Disusun oleh :
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Pangkalan Balai
dr. Nilawati
2
LEMBAR PERSETUJUAN
PENYUSUN :
dr. Nilawati
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
Rahmat dan KaruniaNya. Rasa syukur kami panjatkan bersamaan dengan selesainya hasil
laporan analisis kami dengan judul “GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN
PERILAKU MASYARAKAT TENTANG DIET RENDAH PURIN TERHADAP
PENINGKATAN INSIDENSI PENYAKIT ARTHRITIS GOUT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PANGKALAN BALAI”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
kegiatan kami selama Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) di UPTD Puskesmas
Pangkalan Balai.
Dalam penulisan laporan ini kami banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu, dalam kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Nilawati, dr. selaku kepala Puskesmas Pangkalan Balai dan dokter pendamping
internship,
2. Staf dan karyawan Puskesmas Pangkalan Balai,
3. Rekan-rekan profesi dokter dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian
laporan ini.
Dengan segala kerendahan hati kami memohon maaf apabila masih banyak kesalahan
dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca, instansi dan khususnya bagi kepentingan pelayanan kesehatan untuk
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pangkalan Balai.
Hormat Kami,
Penyusun
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..... 4
DAFTAR ISI……………………………………………………………....... 5
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..... 7
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. 8
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… 9
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 10
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 11
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 11
1.3 Tujuan………………………………………………………………….. 12
1.4 Manfaat………………………………………………………………… 12
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti………………………………………… 12
1.4.2 Manfaat Bagi Wahana………………………………………… 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………. 13
2.1. Definisi………………………………………………………………... 13
2.2. Epidemiologi…………………………………………………………. 13
2.3. Etiologi………………………………………………………………... 14
2.4. Klasifikasi Hiperusemia Dan Artritis Gout………………………….. 14
2.5. Pathogenesis………………………………………………………….. 14
2.6. Faktor resiko………………………………………………………….. 15
2.7 Manifestasi Klinis……………………………………………………… 16
2.8. Diagnosis……………………………………………………………… 17
2.9. Diagnosis Banding……………………………………………………. 18
2.10 Penatalaksanaan Artritis Gout……………………………………….. 24
2.11. Komplikasi……………………………………………………………. 26
2.12 Makanan yang Mengandung Purin…………………………………... 26
KERANGKA TEORI………………………………………………………. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………… 28
3.1 Kerangka Konsep……………………………………………............... 28
3.2 Tempat dan Waktu…………………………………………………….. 28
3.3 Jenis dan Sumber Data………………………………………………… 28
3.3.1 Jenis Data……………………………………………………... 28
3.3.2 Sumber Data………………………………………………….. 28
3.3.3 Populasi dan sampel Penelitian……………………………… 28
3.4 Pengolahan dan Analisis Data………………………………………… 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………... 30
4. 1 Hasil………………………………………………………................... 30
4. 2 Pembahasan……………………………………................................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………... 34
6. 1 Kesimpulan………………………………………………………….. 34
6. 2 Saran…………………………………………………………………. 34
5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 35
LAMPIRAN………………………………………………………………... 37
6
DAFTAR GAMBAR
7
DAFTAR TABEL
8
DAFTAR LAMPIRAN
9
BAB I
PENDAHULUAN
10
jumlah kasus arthritis di Kota Palembang sebanyak 24.760 pasien (Dinkes Kota
Palembang, 2018).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor resiko terjadinya
artitris gout, terdapat interaksi antara faktor yang dapat diubah dan yang tidak dapat
diubah. Faktor resiko yang tak dapat diubah seperti ; riwayat penyakit keluarga, genetik,
usia dan jenis kelamin. Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yang berpengaruh
diantaranya obesitas, asupan makanan dan alkohol, konsumsi obat, gangguan ginjal dan
hipertensi. Penyakit gout sendiri lebih sering menyerang penderita yang mengalami
kelebihan badan 30% dari berat badan ideal.
Asupan yang masuk ke tubuh juga mempengatuhi kadar asam urat dalam darah.
