Disusun oleh :
Pendamping :
1
LEMBAR PERSETUJUAN
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Mini Project Program
Dokter Internsip ini. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam kegiatan
kami selama Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) di UPTD Puskesmas Monta.
Dalam proses penyusunan Laporan Mini P ini, penulis mendapat banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Yang terhormat, dr. Hj. Wahyuni selaku kepala Puskesmas monta dan pendamping dokter
internship.
2. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh tenaga kesehatan, staf dan karyawan Puskesmas
Monta yang telah berpartisipasi secara aktif dalam penelitian ini.
3. Rekan-rekan profesi dokter dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan
ini.
4. Semua yang ikut membantu, namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca.
Akhir kata penulis berharap agar Laporan Mini Project ini bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan perbaikan pelayanan UPTD Puskesmas Monta di kemudian hari.
3
DAFTAR ISI
4
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................19
3.1. Hasil Penelitian ....................................................................................19
3.1.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan Terhadap
Pengendalian Infeksi Hepatitis B…………………………..19
3.2. Pembahasan..........................................................................................21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 25
5.1. Kesimpulan..........................................................................................25
5.2 Saran.....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................26
Lampiran………………………………………………………………………….27
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal. Pelayanan
yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan motorik yang
cukup yang harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Monta.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan kesehatan.
Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya kepada petugas
kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut.
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi
sumber infeksi.
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh suatu agen
biologi seperti virus, bakteri atau parasit. Penyakit ini bukan disebabkan faktor fisik
seperti luka bakar dan trauma benturan atau kimia seperti keracunan yang bisa ditularkan
atau menular kepada orang lain melalui media tertentu atau vector (binatang pembawa),
(Rinendy, 2012).
6
Menurut American Medical Association (2011) pencegahan universal precaution
mengacu pada metode kontrol infeksi pada semua darah manusia dan cairan tubuh (pada
bidang kedokteran gigi: saliva) dan proteksi diri yang dilakukan dokter gigi. Pencegahan
universal adalah prosedur kontrol infeksi dan proteksi dokter gigi yang diterapkan pada
semua pasien.
American Medical Association dan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) mempublikasikan tindakan untuk mencegah penularan infeksi penyakit menular
termasuk tuberkulosis, Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS), dan hepatitis B
yang tujuannya yaitu untuk menurunkan prevalensi dengan pencegahan, memutuskan
rantai penularan dan penemuan penyakit secara dini. Tindakan tersebut antara lain
pengembangan dan penerapan suatu program pengendalian infeksi yang menyeluruh,
penggunaan pakaian pelindung dan pencegahan standar oleh petugas, penggunaan
teknik aseptik oleh petugas, imunisasi vaksin virus hepatitis B pada petugas kesehatan
yang rentan, dekontaminasi sumber lingkungan, serta pembersihan, desinfeksi, dan
sterilisasi instrumen secara tepat (Arias, 2009).
7
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di suatu
UPTD terkait untuk meminimalisir risiko terjadinya penularan silang antara pasien-
dokter, pasien-pasien dan pasien-perawat. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Praktik yang
Menyangkut Pengendalian Infeksi Hepatitis B dari Pasien ke Operator di Tempat Praktik
Dokter di Puskesmas Monta Kabupaten Bima”.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan praktik
yang menyangkut pengendalian infeksi hepatitis B dari pasien ke operator di tempat
praktik dokter di Puskesmas Monta Kabupaten Bima.
Untuk mengetahui apakah prosedur kerja yang diterapkan oleh dokter umum dan
para tenaga kesehatan yang melakukan praktik di wilayah kerja Puskesmas Monta
kabupaten Bima sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
8
1.4. Kerangka Konseptual
Dokter Umum /
Tenaga Kesehatan
1. Pendidikan
2. Umur
3. Minat
4. Pengalaman
Pengetahuan 5. Kebudayaan
dan
lingkungan
sekitar
6. Informasi
Tindakan Pengendalian
Hepatitis B menurut SOP
Keterangan:
Diteliti
Tidak Diteliti
10
1.5.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini, dengan jumlah sampel minimal 30
sampel (Sugiono, 2013).
