belajarnya atau kebutuhan
bantuan utk mencapai tingkat sehat yang tinggi
4. Orang akan menerima dan menggunakan informasi yang bermanfaat untuk dirinya,
shg pengetahuan memiliki makna tertentu
5. Kesehatan yang baik dan pelayanan kesehatan memberi kesempatan masyarakat
luas untuk hidup lebih baik sesuai potensi dan pengaruh standar hidup
6. Kesehatan merupakan salah satu nilai saing klien dan memiliki prioritas yang
berbeda pada waktu yg berbeda
7. Nilai dan konsep sehat berbeda tergantung pada budaya, agama dan latar belakang
sosial klien
8. Otonomi individu dan komunitas membri prioritas yang berbeda pada waktu yang
berbeda
2.2.1.3 Karakteristik sehat
1. Anggotanya memiliki tingkat kesadaran yang tinggi sebagai komuntas.
2. Menggunakan sumber daya alam sambil melakukan langkah untuk menghematnya
3.
4.
5.
6.
7.
1.
Produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa kesemuanya merupakan cara
komunitas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya. Fungsi ini meliputi
tidak hanya berupa penyediaan makanan dan pakaian, tetapi penyediaan air, listrik,
2.
3.
4.
5.
1.
2.
sebagai komuntas.
Menggunakan sumber daya alam sambil melakukan langkah untuk menghematnya
3.
4.
5.
kegiatan komunitas.
Siap menghadapi kritis.
Merupakan kominitas penyelesai masalah, dapat mengidentifikasi, menganalisis,
6.
7.
8.
anggota komunitas.
Memiliki cara yang sah dsan efektif untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi
didalam komunitas.
9.
keputusan.
10. Meningkatkan derajat kesejahteraan diantara anggota komunitas.
2.2.2.1 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas.
Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan professional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan tanpa mengabaikan pengobatan dan
rehabilitasi
dengan
menjamin
keterjangkauan
pelayanan
kesehatan
yang
seluruh
masyarakat
dan
Pesan pokok
Lamanya intervensi
Harapan
Pencegahan penyakit
Peningkatan kesehatan
masalah
Perawatan prefesional
Anda bertanggung
kesehatan akan
melayani anda
Pengobatan
penyakit
Informasi dan
perubahan perilaku
Masalah
budaya
Klien dan budayanya
Berakhir setelah
masyarakat
Sesuai dengan waktu
Terus menerus
masalahnya selesai
berlangsungnya
Agens perubahan
Target
Promosi Kesehatan
Target 2A
Target 4A
imunisasi campak. Angka ini telah meningkat,menjadi 72% untuk bayi dan
76% untuk anak dibawah 23 bulan pada 2006, namun perlu lebih ditingkatkan
lagi.
Target 5A
Target 5B
Target 6A
Target 6B
jarum suntik,7%.
Tersedianya akses universal untuk perawatn terhadap HIV/AIDS bagi yang
Target 7A
Target 7B
Target 7C
Target 7D
pasca 2015-MDGs. Terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000
mengenai isu deplation sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin
krusial, perlindungan sosial, food and energy security, dan pembangunan yang lebih berpihak
pada kaum miskin. Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan
SDGs yaitu, pertama indikator yang melekat pembangunan manusia (Human Development),
di antaranya pendidikan, kesehatan. Indikator kedua yang melekat pada lingkungan kecilnya
(Social Economic Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan, serta
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, indikator ketiga melekat pada lingkungan yang lebih
besar (Environmental Development), berupa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas
lingkungan yang baik. Dalam penyusunan indikator dalam konsep SDGs pasca MDGs 2015,
selain memikirkan standar global dalam mengedepankan suatu konsep pembangunan yang
berkelanjutan, tetapi ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan. Di antaranya, segala
sesuatu nya harus terukur, tidak terlepas dari prinsip Environmental Sustainability, Economic
Sustainability dan Social Sustainability. Serta juga ditentukan apakah ini difokuskan pada
negara berkembang atau negara maju.
Alasan mengapa perlunya SDGs untuk dibahas, antara lain adalah
1.