Makanan yang mengandung zat purin tinggi akan diubah menjadi asam urat. Asam urat
yang dikeluarkan lewat urin sebesar 2/3 sedangkan sisanya diekskresi melalui usus, tetapi
pada orang dgn diet tinggi purin, terjadi gangguan pada metabolisme purin sehingga
terjadi hiperekskresi asam urat yang ditunjukkan dengan kadar asam urat urin yang tinggi
pada urin. Selain peningkatan kadar asam urat urin, terjadi peningkayan asam urat dalam
darah pula. Sebagian besar kasus gout arthritis mempunyai latar belakang penyebab
primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Perlu
komunikasi yang baik dengan penderita untuk mencapai tujuan terapi. Hal itu dapat
diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin yang baik (Hidayat R, 2009).
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang diet
rendah purin dalam peningkatan insidensi penyakit Artritis Gout di Wilayah kerja
Puskesmas Pangkalan Balai.
11
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
i. Sebagai pengalaman dan penambahan wawasan tentang insidensi penyakit
arthritis gout yang terjadi di Puskesmas Pangkalan Balai.
ii. Mengaplikasikan ilmu kedokteran yang telah dipelajari ke dalam sebuah
penelitian yang berguna bagi masyarakat.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode artritis akut dan
berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya endapan kristal monosodium
urat dalam jaringan. Penimbunan kristal monosodium urat monohidrat terjadi di jaringan
akibat adanya supersaturasi asam urat.1
Pada artritis gout stadium kronis, dapat ditemukan topus, yaitu nodul padat yang
terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras dan tidak nyeri yang dapat ditemukan pada
sendi atau jaringan.1
2.2 Epidemiologi
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, puncaknya
pada dekade ke-V. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia yang lebih muda, sekitar
32% pada pria berusia kurang dari 44 tahun. Pada wanita, kadar asam urat umumnya
rendah dan meningkat setelah usia menopause. Prevalensi arthritis gout di Bandungan,
Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria
1,7% dan wanita 0,05%. Di Minahasa (2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar
29,2% dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah
menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2018 jumlah kasus arthritis di Kota
Palembang sebanyak 24.760 pasien.3
2.3 Etiologi
Gejala arthritis gout akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya,
penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolik. Asam urat merupakan zat sisa
yang dibentuk oleh tubuh pada saat regenerasi sel. Beberapa orang dengan gout
membentuk lebih banyak asam urat dalam tubuhnya (10%). Sisanya (90%), tubuh anda
tidak efektif membuang asam urat melalui air seni. Faktor lain yaitu genetik, jenis kelamin
dan nutrisi (peminum alkohol, obesitas).1,4
13
Klasifikasi hiperurisemia dan gout sebagai berikut:5
1. Primer
a. Metabolik (Kelebihan Produksi)
Idiopatik (10% dari gout primer)
Berhubungan dengan gangguan enzim (<1%)
Kelebihan produksi fosforibisil pirofosfat (PRPP) sintetase
Defisiensi hiposantin guanin fosforobosil transfase (HGPRT)
parsial
Defisiensi HGPRT komplit
b. Renal (undereskresi idiopatik 90% gout primer)
2. Sekunder
a. Metabolik
Peningkatan turnover asam nukleat contohnya hemolisis kronik,
gangguan limfoproliferatif atau mieloproliferatif.
Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidroginase (G6PD) contohnya
glycogen storage disease.
b. Renal
Gagal ginjal akut atau kronik
Deplesi volume
Gangguan pada tubulus oleh karena obat-obatan atau produksi
metabolik.
