Disusun oleh :
Pendamping :
Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya. Rasa syukur kami panjatkan bersamaan
dengan selesainya hasil laporan analisis kami dengan judul “HUBUNGAN
PENGETAHUAN DIET RENDAH PURIN TERHADAP PENINGKATAN
INSIDENSI PENYAKIT ARTERITIS GOUT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MONTA Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
kegiatan kami selama Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) di UPTD
Puskesmas Monta.
Dalam penulisan laporan ini kami banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Hj. Wahyuni selaku kepala Puskesmas monta dan pendamping dokter
internship,
2. Staf dan karyawan Puskesmas monta,
3. Rekan-rekan profesi dokter dan semua pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan ini.
Dengan segala kerendahan hati kami memohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini.Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, instansi dan khususnya bagi kepentingan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Monta.
Hormat Kami,
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..... 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………....... 2
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..... 4
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. 5
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… 6
BAB IPENDAHULUAN…………………………………………………… 7
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 7
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 9
1.3 Tujuan………………………………………………………………….. 9
1.4 Manfaat ………………………………………………………………… 9
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti………………………………………… 9
1.4.2 Manfaat BagiWahana……………………………………………...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………. 10
2.1. Definisi………………………………………………………………... 10
2.2. Epidemiologi…………………………………………………………. 10
2.3. Etiologi………………………………………………………………... 10
2.4. Klasifikasi Hiperusemia Dan Artritis Gout………………………….. 11
2.5. Pathogenesis………………………………………………………….. 11
2.6. Faktor resiko………………………………………………………….. 13
2.7 Manifestasi Klinis……………………………………………………… 13
2.8. Diagnosis……………………………………………………………… 15
2.9. Diagnosis Banding……………………………………………………. 16
2.10 Penatalaksanaan Artritis Gout……………………………………….. 23
2.11. Komplikasi……………………………………………………………. 25
2.12 Makanan yang Mengandung Purin…………………………………... 27
KERANGKA TEORI………………………………………………………. 28
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN…………………………………… 29
3.1 Penetapan Topik Masalah……………………………………………... 29
3.2 Tempat dan Waktu…………………………………………………….. 29
3
3.3 Jenis dan Sumber Data………………………………………………… 29
3.3.1 Jenis Data……………………………………………………... 29
3.3.2 Sumber Data………………………………………………….. 30
3.3.3 Populasi Penelitian…………………………………………… 30
3.4 Pengolahan dan Analisis Data………………………………………… 32
3.5 Pelaksanaan Solusi……………………………………………………. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………... 32
4. 1 Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………………………... 33
BAB V DISKUSI…………………………………………………………... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………... 65
6. 1 Kesimpulan………………………………………………………….. 65
6. 2 Saran…………………………………………………………………. 65
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 66
LAMPIRAN………………………………………………………………... 68
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
DAFTAR LAMPIRAN
7
BAB I
PENDAHULUAN
8
arthritis gout, osteoarthritis dan arthritis rheumatoid. Salah satu faktor yang
mempengarui arthritis gout adalah makanan yang dikonsumsi, umumnya
makanan yang tidak seimbang (asupan protein yang mengandung purin terlalu
tinggi). Kebiasaan makan yang mengandung purin 200 mg/hari akan
meningkatkan resiko arthritis gout tiga kali lebih besar dibandingkan dengan
orang yang tidak mengkonsumsi purin.
Prevalensi arthritis gout di dunia berkisar 1-2 % dan mengalami
peningkatan dua kali lipat diandingkan dua decade sebelumnya. Di Indonesia
prevalensi arthritis gout belum diketahui secara pasti dan cukup bervariasi
antara satu daerah dengan daerah yang lain. Sebuah penelitian di Jawa Tengah
mendapatkan prevalensi arthritis gout sebesar 1,7% sementara di Bali (8,5%).
Menurut daftar rekam medis Puskesmas Gombong I (Wero) pada bulan Juli –
September 2015, Artritis Gout menempati posisi kedua setelah penyakit ISPA
dari 10 daftar penyakit terbanyak di Puskesmas.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor resiko
terjadinya artitris gout, terdapat interaksi antara faktor yang dapat diubah dan
yang tidak dapat diubah. Faktor resiko yang tak dapat diubah seperti ; riwayat
penyakit keluarga, genetik, usia dan jenis kelamin. Pada usia pertengahan
yaitu sekitar usia 40 tahun kejadian hiperurisemia biasanya ditemukan pada
laki-laki, sedangkan wanita biasanya terjadi setelah mengalami menopause.
