Anda di halaman 1dari 63

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM)

TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LOTU


KABUPATEN NIAS UTARA TAHUN 2020

SKRIPSI

OLEH :
ANARIA NAZARA
NIM : 180203060

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul:

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM)


TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LOTU
KABUPATEN NIAS UTARA TAHUN 2020

Yang dipersiapkan oleh:

ANARIA NAZARA
NIM : 180203060

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Dipresentasikan:


Medan, September 2020

Dosen Pembimbing,

(Lia Rosa Veronika Sinaga, SKM, M.KM)


Pembimbing

Diketahui,
Ketua Program Studi KesehatanMasyarakat
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia

(Jasmen Manurung, SKM, M.Kes)


DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
DAFTAR ISI……………………………………………………………. i
DAFTAR TABEL………………………………………………………. iii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………… 5

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………. 5

1.3.1 Tujuan Umum……………………………………. 5

1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………. 5

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………. 8

2.1 Diabetes Mellitus…………………………………………. 8

2.1.1. Defenisi Diabetes Mellitus………………………… 8

2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2………………………………….. 8

2.2.1. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2……………… 9

2.2.2.Gejala Penyakit Diabetes Mellitus………………….. 9

2.2.3.Diagnosis Diabetes Mellitus………………………… 11

2.2.4.Pemantauan Kendali Diabetes Mellitus …………….. 13

2.2.5. Epidemiologi Diabetes Mellitus………………….... 14

2.2.6. Komplikasi Diabetes Mellitus……………………... 16

2.2.7. Sumber Biaya Pengobatan DM Tipe 2…………….. 19

2.2.8.Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2………………. 21

2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus………………………….. 24


i
2.3.1.Genetik……………………………………………... 24

2.3.2. Sosiodemografi ……………………………………. 25

2.3.3.Pola Makan yang Salah……………………………. 25

2.3.4.Obesitas …………………………………………… 25

2.3.5. Faktor Kehamilan…………………………………. 26

2.4. Kerangka Konsep………………………………………… 27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian……………………………………………. 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………... 28

3.2.1. Lokasi Penelitian…………………………………… 28

3.2.2. Waktu Penelitian…………………………………… 28

3.3 Populasi dan Sampel……………………………………… 28

3.3.1. Populasi……………………………………………. 28

3.3.2. Sampel……………………………………………... 29

3.4. Defenisi Operasional……………………………………... 29

3.5. Metode Pengumpulan Data………………………………. 30

3.6. Teknik pengolahan Data………………………………….. 30

3.7. Analisis Data……………………………………………… 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN\

4.1. Gambaran Umum…………………………………………….. 33

4.2. Hasil penelitian………………………………………………. 34

BAB V KESIMPULAN DAN HASIL

ii
5.1. Kesimpulan……………………………………………….. 42

5.2. Saran……………………………………………………… 42

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

3.4 Definisi Operasional……………………………………………… 30

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bukti Bimbingan Proposal Secara Online……………… 48

Lampiran 2. Bukti Pembayaran Uang UAP…………………………... 50

Lampiran 3. Lembar Bimbingan Proposal Pengesahan ……………… 51

Lampiran 4. Berita Acara Proposal…………………………………… 52

Lampiran 5. Hasil Observasi Penelitian………………………………. 54

Lampiran 6. Master data………………………………………………. 55

v
BAB I
PENDAHAULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting, dimana menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas

yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan

prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. (WHO

Global Report, 2016). DM merupakan penyakit yang sering disebut dengan silent

killer yaitu penyakit gangguan metabolik menahun yang lebih dikenal sebagai

pembunuh manusia secara diam-diam.

Berdasarkan laporan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi

adanya kenaikan jumlah penderita DM di dunia dari 425 juta jiwa pada tahun

2017 menjadi 629 juta jiwa pada tahun 2045. Hal ini mencerminkan peningkatan

faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa

dekade terakhir, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara

berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi.

Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih

tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan

meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga

persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase

kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih

tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-

negara berpenghasilan tinggi. (WHO, 2016).

1
Prevalensi penderita DM secara global tahun 2015 mencapai 5,6%. Tahun

2015 satu dari sebelas orang dewasa menderita DM dan diperkirakan pada tahun

2040 akan meningkat menjadi satu dari sepuluh orang dewasa akan menderita DM

dan satu dari tujuh kelahiran anak menderita diabetes gestasional, dan 542 ribu

anak menderita DM tipe 1. Selanjutnya satu dari dua penderita DM tidak

terdiagnosa sehingga 12% kesehatan dunia mengeluarkan dana untuk pengobatan

DM (IDF, 2015).

Di Asia Tenggara diperkirakan adanya kenaikan jumlah penderita DM dari

82 juta pada tahun 2017 menjadi 151 juta pada tahun 2025. Indonesia merupakan

Negara ke-7 dari 10 besar negara yang diperkirakan memiliki jumlah penderita

DM sebesar 5,4 juta pada tahun 2045 serta memiliki angka kendali kadar gula

darah yang rendah (IDF 2017)

Di Dunia DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling umum dengan

jumlah penderita yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Di Indonesia DM

tipe 2 merupakan penyebab kematian pada penyakit tidak menular (PTM) sekitar

2,1% dari seluruh penyebab kematian (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(Perkeni, 2011).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 berdasarkan diagnosis

dokter pada semua kelompok umur menyatakan prevalensi DM di Indonesia

sebesar (1,5%). Prevalensi berdasarkan jenis kelamin di antaranya pada

perempuan (1,8%) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (1,2%)

dan prevalensi penderita DM diperkotaan (1,9%) lebih tinggi dibandingkan

2
dengan pedesaan (1,0%). Berdasarkan umur tertinggi pada kelompok umur 55-64

sebesar (6,3%) dan kelompok umur 65-74 sebesar (6,0%).

Berdasarkan data Riskesdas dalam angka Provinsi Sumatera Utara tahun

2018 menyatakan bahwa prevalensi penderita DM di Sumatera Utara pada tahun

2018 sebesar (1,39%). Prevalensi pada kelompok laki-laki sebesar (1,97%) dan

pada kelompok perempuan sebesar (2,09%). Prevalensi yang tertinggi terdapat di

Kabupaten Binjai (2,04%) dan diikuti oleh Kabupaten Deli Serdang (1,9%), Kota

Gunungsitoli (1,89%), KotaTebing Tinggi (1,86%), Kabupaten Toba Samosir

(1,83%) sedangkan prevalensi terendah terdapat di Kabupaten Pakpak Barat

(0,1%), Kabupaten Padang Lawas (0,37%), Kabupaten Tapanuli Utara (0,42%),

Kabupaten Humbang Hasundutan (0,44%), Kabupaten Mandailing Natal (0,47%)

dan Kabupaten Nias Utara (0,54%).

Berdasarkan hasil penelitian Sipayung, dkk (2017) yang meneliti Puskemas

Padang Bulan Medan menyatakan bahwa ada hubungan aktifitas fisik dengan

kejadin diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan penelitian Dafriani, P (2018) yang

meneliti di RSUD dr. Rasidin Padang menyatakan bahwa ada hubungan aktifitas

fisik dengan pola makan degan kejadian diabetes mellitus. Hal ini berkaitan

dengan pola perilaku dan pola makan yang tidak sehat. Dari penelitian ini dapat

dikaitkan dengan perilaku masyarakat nias utara yang sedikit beraktivitas fisik

atau berolah raga tidak rutin dan pola makan yang tidak sehat dengan

mengonsumsi makan berlemak tinggi seperti daging babi yang menjadi kebiasaan

daging pokok dari setiap acara/pesta. Selain itu, penyuluhan mengenai diabetes

3
mellitus di wilayah kerja Puskesmas Lotu belum maksimal sehingga perilaku

masyarakat dalam mencegah diabetes mellintus masih kurang.

Berdasarkan hasil penelitian Tithalia, R (2018) yang meneliti di RSU Adam

Malik Medan didapatkan bahwa proporsi penderita Diabetes Mellitus paling

banyak berjenis kelamin laki-laki (72,6%), kelompok usia kategori 56-65

(39,5%), wiraswasta (41,1%), tingkat pendidikan terakhir SMA (62,9%).