2.5 Patogenesis
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan
sekresi. Ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan
hiperurisemia yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di
serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan asam urat
dalam bentuk garam yaitu monosodium urat (MSU) di berbagai jaringan.6,7
Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah seperti pada
sendi perifer tangan dan kaki dapat menjelaskan kenapa kristal MSU mudah diendapkan
di kedua tempat tersebut. Predileksi pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1
(MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah
tersebut. Perubahan matrik ekstraseluler seperti proteoglikan, kondroitin sulfat, serat
14
kolagen dan sebagainya atau debris dalam cairan sinovial dapat menjadi nidus (inti atau
nucleating agent) pembentukan kristal. Kristal MSU yang terbentuk bisa mengalami
disolusi spontan atau mengalami akumulasi kronik di jaringan membentuk topus terutama
di sinovium dan permukaan kartilago. Tofus di jaringan sinovial tetap stabil karena
biasanya diselimuti albumin dan imunoglobulin.8,9
Awal artritis gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum karena
kadar asam urat yang stabil jarang menimbulkan serangan. Pengobatan dengan
allopurinol, trauma, pembedahan dan asupan alkohol yang berlebihan dapat menjadi
faktor pencetus artritis gout akut. Keadaan ini menyebabkan terlepasnya kristal
monosodium urat dari depositnya di sinovium atau tophi (crystals shedding).7,9
Kristal MSU ditangkap oleh reseptor TLR2 dan TLR4, suatu reseptor transmembran
yang terdapat pada permukaan sel imun inate seperti monosit atau makrofag. Proses
fagositosis ini dibantu oleh protein adaptor Myd88 dan CD14. CD14 terdapat pada
permukaan sel fagosit yang dapat melipatgandakan respon seluler yang dirangsang oleh
ligand TLR2 dan TLR4. Sedangkan protein adaptor Myd88 bersama phosphatidylinositol
3 kinase, Rac1 dan Akt meneruskan sinyal untuk aktivasi faktor traskripsi nuclear factor
kappa B (NFκβ) di inti sel untuk membentuk berbagai molekul proinflamasi seperti tumor
necrosis factor α (TNF- α), interleukin-1β (IL-1β), IL-6, CXCL8 (IL-8), dan CXCL1
(growth-related oncogene α).10
15
1. Hiperurisemia asimptomatik
Stadium ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar asam urat dalam darah
tanpa disertai manifestasi klinis, hiperurisemia biasanya dimulai pada masa
pubertas pada pria tetapi pada wanita fase ini biasanya mulai setelah menopause.
2. Serangan artritis gout akut
Fase ini merupakan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai. Gambaran
klinis sangat khas sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan mudah. Biasanya
menyerang sendi metatarsofalangeal I (MTP I), selain itu pada pergelangan kaki,
lutut, pergelangan tangan, jari tangan dan siku.
Serangan artritis gout ditandai adanya nyeri yang cepat yang mempengaruhi
persendian dan diikuti panas, bengkak, kemerahan dan sangat nyeri. Nyeri
biasanya menyerang satu persendian tetapi pada wanita dapat poliartikuler. Nyeri
pada artritis gout disebabkan deposit kristal asam urat di dalam jaringan sendi.
Bila tidak diobati akan sembuh sendiri dalam 7 sampai 10 hari.
Serangan artritis gout dapat dicetuskan oleh stres, trauma, infeksi, dehidrasi,
operasi, starvasi, alkohol, obat-obatan, penurunan berat badan, dan makan
makanan tertentu yang berlebihan, adanya perubahan profil lipid pada saat
serangan artritis gout. Pencegahan dapat dilakukan bila level asam urat serum <
6,0 mg/dl yaitu dengan cara mempertahankan intake cairan yang adekuat,
penurunan berat badan, perubahan diet, mengurangi konsumsi alkohol dan obat-
obatan yang menurunkan hiperurisemia.
3. Interkritikal gout
Merupakan fase antara satu serangan akut gout dengan serangan berikutnya
pada stadium awal periode ini biasanya tanpa gejala dan tanpa kelainan
pemeriksaan meskipun pada periode ini bersifat asimtomatik, tetapi kristal MSU
dapat ditemukan pada cairan sendi yang terlibat.
4. Stadium kronis tofeseus gout
Stadium ini dimulai dengan ditemukan adanya topus di sendi atau sekitar
sendi. Timbulnya topus bervariasi antara 3 sampai 42 tahun, kebanyakan setelah
10 tahun dan terjadinya topus berkorelasi dengan derajat dan lamanya
hiperurisemia, terutama pada kadar asam urat > 11mg/dl.