Faktor usi tersebut juga berpengaruh pada penurunan fungsi ginjal terutama
pada pria.
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yang berpengaruh
diantaranya obesitas, asupan makanan dan alkohol, konsumsi obat, gangguan
ginjal dan hipertensi. Penyakit gout sendiri lebih sering menyerang penderita
yang mengalami kelebihan badan 30% dari berat badan ideal. Seseorang
dengan berat badan lebih berkaitan dengan kenaikan kadar asam urat dan
menurunnya ekskresi asam urat melalui ginjal. Hal tersebut disebabkan karena
terjadinya gangguan proses reabsorbsi asam urat pada ginjal.
Asupan yang masuk ke tubuh juga mempengatuhi kadar asam urat dalam
darah. Makanan yang mengandung zat purin tinggi akan diubah menjadi asam
urat. Asam urat yang dikeluarkan lewat urin sebesar 2/3 sedangkan sisanya
9
diekskresi melalui usus, tetapi pada orang dgn diet tinggi purin, terjadi
gangguan pada metabolisme purin sehingga terjadi hiperekskresi asam urat
yang ditunjukkan dengan kadar asam urat urin yang tinggi pada urin. Selain
peningkatan kadar asam urat urin, terjadi peningkayan asam urat dalam darah
pula.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat tentang diet
rendah purin dalam peningkatan insidensi penyakit Artritis Gout di Wilayah
kerja Puskesmas Monta
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
i. Sebagai pengalaman dan penambahan wawasan tentang
insidensi penyakit arthritis gout yang terjadi di Puskesmas
Monta.
ii. Mengaplikasikan ilmu kedokteran yang telah dipelajari ke
dalam sebuah penelitian yang berguna bagi masyarakat.
10
iii. Sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
upaya kesehatan Puskesmas Monta sesuai hasil penelitian.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode
artritis akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya
endapan kristal monosodium urat dalam jaringan. Penimbunan kristal
monosodium urat monohidrat terjadi di jaringan akibat adanya supersaturasi
asam urat.1
Pada artritis gout stadium kronis, dapat ditemukan topus, yaitu nodul padat
yang terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras dan tidak nyeri yang
dapat ditemukan pada sendi atau jaringan.1
2.2 Epidemiologi
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan,
puncaknya pada dekade ke-V. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia
yang lebih muda, sekitar 32% pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada
wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia
menopause. Prevalensi arthritis gout di Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi
pada kelompok usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita
0,05%. Di Minahasa (2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2%
dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah
menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.3
2.3 Etiologi
Gejala arthritis gout akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan
terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu,
dilihat dari penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan
metabolik.Asam urat merupakan zat sisa yang dibentuk oleh tubuh pada saat
regenerasi sel. Beberapa orang dengan gout membentuk lebih banyak asam
urat dalam tubuhnya(10%).Sisanya (90%), tubuh anda tidak efektif membuang
12
asam urat melalui air seni. Faktor lain yaitu genetik, jenis kelamin dan nutrisi
(peminum alkohol, obesitas).1,4
1. Primer
a. Metabolik (Kelebihan Produksi)
Idiopatik (10% dari gout primer)
Berhubungan dengan gangguan enzim (<1%)
Kelebihan produksi fosforibisil pirofosfat (PRPP)
sintetase
Defisiensi hiposantin guanin fosforobosil transfase
(HGPRT) parsial
Defisiensi HGPRT komplit
b. Renal (undereskresi idiopatik 90% gout primer)
2. Sekunder
a. Metabolik
Peningkatan turnover asam nukleat contohnya
hemolisis kronik,gangguan limfoproliferatif atau
mieloproliferatif.
Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidroginase (G6PD)
contohnya glycogen storage disease.
b. Renal
Gagal ginjal akut atau kronik
Deplesi volume
Gangguan pada tubulus oleh karena obat-obatan atau
produksi metabolik.
