Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU

PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS


SULILIRAN BARU KABUPATEN PASER KALIMANTAN
TIMUR

Penulis : Kusnadi
Yuly Peristiowati
Indasah
Katmini
Rahmania Ambarika
Ratna Wardani

ISBN :

Korektor : Ratna Wardani


Penyunting : Wahyu Eko Putro
Desain sampul : Tim STRADA PRESS
Tata letak : Tim STRADA PRESS

Penerbit : STRADA PRESS


Redaksi : Jl. Manila 37 Kota Kediri Jawa Timur Indonesia
Website : stradapress.org
Email : stradapress@iik-strada.ac.id
Kontak : 081336435001

Cetakan : Pertama, 2022

© 2022 STRADA PRESS.

Penerbit Anggota Resmi IKAPI Indonesia

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
2 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-NYA,
sehingga buku “Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular“
dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat
dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Dr. dr. H. Sentot Imam Suprapto, MM. selaku Rektor Institut


Ilmu Kesehatan Strada Indonesia yang telah memberikan
kesempatan untuk menuntut ilmu di Insitut Ilmu Kesehatan
Strada Indonesia yang terdepan dan selalu penuh inovasi.
2. Ibu Dr. Indasah, Ir., M.Kes. selaku Direktur Pascasarjana Insitut
Ilmu Kesehatan Strada Indonesia yang telah mendukung,
memberikan saran dalam penyelesaian buku ini.
3. Ibu Dr. Ratna Wardani, S.Si., MM. Selaku Ketua Program Studi
Magister Kesehatan Insitut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia
yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan
buku ini.
4. Ibu Dr. Yuly Peristiowati, S.Kep.,Ns., M.Kes. yang telah
memberikan saran dan masukan demi perbaikan buku saya.
5. Ibu Dr. Katmini, S.Kep.,Ns., M.Kes., atas bimbingan dan
masukannya
6. Ibu Rahmania Ambarika, S.Kep.,Ns., M.Kes. atas bimbingannya
7. Keluarga tercinta Alm. Bapak Sumijantoro, Ibu Kandung Santi
Punto Asih, dan adik tersayang Gilang Novanda Rochmantoro
yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam
penyelesaian buku ini agar bisa selesai dengan baik.
8. Semua dosen dan staf Insitut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia
yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
penyusunan buku ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar buku ini


lebih sempurna serta dapat menjadi referensi bagi penulis untuk
penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | iii


Malang, Februari 2022

Penulis

iv | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................ iii


Daftar Isi.................................................................................. iv
Daftar Tabel............................................................................. v

Bab I Pendahuluan.................................................................. 1

Bab II Konsep Penyakit Tidak Menular.............................. 5


2.1. Diabetes Melitus................................................ 6
2.2. Hipertensi.......................................................... 7
2.3. Penyakit Jantung Koroner................................. 22
2.4. Penyakit Kanker................................................ 27

Bab III Konsep Perilaku......................................................... 34


3.1. Definisi Perilaku................................................ 34
3.2. Jenis-jenis Perilaku............................................ 35
3.3. Bentuk-Bentuk Perilaku.................................... 36
3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku. . . 36
3.5. Konsep Dasar Bahaya Meroko.......................... 38
3.6. Konsep Minuman Beralkohol............................ 43
3.7. Konsep Dasar Aktivitas Fisik............................ 48
3.8. Konsep Dasar Pola Makan................................ 53

Bab IV Perilaku Berisiko Penyakit Tidak Menular............ 57


4.1. Merokok............................................................ 57
4.2. Kurangnya Aktivitas Fisik................................. 58
4.3. Pola Makan........................................................ 59

Daftar Pustaka......................................................................... 64

Biografi Penulis....................................................................... 70

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | v


BAB I PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab


utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan
bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun
2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya
disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM) (Tirtana and
Setiawan, 2019). PTM juga membunuh penduduk dengan
usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat
ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang
terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29%
disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju,
menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian
PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun,
penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar
(39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan
kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-
sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4%
kematian disebabkan diabetes (Agustina, Oktafirnanda and
Wardiah, 2018).
Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM
telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global
dalam pencegahan dan pengendalian PTM, khususnya di
negara berkembang. PTM telah menjadi isu strategis dalam

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 1


agenda SDGs 2030 sehingga harus menjadi prioritas
pembangunan di setiap negara. Indonesia saat ini
menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular
dan Penyakit Tidak Menular (Syahrir, Sabilu and Salma,
2021). Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi
antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat,
transisi demografi, teknologi, ekonomi dan sosial budaya.
Peningkatan beban akibat PTM sejalan dengan
meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya
tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas,
pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan merokok
serta alkohol (Syahrir, Sabilu and Salma, 2021).
Dalam data Riskesdas 2018, prevalensi penyakit tidak
menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal
kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker
naik dari 1.4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%. Lalu,
prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10.9%, dan penyakit
ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%. Berdasarkan
pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6.9%
menjadi 8.5%; dan hasil pengukuran tekanan darah,
hipertensi naik dari 25.8% menjadi 34.1%. Kenaikan
prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan dengan
pola hidup antara lain merokok. konsumsi minuman

2 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur
(Khasanah et al., 2019).
Pola distribusi penyakit tidak menular di Puskesmas
Suliliran Baru juga menunjukkan data yang tidak jauh
berbeda dengan data Nasional. Dari data profil Puskesmas
Suliliran Baru tahun 2018 dan 2021, Prevalensi Hipertensi
mengalami peningkatan dari 22,7% menjadi 28,5%; Diabetes
Melitus dari 3,15% menjadi 4,68%; Asma 4,16% menjadi
5,12% dan kanker dari 1,38 menjadi 1,45 (Data PIS-PK
Puskesmas Suliliran Baru Tahun 2021). Sementara itu, dari
data PIS-PK diperoleh gambaran bahwa 80% masyarakat
merokok, 43,5% tidal melakukan aktifitas fisik secara
teratur. Meningkatnya kasus Penyakit Tidak Menular secara
signifikan diperkirakan akan menambah beban masyarakat
dan pemerintah, karena penanganannya membutuhkan biaya
besar dan memerlukan teknologi tinggi. Hal ini dapat terlihat
dari data Badan Penyelenggara Jaminas Sosial (BPJS)
Kesehatan tahun 2017, sebanyak 10.801.787 orang atau
5,7% peserta JKN mendapat pelayanan untuk penyakit
katastropik dan menghabiskan biaya kesehatan sebesar 14,6
triliun rupiah atau 21,8% dari seluruh biaya pelayanan
kesehatan dengan komposisi peringkat penyakit jantung
sebesar 50,9% atau 7,4 triliun, penyakit ginjal kronik sebesar
17,7% atau 2,6 triliun rupiah. Untuk itu, dibutuhkan

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 3


komitmen bersama dalam menurunkan morbiditas, mortalitas
dan disabilitas PTM melalui intensifikasi pencegahan dan
pengendalian menuju Indonesia Sehat (Agustina Simbolon,
Simbolon and Sitompul, 2020).
Penyakit tidak menular diketahui sebagai penyakit
yang tidak dapat disebarkan dari seseorang terhadap orang
lain. Terdapat empat tipe utama penyakit tidak menular yaitu
penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernapasan kronis,
dan diabetes. Pola hidup modern telah mengubah sikap dan
perilaku manusia, termasuk pola makan, merokok, konsumsi
alkohol serta obat-obatan sebagai gaya hidup sehingga
penderita penyakit degeneratif (penyakit karena penurunan
fungsi organ tubuh) semakin meningkat dan mengancam
kehidupan. Akibat perilaku manusia pula, lingkungan hidup
dieksploitasi sedemikian rupa sampai menjadi tidak ramah
terhadap kehidupan manusia sehingga meningkatkan jumlah
penderita penyakit paru kronis yang sering kali berakhir
dengan kematian. Demikian pula berbagai penyakit kanker
dapat dipicu oleh bermacam bahan kimia yang bersifat
karsinogenik, kondisi lingkungan, serta perilaku manusia
(Hasibuan, 2020).
Merujuk dari kondisi diatas, peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk menganalisis faktor perilaku
diantaranya : merokok, konsumsi alkohol, aktifitas fisik, dan

4 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


pola makan terhadap terjadinya penyakit tidak menular
(PTM) di Puskesmas Suliliran Baru Kabupaten Paser
Kalimantan Timur.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 5


BAB II KONSEP PENYAKIT TIDAK MENULAR

Penyakit Tidak Menular adalah penyakit yang tidak


disebabkan oleh kuman atau virus penyakit dan tidak
ditularkan kepada orang lain, termasuk cedera akibat
kecelakaan dan tindak kekerasan. Penyakit tidak menular
terjadi akibat interaksi agent (non living agent) dan
lingkungan sekitar (source and vehicle of agent) (Fitriani
Kahar ., 2021).
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2015, Penyakit Tidak
Menular yang selanjutnya disingkat PTM adalah penyakit
yang tidak bisa ditularkan dari orang ke orang, yang
perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu
yang panjang (kronis) (Manullang, no date).
Saat ini penyakit tidak menular telah menggeser posisi
penyakit menular seiring dengan perubahan pola hidup
masyarakat kita, baik dari sisi prevalensi maupun penyebab
kematian.
Ada banyak sekali jenis-jenis penyakit yang masuk
kedalam kategori penyakit tidak menular. Namun peneliti
hanya akan mengangkat beberapa penyakit tidak menular
yang sering dan banyak terjadi di masyarakat saat ini.

6 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


2.1. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang
terjadi oleh interaksi berbagai faktor : genetik, imunologik,
lingkungan dan gaya hidup (Nababan et al., 2020). Diabetes
melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin progresif
dilatar belakangi oleh resistensi insulin. Pernyataan ini
selaras dengan IDF (2017) yang menyatakan bahwa diabetes
melitus merupakan kondisi kronis yang terjadi saat
meningkatnya kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak
mampu memproduksi banyak hormon insulin atau kurangnya
efektifitas fungsi insulin (Simatupang, 2020). Menurut
American Diabetes Association (ADA) diabetes sangatlah
kompleks dan penyakit kronik yang perlu perawatan medis
secara berlanjut dengan strategi pengontrolan indeks
glikemik berdasarkan multifaktor resiko (Alfi, Idi and Weni,
2019).
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin dan
kerja insulin (Anggreini, Tanamal and Lopulalan, 2022).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 7


tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Kadar glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar
gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah normal
pada pagi hari sebelum makan atau berpuasa adalah 70-110
mg/dL darah. Kadar gula darah normal biasanya kurang
dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum
cairan yang mengandung gula maupun mengandung
karbohidrat (Putra, Wirawati and Mahartini, 2019).