Berdasarkan hasil penelitian Prasetyani dan Apriani (2017) didapatkan bahwa

proporsi penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 terbanyak pada jenis kelamin

perempuan sebesar (66,4%), status pekerjaan sebagai pensiunan/dll sebesar

(84,9%), Pendidikan SMA/PT sebanyak (51,3%), dan rata-rata umur 60,8 tahun.

Berdasarkan penelitian Risanti yang meneliti di RSU Dr. Pirngadi (2016),

menyatakan bahwa komplikasi penderita DM tipe 2 paling banyak yakni TB paru

(30,2%), Hipertensi (23,4%), Ulkus Diabetik (12,8), Stroke (7,9%), Hiperglikemia

(6,8), Penyakit Jantung Koroner (5,3%), Nefropati Diabetik (4,5%), Neuropatik

Diabetik (3,4%), Retinopati Diabetik (3,0%) dan sumber biaya yang paling

banyak digunakan pasien adalah BPJS sebesar (75,4%) dan pasien dengan biaya

non BPJS (24,5%)

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara Tahun didapatkan jumlah pasien DM tipe 2 yang berobat

pada tahun 2017 sebanyak 27 orang, pada tahun 2018 pasien baru penderita DM

tipe 2 bertambah 8 orang sehingga jumlah pasien berobat sebanyak 35 orang, pada

tahun 2019 pasien baru penderita DM tipe 2 bertambah 4 orang sehingga jumlah

4
pasien DM tipe 2 yang berobat sebanyak 39 orang, dan hingga Januari-April 2020

pasien baru penderita DM tipe 2 bertambah 1 orang sehingga total pasien DM tipe

2 yang berobat di Puskemas Lotu sebanyak 40 orang.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang

Karakteristik Penderita DM tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten

Nias Utara Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah

sebagai berikut: “ Bagaimana Karakteristik Pasien Penderita Diabetes mellitus

tipe 2 di Wilayah kerja Puskemas Lotu Kabupaten Nias Utara Tahun 2020”?.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita Diabetes mellitus tipe 2 di

Wilayah kerja Puskemas Lotu Kabupaten Nias Utara Tahun 2020.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten Nias

Utara Tahun 2020

2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan jenis kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten

Nias Utara Tahun 2020

5
3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten

Nias Utara Tahun 2020

4. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten Nias

Utara Tahun 2020

5. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan Status Komplikasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara Tahun 2020

6. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan sumber biaya berobat Di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara Tahun 2020

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi tempat penelitian (Puskesmas Lotu)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

mengenai karakteristik penderita diaetes mellitus tipe 2 (umur, jenis

kelamin, suku,agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, riwayat

penyakit keluarga, status komplikasi, sumber biaya berobat) bagi pihak

Puskesmas Lotu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada penderita

DM tipe 2.

2. Bagi peneliti

6
Menambah wawasan penulis tentang permasalahan DM tipe 2 dan

peneliti mengetahui karakteristik penderita diabetes mellitus tipe 2 dan

nantinya dapat menjadi bekal peneliti dalam pengaplikasian di masyarakat.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dari karakteristik penderita diabetes mellitus di

Puskesmas Lotu sebagai data dasar untuk penelitian selajutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus

7
2.1.1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015).

Menurut American Diabetes Association (2016), diabetes merupakan

suatu penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang lama

atau terus menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk

mengurangi risiko multifaktoral.

2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 adalah kelompok DM paling umum yang terjadi

karena penyebab yang bervariasi, dari dominasi insulin resistensi relatif sampai

defek sekresi insulin (Bustan, 2015).

Pada tipe ini pankreas relative menghasilkan insulin tetapi insulin yang

bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan.

Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor risiko DM Tipe 2

adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,

pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita

diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2016).

2.2.1. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (terdiri dari

karbohidrat, lemak, dan protein). Kemudian glukosa akan diserap melalui dinding

usus dan disalurkan dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan

8
meningkat melebihi glukosa yang dibutuhkan dalam proses pembentukan energi

tubuh. Glukosa dalam darah yang tinggi akan merangsang sel pankreas untuk

mensekresikan insulin. Insulin merupakan hormon anabolik utama yang

mendorong penyimpanan zat gizi yaitu penyimpanan glukosa sebagai glikogen di

hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan

penyimpanannya di jaringan adiposa serta penyerapan asam amino dan sintesis

protein di otot rangka. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30 – 45 menit setelah

makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring

dengan penurunan kadar glukosa darah sekitar 120 menit setelah makan.

Resistensi Insulin Diabetes Tipe 2 didisertai dengan penurunanreaski intrasel.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Dalam pencegahan terbentuknya glukosa darah harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Meskipun terjadi

gangguan sekresi insulin, yang merupakan cirri khas diabetes mellitus tipe 2,

namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya (Syamiyah, 2014)

2.2.2. Gejala Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Melitus sering muncul tanpa gejala. Kecurigaan adanya DM

perludipikirkan apabila terdapat gejala klasik DM seperti dibawah ini (PERKENI,

2015):

9
1. Gejala klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Gejala lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal-gatal, penglihatan

kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritas vulvae pada wanita.

Keluhan ini merupakan penyulit yang disebabkan menurunnya pertahanan

tubuh. Apabila penderita terserang infeksi, kuman-kuman akan berkembang pesat.

Penderita juga mengalami gangguan saraf tepi sehingga lebih mudah menderita

luka. Hal ini terjadi karena berkurangnya mekanisme pertahanan tubuh dan

deteksi dini, yaitu rasa sakit.

2.2.3. Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2

Dahulu pemeriksaan glukosa dan keton urine adalah satu-satunya cara bagi

pasien diabetes untuk mengetahui status glikemik dari hari kehari. Pengukuran

kadar glukosa urine menggambarkan kadar glukosa darah secara tidak langsung

dan bergantung pada ambang rangsang ginjal yang bagi kebanyakan orang sekitar

180 mg/dl. Pemeriksaan glukosa urine tidak memberikan informasi tentang kadar

glukosa darah di bawah batas kemampuan tersebut, sehingga tidak dapat

membedakan normoglikemia dan hipoglikemia (Soewondo, P., 2013).

Kriteria diagnosis DM dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

(Widodo dkk, 2015) :

a. Gejala klasik DM disertai kadar Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 200

mg/dl. Pengambilan sampel gula darah sewaktu dilakukan sewaktu-waktu

tanpa memperhitungkan jarak waktu terakhir makan. Gejala klasik DM

10
adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan tanpa

diketahui sebabnya.

b. Gejala klasik DM disertai kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 md/dl.

Gula darah puasa diambil setelah tidak ada intake kalori selama minimal 8

jam.

c. Gula darah plasma 2 jam post prandial (GDPP) 200 mg/dl selama Test

Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Cara pelaksanaan TTGO (PERKENI, 2014) :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan dalam

sehari-hari dengan karbohidrat yang cukup dan tetap melakukan kegiatan

jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan.

Namun, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

3. Diperiksa konsentrasi kadar glukosa darah puasa.

4. Diberikan beban glukosa 75 gram pada orang dewasa atau 1,75 gram/kgBB

(berat badan) untuk anak-anak yang dilarutkan dalam air 250 ml dan

diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan orang yang

diperiksa tetap istirahat dan tidak diperbolehkan untuk merokok.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3

yaitu:

a) <140 mg/dl adalah normal.

11
b) 140-<200 mg/dl adalah toleransi glukosa terganggu.

c) 200 mg/dl adalah DM.

2.2.4. Pemantauan Kendali Diabetes Mellitus Tipe 2

Pemantauan status metabolik penyandang DM merupakan hal yang

penting sebagai bagian dari pengelolaan DM. Hasil pemantauan tersebut

digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian

diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah yang

normal. Untuk mengetahui status metabolik penyandang DM dapat dinilai dengan

beberapa paremeter antara lain: perasaan sehat secara subjektif, perubahan berat

badan, kadar glukosa darah, kadar glukosa urine, kadar keton darah, kadar keton

urine, kadar hemoglobin glikat dan kadar lipid darah. Parameter inilah yang secara

berkala dievaluasi pada pengelolaan DM (Soewondo, P., 2013).