2.5 Patogenesis
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara
produksi dan sekresi. Ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut
13
maka terjadi keadaan hiperurisemia yang menimbulkan hipersaturasi asam
urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya,
sehingga merangsang timbunan asam urat dalam bentuk garam yaitu
monosodium urat (MSU) di berbagai jaringan.6,7
Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah
seperti pada sendi perifer tangan dan kaki dapat menjelaskan kenapa kristal
MSU mudah diendapkan di kedua tempat tersebut. Predileksi pengendapan
kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan
trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Perubahan matrik
ekstraseluler seperti proteoglikan, kondroitin sulfat, serat kolagen dan
sebagainya atau debris dalam cairan sinovial dapat menjadi nidus (inti atau
nucleating agent) pembentukan kristal. Kristal MSU yang terbentuk bisa
mengalami disolusi spontan atau mengalami akumulasi kronik di jaringan
membentuk topus terutama di sinovium dan permukaan kartilago. Tofus di
jaringan sinovial tetap stabil karena biasanya diselimuti albumin dan
imunoglobulin.8,9
Awal artritis gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum karena kadar asam urat yang stabil jarang menimbulkan serangan.
Pengobatan dengan allopurinol, trauma, pembedahan dan asupan alkohol yang
berlebihan dapat menjadi faktor pencetus artritis gout akut. Keadaan ini
menyebabkan terlepasnya kristal monosodium urat dari depositnya di
sinovium atau tophi (crystals shedding).7,9
Kristal MSU ditangkap oleh reseptor TLR2 dan TLR4, suatu reseptor
transmembran yang terdapat pada permukaan sel imun inate seperti monosit
atau makrofag. Proses fagositosis ini dibantu oleh protein adaptor Myd88 dan
CD14. CD14 terdapat pada permukaan sel fagosit yang dapat
melipatgandakan respon seluler yang dirangsang oleh ligand TLR2 dan TLR4.
Sedangkan protein adaptor Myd88 bersama phosphatidylinositol 3 kinase,
Rac1 dan Akt meneruskan sinyal untuk aktivasi faktor traskripsi nuclear factor
kappa B (NFκβ) di inti sel untuk membentuk berbagai molekul proinflamasi
seperti tumor necrosis factor α (TNF- α), interleukin-1β (IL-1β), IL-6, CXCL8
(IL-8), dan CXCL1 (growth-related oncogene α).10
14
2.6 Faktor Resiko
a. Pola makan yang tidak terkontrol
Asupan makan yang masuk ke dalam tubuh dapat mempengaruhi
kadar asam urat dalam darah. Makanan yang mengandung zat
purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat
b. Obesitas
c. Jenis kelamin dan usia
Hiperurisemia biasanya dimulai pada masa pubertas pada pria
tetapi pada wanita fase ini biasanya mulai setelah menopauseUsia
d. Genetic
e. Kurang konsumsi air putih
f. Gangguan ginjal dan hipertensi
15
kristalasam urat di dalam jaringan sendi. Bila tidak diobati akan
sembuh sendiri dalam 7 sampai 10 hari.
Serangan artritis gout dapat dicetuskan oleh stres, trauma, infeksi,
dehidrasi, operasi, starvasi, alkohol, obat-obatan, penurunan berat
badan, dan makan makanan tertentu yang berlebihan, adanya
perubahan profil lipid pada saat serangan artritis gout. Pencegahan
dapat dilakukan bila level asam urat serum < 6,0 mg/dl yaitu dengan
cara mempertahankan intake cairan yang adekuat, penurunan berat
badan, perubahan diet, mengurangi konsumsi alkohol dan obat-obatan
yang menurunkan hiperurisemia.
3. Interkritikal gout
Merupakan fase antara satu serangan akut gout dengan serangan
berikutnya pada stadium awal periode ini biasanya tanpa gejala dan
tanpa kelainan pemeriksaan meskipun pada periode ini bersifat
asimtomatik, tetapi kristal MSU dapat ditemukan pada cairan sendi
yang terlibat.
4. Stadium kronis tofeseus gout
Stadium ini dimulai dengan ditemukan adanya topus di sendi atau
sekitar sendi. Timbulnya topus bervariasi antara 3 sampai 42 tahun,
kebanyakan setelah 10 tahun dan terjadinya topus berkorelasi dengan
derajat dan lamanya hiperurisemia, terutama pada kadar asam urat >
11mg/dl.
Topus juga dihubungkan dengan makin muda umur dan makin
lama menderita artritis gout.Topus dapat ditemukan di daerah
kartilago, membran sinovial tendon, jaringan lunak, dan berbagai
tempat seperti telinga, jari-hari tangan, tangan, siku, lutut. Topus dapat
single dan multiple, berukuran kecil sampai besar sangat menganggu
pergerakan sendi, sering disertai dengan adanya luka yang
mengeluarkan cairan berwarna keputih-putihan berisi kristal berbentuk
jarum. Pada topus kecil yang sukar dibedakan dengan nodul rematik
yang lain. Maka aspirasi sendi atau biopsi topus dapat digunakan untuk
memastikan diagnosis.
