Anda di halaman 1dari 76

MINI PROJECT

HUBUNGAN PENGETAHUAN DIET RENDAH PURIN TERHADAP


PENINGKATAN INSIDENSI PENYAKIT ARTRITIS GOUT DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MONTA

Disusun oleh :

dr. Ria Septria Diva

Pendamping :

dr. Hj. wahyuni

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS MONTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya. Rasa syukur kami panjatkan bersamaan
dengan selesainya hasil laporan analisis kami dengan judul “HUBUNGAN
PENGETAHUAN DIET RENDAH PURIN TERHADAP PENINGKATAN
INSIDENSI PENYAKIT ARTERITIS GOUT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MONTA Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
kegiatan kami selama Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) di UPTD
Puskesmas Monta.
Dalam penulisan laporan ini kami banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Hj. Wahyuni selaku kepala Puskesmas monta dan pendamping dokter
internship,
2. Staf dan karyawan Puskesmas monta,
3. Rekan-rekan profesi dokter dan semua pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan ini.

Dengan segala kerendahan hati kami memohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini.Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, instansi dan khususnya bagi kepentingan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Monta.

Monta, september 2018

Hormat Kami,

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..... 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………....... 2
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..... 4
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. 5
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… 6

BAB IPENDAHULUAN…………………………………………………… 7
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 7
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 9
1.3 Tujuan………………………………………………………………….. 9
1.4 Manfaat ………………………………………………………………… 9
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti………………………………………… 9
1.4.2 Manfaat BagiWahana……………………………………………...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………. 10
2.1. Definisi………………………………………………………………... 10
2.2. Epidemiologi…………………………………………………………. 10
2.3. Etiologi………………………………………………………………... 10
2.4. Klasifikasi Hiperusemia Dan Artritis Gout………………………….. 11
2.5. Pathogenesis………………………………………………………….. 11
2.6. Faktor resiko………………………………………………………….. 13
2.7 Manifestasi Klinis……………………………………………………… 13
2.8. Diagnosis……………………………………………………………… 15
2.9. Diagnosis Banding……………………………………………………. 16
2.10 Penatalaksanaan Artritis Gout……………………………………….. 23
2.11. Komplikasi……………………………………………………………. 25
2.12 Makanan yang Mengandung Purin…………………………………... 27
KERANGKA TEORI………………………………………………………. 28
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN…………………………………… 29
3.1 Penetapan Topik Masalah……………………………………………... 29
3.2 Tempat dan Waktu…………………………………………………….. 29

3
3.3 Jenis dan Sumber Data………………………………………………… 29
3.3.1 Jenis Data……………………………………………………... 29
3.3.2 Sumber Data………………………………………………….. 30
3.3.3 Populasi Penelitian…………………………………………… 30
3.4 Pengolahan dan Analisis Data………………………………………… 32
3.5 Pelaksanaan Solusi……………………………………………………. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………... 32
4. 1 Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………………………... 33
BAB V DISKUSI…………………………………………………………... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………... 65
6. 1 Kesimpulan………………………………………………………….. 65
6. 2 Saran…………………………………………………………………. 65

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 66
LAMPIRAN………………………………………………………………... 68

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bone Scanning Pada Artritis Gout 16


Gambar 2 Foto Polos Pada Arthritis Rheumatoid 19

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel Revisi Kriteria Untuk Klasifikasi Dari Artritis Rheumatoid


Menurut American Rheumatism Association 17
Tabel 2 Kriteria Diagnosis OA Lutut Berdasarkan American College Of
Rheumatology 22
Tabel 3 Pengaturan Makanan Diet Rendah Purin 27
Tabel 4 Kerangka Teori 28

6
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penyuluhan “Waspadai Asam Urat” 68


Lampiran 2 Kuesioner Perilaku makan dan minum yang berhubungan
dengan arthritis gout 71
Lampiran 3 Pamflet Penyuluhan Asam Urat 1 72
Lampiran 4 Pamflet Penyuluhan Asam Urat 2 73

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit arthritis gout adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium
urat di dalam ataupun di sekitar persendian (Zahara, 2013). Angka kejadian
penyakit arthritis gout cenderung memasuki usia semakin muda yaitu usia
produktif dimana diketahui prevalensi asam urat di Indonesia yang terjadi
pada usia di bawah 34 tahun yaitu sebesar 32% dengan kejadian tertinggi pada
penduduk Minahasa sebesar 29,2 %. Hal ini merupakan pengaruh dari pola
hidup yang buruk, yang nantinya berdampak pada penurunan produktifitas
kerja.Kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup dari masing-masing
penderita (Pratiwi VF, 2013).
Artritis gout terjadi sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat
pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraseluler
(Anastesya W, 2009). Terdapat dua factor resiko seseorang menderita arthritis
gout, yaitu factor yang tidak dapat di modifikasi dan factor yang dapat
dimodifikasi. Factor resiko yang dapat dimodifikasi adalah usia dan jenis
kelamin. Di lain pihak, factor resiko yang dapat dimodifikasi adalah terkait
dengan pengetahuan, sikap dan perilaku penderita mengenai arthritis gout ,
kadar asam urat, dan penyakit – penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM),
hipertensi dan dislipideima yang membuat individu tersebut memiliki risiko
lebih besar untuk terserang penyakit arthritis gout (Festy P, 2009).
Pengelolaan gout sering sulit dilakukan karena berhubungan dengan
kepatuhan perubahan gaya hidup (Azari RA, 2014).
Berdasarkan data RISKESDAS 2013, prevalensi penyakit sendi pada
usia 55-64 tahun 45,0% , usia 65-74 tahun 51,9%, usia > 75 tahun 54,8%.
Penyakit sendi yang sering dialami oleh golongan lanjut usia yaitu penyakit

8
arthritis gout, osteoarthritis dan arthritis rheumatoid. Salah satu faktor yang
mempengarui arthritis gout adalah makanan yang dikonsumsi, umumnya
makanan yang tidak seimbang (asupan protein yang mengandung purin terlalu
tinggi). Kebiasaan makan yang mengandung purin 200 mg/hari akan
meningkatkan resiko arthritis gout tiga kali lebih besar dibandingkan dengan
orang yang tidak mengkonsumsi purin.
Prevalensi arthritis gout di dunia berkisar 1-2 % dan mengalami
peningkatan dua kali lipat diandingkan dua decade sebelumnya. Di Indonesia
prevalensi arthritis gout belum diketahui secara pasti dan cukup bervariasi
antara satu daerah dengan daerah yang lain. Sebuah penelitian di Jawa Tengah
mendapatkan prevalensi arthritis gout sebesar 1,7% sementara di Bali (8,5%).
Menurut daftar rekam medis Puskesmas Gombong I (Wero) pada bulan Juli –
September 2015, Artritis Gout menempati posisi kedua setelah penyakit ISPA
dari 10 daftar penyakit terbanyak di Puskesmas.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor resiko
terjadinya artitris gout, terdapat interaksi antara faktor yang dapat diubah dan
yang tidak dapat diubah. Faktor resiko yang tak dapat diubah seperti ; riwayat
penyakit keluarga, genetik, usia dan jenis kelamin. Pada usia pertengahan
yaitu sekitar usia 40 tahun kejadian hiperurisemia biasanya ditemukan pada
laki-laki, sedangkan wanita biasanya terjadi setelah mengalami menopause.
Faktor usi tersebut juga berpengaruh pada penurunan fungsi ginjal terutama
pada pria.
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yang berpengaruh
diantaranya obesitas, asupan makanan dan alkohol, konsumsi obat, gangguan
ginjal dan hipertensi. Penyakit gout sendiri lebih sering menyerang penderita
yang mengalami kelebihan badan 30% dari berat badan ideal. Seseorang
dengan berat badan lebih berkaitan dengan kenaikan kadar asam urat dan
menurunnya ekskresi asam urat melalui ginjal. Hal tersebut disebabkan karena
terjadinya gangguan proses reabsorbsi asam urat pada ginjal.
Asupan yang masuk ke tubuh juga mempengatuhi kadar asam urat dalam
darah. Makanan yang mengandung zat purin tinggi akan diubah menjadi asam
urat. Asam urat yang dikeluarkan lewat urin sebesar 2/3 sedangkan sisanya