2.
3.
4.
5.
2.4.1 SDGs
Pada tanggal 25-27 September 2015 dilaksanakan pertemuan internasional
Sustainable Development Summit yang di dalamnya merupakan kegiatan seremoni
pengesahan dokumen SDGs (Sustainable Development Goals) yang dihadiri perwakilan
dari 193 negara dan bertempat di markas besar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), di
New York, Amerika Serikat. Pertemuan ini merupakan lanjutan dari kesepakatan
dokumen yang dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2015 yang juga berlokasi di New York,
yang berjudul Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable
Development atau Mengalihrupakan Dunia Kita: Agenda Tahun 2030 untuk
Pembangunan Berkelanjutan.
Pertemuan ini merupakan lanjutan dari kesepakatan dokumen tersebut yang terjadi
pada tanggal 2 Agustus 2015 yang juga berlokasi di New York. Saat itu sebanyak 193
negara anggota PBB mengadopsi secara aklamasi dokumen berjudul Transforming Our
World: The 2030 Agenda for Sustainable Development atau Mengalihrupakan Dunia
Kita: Agenda Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan yang kemudian
melahirkan SDGs.
SDGs merupakan kelanjutan dari MDGs (Millenium Development Goals) yang
mulai dijalankan pada September 2000 dan berakhir di tahun 2015. Sustainable
Depelopment Goals (SDGs) ini menawarkan sebuah kemajuan besar dari Millenium
Depelopment Goals (MDGs), karena selain membahas berbagai hambatan untuk
menciptakanperkembangan yang berkelanjutan, SDGs juga menawarkan sebuah cakupan
yang lebih baik anatara tiga dimensi dari perkembangan dan aspek pemerintahan yang
berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
MDGs diubah atau diteruskan oleh konsep SDGs dikarenakan konsep MDGs
hanya cocok untuk negara berkembang dan hanya mencakup tiga dimensi yang ada pada
SDGs. Sebaliknya, konsep SDGs cocok untuk semua negara dan mencakup berbagai
dimensi, meskipun ketepatan dari setiap tujuan itu sendiri akan berbeda-beda pada setiap
negara.
SDGs ini pernah dibahas dalam KTT Rio+20 pada tahun 2012 yang menghasilkan
dokumen The Future We Want. Kemudian dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa
SDGs harus memenuhi prinsip-prinsip:
1) Tidak melemakan komitmen nasional terhadap pencapaian MDGs;
2) Mempertimbangkan perbedaan kondisi, kapasitas, dan prioritas masing-masing
negara;
3) Fokus pada pencapaian ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan; dan
4) Koheren dan terintegrasi dengan pembangunan pasca 2015.
SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan
kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri
kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai tiga
tujuan mulia tersebut, disusunlah 17 Tujuan Global, yaitu:
1) Tanpa Kemiskinan: Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru
dunia.
2) Tanpa Kelaparan: Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan
nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan: Menjamin kehidupan yang sehat serta
mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.
4) Pendidikan Berkualitas: Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin pendidikan yang
inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi
semua orang.
5) Kesetaraan Gender: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu dan
perempuan.
6) Air Bersih dan Sanitasi: Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua orang.
7) Energi Bersih dan Terjangkau: Menjamin akses terhadap sumber energi yang
terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.
8) Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak: Mendukung perkembangan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif,
serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.
9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur: Membangun infrastruktur yang berkualitas,
mendorong peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan serta mendorong
inovasi.
10) Mengurangi Kesenjangan: Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam sebuah negara
maupun di antara negara-negara di dunia.
11) Keberlanjutan Kota dan Komunitas: Membangun kota-kota serta pemukiman yang
inklusif, berkualitas, aman, berketahanan dan bekelanjutan.
12) Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab: Menjamin keberlangsungan konsumsi
dan pola produksi.
13) Aksi Terhadap Iklim: Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya.
14) Kehidupan Bawah Laut: Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan
kehidupan sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang berkelanjutan.