16
Apabila tidak ditatalaksana dengan baik serangan artritis gout akan
berlangsung lebih sering, mengenai banyak sendi (poliartikuler),
semakin berat dan semakin lama serta gejala sistemik yang lebih berat
pula.1
2.8 Diagnosis
Menurut kriteria ACR (American Collage of Rheumatology), diagnosis
dapat ditegakkan jika:
1. Didapatkan kristal monosodium urat dalam cairan sendi atau
2. Didapatkan tofus yang mengandung kristal MSU atau
3. Ditemukan 6 dari beberapa kriteria dibawah ini:
a. Lebih dari 1 kali serangan artritis akut
b. Inflamasi maksimal berkembang dalam 1 hari
c. Arthritis monoartikuler
d. Kemerahan pada sendi
e. Bengkak + nyeri pada MTP-1
f. Serangan unilateral pada MTP-1
g. Serangan unilateral pada sendi-sendi tarsal
h. Dicurigai tofus
i. Hiperurisemia
j. Pembengkakan sebuah sendi asimetrik (pada foto rontgen)
k. Kista subkortikal tanpa erosi (pada foto rontgen)
l. Kultur mikroorganisme cairan sendi negatif.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos untuk
mengevaluasi gout kronis tidak terkontrol minimal 1 tahun diderita.Pada Bone
scanning tampak konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi yang terkena
dampak.
Pada fase awal, tampak pembengkakan asimetris dan edema jaringan
lunak sekitar sendi.Pada pasien dengan beberapa episode arthritis gout pada
sendi yang sama, ditemukan daerah berawan dengan opasitas meningkat dan
perubahan tulang mulaiyaitu lesi punch-out, yang dapat berkembang menjadi
sklerotik karena peningkatan ukuran.
17
2.9 Diagnosis Banding
Rheumatoid arthritis1,13,14
Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang
beberapa sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe
III).Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi
pada permukaan lapisan sendi, perikardium, dan pleura), nodul rheumatoid,
dan vaskulitis bila proses ini terus-menerus dapat menyebabkan penghancuran
tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat
juga menyebar ke paru-paru, perikardium, pleura, sklera, lesi nodular, jaringan
subkutan di bawah kulit.
Artritis reumatoid merupakan penyakit yang menyerang laki-laki pada
umur 60-70 tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari
pertengahan abad ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan
masa puncak 65-75 tahun.
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
18
c. Stadium deformitas :terjadi perubahan secara progresif dan berulang,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi
diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis
fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis
reumatoid menurut American Rheumatism Association:
Kriteria Definisi
1. Kekakuan pagi Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,
19
sendi metatarsofalangs (MTP)
3. Artritis pada sendi Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
tangan sendi MCP atau sendi PIP
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi
sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa
jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek
ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan.
20
A : Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B : Erosi komplit
pergelangan tangan
21
sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi bila
telah putus.
Osteoartritis
1. Umur
Faktor ketuaan adalah yang terbanyak.OA hampir tidak pernah pada
anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di
atas 60 tahun. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara umur dengan
penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
Pada umur lebih dari 55 tahun, prevalensi wanita lebih tinggi dari pria.
Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari
wanita.
3. Suku bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan cara hidup dan pertumbuhan dan
perkembangan individu.
22
4. Genetik
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain
untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
23
Klinik dan Laboratorik Klinik dan Klinik
Radiografik
- RF < 1 : 40
Normal
24
b. Analgetik topical: krim kapsaisin mengurangi nyeri pada ujung saraf
local.
c. Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS): analgetik- antiinflamasi.
Namun, penggunaaannya harus dikontrol sebab banyak menyebabkan
efek samping berupa gastritis hingga ulkus peptikum.
d. Chondroprotective agent: obat- obat yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan tulang rawan sendi. Sebagian peneliti
menggolongkannya dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMOADs):
1) Tetrasiklin: menghambat kerja enzim MMP
2) Asam hialuronat (viscosupplement): memperbaiki viskositas cairan
synovial, diberikan intraarthrikuler.
3) Glikosaminoglikan: menghambat sejumlah enzim degradasi tuang
rawan, seperti hialuronidase, protease, elastase, dan katepsin.
4) Kondroitin sulfat: Kondroitin sulfat memiliki efek: antiinflamasi,
efek metabolic terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan, dan
anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik
5) Vitamin C: menghambat enzim lisozim.