9
diekskresi melalui usus, tetapi pada orang dgn diet tinggi purin, terjadi
gangguan pada metabolisme purin sehingga terjadi hiperekskresi asam urat
yang ditunjukkan dengan kadar asam urat urin yang tinggi pada urin. Selain
peningkatan kadar asam urat urin, terjadi peningkayan asam urat dalam darah
pula.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang ini maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah adakah hubungan pengetahuan masyarakat tentang diet
purin dengan peningkatan insidensi arthritis gout di Puskesmas Monta
kab.Bima, NTB

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat tentang diet
rendah purin dalam peningkatan insidensi penyakit Artritis Gout di Wilayah
kerja Puskesmas Monta

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
i. Sebagai pengalaman dan penambahan wawasan tentang
insidensi penyakit arthritis gout yang terjadi di Puskesmas
Monta.
ii. Mengaplikasikan ilmu kedokteran yang telah dipelajari ke
dalam sebuah penelitian yang berguna bagi masyarakat.

1.4.2 Manfaat Bagi Wahana


i. Sebagai bahan acuan dalam peningkatan penanganan penyakit
arthritis gout di Pukesmas Monta.
ii. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan berupa pemberian
informasi dan motivasi kepada penderita penyakit arthritis gout
di Puskesmas Monta

10
iii. Sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
upaya kesehatan Puskesmas Monta sesuai hasil penelitian.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode
artritis akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya
endapan kristal monosodium urat dalam jaringan. Penimbunan kristal
monosodium urat monohidrat terjadi di jaringan akibat adanya supersaturasi
asam urat.1
Pada artritis gout stadium kronis, dapat ditemukan topus, yaitu nodul padat
yang terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras dan tidak nyeri yang
dapat ditemukan pada sendi atau jaringan.1

2.2 Epidemiologi
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan,
puncaknya pada dekade ke-V. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia
yang lebih muda, sekitar 32% pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada
wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia
menopause. Prevalensi arthritis gout di Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi
pada kelompok usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita
0,05%. Di Minahasa (2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2%
dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah
menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.3

2.3 Etiologi
Gejala arthritis gout akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan
terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu,
dilihat dari penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan
metabolik.Asam urat merupakan zat sisa yang dibentuk oleh tubuh pada saat
regenerasi sel. Beberapa orang dengan gout membentuk lebih banyak asam
urat dalam tubuhnya(10%).Sisanya (90%), tubuh anda tidak efektif membuang

12
asam urat melalui air seni. Faktor lain yaitu genetik, jenis kelamin dan nutrisi
(peminum alkohol, obesitas).1,4

2.4 Klasifikasi Hiperusemia dan Artritis Gout

Klasifikasi hiperurisemia dan gout sebagai berikut:5

1. Primer
a. Metabolik (Kelebihan Produksi)
 Idiopatik (10% dari gout primer)
 Berhubungan dengan gangguan enzim (<1%)
 Kelebihan produksi fosforibisil pirofosfat (PRPP)
sintetase
 Defisiensi hiposantin guanin fosforobosil transfase
(HGPRT) parsial
 Defisiensi HGPRT komplit
b. Renal (undereskresi idiopatik 90% gout primer)
2. Sekunder
a. Metabolik
 Peningkatan turnover asam nukleat contohnya
hemolisis kronik,gangguan limfoproliferatif atau
mieloproliferatif.
 Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidroginase (G6PD)
contohnya glycogen storage disease.
b. Renal
 Gagal ginjal akut atau kronik
 Deplesi volume
 Gangguan pada tubulus oleh karena obat-obatan atau
produksi metabolik.

2.5 Patogenesis
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara
produksi dan sekresi. Ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut

13
maka terjadi keadaan hiperurisemia yang menimbulkan hipersaturasi asam
urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya,
sehingga merangsang timbunan asam urat dalam bentuk garam yaitu
monosodium urat (MSU) di berbagai jaringan.6,7
Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah
seperti pada sendi perifer tangan dan kaki dapat menjelaskan kenapa kristal
MSU mudah diendapkan di kedua tempat tersebut. Predileksi pengendapan
kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan
trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Perubahan matrik
ekstraseluler seperti proteoglikan, kondroitin sulfat, serat kolagen dan
sebagainya atau debris dalam cairan sinovial dapat menjadi nidus (inti atau
nucleating agent) pembentukan kristal. Kristal MSU yang terbentuk bisa
mengalami disolusi spontan atau mengalami akumulasi kronik di jaringan
membentuk topus terutama di sinovium dan permukaan kartilago. Tofus di
jaringan sinovial tetap stabil karena biasanya diselimuti albumin dan
imunoglobulin.8,9
Awal artritis gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum karena kadar asam urat yang stabil jarang menimbulkan serangan.
Pengobatan dengan allopurinol, trauma, pembedahan dan asupan alkohol yang
berlebihan dapat menjadi faktor pencetus artritis gout akut. Keadaan ini
menyebabkan terlepasnya kristal monosodium urat dari depositnya di
sinovium atau tophi (crystals shedding).7,9
Kristal MSU ditangkap oleh reseptor TLR2 dan TLR4, suatu reseptor
transmembran yang terdapat pada permukaan sel imun inate seperti monosit
atau makrofag. Proses fagositosis ini dibantu oleh protein adaptor Myd88 dan
CD14. CD14 terdapat pada permukaan sel fagosit yang dapat
melipatgandakan respon seluler yang dirangsang oleh ligand TLR2 dan TLR4.
Sedangkan protein adaptor Myd88 bersama phosphatidylinositol 3 kinase,
Rac1 dan Akt meneruskan sinyal untuk aktivasi faktor traskripsi nuclear factor
kappa B (NFκβ) di inti sel untuk membentuk berbagai molekul proinflamasi
seperti tumor necrosis factor α (TNF- α), interleukin-1β (IL-1β), IL-6, CXCL8
(IL-8), dan CXCL1 (growth-related oncogene α).10

14
2.6 Faktor Resiko
a. Pola makan yang tidak terkontrol
Asupan makan yang masuk ke dalam tubuh dapat mempengaruhi
kadar asam urat dalam darah. Makanan yang mengandung zat
purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat
b. Obesitas
c. Jenis kelamin dan usia
Hiperurisemia biasanya dimulai pada masa pubertas pada pria
tetapi pada wanita fase ini biasanya mulai setelah menopauseUsia
d. Genetic
e. Kurang konsumsi air putih
f. Gangguan ginjal dan hipertensi

2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis artritis gout bergantung pada stadium yang sedang
terjadi:
1. Hiperurisemia asimptomatik
Stadium ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar asam urat
dalam darah tanpa disertai manifestasi klinis, hiperurisemia biasanya
dimulai pada masa pubertas pada pria tetapi pada wanita fase ini
biasanya mulai setelah menopause.
2. Serangan artritis gout akut
Fase ini merupakan manifestasi klinis yang paling sering
dijumpai.Gambaran klinis sangat khas sehingga diagnosis dapat
ditegakkan dengan mudah.Biasanya menyerang sendi
metatarsofalangeal I (MTP I), selain itu pada pergelangan kaki, lutut,
pergelangan tangan, jari tangan dan siku.
Serangan artritis gout ditandai adanya nyeri yang cepat yang
mempengaruhi persendian dan diikuti panas, bengkak, kemerahan dan
sangat nyeri.Nyeri biasanya menyerang satu persendian tetapi pada
wanita dapat poliartikuler. Nyeri pada artritis gout disebabkan deposit