(1) Dokter adalah seorang praktisi kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan, yang bertanggung jawab secara luas dalam berbagai upaya kesehatan
masyarakat khususnya dalam upaya kesehatan masyarakat di bidang promotif,
preventif dan kuratif.
(2) Pengetahuan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang
masih bersifat terselubung dan disebut perilaku tertutup (covert behavior).
11
(3) Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter terhadap
pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
(4) Hepatitis B adalah penyakit infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B, bersifat akut atau kronis yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker
hati dan kematian.
1. Alat Tulis.
2. Kuesioner dan Check List.
3. Inform consent.
12
1.5.8. Alur Kerja
Penentuan Populasi
Penentuan sampel
Informed Consent
Kuesioner
Check List
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Kesimpulan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan petugas
kesehatan lainnya mengenai pengetahuan akan praktik yang sesuai dengan SOP standar
program pengendalian infeksi di Puskesmas Monta, kabupaten Bima.
13
1.6.1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada instansi terkait dan
petugas kesehatan sehingga dapat digunakan untuk masukan dalam pembuatan standar
operasional program pengendalian infeksi di UPTD terkait, khususnya di wilayah
kabupaten Bima.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepatitis B
2.1.1. Definisi
.
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika
perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit
menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi
anatomi selama 6 bulan (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
2.1.2. Epidemiologi
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis, sirosis, dan
kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh, sebagian besar kepulaan
Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur Tengah, dan di lembah Amazon.
Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa sejumlah
200.000 hingga 300.000 orang (terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap
tahunnya. Hanya 25% dari mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan
perawatan di rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan (Price
& Wilson, 2012).
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar 400
juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi di Indonesia
dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus Hepatitis B diperkirakan
telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang hidup saat ini selama kehidupan
mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua pembawa kronis hidup di Asia dan pesisir
Pasifik Barat (Kumar et al, 2012).
15
Prevalensi pengidap VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di seluruh provinsi di
Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang: 0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas
Biomedis tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391 orang menunjukkan bahwa
persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur
45- 49 tahun (11,92%), umur >60 tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%),
selanjutnya HBsAg positif pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7%
dan 9,3%). Hal ini menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi
virus Hepatitis B (Kemenkes, 2012).
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda HBsAg telah
diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu saliva, air
mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan
tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui infeksius (Thedja, 2012).
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara parenteral
yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horizontal (kontak antar
individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik
bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekret dan cairan tubuh
manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum (Juffrie et al, 2010).
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B
mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel
dinding hati.
16
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B
dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis
disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti
banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan.
Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan
hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens
virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon
seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel
hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen
peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel
hati oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir
dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno,
2007).
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi
asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.
Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain
tetapi dengan intensitas yang lebih berat (Juffrie et al, 2010). Gejala hepatitis akut terbagi
dalam 4 tahap yaitu:
17
2.) Fase Prodromal (pra - ikterik).
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia,
mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi.
Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum,
kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
18
Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam darah,
tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang
berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT.
Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi
VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar
partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer
HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
konsentrasi ALT normal (Sudoyo et al, 2009).
19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada kuesioner yang dibagikan dan check list yang diamati peneliti, pada variabel
pengetahuan tidak disediakan pertanyaan dengan anggapan rerata pengetahuan
mengenai prosedur pencegahan penyakit infeksi dianggap cukup sedangkan untuk
variabel tindakan (Praktik) terdiri dari 15 pernyataan.
Hasil pengamatan tindakan pencegahan penyakit menular pada daftar check list dari
30 responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
20
Tabel III.1 Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan jumlah tenaga
kesehatan yang melakukan dan tidak melakukan prosedur
yang telah ditetapkan.