2.2. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan
darah diastolik (TDD) ≥140/90 mmHg (Hipertensi Esensial :
Aspek Neurobehaviour dan Genetika, 2018). Penyakit
hipertensi juga disebut sebagai “the silent desease” karena
sering tidak menimbulkan gejala. Klasifikasi hipertensi
dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang
mengakibatkan peningkatan risiko penyakit jantung dan
pebuluh darah.
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-
dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke
jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan

8 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi
sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan
darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung
Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi
(tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel
berelaksasi (tekanan diastolik) (Hasnawati S., 2021). Ketika
jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan
dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi
mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal.
Penyempitan pembuluh nada atau aterosklerosis merupakan
gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi. Tekanan
darah menjadi tinggi karena arteri-arteri terhalang lempengan
kolesterol dalam aterosklerosis sehingga darah memaksa
melewati jalan yang sempit (Purwaningsih, Chasani and
Suhartono, 2018).
Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah
sistolik tidak melampui 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik tidak melampui 90 mmHg dalam keadaan istirahat;
sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang
bersifat abnormal. Tekanan darah normal bervariasi sesuai
usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia. Secara umum, seseorang dianggap mengalami
hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (ditulis 140/90).

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 9


Tekanan darah tinggi adalah tekanan darah sistolik
lebih atau sama dengan 150-180 mmHg. Tekanan diastolik
biasanya juga akan meningkat dan tekanan diastolik yang
tinggi misalnya 90-120 mmHg atau lebih, akan berbahaya
karena merupakan beban jantung.
Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Secara umum seorang dikatakan
menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diatolik 140
mmHg (normalnya 120/80 mmHg) (Saragih, 2018).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya
peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut
pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan
lebih berat seperti stroke (terjadi pada ortak dan berdampak
pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
pada kerusakan pembuluh darah jantung), serta penyempitan
ventrikel kiri/bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain
penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gejala gagal
ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes melitus, dan lain-
lain.35
Menurut Linda Brookes, The update WHO/ISH
Hypertension Guideline, yang merupakan divisi dari
National Institute of Health di AS secara berkala

10 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


mengeluarkan laporan yang disebut Joint National
Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. Laporan terakhir
diterbitkan pada bulan Mei 2003, memberikan resensi
pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria hipertensi
yang dibagi dalam empat kategori, yaitu optimal, normal dan
normal tinggi/prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I,
hipertensi derajat II dan hipertensi derajat III.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 11


Label 2. 1 Kriteria Penyakit Hipertensi

Tekanan darah
No. Kriteria (mmHg)
Sistolik Diastolik
1. Normal <130 <85
Perbatasan (High 130-
2. 85-89
normal) 139
3. Hipertensi
Derajat 1 : 140-
90-99
Ringan (Mild) 149
Derajat 2 :
160-
Sedang 100-109
179
(Moderate)
Derajat 3 : Berat 180-
110-119
(Severe) 209
Derajat 4 : sangat
berat (Very >210 >120
severe)
Sumber : The Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure USA

b. Patogenesis Hipertensi

12 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah
melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari
jantung (cardiac output/ CO) dan dukungan dari arteri
(peripheral resistance/ PR). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari
berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya
merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang
ditandai dengan peningkatan curah jantung dan/atau ketahan
peripheral.

Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi

c. Gejala Klinis Hipertensi

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 13


Menurut Corwin dalam (Elmi Nuryati, no date),
sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan
manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi
bertahun-tahun berupa:
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual
dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium.
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena
hipertensi.
3) Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan
syaraf.
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerolus.
5) Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-
satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata,
otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat
ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan
pusing.
d. Diagnosis Hipertensi
Menurut (Sabila, 2021), evaluasi pasien hipertensi
mempunyai tiga tujuan :
1) Mengidentifikasi penyabab hipertensi

14 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


2) Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap
pengobatan
3) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler
yang lain atau penyakit peserta, yang ikut menentukan
prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh
dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian
tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda
klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan
darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil
pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat
pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi
dan lama menderita, riwayat, dan gejala-gejala hipertensi
yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, dan lainnya. Pemeriksaan fisik dilakukan
pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak
dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.
e. Pengukuran Hipertensi
Watson menjelaskan bahwa tekanan darah diukur
berdasarkan berat kolum air raksa yang harus ditanggungnya.
Tingginya dinyatakan dalam milimeter. Tekanan darah arteri

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 15


yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm
(diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut
spigmomanomater.
Ada beberapa spigmomanomater, tetapi yang paling
umum terdiri dari sebuat manset karet yang dibalut dengan
bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa
menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan
dengan manset karet ini. Dengan alat tersebut, udara dapat
dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet
tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh darah yang
ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungan dengan
sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga
tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang
ada.
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi
melingkari lengan dan denyut pada pergelangan tangan
diraba dengan satu tangan, sementara tangan yang lain
digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu
tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba.
Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis
pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan
perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan
diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun jika
mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan

16 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


(tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat
itu tinggi air raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika
tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras
sampai saat tekanandarah diastolik tercapai, karakter bunyi
tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV).
Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan
bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan
diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi
tersebut (Sabila, 2021).
Menurut Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada
posisi duduk ataupun berbaring. Namun yang penting,
lengan tangan harus dapat diletakkan dengan santai.
2) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan
memberikan angka yang agak lebih tinggi dibandingkan
dengan posisi berbaring meskipun selisihnya relatif
kecil.
3) Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat
pengukuran. Pada orang yang bangun tidur, akan
didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain
akan memberi angka yang lebih tinggi. Selain itu, juga

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 17


tidak boleh merokok atau minum kopi karena kedua hal
itu akan menyebabkan tekanan darah sedikit naik.
4) Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah
diukur 2 atau 3 kali berturut-turut, dan pada detakan
yang terdengar tegas pertama kali
5) mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang
dipakai adalah nilai yang terendah.
6) Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan,
bagian yang mengembang harus melingkari 80% lengan
dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan atas.
f. Jenis – Jenis Hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya ada
dua, yaitu hipertensi esensial (hipertensi primer) dan
hipertensi sekunder. Hipertensi esensial yang tidak diketahui
penyebabnya dijumpai lebih kurang 90%, sementara
hipertensi sekunder yang tidak diketahui penyebabnya yaitu
10% dari seluruh hipertensi.
1) Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum
diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang
diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer
seperti bertambahnya umur, stres psikologis dan hereditas
(keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan
termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer

18 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


sering dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi
mereka yang kegemukan, membatasi konsumsi garam, dan
olahraga. Obat hipertensi mungkin pula digunakan tetapi
kadang-kadang menimbulkan efek samping seperti
meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar natrium
(Na) dan kalium (K) didalam tubuh dan dehidrasi.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
penyebabnya boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi
yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Termasuk
hipertensi sekunder antara lain hipertensi jantung, hipertensi
penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal,
hipertensi penyakit diabetes melitus, dan hipertensi sekunder
lain yang tidak spesifik (S, 2022).
g. Faktor Resiko Hipertensi
1) Faktor yang tidak dapat diubah atau tidak dapat
dikontrol
a) Umur. Hipertensi erat kaitannya dengan umur,
semakin tua seseorang maka semakin besar risiko
hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai
risiko hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko hipertensi lebih besar sehingga prevalensi
hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi
yaitu sekitar 40% dengan kematian 50% di atas

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 19


umur 60 tahun. Hal ini disebabkan pada usia 50-60
tahun arteri kehilangan elastisitas sehingga
tekanan darah bertambah seiring tuanya usia.
Selain itu, risiko hipertensi meningkat seiring
dengan bertambahnya usia karena adanya
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah
dan hormon.
b) Jenis Kelamin. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan terdapat angka yang cukup bervariasi.
Laki-laki lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan perempuan dengan rasio sekitar 2,29
mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Laki-laki
dan perempuan menopause mempunyai pengaruh
yang sama untuk terjadinya hipertensi. Segi lain,
penelitian lain mengungkapkan wanita lebih
berisiko menderita hipertensi dibandingkan laki-
laki karena faktor hormone estrogen pada
perempuan.
c) Riwayat Keluarga. Adanya anggota keluarga yang
memiliki riwayat hipertensi akan meningkatkan
risiko hipertensi, terutama hipertensi primer.
Adanya riwayat hipertensi dan penyakit pada
keluarga akan meningkatkan risiko hipertensi 2-5
kali.

20 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


d) Genetik. Hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot
(berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa
intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam
waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan
gejala (La Ode Muh Taufiq, 2022).
2) Faktor yang dapat diubah atau dapat dikontrol
a) Kebiasaan merokok meningkatkan risiko
kardiovaskular dan hipertensi. Selain itu, lamanya
merokok dan jumlah rokok yang dihisap per hari
juga merupakan faktor risiko hipertensi. Orang
yang merokok lebih dari 1 bungkus per hari akan
meningkatkan risiko hipertensi 2 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak merokok. Merokok dapat
menyebabkan hipertensi karena zat-zat beracun
(seperti nikotin dan karbon monoksida) yang
masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis yang
akhirnya memicu hipertensi. Selain itu, nikotin
dalam tembakau merupakan penyebab

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 21


meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan
pertama. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh
darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan
ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik
nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenalin untuk melepas epinefrin.
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembulih darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih erat karena tekanan yang lebih
tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka
tekanan sistolik dan diastolik akan meningkat 10
mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian
ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap
rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun
dengan perlahan. Namun pada perokok berat
tekanan darah akan berada pada level tinggi
sepanjang hari.
b) Konsumsi garam. Garam sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan
garam terhadap hipertensi melalui peningkatan
volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi

22 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal.
Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu,
disamping ada faktor lain yang berpengaruh.
Selain itu, garam juga merupakan faktor penting
dalam pathogenesis hipertensi. Asupan garam
kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi
karena peningkatan volume plasma, curah jantung
dan tekanan darah. Oleh karena itu, asupan garam
yang dianjurkan adalah 6 gram per hari setara
dengan 110 nmool atau 2400 mg per hari.
c) Konsumsi lemak jenuh akan mendorong terjadinya
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya
hipertensi. Selain itu, konsumsi jelantah juga
meningkatkan aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah.
d) Penggunaan jelantah berkaitan dengan
hiperkolesterolemi, aterosklerosis, penyakit
jantung, hipertensi, dll. Jelantah adalah minyak
goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 23


untuk menggoreng dan minyak goreng ini telah
rusak.
e) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol.
Peminum alkohol berat cenderung hipertensi
meskipun timbulnya mekanisme hipertensi belum
diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum
alkohol terlalu sering atau yang selalu minum
alkohol ternyata memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
tidak minum atau sedikit minum. Konsumsi
alkohol berhubungan dengan hipertensi diduga
karena terjadinya peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah dimana
kekentalan darah merah berperan dalam kenaikan
tekanan darah. Selain itu, konsumsi alkohol dalam
jangka panjang akan merusak jantung dan organ-
organ lain.
f) Obesitas adalah IMT > 25. Obesitas berkaitan
dengan hipertensi karena terjadinya peningkatkan
sirkulasi volume darah sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Selain itu, pada
orang yang menderita obesitas tahanan perifer
berkurang atau normal, sedangkan aktifitas saraf
simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma

24 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


yang rendah. Obesitas juga meningkatkan
frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam
darah, sehingga tubuh menahan natium dan air.
g) Olahraga banyak dikaitkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonic dan teratur
dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi.
Kurang olahraga akan meningkatkan timbulnya
obesitas dan jika asupan garam juga bertamah
akan memicu hipertensi.
h) Stres berhubungan dengan hipertensi karena
aktifitas saraf simpatik yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara bertahap. Apabila stres kerja
menjadi berkepanjangan maka tekanan darah dapat
menjadi tetap tinggi.
i) Penggunaan estrogen berkaitan dengan hipertensi,
meskipun belum ada data yang akurat mengenai
hal tersebut. Lamanya pemakaian kontrasepsi
estrogen (+ 12 tahun berturut-turut) akan
meningkatkan tekanan darah perempuan.
2.3. Penyakit Jantung Kororner
a. Pengertian Penyakit Jantung

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 25


Penyakit jantung adalah suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga
kerja jantung sebagai pemompa darah dan oksigen ke seluruh
tubuh terganggu. Terganggunya peredaran oksigen dan darah
tersebut dapat disebabkan karena otot jantung yang
melemah, adanya celah antara serambi kiri dan serambi
kanan yang mengakibatkan darah bersih dan darah kotor
tercampur (As’ad, 2022).
Penyakit jantung biasanya terjadi karena kerusakan
sel otot-otot jantung dalam memompa aliran darah keseluruh
tubuh, yang disebabkan kekurangan oksigen yang dibawa
darah ke pembuluh darah di jantung atau juga karena terjadi
kejang pada otot jantung yang menyebabkan kegagalan
organ jantung dalam memompa darah, sehingga
menyebabkan kondisi jantung tidak dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik (Helmawati and Fitriana, 2018).
Penyakit jantung dapat terjadi pada siapa saja di segala usia,
jenis kelamin, pekerjaan, dan gaya hidup, selain itu penyakit
jantung tidak bisa disembuhkan.

b. Jenis – Jenis Penyakit Jantung


Menurut WHO (2016) dalam ada beberapa jenis
penyakit jantung antara lain adalah :

26 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


1) Penyakit Jantung Koroner adalah kelainan pada
pembuluh darah yang menyuplai otot jantung yang
menjadikan jantung tidak dapat memompa darah dengan
baik karena timbunan plak.
2) Penyakit Serebrovaskular (CVD) adalah kelainan pada
pembuluh darah yang menyuplai otak yang berupa
penyumbatan, terutama arteri otak.
3) Penyakit Arteri Perifer adalah sebuah kondisi
penyempitan pembuluh darah arteri yang menyebabkan
aliran darah tersumbat. Penyempitan ini disebabkan oleh
timbunan lemak pada dinding arteri yang berasal dari
kolesterol atau zat buangan lain.
4) Penyakit Jantung Rematik adalah kerusakan pada otot
jantung dan katup jantung dari demam rematik, yang
disebabkan oleh bakteri streptokokus.
5) Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan struktur
jantung yang dialami sejak bayi dilahirkan.
6) Gagal jantung adalah kondisi saat otot jantung menjadi
sangat lemah sehingga tidak bisa memompa cukup darah
ke seluruh tubuh (Wulandari, 2019).

c. Patofisiologi Penyakit Jantung


Penyakit jantung terutama penyakit jantung koroner
terjadi dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 27


plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah
pada awalnya disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL
(low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk
pada dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga
dapat merusak pembuluh darah. Penyakit jantung memiliki
tanda dan gejala yang khas diantaranya adalah penderita
sering mengeluh lemah dan kelelahan. Penderita mengalami
nyeri dada dan sesak nafas, dada seperti tertekan benda berat,
bahkan terasa panas dan seperti diremas (Nadianto, 2018).
Selain tes darah dan rontgen dada, tes untuk
mendiagnosis penyakit jantung dapat mencakup,
elektrokardiogram (EKG), pemantauan holter,
ekokardiogram, kateterisasi jantung, computerized
tomography (CT) scan pada jantung, magnetic resonance
imaging (MRI) pada jantung (Samiadi, 2016).

d. Etiologi Penyakit Jantung


Menurut Aritonang (2012), faktor- faktor yang
menimbulkan penyakit jantung ada dua faktor yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti riwayat
keluarga, umur, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor resiko
yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, merokok, diabetes
militus, dyslipidemia, obesitas, kurang aktifitas fisik, pola
makan, konsumsi alkohol dan stress.

28 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


1) Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu :
a) Riwayat keluarga, Adanya riwayat keluarga terkena
penyakit jantung meningkatkan resiko dua kali lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki
riwayat keluarga resiko jantung.
b) Umur, Resiko penyakit jantung meningkat pada usia
55 tahun untuk laki-laki, dan 65 tahun untuk
perempuan.
c) Jenis kelamin, Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi
dibandingkan perempuan.
2) Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yaitu :
a) Hipertensi, Hipertensi merupakan penyebab tersering
timbulnya penyakit jantung.
b) Merokok, Resiko penyakit jantung pada perokok dua
sampai empat kali lebih besar daripada yang bukan
perokok.
c) Diabetes Militus, Satu dari dua orang penderita DM
akan mengalami kerusakan pembuluh darah dan
peningkatan resiko serangan jantung.
d) Dislipidemia, Untuk menurunkan resiko penyakit
jantung maka nilai kolestrol total harus <190 mg/dl
dan nilai LDL <115 mg/dl.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 29


e) Obesitas, Distribusi lemak tubuh berperan penting
dalam peningkatan faktor resiko penyakit jantung dan
pembuluh darah.
f) Kurang aktivitas fisik, Aktivitas fisik akan
memperbaiki sistem kerja jantung dan pembuluh
darah dengan meningkatkan efisiensi kerja jantung.
g) Pola makan, Pola makan yang tidak sehat akan
memicu berkembangnya penyakit degeneratif seperti
penyakit jantung dan pembuluh darah.
h) Konsumsi alcohol, Konsumsi alkohol dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung.
i) Stres, Merupakan reaksi tubuh berupa serangkaian
respon yang bertujuan untuk mengurangi dampak.
Resiko stress bertambah apabila ada kelainan fisik
atau faktor organik lain misalnya usia lanjut.
2.4. Penyakit Kanker
a. Definisi
Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai
dengan pertumbuhan tidak terkendali sel tubuh tertentu yang
berakibat merusak sel dan jaringan tubuh lain, bahkan sering
berakhir dengan kematian. Karena sifatnya demikian “ganas”
(tumbuh tak terkendali dan berakibat kematian), maka
kanker juga disebut sebagai penyakit keganasan, dan sel
kanker disebut juga sel ganas. Semua sel tubuh dapat terkena

30 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


kanker, kecuali rambut, gigi dan kuku. Kanker merupakan
penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel
tubuh yang tumbuh dan berkembang abnormal, diluar batas
kewajaran dan sangat liar. Keadaan kanker terjadi jika sel-sel
normal berubah dengan pertumbuhan yang sangat cepat,
sehingga tidak dapat dikendalikan oleh tubuh dan tidak
berbentuk. Kanker dapat terjadi disetiap bagian tubuh. Bila
kanker terjadi di bagian permukaan tubuh, akan mudah
diketahui dan diobati. Namun bila terjadi di dalam tubuh,
kanker itu akan sulit diketahui dan kadang-kadang tidak
memiliki gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya sudah
stadium lanjut sehingga sulit diobati(Hardjono, Diyah and
Press, 2017).
Kanker yang sering adalah kanker paru, lambung,
hepar, kolorektal, esofagus, dan prostat manakala pada
wanita adalah kanker payudara, paru, lambung, kolorektal,
dan serviks (WHO, 2008). Apabila penyakit ini dapat
dideteksi pada tahap awal, maka lebih daripada separuh
penyakit kanker dapat dicegah, bahkan dapat disembuhkan
dan perlu redefinisi dalam pelayanan kesehatan dari
pengobatan ke promosi dan preventif. Tetapi hasil diagnosis
kanker menyatakan bahwa 80% penderita kanker ditemukan
pada stadium lanjut yaitu stadium 3 dan stadium 4. Pada
tahap ini kanker sudah menyebar ke bagian-bagian lain di

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 31


dalam tubuh sehingga semakin kecil peluang untuk sembuh
dan pulih. Keadaan di atas menjadi salah satu penyebab
meningkatnya penyakit kanker di Indonesia.
WHO pula menyatakan bahwa sepertiga sampai
setengah dari semua jenis kanker dapat dicegah, sepertiga
dapat disembuhkan bila ditemukan pada stadium dini. Oleh
karena itu, upaya mencegah kanker dengan menemukan
kanker pada stadium dini merupakan upaya yang penting
karena disamping membebaskan masyarakat dari penderitaan
kanker juga menekan biaya pengobatan kanker yang mahal.
Jika pencegahan kanker dilakukan oleh masing-masing
individu, maka hal tersebut akan berdampak besar dalam
mengurangi angka kejadian kanker di dunia.

b. Klasifikasi Kanker
Ada lima kelompok besar yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kanker yaitu karsinoma, sarkoma,
limfoma, adenoma dan leukemia.
1) Karsinoma ialah kanker yang berasal dari kulit atau
jaringan yang menutupi organ internal.
2) Sarkoma ialah kanker yang berasal dari tulang, tulang
rawan, lemak, otot, pembuluh darah, atau jaringan ikat.
3) Limfoma ialah kanker yang berasal dari kelenjar getah
bening dan jaringan sistem kekebalan tubuh.