15
kristalasam urat di dalam jaringan sendi. Bila tidak diobati akan
sembuh sendiri dalam 7 sampai 10 hari.
Serangan artritis gout dapat dicetuskan oleh stres, trauma, infeksi,
dehidrasi, operasi, starvasi, alkohol, obat-obatan, penurunan berat
badan, dan makan makanan tertentu yang berlebihan, adanya
perubahan profil lipid pada saat serangan artritis gout. Pencegahan
dapat dilakukan bila level asam urat serum < 6,0 mg/dl yaitu dengan
cara mempertahankan intake cairan yang adekuat, penurunan berat
badan, perubahan diet, mengurangi konsumsi alkohol dan obat-obatan
yang menurunkan hiperurisemia.
3. Interkritikal gout
Merupakan fase antara satu serangan akut gout dengan serangan
berikutnya pada stadium awal periode ini biasanya tanpa gejala dan
tanpa kelainan pemeriksaan meskipun pada periode ini bersifat
asimtomatik, tetapi kristal MSU dapat ditemukan pada cairan sendi
yang terlibat.
4. Stadium kronis tofeseus gout
Stadium ini dimulai dengan ditemukan adanya topus di sendi atau
sekitar sendi. Timbulnya topus bervariasi antara 3 sampai 42 tahun,
kebanyakan setelah 10 tahun dan terjadinya topus berkorelasi dengan
derajat dan lamanya hiperurisemia, terutama pada kadar asam urat >
11mg/dl.
Topus juga dihubungkan dengan makin muda umur dan makin
lama menderita artritis gout.Topus dapat ditemukan di daerah
kartilago, membran sinovial tendon, jaringan lunak, dan berbagai
tempat seperti telinga, jari-hari tangan, tangan, siku, lutut. Topus dapat
single dan multiple, berukuran kecil sampai besar sangat menganggu
pergerakan sendi, sering disertai dengan adanya luka yang
mengeluarkan cairan berwarna keputih-putihan berisi kristal berbentuk
jarum. Pada topus kecil yang sukar dibedakan dengan nodul rematik
yang lain. Maka aspirasi sendi atau biopsi topus dapat digunakan untuk
memastikan diagnosis.

16
Apabila tidak ditatalaksana dengan baik serangan artritis gout akan
berlangsung lebih sering, mengenai banyak sendi (poliartikuler),
semakin berat dan semakin lama serta gejala sistemik yang lebih berat
pula.1

2.8 Diagnosis
Menurut kriteria ACR (American Collage of Rheumatology), diagnosis
dapat ditegakkan jika:
1. Didapatkan kristal monosodium urat dalam cairan sendi atau
2. Didapatkan tofus yang mengandung kristal MSU atau
3. Ditemukan 6 dari beberapa kriteria dibawah ini:
a. Lebih dari 1 kali serangan artritis akut
b. Inflamasi maksimal berkembang dalam 1 hari
c. Arthritis monoartikuler
d. Kemerahan pada sendi
e. Bengkak + nyeri pada MTP-1
f. Serangan unilateral pada MTP-1
g. Serangan unilateral pada sendi-sendi tarsal
h. Dicurigai tofus
i. Hiperurisemia
j. Pembengkakan sebuah sendi asimetrik (pada foto rontgen)
k. Kista subkortikal tanpa erosi (pada foto rontgen)
l. Kultur mikroorganisme cairan sendi negatif.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos untuk
mengevaluasi gout kronis tidak terkontrol minimal 1 tahun diderita.Pada Bone
scanning tampak konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi yang terkena
dampak.
Pada fase awal, tampak pembengkakan asimetris dan edema jaringan
lunak sekitar sendi.Pada pasien dengan beberapa episode arthritis gout pada
sendi yang sama, ditemukan daerah berawan dengan opasitas meningkat dan
perubahan tulang mulaiyaitu lesi punch-out, yang dapat berkembang menjadi
sklerotik karena peningkatan ukuran.

17
2.9 Diagnosis Banding
Rheumatoid arthritis1,13,14
Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang
beberapa sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe
III).Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi
pada permukaan lapisan sendi, perikardium, dan pleura), nodul rheumatoid,
dan vaskulitis bila proses ini terus-menerus dapat menyebabkan penghancuran
tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat
juga menyebar ke paru-paru, perikardium, pleura, sklera, lesi nodular, jaringan
subkutan di bawah kulit.
Artritis reumatoid merupakan penyakit yang menyerang laki-laki pada
umur 60-70 tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari
pertengahan abad ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan
masa puncak 65-75 tahun.
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:

a. Stadium sinovitis :adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada


saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.

b. Stadium destruksi :terjadi kerusakan pada jaringan synovial dan sekitarnya


yang ditandai adanya kontraksi tendon atau perubahan bentuk tangan (jari
swan-neck).

18
c. Stadium deformitas :terjadi perubahan secara progresif dan berulang,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi
diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis
fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.

Kerusakan fungsi pada sendi yang mengalami rheumatoid arthritis


diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi berdasarkan
klasifikasi Steinbroker yaitu;

 St.I : tidak adanya kerusakan pada sendi.


 St.II : terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang
ringan disertai penyempitan pada ruang sendi.
 St.III : terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan
penyempitan ruang sendi; sehingga terjadi perubahan bentuk sendi.
 St.IV : imobilisasi semua sendi karena menyatunya tulang-tulang
dengan sendi.
Pada rheumatoid arthritis juga terdapat gejala konstitusional, misalnya
lelah hebat, anoreksia, berat badan turun dan demam.Serta adanya manifestasi
ekstra-artikular seperti jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan
pembuluh darah dapat rusak.

Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis
reumatoid menurut American Rheumatism Association:

Kriteria Definisi

1. Kekakuan pagi Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,

hari lamanya setidaknya 1 jam

Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama dengan


2. Artritis pada tiga peradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14
atau lebih area kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri
sendi proksimal interfalangs (PIP), metacarpofalangs (MCP),
pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan

19
sendi metatarsofalangs (MTP)

3. Artritis pada sendi Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
tangan sendi MCP atau sendi PIP

Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama


4. Artritis simetris pada kedua bagian tubuh

5. Nodul-nodul Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau

reumatoid permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular

Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada serum faktor


6. Serum faktor reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya
reumatoid positif jika < 5% pada subyek kontrol yang normal

Perubahan radiografik tipikal pada artritis reumatoid pada

7. Perubahan radiografik tangan dan pergelangan tangan

radiografik posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi


terlokalisasi yang tegas pada tulang.

Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien


memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah
berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis,
tidak dikeluarkan pada kriteria ini.

Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi
sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa
jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek
ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan.

20
A : Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B : Erosi komplit
pergelangan tangan

Tujuan terapi rheumatoid arthritisyaitu :Menghilangkan gejala


peradangan/inflamasi lokal maupun sistemik.Mencegah terjadinya kerusakan
pada jaringan.Mencegah terjadinya deformitas dan menjaga fungsi persendian
tetap baik.Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang
mengalami ARagar menjadi normal kembali.

Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID). NSAID antara lain, aspirin,


ibuprofen, ketoprofen, diklofenac dan meloxicam untuk mengurangi
peradangan dengan menghalangi proses produksi mediator peradangan.

Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD).Kelompok obat-obatan


ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D-penicilamine, antimalaria, dan
sulfasalazine.

Terapi glukokortikoid.Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) menjadi terapi


suportif yang berguna untuk mengontrol gejaladan memperlambat
progresifitas erosi tulang.

Operasi.Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk


sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga

21
sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi bila
telah putus.

Osteoartritis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan


dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan
kaki paling sering terkena OA.15
Prevalensi OA radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5%
pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada
waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat
karena OA.

Etiologi osteoarthritis tidak diketahui. Namun beberapa faktor yang


mempunyai peranan atas timbulnya Osteoarthritis antara lain :15

1. Umur
Faktor ketuaan adalah yang terbanyak.OA hampir tidak pernah pada
anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di
atas 60 tahun. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara umur dengan
penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.

2. Jenis kelamin
Pada umur lebih dari 55 tahun, prevalensi wanita lebih tinggi dari pria.
Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari
wanita.