15) Kehidupan
di
Darat:
Melindungi,
mengembalikan,
dan
meningkatkan
Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar 252.124.458 jiwa, yang
terdiri atas jumlah penduduk laki-laki sebesar 126.921.864 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 125.202.594 jiwa. Jumlah penduduk di Indonesia meningkat dengan relatif cepat.
Karena pada tahun 2013, hasil estimasi jumlah penduduk sebesar jumlah penduduk pada
tahun 2013 sebesar 248.422.956 jiwa . Diperlukan kebijakan untuk mengatur atau
membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan penduduk
makin meningkat.
Struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur penduduk muda. Hal ini dapat
diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda yang masih tinggi. Pada tabel estimasi
jumlah penduduk menurut kelompok umur, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia produktif
terutama pada kelompok umur 25-29 tahun, baik laki-laki maupun perempuan sebesar
22.605.992 jiwa.
No
1
2
3
Usia
0-14 tahun
15-64 tahun
65 tahun ke atas
Jumlah
Angka Beban
Laki-Laki
37.453.815
83.778.142
5.689.907
126.921.864
51,5
Perempuan
35.348.636
82.828.676
7.025.282
125.202.594
51,2
Laki-laki dan
Perempuan
72.802.451
166.606.818
12.715.189
252.124.458
51,3
Angka Beban Tanggungan penduduk Indonesia pada tahun 2014 sebesar 51,3. Hal ini
berarti bahwa 100 penduduk Indonesia yang produktif, di samping menanggung dirinya
sendiri, juga menanggung 51,3 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Apabila
dibandingkan antar jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggungan laki-laki sedikit lebih
besar jika dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2014, angka beban tanggungan lakilaki sebesar 51,5, yang berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, di
samping menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 51,5 penduduk laki-laki yang
belum/sudah tidak produktif lagi.
Kadaan Ekonomi
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan
keberhasilan pembangunan suatu negara. Berdasarkan data dari BPS, Besaran Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai Rp
9.084,0 triliun, naik sebesar Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012. Atas dasar harga
konstan (tahun 2000) Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 mencapai Rp
2.770,3 triliun, naik Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp 2.618,9 triliun).
Produk Domestik Bruto per kapita merupakan Produk Domestik Bruto atas dasar
harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Dalam kurun waktu 2009
2013, Produk Domestik Bruto per kapita atas dasar harga berlaku terus mengalami
peningkatan, tahun 2009 sebesar Rp 23,9 juta, tahun 2010 sebesar Rp 27,0 juta, tahun 2011
sebesar Rp 30,7 juta, tahun 2012 sebesar Rp 33,5 juta, dan tahun 2013 sebesar Rp 36,5 juta.
Sarana Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana
kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan
kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari :
puskesmas, Rumah Sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas
pelayanan
kesehatan
dan/atau
tempat
yang
digunakan
untuk
Gambar di atas menunjukkan peningkatan jumlah puskesmas dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014. Peningkatan jumlah puskesmas tidak mengindikasikan secara langsung
seberapa baik keberadaan puskesmas mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
primer di masyarakat. Indikator yang mampu menggambarkan secara kasar tercukupinya
kebutuhan pelayanan kesehatan primer oleh puskesmas adalah rasio puskesmas terhadap
30.000 penduduk. Rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk pada tahun 2014 sebesar 1,08
puskesmas per 30.000 penduduk. Rasio ini menunjukkan kecenderungan peningkatan dari
tahun 2010 hingga tahun 2013. Namun pada tahun 2014 rasio mengalami purunan yaitu 1,17
puskesmas per 30.000 penduduk menjadi 1,08 puskesmas per 30.000 penduduk. Penurunan
rasio ini ditampilkan pada gambar berikut
Rumah Sakit
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga diperlukan upaya
kuratif dan rehabilitatif selain upaya promotif dan preventif. Upaya kesehatan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai
penyedia pelayanan kesehatan rujukan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan
Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit
publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah
sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh bahan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan
di Indonesia tahun 2012 - 2014
No
1
Pengelola/Kepemilikan
Publik
Kementerian Kesehatan dan Pemerintah
Provinsi/ Kabupaten/Kota
TNI/Polri
Kementerian Lain
Swasta Non Profit
Jumlah Publik
Privat
BUMN
Swasta
Jumlah Privat
Jumlah
2012
2013
2014
656
676
687
154
3
727
1.540
159
3
724
1.562
169
7
738
1.601
75
468
543
2.083
67
599
666
2.228
67
740
1.360
2.408
Jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus pada tahun 2014 adalah 1.855 unit
dan 553 unit. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 yang masing-masing
sebesar 1.725 dan 503. Gambar berikut ini menggambarkan perkembangan jumlah rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus dalam lima tahun terakhir.