Berdasarkan (Soewondo, P., 2013) pada penyandang DM, glikosilasi

hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah

selama 8-10 minggu terakhir. Bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran

normal antara 70-140 mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka hasil A1C akan

menunjukkan nilai normal. Hasil pemeriksaan A1C merupakan pemeriksaan

tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan

berguna pada semua tipe penyandang DM. Nilai A1C juga merupakan prediktor

terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi diabetes. Pemeriksaan A1C ini

relatif mahal dan harus dilakukan di laboratorium. Tetapi saat ini telah tersedia

metode yang lebih praktis, sepat dan dapat dilakukan di klinik pada saat

12
konsultasi. Dengan satu kali pemeriksaan kita dapat mengukur rata-rata status

glikemik dalam 5-12 minggu terakhir.

Pemeriksaan A1C dilakukan sekurangnya 2 kali dalam setahun pada

pasien yang telah mencapai target tetap (kendali glukosa stabil). Pada pasien yang

terapinya diubah atau yang belum mencapai target kendali glukosa, pemeriksaan

A1C sebaiknya dilakukan 4 kali setahun. Pemeriksaan A1C harus dilakukan

secara rutin pada seluruh penderita DM, baik saat kunjungan awal maupun

sebagai bagian dari pengobatan selanjutnya (Soewondo, P., 2013).

2.2.5. Epidemiologi Diabetes Mellitus

1. Distribusi dan Frekuensi

a. Menurut Orang

Diabetes tipe 2 adalah bentuk diabetes yang paling umum dan telah

meningkat seiring dengan budaya dan perubahan sosial. Di negara-negara

berpenghasilan tinggi, beberapa penelitian memperkirakan bahwa sekitar 87%

sampai 91% dari semua penderita diabetes diperkirakan memiliki diabetes tipe 2

(IDF, 2015). Secara global kelompok umur 65-79 tahun menunjukkan prevalensi

diabetes tertinggi pada wanita dan pria (IDF, 2017).

Berdasarkan Riskesdas (2013), proporsi penderita DM di Indonesia

berdasarkan jenis kelamin yaitu, perempuan 7,70% dan laki-laki 5,60%. Proporsi

penderita DM berdasarkan usia yaitu, lebih banyak pada usia 65-74 tahun dan >75

tahun 13,20% dan lebih sedikit pada usia 15-24 tahun 1,10%. Proporsi

berdasarkan tingkat pendidikan yaitu, lebih banyak pada tingkat tidak sekolah

10,40% dan lebih sedikit pada tingkat tamat SMA/MA 5,20%.

13
b. Menurut Tempat

Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) 2017, China

merupakan negara yang memiliki penduduk dengan jumlah penderita diabetes

usia dewasa tertinggi di dunia dengan prevalensi sebesar 10,9%, sedangkan

Indonesia berada di posisi ke 6 dengan prevalensi penderita diabetes sebesar

6,7%. Selain itu, prevalensi penderita diabetes lebih tinggi di daerah perkotaan

(10,2%) dibandingkan daerah pedesaan (6,9%) (IDF, 2017).

c. Menurut Waktu

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, Prevalensi DM di

Indonesia tahun 2007 (1,1%) dan tahun 2013 (2,1%) (Depkes, 2013). Menurut

laporan Global Status Report of Non communicable Disease 2014 WHO,

kematian akibat penyakit tidak menular pada tahun 2012 yang terdiri dari penyakit

kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis dan DM antar usia 30 sampai

70 tahun pada tahun 2010 sebesar 23,8% dan tahun 2012 sebesar 23,1% (WHO,

2014).

2.2.6. Komplikasi Diabetes Mellitus

1. Komplikasi akut Diabetes Mellitus

a. Hipoglikemia.

Hipoglikemia adalah keadaan penurunan kadar glukosa darah dengan

gejala berupa gelisah, tekanan darah menurun, lapar, mual, lemah, lesu, keringat

14
dingin, gangguan menghitung sederhana, bibir dan tangan gemetar, sampai terjadi

koma (Irianto, 2014).

Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai normal

(< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang

dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi

bahkan dapat mengalami kerusakan (Fatimah, 2015).

b. Hiperglikemia

Keadaan ini berlawanan dengan hipoglikemia. Keadaan kelebihan gula darah

yang biasanya disebabkan oleh makan secara berlebihan, stress emosional, dan

penghentian obat DM secara mendadak. Gejalanya berupa penurunan kesadaran

serta kekurangan cairan (Irianto, 2014).

Hiperglikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti

gastroparesis, disfungsi ereksi dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang

berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang

berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik yang dapat berakibat fatal dan

membawa kematian (Depkes, 2005).

c. Ketoasidosis.

Ketoasidosis terbagi atas dua, yaitu : Ketoasidosis diabetik (KAD) dan

Hiperosmolar non ketotik (HONK).

a. Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi dimana adanya peningkatan

senyawa keton yang bersifat asam dalam darah yang berasal dari asam lemak

15
bebas hasil pemecahan sel-sel lemak jaringan. Gejala dan tandanya dapat berupa

nafsu makan turun, merasa haus, banyak minum, banyak kencing, mual dan

muntah, nyeri perut, pernapasan cepat dan dalam, napas berbau khas (keton),

hipotensi, penurunan kesadaran sampai koma (Irianto, 2014).

b. Hiperosmolar non ketotik (HONK) adalah suatu sindrom yang sering

ditemukan pada penderita usia lanjut. Hampir separuh pasien mempunyai riwayat

DM dengan HONK ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat

dan disertai adanya menurunnya kesadaran (Laporan WHO, 2000). Perjalanan

klinis HONK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari

sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai

poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan.

Faktor yang memulai timbulnya HONK adalah dieresis glukosuria.

Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam

mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan

kandungan air dalam tubuh (Widodo dkk, 2015).

2. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus

Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah

di seluruh tubuh (angiopati diabetik). Angiopati diabetik terbagi menjadi dua,

yaitu : makroangiopati dan mikroangiopati:

a. Komplikasi yang Mengenai Makroangiopati

16
1. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Insidens PJK meningkat pada pengidap DM dengan hiperglikemia.

Penyakit ini menjadi penyebab utama kematian. Faktor peningkatan risiko PJK

pada pasien DM antara lain, yaitu : rokok, hipertensi, resistensi insulin yang

timbul akibat kelebihan berat badan dan hiperlipidemia (Agoes, 2010).

2. Kaki Diabetik

Kaki diabetik merupakan masalah yang paling serius yang paling sering

terjadi ketika ada kerusakan saraf atau neuropati. Pada saat kaki sudah hilang rasa,

sehingga apabila kaki terluka penderta tersebut tidak terasa ada luka di kakinya

(ADA, 2015). Menurut Pusat Diabetes, kaki diabetik merupakan salah satu

komplikasi yang paling ditakuti, karena dapat menyebabkan gangren dan

amputasi kaki. Kaki diabetik umumnya didahului oleh adanya ulkus (tukak ,

luka). Gejala saraf yang sering dikeluhkan yaitu :

a) Rasa nyeri pada kaki seperti rasa terbakar.

b) Tidak berasa.

c) Rasa tebal pada kaki.

d) Perasaan panas atau dingin.

e) Penurunan ambang rasa sakit sampai mati rasa, terhadap rasa suhu dan

rasa getar.

f) Produksi keringat yang menurun, kulit yang kering dan pecah-pecah.

Penderita DM perlu waspada akan timbul bisul dan infeksi kaki, yang

dapat terjadi akibat gesekan sepatu baru atau sepatu yang tidak cocok;

17
penebalan kulit yang tidak diobati dan luka akibat berjalan tanpa alas kaki

(Agoes, 2010).

b. Komplikasi yang Mengenai Mikroangiopati

1. Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik dapat terjadi akibat pecahnya bagian dalam pembuluh

darah retina karena tersumbat. Retinopati yang berakibat kebutaan disebabkan

kelainan pada retina (Agoes, 2010). Retinopati diabetik merupakan penyebab

kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun.

Pasien DM memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding

nondiabetes. Pada waktu diagnosis DM tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik DM

ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik nonproliferatif.

Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk yang paling ringan dan

sering tidak memperlihatkan gejala. Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas

hasil pemeriksaan funduskopi. Namun, dalam klinik pemeriksaan dengan

oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining (Widodo dkk, 2015).

2. Nefropati diabetik

Ketika tubuh kita mencerna protein yang di makan, ginjal dengan jutaan

pembuluh darah kecil atau kapiler bertindak sebagai filter. Saat darah mengalir

melalui pembuluh darah, molekul protein disaring oleh ginjal dan dikeluarkan

melalui urin. Tingginya kadar gula darah membuat ginjal menyaring terlalu

18
banyak darah. Setelah bertahun-tahun ginjal mengalami kerusakan sehingga

protein yang berguna bagi tibuh hilang bersama urin yang dikeluarkan tubuh

(ADA, 2013).

Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin 30

mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6

bulan (PB PAPDI, 2006). Hampir 20-30% penderita DM akan mengalami

kelainan ginjal dalam perjalanan penyakitnya (Laporan WHO, 2000). Neuropati

adalah komplikasi saraf tepi yaitu terasa tebal atau terbakar pada kaki atau tangan

(PERKENI, 2014). Ketika glukosa darah dan tekanan darah yang terlalu tinggi,

DM dapat memicu terjadinya kerusakan di seluruh tubuh. kerusakan ini dapat

menyebabkan masalah pencernaan dan buang air kecil, disfungsi ereksi dan

sejumlah fungsi lainnya.

2.2.7. Sumber Biaya Pengobatan DM Tipe 2

Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,

menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh

akses dan sumber biaya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Pasien penderita DM Tipe dua dapat melakukan pengobatan di layanan

kesehatan baik dengan biaya secara mandiri/umum/biaya sendiri ataupun melalui

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN merupakan salah satu bentuk

reformasi di bidang kesehatan bertujuan untuk memberikan kepastian jaminan

kesehatan yang menyeluruh. Undang-undang No. 24 Tahun 2011 payung hukum

penyelenggarakan Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatn (BPJS) yang

19
didirikan sejak tanggal 1 Januari 2014 yang selaras dengan tujuan Organisasi

Kesehatan Dunia dalam mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua

penduduk. BPJS kesehatan merupakan badan hukum yang bentuk untuk

menyelenggarakan program kesehatan.

2.2.8. Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2

1. Pencegahan primordial Diabetes Mellitus Tipe 2

Pencegahan primordial dilakukan untuk mencegah munculnya faktor

predisposisi terhadap penyakit DM tipe 2. Sasaran dari pencegahan primordial

adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki risiko tinggi, agar

berperilaku positif mendukung kesehatan umum dan upaya menghindari diri dari

risiko DM misalnya berperilaku hidup sehat, tidak merokok, makan makanan

bergizi dan seimbang, melakukan kegiatan jasmani yang memadai. Tujuan dari

pencegahan primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup social

ekonomi dan kultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit Upaya ini

terutama ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang menunjukkan

peningkatan termasuk DM tipe 2 .

2. Pencegahan primer Diabetes Mellitus Tipe 2.

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang

memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk

mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Pencegahan primer dilakukan

dengan memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan kepada masyarakat

berupa informasi mengenai DM tipe 2. Selain itu, perencanaan pola makan yang

20
baik dan aktivitas fisik yang cukup diperlukan sebagai bentuk pencegahan

terhadap DM tipe 2.

a. Penyuluhan

Tujuan pendidikan kesehatan bagi penyandang DM tipe 2 adalah

memberikan dan meningkatkan pengetahuan mengenai DM tipe 2, kemudian

selanjutnya dapat mengubah perilakunya sehingga dapat mengendalikan kondisi

penyakitnya. Akhirnya, penyandang DM tipe 2 dapat memiliki hidup yang lebih

berkualitas (Basuki, 2015).

b. Latihan jasmani

Pada DM tipe 2, olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa

darah. Produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita

penyakit ini. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respons reseptor

terhadap insulin. Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu

transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin.

Permeabilitas membrane terhadap glukosa meningkat pada otot yang

berkontraksi. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya

sensitivitas insulin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada

penyandang DM tipe 2 akan berkurang. Respons ini hanya terjadi setiap

berolahraga, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama. Oleh

karena itu olahraga harus dilakukan terus menerus dan teratur (Ilyas, 2015).

c. Perencanaan pola makan

Rekomendasi diet oleh WHO dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO)

21
untuk pencegahan diabetes tipe 2 termasuk membatasi asupan asam lemak jenuh

hingga kurang dari 10% dari total asupan energi (dan untuk kelompok berisiko

tinggi, kurang dari 7%); dan mencapai asupan serat makanan yang cukup (asupan

harian minimal 20 g) melalui konsumsi reguler sereal gandum, kacang-kacangan,

buah-buahan dan sayuran . WHO sangat menganjurkan mengurangi asupan gula

hingga kurang dari 10% dari total asupan energi dan menunjukkan bahwa

pengurangan lebih lanjut hingga 5% dapat memiliki manfaat kesehatan tambahan

(WHO, 2016).

3. Pencegahan sekunder Diabetes Mellitus Tipe 2

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

komplikasi pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Diagnosa DM harus

didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan

hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus

diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.

Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa

dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Pemeriksaan HbA1c juga dapat dijadikan sebagai salah satu criteria

diagnosa DM. HbA1c mencerminkan glukosa plasma rata-rata selama delapan

hingga 12 minggu sebelumnya yang dapat dilakukan kapan saja sepanjang hari

dan tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa. Kadar HbA1c yang

digunakan untuk menegakkan diagnosa DM adalah ≥ 6,5% (Perkeni, 2015).

Diagnosa harus dikonfirmasikan dengan tes HbA1c ulangan, kecuali gejala klinis

22
dan kadar glukosa plasma > 11.1mmol / l (200 mg / dl) yang ada di mana tidak

diperlukan pengujian lebih lanjut (WHO, 2011).

4. Pencegahan tersier Diabetes Mellitus Tipe 2

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut

serta meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan

sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap

dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Pencegahan tersier memerlukan

pelayanan kesehatan komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait,

terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai

disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,

rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam

menunjang keberhasilan pencegahan Tersier (Perkeni, 2015).

23
2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

2.3.1. Genetik

Diabetes tipe 2 memiliki komponen genetik yang kuat. Gen-gen utama

yang mempengaruhi gangguan ini belum dapat diidentifikasi, tetapi jelas bahwa

penyakit ini poligenik dan multifaktorial. Berbagai lokus genetik berkontribusi

terhadap kerentanan, dan faktor lingkungan (seperti nutrisi dan aktivitas fisik)

memodulasi lebih lanjut ekspresi fenotipik penyakit. Konkordansi DM tipe 2 pada

kembar identik adalah antara 70 dan 90%. Individu dengan orang tua dengan DM

tipe 2 memiliki peningkatan risiko diabetes; jika kedua orang tua memiliki DM

tipe 2, risikonya mendekati 40%. resistensi insulin, seperti yang ditunjukkan oleh

pengurangan pemanfaatan glukosa di otot rangka, hadir di banyak kerabat

nondiabetes pertama pada individu dengan DM tipe 2 (Powers, 2008).

2.3.2. Sosiodemografi

DM dapat terjadi akibat gangguan autoimun yang di tandai dengan

kerusakan sel-sel beta langerhans. Dm tipe 1 banyak ditemukan pada anak usia

muda. Sebaliknya. DM tipe 2 banyak ditemukan pada lansia, karena berhubungan

dengan degenerasi atau penurunan organ yang berakibat pada menurunnya fungsi

endokrin (Bustan, 2007).

DM dapat terjadi pada semua kelompok umur. DM tipe1 biasanya terjadi

pada usia muda ataupun juga pada orang yang berusia 40 tahun, sedangkan DM

tipe 2 biasanya disebut DM yang terjadi pada usia dewasa. Kebanyakan kasus DM

tipe 2 terjadi sesudah umur 40 tahun (Riyadi, 2008).