32 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


4) Adenoma ialah kanker yang berasal dari tiroid, kelenjar
pituitari, kelenjar adrenal, dan jaringan kelenjar lainnya.
5) Leukemia ialah kanker yang berasal dari jaringan
pembentuk darah seperti sumsum tulang dan sering
menumpuk dalam aliran darah.

c. Mekanisme Terjadinya Kanker


Sebagian besar bukti mengisyaratkan bahwa
pembentukan kanker merupakan suatu proses bertingkat
yang membutuhkan lamanya waktu laten, yang disebut teori
inisiasi-promosi pada karsinogenesis. Sel-sel kanker
terbentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses kompleks
yang disebut transformasi yang terdiri dari tahap inisiasi dan
promosi.
Teori inisiasi-promosi menyatakan bahwa langkah
pertama karsinogenesis adalah mutasi menetap dari DNA sel
selama transkripsi DNA. Agar kanker dapat terbentuk dari
kejadiaan awal ini atau mutasi menetap ini, maka harus ada
interaksi yang berlangsung lama bagi sel tersebut dengan
berbagai zat promoter. Zat-zat promoter adalah zat yang
merangsang reproduksi dan pembelahan sel. Jadi, banyaknya
penyebab inisiasi, adanya berbagai promoter, factor
keturunan, umur dan lingkungan semua itu berperan dalam
pembentukan kanker.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 33


Pada tahap inisiasi atau pengenalan terjadi suatu
perubahan menetap tertentu dalam bahan genetik sel yang
memancing sel bakal menjadi ganas. Perubahan dalam bahan
genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut
karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi
(penyinaran), atau sinar ultraviolet matahari. Namun, tidak
semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu
karsinogen
Promosi merupakan proses induksi tumor pada sel
yang sebelumnya telah diinisiasi atau diinduksi oleh zat
kimia. Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat
sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi
akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap
inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu
diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen)
(Sandepa and Langelo, 2018).
Dalam suatu proses di mana sebuah sel normal menjadi
sebuah sel ganas, pada akhirnya gen DNA
(desoksiribonukleik acid) dari sel tersebut akan mengalami
perubahan. Perubahan dalam bahan genetic sel sering sulit
ditemukan, tetapi terjadinya kanker kadang dapat diketahui
dari adanya suatu perubahan dalm ukuran atau bentuk dari

34 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


satu kromosom tertentu. Semakin sering DNA membelah
dan ditranskripsi, semakin besar kemungkinan terjadinya
suatu kesalahan, dan kesalahan yang tidak terdeteksi akan
bermutasi dan diwariskan.

d. Faktor – Faktor Penyebab Kanker


Karsinogen secara umum dapat diartikan sebagai
penyebab yang dapat merangsang pembentukan kanker.
Beberapa karsinogen yang diduga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker sebagai berikut :
1) Senyawa kimia (zat karsinogen), dalam hal ini adalah
zat pewarna, zat pengawet, bahan tambahan pada
makanan dan minuman.
2) Faktor fisika, dalam hal ini adalah bom atom dan
radioterapi agresif (radiasi sinar pengion).
3) Virus, beberapa jenis virus berhubungan erat dengan
perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini
disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik.
4) Hormon, dalam hal ini adalah zat yang dihasilkan oleh
kelenjar tubuh yang berfungsi mengatur kegiatan alt-alat
tubuh. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa
pemberian hormone tertentu secara berlebihan dapat
menimbulkan kanker pada organ tubuh yang
dipengaruhinya. Beberapa penelitian diketahui bahwa

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 35


pemberian hormone tertentu secara berlebihan dapat
menimbulkan kanker pada organ tubuh yang
dipengaruhinya.

e. Gejala Kanker
Gejala kanker cukup bervariasi dan tergantung lokasi
kanker, tahap penyebaran, dan ukuran tumor. Beberapa
kanker dapat dirasakan atau dilihat melalui kulit seperti
benjolan pada payudara atau testikel dan dapat dijadikan
indicator lokasi kanker tersebut. Kanker kulit sering
diidentifikasi dengan perubahan kutil atau tahi lalat pada
kulit. Beberapa kanker mulut memberikan gambaran bercak
putih di dalam mulut atau bintik putih di lidah. Jenis kanker
lain memiliki gejala yang kurang jelas secara fisik. Beberapa
tumor otak cenderung menampilkan gejala awal penyakit
karena mereka mempengaruhi fungsi kognitif penting.
Kanker pankreas biasanya terlalu kecil untuk menyebabkan
gejala sehingga rasa sakit terjadi akibat dorongan terhadap
saraf terdekat. Selain daripada itu, ia juga mengganggu
fungsi hati sehingga tampilan kulit dan mata menguning
yang dikenal sebagai ikterus. Gejala juga dapat terjadi akibat
tumor yang menyebabkan penekanan terhadap organ dan
pembuluh darah. Misalnya, kanker kolon dapat

36 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


menyebabkan gejala seperti sembelit, diare, dan perubahan
ukuran tinja.
Kanker kandung kemih atau prostat dapat
menyebabkan perubahan dalam fungsi kandung kemih.
Disebabkan sel kanker menggunakan energi tubuh dan
mengganggu fungsi normal hormon, terdapat kemungkinan
besar untuk memperlihatkan gejala seperti demam, lelah,
keringat berlebihan, anemia, dan penurunan berat badan
tanpa sebab. Pada pasien kanker paru-paru atau tenggorokan
akan presentasi simptom seperti batuk dan suara serak (Aji,
2022). Ketika kanker menyebar atau bermetastasis, gejala
tambahan dapat dilihat di area baru yang terkena dampak.
Bengkak atau pembesaran kelenjar getah bening merupakan
gejala awal. Jika kanker menyebar ke otak, pasien mungkin
mengalami vertigo, sakit kepala, atau kejang manakala
penyebaran ke paru-paru dapat menyebabkan batuk dan
sesak napas. Selain itu, hati dapat membesar dan
menyebabkan penyakit kuning dan tulang bisa rapuh, dan
mudah patah. Gejala metastasis akhirnya tergantung pada
lokasi kanker menyebar.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 37


BAB III KONSEP PERILAKU

3.1 Definisi Perilaku


Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu
dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku
yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang
dirasakan sampai paling yang tidak dirasakan (Harbani
Pasolong, 2020).
Perilaku merupakan hasil daripada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkunganya
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya.Sedangkan menurut Wawan (2011) Perilaku
merupakan suatu tindakan yang dapat diamati dan
mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik
disadari maupun tidak.Perilaku adalah kumpulan berbagai
faktor yang saling berinteraksi.
Skiner (1938) dalam (Adliyani, 2015) merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian ini
dikenal dengan teori „S-O‟R” atau “Stimulus-Organisme-
Respon”. Respon dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Respon respondent atau reflektif

38 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan-
rangsangan tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan
bersifat relatif tetap disebut juga eliciting stimuli. Perilaku
emosional yang menetap misalnya orang Respons seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan
sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau
lucu, sedih jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal
serta minum jika terasa haus.
b. Operan Respon
Respon operant atau instrumental respon yang timbul
dan berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain
berupa penguatan. Perangsang perilakunya disebut
reinforcing stimuli yang berfungsi memperkuat respon.
Misalnya, petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan
baik dikarenakan gaji yang diterima cukup, kerjanya yang
baik menjadi stimulus untuk memperoleh promosi jabatan
3.2 Jenis – Jenis Perilaku
Jenis-jenis perilaku individu menurut:
a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan
pusat susunan saraf,

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 39


b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif,
c. Perilaku tampak dan tidak tampak,
d. Perilaku sederhana dan kompleks,
e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.
3.3 Bentuk – Bentuk Perilaku
Menurut (Mamahit et al., 2022), dilihat dari bentuk
respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua
a. Bentuk pasif /Perilaku tertutup (covert behavior)
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat orang lain
3.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan
(dalam (Dr. Eko Winarti et al., 2021) menyatakan bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku
(non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang
mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai dan sebagainya.
1) Pengetahuan apabila penerimaan perilaku baru
atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari

40 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting) daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal
ini pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai tingkatan. Untuk lebih
jelasnya, bahasan tentang pengetahuan akan
dibahas pada bab berikutnya.
2) Sikap Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap
adalah suatu predisposisi (keadaan mudah
terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek
yang berisi komponen-komponen cognitive,
affective danbehavior. Terdapat tiga komponen
sikap, sehubungan dengan faktor-faktor
lingkungan kerja, sebagai berikut:
a) Afeksi (affect) yang merupakan komponen
emosional atau perasaan.
b) Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang.
Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanifestasi
dalam bentuk impresi atau kesan baik atau
buruk yang dimiliki seseorang terhadap objek
atau orang tertentu.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 41


c) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan
dengan kecenderungan seseorang untuk
bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu
dengan cara tertentu. Seperti halnya
pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu: menerima (receiving),
menerima diartikan bahwa subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang
diberikan.Merespon (responding), memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap. Menghargai (valuing),
mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga. Bertanggungjawab
(responsible), bertanggungjawab atas segala
suatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
merupakan sikap yang memiliki tingkatan
paling tinggi manurut.
b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya
ketersedianya alat pendukung, pelatihan dan sebagainya.

42 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini
meliputi undang-undang, peraturan-peraturan,
pengawasan dan sebagainya menurut
Notoatmodjo(2007).