Gambar Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus
Di Indonesia Tahun 2010-2014
Kesehatan Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan biasanya memiliki
hubungan darah atau perkawinan, dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga memiliki
fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan diantara anggotanya.
Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan gizi dan
merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya.
Anak dan ibu merupakan dua anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja
upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan Angka
Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk
aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri.
1.
Kesehatan Ibu
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas)
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi
jika dibandingkan dengan negaranegara tetangga.
2.
Kesehatan Anak
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000
kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23
per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2002. Perhatian terhadap upaya
penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian
neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi.
3.
Status Gizi
Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang
terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang.
Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka
prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi
kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi
tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi
buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun
2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran
MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional
harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai 2015.
Pengendalian Penyakit
1. Penyakit Menular
a. Tuberkulosis Paru
Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+)
sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi
yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi
tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.
Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara
laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua
kali lipat dari kasus pada perempuan.
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak
pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok
umur 35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun
sebesar 19,39%.
b. HIV & AIDS
Setelah
tiga
tahun
berturut-turut
(2010-2012)
cukup
stabil,
perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali
mengalami peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35%
dibanding tahun 2012.
Jumlah kasus baru HIV positif di Indonesia sampai tahun 2013
c. Pneumonia
Menurut
hasil
Riskesdas
2013,
period
prevalence
pneumonia
penurunan
menjadi
1,8%.Pada
balita,
period
prevalence
d. Kusta
Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada
tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96
per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target <
1 per 10.000 penduduk (< 10 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2013 dilaporkan 16.856 kasus baru kusta, lebih rendah
dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 18.994 kasus. Sebesar 83,4% kasus di
antaranya merupakan tipe Multi Basiler. Sedangkan menurut jenis kelamin,
35,7% penderita berjenis kelamin perempuan.
e. Diare
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum
wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5%
(kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar
6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare pada
seluruh kelompok umur (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%.
Jumlah penderita pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan
dibandingkan tahun 2012 dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun
2013. KLB diare pada tahun 2013 terjadi di 6 provinsi dengan penderita
terbanyak terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 294 kasus. Sedangkan angka
kematian (CFR) akibat KLB diare tertinggi terjadi di Sumatera Utara yaitu
sebesar 11,76%.
2. Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik
lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh
36 juta jiwa per tahun (WHO, 2010). Di Indonesia sendiri, penyakit menular
masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan
morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut menjadi beban
ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang harus dihadapi
dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan PTM
berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM
seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis
PTM merupakan penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu
ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah
prevalensi terbanyak adalah Provinsi Papua Barat, yakni 1,4% pada tahun
2007 menjadi 1,2% pada 2013.
Kesehatan Lingkungan
1. Air Minum
Komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs) yaitu
memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga
setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum
layak dan sanitasi dasar hingga 2015.
Proporsi Rumah Tangga berdasarkan jenis sumber air minum
Riskesdas 2013
Proporsi rumah tangga yang mengolah air minum sebelum diminum. Secara
nasional proporsi rumah tangga yang mengolah air minum sebelum diminum sebesar
70,1%. Proporsi terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara sebesar 92,7%, Nusa
Tenggara Timur sebesar 90,6%. Proporsi terendah rumah tangga yang mengolah air
minum sebelum diminum terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 33,5%,
Kepulauan Riau sebesar 36,6%. Provinsi DKI Jakarta mempunyai proporsi rumah
tangga yang mengolah air minum sebelum diminum relatif kecil (41,6%). Hal ini
dimungkinkan banyaknya rumah tangga yang menggunakan air mineral (air kemasan
dan air isi ulang). Pengolahan air sebelum diminum meliputi dimasak, penyinaran
matahari, ditambah larutan tawas, disaring dan tambah larutan tawas, disaring saja.