6) Superoxide Dismutase: menghilangkan superoxide dan hydroxyl
radikal yang merusak asam hialuronat, kolagen, dan proteoglikan.
7) Steroid Intra-artrikuler: kejadian inflamasi kadang terjadi pada OA
sehingga mampu mengurangi rasa sakit, tetapi penggunaannya
masih kontroversial.
3. Terapi bedah: jika terapi farmakologis tidak berhasil.
25
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan
dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi atau komplikasi
lain, seperti pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan untuk
menghilangkan keluhan nyeri dan peradangan dengan kolkisin, OAINS,
kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti
allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut,
namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat
sebaiknya tetap diberikan.10,11
Sebagai aturan umum, penderita hiperurisemia yang asimptomatis
tidak perlu diterapi, meskipun pada pemeriksaan USG menunjukkan
adanya timbunan kristal asam urat dalam jaringan lunak pada sebagian
kecil pasien.12,13 Namun pasien dengan kadar asam urat lebih dari 11mg/dl
yang mengeskresikan asam urat berlebihan lewat urin beresiko tinggi
terkena batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal, sehingga perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal.10
Tofus sebaiknya tidak dilakukan pembedahan kecuali jika berada di
lokasi yang kritis.Pembedahan baru diindikasikan bila terdapat komplikasi
dari topus meliputi infeksi, deformitas sendi, penekanan (seperti
penekanan pada spinal cord ataupu cauda ekuina oleh topus) dan nyeri
yang tidak teratasi sebagai akibat erosi topus.Pada 50% pasien yang
menjalani pembedahan mengalami penyembuhan yang lambat.
Terapi pada serangan akut lebih diarahkan pada menghilangkan rasa
nyeri dan peradangan. Pilihan terapi untuk serangan akut yaitu NSAID,
kortikosteroid, kolkisin dan ACTH.13 NSAID diberikan full dose selama
2-5 hari, bila perbaikan, dosis dikurangi hingga kira-kira setengah hingga
seperempatnya. Pada dasarnya, NSAID yang digunakan sebaiknya
merupakan inhibitor yang selektif terhadap COX-2.13 Akan tetapi, di
Indonesia sering digunakan indometasin dengan dosis150-200 mg/hari
selama 2-3 hari dan 75-100 mg/hari untuk minggu berikutnya atau sampai
nyeri dan peradangan berkurang. Dapat juga diberikan Naproxen 3x750
mg selama 2-3 hari kemudian dilanjutkan 3x250 mg atau sodium
diklofenak 3x50 mg. Adapun dosis kolkisin adalah 1,2 mg inisial diikuti
26
oleh 0,6 mg per jam hingga dosis total 4,8 mg dalam waktu 6 jam. Di
amerika, kolkisin sudah jarang digunakan.Kortikosteroid dan ACTH
diberikan apabila pemberian kolkisin dan NSAID tidak efektif atau
dikontraindikasikan.
Jika pasien tidak menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi
inisial dengan obat tunggal, ACR menyarankan untuk menambahkan obat
kedua sebagai terapi kombinasi.Selain itu, penggunaan terapi kombinasi
dari awal juga sangat tepat untuk serangan akut gout yang berat,
khususnya bila menyerang banyak sendi besar (poliartikular). Regimen
kombinasi yang diterima yaitu:
Kolkisin + NSAIDS
Kortikosteroid oral + kolkisin
Steroid intraartikular + kolkisin/NSAIDS
2.11. Komplikasi
Dapat pula terjadi gagal ginjal akut setelah terjadinya pelepasan massif
asam urat yang berlangsung pada pasien yang telah mengalami
pengobatan karena kelainan mielo- atau limfoproliferatif.
27
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung sekitar 100-150 mg
purin/hari.
28
29
KERANGKA TEORI
Faktor resiko :
Pengetahuan
GOUT Usia
diet rendah
(AU > 6mg/dL) Jenis kelamin
purin
Pola
Pola makan
Makan
Kuesioner
Pengetahuan :
Kurang Perilaku konsumsi diet purin:
Sedang Rendah
Baik Sedang
tinggi
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31
anamnesa pada saat menjumpai penderita arthritis gout dan keluarga
yang mengantar di wilayah kerja Puskesmas Monta periode juni –
oktober 2018. Sumber data sekunder diperoleh dari laporan bulanan
jumlah penderita arthritis gout periode juni-september 2018 di wilayah
kerja Puskesmas Monta.
