Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH KELOMPOK II

FILSAFAT KESEHATAN
TEMA FENOMENOLOGI KESEHATAN IBU DAN ANAK

NAMA ANGGOTA : JERMIAS DA CRUZ


DEBBY NATALIA GIRI
ANTONIA BENEDIKTA E. NONGA
MATA KULIAH : FILSAFAT KESEHATAN
SEMESTER : II (DUA)
PROGRAM STUDI : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG


TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh
hikmat dan penyertaan-Nya saja, maka makalah mata kuliah Filsafat Kesehatan dengan Tema
Fenomenologi Kesehatan Ibu Dan Anak ini dapat diselesaikan oleh kelompok kami.
Makalah ini dibuat sebagai persyaratan untuk mata kuliah Filsafat Kesehatan semester
II pada program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Pasca Sarjana Universitas
Nusa Cendana Kupang.
Penulis juga mengucapkan Terima kasih kepada Bapak Dr.Pius Weraman,
S.KM,M.Kes sebagai dosen pengasuh mata kuliah yang telah memberikan kepada kami ilmu
dan informasi terkait materi dalam mata kuliah tersebut serta mengijinkan kami untuk
membuat makalah ini.
Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, Namun untuk segala kritik dan
saran demi perbaikan makalah ini sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini.

Kupang, Mei 2022


Penulis

2
I. PENDAHULUAN

Masalah kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia merupakan salah satu indikator
kesejahteraan suatu bangsa. Meskipun pemerintah sudah mengadakan berbagai
macam upaya perbaikan namun belum mengalami kemajuan yang signifikan. Masalah
yang terjadi pada Kematian Ibu (AKI) dan Kematian Bayi (AKB) berkaitan dengan
berbagai faktor, seperti akses (geografis, kapasitas, mutu layanan dan ketersebaran
fasilitas kesehatan, serta sistem pembiayaan), SDM (kualifikasi, kompetensi,
distribusi dan availabilitas), dan penduduk (tingkat pendidikan, faktor sosial-budaya,
kemiskinan, daya beli dan kepadatan penduduk); serta kebijakan dan kemauan politik
pemerintah (yang mengatur dan mengupayakan keterjangkauan akses kesehatan,
SDM dan kebijakan tentang kependudukan).

Kesehatan ibu dan anak merupakan indikator kesehatan umum dan kesejahteraan
masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting derajat
kesehatan masyarakat. Secara global, jumlah kematian ibu menurun 45% dari 523.000
pada tahun 1990 menjadi 289.000 pada tahun 2013. Maternal Mortality Ratio (MMR)
global juga menurun 45% dari 380 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (tahun
1990) menjadi 210 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Pada tahun 1990-
2013, Indonesia mengalami kemajuan dalam menurunkan angka kematian Ibu, dari
430 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 190 per 100.000 kelahiran hidup (WHO,
2014).

AKI di Indonesia tahun 2012 mencapai angka 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Jumlah tersebut melonjak sangat signifikan dari tahun 2007 yang telah mencapai
angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut belum dapat mencapai target
MDG’s sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk AKB di Indonesia sebanyak
32 kematian per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Sementara itu Kasus
kematian ibu dan anak pada Januari sampai September 2021 mencapai angka 3794
orang, sedangkan pada Januari sampai September 2020 angka kematian pada ibu dan
anak tercatat sebanyak 3048 orang. Ini menunjukkan adanya peningkatan angka
kematian ibu dan anak pada Januari sampai September 2021 dibandingkan dengan
Januari sampai September 2021 (Natasya,2021).

3
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada awalnya benar-benar mulai meningkat sekitar
awal abad ke-20 di negara maju, Ketika perbaikan Kesehatan masyarakat umum
mengurangi penyebaran penyakit menular dan pembangunan ekonomi meningkatkan
akses terhadap pangan dan perumahan yang lebih baik. Gambaran ini berfokus pada
periode setelah perang dunia II, Ketika upaya-upaya global dimulai setelah berdirinya
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebelum Perang Dunia II, sistem pelayanan negara-
negara maju dan berkembang kurang lebih sama. Namun terjadi peningkatan bertahap
dalam standar hidup di antara negara-negara maju menyebabkan perbaikan pelayanan
Kesehatan, termasuk yang berhubungan dengan Kesehatan ibu dan anak.