Topus juga dihubungkan dengan makin muda umur dan makin lama menderita
artritis gout. Topus dapat ditemukan di daerah kartilago, membran sinovial tendon,
jaringan lunak, dan berbagai tempat seperti telinga, jari-hari tangan, tangan, siku,
16
lutut. Topus dapat single dan multiple, berukuran kecil sampai besar sangat
menganggu pergerakan sendi, sering disertai dengan adanya luka yang
mengeluarkan cairan berwarna keputih-putihan berisi kristal berbentuk jarum.
Pada topus kecil yang sukar dibedakan dengan nodul rematik yang lain. Maka
aspirasi sendi atau biopsi topus dapat digunakan untuk memastikan diagnosis.
Apabila tidak ditatalaksana dengan baik serangan artritis gout akan
berlangsung lebih sering, mengenai banyak sendi (poliartikuler), semakin berat
dan semakin lama serta gejala sistemik yang lebih berat pula.1
2.8 Diagnosis
Menurut kriteria ACR (American Collage of Rheumatology), diagnosis dapat
ditegakkan jika:
1. Didapatkan kristal monosodium urat dalam cairan sendi atau
2. Didapatkan tofus yang mengandung kristal MSU atau
3. Ditemukan 6 dari beberapa kriteria dibawah ini:
a. Lebih dari 1 kali serangan artritis akut
b. Inflamasi maksimal berkembang dalam 1 hari
c. Arthritis monoartikuler
d. Kemerahan pada sendi
e. Bengkak + nyeri pada MTP-1
f. Serangan unilateral pada MTP-1
g. Serangan unilateral pada sendi-sendi tarsal
h. Dicurigai tofus
i. Hiperurisemia
j. Pembengkakan sebuah sendi asimetrik (pada foto rontgen)
k. Kista subkortikal tanpa erosi (pada foto rontgen)
l. Kultur mikroorganisme cairan sendi negatif.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos untuk mengevaluasi
gout kronis tidak terkontrol minimal 1 tahun diderita. Pada Bone scanning tampak
konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi yang terkena dampak.
Pada fase awal, tampak pembengkakan asimetris dan edema jaringan lunak sekitar
sendi. Pada pasien dengan beberapa episode arthritis gout pada sendi yang sama,
ditemukan daerah berawan dengan opasitas meningkat dan perubahan tulang mulai yaitu
lesi punch-out, yang dapat berkembang menjadi sklerotik karena peningkatan ukuran.
17
2.9 Diagnosis Banding
Rheumatoid arthritis1,13,14
Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang beberapa sendi
dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe III). Rheumatoid arthritis dapat
menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi pada permukaan lapisan sendi, perikardium,
dan pleura), nodul rheumatoid, dan vaskulitis bila proses ini terus-menerus dapat
menyebabkan penghancuran tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang
rheumatoid arthritis dapat juga menyebar ke paru-paru, perikardium, pleura, sklera, lesi
nodular, jaringan subkutan di bawah kulit.
Artritis reumatoid merupakan penyakit yang menyerang laki-laki pada umur 60-70
tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan abad ke-20 dan
konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak 65-75 tahun.
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a. Stadium sinovitis : adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat
maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
b. Stadium destruksi : terjadi kerusakan pada jaringan synovial dan sekitarnya yang
ditandai adanya kontraksi tendon atau perubahan bentuk tangan (jari swan-neck).
c. Stadium deformitas : terjadi perubahan secara progresif dan berulang, deformitas dan
ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis,
berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.
18
St. II : terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang ringan
disertai penyempitan pada ruang sendi.
St. III : terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan penyempitan
ruang sendi; sehingga terjadi perubahan bentuk sendi.
St. IV : imobilisasi semua sendi karena menyatunya tulang-tulang dengan sendi.
Pada rheumatoid arthritis juga terdapat gejala konstitusional, misalnya lelah hebat,
anoreksia, berat badan turun dan demam. Serta adanya manifestasi ekstra-artikular seperti
jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid
menurut American Rheumatism Association:
Kriteria Definisi
1. Kekakuan pagi Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,
3. Artritis pada sendi Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
tangan sendi MCP atau sendi PIP
19
radiografik tangan dan pergelangan tangan
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan periartikular
jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi
hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya
tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada
olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan.
A : Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B : Erosi komplit pergelangan tangan
20
Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD). Kelompok obat-obatan ini
termasuk metotrexat, senyawa emas, D-penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine.