3. Suku bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan cara hidup dan pertumbuhan dan
perkembangan individu.

22
4. Genetik
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain
untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

5. Kegemukan dan penyakit metabolik


Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, sehingga menyebabkan osteoartritis lutut. Faktor
metabolik juga ikut berperan antara lain penyakit jantung koroner,diabetes
melitus dan hipertensi.

6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-
menerus, cedera sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan cedera
sendi meningkatkan resiko osteoartritis.

Gambaran klinis berupa nyeri sendi terutama saat bergerak atau


menanggung beban. Dapat pula terjadi kekauan sendi di pagi hari yang
berlangsung beberapa menit jika sendi tidak bergerak lama, tetapi akan hilang
setelah sendi digerakkan. Pada sebagian pasien OA lanjut, nyeri sendi
mungkin disebabkan oleh sinovisitis atau spasme otot akibat instabilitas sendi.
Sinovisitis OA mungkin terjadi karena fagositosis shard tulang rawan dan
tulang permukaan sendi yang mengalami abrasi, jarang terjadi efusi sinovium,
pada palpasi sendi mungkin terasa hangat. Pembengkakan pada sendi bersifat
asimetris.16,17,18

Gambaran lain adalah keterbatasan dalam gerak, nyeri tekan lokal,


pembesaran tulang disekitar sendi, dan krepitasi sebagai akibat pergesekan
permukaaan yang terpajan. Perubahan yang khas adalah nodus Heberden pada
sendi interfalang distal dan nodus Bouchard pada interfalang proksimal.15

Kriteria diagnosis OA lutut berdasarkanAmerican College of


Rheumatology yaitu : 19

23
Klinik dan Laboratorik Klinik dan Klinik
Radiografik

Nyeri lutut + minimal 5 Nyeri lutut + minimal Nyeri lutut + minimal 3


1
dari 9 kriteria berikut : dari 6 kriteria berikut :
dari 3 kriteria berikut :
- Umur > 50 tahun - Umur > 50 tahun
- Umur > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit - Kaku pagi < 30 menit
- Kaku pagi < 30
- Krepitus - Krepitus
menit
- Nyeri tekan - Nyeri tekan
- Krepitus
- Pembesaran tulang - Pembesaran tulang
+
- Tidak panas pada - Tidak panas pada
OSTEOFIT
perabaan
Perabaan
- LED < 40 mm / jam

- RF < 1 : 40

- Analisis cairan sendi

Normal

1. Terapi non farmakologis:15


a. Edukasi: menjelaskan kepada penderita tentang seluk beluk
penyakitnya, bagaimana menjaganya agar tidak bertambah parah
b. Terapi fisik dan rehabilitasi: melatih pasien agar persendiannya agar
tetap dapat dipakai, evaluasi pola kerja dan aktivitas sehari- hari
c. Penurunan berat badan
2. Terapi farmakologis:15
a. Analgetik oral non opiad: asetaminofen, aspirin dan ibuprofen untuk
menghilangkan nyeri.

24
b. Analgetik topical: krim kapsaisin mengurangi nyeri pada ujung saraf
local.
c. Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS): analgetik- antiinflamasi.
Namun, penggunaaannya harus dikontrol sebab banyak menyebabkan
efek samping berupa gastritis hingga ulkus peptikum.
d. Chondroprotective agent: obat- obat yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan tulang rawan sendi. Sebagian peneliti
menggolongkannya dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMOADs):
1) Tetrasiklin: menghambat kerja enzim MMP
2) Asam hialuronat (viscosupplement): memperbaiki viskositas cairan
synovial, diberikan intraarthrikuler.
3) Glikosaminoglikan: menghambat sejumlah enzim degradasi tuang
rawan, seperti hialuronidase, protease, elastase, dan katepsin.
4) Kondroitin sulfat: Kondroitin sulfat memiliki efek: antiinflamasi,
efek metabolic terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan, dan
anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik
5) Vitamin C: menghambat enzim lisozim.
6) Superoxide Dismutase: menghilangkan superoxide dan hydroxyl
radikal yang merusak asam hialuronat, kolagen, dan proteoglikan.
7) Steroid Intra-artrikuler: kejadian inflamasi kadang terjadi pada OA
sehingga mampu mengurangi rasa sakit, tetapi penggunaannya
masih kontroversial.
3. Terapi bedah: jika terapi farmakologis tidak berhasil.

2.10. Penatalaksanaan Artritis Gout

Secara umum penanganan artritis gout dilakukan dalam 3 langkah


yaitu: (1) mengobati serangan akut, (2) melakukan profilaksis untuk
mencegah peradangan akut berulang dan, (3) menurunkan kadar asam urat
yang berlebihan untuk mencegah peradangan dan penimbunan kristal asam
urat di jaringan. Langkah-langkah tersebut dapat berupa pemberian

25
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan
dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi atau komplikasi
lain, seperti pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan untuk
menghilangkan keluhan nyeri dan peradangan dengan kolkisin, OAINS,
kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti
allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut,
namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat
sebaiknya tetap diberikan.10,11
Sebagai aturan umum, penderita hiperurisemia yang asimptomatis
tidak perlu diterapi, meskipun pada pemeriksaan USG menunjukkan
adanya timbunan kristal asam urat dalam jaringan lunak pada sebagian
kecil pasien.12,13 Namun pasien dengan kadar asam urat lebih dari 11mg/dl
yang mengeskresikan asam urat berlebihan lewat urin beresiko tinggi
terkena batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal, sehingga perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal.10
Tofus sebaiknya tidak dilakukan pembedahan kecuali jika berada di
lokasi yang kritis.Pembedahan baru diindikasikan bila terdapat komplikasi
dari topus meliputi infeksi, deformitas sendi, penekanan (seperti
penekanan pada spinal cord ataupu cauda ekuina oleh topus) dan nyeri
yang tidak teratasi sebagai akibat erosi topus.Pada 50% pasien yang
menjalani pembedahan mengalami penyembuhan yang lambat.
Terapi pada serangan akut lebih diarahkan pada menghilangkan rasa
nyeri dan peradangan. Pilihan terapi untuk serangan akut yaitu NSAID,
kortikosteroid, kolkisin dan ACTH.13 NSAID diberikan full dose selama
2-5 hari, bila perbaikan, dosis dikurangi hingga kira-kira setengah hingga
seperempatnya. Pada dasarnya, NSAID yang digunakan sebaiknya
merupakan inhibitor yang selektif terhadap COX-2.13 Akan tetapi, di
Indonesia sering digunakan indometasin dengan dosis150-200 mg/hari
selama 2-3 hari dan 75-100 mg/hari untuk minggu berikutnya atau sampai
nyeri dan peradangan berkurang. Dapat juga diberikan Naproxen 3x750
mg selama 2-3 hari kemudian dilanjutkan 3x250 mg atau sodium
diklofenak 3x50 mg. Adapun dosis kolkisin adalah 1,2 mg inisial diikuti

26
oleh 0,6 mg per jam hingga dosis total 4,8 mg dalam waktu 6 jam. Di
amerika, kolkisin sudah jarang digunakan.Kortikosteroid dan ACTH
diberikan apabila pemberian kolkisin dan NSAID tidak efektif atau
dikontraindikasikan.
Jika pasien tidak menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi
inisial dengan obat tunggal, ACR menyarankan untuk menambahkan obat
kedua sebagai terapi kombinasi.Selain itu, penggunaan terapi kombinasi
dari awal juga sangat tepat untuk serangan akut gout yang berat,
khususnya bila menyerang banyak sendi besar (poliartikular). Regimen
kombinasi yang diterima yaitu:
 Kolkisin + NSAIDS
 Kortikosteroid oral + kolkisin
 Steroid intraartikular + kolkisin/NSAIDS

Pada stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk


menurunkan kadar asam urat hingga normal, guna mencegah kekambuhan.
Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin
dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik lain.

2.11. Komplikasi

Deposit asam urat dapat menjadi batu dan menyebabkan nefrolitiasis


urat. Insiden meningkat dengan peningkatan eksresi asam urat.PH urine
menurun, riwayat keluarga atau diri sendiri pernah memiliki batu asam
urat.