21
Dari hasil tabel III.1 menunjukkan responden yang tidak melakukan tindakan sesuai
prosedur yang telah ditetapkan 3 terbanyak yaitu pertanyaan nomor 9 sebanyak 30
responden (100%) tanpa kaca mata pelindung yang berfungsi melindungi mata dan
selaput lendir dari kerusakan partikel makroskopik, cidera kimia, dan infeksi mikroba,
dan check list selanjutnya terbanyak ke dua yaitu nomor 15 sebanyak 23 responden
(76,6%) menandakan masih kurangnya peringatan tertulis yang berada di ruangan untuk
mengingatkan operator, untuk meminimalkan terjadinya penularan penyakit kemudian
nomor 1 sebanyak 25 responden (83%) belum mendapatkan vaksinasi HBV yang
berfungsi untuk perlindungan diri dari terjangkitnya virus hepatitis B.
3.2 Pembahasan
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media.
Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara
berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan
menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan penanganannya
mengingat sifat menularnya yang bisa menimbulkan wabah dan menimbulkan kerugian
baik sosial maupun material dalam jumlah yang signifikan. (Widoyono, 2011).
Hepatitis B merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV),
yang menyebabkan peradangan dan pembengkakan hati, dan bisa sampai terjadi kerusakan
hati yang nyata dan bersifat berbahaya. Penderita seringkali tidak merasakan dan
menyadari bahwa dirinya sedang terinfeksi oleh virus Hepatitis B, karena keluhan akan
penyakit ini terkadang tidak bersifat spesifik, atau bahkan tidak memunculkan gejala sama
sekali (Lukman, 2008).
Pada kuesioner yang dibagikan dan check list yang diamati peneliti, pada variabel
pengetahuan tidak disediakan pertanyaan dengan anggapan rerata pengetahuan
mengenai prosedur pencegahan penyakit infeksi dianggap cukup sedangkan untuk
variabel tindakan (Praktik) terdiri dari 15 pernyataan.
22
Tabel III.1 menunjukkan hasil pengamatan tindakan pengendalian penyakit infeksi
Hepatitis B di puskesmas Monta. Pada daftar check list masih terdapat responden yang
belum melaksanakan semua prosedur. Berdasarkan hasil dari tabel III.1 menunjukkan
responden yang tidak melakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku telah ditetapkan 3
terbanyak yaitu pertanyaan nomor:
2.) No. 15 yaitu peringatan tertulis yang berada di ruangan tindakan atau perawatan
untuk mengingatkan operator, guna meminimalisir terjadinya penularan penyakit menular
sebanyak 23 responden (76%) dari 30 responden. Dari pengamatan peneliti mendapatkan
bahwa belum ada peringatan yang terdapat di dinding ruang tindakan ataupun perawatan,
untuk mengingatkan operator terhadap pencegahan dan pengendalian program infeksi,
yang diharapkan bisa meminimalisir terjadinya penularan penyakit.
23
Berdasarkan penelitian – penelitian pendahuluan yang pernah dilakukan baik itu
didalam negeri maupun diluar negeri, yang meneliti tentang topik pembahasan yang sama
dengan peneliti terkait, maka didapatkan hasil yang signifikan, yaitu :
1.) Pada penelitian ini didapatkan bahwa ada 30 responden (100%) yang tidak pernah
mengenakan kacamata pelindung, serta ada 23 responden (76%) menandakan masih kurangnya
peringatan tertulis yang ditempel di ruangan tindakan maupun perawatan untuk mengingatkan
operator agar meminimalisir angka penularan penyakit. Paparan langsung dari beberapa
responden mengungkapkan bahwa mereka berusaha menciptakan suasana yang nyaman saat
bekerja, dalam hal ini menurut mereka bila menggunakan kacamata pelindung, dapat
menghambat mereka saat bekerja. Ha ini juga serupa dijumpai pada penelitian Wibowo
Parisihni dan Haryanto pada tahun 2015 tentang “Proteksi Dokter Sebagai Pemutus Rantai
Infeksi Silang” dimana didapatkan hanya 12 responden (37,5%) yang menggunakan kacamata
pelindung. Selain itu, hal ini mungkin disebabkan karena mahalnya harga kacamata pelindung
dan berkurangnya efek kenyamanan ketika pemakaian APD terkait.