Terapi glukokortikoid. Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) menjadi terapi suportif
yang berguna untuk mengontrol gejala dan memperlambat progresifitas erosi tulang.
Operasi. Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk sendi yang
cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga sinovium baru dapat
terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi bila telah putus.
Osteoartritis
1. Umur
Faktor ketuaan adalah yang terbanyak. OA hampir tidak pernah pada anak-anak,
jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Hal ini
disebabkan adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan
proteoglikan pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
Pada umur lebih dari 55 tahun, prevalensi wanita lebih tinggi dari pria. Usia
kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari wanita.
3. Suku bangsa
21
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan
prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan cara hidup dan pertumbuhan dan perkembangan individu.
4. Genetik
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis.
Gambaran klinis berupa nyeri sendi terutama saat bergerak atau menanggung beban.
Dapat pula terjadi kekauan sendi di pagi hari yang berlangsung beberapa menit jika sendi
tidak bergerak lama, tetapi akan hilang setelah sendi digerakkan. Pada sebagian pasien
OA lanjut, nyeri sendi mungkin disebabkan oleh sinovisitis atau spasme otot akibat
instabilitas sendi. Sinovisitis OA mungkin terjadi karena fagositosis shard tulang rawan
dan tulang permukaan sendi yang mengalami abrasi, jarang terjadi efusi sinovium, pada
palpasi sendi mungkin terasa hangat. Pembengkakan pada sendi bersifat asimetris.16,17,18
Gambaran lain adalah keterbatasan dalam gerak, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang
disekitar sendi, dan krepitasi sebagai akibat pergesekan permukaaan yang terpajan.
Perubahan yang khas adalah nodus Heberden pada sendi interfalang distal dan nodus
Bouchard pada interfalang proksimal.15
22
Klinik dan Laboratorik Klinik dan Klinik
Radiografik
Nyeri lutut + minimal 5 Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal 3
dari 9 kriteria berikut : dari 3 kriteria berikut : dari 6 kriteria berikut :
- Umur > 50 tahun - Umur > 50 tahun - Umur > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit - Kaku pagi < 30 menit - Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus - Krepitus - Krepitus
- Nyeri tekan + - Nyeri tekan
- Pembesaran tulang OSTEOFIT - Pembesaran tulang
- Tidak panas pada perabaan - Tidak panas pada
- LED < 40 mm / jam Perabaan
- RF < 1 : 40
- Analisis cairan sendi
Normal
23
2) Asam hialuronat (viscosupplement): memperbaiki viskositas cairan synovial,
diberikan intraarthrikuler.
3) Glikosaminoglikan: menghambat sejumlah enzim degradasi tuang rawan,
seperti hialuronidase, protease, elastase, dan katepsin.
4) Kondroitin sulfat: Kondroitin sulfat memiliki efek: antiinflamasi, efek
metabolic terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan, dan anti degradatif
melalui hambatan enzim proteolitik
5) Vitamin C: menghambat enzim lisozim.
6) Superoxide Dismutase: menghilangkan superoxide dan hydroxyl radikal yang
merusak asam hialuronat, kolagen, dan proteoglikan.
7) Steroid Intra-artrikuler: kejadian inflamasi kadang terjadi pada OA sehingga
mampu mengurangi rasa sakit, tetapi penggunaannya masih kontroversial.
3. Terapi bedah : jika terapi farmakologis tidak berhasil.
Secara umum penanganan artritis gout dilakukan dalam 3 langkah yaitu: (1)
mengobati serangan akut, (2) melakukan profilaksis untuk mencegah peradangan akut
berulang dan, (3) menurunkan kadar asam urat yang berlebihan untuk mencegah
peradangan dan penimbunan kristal asam urat di jaringan. Langkah-langkah tersebut
dapat berupa pemberian edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan.
Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi atau komplikasi
lain, seperti pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan untuk menghilangkan
keluhan nyeri dan peradangan dengan kolkisin, OAINS, kortikosteroid, atau hormon
ACTH. Obat penurun asam urat seperti allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh
diberikan pada stadium akut, namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat
penurun asam urat sebaiknya tetap diberikan.10,11
Sebagai aturan umum, penderita hiperurisemia yang asimptomatis tidak perlu
diterapi, meskipun pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya timbunan kristal
asam urat dalam jaringan lunak pada sebagian kecil pasien. 12,13 Namun pasien dengan
kadar asam urat lebih dari 11mg/dl yang mengeskresikan asam urat berlebihan lewat
urin beresiko tinggi terkena batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal, sehingga perlu
dilakukan pemantauan fungsi ginjal.10
24
Tofus sebaiknya tidak dilakukan pembedahan kecuali jika berada di lokasi yang
kritis. Pembedahan baru diindikasikan bila terdapat komplikasi dari topus meliputi
infeksi, deformitas sendi, penekanan (seperti penekanan pada spinal cord ataupu cauda
ekuina oleh topus) dan nyeri yang tidak teratasi sebagai akibat erosi topus. Pada 50%
pasien yang menjalani pembedahan mengalami penyembuhan yang lambat.
Terapi pada serangan akut lebih diarahkan pada menghilangkan rasa nyeri dan
peradangan. Pilihan terapi untuk serangan akut yaitu NSAID, kortikosteroid, kolkisin
dan ACTH.13 NSAID diberikan full dose selama 2-5 hari, bila perbaikan, dosis
dikurangi hingga kira-kira setengah hingga seperempatnya. Pada dasarnya, NSAID
yang digunakan sebaiknya merupakan inhibitor yang selektif terhadap COX-2.13
Akan tetapi, di Indonesia sering digunakan indometasin dengan dosis150-200 mg/hari
selama 2-3 hari dan 75-100 mg/hari untuk minggu berikutnya atau sampai nyeri dan
peradangan berkurang. Dapat juga diberikan Naproxen 3x750 mg selama 2-3 hari
kemudian dilanjutkan 3x250 mg atau sodium diklofenak 3x50 mg. Adapun dosis
kolkisin adalah 1,2 mg inisial diikuti oleh 0,6 mg per jam hingga dosis total 4,8 mg
dalam waktu 6 jam. Di amerika, kolkisin sudah jarang digunakan.Kortikosteroid dan
ACTH diberikan apabila pemberian kolkisin dan NSAID tidak efektif atau
dikontraindikasikan.
Jika pasien tidak menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi inisial dengan
obat tunggal, ACR menyarankan untuk menambahkan obat kedua sebagai terapi
kombinasi.Selain itu, penggunaan terapi kombinasi dari awal juga sangat tepat untuk
serangan akut gout yang berat, khususnya bila menyerang banyak sendi besar
(poliartikular). Regimen kombinasi yang diterima yaitu:
Kolkisin + NSAIDS
Kortikosteroid oral + kolkisin
Steroid intraartikular + kolkisin/NSAIDS
25
2.11. Komplikasi
Deposit asam urat dapat menjadi batu dan menyebabkan nefrolitiasis urat. Insiden
meningkat dengan peningkatan eksresi asam urat. PH urine menurun, riwayat keluarga
atau diri sendiri pernah memiliki batu asam urat.
Dapat pula terjadi gagal ginjal akut setelah terjadinya pelepasan massif asam urat
yang berlangsung pada pasien yang telah mengalami pengobatan karena kelainan
mielo- atau limfoproliferatif.
Berikut 6 Pedoman Diet Rendah Purin Bagi Penderita Asam Urat tersebut:
26
4. Kurangi konsumsi lemak jenuh karena lemak jenuh akan menurunkan
kemampuan tubuh mengeluarkan asam urat.
5. Batasi alkohol, bir, ragi.
6. Minum air putih dalam jumlah cukup karena akan membantu mengeluarkan
asam urat dari tubuh
KERANGKA TEORI
Faktor resiko :
Pengetahuan
GOUT Usia
diet rendah
(AU > 6mg/dL) Jenis kelamin
purin
Pola makan
Pola Makan
Kuesioner
Pengetahuan :
Kurang Perilaku konsumsi diet purin:
Sedang Rendah
Baik Sedang
tinggi
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel secara
Consecutive sampling, karena semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan
terpenuhi .