24
Berdasarkan penelitian Trisnawati dan Setyorogo (2013), yang meneliti di

Puskesmas Kecamatan Cangkareng Jakarta Barat menyatakan bahwa ada

hubungan riwayat keluarga dengan kejadian diabetes mellitus sedangkan jenis

kelamin, pekerjaan, pendidikan tidak berhubungan dengan kejadian diabetes

mellitus. Pada penelitian Nur dkk (2016) menyatakan bahwa ada hubungan jenis

kelamin dengan kejadian diabetes mellitus

2.3.3. Pola makan yang salah

Pola makan yang salah dapat menyebabkan kenaikan kadar gula darah

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 . Gaya hidup di perkotaan dengan pola makan

yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan masyarakat cenderung

mengkonsumsi makanan secara berlebihan, selain itu pola makanan yang serba

instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat

mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (Frankilawati, 2013).

Secara teori, tidak terkontrolnya kadar gula darah pada pasien DM tipe 2

yang asupan karbohidratnya melebihi kebutuhan disebabkan oleh tingginya

pembentukan gula yang bersumber dari karbohidrat dan rendahnya reseptor

insulin, sementara pada pasien DM tipe 2, jumlah insulin bisa normal atau lebih,

tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel yang kurang

(Idris, dkk, 2014).

2.3.4. Obesitas

Obesitas menyumbang 80 - 85% dari keseluruhan risiko pengembangan

DM tipe 2 dan mendasari penyebaran global penyakit saat ini. Risiko DM tipe 2

meningkat seiring indeks massa tubuh (BMI) meningkat di atas 24 kg / m 2,

25
meskipun risiko tampaknya hadir dalam hubungan dengan potongan BMI yang

lebih rendah pada orang Asia. Sementara obesitas sentral adalah faktor yang

sangat kuat, itu dapat memberi risiko lebih lanjut terlepas dari tingkat keseluruhan

obesitas umum.

Diet menjadi kunci utama penurunan berat badan. Para ahli mengakui

bahwa dengan diet yang benar dapat mengurangi kandungan lemak dalam tubuh.

Diet rendah kalori dan tinggi serat perlu dilakukan bersamaan dengan olahraga

setiap hari, sehingga tercapai keseimbangan negatif, dimana pembakaran kalori

lebih banyak daripada pemasukan. Aktivitas fisik penting sekali untuk kesehatan

jantung dan pembuluh darah, terutama pada obesitas yang disertai komplikasi.

Bagi pasien diabetes, olahraga akan menghilangkan timbunan lemak di perut dan

memperbaiki kontrol gula darah (Tandra, 2014).

2.3.5. Faktor kehamilan

Pada saat seorang wanita hamil terjadi perubahan metabolisme endokrin

dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan

menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat mencapai 3 kali lipat

dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi

insulin, maka dapat menyebabkan hiperglikemia. Resistensi insulin juga dapat

terjadi akibat adanya hormon esterogen, progesteron, prolaktin dimana hormon-

hormon tersebut dapat mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga menekan

kerja insulin (Riyadi, 2008).

2.4. Kerangka Konsep


26
Adapun kerangka konsep penelitian tentang Karakteristik Penderita DM

Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara Tahun 2020

adalah sebagai berikut :

Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe II

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Pendidikan

4. Pekerjaan

5. Status Komplikasi

6. Sumber Biaya Berobat

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
27
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitan deskriptif dengan

menggunakan desain case series. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik pasien penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara Tahun 2020.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara.

Pemilihan lokasi penelitian ini atas pertimbangan bahwa di Puskesmas ini tersedia

data yang dibutuhan dan belum pernah dilakukan penelitian tentang Karakteristik

Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten

Nias Utara Tahun 2020.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April – Juni 2020.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh penderita Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara pada bulan

januari-april tahun 2020 dengan jumlah penderita sebanyak 40 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah semua jumlah penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Januari – April Tahun 2020 sebanyak 40 orang

28
yang tercatat di kartus status sesuai diagnosa dokter dan pemeriksaan

laboratorium. Besar sampel sama dengan jumlah populasi (total sampling).

3.4 Definisi Operasional


No Variabel Defenisi Alat Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur

1 Umur Umur penderita Rekam 1. ≤ 40 Tahun Ordinal


Responden DM tipe 2 yang Medik 2. >40 Tahun
dikelompokkan
dalam 2 kategori
yakni
dibawah/sama
dengan 40 tahun
dan diatas 40
tahun yang
tercatat sesuai
dengan kartu
status pasien
2. Jenis Jenis kelamin Rekam 1. Laki-laki Nominal
kelamin penderita DM Medik 2.Perempuan
responden tipe 2 sesuai
dengan yang
tercatat di kartu
status pasien
3. Pendidikan pendidikan Rekam 1. Tidak Sekolah Ordinal
formal terakhir Medik 2. SD
yang pernah 3. SMP
dimiliki oleh 4. SMA
penderita DM 5.
tipe 2 sesuai Akademi/Sarjana
dengan yang
tercatat pada
kartu status
pasien,
4. Pekerjaan Kegiatan Rekam 1. Tidak bekerja Nominal
penderita DM Medik 2. Bekerja
tipe 2 untuk
memenuhi
kebutuhan hidup
keluarga sesuai
dengan yang
29
tercatat pada
kartu status
pasien
5. Status Keterangan Rekam 1.Tanpa Nominal
Komplikasi mengenai ada Medik komplikasi
tidaknya 2.Dengan
komplikasi pada komplikasi
penderita DM
Tipe 2 sesuai
dengan yang
tertulis di kartu
status
6. Sumber Asal biaya Rekam 1.Biaya Nominal
Biaya pengobatan Medik sendiri/Umum
penderita DM 2.Bukan biaya
Tipe 2 saat sendiri (Askes,
berobat di BPJS,
Puskemas sesuai Jamkesmas,
dengan yang Jamsostek)
tertulis di kartu
status

3.5. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercatat pada kartu

status penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten Nias

Utara Tahun 2020 dan di catat sesuai dengan variabel yang diteliti.

3.6. Teknik Pengolahan data

Pengolahan data menggunakan computer dilakukan melalui suatu proses

dengan tahapan sebagai berikut:

30
1. Edit ( Editing )

Pemeriksaan data bertujuan untuk memeriksa data yang telah diperoleh

yakni isian formulir yang sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

2. Kode ( Coding )

Coding adalah mengklasifikasikan data rekam medik ke dalam kategori.

Pemeriksaan kode atau tanda pada tiap data yang telah dikumpulkan untuk

mempermudah memasukkan ke dalam tabel.

3. Skor ( Scoring )

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu

diberikan penilaian atau skor.

4. Tabulasi ( Tabulating )

Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel. Dan mentabulasi semua data

dan bentuk tabel distribusi kemudian di tentukan persentase untuk tiap kategori.

3.7 Analisa Data

Analisis data yang digunakan adalah analisa univariat yang bertujuan untuk

menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik yang telah dikumpulkan dan

31
dilakukan editing, coding, dan tabulasi dari setiap karakteristik penelitian. Pada

umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dari karakteristik

dan disajikan dalam bentuk narasi distribusi frekuensi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

32
UPT Puksemas Lotu merupakan salah satu puskesmas yang berada di

Kabupaten Nias Utara yang letaknya berada di Kecamatan Lotu tepatnya di Desa

lawira Satua Kecamatan Lotu Kabupaten Nias Utara. Luas wilayah kerja UPT

Puskesmas Lotu 110.11 Km dengan jumlah penduduk 11.332 jiwa. Batas-batas

wilayah kerja UPT Puskesmas Lotu yaitu:

-sebelah timur : Kecamatan Sitolu Ori

-sebelah barat : Kecamatan Lahewa Timur

-Sebelah Selatan : Kecamatan Namohalu

-Sebelah Utara : Kecamatan Sawo

Berdasarkan estimasi BPS Kabupaten Nias Utara jumlah penduduk

Kecamatan Lotu tahun 2019 adalah sebanyak 12.508 jiwa yang terdiri dari 4.305

jiwa penduduk laki-laki dan 4.699 jiwa penduduk perempuan.