2.) Pada penelitian ini pula terlihat bahwa masih banyaknya responden yang belum
melakukan vaksinasi Hepatitis B, sebanyak 25 responden (83%), dan yang telah divaksinasi
sebanyak 5 responden (17%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Razak,
Joffrey dan Ahmadi pada tahun 2014 dengan judul “Cross Infection Control Methods Adopted
by Medical and Dental Practitioners in Benin City, Nigeria”. Dimana dari 113 sampel yang
diteliti hanya ada 12 orang (22,1%) yang telah divaksin Hepatitis, dan 101 sisanya (88.9%)
belum mendapatkan vaksin Hepatitis. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran
tenaga kesehatan terkait dalam hal proteksi diri dari penyakit menular. Sudah seharusnya
pemberian edukasi, dan pelatihan mengenai langkah – langkah pengendalian infeksi perlu
dilakukan sebelum memasuki kegiatan praktik.
25
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Bima agar penelitian ini dapat dijadikan informasi
tentang perbaikan manajemen program pengendalian dan pencegahan penyakit infeksi.
26
DAFTAR PUSTAKA
Akbar H. N., 2007. Hepatitis B in: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 1st ed. Jakarta: Jayabadi
pp. 201-4.
Akib K, M., et al. (2008). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI &
PERDALIN.
Depkes. (2017). Profil Kesehatan NTB Tahun 2017. mataram: Marjito, S.Si., SKM., M.Kes.
Dienstag J. L., Wands J. R., Koff R. S., 1995. Acute Hepatitis, in: Harrison’s Principles of
Internal Medicine 1. 11th ed. USA: McGrawHill pp. 1325-38.
Hendrarahardja., 2003. Hepatitis Viral Akut, in: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1st ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 253-8.
Rinendy D. Hubungan antara pengetahuan dan sikap mahasiswa profesi dengan tindakan
pencegahan penyakit menular di RSGM Universitas Jember.
Jember: Universitas Jember, 2012: 32.
Schaffer, et al. (2000). Seri Pedoman Praktis: Pencegahan Infeksi dan Praktik Yang Aman.
Jakarta: Penerbit EGC.
27
LAMPIRAN
KUISIONER PENELITIAN
Mohon dijawab sesuai dengan perilaku anda (responden) saat penanganan pasien, untuk
pertanyaan berikut ini:
KADANG –
NO PERTANYAAN YA TIDAK KADANG ALASAN
(Y) (T) (K)
Apakah diri anda sudah
1 pernah mendapat
vaksinasi HBV secara
lengkap?
Apakah anda senantiasa
2 melakukan sterilisasi
alat post tindakan
terhadap pasien Hepatitis
B?
Apakah anda senantiasa
mengenakan pakaian
3 pelindung yang
dianjurkan saat
menangani pasien
Hepatitis B?
Apakah anda senantiasa
memastikan kebersihan
4 kuku tangan sebelum
dan sesudah melakukan
tindakan terhadap pasien
Hepatitis B?
Apakah anda
5 mengenakan perhiasan
pribadi saat menangani
pasien Hepatitis B?
6 Apakah anda senantiasa
memakai masker saat
menangani pasien
Hepatitis B?
28
Apakah anda senantiasa
7 mencuci tangan sebelum
dan sesudah menangani
pasien Hepatitis B?
Apakah anda
menanyakan (anamnesis)
8 riwayat penyakit
menular pada pasien
Hepatitis B?
Apakah anda senantiasa
memakai kacamata
9 pelindung saat
menangani pasien
Hepatitis B?
Apakah anda senantiasa
10 memakai sarung tangan
sebelum menangani
pasien Hepatitis B?
Apakah anda senantiasa
melakukan sterilisasi
11 alat setiap pergantian
penanganan pasien
Hepatitis B?
Apakah anda senantiasa
membersihkan area
12 terkait tindakan sesudah
menangani pasien
Hepatitis B?
Apakah anda senantiasa
melakukan prosedur
13 penanganan jarum
suntik sesudah
menangani pasien
Hepatitis B?
Apakah anda pernah
14 mendapat luka
saat/sesudah menangani
pasien Hepatitis B?
Apakah anda melakukan
edukasi akan
15 peringatan tertulis pada
pasien Hepatitis
B/keluarga pasien?
29