Dapat pula terjadi gagal ginjal akut setelah terjadinya pelepasan massif
asam urat yang berlangsung pada pasien yang telah mengalami
pengobatan karena kelainan mielo- atau limfoproliferatif.

2.11. Makanan yang Mengandung Purin

Dalam makanan sehari-hari, jumlah purin yang dikonsumsi sekitar


600-1000 mg/hari.Diet rendah purinhanya memperbolehkan seseorang

27
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung sekitar 100-150 mg
purin/hari.

Berikut 6 Pedoman Diet Rendah Purin Bagi Penderita Asam Urattersebut:

1. Hindari mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung tinggi


purin(sekitar 100-1000 mg purin/100 g bahan makanan) seperti :
daging merah, jerohan, roti manis, unggas, daging rusa, seafood
seperti remis, kepah, kepiting, udang, lobster, scallop, ikan-ikan
kecil termasuk ikan teri, hering, makarel, sarden, caviar.
2. Batasi konsumsi (masih boleh dikonsumsi, namun dalam jumlah
terbatas (1 ½ ptg/hari) bahan makanan yang mengandung purin
dalam jumlah sedang (sekitar 9-100 mg purin/100 g bahan
makanan), seperti: Daging sapi dan ikan (kecuali yang terdapat
dalam kelompok 1), ayam, udang, jamur, asparagus, kembang kol,
lentils, kacang kedelai, pisang, nangka, bayam, jagung manis,
tauge, buah yang dikeringkan, kacang kering dan hasil olah, seperti
tahu dan tempe, daun singkong, kangkung, daun dan biji melinjo.
3. Bahan makanan yang mengandung rendah purin, diperbolehkan
untuk dikonsumsi antara lain: Nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mi,
bihun, tepung beras, cake, keju kering, puding, susu, keju, telur;
minyak; gula; sayuran dan buah-buahan (kecuali sayuran dalam
kelompok 2).
4. Kurangi konsumsi lemak jenuh karena lemak jenuh akan
menurunkan kemampuan tubuh mengeluarkan asam urat.
5. Batasi alkohol, bir, ragi.
6. Minum air putih dalam jumlah cukup karena akan membantu
mengeluarkan asam urat dari tubuh.

28
29
KERANGKA TEORI

- Peradangan sendi ( nyeri,


merah, kaku)
- Tampak tofus atau
kelainan pada MTP-1

Faktor resiko :
Pengetahuan
GOUT Usia
diet rendah
(AU > 6mg/dL) Jenis kelamin
purin
Pola
Pola makan
Makan

Kuesioner

Pengetahuan :
 Kurang Perilaku konsumsi diet purin:
 Sedang  Rendah
 Baik  Sedang
 tinggi

30
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Penetapan Topik Masalah

Sesuai pernyataan masalah yang dikemukakan pada Bab Pendahuluan


maka topik masalah dalam mini project ini adalah:
a. Bagaimana kejadian penyakit artritis gout di wilayah kerja Puskesmas
Monta pada tahun 2018
b. Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang penyakit artritis gout di
wilayah kerja Puskesmas Monta.
c. Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang diet rendah purin di
wilayah kerja Puskesmas Monta pada tahun 2018.
d. Adakah hubungan antara gaya hidup rendah purin terhadap
peningkatan insidensi penyakit arteritis gout di wilayah kerja
Puskesmas Monta pada tahun 2018.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif analisis. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
atau deskripsi tentang ciri-ciri variable dalam penelitian meliputi gambaran
jumlah penderita penyakit arthritis gout di wilayah kerja Puskesmas Monta.
Penelitian analisis merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis variable dalam penelitian yang berhubungan dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi peningkatan insidensi penderita arthritis gout di
wilayah kerja Puskesmas Monta.

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Muaro Bungo I, dilakukan
pengamatan dari bulan mei – juni 2018 di wilayah kerja Puskesmas Monta.

3.3 Jenis dan Sumber Data


3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Sumber data primer diperoleh dari wawancara atau

31
anamnesa pada saat menjumpai penderita arthritis gout dan keluarga
yang mengantar di wilayah kerja Puskesmas Monta periode juni –
oktober 2018. Sumber data sekunder diperoleh dari laporan bulanan
jumlah penderita arthritis gout periode juni-september 2018 di wilayah
kerja Puskesmas Monta.
3.3.2 Sumber Data
i. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tanpa melalui perantara) dengan melakukan metode
survei. Data primer yang ada dalam penelitian ini merupakan data
hasil wawancara atau anamnesa dan pengamatan pada saat Poli umum
di wilayah kerja Puskesmas Monta selama periode bulan juni –
september 2018.
ii. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder yang ada dalam penelitian ini : data yang
diperoleh dalam bentuk dokumen, data statistik, dan naskah-naskah
yang tersedia dalam lembaga atau instansi yang berhubungan dengan
penelitian.
3.3.3 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek yang mempunyai


karakteristik tertentu yang sesuai dengan penelitian.Sampel adalah
penderita artritis gout yang berobat di Puskesmas Monta, dipilih secara
acak sebanyak 20 orang, dan bersedia untuk melakukan pengisian
kuisoner.

Sampel adalah sebagian obyek yang diambil saat penelitian dari


keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah penderita Artritis
Gout periode juni – september 2018 di wilayah kerja Puskesmas
Monta.

32
a) Kunci Jawaban Pengetahuan

Apabila responden menjawab ”benar” diberi nilai 1 dan apabila


responden menjawab “salah” diberi 0, skor pengetahuan :
1. A(0) B(1) C(0)

2. A(0) B(0) C(1)

3. A(1) B(0) C(0)

4. A(0) B(1) C(0)

5. A(0) B(1) C(0)

6. A(0) B(0) C(1)

7. A(1) B(0) C(0)

8. A(0) B(1) C(0)

9. A(0) B(1) C(0)

10. A(1) B(0) C(0)

Total skor pengetahuan adalah 10.

Penilaian Pengetahuan

1. Baik, apabila responden benar > 75% (8-10)

2. Sedang, apabila jawaban responden benar antara 40-75% dari nilai


tertingggi (4-7)

3. Kurang, apabila jawaban responden benar < 40% dari nilai tertinggi
(0-3)

Keterangan :

Hasil Penilaian :

1. Benar 7-10 : pengetahuan baik

33
2. Benar 4-6 : pengetahuan sedang

3. Benar ≤ 3 : pengetahuan kurang

2. b) Kunci jawaban perilaku makan dan minuman yang


berhubungan dengan artritis gout

Keterangan :
 Hasil Penilaian :
o tidak pernah :0
o jarang ( bila konsumsi kurang dari 1 kali perminggu ) :1
o sering ( bila konsumsi lebih dari 1 kali perminggu ) :2
o setiap hari :3
Penilian Tindakan

1. Baik, apabila responden benar > 75% (16-20)

2. Sedang, apabila jawaban responden benar antara 40-75% dari nilai


teringggi (8-15)

3. Kurang, apabila jawaban responden benar < 40% dari nilai tertinggi
(0-7)

 Kriteria
Resiko rendah bila nilai 0-16
Resiko Sedang bila nilai 17-31
Resiko tinggi bila nilai 32-48

3.4 Pelaksanaan Solusi


Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini project ini berupa
penyuluhan/edukasi langsung kepada masyarakat. Hal penting yang harus
disampaikan dalam penyuluhan yaitu definisi dari penyakit arteritis gout,
faktor apa saja yang mempengaruhi penyakit arteritis gout, dan gaya hidup
rendah purin yang berpengaruh pada insidensi penyakit arteritis gout.