Setelah perang dunia II, sistem pelayanan kesehatan di banyak negara berkembang
menekankan pelayanan tersier, model pelayanan yang ada di negara-negara industri.
Hal ini mengakibatkan peningkatan spesialisasi medis dan hirarki dalam system
pelayanan Kesehatan dimana Sebagian besar sumber daya tersita ke pelayanan tersier
dan teknologi. Meskipun ada beberapa keberhasilan dengan pendekatan ini, tapi tidak
mempunyai dampak banyak untuk meningkatkan akses pelayanan Kesehatan di
tingkat masyarakat, dan indikator Kesehatan KIA tidak meningkat. Keterbatasan
program penyakit vertikal yang diakui dan pada 1978, dalam deklarasi Alma-Ata
yaitu pentingnya pendekatan holistik untuk Kesehatan (fisik, mental dan sosial) dan
peran pembangunan ekonomi dan sosial, individu dan tanggung jawab pemerintah dan
pelayanan Kesehatan primer dimasukan dalam tujuan Kesehatan untuk semua pada
tahun 2000.

4
II. PEMBAHASAN

A. Studi Fenomenologi
Fenomenologi adalah studi mengenai bagaimana manusia mengalami
kehidupannya di dunia. Studi ini untuk melihat objek dan peristiwa dari
perspektif orang yang mengalami. Realitas dalam fenomenologi selalu
merupakan bagian dari pengalaman secara sadar seseorang. Fenomenologi
bertujuan untuk mempelajari bagaimana fenomena manusia yang berpengalaman
dalam kesadaran, dalam Tindakan kognitif dan persepsi serta bagaimana mereka
dapat memberi nilai atau dan bagaimana memberi penghargaan. Fenomenologi
berusaha untuk memahami bagaimana orang membangun makna dan konsep
kunci inter-subjektif karena kita mengalami dunia dan juga melalui orang lain.

B. Ciri-Ciri Fenomenologi
 Cenderung mempertanyakan dengan naturalism atau objektivisme dan
positivisme yang telah berkembang dalam pengetahuan modern dan
teknologi.
 Memastikan kognisi yang mengacu pada yang dinamakan “Evidenz” =
kesadaran akan suatu benda.
 Percaya bahwa tidak hanya satu benda yang ada dalam dunia alam dan
budaya.

C. Kesehatan Ibu Dan Anak

Kesehatan ibu dan anak (KIA) mengacu pada status Kesehatan dan pelayanan
Kesehatan yang diberikan kepada perempuan dan anak-anak. Penekanannnya
pada perempuan dalam peran mereka sebagai ibu (melahirkan dan
membesarkan anak) dan anak-anak, terutama berfokus pada kelangsungan
hidup sehat dari bayi dan anak kecil. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) berperan
penting dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat. Faktanya, KIA
menjadi indikator utama dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau

5
dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) (UNDP, 2015; UN,
2015).

Tidak hanya menjadi satu indikator, KIA termaktub di dalam beberapa tujuan
dan target SDGs, seperti tujuan kedua dan target kedua (SDGs 2.2) yaitu
“Mengakhiri segala macam bentuk malnutrisi, termasuk pada tahun 2025
mencapai target-target yang sudah disepakati secara internasional tentang gizi
buruk dan penelantaran pada anak balita dan mengatasi kebutuhan nutrisi
untuk remaja putri, ibu hamil dan menyusui, serta manula.” Selanjutnya, pada
tujuan ketiga (SDGs 3)—“Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung
kesejahteraan bagi semua untuk semua,” termaktub dua target, yaitu
“Mengurangi rasio angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000
kelahiran pada 2030,” (SDGs 3.1), dan “Mengakhiri kematian yang dapat
dicegah pada bayi baru lahir dan balita, di mana setiap negara menargetkan
untuk mengurangi kematian neonatal setidaknya menjadi kurang dari 12 per
1.000 kelahiran dan kematian balita menjadi serendah 25 per 1.000 kelahiran
pada 2030.” (SDGs 3.2).

Selain tujuan dan target langsung, dalam SDGs juga terdapat tujuan dan target
tidak langsung terkait KIA, seperti “Memastikan akses universal terhadap
layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk untuk perencanaan,
informasi, dan pendidikan keluarga, serta mengintegrasikan kesehatan
reproduksi ke dalam strategi dan program nasional,” (SDGs 3.7) dan
“Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak
perempuan di mana saja” (SDGs 5.1), dan sebagainya.