Kriteria inklusi adalah karateristik umum subyek penelitian dalam penelitian ini
yaitu:
(1) Pasien yang berkunjung untuk berobat di Puskesmas Pangkalan Balai
(2) Pasien yang berusia 40 tahun - >= 60 tahun
(3) Pasien yang dapat membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan baik dan
bersedia untuk menjadi responden
Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi
harus dikeluarkan dari studi. Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian yaitu
sampel yang memenuhi syarat inklusi tetapi tidak bersedia menjadi sampel.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
30
Tabel 4.3 Tingkat Pengetahuan Responden
Pendidikan Terakhir Jumlah
Kurang 19
Sedang 8
Baik 3
Pada penelitian ini didapatkan responden yang memiliki resiko tinggi 8 orang, resiko
sedang 17 orang, dan 5 orang memiliki resiko rendah untuk terjadinya insidensi terjadinya
penyakit artritis gout karena makanan yang responden konsumsi
31
makanan/minuman kurang dari 1 kali perminggu), sering (mengkonsumsi makana/minuman
lebih dari 1 kali perminggu), dan setiap hari.
Hampir separuh responden juga mengetahui bahwa terlalu banyak konsumsi makanan
mengandung protein dapat menyebabkan arthritis gout. Separuh responden tidak pernah
makan jerohan, tetapi separuh responden sering makan kangkung dan kacang-kacangan. Hal
tersebut menunjukkan belum diketahuinya makanan tersebut dapat menyebabkan arthritis
gout.
Secara umum hampir seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan kurang dan
perilaku yang berisiko sedang sampai tinggi terkena arthritis gout. Selain itu, tampak bahwa
responden yang berpengetahuan rendah memiliki perilaku yang berisiko sedang sampai
tinggi.
4. 2 Pembahasan
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode artritis
akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya endapan kristal
monosodium urat dalam jaringan. Penimbunan kristal monosodium urat monohidrat
terjadi di jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat. Faktor yang behubungan
dengan timbulnya arthritis gout antara lain, pola makan yang tidak terkontrol, obesitas,
jenis kelamin dan usia, genetic, kurang konsumsi air putih, gangguan ginjal dan
hipertensi. Asupan makan yang masuk ke dalam tubuh dapat mempengaruhi kadar
asam urat dalam darah. Makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah
menjadi asam urat.
32
merupakan masalah dikarenakan akan menyebabkan tingginya insidensi penyakit
arthritis gout.
Dari faktor pelayanan kesehatan kami menemukan bahwa masih kurangnya
penyuluhan terhadap penyakit arthritis gout dimana pengetahuan masyarakat tentang
arthritis gout sangat penting dalam menurunkan faktor resiko terjadinya arthritis gout.
Oleh karena itu kami memberikan pengetahuan sedikit mengenai arthritis gout dan
makanan yang mengandung purin pada saat wawancara responden.
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Perlu ditingkatkan sosialisas dan penyuluhan mengenai tentang asam urat normal
dan tindakan serta jenis-jenis makanan apa saja yang harus dibatasi dalam mencapai
kadar asam urat normal, serta menjelaskan pentingnya memeriksakan kadar asam urat
secara teatur ke pelayanan kesehatan terdekat.
Ditingkatkan jenis kegiatan seperti posyandu, posbindu atau pos lansia untuk
menjaring penderita hiperurisemia dan memberikan penyuluhan atau motivasi untuk
kontrol rutin kadar asam urat ke puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam fakultas kedookteran indonesia, jakarta. Hal : 1208-1210.
2. Terkeltaub, Gout : Epidemiology, Pathology and Pathogenesis in Klippel (ed.), Primer on
the Rheumatic Diseases, Edisi 12, Athritis Foundation, Atlanta, 2010.
3. Andreoli TE. Bennett JC, carpenter CCJ. Plum F. Hyperuricemia anda Gout. In Cecil
Essentials of Medicine. 4th Ef. W.B Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto,
2008
4. Nuki, Gout in Rheumatology, Medicine Int., 2009, 42(12): 54-59
5. Hidayat R. Hiperurisemia dan gout. Medicinus 2009; 22:47-50.
6. Dalbeth N, Haskard DO. Mechanisms of inflammation in gout.Rheumatology
2010;44:1090–6.