UPT Puskesmas Lotu melakukan pelayanan kesehatan terhadap 12 desa

yang berada di wilayah kerja kecamatan Lotu, yaitu:

1. Hilimayo

2. Hiambanua

3. Balodano

4. Tarahosa

5. Ononamolo II

6. Hilimbaruzo

7. Ononamolo I

8. Sihareo

9. Lolomboli

33
10. Lahagu

11. Taraha

12. Hilimbowo

4.2. Hasil Penelitian


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Lotu tahun 2020,

maka dapat diuraikan hasilnya dalam bentuk distribusi frekuensi dengan jumlah

sampel sebanyak 40 orang

4.2.1. Analisis Univariat

1. Umur

Distribusi proporsi Usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1
Distribusi Proporsi Umur Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
di Puskesmas Lotu Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


≤ 40 5 12,5
>40 35 87,5
Total 40 100

Berdasarkan tabel 4.1. diatas dapat dilihat bawah proporsi distribusi umur

terbanyak penderita DM tipe 2 adalah pada kelompok umur >40 tahun sebesar

87,5% dan pada kelompok umur ≤ 4 tahun sebesar 12,5%. Hal ini menunjukkan

bahwa penderita DM tipe 2 terbanyak pada kelompok lebih tua. Hal sesuai

pendapat Smeltzer dan Bare (2008) yang menyatakan bahwa umur sangat erat

kaitannya dengan kenaikan gula darah, dimana semakin meningkat umur maka

risiko mengalam DM tipe 2 semakin tinggi. Proses menua juga menyebabkan

34
terjadinya perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia tubuh yang salah satu

dampaknya adalah meningkatnya resistensi insulin. Menurut WHO, setelah usia

30-an kadar gula darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat puasa dan anak naik

5,6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan. Selain itu, pada individu yang lebih tua

juga mengalami penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 30% dan

memicu terjadinya resistensi insulin (Yale News, 2010). Pada penelitian ini dapat

disimpulkan bawah semakin tua usia maka gaya hidup berubah dimana aktivitas

berkurang dan pola makan tidak seimbang. Faktor usia merupakan faktor pemicu

DM yang tidak bisa di kontrol. Orang yang berusia 40 tahun rentan terserang DM

meskipun tidak menutupi kemungkinan terjadi pada usia dibawah 40 tahun

(Tobing dkk, 2008). Hal ini terjadi karena umumnya manusia mengalami

penurunan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat pada usia 40

tahun. Penurunan ini akan berisiko pada penurunan fungsi pankreas untuk

memproduksi insulin. Hal ini sesuai dengan jurnal penelitian yang dilakukan oleh

Awad (2011), didapatkan bahwa pasien yang sudah mempunyai usia lebih dari 40

tahun sebanyak 130 pasien (94,2%) sedangkan pasien yang berusia kurang dari 40

tahun hanya delapan pasien (5,8%). Penelitian yang dilakukan di Indonesia DM

sangat jarang dijumpai di umur muda. Umumnya paling banyak didapatkan pada

umur 40-60 tahun.

2. Jenis Kelamin
Distribusi porporsi Jenis Kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2
Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
di Puskesmas Lotu Tahun 2020

35
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 20 50
Perempuan 20 50
Total 40 100

Berdasarkan tabel 4.2. di atas dapat di lihat bahwa distiribusi proporsi

penderita DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin memiliki proporsi yang sama

yakni 50% masing-masing baik laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya

penderita DM tipe 2 banyak diderita oleh perempuan dibandingkan dengan laki-

laki, hal ini diberkaitan dengan perempuan dimana tingginya kadar testosterone

dan rendahnya kadar sex hormone-binding globulin (SHBG). Laki-laki dan

perempuan memiliki risiko sama besar untuk mengalami DM sampai usia dewasa

awal. Setelah usia 30 tahun, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi

dibanding laki-laki (Savitri, 2008). Jika dilihat dari faktor risiko, wanitalebih

berisiko mengalami DM karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan

indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan atau sindrom

premenstrual dan pasca menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi

mudah terakumulasi (Irawan, D., 2010).

3. Pendidikan
Distribusi porporsi Pendidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3.
Distribusi Proporsi Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
di Puskesmas Lotu Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sekolah 11 27,5
36
SMP 7 17,5
SMA 12 30
S1 10 25

Total 40 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat lihat bahwa distribusi proporsi

penderita DM tipe 2 berdasarkan tingkatan pendidikan terbanyak pada tamatan

SMA sebesar 30%, diikuti pasien tidak sekolah sebesar 27,5%, tamatan S1/S2

sebesar 25% dan tamatan SMP 17,5%. Hal ini sejalan dengan Riskesdas 2013

bahwa kejadian DM tipe 2 tertinggi terdapat pada responden yang tamatan SMA.

Pendidikan SMA merupakan level pendidikan menengah, dimana memungkinkan

orang yang perpendidikan tamatan SMA memiliki kesadaran untuk berobat ke

pelayanan kesehatan. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengetahuan dan

kesadaran seseorang untuk berobat (Ramadhan & Marissa, 2015)

4. Pekerjaan
Distribusi Proporsi Pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4
Distribusi Proporsi Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
di Puskesmas Lotu Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Bekerja 36 90
Tidak Bekerja 4 10
Total 40 100

37
Dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita

DM tipe 2 berdasarkan pekerjaan terbanyak pada pasien yang bekerja sebesar

90%. Pasien yang tidak bekerja yakni pensiunan PNS sedangkan pasien yang

bekerja antara lain 45% Petani, 42,5% PNS, dan 2,4% DPR. Hal menunjukkan

bahwa penderita DM tipe 2 dapat mengenai semua orang tanpa mengenal jenis

pekerjaan. Hal ini berbeda dari hasil penelitian Tarigan (2011) di RSU Herna

Medan, diperoleh proporsi penderita DM tipe 2 sebesar 44,3% adalah Ibu Rumah

Tangga. Hal ini berhubungan dengan aktifitas fisik yang merupakan salah satu

faktor risiko terjadinya DM tipe 2.

5. Status Komplikasi

Distribusi porporsi status komplikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4
Distribusi Proporsi Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
di Puskesmas Lotu Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Tanpa Komplikasi 12 30
Dengan Komplikasi 28 70
Total 40 100

Berdasarkan tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi

penderita DM berdasarkan status komplikasi terbanyak adalah pasien dengan

38
komplikasi sebesar 70% dan tanpa komplikasi sebesar 30%. Pasien Diabetes

sangat mudah terkena komplikasi penyakit lain baik penyakit infeksi maupun

noninfkesi. Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi seperti tuberkulosis

paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara

sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit

paru akan menaikkan glukosa darah (Ndraha, 2014).

6. Sumber Biaya

Distribusi porporsi sumber biaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.5
Distribusi Proporsi Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
di Puskesmas Lotu Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Biaya sendiri 3 7,5

Bukan biaya sendiri 37 92,5


(BPJS, Askes, Jamkesmas,
Jamsostek)

Total 40 100

39
Berdasarkan tabel 4.5. diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi

penderita DM tipe 2 berdasarkan sumber biaya paling banyak adalah pasien

dengan menggunakan BPJS/Askes sebesar 92,5% sedangkan pasien umum

sebesar 7,5%.

Berdasarkan hasil studi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi

Surakarta pada tahun 2014 oleh Priharsi, penyakit diabetes melitus menduduk

peringkat ke-3. Selama tahun 2014 ditemukan populasi target sebanyak 450

pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang dibiayai oleh BPJS dan hanya diperoleh 45

pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Hal ini juga dipengaruhi kebijakan

pemerintah untuk menggunakan jaminan kesehatan dalam mengakses pelayanan

kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menawarkan BPJS kesehatan

sebagai salah satu cara dan mulai di berlakukan pada tahun 2014 dan sifatnya

wajib bagi seluruh penduduk Indonesia.

40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Proporsi Penderita DM Tipe 2 berdasarkan usia tertinggi pada kelompok umur

>40 tahun yaitu 87,5%

2. Proporsi Penderita DM Tipe 2 berdasarkan jenis kelamin baik laki-laki maupun

perempuan masing-masing 50%

3. Proporsi Penderita DM Tipe 2 berdasarkan pendidikan tertinggi pendidikan

SMA yaitu 30%

4. Proporsi Penderita DM Tipe 2 berdasarkan pekerjaan tertinggi pasien bekerja

yaitu 90%

5. Proporsi Penderita DM Tipe 2 berdasarkan komplikasi tertinngi dengan

komplikasi yaitu 70%


41
6. Proporsi Penderita DM Tipe 2 berdasarkan sumber biaya tertinggi bukan biaya

sendiri (BPJS/Askes) yaiut 92,5%

5.2. Saran

1. Kepada pihak Puskesmas Lotu agar melengkapi pencatatan dta pada bagian

rekam medic mengenai dta sosiodemograsi secara lengkap.