Tidak hanya dalam SDGs, KIA berperan penting dalam menentukan arah
transformasi pembangunan. Keberhasilan suatu negara menjadi negara maju,
ditentukan oleh strategi pembangunan, yang menjadikan KIA sebagai fondasi
menuju transformasi pembangunan. Hal itu bisa dilihat di negara maju (high
income country), yang menginvestasikan pembelanjaan publiknya lebih besar
untuk KIA (Amiri dan Gerdtman, 2013). Dampaknya, mereka sekarang

6
menikmati pengembalian investasi berupa sumber daya manusia (SDM)
unggul, produktif, dan inovatif (Wang, 2014).

Salah satu fokus pembangunan KIA adalah perbaikan asupan gizi pada ibu
hamil dan menyusui, serta anak. Kenapa kita harus fokus ke sana? Ternyata,
peranan gizi sangat penting untuk memastikan ibu dan anak mendapatkan
asupan gizi yang baik dan seimbang di saat seribu hari pertama kehidupan
(1000 HPK), yang merupakan fase emas tumbuh kembang anak (Kattula, et
al., 2014; Mameli, et al., 2016). Fase ini menentukan apakah anak tersebut
nantinya menjadi SDM yang unggul dan produktif atau tidak. Secara global
pun, kesadaran terhadap asupan gizi pada 1000 HPK sudah digalakkan.
Contoh nyatanya adalah program Scaling up Nutrition (SUN) telah menjadi
salah satu komitmen global untuk memperbaiki kualitas asupan gizi, yang
dimulai dari 1000 HPK (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
2012).

Selain gizi, penanganan terhadap kesehatan ibu, baik pada fase pra-
kehamilan, hamil, menyusui, maupun setelah menyusui juga berperan penting
dalam pembangunan KIA. Cakupan programnya bervariasi, misalnya
perbaikan pelayanan KIA, perbaikan pola dan perilaku kehidupan sehari-hari
yang terkait KIA, peningkatan pengetahuan tentang KIA, menciptakan
lingkungan yang bersih dan sehat, serta mewujudkan keluarga sehat. Dalam
hal tersebut, kita harus memastikan ibu pada pra-kehamilan, hamil, menyusui,
dan setelah menyusui memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan,
mendapatkan bimbingan konseling, berada di lingkungan yang sehat dan
keluarga memberikan dukungan penuh.

Oleh karena itu, pentingnya pembangunan memperhatikan kelompok


perempuan (pembangunan perspektif gender). Tujuannya adalah mendorong
perbaikan kesehatan perempuan dan memberikan ruang bagi mereka untuk
berperan aktif dalam pembangunan, terutama di sektor kesehatan. Kesetaraan
itu tidak hanya berupa kesetaraan terhadap akses yang sama, antara laki-laki
dan perempuan, tetapi perlu kebijakan pembangunan yang pro gender, seperti
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan, kebijakan pengupahan,
fasilitas publik yang pro gender dan sebagainya (Bank Dunia, 2000). Dengan
7
demikian, perbaikan pelayanan kesehatan yang berbasis gender pun menjadi
keniscayaan. Semua perempuan harus bisa akses terhadap pelayanan
kesehatan, terutama pelayanan kesehatan maternal. Di sini kunci utama
mendorong perbaikan kesehatan maternal di Indonesia.

Saat ini, kita masih menemukan banyak persoalan dalam pelayanan kesehatan
maternal (Rizkianti dan Afifah, 2018). Ternyata, tidak semua ibu hamil bisa
akses terhadap pelayanan kesehatan tersebut. Misalnya, ibu-ibu hamil yang
berada di daerah pedesaan dan kawasan timur Indonesia memiliki tingkat
aksesibilitas rendah terhadap pelayanan kesehatan maternal sehingga rentan
terhadap risiko kematian (Tripathi dan Singh, 2017; Titaley, et al., 2010;
Nurrizka dan Wahyono, 2018).

Rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur kesehatan menjadi masalah


utama dalam perbaikan KIA di Indonesia. Kita dapat dengan mudah menemui
infrastruktur kesehatan yang bagus di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.
Meski demikian, kita miris melihat kondisi buruknya infrastruktur kesehatan
di daerah-daerah terpencil di Indonesia (Nurrizka dan Wahyono, 2018). Hal ini
menjadikan semua masalah KIA menumpuk di daerah yang minim fasilitas
kesehatan, yang tentunya berdampak pada meningkatnya angka kematian ibu
dan anak. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan harus bisa menjangkau dan
mengatasi persoalan tersebut.