3.5 Konsep Dasar Bahaya Merokok


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus kertas.
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang
dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan atau dihirup
termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum,
nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa
bahan tambahan. Rokok dijadikan sebagai simbol
kejantanan, kekuatan, kegagahan, keberanian dan
ketangguhan.
Sebatang rokok mengandung zat-zat kimiawi yang
sangat berbahaya bagi tubuh manusia, terdapat 4000 zat
kimia pada asap rokok, berikut kandungan dalam sebatang
rokok:
1. Nikotin, zat ini bersifat adiktif yang membuat seseorang
menjadi kecanduan untuk selalu merokok. Zat ini sangat
berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia atau binatang,
nikotin penyebab penyakit jantung koroner dan kanker.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 43


Nikotin dapat mengganggu irama jantung yang normal
sehingga terjadi serangan jantung secara mendadak.
2. Tar, zat ini racun bagi tubuh dan menyebabkan gigi
berubah kuning kecokelatan, kulit menjadi keriput dan
kusam. Zat ini dapat menempel pada saluran nafas yang
menyebabkan penurunan efektivitas alveolus (kantung
udara dalam paru-paru), sehingga oksigen yang terserap
ke dalam peredaran darah mengalami penurunan.
3. Insektisida, zat yang sangat beracun dan digunakan
sebagai pembunuh serangga.
4. Polycyclic, zat ini menyerang paru-paru dan
menyebabkan kerusakan yang fatal bagi perokok aktif.
5. Carcinogens, asap yang dihasilkan dari pembakaran
tembakau dan kertas sigaret mengandung beragam zat
kimiawi yang sangat berbahaya dan mampu memicu
penyakit kanker bagi siapapun yang menghirupnya.
6. Karbon Monoksida, gas CO sangat berbahaya jika
terhirup kedalam tubuh seseorang, karena hal gas CO
akan berikatan dengan hemoglobin dalam darah.
Para peneliti berhasil mengungkapkan adanya sekitar
30 zat kimiawi yang mampu memicu kanker dalam setiap
batang rokok, zat kimiawi yang dianggap berbahaya adalah
Beta-Napthylamine dan PAH (Polcyclic Aromatic
Hydrocarbon). Masih banyak komponen yang belum dikenal

44 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


masyarakat secara luas, komponen tersebut diantaranya
hidrogen sianida (racun yang digunakan sebagai fumigan
untuk membunuh semut), amoniak (senyawa yang beracun),
oksida nitrogen (zat pembius pada operasi), farmaldehida
( cairan yang digunakan untuk mengawetkan mayat), arsenik
(bahan yang terdapat pada racun tikus), aseton (bahan
pengupas zat kuku), pyridine (bahan pembunuh hama),
methyl chloride (uapnya sama dengan obat bius), senyawa
hidrokarbon benzopiren, fenol, polonium, kadmium,
acrolein, formic acid, dan lain-lain.
Bahaya merokok menurut (Mamahit et al., 2022) adalah:
1. Bagi perokok aktif, yaitu sesorang yang merokok secara
langsung atau menghisap rokok :
a. Meningkatkan risiko dua kali lebih besar untuk
mengalami serangan jantung. Merokok dapat
meningkatkan tekana darah dan mempercepat
denyut jantung sehingga pemasokan zat asam
kurang dan keadaan ini memberatkan tugas otot
jantung. Merokok dapat mempertebal dinding
pembuluh darah yang berakibat jantung kesulitan
dalam memompa darah (Nururrahmah,2014).
b. Meningkatkan risiko dua kali lebih besar untuk
mengalami stroke

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 45


c. Meningkatkan risiko mengalami serangan jantung
dua kali lebih besar pada mereka yang mengalami
tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol tinggi
d. Meningkatkan risiko sepuluh kali lebih besar untuk
mengalami serangan jantung bagi wanita pengguna
pil KB
e. Meningkatkan risiko lima kali lebih besar menderita
kerusakan jaringan anggota tubuh yang rentan. Zat
dalam rokok yang bersifat karsinogenik adalah tar,
dapat meyebabkan kanker paru-paru karena
sebagian besar zat ini tersimpan didalam paru-paru.
Selain itu, tar ini dapat menyebakan kanker jika
merangsang tubuh dalam waktu yang lama,
biasanya didaerah mulut dan tenggorokan .
2. Bagi perokok pasif, yaitu seseorang yang terekspos asap
tembakau dari orang yang merokok yang menyebabkan
inhalasi (terisap) pada orang-orang sekitarnya
(Pramono,2014).
Asap sampingan (sidestream smoke) hasil dari ujung
rokok yang terbakar ternyata lebih berbahaya dibandingkan
asap utama (mainstream smoke) yang dihisap dan
dikeluarkan oleh perokok, karena mengandung 2 kali lebih
banyak nikotin, 3 kali kandungan tar dan kandungan karbon
monoksida 5 kali lebih banyak. Perokok pasif yang berada

46 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


disekitar perokok aktif akan menghirup dua jenis rokok ini
sekaligus, sehingga mengalami risiko gangguan kesehatan
seperti mata perih, bersin dan batuk-batuk, sakit
kerongkongan, sakit kepala, hingga masalah pernapasan
termasuk radang paru-paru dan bronkitis, dan meningkatkan
risiko kanker paru dan penyakit jantung.
Center for Disease Control and Prevention (2016),
merokok sangat berhubungan dengan penyakit jantung,
pernapasan, kanker dan risiko penyakit lainnya. Pembuluh
darah pada orang yang merokok terjadi penyempitan
sehingga tekanan darah meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan stroke apabila menyumbat pembuluh darah di
otak atau vena sekitar otak. Penyakit paru-paru seperti
PPOK, emphysema, chronic bronchitis dan asma merupakan
dampak dari merokok yang merusak saluran pernapasan dan
alveolus. Perokok akan mengalami bronkitis dengan gejala
awal batuk yang berkepanjangan, karena paru-paru tidak
dapat melepaskan mukus yng terdapat dalam bronkus secara
normal. Hal ini disebabkan karena asap rokok dapat
memperlambat pergerakan silia dan setelah jangka waktu
lama akan rusak sehingga perokok lebih sering.
Menurut Center for Disease Control and Prevention
(2016), Wanita yang sedang mengandung sangat berisiko
terjadi gangguan pada kehamilannya, dapat menyebabkan

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 47


kematian bayi dalam kandungan, BB bayi rendah, kelahiran
imatur, kehamilan ektopik (hamil diluar rahim), dan cacat
dibagian wajah. Sperma pada perokok jumlahnya lebih
sedikit, disfungsi ereksi dan kualitas sperma buruk, karena
bahan kimia yang terkandung dalam rokok dapat masuk
kedalam aliran darah yang secara langsung mempengaruhi
sperma. Dampak rokok dapat mempengaruhi penampilan
seperti keriput pada wajah, kecerahan kulit yang buruk, kulit
kendor dan rambut rontok. Hal ini disebabkan asap rokok
yang merusak kolagen, elastin dan kekuranngan oksigen
pada kulit. Penyakit lain yang disebabkan dari perokok yaitu
katarak, diabetes melitus tipe 2, artritis reumatoid
(peradangan sendi).

3.6 Konsep Minuman Beralkohol


1. Pengertian Minuman Beralkohol
Peraturan Menteri Perindustrian Nomer
71/MInd/PER/7/2012 tentang pengendalian dan pengawasan
industri minuman beralkohol mendefinisikan minuman
beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol
atau etanol (C2H5OH), diproses dari bahan hasil pertanian
yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan
destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Definisi ini terlihat
jelas berdasarkan batas maksimum etanol yang diizinkan

48 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


adalah 55%. Etanol dapat dikonsumsi karena diproses dari
bahan hasil pertanian melalui fermentasi gula menjadi etanol,
yang merupakan salah satu reaksi organik. Jika
menggunakan bahan baku pati/karbohidrat, seperti beras,
ketan, tape, singkong maka pati diubah terlebih dahulu
menjadi gula oleh amylase untuk kemudian diubah menjadi
etanol (Hardiyani, 2014 dalam Rinanda, 2016).

2. Penggolongan Minuman Beralkohol


Menurut Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013,
Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan
hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
Minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam
negeri atau asal impor dikelompokan dalam golongan
sebagai berikut (Irmayanti, 2013):
a. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar
sampai dengan 5% (lima persen), Jenis minuman ini
paling banyak dijual di minimarket atau supermarket
yaitu bir. Minuman tradisional yang termasuk minuman
golongan A yaitu tuak dengan kadar alkohol 4% (Ilyas,
2013). Konsumsi alkohol golongan A dengan kadar 1 –

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 49


5% seseorang belum mengalami mabuk, tetapi tetap
memiliki efek kurang baik bagi tubuh.
b. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih
dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh
persen). Jenis minuman yang termasuk di golongan ini
adalah aneka jenis anggur atau wine. Alkohol pada
kadar ini sudah cukup tinggi dan dapat membuat mabuk
terutama bila diminum dalam jumlah banyak terutama
bagi yang tidak terbiasa mengkonsumsi minuman
beralkohol.
c. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih
dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima
puluh lima persen). Jenis minuman yang termasuk dalam
golongan ini antara lain whisky, liquor, vodka, Johny
Walker, dan lain-lain

3. Kandungan Yang Berbahaya Dalam Alkohol Dan


Dampaknya Mengkonsumsi Alkohol
Etanol adalah bentuk molekul sederhana dari
alkohol, yang sangat mudah diserap dalam saluran
pencernaan mulai dari mulut, esofagus, lambung, sampai
usus halus, daerah paling banyak menyerap alkohol adalah

50 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


bagian proksimal usus halus, disini juga diserap vitamin B
yang larut dalam air, kemudian dengan cepat beredar dalam
darah. Anggur, bir, wiski, gin, vodka adalah jenis-jenis
minuman dengan kandungan alkohol sekitar 3% sampai
20%. Mengkonsumsi minuman beralkohol berarti
mengkonsumsi antara 10-12 gram etanol. Mengkonsumsi
alkohol setiap hari dan dalam jumlah yang makin meningkat
maka akan terjadi toleransi, yang dibagi dalam 3 bentuk
antara lain behavioral tolerance yaitu refleksi kemampuan
seseorang untuk belajar dalam tugas afektif oleh alkohol,
Tolerans farmakokinetik yaitu produksi dehidrogenese
alcohol dan mikrosom system reticulum endoplasmik
meningkat. Tolerans seluler yaitu adaptasi system neuron
akibat peningkatan jumlah konsumsi alkohol (Soetjiningsih,
2010).

4. Dampak Mengkonsumsi Minuman Beralkohol


a. Dampak Jangka Pendek
Menurut Sallika (2010) dalam Rinanda (2016) efek
kenikmatan sesaat setelah mengkonsumsi minuman
beralkohol, tubuh akan mengalami serangkaian perubahan.
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap
dan menyebar melewati organ-organ tubuh melalui aliran
darah dan sisanya masuk ke saluran pencernaan, mulai dari

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 51


kerongkongan, lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Jantung akan
memompa darah yang bercampur alkohol ke seluruh bagian
tubuh, sampai ke otak. Proses akhir, hati akan membakar
atau menghancurkan alkohol dibantu dengan enzim khusus
untuk dikeluarkan melalui air seni atau keringat.
Mengkonsumsi minuman beralkohol yang berlebihan
kemungkinan akan menimbulkan efek pada tubuh seperti
muntah, kehilangan kesadaran dan sulit bereaksi terhadap
rangsangan luar, serta pingsan. Efek alkohol bagi tubuh tidak
hanya terjadi dalam jangka pendek.
b. Dampak Jangka Panjang
Mengkonsumsi alkohol berlebihan dalam jangka
panjang sangat merugikan kesehatan. Efek buruk konsumsi
alkohol antara lain gangguan otak, gangguan hati, gangguan
jantung, gangguan pencernaan, gangguan ginjal, gangguan
reproduksi dan menimbulkan karsinogen (sallika, 2010
dalam Rinanda, 2016) Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dapat mempengaruhi tindakan sosial, seperti kecanduan
terhadap minuman beralkohol, perilaku seks bebas, konsumsi
narkob dan menggangu orang sekitar (Sumarlin, 2012).
Peminum alkohol berat dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pada hati dimana dapat menimbulkan perlemakan
parenkim hati (fatty liver) yang dapat berkembang menjadi

52 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


sirosis hati. Pada pankreas bisa terjadi penkreatitis dan
terjadi gangguan metabolisme gula darah yang dapat
menimbulkan penyakit kencing manis. Risiko kanker
esophagus, lambung, usus besar, dan paru-paru. Pada jantung
bisa menyebabkan penyakit infark jantung dan thrombosis.
Peminum alkohol cenderung memiliki tekanan darah yang
relative lebih tinggi dibandingkan non peminum dan juga
akan lebih berisiko mengalami stroke dan serangan jantung.
Selain itu dapat menyebabkan impoten, kesulitan tidur,
kerusakan otak, dapat terjadi perubahan kepribadian dan
suasana perasaan, sulit dalam mengingat dan berkonsentrasi.
Peminum kronis dapat pula mengalami berbagai gangguan
syaraf mulai dari demensia, bingung, kesulitan berjalan dan
kehilangan memori serta konsumsi alkohol yang berlebihan
dapat menimbulkan defisiensi thiamin, yaitu komponen
vitamin B kompleks berbentuk kristal yang esensial bagi
berfungsinya sistem syaraf (Sarwono, 2011).