34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.1 Tabel dan Diagram Distribusi Pengetahuan

Tabel dan Diagram 4.1.1.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Apa Itu Penyakit


asam urat di Puskesmas Monta, Kec Monta, Kabupaten Bima, Provinsi
NTB, 2018

JAWABAN JUMLAH PERSENTASE %


A Ginjal 2 10%
B Sendi 18 90%
C Jaringan lemak 0 0%
D Tidak tahu 0 0%
Jumlah 20 100%

ginjal sendi jaringan lemak tidak tahu

0% 0%

10%

90%

35
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.1.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (90%) mengetahui tentang tubuh yang mengalami asam urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Apa gejala


penyakit asm urat di Puskesmas Monta, Kec Monta, Kabupaten Bima,
Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Tidak bisa menggerakan kaki dan 0 0%


tangan (lumpu)

B Nyeri seluruh tubuh 11 55%

C Nyeri sendi, merah, terasa panas 9 45%

D Tidak tahu 0 0%

JUMLAH 20 100%

Tidak bisa menggerakan kaki dan tangan (lumpu)


Nyeri seluruh tubuh
Nyeri sendi, merah, terasa panas
Tiadak tahu

0% 0%

45%

55%

36
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.2.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden hanya (45%) mengetahui tentang gejala asam urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang penyebab penyakit


asam urat di Puskesmas Monta, Kec Monta, Kabupaten Bima, Provinsi NTB,
2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Terlalu banyak mengkonsumsi 7 35%


mengandung protein purin

B Terlalu banyak aktifitas fisik 9 45%

C Kurang makan begizi 2 10%

D Tidak tahu 2 10%

JUMLAH 20 100%

Terlalu banyak mengkonsumsi mengandung protein purin


Terlalu banyak aktifitas fisik
Kurang makan begizi
Tidak tahu

10%

10% 35%

45%

37
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.3.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden hanya (35%) mengetahui tentang penyebab asam urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang siapa yang paling


banyak menderita penyakit asm urat di Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Wanita muda 3 15%

B Laki laki dewasa 14 70%

C Anak – anak 0 0%

D Tidak tahu 3 15%

JUMLAH 20 100%

Wanita muda Laki laki dewas Anak - anak Tidak tahu

15% 15%
0%

70%

38
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.4.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (70%) mengetahui tentang siapa yang paling banyak menderita asam
urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang makanan yang


berhubungan dengan asam urat penyakit asam urat di Puskesmas Monta,
Kec Monta, Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Jerohan 12 60%

B Tempe 7 35%

C Nasi 0 0%

D Tidak tahu 1 5%

JUMLAH 20 100%

jerohan tempe nasi Tidak tahu

0%
5%

35%

60%

39
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.5.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (60%) mengetahui tentang makanan yang berhubungan dengan asam
urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang minuman yang


berhubungan menimbulkan penyakit asam urat di Puskesmas Monta, Kec
Monta, Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Madu 0 0%

B Susu 3 15%

C Alkohol 17 85%

D Tidak tahu 0 0%

JUMLAH 20 100

Madu Susu Alkohol Tidak tahu

0% 0%

15%

85%

40
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.6.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (85%) mengetahui tentang minuman yang berhubungan menimbulkan
penyakit asam urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang mencegah


penyakit asam urat di Puskesmas Monta, Kec Monta, Kabupaten Bima,
Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Menghindari makan jerohan 15 75%

B Banyak mengkonsumsi kacang – 3 15%


kacangan

C Makan ikan laut 0 0%

D Tidak tahu 2 10%

JUMLAH 20 100%

Menghindari makan jerohan Banyak mengkonsumsi kacang – kacangan


Makan ikan laut Tidak tahu

0%
10%

15%

75%

41
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.7.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (75%) mengetahui tentang mencegah penyakit asam urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang apa yang


dilakukan jika terkena penyakit asam urat di Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A dikompres air hangat 4 20%

B Istirahat dan minum obat 14 70%


penghilang nyeri

C Menghindari alkohol 2 10%

D Tidak tahu 0 0%

JUMLAH 20 100%

Kompres air hangat istirahat dan minum obat penghilang nyeri


menghindari alkohol tidak tahu

0%

10%
20%

70%

42
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.8.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (70%) mengetahui tentang apa yang dilakukan jika terkenapenyakit
asam urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang komplikasi


tersering penyakit asam urat di Puskesmas Monta, Kec Monta, Kabupaten
Bima, Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Hepatitis 0 0%

B Kerusakan ginjal 5 19%

C kanker 0 0%

D Tidak tahu 15 81%

JUMLAH 20 100%

Hepatitis Kerusakan ginjal kanker Tidak tahu

0%

25%

0%

75%

43
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.9.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (75%) tidak mengetahui tentang komplikasi tersering penyakit asam
urat.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang umur tersering


terkena penyakit asam urat di Puskesmas Monta, Kec Monta, Kabupaten
Bima, Provinsi NTB, 2018

No JAWABAN JUMLAH PERSENTASE

A Lebih dari 40 tahun 15 75%

B 20 sampai 40 tahun 0 0%

C Dibawah 20 tahun 0 0%

D Tidak tahu 5 25%

JUMLAH 20 100%

Lebih dari 40 tahun 20 sampai 40 tahun Dibawah 20 tahun Tidak tahu

25%

0%
0%

75%

44
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.10.

Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (75%) mengetahui tentang umur yang paling sering terkena penyakit
asam urat.

Tabel dan Diagram 4.1.11.


Kesimpulan Distribusi Pengetahuan

responden Benar salah Persentase

benar Salah

20 orang 126 74 63% 37%

Benar salah

37%

63%

Kesimpulan Distribusi Pengetahuan

45
Terdapat (63%) responden mempunyai pengetahuan yang baik terhadap
penyakit Gout artritis.

4.2.1 Tabel dan Diagram Distribusi Perilaku

Tabel dan Diagram 4.2.1.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi daging sapi yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

A Tidak pernah 0 0%

B Jarang 14 70%

C Sering 6 30%

D Setiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

30%

70%

46
Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.1.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (70%) responden
jarang mengkonsumsi daging sapi.

Tabel dan Diagram 4.2.1.

Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam


mengkonsumsi daging kambing yang datang ke Puskesmas Monta, Kec
Monta, Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 4 20%

2 Jarang 15 75%

3 Sering 1 5%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

47
Tidak pernah Jarang Sering Tiap hari

0%

5%
20%

75%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.1.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (75%) responden
jarang mengkonsumsi daging kambing.

Tabel dan Diagram 4.2.2.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi jeroan yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 3 7%

2 Jarang 8 44%

3 Sering 9 49%

4 Tiap hari 0 0%

48
JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0%

7%

49%

44%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.2.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (49%) responden
sering mengkonsumsi jeroan.

Tabel dan Diagram 4.2.3.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi emping yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 13 65%

3 Sering 7 35%

49
4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

35%

65%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.3.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (65%) responden
jarang mengkonsumsi emping.

Tabel dan Diagram 4.2.4.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi udang yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 1 6%

2 Jarang 14 69%

3 Sering 5 25%

50
4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100

tidak pernah jarang sering setiap hari

0%

6%

25%

69%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.4.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (69%) responden
jarang mengkonsumsi udang.

Tabel dan Diagram 4.2.5.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi toge yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 2 6%

3 Sering 16 83%

51
4 Tiap hari 2 11%

JUMLAH 20 100%

tidak ernah jarang sering setiap hari

0%

6% 11%

83%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.5.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (83%) responden
sering mengkonsumsi toge.

Tabel dan Diagram 4.2.6.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi buncis yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 5 7%

3 Sering 15 93%

52
4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

7%

93%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.6.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (93%) responden
sering mengkonsumsi buncis.

Tabel dan Diagram 4.2.7.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi kangkung yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 2 10%

53
3 Sering 15 75%

4 Tiap hari 3 15%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering tsetiap hari

0%

10%
15%

75%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.7.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (75%) responden
sering mengkonsumsi kangkung.

Tabel dan Diagram 4.2.8.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi kol yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 5 25%

54
3 Sering 15 75%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

25%

75%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.8.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (75%) responden
sering mengkonsumsi kol.

Tabel dan Diagram 4.2.9.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi jengkol yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 4 20%

55
3 Sering 16 80%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

20%

80%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.9.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (80%) responden
sering mengkonsumsi jengkol.