Meski demikian, di luar faktor kesehatan, kita masih memiliki persoalan yang
perlu segera diselesaikan. Pertama, rendahnya pengetahuan masyarakat
terhadap KIA. Banyak kasus kematian ibu dan balita disebabkan oleh
rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya KIA. Faktanya, orang
tua yang tidak memahami masalah KIA berisiko tinggi terhadap kematian ibu
dan anak (Syafiq, 2013; Ahmed, et al., 2010).

Kedua, persoalan lingkungan yang buruk, seperti sanitasi dan akses terhadap
air bersih. Hal tersebut tidak hanya ditemukan di pedesaan, namun juga terjadi
di perkotaan. Dampaknya adalah sering kali ibu hamil dan balita
terkontaminasi dengan berbagai macam bakteri, sehingga mengalami infeksi.
Infeksi merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu dan anak di

8
dunia (Mellisa, et al., 2015; Jones K.D., et al., 2014; Walson dan Berkley,
2018).

Ketiga, masalah kemiskinan yang masih tinggi. Kemiskinan menyebabkan


rumah tangga tidak mampu mengonsumsi kebutuhan gizi seimbang, yang
diperlukan oleh ibu saat kehamilan dan menyusui serta balita (Daka, et al.,
2018; Jonah, et al., 2018). Ketika akses tersebut terkendala maka muncul
risiko ibu hamil dan balita kekurangan gizi (Nababan, et al., 2018). Ibu hamil
yang menderita kekurangan gizi memiliki risiko kematian tinggi dan bila anak
yang dilahirkan hidup, anak tersebut berisiko gizi buruk (Black, et al., 2013).

Dari persoalan-persoalan di atas, pembangunan KIA menjadi penting dalam


upaya kita mentransformasi pembangunan nasional. Strateginya pun tidak
hanya mendesain program-program KIA semata, seperti perbaikan pelayanan
kesehatan maternal, tetapi harus mengintegrasikannya dengan program
lainnya. Salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap
KIA, seperti peningkatan literasi masyarakat terhadap KIA. Karena, selama
ini, itulah yang belum banyak disentuh dalam program KIA.

D. Fenomena Kesehatan Ibu Dan Anak Di Indonesia

Menurut WHO, upaya peningkatan status kesehatan ibu dan anak, ditargetkan
untuk menurunkan angka kematian dan kejadian sakit pada ibu dan anak.
Untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak tersebut
dilakukan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan dan menjaga
kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan pelayanan rujukan. Selama ini,
berbagai program terkait penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak
sudah diupayakan. Program-program tersebut menitikberatkan pada upaya
menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Indikator yang digunakan untuk menilai program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) antara lain kunjungan ibu hamil pertama (K1), cakupan kunjungan
keempat ibu hamil (K4), cakupan buku KIA, deteksi dini kehamilan berisiko
oleh tenaga kesehatan, persalinan oleh tenaga kesehatan, penanganan
komplikasi obstentrik, pelayanan nifas, pelayanan neonatal, penanganan

9
komplikasi neonatal, pelayanan kesehatan anak balita, pelayanan kesehatan
anak balita sakit.

Berdasarkan perkembangannya, Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015


walaupun belum memenuhi target MDGs tetapi sudah mengalami penurunan
dan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan mengalami
peningkatan. Sesuai dengan acuan kerangka kerja RPJMN 2015-2019,
kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam
pembangunan kesehatan dengan target penurunan angka kematian ibu dari 346
per 100.000 penduduk pada tahun 2010 menjadi 306 per 100.000 penduduk
pada tahun 2019 dan penurunan angka kematian bayi dengan capaian status
awal 32 per 1000 kelahiran hidup (tahun 2012/2013) menjadi 24 per 1000
kelahiran hidup di tahun 2019.

Seperti di negara-negara berkembang pada umumnya, sebagian besar


kematian anak di Indonesia terjadi pada masa baru lahir (neonatal), yaitu di
bulan pertama kehidupan. Menurut data Kemenkes (2015) Angka Kematian
Bayi (AKB) atau selama masa neonatal pada tahun 2015 target capaiannya
tetap yaitu 19 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Pasca
Neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari 15 per 1000 kelahiran hidup menjadi
13 per 1000 kelahiran hidup (usia 2-11 bulan) dan angka kematian balita (usia
1-5 tahun) sebanyak 10 per 1000 kelahiran hidup.