3.7 Konsep Dasar Aktivitas Fisik


1. Pengertian Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap
pergerakan jasmani yang dihasilkan otot skelet yang
memerlukan pengeluaran energi. Istilah ini meliputi rentang
penuh dari seluruh pergerakan tubuh manusia mulai dari

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 53


olahraga yang kompetitif dan latihan fisik sebagai hobi atau
aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, inaktivitas fisik bisa didefinisikan sebagai
keadaan dimana pergerakan tubuh minimal dan pengeluaran
energi mendekati resting metabolic rates (WHO, 2015).
Aktivitas fisik mempengaruhi total energy
expenditure, yang mana merupakan jumlah dari basal
metabolic rate (jumlah energi yang dikeluarkan saat istirahat
dalam suhu lingkungan yang normal dan keadaan puasa),
thermic effect of food dan energi yang dikeluarkan saat
aktivitas fisik (Miles, 2007).
Aktivitas fisik merupakan perilaku multidimensi yang
kompleks. Banyak tipe aktivitas yang berbeda yang
berkontribusi dalam aktivitas fisik keseluruhan; termasuk
aktivitas pekerjaan, rumah tangga (contoh: mengasuh anak,
bersih-bersih rumah) , transportasi (contoh: jalan kaki,
bersepeda), dan aktivitas waktu senggang (contoh: menari,
berenang). Lathan fisik (physical exercise) adalah
subkategori dari aktivitas waktu senggang dan didefinisikan
sebagai aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur,
repetitif, dan bertujuan untuk pengembangan atau
pemeliharaan kesehatan fisik (Hardman & Stensel, 2003)
Energi pada tubuh manusia dimanfaatkan dalam tiga
cara;

54 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


a. Rata-rata metabolik saat istirahat
Pada saat istirahat energi digunakan untuk menjaga
temperatur tubuh, kontraksi otot, dan sirkulasi darah.
b. Fungsi pencernaan dan asimilasi makanan
Sebelumnya dikenal dengan aksi dinamis spesifik.
Istilah yang sekarang ialah termogenesis yang
dipengaruhi makanan atau efek termik makanan
(thermic effect of food).
c. Aktivitas fisik
Kegiatan yang termasuk dalam aktivitas fisik ialah
pekerjaan harian, aktivitas pada waktu luang,
transportasi dari maupun menuju tempat kerja atau
lokasi lain
2. Klasifikasi Aktivitas Fisik
Berdasarkan tingkat intensitasnya, aktivitas fisik
dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat.
Aktivitas fisik berat adalah kegiatan yang terus menerus
dilakukan minimal selama 10 menit sampai denyut nadi dan
napas meningkat lebih dari biasanya, contohnya ialah
menimba air, mendaki gunung, lari cepat, menebang pohon,
mencangkul, dll. Sedangkan aktivitas fisik sedang apabila
melakukan kegiatan fisik sedang (menyapu, mengepel, dll)
minimal lima hari atau lebih dengan durasi beraktivitas

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 55


minimal 150 menit dalam satu minggu. Selain kriteria di atas
maka termasuk aktivitas fisik ringan (WHO, 2015).
3. Manfaat Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor penting dalam
memelihara kesehatan yang baik secara keseluruhan.
Menjadi aktif secara fisik memiliki manfaat kesehatan yang
signifikan, termasuk mengurangi resiko berbagai penyakit
kronik, membantu mengontrol berat badan dan
mengembangkan kesehatan mental. Beberapa bentuk
aktivitas fisik juga bisa membantu memanajemen kondisi
jangka panjang, seperti artritis dan diabetes tipe 2, dengan
mereduksi efek dari kondisi tersebut dan meningkatkan
kualitas hidup penderitanya (Healey, 2013).
Aktivitas fisik yang reguler secara konsisten terkait
dengan penurunan resiko mortalitas. Physical Activity
Guidelines for Americans mendeskripsikan berbagai tipe dan
jumlah aktivitas fisik yang memberi dampak positif bagi
kesehatan. Panduan pada tahun 2008 merekomendasikan
aktivitas aerobik intensitas sedang 150-300 menit atau 75-
150 menit intensitas berat dalam seminggu untuk mencapai
manfaat kesehatan yang besar. Selain berpengaruh pada
kesehatan fisik, Aktivitas fisik juga mempengaruhi
perkembangan, kesehatan, dan kinerja otak. Beberapa zat

56 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


kimiawi tubuh yang meningkat kadarnya oleh aktivitas fisik
dan mempengaruhi otak ialah sebagai berikut:
a. IGF-1 (Insulin-like Growth Factor 1), atau nama lainnya
somatomedin C adalah hormon yang similiar bentuk
molekulernya dengan insulin. Hormon ini memainkan
peran penting pada pertumbuhan masa anak-anak dan
mempunyai efek anabolik saat dewasa (Keating, 2008).
IGF-1 dirangsang oleh GH (Growth Hormon) dan
memerantarai banyak efek yang mendorong
pertumbuhan. Sumber utama IGF-1 dalam darah ialah
hati, yang mengeluarkan produk peptida ini ke dalam
darah sebagai respons terhadap stimulasi GH
(Sherwood, 2007). IGF-1 kemudian menstimulasi
pertumbuhan tubuh secara sistemik, dan efek
mendukung pertumbuhan pada hampir semua sel di
dalam tubuh, khususnya otot skelet, kartilago, tulang,
hati, ginjal, saraf, kulit, sel hematopoietik, dan paru-
paru. Selain itu, IGF-1 adalah regulator esensial untuk
perkembangan otak, pematangan dan kelangsungan
hidup neuron (Torres-Aleman et al, 2010).
b. Leptin (berasal dari bahasa latin yang, leptos, yang
artinya “kurus”) adalah hormon yang terbuat dari sel-sel
adiposa yang membantu untuk meregulasi
keseimbangan energi dengan menginhibisi rasa lapar.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 57


Leptin mempunyai mekanisme kerja yang berkebalikan
dengan ghrelin, “hormon lapar”. Kedua hormon tersebut
bekerja pada reseptor di nucleus arcuata pada
hipotalamus untuk meregulasi napsu makan untuk
mencapai homeostasis energi (Brennan & Mantzoros,
2006). Reseptor leptin tidak hanya diekspresikan pada
hipotalamus namun juga di regio otak yang lain, seperti
hipokampus dan korteks prefrontal. Defisiensi leptin
telah terbukti mengubah protein dan fungsi neuronal
pada tikus dengan obesitas.
c. Dopamin adalah zat kimia organik dari katekolamin dan
keluarga dari fenetilamin yang memainkan berbagai
peran penting pada otak dan tubuh. Pada otak, dopamin
berfungsi sebagai neurotransmiter. Otak memiliki
beberapa jalur dopamin yang terpisah, satu yang paling
banyak memiliki peran penting ialah dalam reward-
motivated behaviour. Di dalam otak, dopamin
mempengaruhi fungsi eksekutif, kontrol motorik,
motivasi, dan kesadaran.

3.8 Konsep Dasar Pola Makan


1. Pengertian Pola Makan
Pola makan ialah information dimana
mendeskripsikan jenis dan intensitas konsumsi makanan

58 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


dalam satu hari suatu individu atau kelompok masyarakat
tertentu. Pola makan merupakan cara untuk mengatur
kuantitas makanan jenis ,sehingga dapat meningkatkan
kualitas kesehatan, psikologi, pencegahan serta proses
penyembuhan sakit. kebiasaan makan yang baik selalu
meresprentatifkan pemenuhan gizi yang optimal.
2. Klasifikasi Pola Makan
a. Pola makan sehat
Pola makan sehat merupakan makanan seimbang
dengan beraneka ragam zat gizi dalam takaran yang cukup
dan tidak berlebihan. Pola makan yang sehat bisa dilihat
dari 3 yaitu jenis, jumlah, dan jadwal.
1) Jumlah, Jumlah makanan merupakan berapa banyak
makanan yang masuk dalam tubuh kita disini bisa porsi
penuh atau separurh porsi. Jumlah makanan yang
dimakan bisa diukur dengan timbangan atau
menggunakan ukuran rumah tangga. Makanan yang
ideal harus mengandung energy dan zat gizi esensial
(komponen bahan makanan yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan dalam kesehatan
dan pertumbuhan) dalam jumlah yang cukup. Jumlah
dan jenis makanan sehari – hari merupakan cara makan
seorang individu atau kelompok orang dengan
mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat,

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 59


protein, sayur mayor dan buah buahan. Frekuensi
makan 3 kali sehari dengan makan selingan pagi dan
siang mencapai gizi tubuh yang cukup, pola makan
yang berlebihan dapat mengakibatkan kegemukan
bahkan sampai obesitas pada.
2) Jenis, Tubuh manusia perlu adanya asupan makanan
yang mengandung gizi seimbang. Menurut Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) bahan makanan
dikelompokkan menjadi 3 fungsi utama zat gizi, yaitu :
sebagai Zat Tenaga, Zat Pembangun dan Zat Pengatur.
3) Frekuensi, Frekuensi makan merupakan gambaran
berapa kali makan dalam sehari yang meliputi makan
pagi, makan siang, makan malam, dan makan selingan.
Pola makan yang baik dan benar mengandung
karbohidrat, lemak, protein, vitamin serta mineral.
Makanan selingan diperlukan jika porsi dalam
makanan utama yang dikonsumsi belum terpenuhi,
makanan selingan tidak boleh berlebihan karena dapat
menyebabkan nafsu makan utama menurun akibat
kekenyangan. Frekuensi makan balita sangat berbeda
dengan orang dewasa, hal ini porsi makan balita lebih
sedikit karena balita kebutuhan gizi pada balita lebih
sedikit daripada dewasa. Selain itu pola makan balita
harus mempunyai kandungan air dan serat yang sesuai,