Tabel dan Diagram 4.2.10.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi kacang kacangan yang datang ke Puskesmas Monta, Kec
Monta, Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 4 20%

56
3 Sering 16 80%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

20%

80%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.10.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (80%) responden
sering mengkonsumsi kacang - kacangan.

Tabel dan Diagram 4.2.11.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi pete yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 7 35%

57
3 Sering 13 65%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

35%

65%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.11.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (65%) responden
sering mengkonsumsi pete.

Tabel dan Diagram 4.2.12.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi durian yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 18 90%

58
3 Sering 2 10%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

10%

90%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.12.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (90%) responden
jarang mengkonsumsi durian.

Tabel dan Diagram 4.2.13.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi kopi yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 2 11%

2 Jarang 5 26%

59
3 Sering 9 47%

4 Tiap hari 3 16%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

11%
16%

26%

47%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.13.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (47%) responden
sering mengkonsumsi kopi.

Tabel dan Diagram 4.2.14.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi teh yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 0 0%

2 Jarang 12 60%

60
3 Sering 8 40%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0% 0%

40%

60%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.14.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (60%) responden
jarang mengkonsumsi teh.

Tabel dan Diagram 4.2.15.


Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran perilakudalam
mengkonsumsi alkohol yang datang ke Puskesmas Monta, Kec Monta,
Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

NO JAWABAN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Tidak pernah 20 100%

2 Jarang 0 0%

61
3 Sering 0 0%

4 Tiap hari 0 0%

JUMLAH 20 100%

tidak pernah jarang sering setiap hari

0%0%

100%

Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.15.

Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (100%) responden
tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

Tabel dan Diagram 4.2.16.


Kesimpulan Distribusi perilaku

Responden Tidak Jarang Sering Setiap Persentase


pernah hari

Tidak jarang sering Setiap


pernah hari

20 32 128 153 8 10% 40% 48% 2%

62
tidak pernah jarang sering setiap hari

2%

10%

48%
40%

Kesimpulan Distribusi perilaku

Sebagian besar responden (48%) responden mempunyai perilaku yang


sedang terhadap penyakit gout artritis.

4.3 Karakteristik Responden

4.3.1 Umur

Tabel 4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur


No Uraian Jumlah Persentase (%)

1 40 -55 tahun 15 75%

2 56-65 tahun 4 20%

3 66 -70 tahun 1 5%

Total 20 100%

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita gout artritis
berumur diatas 40 - 55 tahun.

63
4.3.2 Jenis kelamin
Tabel 4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
No Uraian Jumlah persentase
1 Laki laki 12 60%
2 Perempuan 8 40%
Total 20 100%

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita Gout artritis
berjenis kelamin Laki-laki .
4.3.3 Pendidikan

No Uraian Jumlah Persentase

1 Tidak sekolah 0 0%

2 Tamat SD 1 5%

3 Tamat SLTP 3 15%

4 Tamat SLTA 13 65%

5 Tamat Perguruan tinggi 3 15%

Total 30 100%

Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita Gout artritis
pendidikannya tamat SLTA, diikuti dengan tamat SLTP dan perguruan
tinggi.

Penilaian pengetahuan responden tentang asam urat dilakukan


dengan memberikan 10 pertanyaan beserta 4 pilihan untuk tiap pertanyaan.
Seluruh skor pertanyaan dijumlahkan sehingga didapatkan skor total yang
kemudian diklasifikasikan menjadi pengetahuan baik, sedang dan kurang.

64
Pada penelitian ini didapatkan hasil 19 responden memiliki
pengetahuan kurang, 8 responden memilki pengetahuan sedang, dan 3
orang memilki pengetahuan yang baik akan penyakit artritis gout.

Penilaian perilaku makan secara kualitatif dilakukan dengan


menggunakan tabel kuesioner frekuensi konsumsi bahan makanan dan
minuman yang beresiko terhadap asam urat dalam seminggu. Setiap bahan
makanan diberi skor sesuai dengan frekuensi konsumsi perminggu
(daging, seafood, sayuran, buah, kopi, teh dan alkohol) dan
diklasifikasikan menjadi resiko rendah, sedang, dan tinggi. Batasan
frekuensi yang kami gunakan untuk penilaian terhadap perilaku makan
dan minum adalah tidak pernah, jarang (mengkonsumsi
makanan/minuman kurang dari 1 kali perminggu), sering (mengkonsumsi
makana/minuman lebih dari 1 kali perminggu), dan setiap hari.

Setelah melakukan wawancara untuk mengisi kuesioner,


didapatkan responden yang memiliki resiko tinggi 5 orang, resiko sedang
17 orang,dan 8 orang memiliki resiko rendah untuk terjadinya insidensi
terjadinya penyakit artritis gout karena makanan yang responden
konsumsi.

Hampir separuh responden juga mengetahui bahwa terlalu banyak


konsumsi makanan mengandung protein dapat menyebabkan arthritis
gout. Separuh responden tidak pernah makan jerohan, tetapi separuh
responden sering makan kangkung dan kacang-kacangan. Hal tersebut
menunjukkan belum diketahuinya makanan tersebut dapat menyebabkan
arthritis gout.

Secara umum hampir seluruh responden memiliki tingkat


pengetahuan kurang dan perilaku yang berisiko sedang sampai tinggi
terkena arthritis gout. Meskipun tidak diuji statistik, tampak bahwa
responden yang berpengetahuan rendah memiliki perilaku yang berisiko
sedang sampai tinggi.

65
BAB V

DISKUSI

Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode
artritis akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya
endapan kristal monosodium urat dalam jaringan. Penimbunan kristal
monosodium urat monohidrat terjadi di jaringan akibat adanya supersaturasi asam
urat. Faktor yang behubungan dengan timbulnya arthritis gout antara lain, pola
makan yang tidak terkontrol, obesitas, jenis kelamin dan usia, genetic, kurang
konsumsi air putih, gangguan ginjal dan hipertensi. Asupan makan yang masuk ke
dalam tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang
mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat.

Berdasarkan data diatas,didapatkan adanya hubungan pengetahuan diet


purin terhadap insidensi penyakit arthritis gout. Makanan merupakan salah satu
faktor resiko meningkatnya kadar purin dalam darah. Kenyataan yang kami
temukan masih banyak masayarakat yang mengkonsumsi makanan tinggi purin,
hal ini disebabkan pengetahuan yang kurang tentang jenis makanan tinggi purin.
Adanya fakta tersebut merupakan masalah dikarenakan akan menyebabkan
tingginya insidensi penyakit arthritis gout.
Dari faktor pelayanan kesehatan kami menemukan bahwa belum adanya
penyuluhan terhadap penyakit arthritis gout dimana pengetahuan masyarakat
tentang arthritis gout sangat penting dalam menurunkan faktor resiko terjadinya
arthritis gout. Oleh karena itu kami mengadakan penyuluhan mengenai arthritis
gout dan makanan yang mengandung purin.Namun dalam penelitian ini kami tidak
meninjau kembali hasil dari penyuluhan dimana diharapkan adanya peningkatan
pengetahuan diet purin sehingga menurunkan insidensi arthritis gout.