3.3.2 Sumber Data
i. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tanpa melalui perantara) dengan melakukan metode
survei. Data primer yang ada dalam penelitian ini merupakan data
hasil wawancara atau anamnesa dan pengamatan pada saat Poli umum
di wilayah kerja Puskesmas Monta selama periode bulan juni –
september 2018.
ii. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder yang ada dalam penelitian ini : data yang
diperoleh dalam bentuk dokumen, data statistik, dan naskah-naskah
yang tersedia dalam lembaga atau instansi yang berhubungan dengan
penelitian.
3.3.3 Populasi Penelitian
32
a) Kunci Jawaban Pengetahuan
Penilaian Pengetahuan
3. Kurang, apabila jawaban responden benar < 40% dari nilai tertinggi
(0-3)
Keterangan :
Hasil Penilaian :
33
2. Benar 4-6 : pengetahuan sedang
Keterangan :
Hasil Penilaian :
o tidak pernah :0
o jarang ( bila konsumsi kurang dari 1 kali perminggu ) :1
o sering ( bila konsumsi lebih dari 1 kali perminggu ) :2
o setiap hari :3
Penilian Tindakan
3. Kurang, apabila jawaban responden benar < 40% dari nilai tertinggi
(0-7)
Kriteria
Resiko rendah bila nilai 0-16
Resiko Sedang bila nilai 17-31
Resiko tinggi bila nilai 32-48
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
0% 0%
10%
90%
35
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.1.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (90%) mengetahui tentang tubuh yang mengalami asam urat.
D Tidak tahu 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
45%
55%
36
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.2.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden hanya (45%) mengetahui tentang gejala asam urat.
JUMLAH 20 100%
10%
10% 35%
45%
37
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.3.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden hanya (35%) mengetahui tentang penyebab asam urat.
C Anak – anak 0 0%
JUMLAH 20 100%
15% 15%
0%
70%
38
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.4.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (70%) mengetahui tentang siapa yang paling banyak menderita asam
urat.
A Jerohan 12 60%
B Tempe 7 35%
C Nasi 0 0%
D Tidak tahu 1 5%
JUMLAH 20 100%
0%
5%
35%
60%
39
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.5.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (60%) mengetahui tentang makanan yang berhubungan dengan asam
urat.
A Madu 0 0%
B Susu 3 15%
C Alkohol 17 85%
D Tidak tahu 0 0%
JUMLAH 20 100
0% 0%
15%
85%
40
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.6.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (85%) mengetahui tentang minuman yang berhubungan menimbulkan
penyakit asam urat.
JUMLAH 20 100%
0%
10%
15%
75%
41
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.7.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (75%) mengetahui tentang mencegah penyakit asam urat.
D Tidak tahu 0 0%
JUMLAH 20 100%
0%
10%
20%
70%
42
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.8.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (70%) mengetahui tentang apa yang dilakukan jika terkenapenyakit
asam urat.
A Hepatitis 0 0%
C kanker 0 0%
JUMLAH 20 100%
0%
25%
0%
75%
43
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.9.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (75%) tidak mengetahui tentang komplikasi tersering penyakit asam
urat.
B 20 sampai 40 tahun 0 0%
C Dibawah 20 tahun 0 0%
JUMLAH 20 100%
25%
0%
0%
75%
44
Keterangan dari tabel dan diagram 4.1.10.
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden (75%) mengetahui tentang umur yang paling sering terkena penyakit
asam urat.
benar Salah
Benar salah
37%
63%
45
Terdapat (63%) responden mempunyai pengetahuan yang baik terhadap
penyakit Gout artritis.
A Tidak pernah 0 0%
B Jarang 14 70%
C Sering 6 30%
D Setiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
30%
70%
46
Keterangan dari tabel dan diagram 4.2.1.
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (70%) responden
jarang mengkonsumsi daging sapi.
2 Jarang 15 75%
3 Sering 1 5%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
47
Tidak pernah Jarang Sering Tiap hari
0%
5%
20%
75%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (75%) responden
jarang mengkonsumsi daging kambing.
1 Tidak pernah 3 7%
2 Jarang 8 44%
3 Sering 9 49%
4 Tiap hari 0 0%
48
JUMLAH 20 100%
0%
7%
49%
44%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (49%) responden
sering mengkonsumsi jeroan.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 13 65%
3 Sering 7 35%
49
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
35%
65%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (65%) responden
jarang mengkonsumsi emping.