Penyebab kematian anak di Indonesia umumnya disebabkan oleh infeksi dan


penyakit anak-anak lainnya seperti diare. Seiring dengan meningkatnya
pendidikan ibu, kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pendapatan, serta
akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, angka kematian pada anak menjadi
menurun. Namun demikian, kematian bayi baru lahir (neonatal) merupakan
hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih lanjut. Padahal
sebagian besar penyebab kematian neonatal tersebut dapat ditanggulangi.

Tahun 2019 merupakan akhir dari pembangunan jangka menengah, diharapkan


setiap target yang belum tercapai pada tahun lalu, dapat dicapai pada tahun
2019. Selama ini berbagai upaya dilakukan untuk mencapai target status AKI
dan AKB menurut acuan RPJMN 2015-2019, sehingga indeks pembangunan

10
manusia Indonesia dapat mencapai 70,18 persen Berbagai kebijakan dan
intervensi program KIA dengan menggunakan dana besar selama ini dianggap
belum berjalan dengan baik. Hingga saat ini angka kematian ibu (maternal)
dan angka kematian bayi (neonatal) masih menjadi permasalahan tersendiri di
bidang kesehatan reproduksi di Indonesia (pada tahun 2015, Indonesia bahkan
termasuk Negara dengan AKI tinggi di Asean). Menurut data WHO, penyebab
kematian ibu dikarenakan komplikasi kebidanan yang tidak ditangani dengan
baik dan tepat waktu (sekitar 15% dari kehamilan). Komplikasi kebidanan
tersebut sekitar 75%-nya dikarenakan perdarahan dan infeksi pasca
melahirkan, tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama dan aborsi yang
tidak aman. Terkait kejadian kematian bayi, sebanyak 185 bayi baru lahir
meninggal dunia setiap harinya. Tiga perempat kematian bayi terjadi pada
minggu pertama dan 40% meninggal dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
kematian bayi umumnya karena prematur, komplikasi terkait persalinan seperti
asfixia atau kesulitan bernafas saat lahir, infeksi dan cacat lahir.

11
III. PENUTUP

 Kesimpulan

Ibu dan anak merupakan kelompok yang rentan terkena masalah kesehatan.
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) selama ini dianggap belum berjalan
dengan baik sehingga Indonesia termasuk Negara dengan AKI tinggi di Asean.

Secara umum angka kematian ibu dan bayi berdasarkan data dari profil
Kesehatan tahun 2019 capaiannya masih berada di atas target MDGs. Faktor
masih belum memadainya ketersediaan pelayanan kesehatan ibu menjadi salah
satu permasalahan yang dihadapi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi.

 Saran

Pemerintah daerah hendaknya dapat memperbaikan pelayanan kebidanan dan


neonatal di wilayahnya secara berkesinambungan melalui penyediaan SDM yang
kompeten, sistem rujukan yang efektif dengan memperhatikan kondisi geografis
dan sosial budaya.

Dinas kesehatan kabupaten/kota hendaknya dapat meningkatkan monitoring dan


evaluasi serta pendampingan pelaksanaan program KIA agar cakupan indikator
kesehatan ibu dan bayi yang belum mencapai target dapat diperbaiki.

12
DAFTAR PUSTAKA

Daka B, Chibwili E, et al. 2018. Determination of The Correlation Between Nutritional and
Socio-Economic Status of Under-Five Children in Lusaka District. ARC Journal of Nutrition
and Growth Vol. 4, Issue 2, p.21-26. doi: 10.20431/2455-2550.0402005.

Black RE, Laxminarayan R, Marleen T, and Walker N. 2016. Disease Control Priorities
Third Edition: Reproductive, Maternal, Newborn, Child Health. Washington DC: World
Bank.

Maulidiawati,Natasya.Kemenkes : Angka Kematian Ibu Dan Anak Tahun Ini


Meningkat.Kasus Kematian Ibu Dan Anak Pada Januari Sampai September 2021 Mencapai
Angka 3.794 Orang.

Rahmah,Nuriska.2020.Kesehatan Ibu Dan Anak Dalam Upaya Kesehatan Masyarakat :


Konsep Dan Aplikasi.Divisi Buku Perguruan Tinggi.Penerbit : Rajawali Pers.Depok

Tri Rini Puji Lestari.2020. Pencapaian Status Kesehatan Ibu Dan Bayi Sebagai Salah Satu
Perwujudan Keberhasilan Program Kesehatan Ibu Dan Anak. Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI, Nusantara.Jurnal kajian Vol.25 No.1

13

Anda mungkin juga menyukai