2. Sanitasi Layak
Gambar proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar
Riskesdas 2013
Secara nasional, proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air
besar milik sendiri sebesar 76,2%, milik bersama 6,7%, umum 4,2% dan buang air
besar secara sembarangan sebesar 12,9%. Provinsi yang mempunyai persentase
terbesar rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar sendiri terdapat di
Provinsi Riau sebesar 88,4%, menyusul Lampung dan Kepulauan Riau (keduanya
sebesar 88,1%) dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 50,2%, menyusul
Sulawesi Barat sebesar 52,8% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 57,8%.
2.6 Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Berikut masalah kesehatan masyarakat diIndonesia :
1. Pola penyakit yang semakin kompleks
Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit
tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab
penyakit yang utama. Kemudian saat ini penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi
penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara
sepuluh negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan
penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen
kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan
dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum
mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari
setiap 325 kelahiran hidup. Perubahan yang diiringi semakin kompleksnya pola
penyakit merupakan tantangan terbesar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
2. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan
Dibanyak propinsi, angka kematian bayi dan anak terlihat lebih buruk dibandingkan
dengan situasi di beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan
akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan
imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses
melahirkan. Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun dari keluarga termiskin
mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga terkaya.
Tingginya tingkat terkena penyakit, baik yang disebabkan dari penyakit menular
maupun penyakit tidak menular, telah mengurangi kemampuan orang miskin untuk
menghasilkan pendapatan, dan hal ini berdampak pada lingkaran setan kemiskinan.
3. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan
penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta.
Angka penduduk yang diimunisasi mengalami penurunan semenjak pertengahan
1990, dimana hanya setengah dari anak-anak di Indonesia yang diimunisasi. Indonesia
bahkan telah tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Filiphina dan
Bangladesh. Program kontrol penyakit tuberkulosis (TB) diindikasikan hanya
mengurangi kurang dari sepertiga penduduk yang diperkirakan merupakan penderita
baru tuberkulosis. Secara keseluruhan, pengunaan fasilitas kesehatan umum terus
menurun dan semakin banyak orang Indonesia memilih fasilitas kesehatan yang
disediakan oleh pihak swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah
Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini
terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak
swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit
swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh
pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah
kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan nonmedis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat
rendah.
4. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang
Pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana
pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80
persen dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal
dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Secara keseluruhan, total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih
rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga (US $ 16 per orang per tahun
pada 2001). Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengeluaran pemerintah maupun
pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut, cakupan asuransi amat terbatas, hanya
mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar
sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian
mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana
pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum
miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh
pemerintah. Dampaknya, mereka menerima lebih sedikit subsidi dana pemerintah
untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk yang kaya. Sebanyak 20 persen
penduduk termiskin dari total penduduk menerima kurang dari 10 persen total subsidi
kesehatan pemerintah sementara seperlima penduduk terkaya menikmati lebih dari 40
persen.
5. Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru
Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasilitas
kesehatan. Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran
kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada
tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih
responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini
akan berdampak juga pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan
pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang
penting.
6. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih
terlokalisir
Diperkirakan sekitar 120.000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan
konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk
Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas industri,
pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut menyebar lebih lambat
dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi penularan virus
tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu penduduk yang tidak
menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan
kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih
dalam kasus pecandu obat-obatan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Indikator kesehatan masyarakat yang digunakan oleh Indonesia adalah Indonesia
Sehat, sedangkan Healthy People merupakan indikator yang digunakan oleh Amerika
Serikat dalam mengukur pencapaian kesehatan.