7. Choi HK, Mount DB, Reginato AM. Pathogenesis of gout.Annals of Internal Medicine
2011;143: 499-515.
8. Pope RM, Tschopp J. The Role of Interleukin-1 and the inflammasome in gout:
implications for therapy. Arthritis and Rheumatism 2007;56:3183–8.
9. So A. Developments in the scientific and clinical understanding of gout. Arthritis
Research & Therapy 2008;10:221- 6.
10. Sumariyono. Diagnosis dan tatalaksana artritis gout akut. In : Gustaviani R, Mansjoer A,
Rinaldi I eds. Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI;2007.172-8.
11. Putra TR. Diagnosis dan penatalaksanaan artritis pirai. In: Setyohadi B, Kasjmir YI eds.
Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2008. Jakarta: 2008; 113-8.
12. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of
arthritis and other rheumatic conditions in the United States. PartII. Arthritis Rheum.
58(1):26–35.
13. Rothschild BM. Gout and Pseudogout Treatment & Management. Emedicine online.
2015. Accessed from: http://emedicine.medscape.com/article/329958-
treatment#aw2aab6b6b2
14. De Miguel E, Puig JG, Castillo C, Peiteado D, Torres RJ, Martín-Mola E. Diagnosis of
gout in patients with asymptomatic hyperuricaemia : a pilot ultrasound study. Ann Rheum
Dis. Jan 2012;71(1):157-8.
35
15. Soeroso, Joewono. Isbagio, Harry. dkk. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo, Aru W. dkk. Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta. Penerbit Interna Publishing. 2009.
Hal: 2538-2548.
16. Burns, Dennis K. Penyakit Sendi. Dalam: Hartanto, Huriawati. Robbins: Buku Ajar
Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007. Hal: 862-864.
17. Carter, Michael A. Osteoartritis. Dalam : Hartanto, Huriawati. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses- proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2006. Hal:1380-1383.
18. Michael, S. Osteoarthritis. http://www.seniorjournal.com. Diakses 14 juni 2015.
19. Roland, D. Osteoarthritis Investigation. http://www.orthoanswer.org. Diakses 14 juni
2015.
20. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
21. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
36
LAMPIRAN
Identitas Responden
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Pendidikan :
37
8. Apa yang dapat dilakukan jika terkena penyakit asam urat?
a.Dikompres air hangat
b. Istirahat dan minum obat penghilang nyeri
c. Menghindari alkohol
d. Tidak tahu
9. Apakah komplikasi tersering dari penyakit asam urat?
a. Hepatitis
b. Kerusakan ginjal
c. Kanker
d. Tidak tahu
10. Umur berapa yang sering terkena asam urat?
a. Lebih dari 40 tahun
b. 20 sampai 40 tahun
c. Di bawah 20 tahun
d. Tidak tahu
Keterangan :
Hasil Penilaian :
1. Benar 7-10 : pengetahuan baik
2. Benar 4-6 : pengetahuan sedang
3. Benar ≤ 3 : pengetahuan kurang
38
Lampiran 2 Kuesioner perilaku makan dan minum yang berhubungan dengan arthritis
gout
Petunjuk pengisian :
a. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda centang (√) diantara
pilihan kolom Melakukan / Tidak Melakukan
b. Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan yang Anda ketahui.
39
. minuman pernah
1. Daging sapi
2. Daging kambing
3. Jeroan
4. Emping
5. Udang
6. Toge
7. Buncis
8. Kangkung
9. Kol
10. Jengkol
11. Kacang-kacangan
12. Pete
13. Durian
14. Kopi
15. Teh
16. Alkohol
Keterangan :
Hasil Penilaian :
o tidak pernah :0
o jarang ( bila konsumsi kurang dari 1 kali perminggu ) :1
o sering ( bila konsumsi lebih dari 1 kali perminggu ) :2
o setiap hari :3
Kriteria
Resiko rendah bila nilai 0-16
Resiko Sedang bila nilai 17-31
Resiko tinggi bila nilai 32-48
40
41
Lampiran 3. Foto Kegiatan
42
43
44
45