2. kepada Puskesmas Lotu diharapkan dapat memberikan edukasi dan juga

informasi bagi penderita DM Tipe 2 sebagai bagian dari upaya pencegahan

terjadinya DM tipe 2

3. Kepada penderita DM tipe 2 agar rutin melakukan pemeriksaan kadar glukosa

darah, melakukan diet yang dianjurkan, olahraga yang rutin, dan mengonsumsi

obat secara teratur sehingga kadar gula darah bias terkontrol untuk mencegah

komplikasi yang lebih berat.

42
DAFTAR PUSTAKA

Agoes. 2010. Penyakit di Usia Tua. EGC, Jakarta

American Diabetes Association (ADA), 2013. Kidney Disease (Nephropathy).


http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/kidney-
disease-nephropathy.html

American Diabetes Association (ADA), 2014. Klasifikasi Diabetes


Mellitus.http://care.diabetesjournals.org/content/37/

ADA, 2015. Foot Complications. http://www.diabetes.org/living-with-


diabetes/complications/foot-complications/

ADA, 2016. Standart of Medical Care in Diabetes 2016. USA: American Diabetes
Association. Dikutip dari
http://care.diabetesjournals.org/content/suppl/2015/12/21/39.Supplement_
1.DC2/2016-Standards-of-Care.pdf. Diakses pada tanggal 15 Agustus
2017.

Awad, N. (2011). Gambaran Factor Risiko Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di


Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-UNSRAT RSU Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado Periode Mei 2011-Oktober 2011. Manado :jurnal e-
biomedik

Basuki, E. (2015). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Teknik


penyuluhan diabetes mellitus (Hal. 135-137). Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.

Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Penerbit Rineka


Cipta, Jakarta

Bustan, M. N. (2015). Manajemen pengendalian penyakit tidak menular. Jakarta :


Rineka Cipta

Depkes, 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus.


http://binfar.kemkes.go.id

Fatimah, R., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2. Lampung: Jurnal Sarjana Kedokteran
Vol. 4 No. 5, 99.

Frankilawati, D. A. M. (2013). Hubungan antara pola makan, genetik, dan


kebiasaan olahraga terhadap kejadian diabetes mellitus tipe di Wilayah
Kerja Puskesmas Nusukan Surakarta (Skripsi). Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
43
Dafriani, P.(2018).Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Di RSUD dr. Rasidin Padang. www.researchgate.. net

Idris, A. M., Jafar, N., & Indriasari, R. (2014). Pola makan dengan kadar gula
darah pasien DM tipe 2. Jurnal MKMI, 10(4), 211-218.
https://media.neliti.com/media/publications/212982-pola-makan-
dengankadar-gula-darah-pasien.pdf.

Ilyas, E. I. (2015). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Jakarta : Balai


Penerbit FK UI.

International Diabetes Federation. (2015). Diabetes atlas seventh edition. Diakses


dari https://www.idf.org/e-library/epidemiology-research/diabetesatlas/
13-diabetes-atlas-seventh-edition.html.

International Diabetes Federation. (2017). Diabetes atlas eighth edition. Diakses


dari http://www.diabetesatlas.org/resources/2017-atlas.html.

Irianto, K., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung: Penerbit Alfabeta

Irawan, D. (2010). Prevalensi dan factor risiko kejadian diabetes mellitus tipe 2
di daerah urban di Indonesia. Tesis FKM UI; Jakarta

Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta : Anonim.

Kemenkes RI. (2014). Infodatin pusat data dan informasi kementerian kesehatan
RI. Jakarta : Anonim.

Kemenkes RI. (2015). Rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2015-


2019.Jakarta :Anonim.

Kemenkes. 2020. Rencana Strategi Kemenkes 2020-2024. Jakarta: 2020.


https://www.kemkes.go.id/

Ndraha, S. 2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Jakarta:


Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Wacana

Nur dkk (2016). Hubungan Pola Konsumsi dengan Diabetes Melitus Tipe 2 pada
Pasien Rawat Jalan di RSUD Dr. Fauziah Bireuen Provinsi Aceh. Media
Litbangkes, Vol. 26 No. 3, September 2016, 145-150

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). (2011). Konsensus pengelolaan


diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : Anonim.

44
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2014. Mengenal Lebih
Dalam Tentang Diabetes http://www.blogdokter.net/tag/perkeni/

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.(2015). Konsensus pengolahan dan


pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta : Anonim.

Powers, A. C. (2008). Diabetes Mellitus. USA : The McGraw-Hill Companies,


Inc.

Prasetyani dan Apriani (2017). Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Di


Puskesmas Cilacap Tengah 1 Dan 2. ISBN 978-602-50798-0-1/.
http://ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Prada/article/view/252/177

Ramadhan dan Marissa N, (2015). Karakteristik penderita Diabetes Mellitus


Tipe 2 berdasarkan Kadar HBA1C di Puskesmas Jayabaru Kota Banda
Aceh. SEl 2(2), 49-56

Riskesdas, 2013. Epidemiologi Diabetes Mellitus. Dalam Laporan Pusat Data


dan Informasi

Risanti, Imandwiputra. 2016. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2


dengan komplikasi rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2016.
Skripsi FKM USU, Medan

Riyadi S., dan Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Graha Ilmu, Yogyakarta

Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Sumatera Utara Riset Kesehatan Dasar


Tahun 2018. Medan.

Savitri, R. (2008). Diabetes: Cara Mengetaui Gejala Diabetes Dan


Mendeteksinya Sejak Dini. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta

Smeltzer S.O dan Bare B.G (2008). Brunner & suddarth’s textbook of medical
surgical nursing. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins

Syamiyah (2014). Faktor-faktor kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Wanita di


Puskesmas Kecamatan Pesanggaran Jakarta Selatan Tahun 2014.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Setiati S., Purnamasari D., dan Rinaldi I., 2008. Lima Puluh Masalah Kesehatan
di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing, Jakarta

45
Sipayung, dkk. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 Pada Perempuan Usia Lanjut Di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Bulan Medan Tahun 2017. Jurnal.untar.ac.id

Soewondo P., 2013. Hidup Sehat dengan Diabetes. FKUI, Jakarta

Widodo, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.
InternaPublishing, Jakarta

Tarigan, L.A. (2011). Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan


komplikasi yang dirawat inap di RSU Herna Medan tahun 2009-2010.
Skripsi mahasiswa FKM USU

Tandra, H., 2014. Strategi Mengalahkan Komplikasi Diabetes. Jakarta:Gramedia


Pustaka Utama

Tithalia, Ria, dkk (2018). Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2


Dengan Komplikasi Tuberkulosis Paru Rawat Inap Di Rsup H. Adam
Malik Medan Tahun 2017. Skripsi FKM USU

Trisnawati Dan Setyorogo. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013:6

Tobing, dkk. (2008). Care Your Self DiabetesMellitus. Jakarta:Gramedia Pustaka


Utama

WHO.(2011). Use of glycated haemoglobin (HbA1c) in the


diagnosis of diabetes mellitus. Diakses dari http://www.who.int.

WHO. (2014). Global status report on non communicable


disease 2014. Diakses dari https://apps.who.int.

WHO. (2016). Global report on diabetes. Diakses dari


http://apps.who.int.