Tujuan MDGs yang telah tercapai adalah MDG 1 yaitu proporsi penduduk dengan
pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari, MDG 3 yaitu rasio APM
perempuan terhadap laki-laki SMA/MA/Paket C dan rasio angka melek huruf perempuan
terhadap laki-laki umur 15-24 tahun dan MDG 6 yaitu pengendalian penyebaran dan
penurunan jumlah kasus baru tuberkulosis (TB). Pencapaian ini diindikasikan oleh angka
kejadian dan tingkat kematian, serta proporsi tuberkulosis yang ditemukan, diobati dan
disembuhkan dalam program DOTS.
MDGs diubah atau diteruskan oleh konsep SDGs dikarenakan konsep MDGs
hanya cocok untuk negara berkembang dan hanya mencakup tiga dimensi yang ada pada
SDGs. Sustainable Depelopment Goals (SDGs) ini menawarkan sebuah kemajuan besar
dari Millenium Depelopment Goals (MDGs), karena selain membahas berbagai
hambatan untuk menciptakanperkembangan yang berkelanjutan, SDGs juga menawarkan
sebuah cakupan yang lebih baik anatara tiga dimensi dari perkembangan dan aspek
pemerintahan yang berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
Profil kesehatan Indonesia berisi data-data informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab. Profil kesehatan diupdate setiap tahunnya untuk
membantu pemerintah dan tenaga medis dalam mengukur capaian pembangunan
kesehatan di Indonesia.
5.2 Saran
Berdasarkan profil kesehatan masyarakat, situasi penyakit, baik kesakitan maupun
kematian, merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. Oleh
karena itu perawat komunitas harus mengetahui dan memahami profil kesehatan untuk
membantu perawat dalam mengukur capaian pembangunan kesehatan di Indonesia, serta
sebagai dasar untuk perencanaan program pembangunan kesehatan selanjutnya. Selain
itu, pemerintah beserta tenaga medis harus berkolaborasi dalam memenuhi indikator
kesehatan masyarakat seperti, Indonesia Sehat, MDGs dan SDGs.
DAFTAR PUSTAKA
Andriya, N. (2015, Agustus 27). Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) :
Melampaui Indikator dan Angka. Dipetik November 8, 2015, dari YIPD:
http://www.yipd.or.id/en/kegiatan/sharing-ksi-agenda-tujuan-pembangunanberkelanjutan-sdgs-melampaui-indikator-dan-angka
BAPPENAS. (2012). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Di Indonesia
Tahun 2011.
Bappenas. (t.thn.). Konsep SDGs : Kerangka Pembangunan Pasca 2015. Dipetik November
8, 2015, dari Bappenas: http://old.bappenas.go.id/print/3653/konsep-sdgs--kerangkapembangunan-pasca-2015/
Kemenkes. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes. (2015). Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia). Jakarta:
Kemenkes RI.
Laksono. (2005). Desentralisasi Kesehatan di Indonesia dan Perubahan Fungsi
Pemerintahan 2001 2003. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
Nasrul, E. (1995). Perawatan Kesehatan Keluarga. Jakarta: EGC.
Anonim. (t.thn.). Indonesia Sehat 2010 Apakah Hanya Sebuah Slogan. Dipetik November 8,
2015,
dari
Koalisi:
http://www.koalisi.org/
http://propionagreat.wordpress.com/2010/07/15/indonesia-sehat-2010-apakah-hanya
sebuah-slogan/
Anonim. (t.thn.). Puskel. Dipetik November 8, 2015, dari Sekilas visi Indonesia Sehat 2010:
http://www.puskel.com
Anonim. (t.thn). Health. Dipetik November 8, 2015, pukul 23.45 WIB.
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/2800161106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/health.pdf
http://www.lindungikami.org/tentangkami/koalisi-untuk-indonesia-sehat-kuis/Koalisi Untuk
Indonesia Sehat (KuIS).
Indikator Indonesia Sehat 2010 (http://www.litbang.depkes.com)
Sejarah Promosi Kesehatan (http://www.yulidadewioktafina.blogspot.com)
Promosi Kesehatan Indonesia (http://www.bermenscholl.wordpress.com)
Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tertinggi di Indonesia (http://www.menegpp.go.id)