1 Tidak pernah 1 6%
2 Jarang 14 69%
3 Sering 5 25%
50
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100
0%
6%
25%
69%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (69%) responden
jarang mengkonsumsi udang.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 2 6%
3 Sering 16 83%
51
4 Tiap hari 2 11%
JUMLAH 20 100%
0%
6% 11%
83%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (83%) responden
sering mengkonsumsi toge.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 5 7%
3 Sering 15 93%
52
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
7%
93%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (93%) responden
sering mengkonsumsi buncis.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 2 10%
53
3 Sering 15 75%
JUMLAH 20 100%
0%
10%
15%
75%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (75%) responden
sering mengkonsumsi kangkung.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 5 25%
54
3 Sering 15 75%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
25%
75%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (75%) responden
sering mengkonsumsi kol.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 4 20%
55
3 Sering 16 80%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
20%
80%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (80%) responden
sering mengkonsumsi jengkol.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 4 20%
56
3 Sering 16 80%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
20%
80%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (80%) responden
sering mengkonsumsi kacang - kacangan.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 7 35%
57
3 Sering 13 65%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
35%
65%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (65%) responden
sering mengkonsumsi pete.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 18 90%
58
3 Sering 2 10%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
10%
90%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (90%) responden
jarang mengkonsumsi durian.
2 Jarang 5 26%
59
3 Sering 9 47%
JUMLAH 20 100%
11%
16%
26%
47%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (47%) responden
sering mengkonsumsi kopi.
1 Tidak pernah 0 0%
2 Jarang 12 60%
60
3 Sering 8 40%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0% 0%
40%
60%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (60%) responden
jarang mengkonsumsi teh.
2 Jarang 0 0%
61
3 Sering 0 0%
4 Tiap hari 0 0%
JUMLAH 20 100%
0%0%
100%
Dari tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa (100%) responden
tidak pernah mengkonsumsi alkohol.
62
tidak pernah jarang sering setiap hari
2%
10%
48%
40%
4.3.1 Umur
3 66 -70 tahun 1 5%
Total 20 100%
Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita gout artritis
berumur diatas 40 - 55 tahun.
63
4.3.2 Jenis kelamin
Tabel 4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
No Uraian Jumlah persentase
1 Laki laki 12 60%
2 Perempuan 8 40%
Total 20 100%
Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita Gout artritis
berjenis kelamin Laki-laki .
4.3.3 Pendidikan
1 Tidak sekolah 0 0%
2 Tamat SD 1 5%
Total 30 100%
Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita Gout artritis
pendidikannya tamat SLTA, diikuti dengan tamat SLTP dan perguruan
tinggi.
64
Pada penelitian ini didapatkan hasil 19 responden memiliki
pengetahuan kurang, 8 responden memilki pengetahuan sedang, dan 3
orang memilki pengetahuan yang baik akan penyakit artritis gout.
65
BAB V
DISKUSI
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode
artritis akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya
endapan kristal monosodium urat dalam jaringan. Penimbunan kristal
monosodium urat monohidrat terjadi di jaringan akibat adanya supersaturasi asam
urat. Faktor yang behubungan dengan timbulnya arthritis gout antara lain, pola
makan yang tidak terkontrol, obesitas, jenis kelamin dan usia, genetic, kurang
konsumsi air putih, gangguan ginjal dan hipertensi. Asupan makan yang masuk ke
dalam tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang
mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat.
66
BAB VI
6. 1 Kesimpulan
6. 2 Saran
a. Puskesmas
Perlu diadakan penyuluhan mengenai arthritis gout bagi
masyarakat yangmasih minim pengetahuan.
b. Masyarakat
Saling mengupayakan diet rendah purin dengan diadakannya
sosialisasi makanan sehat di posyandu
c. Peneliti
Memperbaiki penelitian dengan cara menindak lanjuti hasil
dari penyuluhan sebelumnya.
67
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan departemen
ilmu penyakit dalam fakultas kedookteran indonesia, jakarta. Hal : 1208-1210.
2. Terkeltaub, Gout: Epidemiology, Pathology and Pathogenesis in Klippel (ed.),
Primer on the Rheumatic Diseases, Edisi 12, Athritis Foundation, Atlanta,
2010.