66
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Terdapat hubungan pengetahuan masyarakat tentang diet rendah purin


dalam peningkatan insidensi penyakit Artritis Gout di Wilayah kerja Puskesmas
Monta, Kec Monta, Kabupaten Bima, Provinsi NTB, 2018

6. 2 Saran

a. Puskesmas
Perlu diadakan penyuluhan mengenai arthritis gout bagi
masyarakat yangmasih minim pengetahuan.
b. Masyarakat
Saling mengupayakan diet rendah purin dengan diadakannya
sosialisasi makanan sehat di posyandu
c. Peneliti
Memperbaiki penelitian dengan cara menindak lanjuti hasil
dari penyuluhan sebelumnya.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan departemen
ilmu penyakit dalam fakultas kedookteran indonesia, jakarta. Hal : 1208-1210.
2. Terkeltaub, Gout: Epidemiology, Pathology and Pathogenesis in Klippel (ed.),
Primer on the Rheumatic Diseases, Edisi 12, Athritis Foundation, Atlanta,
2010.
3. Andreoli TE. Bennett JC, carpenter CCJ. Plum F. Hyperuricemia anda Gout.
In Cecil Essentials of Medicine. 4th Ef. W.B Saunders Company,
Philadelphia,London, Toronto, 2008
4. Nuki, Gout in Rheumatology, Medicine Int., 2009, 42(12): 54-59
5. Hidayat R. Hiperurisemia dan gout. Medicinus 2009; 22:47-50
6. Dalbeth N, Haskard DO. Mechanisms of inflammation in gout.Rheumatology
2010;44:1090–6.
7. Choi HK, Mount DB, Reginato AM. Pathogenesis of gout.Annals of Internal
Medicine 2011;143: 499-515.
8. Pope RM, Tschopp J. The Role of Interleukin-1 and the inflammasome in
gout: implications for therapy. Arthritis and Rheumatism 2007;56:3183–8.
9. So A. Developments in the scientific and clinical understanding of gout.
Arthritis Research & Therapy 2008;10:221- 6.
10. Sumariyono. Diagnosis dan tatalaksana artritis gout akut. In:Gustaviani R,
Mansjoer A, Rinaldi I eds. Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2007.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2007.172-8.
11. Putra TR. Diagnosis dan penatalaksanaan artritis pirai. In: Setyohadi B,
Kasjmir YI eds. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2008. Jakarta:
2008; 113-8.
12. LawrenceRC,FelsonDT,HelmickCG,etal. 2008.Estimatesofthe prevalenceof
arthritisandotherrheumaticconditionsintheUnitedStates. PartII. Arthritis
Rheum. 58(1):26–35.
13. Rothschild BM. Gout and Pseudogout Treatment & Management. Emedicine
online. 2015. Accessed from: http://emedicine.medscape.com/article/329958-
treatment#aw2aab6b6b2

68
14. De Miguel E, Puig JG, Castillo C, Peiteado D, Torres RJ, Martín-Mola E.
Diagnosis of gout in patients with asymptomatic hyperuricaemia: a pilot
ultrasound study. Ann Rheum Dis. Jan 2012;71(1):157-8.
15. Soeroso, Joewono.Isbagio, Harry.dkk.Osteoartritis. Dalam: Sudoyo, Aru
W.dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta. Penerbit
InternaPublishing. 2009. Hal: 2538-2548.
16. Burns, Dennis K. Penyakit Sendi. Dalam: Hartanto, Huriawati.Robbins: Buku
Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2007. Hal: 862-864.
17. Carter, Michael A. Osteoartritis. Dalam: Hartanto, Huriawati. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses- proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2006.Hal:1380-1383.
18. Michael, S.Osteoarthritis.http://www.seniorjournal.com. Diakses 14 juni
2015.
19. Roland, D.Osteoarthritis Investigation.http://www.orthoanswer.org. Diakses
14 juni 2015.
20. Jacobson, JA, et al. 2008.Radiographic Evaluation of Arthritis :
DegenerativeJointDiseaseandVariation.Radiology.248(3):737–747.
21. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

69
LAMPIRAN

Lampiran 1Kuesioner penyuluhan “Waspadai Asam Urat”

Identitas Responden
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Pendidikan :

I. Lingkari/silang/tandailah jawaban yang dirasa paling tepat


1. Bagian tubuh mana yang sering mengalami penyakit asam urat.
a. Ginjal
b. Sendi
c. Jaringan lemak
d. Tidak tahu
2. Apa saja gejala penyakit asam urat itu?
a. Tidak bisa menggerakan kaki dan tangan (lumpuh)
b. Nyeri seluruh tubuh
c. Nyeri sendi, merah, terasa panas
d. Tidak tahu
3. Apa penyebab penyakit asam urat itu?
a. Terlalu banyak konsumsi makanan mengandung protein purin
b. Terlalu banyak aktivitas fisik
c. Kurang makanan yang begizi
d. Tidak tahu
4. Siapa yang paling banyak menderita penyakit asam urat?
a. Wanita muda
b. Laki - laki dewasa
c. Anak - anak
d. Tidak tahu
5. Makanan apa yang berhubungan dengan penyakit asam urat?
a. Jerohan

70
b. Tempe
c. Nasi
d. Tidak tahu
6. Minuman apa yang berhubungan menimbulkan penyakit asam urat?
a. Madu
b. Susu
c. Alkohol
d. Tidak tahu
7. Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit asam urat?
a. Menghindari makan jerohan
b. Banyak mengkonsumsi kacang-kacangan
c. Makan ikan laut
d. Tidak tahu
8. Apa yang dapat dilakukan jika terkena penyakit asam urat?
a.Dikompres air hangat
b. Istirahat dan minum obat penghilang nyeri
c. Menghindari alkohol
d. Tidak tahu
9. Apakah komplikasi tersering dari penyakit asam urat?
a. Hepatitis
b. Kerusakan ginjal
c. Kanker
d. Tidak tahu
10. Umur berapa yang sering terkena asam urat?
a. Lebih dari 40 tahun
b. 20 sampai 40 tahun
c. Di bawah 20 tahun
d. Tidak tahu

Keterangan :
Hasil Penilaian :

1. Benar 7-10 : pengetahuan baik

71
2. Benar 4-6 : pengetahuan sedang

3. Benar ≤ 3 : pengetahuan kurang

72
Lampiran 2 Kuesioner perilaku makan dan minum yang berhubungan
dengan arthritis gout (asam urat)

No. Jenis makanan dan Tidak jarang Sering Setiap hari


minuman pernah
1. Daging sapi
2. Daging kambing
3. Jeroan
4. Emping
5. Udang
6. Toge
7. Buncis
8. Kangkung
9. Kol
10. Jengkol
11. Kacang-kacangan
12. Pete
13. Durian
14. Kopi
15. Teh
16. Alkohol
Keterangan :
 Hasil Penilaian :
o tidak pernah :0
o jarang ( bila konsumsi kurang dari 1 kali perminggu ) :1
o sering ( bila konsumsi lebih dari 1 kali perminggu ) :2
o setiap hari :3
 Kriteria
Resiko rendah bila nilai 0-16
Resiko Sedang bila nilai 17-31
Resiko tinggi bila nilai 32-48

73
Lampiran 3 Pamflet Penyuluhan Asam Urat 1

Cara Mengatur Diet :

Memasak dengan merebus,


mengungkep, menumis,
memanggang, pepes

Banyak makan buah-buahan yang


mengandung air untuk
memperlancar pengeluaran asam
urat

OLEH :

DOKTER INTERNSIP

PUSKESMAS GOMBONG
I

74
Lampiran 4 Pamflet Penyuluhan Asam Urat 2

BAHAN DIANJURKAN DIBATASI DIHINDARI


MAKANAN

SUMBER Nasi, bubur,


KARBOHIDRAT kentang, ubi,
jagung, singkon,
talas, gandum

SUMBER Telur, susu skim, Daging, ayam, Mengandung


PROTEIN susu rendah lemak ikan tongkol, purin tinggi :
HEWANI tengiri,
Hati, ginjal,
bandeng,
jantung, limpa,
kerang, udang
otak, sosis,
SUMBER Tempe, babat, usus, paru,
PROTEIN NABATI tahu,kacang- makanan kaleng
kacangan ( (sarden, kornet),
kacang hijau, bebek, burung,
kacang tanah, angsa, ragi(tape)
kedelai)

SAYURAN Wortel, labu siam, Bayam, buncis,


kacang panjang, melinjo, kapri,
terong, pare, oyong, kacang [polong,
ketimun, tomat, kembang kol,
selada air asparagus,
kangkung,
jamur

BUAH-BUAHAN Semua

MINUMAN Semua minuman Teh kental, kopi Mengandung


tidak beralkohol alkohol

75
LAIN-LAIN Semua macam Makanan yang
bumbu secukupnya berlemak,
santan kental,
makanan yang
digoreng

76

Anda mungkin juga menyukai