60 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


tekstur makanannya cenderung lunak dan memberikan
rasa kenyang.
4) Jadwal, Jadwal makan dapat menentukan frekuensi
makan dalam sehari dengan rutinitas pola makan
optimal yakni terdapat 3 makanan utama dengan jarak
3 jam, jadwal ini bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan
asal tetap dalam waktu 3 jam.
Contoh :
 Pukul 06.30 makan pagi
 Pukul 09.30 makan snack atau buah
 Pukul 12.30 makan siang
 Pukul 15.30 makan snack atau buah
 Pukul 18.30 makan malam
 Pukul 21.30 makan snack atau buah.
 Pola makan tidak sehat
Pola makan yang buruk adalah kebiasaan
mengonsumsi makanan sehari hari yang tidak sehat.
Pola makan yang buruk bisa berisiko pada kesehatan
tabuh. Dirangkum dari beberapa sumber pola makan
yang tidak sehat seprti :
1. Melewatkan sarapan, sarapan dibutuhkan karena
untuk menjaga konsentrasi saat melakukan
aktivitas, menu sarapan tentunya harus

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 61


disesuaikan dan dapat memenuhi nutrisi yang
dibutuhkan.
2. Terlalu banyak mengkonsumsi minuman manis,
mnuman manis akan membuat gula darah naik
dan lebih berisiko terkena penyakit diabetes,
selain itu minuman manis juga dapat
menyebabkan obesitas.
3. Terlalu sering mengkonsumsi gorengan juga
dapat mempengaruhi peningkatan kalori dan
peningkatan kolesterol.
4. Konsumsi junk food ternyata kandungan
didalamnya terdapat 80% lemak jenuh, konsumsi
junk food yang berlebihan akan menyebabkan
obesitas dan penyakit lainnya.
5. Kurangnya konsumsi sayur dan buah, hal ini
tubuh membutuhkan serat untuk membantu
pencernaan selain itu kurangnya makan sayur
juga dapat menyebabkan hipertensi dan risiko
lainnya.

62 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


BAB IV PERILAKU BERISIKO PENYAKIT TIDAK
MENULAR

4.1 Merokok
Tidak ada pengaruh bermakna antara perilaku
merokok terhadap komponen Penyakit Tidak Menular. Dari
beberapa komponen Penyakit Tidak Menular, hanya
penyakit jantung koroner yang memiliki nilai signifikansi
terkecil, yakni 0,103 (>0,05) dibandingkan dengan pengaruh
merokok terhadap penyakit tidak menular lainnya seperti
diabetes melitus, hipertensi, asma dan kolesterol tinggi.
Beberapa kondisi yang mempengaruhi hasil tersebut
diantaranya bahwa sebagian besar dari penderita PTM sudah
tidak sebagai perokok aktif meskipun sebelumnya ada yang
perokok aktif.
Merokok merupakan proses mengisap asap dari
rokok yang dibakar. Banyak sekali kandungan racun
berbahaya dalam rokok yang dapat merusak Kesehatan.
Salah satu penyakit yang dapat timbul akibat merokok adalah
radang paru-paru. Hal ini dikarenakan asap rokok yang
diisap langsung masuk ke paru-paru. Penyakit lain yang
dapat timbul akibat rokok adalah stroke. Pada perokok aktif
bisa saja menderita serangan stroke, karena efek samping
rokok bisa menyebabkan melemahnya pembuluh darah.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 63


Ketika pelemahan tersebut terjadi dan kerja pembuluh darah
terhambat bisa menyebabkan serangan radang otak. Hal
itulah yang bisa berisiko terjadi stroke meskipun orang
tersebut tidak ada latar belakang hpertensi atau penyakit
penyebab stroke lainnya.

4.2 Kurangnya Aktivitas Fisik


Dari hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa
kurangnya aktifitas fisik terhadap penyakit tidak menular
memiliki nilai signifikansi antara 0,006 sampai dengan
0,692. Angka terendah terjadi pada hasil uji kurangnya
aktifitas fisik terhadap penyakit Diabetes Melitus (0,006).
Namun demikian angka ini belum menunjukkan adanya
pengaruh kurangnya aktifitas fisik terhadap penyakit tidak
menular (>0,005) dan hanya mendekati. Dari hasil akhir
pengujian juga didapatkan nilai R Square sebesar 0,031.
Artinya bahwa pengaruh kurangnya aktifitas fisik terhadap
penyakit tidak menular adalah sebesar 3,1%, sedangkan
96,9% penyakit tidak menular dipengaruhi oleh variabel
lainnya
Menurut WHO, physical activity atau aktivitas
fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka dan dibutuhkan energi untuk melakukannya
(Erwinanto, 2017). Aktivitas fisik meliputi seluruh

64 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


pergerakan tubuh manusia seperti aktivitas sehari-hari, hobi,
dan olahraga yang bersifat kompetitif (WHO dalam Syam,
2017). Aktivitas fisik merupakan perilaku yang kompleks.
Terdapat banyak tipe aktivitas yang berbeda yang kemudian
berkontribusi dalam aktivitas fisik secara keseluruhan.
Aktivitas tersebut termasuk aktivitas pekerjaan, rumah
tangga (contoh: mengasuh anak, membersihkan rumah, jalan
kaki), dan aktivitas waktu luang. Menurut Hardman &
Stensel (dalam Ananta, 2018) latihan fisik atau berolahraga
termasuk kedalam kategori aktivitas waktu senggang serta
didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang direncanakan,
dilakukan secara repetitif, terstruktur, dan memiliki tujuan
untuk pengembangan juga pemeliharaan kesehatan fisik.
Sebagai masyarakat yang hidup di pedesaan dengan
mayoritas pekerjaan sehari-hari sebagai petani, Sebagian
besar responden tidak kekurangan aktifitas fisik. Sehari-hari
sibuk dengan pekerjaan pertanian baik sebagai petani sawah
(padi) maupun perkebunan kelapa sawit. Kelompok yang
rentan terhadap aktifitas fisik adalah kelompok usia lanjut
dan penderita PTM kronis. Mengingat pada kelompok
tersebut memiliki keterbatasan gerak apabila tidak dimotivasi
atau dibantu oleh keluarganya. Menurut Lannywati Ghani,
prevalensi penderita jantung koroner lebih tinggi pada yang

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 65


beraktifitas kurang, kemungkinan akibat penyakit jantung
koroner tidak dapat melakukan aktifitas fisik.

4.3 Pola Makan


Variable pola makan meliputi : konsumsi gula
berlebih, konsumsi garam berlebih, konsumsi lemak berlebih
dan kurangnya konsumsi buah dan sayur.
Dari hasil uji regresi linier didapatkan hasil bahwa
ada pengaruh konsumsi garam berlebih terhadap penyakit
hipertensi (0,001), ada pengaruh konsumsi lemak berlebih
terhadap penyakit hipertensi, dan ada pengaruh kurangnya
konsumsi buah dan sayur terhadap penyakit jantung koroner.
Sementara hasil lainnya menunjukkan ada pengaruh lemah
(tidak ada pengaruh) konsumsi garam berlebih terhadap
penyakit hipertensi (0,006) dan konsumsi lemak berlebih
terhadap penyakit kolesterol tinggi (0,009). Dan yang
menariknya adalah pada uji regresi liner terhadap konsumsi
gula berlebih terhadap penyakit diabetes melitus tidak
menunjukkan adanya pengaruh (0,967).
Konsumsi Gula Berlebih dapat mengakibatkan
insulin menjadi resisten, yaitu tidak mampu menjalankan
tugasnya dalam metabolisme gula menjadi energi, sehingga
terjadi peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang

66 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


berisiko terhadap terjadinya kegemukan (obesitas) dan
Diabetes Melitus
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tubuh
memerlukan sumber energi sebagai bahan baku. Sumber
energi tersebut didapatkan dari berbagai jenis makanan
dengan gizi cukup dan seimbang yang kita konsumsi sehari-
hari, salah satu unsur utamanya adalah gula. Gula merupakan
senyawa organik dalam bentuk karbohidrat sederhana,
memiliki sifat larut dalam air dan langsung diserap tubuh
untuk diubah menjadi energi, yang secara umum jenisnya
dibedakan menjadi monosakarida (glukosa, fruktosa) dan
disakarida (sukrosa, laktosa, maltosa). Meskipun memiliki
fungsi sebagai sumber energi utama, akan tetapi ketika
konsumsinya berlebih, justru akan ada banyak dampak
negatif bagi tubuh.
Pertama, konsumsi gula berlebih dapat
mengakibatkan insulin menjadi resisten, yaitu tidak mampu
menjalankan tugasnya dalam metabolisme gula menjadi
energi, menyebabkan terjadi peningkatan kadar gula dalam
darah sehingga meningkat pula resiko terjadinya obesitas dan
diabetes melitus. Diabetes yang tidak terkontrol dapat
memicu munculnya penyakit lain dalam tubuh, seperti
penyakit jantung, stroke, katarak, infeksi kulit yang susah
sembuh, kerusakan ginjal, sampai adanya gangguan saraf.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 67


Kedua, adanya resistensi leptin menyebabkan tidak
adanya rasa kenyang, dimana leptin merupakan hormon yang
diproduksi oleh sel lemak yang meregulasi penimbunan
lemak di tubuh dan menyesuaikan antara rasa lapar dengan
pengeluaran energi, sehingga terjadi peningkatan berat badan
yang tidak terkontrol.
Ketiga, gula yang memiliki sifat mudah diserap dan
dicerna oleh tubuh menjadikan adanya lonjakan kadar gula
dalam darah dan insulin ketika konsumsinya berlebih,
menyebabkan tingkat energi menurun dan menjadi cepat
lelah serta kurang energi.
Keempat, mengonsumsi gula berlebih berkontribusi
terhadap proses inflamasi. Peradangan tingkat rendah dalam
tubuh merupakan faktor kunci dalam terjadinya penyakit
kronis, termasuk penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan
demensia.
Kelima, gigi berlubang bisa terjadi karena gula
berinteraksi dengan bakteri dalam plak sehingga membentuk
asam yang mulai memecah email gigi. Kesehatan gigi dan
mulut sangat penting untuk dijaga, karena kesehatan gigi dan
mulut yang buruk dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang, serta berkaitan dengan adanya malnutrisi dan
meningkatnya resiko infeksi.