3. Andreoli TE. Bennett JC, carpenter CCJ. Plum F. Hyperuricemia anda Gout.
In Cecil Essentials of Medicine. 4th Ef. W.B Saunders Company,
Philadelphia,London, Toronto, 2008
4. Nuki, Gout in Rheumatology, Medicine Int., 2009, 42(12): 54-59
5. Hidayat R. Hiperurisemia dan gout. Medicinus 2009; 22:47-50
6. Dalbeth N, Haskard DO. Mechanisms of inflammation in gout.Rheumatology
2010;44:1090–6.
7. Choi HK, Mount DB, Reginato AM. Pathogenesis of gout.Annals of Internal
Medicine 2011;143: 499-515.
8. Pope RM, Tschopp J. The Role of Interleukin-1 and the inflammasome in
gout: implications for therapy. Arthritis and Rheumatism 2007;56:3183–8.
9. So A. Developments in the scientific and clinical understanding of gout.
Arthritis Research & Therapy 2008;10:221- 6.
10. Sumariyono. Diagnosis dan tatalaksana artritis gout akut. In:Gustaviani R,
Mansjoer A, Rinaldi I eds. Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2007.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2007.172-8.
11. Putra TR. Diagnosis dan penatalaksanaan artritis pirai. In: Setyohadi B,
Kasjmir YI eds. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2008. Jakarta:
2008; 113-8.
12. LawrenceRC,FelsonDT,HelmickCG,etal. 2008.Estimatesofthe prevalenceof
arthritisandotherrheumaticconditionsintheUnitedStates. PartII. Arthritis
Rheum. 58(1):26–35.
13. Rothschild BM. Gout and Pseudogout Treatment & Management. Emedicine
online. 2015. Accessed from: http://emedicine.medscape.com/article/329958-
treatment#aw2aab6b6b2
68
14. De Miguel E, Puig JG, Castillo C, Peiteado D, Torres RJ, Martín-Mola E.
Diagnosis of gout in patients with asymptomatic hyperuricaemia: a pilot
ultrasound study. Ann Rheum Dis. Jan 2012;71(1):157-8.
15. Soeroso, Joewono.Isbagio, Harry.dkk.Osteoartritis. Dalam: Sudoyo, Aru
W.dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta. Penerbit
InternaPublishing. 2009. Hal: 2538-2548.
16. Burns, Dennis K. Penyakit Sendi. Dalam: Hartanto, Huriawati.Robbins: Buku
Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2007. Hal: 862-864.
17. Carter, Michael A. Osteoartritis. Dalam: Hartanto, Huriawati. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses- proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2006.Hal:1380-1383.
18. Michael, S.Osteoarthritis.http://www.seniorjournal.com. Diakses 14 juni
2015.
19. Roland, D.Osteoarthritis Investigation.http://www.orthoanswer.org. Diakses
14 juni 2015.
20. Jacobson, JA, et al. 2008.Radiographic Evaluation of Arthritis :
DegenerativeJointDiseaseandVariation.Radiology.248(3):737–747.
21. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
69
LAMPIRAN
Identitas Responden
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Pendidikan :
70
b. Tempe
c. Nasi
d. Tidak tahu
6. Minuman apa yang berhubungan menimbulkan penyakit asam urat?
a. Madu
b. Susu
c. Alkohol
d. Tidak tahu
7. Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit asam urat?
a. Menghindari makan jerohan
b. Banyak mengkonsumsi kacang-kacangan
c. Makan ikan laut
d. Tidak tahu
8. Apa yang dapat dilakukan jika terkena penyakit asam urat?
a.Dikompres air hangat
b. Istirahat dan minum obat penghilang nyeri
c. Menghindari alkohol
d. Tidak tahu
9. Apakah komplikasi tersering dari penyakit asam urat?
a. Hepatitis
b. Kerusakan ginjal
c. Kanker
d. Tidak tahu
10. Umur berapa yang sering terkena asam urat?
a. Lebih dari 40 tahun
b. 20 sampai 40 tahun
c. Di bawah 20 tahun
d. Tidak tahu
Keterangan :
Hasil Penilaian :
71
2. Benar 4-6 : pengetahuan sedang
72
Lampiran 2 Kuesioner perilaku makan dan minum yang berhubungan
dengan arthritis gout (asam urat)
73
Lampiran 3 Pamflet Penyuluhan Asam Urat 1
OLEH :
DOKTER INTERNSIP
PUSKESMAS GOMBONG
I
74
Lampiran 4 Pamflet Penyuluhan Asam Urat 2
BUAH-BUAHAN Semua
75
LAIN-LAIN Semua macam Makanan yang
bumbu secukupnya berlemak,
santan kental,
makanan yang
digoreng
76