Yale News (2010). Yale News Library.


http://web.library.yale.edu/librarynews/2010/11/glad_records_donated_to
_yale_1.html

46
LAMPIRAN 1. Bukti Bimbingan Proposal Secara Online

1. Bimbingan I

2. Revisi Bimbingan I

47
3. Revisi Bimbingan II

4. Revisi Bimbingan III

Lampiran 2. Bukti Pembayaran Uang UAP


48
Lampiran 3. Lembar Bimbingan Proposal

49
Nama : Anaria Nazara
NIM : 180203060
Judul : Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara
Tahun 2020
Nama Pembimbing : Lia Rosa Veronika Sinaga, SKM, M.KM

No. Tanggal Judul/Topik Tanda Tangan Pembimbing


1. Sabtu, 04 April Konsul Judul
2020

2. Sabtu, 02 Mei Konsul Bab I – Bab III


2020

3. Jumat, 22 Mei Konsul Bab I – Bab III


2020 dan ACC Proposal

4. Minggu, 31 Mei ACC Revisi Proposal


2020

Lampiran 4. Berita Acara Proposal

BERITA ACARA PERBAIKAN SEMINAR PROPOSAL

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


50
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Pada hari ini 05 Juni 2020 telah diadakan seminar proposal oleh :

Nama : ANARIA NAZARA

NIM : 180203060

Peminatan : PROMOSI KESEHATAN

Judul : KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM)

TIPE II DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS LOTU

KABUPATEN NIAS UTARA TAHUN 2020

No. Kritik/Saran Dosen Tanda Tangan

1. 1. Memperbaiki saran/kritik dari Ketua Penguji


dosen penguji I dan II

2. Memperbaharui kembali data-


data lama, menggunakan data-data Lia Rosa Veronika, SKM, M.KM
terbaru

2. 1. Perbaiki data 2004, menggunakan Penguji I


data terkini

2. Menggunakan variabel yang lebih


spesifik saja

3. di sampel ditambahkan kata yang


terdiagnosis dan data pemeriksaan
dokter atau laboratorium
Henny Arwina B, SKM, M. Kes
4. Analisis data hanya univariat saja
karena penelitian hanya
menggambarkan dan bivariat
dihapus

3. 1. Masih menggunakan data 2004, Penguji II


51
perlu di cari data terbaru

2. Cari data Riskesdas yang terbaru


disumut dan nias

3. Hapus variabel suku, agama,


status perkawinan, riwayat keluarga

4. Perbaiki daftar pustaka Taruli R. Sinaga, S.P, MKM

5. Cari penelitian yang dilakukan


sekitaran sumatera

6. Saran manfaat penelitian untuk


peneliti selanjutnya ”sebagai data
dasar bagi penelitian selanjutnya”

7. Untuk disampel penelitian


dibunyikan ”sesuai diagnosa dokter
dan pemeriksaan laboratorium”

4. Peserta Ujian/Mahasiswa

ANARIA NAZARA

52
Lampiran 5. Lembar Hasil Observasi Penelitian
NO. Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Status Komplikasi Sumber biaya
1. Laki-Laki Tidak Sekolah Tidak Bekerja Tanpa Komplikasi Biaya sendiri
Perempuan SD Bekerja Dengan Komplikas Bukan biaya sendiri
SMP (BPJS, Askes, Jamkesmas,
SMA Jamsostek)
S1/Akademik
2. Laki-Laki Tidak Sekolah Tidak Bekerja Tanpa Komplikasi Biaya sendiri
Perempuan SD Bekerja Dengan Komplikas Bukan biaya sendiri
SMP (BPJS, Askes, Jamkesmas,
SMA Jamsostek)
S1/Akademik

3. Laki-Laki Tidak Sekolah Tidak Bekerja Tanpa Komplikasi Biaya sendiri


Perempuan SD Bekerja Dengan Komplikas Bukan biaya sendiri
SMP (BPJS, Askes, Jamkesmas,
SMA Jamsostek)
S1/Akademik

4. ………… …………… ………………… ………………. ……………….. ………………….

53
Lampiran 6. Master Data
NO NAMA JK UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN STATUS KOMPLIKASI SUMBER BIAYA
SELIFAJAR
L 48 SARJANA P NS DM + THYROTOXICOSIS ASKES
1 ZEGA
2 YUNIMAN ZAI L 54 SARJANA PNS DM+ SENILE CATARACT ASKES
3 ALIUS NAZARA L 40 MAGISTER PNS DM+ UNSPEFIED ASKES
4 JESRIA ZEGA P 50 SARJANAMUDA PNS DM + CHROME SINUSITIS ASKES
HISIKIA
L 44 SARJANA MUDA DPRD DM + PRESBYOPIA ASKES
5 HAREFA
6 ATISANA HULU P 54 BLM TAMAT SD TANI DM BPJS
7 BUDILINA GEA P 42 SLTP TANI DM + PYSPEPSIA BPJS
FONAZARO
L 60 SMA SEDERAJAT PNS DM ASKES
8 ZEGA
DM + CARPAL TUMEL
P 62 BLM TAMAT SD TANI BPJS
9 JUNIRIA GEA SYUNDROM
PENERIMA DM + MYALGIA + ALERGI +
P 65 BLM TAMAT SD ASKES
10 NURIBA ZEGA PENSIUNAN RHEUMATOID
FAOZARO I
L 56 BLM TAMAT SD TANI DM + MALARIA +GASTRITIS BPJS
11 GULO
RUTIMINA DM + PRESBYOPIA
P 60 SMA SEDERAJAT PNS ASKES
12 NAZARA +RHEUMATOID ARTHRITIS
SIDIARO PENSIUNAN DM + HIPERTENSI +
L 63 SARJANA ASKES
13 ZENDRATO PNS PRESBYOPIA
14 YUNIUS ZEBUA L 59 BLM TAMAT SD TANI DM + PRESBYOPIA BPJS
MUHAMAD
L 38 SMA SEDERAJAT PNS DM ASKES
15 TARMIJI GEA
MELIANI
P 45 SMA SEDERAJAT PNS DM ASKES
16 HAREFA

54
YATATEMA DM + HIPERTENSI +
L 49 BLM TAMAT SD TANI BPJS
17 ZEBUA RHEUMATIK
18 JULIA GEA P 56 SMA SEDERAJAT PNS DM + DERMATIS + HIPERTENSI ASKES
IDAMAN RIA
P 55 SMA SEDERAJAT PNS DM ASKES
19 TELAUMBANUA
TALILALA DM + RHEUMATIK +
L 65 BLM TAMAT SD TANI BPJS
20 HAREFA HIPERTENSI
MARNIATI
P 54 SMA SEDERAJAT PNS DM ASKES
21 TELAUMBANUA
NOVERIA DM + HIPERTENSI +MYALGIA +
P 43 SLTP TANI BPJS
22 HAREFA DYSPEPSIA
NASAMBOWO PENSIUNAN
L 61 SMA SEDERAJAT DM + PFRESBYIOPIA ASKES
23 ZENDRATO PNS
LESTARI ABDI
SABDA P 35 SARJANA MUDA PNS DM ASKES
24 WARUWU
25 FONAHA ZEGA L 55 SARJANA PNS DM + RHEUMATOID ASKES
FAOSOKHI
L 63 BLM TAMAT SD TANI DM + RHEUMATIK UMUM
26 NAZARA
FANOTONA
L 46 SMA SEDERAJAT PNS DM ASKES
27 HAREFA
28 SAMUELI ZEGA L 52 SARJANA PNS DM ASKES
EDINA
P 37 SLTP TANI DM +PHEUMONIA + TBC UMUM
29 ZENDRATO
30 YUNIRIA ZEGA P 49 SMA SEDERAJAT PNS DM + DYSPEPSIA ASKES
DALIZATO
L 54 SLTP TANI DM + CONGESTIVE HEART UMUM
31 NAZARA
YASONI PENSIUNAN
L 61 SARJANA DM + DERMATITIS ASKES
32 NAZARA PNS
MASARILA
P 39 SMA SEDERAJAT TANI DM BPJS
33 NAZARA

55
34 YANISA LASE P 44 SLTP TANI DM BPJS
YAARO
L 51 SLTP TANI DM BPJS
35 TELAUMBANUA
36 NUZIA GULO P 36 BLM TAMAT SD TANI DM + DYSPEPSIA BPJS
ATIMANI
P 67 BLM TAMAT SD TANI DM + DYSPEPSIA BPJS
37 HAREFA
ASANIA
P 58 BLM TAMAT SD TANI DM + GASTRITIS + HIPERTENSI BPJS
38 HAREFA
ANOTONA
L 56 SMA SEDERAJAT PNS DM + MYALGIA + HIPERTENSI ASKES
39 NAZARA
KRISTINA
P 44 SLTP TANI DM + HIPERTENSI + DYSPEPSIA BPJS
40 ZENDRATO

56

Anda mungkin juga menyukai