68 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Asupan garam berlebih akan meningkatkan jumlah
natrium dalam sel dan menganggu keseimbangan cairan.
Masuknya cairan ke dalam sel akan mengecilkan diameter
pembuluh darah arteri sehingga jantung harus memompa
darah lebih kuat yang berakibat meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah berpengaruh pada peningkatan
kerja jantung, yang akhirnya akan meningkatkan resiko
mengalami serangan jantung dan stroke (Kemenkes 2020)
Begitupun dengan konsumi lemak berlebih dapat
berpengaruh pada penderita Penyakit Tidak Menular (PTM).
Jika konsumsi lemak kurang dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan penurunan imunitas terhadap penyakit.
Apabila konsumsi lemak jenuh diatas 10% dari energi total
akan beresiko meningkatkan kadar LDL yang berperan
membawa kolesterol ke pembuluh darah koroner. Pembuluh
darah koroner akan mengalami penyempitan
(atherosclerosis) dan dalam keadaan tertentu akan
menyebabkan serangan jantung dan stroke.
Batas konsumsi gula, garam, dan lemak yang
disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemkes) per
orang per hari yaitu 50 gram (4 sendok makan) gula, 2000
miligram natrium/sodium atau 5 gram garam (1 sendok teh),
dan untuk lemak hanya 67 gram (5 sendok makan minyak).
Untuk memudahkan, rumusannya adalah G4 G1 L5.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 69


Sayur dan buah merupakan sumber zat gizi mikro
yang diperlukan untuk proses metabolisme tubuh. Menurut
rekomendasi Pedoman Gizi Seimbang, masyarakat Indonesia
dianjurkan untuk mengonsumsi sayur dan buah sebesar 3-5
porsi sayur atau setara dengan 250 gram per hari dan 2-3
porsi buah ataun setara dengan 150 gram per hari. Salah satu
masalah umum dari perilaku konsumsi remaja adalah
kurangnya konsumsi buah dan sayur. Penduduk
dikatagorikan ‘cukup’ mengonsumsi sayur dan buah apabila
makan sayur atau buah minimal 5 porsi per hari.
Dikatagorikan ‘kurang’ apabila konsumsi sayur dan buah
kurang dari ketentuan di atas (Kemenkes, 2017; WHO, 2016;
Riskesdes, 2018).
Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa serat
pangan larut air, seperti pektin, dapat menurunkan kadar
kolesterol darah. Pektin dapat diperoleh dari buah dan
sayuran. Pektin menurunkan kadar kolesterol darah dengan
mengikat asam empedu dan mengurangi reabsorpsinya di
usus halus. Propionat, produk fermentasi pektin,
menghambat kerja HMG-KoA reduktase. Pektin
berpengaruh terhadap penurunan risiko Penyakit Jantung
Koroner (PJK).

70 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 71
DAFTAR PUSTAKA

Adliyani, Z. O. N. (2015) ‘Pengaruh perilaku individu


terhadap hidup sehat’, Jurnal Majority, 4(7), pp.
109–114.
Agustina, W., Oktafirnanda, Y. and Wardiah, W. (2018)
‘Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia
Reproduktif di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa
Lama Kota Langsa’, Jurnal Bidan Komunitas,
1(1), pp. 48–57.
AgustinaSimbolon, G., Simbolon, J. L. and Sitompul, E.
(2020) ‘A Deteksi Dini PTM, Pemeriksaan Gula
Darah, Kolesterol dan Asam Urat’, Jurnal Mitra
Prima, 2(1), pp. 10–15.
Alfi, A., Idi, S. and Weni, K. (2019) ‘KONSELING GIZI
MENGGUNAKAN MEDIA APLIKASI NUTRI
DIABETIC CARE UNTUK MENINGKATKAN
PENGETAHUAN PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS GAMPING
I’. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Anggreini, Y. S., Tanamal, E. J. and Lopulalan, O. (2022)
Monograf Pengaruh Senam Poco Poco
Terhadap Kontrol Kadar Gula Darah. Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=6KdeEAAAQBAJ.
As’ad, S. and Indonesia, M. S. (2022) Terapi Nutrisi dan
Interaksi Obat Makanan pada Penyakit

72 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Metabolik. Media Sains Indonesia. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=HkFbEAAAQBAJ.
Dr. Eko Winarti, S. S. T. M. K. et al. (2021) UPAYA
PENINGKATAN KEPATUHAN MASYARAKAT
DALAM PENCEGAHAN (COVID) 19
BERBASIS HEALTH BELIEF MODEL.
SCOPINDO MEDIA PUSTAKA. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=GPQ4EAAAQBAJ.
Dr. Harbani Pasolong, M. S. (2020) Etika Profesi. Nas
Media Pustaka. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=b3xOEAAAQBAJ.
Elmi Nuryati, M. E. (no date) Hipertensi Pada Wanita.
Jakad Media Publishing. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=lHorEAAAQBAJ.
Fitriani Kahar S. ST., M. K. (2021) Penyakit Tidak
Menular (PTM) dan Pencegahannya. wawasan
Ilmu. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=xRxYEAAAQBAJ.
Gahayu, A. (2015) Metodologi Penelitian Kesehatan
Masyarakat. Deepublish. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=dRiZDwAAQBAJ.
Hasnawati S., S. K. M. M. K. (2021) Hipertensi.
PENERBIT KBM INDONESIA (buku ajar).

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 73


Available at: https://books.google.co.id/books?
id=_EtKEAAAQBAJ.
Hipertensi Esensial : Aspek Neurobehaviour dan
Genetika (2018). Syiah Kuala University Press.
Available at: https://books.google.co.id/books?
id=64zPDwAAQBAJ.
Irmayani, N. R. et al. (2019) Kinerja Pendamping
Program Keluarga Harapan Pasca Diklat
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=jCnxDwAAQBAJ.
Keperawatan, U. (no date) Psikologi. Egc. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=6GzU18bHfuAC.
Khasanah, U. et al. (2019) ‘Edukasi Masyarakat Dalam
Peningkatan Pencegahan Dan Perawatan
Hipertensi Dan Dm Desa Kaliasin Kecamatan
Sukamulya Kabupaten Tangerang’, in Prosiding
Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat
LPPM UMJ.
Konsep & Metode Keperawatan (ed. 2) (2008). Salemba
Medika. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=62jmbdySq2cC.
Kusumawaty, J., Hidayat, N., & Ginanjar, E. (2016).
Hubungan Jenis Kelamin dengan Intensitas
Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja

74 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
16(2), 46-51.
Mahmudah, S., Maryusman, T., Arini, F. A., & Malkan, I.
(2015). Hubungan gaya hidup dan pola makan
dengan kejadian hipertensi pada lansia di
Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok tahun
2015. Biomedika, 7(2).
Mamahit, A. Y. et al. (2022) Teori Promosi Kesehatan.
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini. Available
at: https://books.google.co.id/books?
id=wCNuEAAAQBAJ.
Nababan, A. S. V. et al. (2020) ‘Faktor yang
Memengaruhi Kadar Gula Darah Penderita
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di RSUD Dr.
Djasamen Saragih Pematangsiantar’, Jurnal
Dunia Gizi, 3(1), pp. 23–31.
PURWANINGSIH, E., Chasani, S. and Suhartono, S.
(2018) ‘HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG
STRES DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI (Studi pada Pekerja
di PT. Pelindo III Semarang)’. School of
Postgraduate.
Purwono Janu, dkk (2020). Pola Konsumsi garam dengan
kejadian hipertensi pada lansia, Jurnal Wacana
Kesehatan, Akademi Keperawatan Dharma
wacana Metro, Universitas Muhammdiyah
Pringsewu Lampung.
Putra, I. D. G. I. P., Wirawati, I. A. P. and Mahartini, N.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 75


N. (2019) ‘Hubungan kadar gula darah dengan
hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
RSUP Sanglah’, Intisari Sains Medis, 10(3), pp.
797–800.
Puskesmas Suliliran Baru, Profil Kesehatan Puskesmas
Suliliran Baru tahun 2021.
RisKesDas .(2018). Kementrian Kesehatan, Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Hasil
Utama RisKesDas 2018. 14 Mei 2019.
http://www.depkes.go.id/resources/do
wnload/info-terkini/hasil-riskesdas2018.pdf
Saragih, H. (2018) ‘Hubungan antara Diabetes Melitus
dengan Hipertensi pada Pralansia dan Lansia di
Puskesmas Rambung Kota Tebing Tinggi’.
Simatupang, R. (2020) Pedoman Diet Penderita Diabetes
Melitus. Rumiris Simatupang.
Syahrir, M., Sabilu, Y. and Salma, W. O. (2021)
‘HUBUNGAN MEROKOK DAN KONSUMSI
ALKOHOL DENGAN KEJADIAN PENYAKIT
HIPERTENSI PADA MASYARAKAT
WILAYAH PESISIR’, NURSING UPDATE:
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan P-ISSN: 2085-
5931 e-ISSN: 2623-2871, 12(3), pp. 27–35.

76 | Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


Biografi Penulis Buku

“ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT MENULAR


DI PUSKESMAS ULILIRAN BARU KABUPATEN
PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR”

Kusnadi, SKM.,M.Kes. lahir di


Cilacap pada tanggal 5 Juli 1971.
Mengawali pendidikannya pada Jenjang
pendidikan sekolah Dasar di SDN 013
Pasir Belengkong, SMPN 1 Pasir
Belengkong dan melanjutkan ke
Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
Depkes Samarinda dan lulus pada tahun
1992.
Bekerja sebagai Perawat Pelaksana Pada Puskesmas Payo
Klato II hingga tahun 2006, kemudian melanjutkan
Pendidikan pada Akper Pemprov Kaltim, serta lanjut
menyelesaikan S-1 Kesehatan Masyarakat pada TIKES
Cahaya Bangsa Banjarmasin pada tahun 2010.
Melanjutkan karir sebagai Kepala Puskesmas Suliliran Baru,
Kabupaten Paser mulai tahun 2009 - 2022. Saat ini bekerja
sebagai Kepala Seksi Kesejahteraan Masyarakat pada
Kecamatan Batu Engau Kabupaten Paser Provinsi
Kalimantan Timur.
Penulis adalah aktivis organisasi. Pernah menjabat sebagai
Ketua DPD PPNI Kabupaten Paser selama 13 tahun, dan saat
ini aktif sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat
Asosiasi Puskesmas Indonesia.

Analisis Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular | 77

Anda mungkin juga menyukai